Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal tiga jenis zat, yaitu padat,cair dan gas. Meskipun
zat cair dan gas berbeda dalam banyak hal, tapi keduanya mempunyai karakteristik umum
yang membedakannya dengan zat padat, yaitu: zat cair dan gas adalah fluida, yang
resistensinya rendah dan akan berubah bentuk jika dikenai gaya dibandingkan dengan zat
padat.
Di dalam fluida, dikenal istilah viskositas. Viskositas merupakan suatu besaran yang
diekspresikan sebagai harga nisbah suatu tegangan geser persatuan luas pada suatu titik dibagi
dengan gradien kecepatan. Viskositas dapat didefinisikan sebagai kemampuan fluida untuk
mengalir. Setiap unsur atau senyawa tertentu misalnya memiliki besaran viskositas yang
berbeda-beda karena pengaruh jenis zat, komposisi campuran, temperatur, dan tekanan.
Fluida yang memenuhi kriteria tersebut adalah fluidaNewton. Dalam fluidaNewton,
diasumsikan bahwa densitas yang diberikan oleh fluida konstan.
Metode pendugaan viskositas campuran zat cair masih terus dikembangkan sampai saat ini.
Semua metode pendugaan viskositas campuran yang diusulkan umumnya diturunkan secara
empirik dan data-data penelitian tersebut tidak memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Penelitian yang ada belum dapat menemukan suatu persamaan yang dapat digunakan untuk
menduga viskositas campuran.
oleh karena itu, untuk lebih mendalami materi ini maka dilakukanlah praktikum yang berjudul
Viskositas.
1.1 Tujuan Percobaan

Mahasiswa dapat mempelajari viskositas dalam unit operasi industri hasil pertanian.
Mahasiswa dapat mengukur viskositas beberapa bahan hasil pertanian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fluida
Fluida adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan yang berubah-ubah secara kontinyu
apabila mengalami pergeseran atau mempunyai reaksi terhadap tegangan geser sekecil
apapun. Dalam keadaan diam atau dalam keadaan setimbang, fluida tidak mampu menahan
gaya geser yang bekerja padanya. Dan oleh sebab itu, fluida mudah berubah bentuk tanpa
pemisahan massa.
Fluida Non-Newtonian memiliki viskositas yang tergantung pada suhu, laju geser dan waktu.
Juga tergantung dari bagaimana viskositasnya berubah karena waktu sejalan dengan
diaplikasikannya tegangan geser, fluida ini mempunyai karakteristik, sbb.:

Thixotropic (time thinning, yaitu viskositasnya menurun terhadap waktu). Fluida


thixotropic sangat umum terdapat dalam industri pangan dan kimia.
Rheopectic (time thickening, yaitu viskositasnya meningkat terhadap waktu)

Visco-elastic fluids Beberapa jenis fluida mempunyai sifat elastis, yaitu akan
kembali ke bentuk semula bila tegangan geser dihentikan.

Contoh fluida shear thinning: cat,shampoo, slurries, konsentrat juice buah-buahan,


kecap
Contoh fluida shear thickening: pasir basah, konsentrat suspensi pati.

Contoh fluida plastic: pasta tomato, odol, hand cream, kecap kental manis.

Contoh fluida thixotropic: yoghurt, cat, gelatin, cream, shortening, salad dressing.

Contoh fluida rheopectic: pasta highly concentrated starch solution

Contoh fluida visco-elastic: putih telur

2.2 Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan untuk mengalir dari suatu sistem yang
mendapatkan suatu tekanan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan
untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu. Hubungan antara bentuk dan viskositas
merupakan refleksi derajat solvasi dari partikel.( Moechtar,1990).
Bila viskositas gas meningkat dengan naiknya temperatur, maka viskositas cairan justru akan
menurun jika temperatur dinaikan. Fluiditas dari suatu cairan yang merupakan kebalikan dari
viskositas akan meningkat dengan makin tingginya temperatur.( Martin,1993 ). Viskositas
dipengaruhi oleh :

