Depresi Dan Bunuh Diri Pada Lansia
Depresi Dan Bunuh Diri Pada Lansia
RENI KARMILA
07.040.84
PEMBIMBING : ERFANDI
keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga bergantung pada orang lain
status ekonomi yang tidak memadai sehingga cukup beralasan untuk melakukan
perubahan besar pada hidupnya
menentukan kondisi fisik yang sesuuai dengan kondisi ekonominya
mencari teman untuk mengganti pasangan yang meninggal, hilang atau cacat
mengembangkan kegiatan untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah
mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang dirancang untuk orang dewasa
mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan ynag sesuai dengan orang yang berusia
lanjut dan memiliki kemampuan untuk menggantikan kegiatan lama yang berat
dengan kegiatan yang lebih cocok
Menurut Durkheim (dalam Lyttle, 1986 & Nevid., dkk., 1997) yang konsern mengkaji
bunuh diri dengan menggunakan perspektif sosiologi, menyebutkan jika bunuh diri terdiri
atas beberapa prinsip tipe. Beberapa prinsip tipe tersebut adalah :
1. Anomic Suicide. Kondisi ketidaknormalan individu berada pada posisi yang sangat
rendah, individu adalah orang yang terkatung-katung secara sosial. Anomic suicide adalah
hasil dari adanya gangguan yang nyata. Sebagai contoh, seseorang yang tiba-tiba harus
kehilangan pekerjaannya yang berharga kemudian melakukan tindakan bunuh diri
termasuk ke dalam tipe ini. Anomie disebut juga kehilangan perasaan dan menjadi
kebingungan.
2. Egoistic Suicide. Kekurangan keterikatan dengan komunitas sosial atau masyarakat, atau
dengan kata lain individu kehilangan dukungan dari lingkungan sosialnya atau
masyarakat. Sebagai contoh, orang-orang yang sudah lanjut usia (elderly) yang
membunuh diri mereka sendiri setelah kehilangan kontak atau sentuhan dari teman atau
keluarganya bisa dimasukkan ke dalam kategori ini.
3. Altruistic Suicide. Pengorbanan diri (self-sacrifice) sebagai bentuk peran serta sosial dan
untuk mendapatkan penghargaan dari masyarakat, sebagai contoh kamikaze atau seppuku
di jepang. Tipe ini disebut juga formalized suicide
4. Fatalistic Suicide. Merupakan bunuh diri sebagai akibat hilangnya kendali diri dan
merasa jika bisa menentukan takdir diri sendiri dan orang lain. Bunuh diri massal yang
dilakukan oleh 39 orang anggota Heavens Gate cult adalah contoh dari tipe ini.
Kehidupan 39 orang ini berada di tangan pemimpinnya.
5. Meyer (1996) memaparkan beberapa tipe bunuh diri yang merupakan pengembangan atas
tipe-tipe bunuh diri yang dikemukakan oleh Emile Durkheim. Berikut pemaparannya :
6. Realistic. Bunuh diri yang dipercepat oleh tiap-tiap kondisi sebagai suatu prospek dari
rasa sakit yang mendahului suatu kesungguhan untuk mati.
7. Altruistic. Perilaku-perilaku mengabdi dari suatu individu terhadap kelompok ethic yang
memerintahkan atau mengharuskan indvidu tersebut untuk melakukan tindakan bunuh
diri.
8. Inadvervent. Individu membuat sikap seolah-olah akan melakukan bunuh diri agar bisa
mempengaruhi atau memanipulasi seseorang, tetapi sebuah kesalahan pengambilan
keputusan akan membawa kekondisi fatal (kematian) yang tidak diharapkan.
9. Spite. Hampir mirip dengan inadvervent suicide. Bunuh diri ini terfokus pada seseorang,
tetapi keinginan untuk membunuh diri sendiri adalah sungguh-sungguh, dan hal tersebut
dilakukan dengan harapan agar orang lain atau seseorang benar-benar menderita karena
adanya perasaan bersalah.
