Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ada berbagai macam gangguan kecemasan, salah satunya adalah
obsessive compulsive disorder (OCD). Gangguan obsesif kompulsif berasal
dari dua kata yaitu obsession dan compulsion. Obsesi (obsession) adalah
pikiran, ide, atau dorongan yang kuat dan berulang yang sepertinya berada di
luar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya (APA, 2000; dalam
Nevid, dkk, 2003). Sedangkan Kompulsi (compulsion) adalah tingkah laku
yang repetitif (seperti mencuci tangan atau memeriksa kunci pintu atau
gembok) atau tindakan mental repetitif (seperti mengulang kata-kata tertentu
atau menghitung) yang dirasakan oleh seseorang sebagai suatu keharusan atau
dorongan yang harus dilakukan (APA, 2000; dalam Nevid, dkk, 2003).
Obsesi bisa menjadi sangat kuat dan menetap sehingga mengganggu
kehidupan sehari-hari dan menimbulkan distress serta kecemasan yang
signifikan. Tercakup di dalamnya adalah keragu-raguan, impuls-impuls, dan
citra (gambaran) mental (Nevid, J. S., Rathus, S. A., &Greene, B., 2003).
Misalnya orang yang bertanya-tanya tanpa berkesudahan apakah pintu-pintu
sudah dikunci dan jendela-jendela sudah ditutup. Atau seseorang mungkin
terobsesi dengan impuls untuk menyakiti pasangannya. Seseorang dapat
mempunyai berbagai macam gambaran mental, seperti fantasi berulang dari

seorang ibu muda bahwa anak-anaknya dilindas mobil dalam perjalanan


pulang ke rumah.
Kompulsi sering kali muncul sebagai jawaban terhadap pikiran obsesif
dan muncul dengan cukup sering serta kuat, sehingga mengganggu kehidupan
sehari-hari atau menyebabkan distress yang signifikan. Kompulsi sering
menyertai obsesi dan sepertinya memberi sedikit kelegaan untuk kecemasan
yang ditimbulkan oleh pikiran-pikiran obsesif.
DSM membuat diagnosis gangguan obsesif kompulsif bila orang
terganggu oleh obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya
sedemikian rupa sehingga menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu
lebih dari satu jam dalam sehari, atau secara signifikan mengganggu hal-hal
rutin orang normal, mengganggu fungsi kerja atau sosial (APA, 2000 dalam
Halgin, 2010).
Epidemiologi telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi
seumur hidup gangguan obsesif kompulsif adalah sebesar 2-3%. Pria biasanya
mengembangkan OCD antara usia 6 dan 15 tahun, wanita biasanya
mengembangkan OCD antara usia 20 dan 29 tahun (American Psychiatric
Association, 2000, dalam Halgin, 2010: 217). Beberapa peneliti telah
memperkirakan bahwa gangguan obsesif kompulsif ditemukan pada sebanyak
10% pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan
gangguan obsesif kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik tersering yang
keempat setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan depresif
berat (Kaplan, Sadok, 2010: 57). Suatu studi di Swedia menemukan bahwa
meskipun kebanyakan pasien OCD menunjukkan perbaikan, banyak juga yang
terus berlanjut mempunyai gejala gangguan ini sepanjang hidup mereka
(APA, 2000; dalam Nevid, dkk, 2003).
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor-faktor penyebab
terjadinya OCD. Namun jika dihubungkan dengan struktur otak dan
neurotransmitter, ada berbagai gangguan system serotonergik dan kerusakan
anatomis susunan saraf pusat. Yaitu di daerah cortex orbitofrontal, nucleus
caudatus, striatum, globul pallidus, dan thalamus.
Dari segi faktor genetis, penelitian kesesuaian pada anak kembar yang
menderita OCD telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian
yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot.
Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan
bahwa 35% sanak saudara juga menderita gangguan OCD.
OCD sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu dalam siklus
yang menimbulkan stres dan kecemasan yang memengaruhi pikiran dan
perilaku. Individu dengan gangguan obsesif kompulsif adalah individu yang
kaku dan pencemas yang tidak fleksibel, yang tidak memperlihatkan pola pikir