1. Besar dan bentuk molekul


2. Viskositas cairan semakin berkurang dengan bertambahnya suhu tapi tak cukup
banyak dipengaruhi oleh perubahan tekanan.
3. Adanya koloid dapat memperbesar viskositas sedang adanya elektrolit akan sedikit
menurunkan viskositas dari cairan
Alat yang digunakan untuk menghitung karakteristik aliran dari fluida disebut viskometer.
Viskometer yang lebih sederhana digunakan untuk membedakan viskositas dari sebuah fluida
Newtonian atau apparent viscosity dari fluida non-Newtonian.
Viskometer yang lebih kompleks digunakan ketika tahan dari suatu aliran dibawah shear rates
yang telah ditentukan, dan viskometer ini digunakan untuk menilai komponen rheologi dari
fluida non-Newtonian. Prinsip perhitungannya berdasarkan:

Persamaan Rabinowitsch-Money untuk fluida Non-Newtonian


Persamaan Poiseuille untuk fluida Newtonian

Persamaan Poiseuille menunjukkan perbandingan fluida yang mengalir melalui tabung seperti
yang ditunjukan pada gambar.

Gaya yang harus digunakan pada fluida yang memyebabkan fluida dapat mengalir dapat
dilihat dari perbedaan antara tekanan (P1 - P2) dikali dengan luas penampang pipa:

Kekuatan di titik radius r dari tengah pipa merupakan gaya yang dibagi oleh area permukaan
silinder dengan radius r dan panjang L.
= tekanan =
=
=
Berdasarkan hubungan shear stress dan shear rates dari fluida Newtonian. Dimana kecepatan
selalu positif dan kecepatan akan menurun ketika mendekati dinding pipa, dv/dr berharga
negatif. Oleh karena itu Hukum Newton dari viskositas dapat ditulis sebagai berikut :
t = - dv/dr
= - dv/dr
dV =
Ada beberapa tipe viskometer yang biasa digunakan antara lain :

1. Viskometer kapiler / Ostwald


Viskositas dari cairan newton bisa ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi
cairan tersebut untuk lewat antara 2 tanda ketika ia mengalir karena gravitasi melalui
viskometer Ostwald. Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang
dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui ( biasanya air ) untuk lewat 2
tanda tersebut.( Moechtar,1990 )
2. Viskometer Hoppler
Berdasarkan hukum Stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi keseimbangan sehingga
gaya gesek = gaya berat gaya Archimides. Prinsip kerjanya adalah menggelindingkan bola
( yang terbuat dari kaca ) melalui tabung gelas yang hampir tikal berisi zat cair yang
diselidiki. Kecepatan jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga resiprok sampel.
( Moechtar,1990 ).
3. Viskometer Cup dan Bob
Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antara dinding luar dari bob dan dinding
dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-tengah. Kelemahan viscometer ini adalah
terjadinya aliran sumbat yang disebabkan geseran yang tinggi disepanjang keliling bagian
tube sehingga menyebabkan penueunan konsentrasi. Penurunan konsentrasi ini menyebabkab
bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini disebut dengan aliran sumbat
( Moechtar,1990 ).
4. Viskometer Cone dan Plate

Cara pemakaiannya adalah sampel ditempatkan ditengah-tengah papan, kemudian dinaikkan


hingga posisi dibawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor dengan bermacam kecapatan
dan sampelnya digeser didalam ruang sempit antara papan yang diam dan kemudian kerucut
yang berputar (Moechtar,1990).

Gambar kiri : viskometer analog. Gambar kanan : viskometer digital


2.3 Rheologi
Rheologi berasal dari bahasa Yunani yaitu rheo dan logos. Rheo berarti mengalir, dan
logos berarti ilmu. Sehingga rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair
dan deformasi zat padat. Rheologi erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas merupakan
suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir; semakin tinggi viskositas,
semakin besar tahanannya untuk mengalir. Viskositas dinyatakan dalam simbol .
Rheologi juga meliputi pencampuran aliran dari bahan, penuangan, pengeluaran dari
tube, atau pelewatan dari jarum suntik. Rheologi dari suatu zat tertentu dapat mempengaruhi
penerimaan obat bagi pasien, stabilitas fisika obat, bahkan ketersediaan hayati dalam tubuh
(bioavailability). Sehingga viskositas telah terbukti dapat mempengaruhi laju absorbsi obat
dalam tubuh.
Aliran fluida terjadi karena adanya gaya yang diberikan pada fluida yang menyebabkan
bergerak pada kecepatan tertentu dan besarnya gaya tergantung dari viskositas. Aliran terjadi
jika molekul-molekul fluida saling bergeseran satu sama lainnya dalam arah tertentu pada
suatu bidang datar. (Dadi Rusendi, 2007).
Adanya pergeseran tersebut karena adanya perbedaan kecepatan antar molekul yang
berdekatan, velocity gradient. Gradient Kecepatan (, ) disebabkan oleh resistensi yang
dikeluarkan oleh molekul fluida karena adanya gaya dan mengakibatkan pergeseran satu
molekul lebih cepat dari moekul yang lain. Resistensi suatu bahan untuk mengalir atau
berdeformasi disebut dengan Stress atau Shear Stress (). Gradient Kecepatan adalah ukuran
seberapa cepat sebuah molekul bergeser satu dengan yang lainnya, sehingga disebut
juga Rate of Shear (Laju Geser, Y). adalah viskositas. Fluida Newtonian mempunyai
konstan dan tidak tergantung pada laju geser. Fluida yang mempunyai karakteristik
menyimpang dari sifat di atas disebut Fluida Non-newtonian. (Dadi Rusendi, 2007).
1. Koloid Sol
A.
Pembagian Koloid Sol

Seperti yang telah dijelaskan, sol merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya
merupakan zat padat. Berdasarkan medium pendispersinya, sol dapat dibagi menjadi:
Sol Padat
Sol padat merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah paduan
logam, gelas berwarna, dan intan hitam.
Sol Cair (Sol)
Sol cair merupakan sol di dalam medium pendispersi cair. Contohnya adalah cat, tinta,
tepung dalam air, tanah liat, dll.
Sol Gas (Aerosol Padat)
Sol gas merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah debu di
udara, asap pembakaran, dll
B.

Sifat-Sifat Koloid Sol

1.

Efek Tyndall

Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (18201893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut
efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan
terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar kiri) disinari
dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan
cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya
akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid
mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut.
Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi
hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
2.
Gerak Brown
Jika kita amati system koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa
partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan
gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan berikut:
Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak
seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk
system koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan
menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut
berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang

terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang
menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi
gerak zigzag atau gerak Brown.

Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak


Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel
kolopid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown
sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu system koloid, maka
semakin besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya,
gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya,
semakin rendah suhu system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.

3.

Adsorpsi koloid

Apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat


cair atau gas, maka pertikel-partikel zat cair atau gas tersebut
akan terakumulasi pada permukaan zat padat tersebut. Fenomena
ini disebut adsorpsi. Beda halnya dengan absorpsi. Absorpsi
adalah fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol padat
bukan di atas permukaannya, melainkan di dalam sol padat
tersebut.
Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada
permukaannya, baik partikel netral atau bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai
permukaan yang sangat luas.
4.
Muatan Koloid Sol
Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid. Semua partikel koloid pasti
mempunyai muatan sejenis (positif atau negatif). Oleh karena muatannya sejenis, maka terdapat
gaya tolak menolak antar partikel koloid. Hal ini mengakibatkan partikel-partikel tersebut tidak
mau bergabung sehingga memberikan kestabilan pada sistem koloid. Namun demikian, system
koloid secara keseluruhan bersifat netral karena partikel-partikel koloid yang bermuatan ini akan

menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dalam medium pendispersinya. Berikut ini adalah
penjelasannya:
a.
Sumber Muatan Koloid Sol
Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu dengan proses adsorpsi
dan proses ionisasi gugus permukaan partikel.
i.
Proses Adsorpsi
Proses adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel koloid menyerap partikel
bermuatan dari fase pendispersinya. Sehingga partikel koloid menjadi bermuatan. Jenis
muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah anion atau kation.
Sebagai contoh: partikel sol Fe(OH)3 (bermuatan positif) mempunyai kemampuan untuk
mengadsorpsi kation dari medium pendispersinya sehingga sol Fe(OH) 3 bermuatan positif,
sedangkan partikel sol As2S3 (bermuatan negatif) mengadsorpsi anion dari medium
pendispersinya sehingga bermuatan negatif.
Partikel koloid sol tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion yang sama. Hal itu tergantung
pada muatan yang berlebih dari medium pendispersinya. Misalnya, jika sol AgCl terdapat pada
medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebih, maka AgCl akan bermuatan positif. Sedangkan
jika AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan anion Cl- berlebih, maka sol AgCl akan
bermuatan negatif.

ii.

Proses Ionisasi Gugus Permukaan Partikel


Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus yang ada pada
permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabun/ deterjen.
a.
Pada koloid protein:
Koloid ini adalah jenis sol yang mempunyai gugus yang bersifat asam (-COOH) dan
basa (-NH2). Kedua gugus ini dapat terionisasi dan memberikan muatan pada molekul-molekul
protein.
Pada pH rendah (konsentrasi H+ tinggi), gugus basa NH2 akan menerima proton (H+)
dan membentuk gugus NH3+
NH2 + H+
-NH3+
Pada pH tinggi, -COOH akan mendonorkan proton H+ dan membentuk
gugus
COOCOOH +
H+

COO-

Maka, partikel sol protein bermuatan positif pada pH rendah dan bermuatan negatif pada
pH tingi. Pada titik pH isoelektrik, partikel-partikel protein bermuatan netral karena muatan
-NH3+ COO- saling meniadakan menjadi netral.
b.
Pada koloid sabun / deterjen
Molekul sabun dan deterjen lebih kecil daripada molekul koloid. Pada konsentrasi relatif
pekat, kedua molekul ini dapat bergabung dan membentuk partikel-partikel berukuran koloid
yang disebut misel. Lalu zat-zat yang tergabung dalam suatu fase pendispersi dan membentuk
partikel-partikel berukuran koloid disebut koloid terasosiasi.
Sabun adalah garam karboksilat dengan partikel R-COO-Na+. Di dalam air partikel ini
akan terionisasi.
R-COO-Na+ R-COO- + Na+
Anion
Anion-anion R-COO- akan bergabung membentuk misel. Gugus R- tidak larut dalam air
sehingga akan terorientasi ke pusat, sedangkan COO- larut dalam air sehingga berada di
permukaan yang bersentuhan dengan air.
b.

Kestabilan Koloid
Partikel-partikel koloid ialah bermuatan sejenis. Maka terjadi gaya tolak-menolak yang
mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap akibat gaya gravitasi. Oleh karena
itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga berperan besar dalam menjaga kestabilan koloid.
c.

Lapisan Bermuatan Ganda


Pada awalnya, partikel-partikel koloid mempunyai muatan yang sejenis yang
didapatkannya dari ion yang diadsorpsi dari medium pendispersinya. Apabila dalam larutan
ditambahkan larutan yang berbeda muatan dengan system koloid, maka sistem koloid itu akan
menarik muatan yang berbeda tersebut sehingga membentuk lapisan ganda. Lapisan pertama
ialah lapisan padat di mana muatan partikel koloid menarik ion-ion dengan muatan berlawanan
dari medium pendispersi. Sedangkan lapisan kedua berupa lapisan difusi dimana muatan dari
medium pendispersi terdifusi ke partikel koloid. Model lapisan berganda tersebut tijelaskan pada
lapisan ganda Stern. Adanya lapisan ini menyebabkan secara
keseluruhan bersifat netral.
d.

Elektroforesis

Oleh karena partikel sol bermuatan listrik, maka partikel ini akan bergerak dalam medan
listrik. Pergerakan ini disebut elektroforesis. Untuk lebih jelas, mari kita lihat tabung berikut di
samping.
Pada gambar, terlihat bahwa partikel-partikel koloid bermuatan positif tersebut bergerak
menuju elektrode dengan muatan berlawanan, yaitu elektrode negatif. Jika sistem koloid
bermuatan negatif, maka partikel itu akan menuju elektrode positif.

e.

Koagulasi

Jika partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral, maka akan


terjadi penggumpalan dan pengendapan karena pengaruh gravitasi. Proses
penggumpalan dan pengendapan ini disebut koagulasi.
Penetralan partikel koloid dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu

1.

Menggunakan prinsip elektroforesis

Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke


elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka system
koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.
2.
Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan
Ketika koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid bermuatan negatif, maka
muatan tersebut akan saling menghilang dan bersifat netral.
3.
Penambahan elektrolit
Jika suatu elektrolit ditambahkan pada system koloid, maka partikel koloid yang
bermuatan negatif akan mengasorpsi ion positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga sebaliknya,
partikel positif akan mengasorpsi ion negative (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka
terjadi proses koagulasi.
4.
Pendidihan
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel sol
dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi
pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan.
f.
Koloid pelindung

Sistem koloid di mana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi relatif besar
disebut koloid liofil yang bersifat lebih stabil. Sedangkan jika partikel terdispersinya mempunyai
gaya absorpsi yang cukup kecil, maka disebut koloid liofob yang bersifat kurang stabil. Yang
berfungsi sebagai koloid pelindung ialah koloid liofil.
Sol liofob/ hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit penambahan elektrolit, tetapi
menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid pelindung yaiut koloid liofil. Berikut ini penjelasan
yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan liofob:
-

Koloid liofil (suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik yang
cukup besar
antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Contoh, disperse kanji, sabun, deterjen.
Koloid liofob (tidak suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik
yang lemah atau
bahkan tidak ada sama sekali antar fase terdispersi dan medium pendispersinya. Contoh,
disperse
emas, belerang dalam air.

Sifat-Sifat
Pembuatan

Sol Liofil
Sol Liofob
Dapat dibuat langsung dengan Tidak dapat dibuat hanya
mencampurkan fase
dengan mencampur fase
terdispersi dengan medium terdispersi dan medium
terdispersinya
pendisperinya

Muatan partikel

Mempunyai muatan yang


Memiliki muatan positif atau
kecil atau tidak bermuatan
negative
Adsorpsi medium
Partikel-partikel sol liofil
Partikel-partikel sol liofob
pendispersi
mengadsorpsi medium
tidak mengadsorpsi medium
pendispersinya. Terdapat
pendispersinya. Muatan
proses solvasi/ hidrasi, yaitu partikel diperoleh dari
terbentuknya lapisan medium adsorpsi partikel-partikel ion
pendispersi yang teradsorpsi yang bermuatan listrik
di sekeliling partikel sehingga
menyebabkan partikel sol
liofil tidak saling bergabung
Viskositas (kekentalan)
Viskositas sol liofil >
Viskositas sol hidrofob hampir
viskositas medium pendispersisama dengan viskositas
medium pendispersi
Penggumpalan
Tidak mudah menggumpal
Mudah menggumpal dengan
dengan penambahan elektrolit penambahan elektrolit karena
mempunyai muatan.
Sifat reversible
Reversibel, artinya fase
Irreversibel artinya sol liofob
terdispersi sol liofil dapat
yang telah menggumpal tidak
dipisahkan dengan koagulasi, dapat diubah menjadi sol
kemudian dapat diubah
kembali menjadi sol dengan
penambahan medium
pendispersinya.
Efek Tyndall
Memberikan efek Tyndall
Memberikan efek Tyndall
yang lemah
yang jelas
Migrasi dalam medan listrik Dapat bermigrasi ke anode, Akan bergerak ke anode atau
katode, atau tidak bermigrasi katode, tergantung jenis
sama sekali
muatan partikel
C.

Pembuatan Koloid Sol

Ada dua dasar metode pembuatan koloid sol, yaitu metode kondensasi dan metode
dispersi.
1.
Metode Kondensasi
Metode di mana partikel-partikel kecil larutan sejati bergabung membentuk partikelpartikel berukuran koloid. Proses ini melibatkan penggabungan partikel-partikel larutan (atom,
ion). Hal ini dilakukan melalui beberapa reaksi kimia, yaitu dekomposisi rangkap, hidrolisis,
redoks, dan penggantian pelarut.
a.
Metode kondensasi
i.

Reaksi dekomposisi rangkap

Sol As2S3 dibuat dengan mengalirkan gas H2S perlahan melalui larutan As2O3 dingin
sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang
As2O3

3 H2S

As2S3 (koloid) + 3H2O

Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 dan larutan HCl encer.
AgNO3 +

HCl

AgCl (koloid) + HNO3

Reaksi Hidrolisis

Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih
AlCl3

3H2O

Al(OH)3 (koloid) + 3HCl

Sol Fe(OH)3 dapat diperoleh dari rekasi hidrolisis garam Fe dalam air mendidih
FeCl3

iii.

iii.

3H2O

Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl

Reaksi redoks

Sol Au daoat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya menggunakan pereduksi


organik formaldehida HCHO
2AuCl3 + 3HCHO

iv.

iv.

+ 3H2O 2Au (koloid) + 6HCl + 3HCOOH

Penggantian pelarut

Belerang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam alcohol seperti etanol. Jadi,
untuk membuat sol belerang dengan medium pendispersi air, belerang dilarutkan terlebih dahulu
dalam etanol sampai jenuh. Stelah iut, larutan belerang dalam etanol ini ditambahkan sedikit
demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Belerang akan menggumpal menjadi partikel koloid
akibat penurunan kelarutan belerang dalam air.

2.

Metode Dispersi
Metode di mana partikel-partikel besar dipecah menjadi partikel-partikel berukuran koloid
yang kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya. Caranya dapat berupa cara
mekanik maupun peptisasi
Pengertian dengan cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat
dengan penggilingan untuk membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan
disebut penggilingan koloid.
Alat penggilingan koloid terdiri dari 2 pelat baja dengan arah rotasi berlawanan. Partikel
kasar akan dimasukkan ke ruang antara kedua pelat tersebut dan selanjutnya digiling. Partikel
berukuran koloid yang terbuntuk kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya untuk
membuat system koloid. Contoh koloid yang dibuat dalam proses ini ialah koloid grafit untuk
pelumas, tinta cetak, cat, dan sol belerang.

ii.

ii.

Cara peptisasi

Cara peptisasi adalah proses dispersinya endapan menjadi


system koloid dengan penambahan zat pemecah. Zat pemecah yang
dimaksud adalah elektrolit, terutama yang mengandung ion sejenis,
atau pelarut tertentu. Sebagai contoh: Jika pada endapan
Fe(OH)3 ditambahkan elektrolit FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang
sejenis) maka Fe(OH)3 maka Fe(OH)3 akan mengadsorpsi ion-ion
Fe3+ tersebut. Sehingga, endapan menjadi bermuatan positif dan
memisahkan diri untuk membentuk partikel-partikel koloid.
Beberapa contoh lain :

Sol NiS dibuat dengan penambahan H2S kedalam endapan NiS


Sol AgCl dibuat dengan penambahan HCl ke dalam endapan AgC
Sol Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke dalam endapan Al(OH)3

iii. Cara busur Bredig

Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam seperti Ag, Au, dan Pt. Alat yang
digunakan dapat disimak pada gambar berikut.
Logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel koloid digunakan sebagai elektrode. Dua
elektrode logam dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air dingin) sedemikian sehingga
kedua ujungnya saling berdekatan. Kemudian kedua elektrode diberi loncatan listrik. Panas yang
timbul akan menyebabkan logam menguap. Uapnya kemudian akan terkondensasi dalam
medium pendispersi dingin. Hasil kondensasi ini berupa partikel-partikel koloid.

D.

Pemurnian Koloid Sol

Partikel dari zat pelarut bisa mengganggu kestabilan koloid sehingga harus dimurnikan.
Ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu dialisis, elektrodialisis, dan penyaring ultra.
1.

Dialisis

Pergerakan ion-ion dan molekul kecil melalui selaput


semipermeabel (yang tidak dapat dilalui partikel koloid) disebut diasis.
Percobaannya dengan menaruh sistem koloid pada selaput
semipermeabel, lalu menaruhnya di air. Zat yang terlarut di dalam air
kemudian akan keluar dari selaput itu, sedangkan system koloid tidak.
Lalu air dialirkan sehingga mengambil zat-zat yang terlarut.
2.

Elektrodialisis

Elektrodialisis merupakan proses dialisis di bawah pengaruh


medan listrik.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan yaitu :

Viscometer

Termometer

Sendok

Gelas

Oven

Refrigerator

2. Bahan yang digunakan yaitu :

Saus ABC dan Asli.

Kecap ABC, Bango, Sedap.

3.2 Prosedur Percobaan


Praktikum terbagi ke dalam 5 kelompok.
1. Setiap kelompok mendapatkan bahan yang berbeda.
2. Memasang peralatan viscometer dengan benar.
3. Menyiapkan bahan, masukkan bahan ke dalam gelas ukur.
4. Memberi label dingin, normal dan panas pada gelas ukur.
5. Menyimpan bahan berlabel dingin ke dalam Refrigerator.
6. Menyimpan bahan berlabel panas ke dalam oven.
7. Mengukur suhu bahan berlabel normal.
8. Memasukkan spindel ke dalam bahan , lalu pasang ke dalam alat.
Menyalakan alat dan catat bacaan tengah (1), bacaan bawah (2) dan
bacaan atas (3) sebagai nilai viskositas bahan.
1. Melakukan tahapan 8, 9, dan 10 untuk bahan berlabel dingin dan panas.
2. Mencatat hasil pengamatan ke dalam tabel.
3. Membandingkan hasil dari setiap bahan.
4. Membuat grafik yang menunjukkan hubungan antara viskositas dan suhu.

BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

Hasil yang diperoleh setelah praktikum diantaranya:


4.1 Tabel Hasil Pengamatan
No.

1.

2.

3.

4.

5.

Nama Bahan

Perlakuan

Suhu ()

Viskositas
(Pa.s)

Kecap Sedap

Dingin

2.5

24

Sedang

26

2.2

Panas

32

1.45

Dingin

10.95

Sedang

26

1.55

Panas

32

0.95

Dingin

2.9

10.5

Sedang

27

1.75

Panas

32

1.1

Dingin

33

Sedang

26

32.25

Panas

34

42.75

Dingin

31.25

Sedang

26

16.75

Panas

33

19

Kecap ABC

Kecap Bango

Sambal Asli

Sambal ABC

4.2 Grafik hubungan antara viskositas dan suhu bahan

BAB V
PEMBAHASAN
Praktikum ini berjudul viskositas, bahan yang digunakan yaitu fluida atau cairan yang
termasuk fluida non Newtonian karena di dalamnya terdapat perbedaan nilai viskositas pada
waktu yang berbeda saat diberi laju geseran. Bahan tersebut yaitu saus, kecap ABC , kecap
Sedap, kecap Bango, saus ABC, dan saus Asli. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
nilai kekentalan dari bahan-bahan tersebut.
Viskositas merupakan nilai kekentalan dari suatu bahan. Nilai besarnya viskositas
tersebut dapat ditentukan dari laju aliran yang terjadi jika fluida tersebut diberi gaya atau
tekan. Semakin besar gaya yang diperlukan untuk menghasilkan laju aliran, maka semakin
besar viskositasnya dengan kata lain fluida semakin kental. Alat untuk mengukur viskositas
suatu bahan disebut viskometer.
Adapun tahapan praktikum yang dilakukan sehingga memperoleh data hasil
pengamatan, yaitu pertama menyiapkan semua bahan dalam gelas ukur. Di mana setiap bahan
terdiri dari 3 sample, yaitu panas, dingin dan normal. Banyak/massa bahan tersebut bebas,
karena tidak akan berpengaruh terhadap hasil. Sample bahan yang bertuliskan panas,
disimpan di dalam oven. Sample bahan dingin disimpan di dalam refrigerator, sedangkan
sample normal hanya disimpan pada suhu ruangan biasa. Lama penyimpanan pun tidak
ditentukan waktunya, karena tidak akan mempengaruhi hasil.
Ketika akan melakukan pengukuran viskositas. Alat ukur viskositas (viskometer) harus
dipasang dengan benar. Gelembung nivo yang terdapat di dalamnya harus tepat berada di
tengah-tengah. Sehingga untuk mengaturnya, posisi/ketinggian viskometerlah yang harus
diubah-ubah. Kemudian kita dapat mengukur nilai viskositasnya.
Hasil yang diperoleh dari bahan kecap ABC dan kecap Bango relatif sama. Namun pada
kecap Sedap berbeda cukup jauh nilai viskositasnya dengan yang lain. Dari hasil pengamatan,
diperoleh nilai kekentalan yang paling besar yaitu pada saus Asli suhu dingin, yaitu bacaan I
= 33, bacaan II = 32.25 dan bacaan III = 42.75.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan

Fluida adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan yang berubah-ubah secara
kontinyu apabila mengalami pergeseran atau mempunyai reaksi terhadap tegangan
geser sekecil apapun.
Viskositas adalah ukuran resistansi fluida terhadap aliran.

Prinsip perhitungan viskositas didasarkan pada persamaan Rabinowitsch-Money untuk


fluida Non-Newtonian dan persamaan Poiseuille untuk fluida Newtonian.

Alat untuk mengukur viskositas disebut viskometer.

Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair dan deformasi zat padat.

4.2 Saran
Pada saat praktikum sebaiknya praktikan melakukan pengamatan dengan teliti, sehingga
faktor penghambat berjalannya praktikum dapat sedikit teratasi, sehingga tidak menghambat
saat praktikum dan tidak memakan waktu yang lama. Pada saat melakukan praktikum
dianjurkan pada setiap kelompok agar saling bekerja sama, sehingga pengerjaannya tidak
memakai waktu yang lama.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/exact-sciences/chemistry/1870394-pengembangan-model
viskositas-campuran-multikomponen/
http://id.wikipedia.org/wiki/Viskositas
http://web.ipb.ac.id/~erizal/mekflud/modul1.pdf
http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm
http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.

Anda mungkin juga menyukai