10. Bizzare. Keinginan bunuh diri dari suatu individu adalah hasil dari adanya halusinasi
(seperti adanya suara yang memerintahkan untuk melakukan bunuh diri) atau delusi
(seperti adanya kepercayaan bila bunuh diri akan merubah dunia).
11. Anomic. Bunuh diri yang terjadi karena adanya ketidakstabilan dalam kondisi ekonomi
dan sosial (seperti dengan tiba-tiba kehilangan pendapatan atau pekerjaan). Secara nyata
hal ini akan mengubah situasi kehidupan individu. Ketidakmampuan untuk melakukan
coping yang baik, bisa mengakibatkan bunuh diri.
12. Negative self. Depresi yang kronis dan gangguan perasaan yang kronis menghasilkan
percobaan bunuh diri yang berulang yang pada akhirnya menjadi faktor terdepan menuju
kondisi yang fatal.
C.Faktor pencetus
Lima dominan factor risiko ( kotak 12.2 ) menunjang pada perilaku destruktif diiri
sepanjang siklus kehidupan
Kotak 12.2
Factor-faktoor risiko bunuh diri
Psikososial dan kinik
Keputusasaan
Ras kulit putiih
Jenis kelamin laki-laki
Usia lebih tua
Hiidup sendiri
Riwayat
Pernah mencoba buunuh diri
Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri
Riwayat keluarga tentang penyalah gunaan zat
Diagnostik
Riwayat medik umum
Psikosis
Penyalah gunaan zat
1. diagnosa psikiatrik__ lebih dari 90 % lansia yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri mempunyai hubungandengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko bunuuh diri yaitu ganguan afektif, penyalah gunaan zat dan
skizofrenia
2. sifat kepribadian________ tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya
risiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsive, dan depresi.
3. lingkungan psikososial______ baru mengalami kehilengan, perpisahan atau perceraian,
kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan social merupakan factor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga _________ riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan factor risiko penting untuk destruktif.
5. Faktor biokomia _____________ data menunjukan bahwa secara serotonegik, apiatergik,
dan dopaminergik menjadi media pross yang dapat menimbullkan perilaku destruktif diri
lansia.
Cook dan Fontain (dalam Keliat, 1994) menerangkan penyebab bunuh diri berdasarkan
golongan umur. Cook dan Fontain menyebutkan bahwa penyebab bunuh diri pada lansia sebagai
berikut :
Penyebab bunuh diri pada lanjut usia (Hendlin)
Perubahan situasi dari mandiri keketergantungan
Penyakit yang menurunkan kemampuan fungsi
Perasaan tidak berarti di masyarakat
Kesepian dan isolasi sosial
Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
Sumber hidup berkurang
D.Stresor pencetus
Perilaku destruktiif diri dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang di alami
individu. Pencetuenya sering kali berupa kejadian kehidupan yang memalukan,
seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan,
atau ancaman pengurungan. Selain itu mengetahui seseorang yang telah mencoba
atau melakukan bunuh diri atau membaca melalui media dapat juga membuat
individu makin rentan untuk melakukan perilaku destruktif diri.
E.Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku destruktif diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
bunuh diri. Kualitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas hidup.dilema
etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku
merusak diri.tidak ada jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik ini
F.Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif diri tak
langsung adalah
1.denial, mekanisme koping yang paling menonjol
2. rasionallisasi
3. intelektualisasi
4.regresi
mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya di tantang tanpa memberikan cara koping
yang alternative. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada di antara individu dan bunuh
diri.
Referensi :
stuart gail wiscarz dan sundeen sandra J.1995.Keperawatan Jiwa.jakarta:EGC
www.depresi dan bunuh diri pada lansia.com
Departemen Kesehatan RI. 1999. Manajemenn Upaya Kesehatan Usia Lanjut di
Puskesmas. Jakarta