dan perilaku yang ekstrim yang menjadi ciri khas orang dengan gangguan
obsesif kompulsif. Sebagian dari mereka bersifat work-oriented. Sangat jarang
pergi ke bioskop atau menghadiri pesta atau melakukan hal-hal yang tidak
berhubungan dengan psikologi. Karena rigiditas umumnya, orang-orang ini
cenderung memiliki hubungan interpersonal yang buruk (Pfohl & Blum, 1995:
dalam David, 2006).
Ada beberapa penelitian tentang penderita OCD. Di antaranya yaitu
Dwisaptani, Hartanti, Nanik juga meneliti penderita OCD dengan judul
Dinamika Penderita Gangguan Obsesif Kompulsif Kebersihan. Hasil dari
penelitian dengan dua subjek ini menunjukan bahwa perilaku obsesif
kompulsif mereka tentang kebersihan berawal dari keluarga yang sangat
menekankan pada kebersihan di rumah dalam segala hal. Kebiasaan itu
berlanjut sampai mereka dewasa. Mereka menjadi cemas jika tidak
membersihkan sesuatu berulang kali.
Suryaningrum (2013) juga pernah meneliti tentang Cognitive
Behavior Therapy (CBT) Untuk Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cognitive Behavior Therapy (CBT)
dapat mengurangi simptom OCD, yang ditunjukkan dengan menurunnya
tingkat kecemasan, pemikiran negatif dan perilaku kompulsif. Subjek
merasakan perubahan yang besar setelah mengikuti terapi, tingkat
kenyamanan terhadap dirinya sendiri juga lebih baik dibanding sebelumnya.
Simptom OCD sangat menghabiskan waktu, irasional, dan dapat mengalihkan
perhatian serta individu merasa sangat putus asa berharap dapat
menghentikannya (Halgin, 2010: 216). Oleh karena itu Kelompok akan
mengkaji lebih dalam mengenai obsessive compulsive disorder (OCD).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan obsesif-kompulsif?
2. Apa saja aspek – aspek dalam gangguan obsesif-kompulsif ?
3. Apa saja faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi gangguan obsesif-
kompulsif?
4. Bagaimana gejala-gejala penderita gangguan obsesif-kompulsif?
5. Bagaimana diagnosis terhadap penderita gangguan obsesif-kompulsif?
6. Bagaimana Dampak dari OCD (Obsessive Compulsive Disorder)
7. Apa saja Jenis-Jenis OCD (Obsessive Compulsive Disorder) ?
8. Bagaimana cara terapi atau pengobatan terhadap penderita gangguan obsesif-
kompulsif?
9. Bagaimana contoh kasus seseorang yang menderita obsesif-kompulsif?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari obsesif-kompulsif
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan gangguan obsesif-
kompulsif
3. Untuk mengetahui gejala-gejala seseorang menderita gangguan obsesif-
kompulsif
4. Untuk mengetahui pedoman-pedoman diagnosis bagi seseorang yang
memiliki gejala-gejala gangguan obsesive-kompulsif
5. Untuk mengetahui cara terapi atau pengobatan untuk penderita gangguan
obsesif-kompulsif
6. Untuk memberikan gambaran nyata contoh kasus seseorang penderita
gangguan obsesif-kompulsif
BAB II

LANDASAN TEORI

2. 1 GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF
Menurut Davison & Neale (dalam Anggraeni, 2015) gangguan obsesif
kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh
gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk
melakukan tindakan tertentu berulangulang, sehingga menimbulkan stress dan
mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Suatu obsesi adalah pikiran,
ide, atau dorongan yang intrusive dan berulang dan berada di luar kemampuan
seseorang untuk mengendalikannya. Obsesi dapat menjadi sangat kuat dan persisten
sehingga dapat mengganggu kehidupansehari-hari dan menimbulkan distress serta
kecemasan yang signifikan (Nevid, 2003). Suatu kompulsi adalah perilaku yang
berulang (seperti mencuci tangan atau memeriksa kunci pintu) atau tindakan mental
repetitif (sepertiberdoa, mengulang-ulang kata-kata tertentu, atau menghitung) yang
dirasakan seseorang sebagai keharusan atau dorongan yang harus dilakukan (APA
dalam Suryaningrum, 2013). Obsesi memiliki pengertian gangguan bayangan dan
impuls yang timbul didalam pikiran secara berulang-ulang, sangat mengganggu dan
penderita tidak mampu menghentikannya. Sedangkan kompulsi adalah obsesi yang
dimanifestasikan (dalam David, 2000).

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi


kelima (DSM-5) yang menjadi panduan untuk Asosiasi Psikiater Amerika
(American Psychiatrist Association), obsesi pada penderita OCD didefinisikan
sebagai pemikiran-pemikiran, dorongan-dorongan, ataupun gambaran-gambaran
yang menganggu, tidak diinginkan, dan terjadi secara terus-menerus serta
menimbulkan kecemasan. 

Penderita OCD biasanya mempunyai satu tema atau pola tertentu, misalnya,
ketakutan akan terkontaminasi oleh kuman yang menyebabkan penderita mencuci
tangan berulang-ulang secara kompulsif. OCD biasanya mulai terjadi pada usia
remaja atau dewasa muda.

Gangguan Obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder, OCD)


adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya
yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang
beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut
untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesif-kompulsif
merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi
oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan
secara berulang-ulang (kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya. (UIN-Maliki
Press, 2013)
Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran
seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan
ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu
berulangulang,sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam
kehidupan sehari-hari (Davison & Neale, 2012). Sering kali penderita obsesif
kompulsif tidak menyadari bahwa mereka menderita obsesif kompulsif.
Penyakit Obsesif-Kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi.
Obsesi adalah peristiwa kognitif repetitif, tidak diinginkan, dan intrusive yang
bisa berbentuk pikiran atau bayangan dalam pikiran atau hasrat (dorongan).
Mereka menerobos tiba-tiba ke dalan keadaran dan mengakibatkan peningkatan
dalam kecemasan subjektif (Oltmanns & Emery, 2013).
Menurut de silva dan Rachman, 2004 (dalam Oltmanns & Emery,
2013:195) Pikiran obsesif dapat dibedakan dengan kekhawatiran dalam dua hal
utama, yaitu:
1. Obsesi biasanya dialami oleh orang itu sebagai sesuatu yang dipicu oleh
masalah dalam kehidupan sehari-hari
2. Isi obsesi paling sering melibatkan tema yang dipersepsikan tidak dapat
diterima atau mengerikan secara sosial, seperti seks, kekerasan, dan
penyakit/kontaminasi

Sementara itu isi kekhawatiran cenderung terpusat di sekitar kekhawatiran yang


lebih lazim dan dapat diterima, seperti uang dan pekerjaan. Kompulsi adalah
perilaku atau tindakan mental repetitive yang digunakan untuk mengurangi
kecemasan (Oltmanns & Emery, 2013). Contohnya termasuk memeriksa beberapa
kali untuk memastikan bahwa pintunya telah terkunci atau mengulangi doa dalam
hati berulang-ulang. Tindakan ini biasanya dianggap tidak masuk akal oleh orang
yang melakukannya. Orang itu berusaha untuk menolak melakukan kompulsi itu
tetapi tidak mampu untuk itu.

2.2 Sebab-sebab Gangguan Obsesif Kompulsif


3. Aspek Biologis
Davison dan Neale (2012) menjelaskan bahwa salah satu penjelasan yang
mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah keterlibatan neurotransmitter
di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin. Keterlibatan serotonin ini belum
sebagai penyebab individu mengalami gangguan obsesif kompulsif, melainkan
sebagai pembentuk dari gangguan ini. Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh
lokasi system proyeksinya. Proyeksi pada konteks frontal diperlukan untuk
pengaturan mood, proyeksi pada ganglia basalis bertanggung jawab pada
gangguan obsesi kompulsi.
4. Psikologis
Klien-klien OCD menyetarakan pikiran dengan tindakan atau aktifitas tertentu
yang dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut “thought-action fusion”
(fusi pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran dan tindakan ini dapat disebabkan
oleh sikap-sikap tanggung jawab yang berlebih-lebihan yang menyebabkan
timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang selama masa kanak-kanak,
dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat jahat (Durand & Barlow, 2006).
5. Faktor Psikososial
Menurut Freud, 1997 (dalam Kaplan, 1997:43), gangguan obsesif- kompulsif bisa
disebabkan karena regresi dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme
pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi
pada gangguan obsesif-kompulsif. Represi perasaan marah terhadap seseorang
mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang
tersebut

2.3 Penyebab Gangguan Obsesif Kompulsif


Gangguan obsesif-kompulsif tidak ada kaitan dengan bentuk karakteristik
kepribadian seseorang, pada individu yang memiliki kepribadian obsesif-
kompulsif cenderung untuk bangga dengan ketelitian, kerapian dan perhatian
terhadap hal-hal kecil, sebaliknya pada gangguan obsesif-kompulsif, individu
merasa tertekan dengan kemunculan perilakunya yang tidak dapat dikontrol.
Mereka merasa malu bila perilaku-perilaku tersebut dipertanyakan oleh orang
yang melihatnya karena melakukan pekerjaan yang secara berulang-ulang.
Mereka berusaha mati-matian untuk menghilangkan kebiasaan tersebut. Berikut
adalah penyebab gangguan Obsesif kompusilf (Oltmanns & Emery,2012):
6. Genetik - (Keturunan). Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang
mempunyai sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD
(Obsesif Compulsive Disorder).
7. Organik – Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian -
bagian tertentu otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf
seperti yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah
satu penyebab OCD.
8. Kepribadian - Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih
cenderung mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki
kepribadian ini ialah seperti keterlaluan mementingkan aspek kebersihan,
seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama
dan tidak mudah mengalah.

9. Pengalaman masa lalu - Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah


mencorakkan cara seseorang menangani masalah di antaranya dengan
menunjukkan gejala OCD.
10. Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat
kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif
seringkali juga menunjukkan
11. Konflik - Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi
konflik jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara
suami-istri, di tempat kerja, keyakinan diri.

Etiologi gangguan Obsesif Kompulsif


1. Teori Psikoanalisis
Dalam teori psikoanalisis, obsesi dan kompulsi dipandang sebagai
hal yang sama, yang disebabkan oleh dorongan instingtual, seksual, atau
agresif yang tidak dapat dikendalikan karena toilet training yang terlalu
keras. Yang bersangkutan kemudian terfiksasi pada tahap anal. Simtom-
simtom yang muncul dianggap mencerminkan hasil perjuangan antara id
dan mekanisme pertahanan diri. Disini, insting agresif id mendominasi dan
kadangkala mekanisme pertahanan yang mendominasi. Sebagai contoh,
ketika pikiran obsesif untuk membunuh muncul, saat itu dorongan id
mendominasi. Akan tetapi lebih sering simtom-simtom yang muncul
mencerminkan bekerjanya salah satu mekanisme pertahanan yang hanya
separuh berhasil. Sebagai contoh, seseorang yang terfiksasi pada tahap
anal dapat melalui formasi fiksasi, menahan dorongan untuk berkotor-
kotor dan secara kompulsif menjadi bersih, rapi dan teratur (Davidson dkk,
2012)
Alfred Adler, ((1931) dalam Davidson dkk, 2012:207) memandang
gangguan obsesif kompulsif sebagai akibat dari rasa tidak kompeten. Dia
percaya bahwa ketika anak-anak tidak didorong untuk mengembangkan
suatu perasaan kompeten oleh orang tua yang terlalu memanjakan atau
sangat dominan, mereka mengalami kompleks inferioritas dan secara tidak
sadardapat melakukan ritual kompulsif untuk menciptakan suatu wilayah
di mana mereka dapat menggunakan kendali dan merasa terampil. Adler
berpendapat bahwa tindakan kompulsif memungkinkan seseorang sangat
terampil dalam suatu hal, bahkan jika suatu hal itu hanya berupa posisi
menulis di meja.
Sigmund freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis
utama yang menentukan bentuk, kualitas gejala dan sifat karakter obsesif
kompulsif, yaitu: isolasi, meruntuhkan (undoing) dan pembentukan reaksi
(Kaplan, 1997).
a. Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang
dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Pada umumnya
seseorang secara sadar mengalami afek dan khayalan dari suatu gagasan
yang mengandung emosi (emotion-laden), terlepas apakah ini berupa
fantasia atau ingatan terhadap suatu peristiwa. Jika terjadi isolasi, afek dan
impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen
irasional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya,
impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar
hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan
dengannya.
b. Meruntuhkan (Undoing)
Adanya ancaman yang terus menerus bahwa impuls mungkin dapat
lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan
sekunder adalah diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan
kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran.

Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan


operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan
mengendalikan impuls dasar yang belum diatasai secara memadai oleh
isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adalah
mekanisme meruntuhkan (undoing). Meruntuhkan adalah suatu tindakan
kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan
akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls
obsessional yang menakutkan.
c. Pembentukam Reaksi (Reaction Formation)
Baik isolasi maupun meruntukan adalah tindakan pertahanan yang
terlibat erat dalam menghasilkan gejala klinis. Pembentukan gejala
menyebabkan pembentukan sifat karakter, bukannya gejala.
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi
dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls
dasar. Seringkali pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-
lebihkan dan tidak sesuai.
2. Teori Behavioral dan kognitif
Teori behavioral menganggap kompulsi sebagai perilaku yang
dipelajari yang dikuatkan oleh reduksi rasa takut (Meyer & Chesser,
1970). Sebagai contoh, mencuci tangan secara kompulsif dipandang
sebagai respons pelarian operant yang mengurangi kekhawatiran
obsessional dan ketakutan terhadap kontaminasi oleh kotoran dan kuman.

Sejalan dengan itu, pengecekan secara kompusif dapat mengurangi


kecemasan terhadap apapun bencana yang diantisipasi pasien jika ritual
pengecekan tersebut tidak dilakukan. Respons-respons psikofisiologis
memang dapat dikurangi dengan perilaku kompulsif semacam itu.
Tindakan kompulsif sering muncul karena stimuli yang menimbulkan
kecemasan sulit disadari. Sebagai contoh, sulit untuk mengetahui kapan
kuman muncul dan kapan kuman tersebut telah dihilangkan oleh ritual
pembersihan (Mineka & Zimbarg, 1996 (dalam Davison dkk, 2012:217).
Pemikiran lain mengenai pengecekan secara kompulsif adalah
bahwa hal itu disebabkan oleh defisit memori. Ketidakmampuan untuk
mengingat suatu tindakan secara akurat (seperti mematikan kompor) atau
membedakan antara perilaku actual dan perilaku yang dibayangkan dapat
menyebabkan seseorang berulangkali melakukan penegcekan (Davidson
dkk, 2012).
Namun demikian, sebagian besar studi menemukan bahwa
penderita OCD tidak menunjukkan defisit memori. Sebagai contoh, salah
satu study membandingkan pasien penderita OCD, gangguan panic, dan
orang-orang normal pada tes mengenai informasi umum. Tidak ada
perbedaan diantara ketiga kelompok dalam jumlah jawaban benar. Tetapi
para pasien penderita OCD kurang yakin dengan jawaban mereka
dibanding kelompok normal. Obsesi pasien penderita gangguan obsesif
kompulsif biasanya membuat mereka cemas (Rabavilas & Boulougouris,
1974), sama halnya dengan pikiran yang agak mengganggu pada orang-
orang normal tentang stimuli yang penuh stress, misalnya film
menakutkan (Horowitz, 1975 (dalam Davidson & Neale, 2012:218).
Orang-orang dengan gangguan obsesif kompulsif secara aktif mungkin
mencoba menekan pikiran-pikiran yang menganggu tersebut, namun
seringkali dengan konsekuensinya yang tidak mengenakkan (Davidson &
Neale, 2012).

Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah (Oltmanns


& Emery, 2012);
a. Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home,
kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih
dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan)
b. Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia
basalis dan singulum.
c. Individu yang memilki intensitas stress yang tinggi
d. Riwayat gangguan kecemasan
e. Depresi
f. Individu yang mengalami gangguan seksual

Simptom dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan (repetatif) pikiran


dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung
selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya (PPDGJ III, 20031). Gejala utama obsesi-
kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh
individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga
menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan
untuk mengurangi kecemasan.
2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha
melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga,
namun tidak berhasil.
3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas
atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara
berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.
4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara
terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.
5. Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri
penderita dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau secara
signifikan mengganggu fungsi normal seseorang, atau kegiatan sosial atau
suatu hubungan dengan orang lain.
6. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan
berulang seperti mencuci tangan & melakukan pengecekan dengan
maksud tertentu.
2.4 Kriteria OCD (Obsessive Compulsive Disorder)

Kriteria Diagnostik 300.3 (F42) dalam DSM 5

A. Kehadiran obsesi, kompulsi, atau keduanya:

Obsesi didefinisikan oleh (1) dan (2):

1. Pikiran mendesak yang berulang dan terus-menerus pada individu atau


gambarpengalamanpada beberapa waktu yangmenganggudan tidak diinginkan, yang
menyebabkan kecemasan ditandai dengan tertekan.

2. Individu mencoba untuk mengabaikan atau menekan pikirannya. Untuk


menetralisir keadaannya mereka membuat pemikiran lain atau melalui tindakan
(yaitudengan melakukan keharusan).

Kompulsi didefinisikan oleh (1) dan (2):

1. Perilaku berulang (misalnyamencuci tangan, pemesanan, memeriksa) atau


melalui tindakan (misalnyaberdoa, menghitung, mengulangi kata-kata diam-diam)
bahwa individu merasa didorong untuk melakukan atau menanggapi sebuah obsesi
sesuai dengan aturan yang diterapkan secara kaku.

2. Perilaku atau tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mencegah atau


mengurangi kecemasan atau tekanan, atau mencegah beberapa peristiwa atau situasi
yang ditakuti;Namun, perilaku atau tindakan ini tidak terhubung dengan cara yang
realistis dengan apa yang mereka rancang untuk menetralisir atau mencegah (dapat
dikatakan apa yang dilakukan berlebihan).

2.4 GEJALA OBSESIF-KOMPULSIF


Pedoman diagnostik 
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala – gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua–duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2
minggu berturut – turut. Gejala – gejala obsesif harus mencakup hal–hal berikut:
1. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
2. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak
berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh
penderita.
3. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan
merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar
perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai
kesenangan seperti dimaksud diatas).
4. Gagasan , bayangan pikiran atau impuls tersebut harus
merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly
repetitive).
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif
dengan depresi. Penderita gangguan obsesif–kompulsif sering kali juga
menunjukkan gejala depresi dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang
dapat menunjukkan pikiran–pikiran obsesif selama episode depresinya. Dalam
berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila
terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala
– gejala yang timbul terlebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif – kompulsif ditegakkan hanya bila
tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif–kompulsif tersebut timbul.
Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi
sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan
pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang. Gejala obsesif
sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau
gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut.

Gejala Klinis
Gejala pasien gangguan obsesif – kompulsif mungkin berubah sewaktu –
waktu tetapi gangguan ini mempunyai empat pola gejala yang paling sering
ditemui, yaitu:
1.      Kontaminasi
Obsesi akan kontaminasi biasanya diikuti oleh pembersihan atau
kompulsimenghindar dari objek yang dirasa terkontaminasi. Objek yang ditakuti
biasanyasulit untuk dihindari, misalnya feces, urine, debu, atau kuman.
2.      Keraguan
Patologis Obsesi ini biasanya diikuti oleh kompulsi pemeriksaan
berulang. Pasien memiliki keraguan obsesif dan merasa selalu merasa bersalah
tentangmelupakan sesuatu atau melakukan sesuatu.
3.      Pemikiran yang Mengganggu
Obsesi ini biasanya meliputi pikiran berulang tentang tindakan agresif
atauseksual yang salah oleh pasien.
4.      Simetri 
Kebutuhan untuk simetri atau ketepatan akan menimbulkan kompulsi
kelambanan. Pasien membutuhkan waktu berjam-jam untuk menghabiskan
makanan atau bercukur

Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan


Pedoman Diagnostik 
Keadaan ini dapat berupa : gagasan, bayangan pikiran atau impulls
(dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien). Meskipun isi
pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hamper selalu menyebabkan
penderitaan (distress).

Predominan Tindakan Kompulsi


Pedoman Diagnostik 
Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan: kebersihan
(khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa
suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya tidak terjadi
atau masalah kerapihan dan keteraturan.
Hal tersebut dilatar belakangi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya dan tindakan ritual tersebut
meriupakanikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya
tersebut. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita waktu sampai beberapa
jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidak mampuan
mengambil keputusan dan kelambanan. 
Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif 
Pedoman Diagnostik 
Kebanyakan dari penderita-penderita obsesif kompulsif
memperlihatkan pikiran serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan
bilamana kedua hal tersebut sama-sama menonjol,yang umumnya memang
demikian.
Apabila salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya
dinyatakan dalam diagnosis 2 atau 3. Hal ini berkaitan dengan respon yang
berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih
responsif terhadap terapi perilaku. 

Tabel. Sampel item yale brown obsessive-complusive symptom checklist.

SKALA SAMPEL ITEM


Ketakutan dapat menyakiti diri sendiri
Ketakutan dapat mengluarkan kata-kata cabul
Ketakutan harus bertanggung jawab apabila
Obsitas terhadap agresi
sesuatu yang buruk terjadi (seperti
kebakaran, perampokan)

Sangat peduli atau merasa jijik dengan kotoran

Obsesi tehadap atau sekresi (seperti urine, tinja, air liur)

kontaminasi Terganggu dengan zat yang lengket atau residu

Melarang atau menjaga diri dari pikiran,


gambaran, atau impuls seksual
Obsesi seksual
Perilaku seksual yang ditujukan kepada orang lain
(agresif)

Menimbun/obsesi
Berbeda dari hobi dan ketertarikan terhadap benda
untuk
berharga atau yang memiliki nilai
menyimpan
sentimental.

Sangat memperhatikan pelanggaran hal-hal yang


dianggap suci dan penghinaan terhadap

Obsesi religious tuhan


Kepedulian yang sangat berlebhanterhadap salah
benar, moralitas.

Obsesi terhadap Ditandai adanya pola pikir magis (seperti khawatir

kebutuhan seseorang mengalami kecelakaan jika

simetri atau benda-benda tidak diletakkan di tempat

ketepatan yang benar

Ketakutan untuk mengatakan hal-hal tertentu


Nomor keberuntungan/ketidak beruntungan
Obsesi terhadap
Warna dengan keuntungan special
macam-macam
Ketakutan terhadap takhayyul
hal
Kekhawatiran terhadap penyakit/sakit
Kekhawatiran yang berlebihan terhadap anggot

Obsesi stomatis badan tertentu atau aspek penampilan


tertentu (seperti dismorfobia)

Komplusi untuk Ritual mencuci tangan secara berlebihan


mencuci / Ritual mandi, sikat gigi, merawat tubuh, atau
membersihkan rutinitas ke toilet secara berlebihan

Memeriksa kunci, kompor, peralatan rumah


tangga dan lain-lain
Memeriksa bahwa sesuatu yang buruk tidak akan
Komplusi untuk
terjadi apabila akan menyakiti dirinya
memeriksa
sendiri
Memeriksa bahwa dirinya tidak membuat
kesalahan ketika menyelesaikan susuatu
tugas

Membaca dan menulis kembali


Kebutuhan untuk mengulangi aktivitas rutin
Ritual pengulangan
(keluar masuk ruang tamu, kamar, naik
turun tangga dll)

Komplusi untuk
Berhati-hati dalam membaca surat bekas, memilah
menimbun/meng
sampah
oleksi

Membuat daftar yang berlebihan


Kebutuhan untuk memberikan informasi,
bertanya, ayau mengakui sesuatu
Komplusi terhadap
Kebutuhan untuk menyentuh, menetuk, atau
bermacam hal
menggosok
Ritual yang berhubungan dengan mengedip atau
menatap
Sumber : dari W.k goodman, L.H Price, S.A Rasmussen, C. Mazure, P Delgado, G.R heninger, dan D.S
charney (1989) “ the Yale-Brown Obsessive-Complussive Scale II. Validy” dalam Archives of General
Psychiatry, 46, hlm. 1012-1016. Dicetak ulang sesuai izin wayne Goodman.

2.5 Dampak OCD (Obsessive Compulsive Disorder)


Kompulsi yang seringkali dilakukan sebagai jawaban dari pikiran obsesi biasanya akan
muncul cukup sering sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari atau menimbulkan
distress yang signifikan (Nevid dkk., 2003). Hal ini tentu saja dapat menyebabkan
keterlambatan, membuang-buang waktu dan mungkin sekali akan merugikan orang
lain.

2.6 Jenis-Jenis OCD (Obsessive Compulsive Disorder)

Jenis-jenis OCD (Obsessive Compulsive Disorder) dalam DSM V

1. Obsesif-Compulsive Disorder 300.3 (F42)

2. Gangguan Dismorfik Tubuh 300.7 (F45.22)

3. Hoarding Disorder 300,3 (F42)

4. Trikotilomania (Gangguan Menarik Rambut) 312,39 (F63.2)

5. Excoriation (Skin-Picking) Disorder /Gangguan Ekskoriasi (Mengelupasi


kulit) 698,4 (L98.1)

6. Obsesif-kompulsif dan gangguan Terkait yang disebabkan oleh zat


kimia/obat,

7. Obsesif-kompulsif dan Terkait Disorder Karena Kondisi Medis Lain

294,8 (F06.8)

8. Obsesif-Compulsive spesifikasi lain dan Disorder Terkait 300,3 (F42)

9. Obsesif-CompulsiveTidak disebutkan dan Disorder Terkait 300,3 (F42)


2.7 TERAPI ATAU PENGOBATAN
Dengan mengumpulkan bukti-bukti bahwa gangguan obsesif-kompulsif
adalah sangat ditentukan oleh faktor biologis, teori psikoanalitik klasik telah
ditinggalkan. Selainitu karena gejala gangguan obsesif-kompulsif tampaknya
sangat tahan terhadap psikoterapi psikodinamika dan psikoanalisis, terapi
farmakologis dan perilaku menjadi sering. Tetapi, faktor psikodinamika mungkin
cukup bermanfaat dalam mengerti apa yang mencetuskan ekasaserbasi gejala dan
dalam megobati berbagai bentuk penolakan pengobatan, seperti ketidakpatuhan
terhadap pengobatan.
Banyak pasien gangguan obsesif-kompulsif secara terus menerus menolak usaha
pengobatan. Mereka menolak menggunakan medikasi dan menolak melakukan
tugas pekerjaan rumah dan aktivitas yang dianjurkan lainnya yang diberikan oleh
ahli terapi perilaku. Gejala obsesif-kompulsif sendiri, tidak peduli bagaimana
beratnya didasarkan secara biologis, mungkin memiliki arti psikologis penting
yang menyebabkan pasien engan mengungkapkannya. Suatu penggalian
psikodinamika terhadap penolakan pasien terhadap pengobatan dapat
menyebabkan peningkatan kepatuhan.
Penelitian yang terkendali dengan baik telah menemukan bahwa farmakoterpai
atau terapi perilaku atau kombinasinya adalah efektif secara bermakna dalam
menurunkan gejala pasien gangguan obsesif-kompulsif. Keputusan tentang terapi
mana yang akan digunakan adalah didasarkan pada perimbangan dan
pengalaman klinisi dan pada penerimaan pasien terhadap berbagai modalitas.
a. Farmakoterapi
Pemberian obat-obatan medis berserta psikoterapi sering dilakukan secara
bersamaan dalam masa perawatan. Pemberian obat medis hanya bisa dilakukan
oleh dokter atau psikiater atau social worker yang terjun dalam psikoterapi.
Pemberian obat-obatan haruslah melalui kontrol yang ketat karena beberapa dari
obat tersebut mempunyai efek samping yang merugikan. Kemanjuran
farmakoterapi dalam gangguan obsesif-kompulsif telah dibuktikan dalam banyak
uji coba klinis. Manfaat tersebut ditingkatkan oleh pengamatan bahwa penelitian
menemukan angka respons placebo adalah kira-kira 5 persen. Persentase tersebut
adalah rendah, dibandingkan dengan angka respons placebo 30 sampai 40 persen
yang sering ditemukan pada penelitian obat antidepresan dan ansiolitik.

Data yang tersedia menyatakan bahwa obat, semuanya digunakan untuk


mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan dalam
rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat sampai
enam minggu pengobatanuntuk mendapatkan manfaat terapeutik yang
maksimum. Walaupun pengobatan dengan obat antidepresen adalah masih
kontroversial, sebagian bermakna pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
yang berespon terhadap pengobatan antidepresen tampaknya mengalami relaps
jika terapi obat dihentikan.
Pendekatan standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin (sebagai
contoh, clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik
serotonin (SSRI-serotonin-specific reuptake inhibitor), seperti fluoxetine
(Prozac) – dam selanjutnya pindah ke strategi farmakologis lain jika obat spesifik
serotonin tidak efektif. Banyak ahli terapi memperkuat obat pertama dengan
menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat dicoba adalah inhibitor
monoamine oksidase (MAOI; monoamine oxidase inhibitor), khususnya
phenelzine (Nardil). Obat farmakologis yang kurang diteliti adalah buspirone
(BuSpar), fenfluramine (Pondimin), tryptophan, dan clonazepam (Klonopin).
b. CBT

Terapi kognitif adalah terapi yang memfokuskan pada bagaimana


mengubah pemikiran atau keyakinanyang negatif (Beck, 1979; Martin & Pear,
2003; Antony & Swinson, 2000). Karena banyaknya penelitian
yangmenunjukkan bahwa kesuksesan penerapan teknik kognitif akan lebih besar
bila disertai teknik-teknik modifikasitingkah laku (misalnya pemberian tugas-
tugas rumah dan exposure) daripada teknik “menyerang” pemikiranirasional
semata-mata yang merupakan prosedur terapi kognitif (Martin & Pear, 2003)
maka teknik yang akan digunakan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif
adalah gabungan dari kedua pendekatan tersebut yaitu Cognitive
BehaviorTherapy (CBT).

Cognitive-behavioural therapy (CBT) adalah terapi yang sering digunakan


dalam pemberian treatment pelbagai gangguan kecemasan termasuk OCD.
Dalam CBT penderita OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia
mesti mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan
barulah terapis memberikan izin untuk individu OCD mencuci tangannya. Terapi
ini efektif menurunkan rasa cemas dan hilang secara perlahan kebiasaan-
kebiasaannya itu. Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi
dan manajemen stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang
memberikan kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu.
Pemberian terapi selama 3 bulan atau lebih (Widiastuti, 2014).

c. ERP
Berdasarkan sekian literatur yangditelusuri, terapi exposure-response
prevention(ERP) merupakan terapi perilakuyang paling banyak digunakan
untukmengatasi individu dengan OCD.Exposure adalah menempatkan
individudengan OCD pada situasi yang ditakutinyaatau yang menimbulkan
pikiranobsesifnya (Bandura, 1978; Storch &Merlo, 2006). Sedangkan
responseprevention meliputi kesempatan individudengan OCD untuk menahan
diri darimelakukan ritual atau pengulangan.Terapi ERP seringkali juga
dikombinasikandengan terapi kognitif (Nevid,Rathus, & Greene, 2005).

d. Terapi Lain
Terapi keluarga sering kali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan
membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien.
Terapi kelompok berguna sebagai system pendukung bagi beberapa pasien.
Untuk pasien yang sangat kebal terhadap pengobatan, terapi elektrokonvulsif
(ECT) dan bedahpsiko (psychosurgery) harus dipertimbangkan. ECT tidak
seefektif bedah-psiko tetapi kemungkinan harus dicoba sebelum pembedahan.
Prosedur bedah-psiko yang paling sering dilakukan untuk gangguan obsesif-
kompulsif adalah singulotomi, yang berhasil dalam mengobati 25 sampai 30
persem pasien yang tidak responsive terhadap pengobatan lain. Komplikasi yang
paling sering dari bedah-psiko adalah perkembangan kejang, yang hampir selalu
dikendalikan dengan pengobatan phenytoin (Dilantin). Beberapa pasien yang
tidak berespons dengan bedah-psiko saja dan yang tidak berespons terhadap
farmakoterapi atau terapi perilaku sebelum operasi menjadi berespons terhadap
farmakoterapi atau terapi perilaku setelah bedah psiko
BAB III
PEMBAHASAN
A.    Kasus
Ibu Linda, 34 tahun, ibu dari 2 anak, datang  menemui psikolog
dengan keluhan perilaku yang mengganggu. Berdasarkan pemeriksaan yang
dilakukan, ditemukan bahwa Ibu Linda disarankan kepsikolog oleh
suaminya, karena beberapa perilakunya cenderung berlebihan. Menurut Ibu
Linda, ia adalah pecinta kebersihan dan takut akan kuman yang ada dimana-
mana. Ibu Linda menceritakan, bahwa setiap hari ia mandi hingga 6 kali, dan
mencuci tangan lebih sering lagi. Setiap kali mandi, Ibu Linda menyabuni
badannya sebanyak 5 kali; jika tidak, ia merasa belum bersih. Demikian juga
jika sedang cuci tangan, ia berkali-kali membersihkan tangan dengan sabun.
Sebelum mandi Ibu Linda lalu berusaha membersihkan dan menyikat
lantaikamar mandi dan klosetter lebih dahulu. Akibatnya waktu Ibu Linda
banyak terbuang dalam kegiatan mandi dan mencuci tangan. Ibu Linda
memperkirakan kebiasaan itu berlangsung saat ia SMA, dan makin lama
makin parah. Ibu Linda merasa terganggu dengan kebiasaan ini, karena
membuang waktunya dan membuatnya tidak dapat melakukan aktifitas
lainnya. Namun demikian Ibu Linda tidak berdaya untuk menghentikannya,
dan ingin mencari pertolongan untuk dapat mengontrol perilakunya tersebut.

B.     Kata Kunci


✔ Resah, terganggu
✔ Berlebihan
✔ Sangat mencintai kebersihan dan ketakutan akan kuman dimana-mana
✔ Kegiatan yang berulang
✔ Membuang-buang waktu
✔ Tidak mampu untuk menghentikannya

C.    Diagnosa
Obsesif kompulsif disorder/ gangguan obsesif kompulsif
Sebelum seseorang dilabel mengidap OCD, mereka perlu memenuhi kriteria sebagai
berikut :
 Orang itu obsesional dari aspek pemikiran, bayangan atau cara yang bertubi-
tubi (rumination), contohnya dia merasa tangannya kotor walaupun
hakikatnya tidak.
 Individu tersebut berada dalam keadaan resah, cemas, tertekan dan merasa
tidak nyaman dengan keadaan ini.
 Sadar dan apa yang berlaku sebenarnya bukan sesuatu yang sengaja dibuat-
buat tetapi datang dari luar ‘ego alien‘ pada dirinya.
 Individu tersebut tahu bahwa pemikiran atau bayangan yang hadir dalam
dirinya itu adalah kacau, tidak logis dan tidak sepatutnya terjadi.
 Melawan dan menahan pemikiran yang datang dan menyebabkan dirinya
menjadi resah.

D. Gejala:

 Obsesi yang umum bisa berupa kegelisahan mengenai pencemaran,


keraguan, kehilangan dan penyerangan.
 Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan berulang,
dengan maksud tertentu dan disengaja. Ritual dilakukan untuk
mengendalikan suatu obsesi dan bisa berupa :Mencuci atau membersihkan
supaya terbebas dari pencemaran.
 Penderita bisa terobsesi oleh segala hal, dan ritual yang dilakukan tidak
selalu secara logis berhubungan dengan rasa tidak nyaman yang akan
berkurang jika penderita menjalankan ritual tersebut.
 Penderita yang merasa khawatir tentang pencemaran, rasa tidak nyamannya
akan berkurang jika dia memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.
Karena itu setiap obsesi tentang pencemaran timbul, maka dia akan
berulang-ulang memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.
 Sebagian besar penderita menyadari bahwa obsesinya tidak mencerminkan
resiko yang nyata. Mereka menyadari bahwa perilaku fisik dan mentalnya
terlalu berlebihan bahkan cenderung aneh.
BAB 1V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Nevid.jefrey. Psikologi Abnormal (Jilid 1- Edisi Kelima). Erlangga: Jakarta

Davidson, G.C. Neale . J.M. dan Kring. A.M. 2006 . Psikologi Abnormal. Edisi ke -9.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Saddock BJ, Saddock VA. Obsessive-Compulsive Disorder. Dalam : Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiatry, ninth ed. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2003. h
616-23.3.
Gangguan obsesif – kompulsif. Dalam : Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa;rujukan
ringkas dari PPDGJ – III. Maslim R, penyunting. Jakarta; 2003.767.
Durand V. Mark & David H. Barlow. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai