PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ada berbagai macam gangguan kecemasan, salah satunya adalah
obsessive compulsive disorder (OCD). Gangguan obsesif kompulsif berasal
dari dua kata yaitu obsession dan compulsion. Obsesi (obsession) adalah
pikiran, ide, atau dorongan yang kuat dan berulang yang sepertinya berada di
luar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya (APA, 2000; dalam
Nevid, dkk, 2003). Sedangkan Kompulsi (compulsion) adalah tingkah laku
yang repetitif (seperti mencuci tangan atau memeriksa kunci pintu atau
gembok) atau tindakan mental repetitif (seperti mengulang kata-kata tertentu
atau menghitung) yang dirasakan oleh seseorang sebagai suatu keharusan atau
dorongan yang harus dilakukan (APA, 2000; dalam Nevid, dkk, 2003).
Obsesi bisa menjadi sangat kuat dan menetap sehingga mengganggu
kehidupan sehari-hari dan menimbulkan distress serta kecemasan yang
signifikan. Tercakup di dalamnya adalah keragu-raguan, impuls-impuls, dan
citra (gambaran) mental (Nevid, J. S., Rathus, S. A., &Greene, B., 2003).
Misalnya orang yang bertanya-tanya tanpa berkesudahan apakah pintu-pintu
sudah dikunci dan jendela-jendela sudah ditutup. Atau seseorang mungkin
terobsesi dengan impuls untuk menyakiti pasangannya. Seseorang dapat
mempunyai berbagai macam gambaran mental, seperti fantasi berulang dari
dan perilaku yang ekstrim yang menjadi ciri khas orang dengan gangguan
obsesif kompulsif. Sebagian dari mereka bersifat work-oriented. Sangat jarang
pergi ke bioskop atau menghadiri pesta atau melakukan hal-hal yang tidak
berhubungan dengan psikologi. Karena rigiditas umumnya, orang-orang ini
cenderung memiliki hubungan interpersonal yang buruk (Pfohl & Blum, 1995:
dalam David, 2006).
Ada beberapa penelitian tentang penderita OCD. Di antaranya yaitu
Dwisaptani, Hartanti, Nanik juga meneliti penderita OCD dengan judul
Dinamika Penderita Gangguan Obsesif Kompulsif Kebersihan. Hasil dari
penelitian dengan dua subjek ini menunjukan bahwa perilaku obsesif
kompulsif mereka tentang kebersihan berawal dari keluarga yang sangat
menekankan pada kebersihan di rumah dalam segala hal. Kebiasaan itu
berlanjut sampai mereka dewasa. Mereka menjadi cemas jika tidak
membersihkan sesuatu berulang kali.
Suryaningrum (2013) juga pernah meneliti tentang Cognitive
Behavior Therapy (CBT) Untuk Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cognitive Behavior Therapy (CBT)
dapat mengurangi simptom OCD, yang ditunjukkan dengan menurunnya
tingkat kecemasan, pemikiran negatif dan perilaku kompulsif. Subjek
merasakan perubahan yang besar setelah mengikuti terapi, tingkat
kenyamanan terhadap dirinya sendiri juga lebih baik dibanding sebelumnya.
Simptom OCD sangat menghabiskan waktu, irasional, dan dapat mengalihkan
perhatian serta individu merasa sangat putus asa berharap dapat
menghentikannya (Halgin, 2010: 216). Oleh karena itu Kelompok akan
mengkaji lebih dalam mengenai obsessive compulsive disorder (OCD).
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari obsesif-kompulsif
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan gangguan obsesif-
kompulsif
3. Untuk mengetahui gejala-gejala seseorang menderita gangguan obsesif-
kompulsif
4. Untuk mengetahui pedoman-pedoman diagnosis bagi seseorang yang
memiliki gejala-gejala gangguan obsesive-kompulsif
5. Untuk mengetahui cara terapi atau pengobatan untuk penderita gangguan
obsesif-kompulsif
6. Untuk memberikan gambaran nyata contoh kasus seseorang penderita
gangguan obsesif-kompulsif
BAB II
LANDASAN TEORI
2. 1 GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF
Menurut Davison & Neale (dalam Anggraeni, 2015) gangguan obsesif
kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh
gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk
melakukan tindakan tertentu berulangulang, sehingga menimbulkan stress dan
mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Suatu obsesi adalah pikiran,
ide, atau dorongan yang intrusive dan berulang dan berada di luar kemampuan
seseorang untuk mengendalikannya. Obsesi dapat menjadi sangat kuat dan persisten
sehingga dapat mengganggu kehidupansehari-hari dan menimbulkan distress serta
kecemasan yang signifikan (Nevid, 2003). Suatu kompulsi adalah perilaku yang
berulang (seperti mencuci tangan atau memeriksa kunci pintu) atau tindakan mental
repetitif (sepertiberdoa, mengulang-ulang kata-kata tertentu, atau menghitung) yang
dirasakan seseorang sebagai keharusan atau dorongan yang harus dilakukan (APA
dalam Suryaningrum, 2013). Obsesi memiliki pengertian gangguan bayangan dan
impuls yang timbul didalam pikiran secara berulang-ulang, sangat mengganggu dan
penderita tidak mampu menghentikannya. Sedangkan kompulsi adalah obsesi yang
dimanifestasikan (dalam David, 2000).
Penderita OCD biasanya mempunyai satu tema atau pola tertentu, misalnya,
ketakutan akan terkontaminasi oleh kuman yang menyebabkan penderita mencuci
tangan berulang-ulang secara kompulsif. OCD biasanya mulai terjadi pada usia
remaja atau dewasa muda.
Gejala Klinis
Gejala pasien gangguan obsesif – kompulsif mungkin berubah sewaktu –
waktu tetapi gangguan ini mempunyai empat pola gejala yang paling sering
ditemui, yaitu:
1. Kontaminasi
Obsesi akan kontaminasi biasanya diikuti oleh pembersihan atau
kompulsimenghindar dari objek yang dirasa terkontaminasi. Objek yang ditakuti
biasanyasulit untuk dihindari, misalnya feces, urine, debu, atau kuman.
2. Keraguan
Patologis Obsesi ini biasanya diikuti oleh kompulsi pemeriksaan
berulang. Pasien memiliki keraguan obsesif dan merasa selalu merasa bersalah
tentangmelupakan sesuatu atau melakukan sesuatu.
3. Pemikiran yang Mengganggu
Obsesi ini biasanya meliputi pikiran berulang tentang tindakan agresif
atauseksual yang salah oleh pasien.
4. Simetri
Kebutuhan untuk simetri atau ketepatan akan menimbulkan kompulsi
kelambanan. Pasien membutuhkan waktu berjam-jam untuk menghabiskan
makanan atau bercukur
Menimbun/obsesi
Berbeda dari hobi dan ketertarikan terhadap benda
untuk
berharga atau yang memiliki nilai
menyimpan
sentimental.
Komplusi untuk
Berhati-hati dalam membaca surat bekas, memilah
menimbun/meng
sampah
oleksi
294,8 (F06.8)
c. ERP
Berdasarkan sekian literatur yangditelusuri, terapi exposure-response
prevention(ERP) merupakan terapi perilakuyang paling banyak digunakan
untukmengatasi individu dengan OCD.Exposure adalah menempatkan
individudengan OCD pada situasi yang ditakutinyaatau yang menimbulkan
pikiranobsesifnya (Bandura, 1978; Storch &Merlo, 2006). Sedangkan
responseprevention meliputi kesempatan individudengan OCD untuk menahan
diri darimelakukan ritual atau pengulangan.Terapi ERP seringkali juga
dikombinasikandengan terapi kognitif (Nevid,Rathus, & Greene, 2005).
d. Terapi Lain
Terapi keluarga sering kali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan
membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien.
Terapi kelompok berguna sebagai system pendukung bagi beberapa pasien.
Untuk pasien yang sangat kebal terhadap pengobatan, terapi elektrokonvulsif
(ECT) dan bedahpsiko (psychosurgery) harus dipertimbangkan. ECT tidak
seefektif bedah-psiko tetapi kemungkinan harus dicoba sebelum pembedahan.
Prosedur bedah-psiko yang paling sering dilakukan untuk gangguan obsesif-
kompulsif adalah singulotomi, yang berhasil dalam mengobati 25 sampai 30
persem pasien yang tidak responsive terhadap pengobatan lain. Komplikasi yang
paling sering dari bedah-psiko adalah perkembangan kejang, yang hampir selalu
dikendalikan dengan pengobatan phenytoin (Dilantin). Beberapa pasien yang
tidak berespons dengan bedah-psiko saja dan yang tidak berespons terhadap
farmakoterapi atau terapi perilaku sebelum operasi menjadi berespons terhadap
farmakoterapi atau terapi perilaku setelah bedah psiko
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kasus
Ibu Linda, 34 tahun, ibu dari 2 anak, datang menemui psikolog
dengan keluhan perilaku yang mengganggu. Berdasarkan pemeriksaan yang
dilakukan, ditemukan bahwa Ibu Linda disarankan kepsikolog oleh
suaminya, karena beberapa perilakunya cenderung berlebihan. Menurut Ibu
Linda, ia adalah pecinta kebersihan dan takut akan kuman yang ada dimana-
mana. Ibu Linda menceritakan, bahwa setiap hari ia mandi hingga 6 kali, dan
mencuci tangan lebih sering lagi. Setiap kali mandi, Ibu Linda menyabuni
badannya sebanyak 5 kali; jika tidak, ia merasa belum bersih. Demikian juga
jika sedang cuci tangan, ia berkali-kali membersihkan tangan dengan sabun.
Sebelum mandi Ibu Linda lalu berusaha membersihkan dan menyikat
lantaikamar mandi dan klosetter lebih dahulu. Akibatnya waktu Ibu Linda
banyak terbuang dalam kegiatan mandi dan mencuci tangan. Ibu Linda
memperkirakan kebiasaan itu berlangsung saat ia SMA, dan makin lama
makin parah. Ibu Linda merasa terganggu dengan kebiasaan ini, karena
membuang waktunya dan membuatnya tidak dapat melakukan aktifitas
lainnya. Namun demikian Ibu Linda tidak berdaya untuk menghentikannya,
dan ingin mencari pertolongan untuk dapat mengontrol perilakunya tersebut.
C. Diagnosa
Obsesif kompulsif disorder/ gangguan obsesif kompulsif
Sebelum seseorang dilabel mengidap OCD, mereka perlu memenuhi kriteria sebagai
berikut :
Orang itu obsesional dari aspek pemikiran, bayangan atau cara yang bertubi-
tubi (rumination), contohnya dia merasa tangannya kotor walaupun
hakikatnya tidak.
Individu tersebut berada dalam keadaan resah, cemas, tertekan dan merasa
tidak nyaman dengan keadaan ini.
Sadar dan apa yang berlaku sebenarnya bukan sesuatu yang sengaja dibuat-
buat tetapi datang dari luar ‘ego alien‘ pada dirinya.
Individu tersebut tahu bahwa pemikiran atau bayangan yang hadir dalam
dirinya itu adalah kacau, tidak logis dan tidak sepatutnya terjadi.
Melawan dan menahan pemikiran yang datang dan menyebabkan dirinya
menjadi resah.
D. Gejala:
Davidson, G.C. Neale . J.M. dan Kring. A.M. 2006 . Psikologi Abnormal. Edisi ke -9.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Saddock BJ, Saddock VA. Obsessive-Compulsive Disorder. Dalam : Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiatry, ninth ed. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2003. h
616-23.3.
Gangguan obsesif – kompulsif. Dalam : Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa;rujukan
ringkas dari PPDGJ – III. Maslim R, penyunting. Jakarta; 2003.767.
Durand V. Mark & David H. Barlow. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar