Anda di halaman 1dari 6

KAJIAN DAN ANALISIS

TEHADAP KINERJA PEMERINTAHAN KABUPATEN LEBAK


TAHUN 2006

A.

PENDAHULUAN
Salah satu kunci keberhasilan dalam pelaksanaan pembangunan
adalah

terwujudnya

perubahan

tingkat

kesejahteraan

masyarakat.

Masyarakat Lebak sering dianggap sebagai masyarakat yang masih


terbelakang. Hal ini tidak lepas dari masih melekatnya status sebagai
Daerah Tertinggal. Sungguh suatu fakta yang pada akhirnya menggugah
semua komponen masyarakat lebak untuk berlomba-lomba memberikan
suatu sumbangsih dalam perjalanan pembangunan yang sedang dan akan
dilaksanakan.
Diusia

yang

ke-178

ini,

diharapkan

tingkat

kemajuan

dan

kesejahteraan masyarakat Lebak semakin meningkat. Kita memang


melihat adanya suatu perubahan yang sangat signifikan, terutama dalam
aspek fisik. Hal ini tidak lepas dari upaya semua unsur, pemerintah dan
segenap stakeholders

bahu-membahu dalam mewujudkan masyarakat

Lebak yang dinamis, produktif dan cerdas.


Untuk mewujudkan hal tersebut, maka semua komponen masyarakat
Lebak

diharapkan

berpartisipasi

dalam

segenap

pembangunan.

Organisasi-organisasi kemasyarakatan, seperti Ormas/OKP, LSM dan


organisasi-organisasi lainnya harus mampu menunjukkan kapasitasnya
sebagai mitra pemerintah daerah Kabupaten Lebak. Namun, hal tersebut
juga harus didukung dan kesadaran dari pemerintah sendiri dan tidak
menganggap bahwa orgasisasi kemasyarakatan hanya sekedar suplemen
yang

kehadirannya

provokator, dlsb.

senantiasa

tercapkan

negatif,

biang

kerok,

Menyadari hal tersebut, LSM LK-KIS (Lembaga Kajian Komunikasi,


Informasi dan Sosialisasi) senantiasa berkiprah untuk terus bersinergi
dengan pemerintah dan stakeholder-stakeholder. Terlepas dari stigma
negatif yang senantiasa mewarnai gerak langkahnya, tetap berpegang
teguh kepada prinsip Katakanlah kebenaran itu, walaupun pahit
rasanya. Hal ini sangat sesuai dengan moto LK-KIS, yaitu :
Ditengah Segala Kesulitan, Pasti Ada Jalan Keluarnya
Menghadapi pembahasan LKPJ yang sekarang sedang dilaksanakan
di DPRD Lebak, LK-KIS terpanggil untuk memberikan sejumlah bahan
masukan yang diharapkan bisa menjadi bahan kajian para Anggota DPRD
untuk menentukan sikap. Bahan masukan tersebut merupakan hasil kajian
dan analisis kritis. Kita senantiasa berpijak pada Penilaian Objektif.
Artinya, kita memberikan penilaian yang baik kalau memang itu baik
keadaannya. Tetapi sebaliknya, kelau keadaannya tidak baik maka kami
konsisten akan mengatakan bahwa itu baik. Hal tersebut kami jaga, agar
hasil kajian dan analisis yang kami sampaikan ini menjadi sebuah kajian
ilmiah yang nilai kebenarannya dapat kami pertanggungjawabkan.
Untuk itu, kami sangat menghargai jika ada pihak-pihak yang tidak
senang atau kurang berkenan akan penilaian yang kami berikan
memberikan klarifikasi. Dengan demikian upaya untuk saling menjaga agar
semua berjalan dengan selamat dan berhasil.

B.

BAHAN-BAHAN KAJIAN
Dalam hal ini, bahan-bahan yang kami amati untuk dikaji dan
dianalisis adalah berkaitan dengan :
1. Kinerja Kepala Daerah Kabupaten Lebak (Bupati dan Wakil Bupati).
2. Kinerja DPRD Kabupaten Lebak
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lebak.

4. Pelaksanaan Pembangunan
5. Partisipasi Masyarakat.

C.

HASIL KAJIAN
1.

Kinerja Kepala Daerah


Berdasarkan hasil kajian dan analisis yang kami lakukan, kinerja
Bupati dan Wakil Bupati masih kurang maksimal. Kurangnya
perhatian kepada keterlibatan masyarakat dalam pembangunan
mewarnai kepemimpinannya. Terkesan Bupati, apalagi setelah
terjadinya Pompa Bensin Gate yang melibatkan Wakil Bupati, lebih
dominan dalam menjalankan roda pemerintahan. Sosok Bupati
menjadi lebih One Man One Show. Dampak yang dirasakan
adalah kebijakan pembangunan lebih bernuansa prestise interest
daripada nuansa prestasi interest. Akhirnya, misi yang ingin dicapai
bahwa Tahun 2006 adalah Tahun Kualitas hanya menjadi slogan
dalam media-media dan spanduk-spanduk. Betul, kita rasakan ada
perubahan yang signifikan, tetapi perubahan yang ada lebih
menonjolkan aspek fisik, belum menyentuh kepada aspek non-fisik,
misalnya SDM. Ini terbukti dari masih rendahnya tingkat Human
Development Index (HDI) Kabupaten Lebak yang masih diatas
peringkat 350 dari kurang lebih 450-an.
Seringnya mutasi yang dilakukan oleh Bupati, disatu sisi
merupakan upaya penyegaran dalam bekerja, tetapi dampaknya
justru kepada kinerja itu sendiri. Kurang kreatif dan inovatifnya para
pejabat bawahannya menjadi fakta langsung bahwa ada kekhawatiran
kalau ide atau gagasannya bertentangan dengan kebijakan/keinginan
Bupati. Para pejabat, khususnya pejabat eselon II, menjadi lebih
seperti ajudan yang siap menunggu perintah.

Hal lain yang juga menjadi kendala adalah kontrol yang ketat
dalam pengunaan anggaran. Kalau untuk alasan agar mengurangi
penyimpangan, kami anggap justru dikhawatirkan akan semakin
banyak penyimpangan. Selain itu, kesan yang muncul adalah bahwa
pembangunan yang sekarang dilaksanakan lebih bernuansa politis
daripada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Aspek lain yang kami anggap serius perlu disikapi adalah dalam
menjalankan

roda

pemerintahannya,

Bupati

banyak

mengesampingkan aturan yang ada. Kita sangat mendukung, kalau


tujuannya adalah untuk kepentingan masyarakat, tetapi hal tersebut
bisa menjadi preseden buruk. Kita khawatir, kebiasaan itu diikuti
oleh

para

pejabat

yang

bermental

korup.

Kita

tidak

ingin

pembangunan yang kita amati sangat cepat ini, ternyata dalam


pelaksanaannya ditunjang oleh administrasi yang manipulatif..!!!. Kita
berharap pembangunan di Kabupaten Lebak dilandasi oleh Tertib
Aturan, Tertib Administrasi.
Secara keseluruhan kita menilai bahwa kinerja Bupati (baca :
Eksekutif ) adalah baik. Walaupun demikian, beberapa aspek yang
dikemukakan di atas harus segera diperbaiki. Membiarkan kekeliruan
atau kesalahan secara berlarut-larut dapat membawa kepada
keterlenaan yang pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan
secara masif. LK-KIS berharap Bupati, ke depan, dalam memimpin
Masyarakat Lebak lebih arif dan bijaksana serta harus menjadi
contoh, suri tauladan bagi bawahan dan masyarakat pada umumnya.
Hal yang lebih penting adalah segera membuka diri untuk melakukan
komunikasi yang intens dengan segenap komponen masyarakat.
Dengan adanya kerjasama yang bersinergi maka percepatan
pembangunan akan menjadi lebih terasa dan berkualitas.

2.

DPRD Kabupaten Lebak


Mengamati perjalanan dan eksistensi DPRD Kabupaten Lebak
hasil Pemilu 2004, LK-KIS menilai bahwa peranan DPRD sebagai
lembaga kontrol mengalami penurunan, baik dalam kapasitasnya
sebagai legislator, budgetor, controler dan aspirator.
kebijakan

eksekutif

yang

nyata-nyata

tidak

berpihak

Beberapa
kepada

masyarakat justru tidak mereka bela dan perjuangkan. Ironisnya,


sebagian besar Anggota DPRD Kab. Lebak tidak menunjukkan
kaspasitasnya sebagai wakil rakyat (public representative), tetapi
gaya

yang

ditonjolkan

adalah

sikap-sikap

ekslusif.

Akhirnya

masyarakat menjadi antipati dan tidak respon terhadap DPRD Kab.


Lebak. Masyarakat lebih menilai DPRD Kab. Lebak sebagai institution
of justified

eksekutif. Harapan masyarakat bahwa DPRD adalah

sebagai lembaga yang independen dan dinamis masih belum


terpenuhi. Bahkan perannya sekarang, dibandingkan dengan DPRD
sebelumnya terkesan lebih lemah. Hal ini membawa kita kepada
stigma bahwa DPRD Kab. Lebak tidak lebih sebagai lembaga subordinat dari lembaga eksekutif.
Berkaitan dengan peran dan fungsinya, LK-KIS menilai terjadi
penurunan. Kalaupun ada peningkatan, kita melihat hanya aspek fisik,
Sedangkan substansi dan kualitasnya malah menurun. Dalam
fungsinya

sebagai

legislator, memang

terlihat

produktif. Tapi,

produktivitas itu tidak diimbangi oleh kualitas. Disahkannya banyak


Perda ternyata dalam prosesnya kurang melibatkan masyarakat.
Pembahasan 10 (sepuluh) Perda secara maraton, terkesan seperti
Proyek Borongan dan Kejar Setoran. Masyarakat hanya diundang
untuk menonton laga yang membosankan antara eksekutif dan
legisalatif

yang hasilnya sudah diketahui sebelumnya. Ironisnya,

Perda-perda yang dihasilkan sebagian besar bukanlah Perda-Perda


yang betul-betul dibutuhkan oleh masyarakat.
Adapun fungsinya sebagai lembaga budgetor kita melihat terjadi
penurunan yang signifikan. Pelatihan Anggaran yang diikuti oleh
anggota DPRD, akhirnya, menjadi bukti bahwa kegiatan pelatihan,
studi banding tidak lebih dari sekedar acara plesiran

yang

memboroskan uang rakyat. Lemahnya sebagian besar anggota


DPRD dalam memahami fungsinya yang tergolong sangat penting ini
akhirnya menjadi mainan

eksekutif untuk memainkan angka-

angka yang seolah-olah unsur-unsur rasional, efisien dan akuntable


terpenuhi, padahal dalam hasil kajian kami unsur-unsur tersebut jauh
tidak terpenuhi (untuk lebih detil akan dibahas pada Kajian tentang
APBD). Anggota Panitia Anggaran (Panggar) yang seharusnya
memiliki kemampuan dalam auditing
kapasitasnya jauh dibawah eksekutif.

dan posting

ternyata

Anda mungkin juga menyukai