Anda di halaman 1dari 15

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan obsesif-kompulsif merupakan sebuah gangguan kecemasan di mana


orang memiliki keinginan yang tidak diinginkan dan diulang, perasaan, ide, sensasi
(obsesi) atau tingkah laku yang membuat mereka selalu ingin melakukan sesuatu
(kompulsif)(4)
Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide atau bayangan mental yang mendesak ke
dalam pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesi dapat kekhawatiran yang
biasa tentang apakah pintu sudah dikunci atau bisa sampai fantasi aneh dan menakutkan
tentang bertindak kejam terhadap orang yang disayangi. Istilah kompulsi menunjuk
pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering
suatu pikiran obsesif mengakibatkan suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif
dapat berupa berulang kali memeriksa pintu yang terkunci, kompor yang sudah mati
atau menelepon orang yang dicintai untuk memastikan keselamatannya(2).
Gangguan obsesif kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan jiwa
setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat.
Referat ini disusun untuk menambah pengetahuan tentang apa yang dimaksut
dengan gangguan obsesif kompulsif, bagaimana mendiagnosisnya dan terapi apa yang
harus diberikan kepada pasien.

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi
Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang
dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk
melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan
mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari(3).
Obsesi kompulsi adalah suatu kondisi heterogen yang melibatkan pikiran distress
yang tidak diinginkan dan ritual kompulsif mengenai satu atau beberapa tema-tema
umum seperti kontaminasi, agama, simetri.
Dalam DSM-IV TR obsesi didefinisikan sebagai berikut :
1. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang dialami,
pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan
menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang
masalah kehidupan yang nyata
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan
tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil dari
pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)
Pengertian obsesi menurut Kaplan, et all., adalah pikiran, ide atau sensasi yang
muncul secara berulang-ulang. Menurut Davison & Neale, hal-hal tersebut muncul
tanpa dapat dicegah, dan individu merasakannya sebagai hal yang tidak rasional dan
tidak dapat dikontrol (1).
Sedangkan kompulsi menurut Davison & Neale adalah perilaku atau tindakan
mental yang berulang, dimana individu merasa didorong untuk menampilkannya agar
mengurangi stress(3).

Dalam DSM-IV TR mendefinisikan kompulsi sebagai berikut :


2

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

a. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau


tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati)
yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu
obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipenuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, akan
tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang
realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah,
atau secara jelas berlebihan.
Kompulsi dapat berbentuk perilaku (misalnya mencuci tangan, memeriksa
keadaan) atau mental (memikirkan tentang kata-kata tertentu dengan urutan tertentu,
menghitung, berdoa dan seterusnya).
Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa gangguan obsesif
kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasangagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan
tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya
dalam kehidupan sehari-hari(5).
2.2.

Epidemiologi
Prevalensi gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum diperkirakan adalah 2
sampai 3 persen. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif
ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka
tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik
tersering keempat setelah fobia, gangguan yang berhubungan dengan zat, dan gangguan
depresif berat(1).
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena, tetapi untuk
remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan
perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Secara keseluruhan, kira-kira
dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15
persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Orang yang hidup sendirian
lebih banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah.
Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam
dibandingkan kulit putih(1).
3

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan


mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia sosial adalah
kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan penggunaan alkohol, fobia spesifik,
gangguan panik, dan gangguan makan(1).

2.3.

Etiologi
1. Aspek Biologis
a. Neurotransmiter
Salah satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif
adalah keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah
serotonin.
Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat
lain yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin
terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif belum jelas(4)
b. Genetik
Penelitian pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah secara
konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara
bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian
keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif menemukan bahwa 35 persen
sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga
menderita gangguan.
2. Psikologis
Menurut Salkovskis, dkk; Steketee dan Barlow, klien-klien OCD
menyetarakan

pikiran

dengan

tindakan

atau

aktifitas

tertentu

yang

dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut thought-action fusion (fusi


pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran dan tindakan ini dapat disebabkan oleh
sikap-sikap tanggung jawab yang berlebih-lebihan yang menyebabkan
timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang selama masa kanak-kanak,
dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat jahat(6).
3. Faktor psikososial

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

Menurut Sigmund Freud, gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan


karena regresi dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan
psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi pada
gangguan obsesif-kompulsif. Represi perasaan marah terhadap seseorang
mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang
tersebut.

2.4.

Diagnosis

Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:


1. Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang
dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai intrusif dan tidak
sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran
yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau
bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau
tindakan lain.
d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan
obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari luar
seperti penyisipan pikiran).
Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan
mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati)
yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk melakukannya sebagai
respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus
dipatuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan,
tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara
yang realistik dengan apa mereka dianggap untuk menetralkan atau
mencegah, atau jelas berlebihan.
5

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak
berlaku bagi anak-anak
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan
waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau
aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.
4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan makan,
menarik rambut jika terdapat trikotilomania, permasalahan pada penampilan jika
terdapat gangguan dismorfik tubuh, preokupasi dengan obat jika terdapat suatu
gangguan penggunaan zat, preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius
jika terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fantasi seksual
jika terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif
berat).
5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk jika selama sebagian besar waktu selama
episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah
berlebihan atau tidak beralasan(1).
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:
a. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya
dua minggu berturut-turut.
b. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
c. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.

Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.

Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal


yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari
6

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti


dimaksud di atas.

Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan


pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)

d. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi.
penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala
depresif,

dan

sebaliknya

penderita

gangguan

depresi

berulang

dapat

menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya.


Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya
gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala
obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis
diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari
keduanya tidak ada yang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai
diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada
gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.
e. Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut
F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan
Pedoman Diagnostik
a. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls ( dorongan
perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
b. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan (distress)
F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif ( obsesional ritual)
Pedoman Diagnostik
a. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya mencuci
tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi yang
dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan keteraturan.
7

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

Hal tersebut dilatar belakangi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam
dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut merupakan
ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya tersebut.
b. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa jam
dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan mengambil
keputusan dan kelambanan.
F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif
Pedoman Diagnostik
a. Kebanyakan dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif
serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bilamana kedua hal tersebut
sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.
b. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan dalam
diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang berbeda
terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih responsif terhadap terapi
perilaku
F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya
F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT(2).
2.5.

Gambaran Klinis
Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:

a. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan
terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
b. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral
dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan
gagasan atau impuls awal.
c. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego, yaitu dialami sebagai suatu yang
asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk
psikologis.
d. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut,
orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.
e. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya.
8

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

Tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil terhadap
kompulsi. Kira-kira 80% dari semua pasien percaya bahwa kompulsi adalah
irasional(1).
Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada anakanak dan remaja. Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih dan berubah
dengan berjalannya waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki empat pola
gejala yang utama. Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu obsesi tentang
kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai penghindaran obsesif terhadap objek yang
kemungkinan terkontaminasi. Objek yang ditakuti seringkali sukar untuk dihindari,
sebagai contoh feses, urin, debu atau kuman. Pasien mungkin secara terus-menerus
menggosok kulit tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan atau mungkin
tidak mampu pergi keluar rumah karena takut akan kuman. Walaupun kecemasan
adalah respon emosional yang paling sering terhadap objek yang ditakuti, rasa malu
dan rasa jijik yang obsesif juga sering ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi
biasanya percaya bahwa kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau orang ke
orang oleh kontak ringan(1).
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh
pengecekan yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan,
seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu. Pengecekan tersebut
mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke rumah untuk memeiksa
kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang obsesional, saat
mereka selalu merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu(1).
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran
obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya
berupa pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh
pasien. Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau
ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah
menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur wajahnya.
Trikotilomania dan menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi yang
beruhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif(1).
2.6.Terapi
a. Farmakoterapi
9

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan untuk
mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan dalam
rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat sampai enam
minggu pengobatan, walaupun biasanya diperlukan waktu delapan sampai enam
belas minggu untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang maksimum. Walaupun
pengobatan dengan obat antidepresan adalah masih kontroversial, sebagian pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif yang berespon terhadap pengobatan dengan
antidepresan tampaknya mengalami relaps jika terapi obat dihentikan. Pengobatan
standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin, contohnya clomipramine
(Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI-serotonin
specific reuptake inhibitor), seperti Fluoxetine (Prozac)(1).
Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50
mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap
dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek
samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat
ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek
samping antikolinergik, seperti mulut kering(1).
SSRI. Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja
terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan kembali
serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh ikatan obat
(misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali yang spesifik, sehinggga
tidak ada lagi neurotransmitter serotonin yang dapat berkaitan dengan transporter.
Hal tersebut akan menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps.
Pengguanaan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan
untuk memperbaiki perilaku stereotipik, perilaku melukai diri sendiri, resisten
terhadap perubahan hal-hal rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi.
Salah satu alasan utama pemilihan obat-obat penghambat reuptake serotonin yang
selektif adalah kemampuan terapi. Efek samping yang dapat terjadi akibat
pemberian fluexetine adalah nausea, disfunfsi seksual, nyeri kepala, dan mulut
kering. Toleransi SSRI yang relative baik disebabkan oleh karena sifat
selektivitasnya.

Obat

SSRI

tidak

banyak

berinteraksi

dengan

reseptor

neurotransmitter lainnya. Penelitian awal dengan metode pengamatan kasus serial


terhadap 8 subjek. Tindakan terapi ditujukan untuk mengatasi gejala-gejala disruptif,

10

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

dan dimulai dengan fluexetine dosis 10 mg/hari dengan pengamatan. Perbaikan


paling nyata dijumpai pada gangguan obsesif dan gejal cemas(5).
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli
terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam
pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase
(MAOI, monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil)(1).
b. Exposure and Response Prevention
Terapi ini (dikenal pula dengan sebutan flooding) diciptakan oleh Victor
Meyer (1966), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri pada situasi yang
menimbulkan tindakan kompulsif atau (seperti memegang sepatu yang kotor) dan
kemudian menahan diri agar tidak menampilkan perilaku yang menjadi ritualnya
membuatnya menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan, sehingga
memungkinkan kecemasan menjadi hilang(4).
c. Terapi Keluarga (Family therapy)
Terapi keluarga merupakan teknik pengobatan yang sangat penting bila
pada keluarga pasien OCD ini didapatkan kekacauan hubungan dalam keluarga,
kesukaran dalam perkawinan, masalah spesifikasi dalam anggota keluarga atau
peran anggota keluarga yang kurang sesuai yang akan mengganggu keberhasilan
fungsi masing-masing individu dalam keluarga termasuk dalam waktu jangka
panjang akan berakibat buruk pada anak OCD.
Seluruh anggota keluarga dimasukkan ke dalam proses terapi,
menggunakan semua data anggota keluarga seperti tingkah laku individu dalam
keluarga. Menilai tingkah laku setiap anggota keluarga yang mempengaruhi
tingkah laku yang baik dan membina pengaruh tingkah laku yang positif dari
setiap individu.
d. Terapi perilaku (Behavior therapy)
Teknik terapi perilaku yang khusus digunakan untuk pasien anak usia
lebih tua dan remaja dengan gangguan OCD adalah latihan relaksasi dan response
prevention technique.
Terapi perilaku pada penderita OCD, awalnya mengumpulkan informasi
yang lengkap mengenai riwayat timbulnya gejala OCD, isyarat faktor internal dan
faktor eksternal, serta faktor pencetus akan timbulnya gejala OCD. Kemudian
11

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

mengawasi tingkah laku pasien dalam menghindari situasi yang menimbulkan


kecemasan, menghindari timbulnya gejala kompulsif dan tingkat kecemasan
pasien saat timbul gejala OCD harus diperiksa secara teliti.
Teknik terapi perilaku yang dianjurkan pada anak dan remaja:
a. Latihan relaksasi
Pasien diminta untuk berpikir dan bersikap rileks dan kemudian pasien
diminta untuk memikirkan pikiran obsesi masuk dalam alam sadar. Ketika pikiran
obsesi muncul, maka terapi akan meminta pasien untuk menghentikan pemikiran
itu, misalnya dengan cara memukul meja, atau menarik tali elastik yang diikatkan
pada tangan. Hal ini dilakukan di rumah atau di mana saja.
b. Response prevention technique
Mula-mula didapatkan dulu rangsangan (stimulus) atau pencetus yang
menyebabkan dorongan untuk melakukan tindakan kompulsif. Jika rangsangan
kompulsif muncul maka pasien secara aktif diberanikan untuk melawan tingkah
laku kompulsif, sering dengan mengalihkan perhatian pasien sehingga tindakan
kompulsif tidak mungkin dilakukan misalnya dengan memukul meja.
c. Penurunan kecemasan
Tujuan dari terapi ini untuk menghilangkan kecemasan yang menimbulkan
gejala obsesif dan kompulsif.
Hal ini dilakukan dengan desensitisasi secara sistematik yakni dengan
menghadapkan anak atau remaja pada situasi yang menakutkan (misalnya pisau,
hal-hal yang kotor, pegangan pintu dan sebagainya) secara pelan-pelan sampai
ketakutan dan kecemasan hilang atau tidak ada lagi.
2.7.

Perjalanan Penyakit Prognosis


Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki

onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien memiliki onset
gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah
seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karena banyak pasien tetap
merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum
pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan tersebut kemungkinan
dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan gangguan tersebut diantara orang
awam dan profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi.
Beberapa pasien mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami
penyakit yang konstan(1).
Perilaku kompulsi pada penderita kompulsif akan membuang waktu dan
tidak dapat melakukan aktivitas lainnya. Orang-orang dengan gangguan obsesif
12

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

kompulsif mungkin tertunda keluar rumah sampai satu jam atau lebih karena harus
melakukan ritual pengecekan mereka. Mereka seharusnya dapat melakukan kegiatan
yang lebih bermanfaat dari pada mengikuti pikiran obsesinya dan tindakan
kompulsif nya.
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi semua pasien
dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh
mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak,
kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresif
berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang
(overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya gangguan
kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik
ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa
pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak
berhubungan dengan prognosis(1).

13

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

BAB III
KESIMPULAN
Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang
dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk
melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan
mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2
minggu berturut turut.
Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif
diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmitter dan genetika, faktor psikologi
dan faktor psikososial. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan
gangguan obsesif kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi), Exposure
and Response Prevention, terapi keluarga dan terapi prilaku.

14

[TIARA RACHMAPUTERI ARIANTO-07120100100]

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry
vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore
2. Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
3. Pinzon, R. 2006. Tatalaksana Farmakologis. Gangguan

Spektrum

Autistik:Telaah Pustaka Kini. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi,


No.4, vol.19, ISSN 0215-7551, hal. 169-172.
4. "Journal of Obsessive-Compulsive and Related Disorders." - ScienceDirect.com.
N.p., n.d. Web. 21 Dec. 2014.
5. "ObsessiveCompulsive Disorder NEJM." New England Journal of
Medicine. N.p., n.d. Web. 21 Dec. 2014.
6. S Abramowitz, Jonathan, PhD. "The Psychological Treatment of ObsessiveCompulsive Disorder." N.p., n.d. Web. 21 Dec. 2014.

15

Anda mungkin juga menyukai