Pedoman Rpijm Jan 2013
Pedoman Rpijm Jan 2013
JM
(
Renc
a
naPr
ogr
a
mI
nv
es
t
a
s
i
J
a
ngk
aMenenga
h)
Bi
da
ngCi
pt
aKa
r
y
a
Budi Yuwono
Direktur Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum
ii
Antonius Budiono
Direktur Bina Program
Direktorat Jenderal Cipta Karya
iii
iv
DAFTAR ISI
PEDOMAN PENYUSUNAN RPIJM
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
2.2
2.3
3.2
3.3
Gambaran Topografi....................................................................... 29
3.4
3.5
3.6
3.7
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
vi
5.2
5.3
5.4.4 Usulan Program dan Kegiatan serta Pembiayaan Proyek ... 139
5.4.4.1 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan
Sanitasi.................................................................. 139
5.4.4.2 Usulan Pembiayaan Pengembangan Sanitasi ....... 140
6.2
DAFTAR GAMBAR
xi
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Tabel 5.10
Tabel 5.11
Tabel 5.12
Tabel 5.13
Usulan
Program
dan
Kegiatan
Pengembangan
Permukiman
Kabupaten/Kota .......................................................................................... 53
Tabel 5.14
Tabel 5.15
Tabel 5.16
Tabel 5.17
Tabel 5.18
Tabel 5.19
Tabel 5.20
Tabel 5.21
Tabel 5.22
Tabel 5.23
Tabel 5.24
Tabel 5.25
Tabel 5.26
Tabel 5.27
Tabel 5.28
Tabel 5.29
Tabel 5.30
Tabel 5.31
Tabel 5.32
Tabel 5.33
Tabel 5.34
Tabel 5.35
Tabel 5.36
Tabel 5.37
Tabel 5.38
Tabel 5.39
Tabel 5.40
Tabel 5.41
Tabel 5.42
Tabel 5.43
Tabel 5.44
Tabel 5.45
Tabel 5.46
Tabel 5.47
Tabel 5.48
Tabel 5.49
Tabel 5.50
Tabel 5.51
Tabel 5.52
Tabel 5.53
Tabel 5.54
Tabel 6.1
Tabel 6.2
Tabel 6.3
..................................................................................................... 148
Tabel 6.4
Tabel 6.5
Tabel 6.6
Tabel 6.7
Tabel 6.8
Tabel 6.9
Tabel 6.10
Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL .... 158
Tabel 6.11
Tabel 6.12
Tabel 6.13
Tabel 6.14
Tabel 6.15
Tabel 7.1
Tabel 7.2
Tabel 7.3
Tabel 7.4
Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten/Kota dalam 5 Tahun Terakhir ........ 178
Tabel 7.5
Tabel 7.6
Tabel 7.7
Tabel 7.8
Tabel 7.9
Tabel 7.10
Tabel 8.1
Tabel 8.2
Tabel 8.3
Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya .......................... 196
xvi
Tabel 8.4
Tabel 8.5
Tabel 8.6
Tabel 9.1
Tabel 9.2
xvii
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Untuk mewujudkan bangsa yang mandiri, adil, dan makmur seperti yang dicita-citakan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, salah
satu caranya adalah dengan mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan melalui perwujudan permukiman tanpa kumuh. Untuk menunjang
lingkungan permukiman di tanah air, perlu dibangun prasarana dan sarana
permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional,
kredibel, mandiri, dan efisien. Di samping itu, RPJPN juga mengamanatkan bahwa
pembangunan bidang air minum dan sanitasi diarahkan pada upaya pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat serta untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Hal ini
ditekankan kembali dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 yang menyatakan bahwa salah satu arahan kebijakan dalam
bidang pengembangan perumahan permukiman adalah meningkatkan aksesibiltas
masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai.
Arahan dalam RPJPN dan RPJMN terkait pembangunan infrastruktur permukiman
merupakan amanat yang harus diemban bersama oleh Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dijelaskan dalam PP 38 Tahun
2007 bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota berperan sebagai pelaksana pembangunan
infrastruktur fisik bidang Cipta Karya, sedangkan Pemerintah Pusat bertindak sebagai
pengatur, pembina, dan pengawas pembangunan infrastruktur permukiman di
Indonesia. Hal ini sesuai kebijakan desentralisasi yang dilakukan di Indonesia saat ini,
dimana pemerintah daerah dituntut untuk lebih berperan aktif dalam melayani dan
mensejahterakan masyarakat. Agar dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat, pemerintah daerah perlu merencanakan pembangunan
infrastruktur permukiman secara terpadu dengan mendayagunakan sumber daya
secara optimal, efisien, dan efektif sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan
Umum, dalam mengemban tugasnya sebagai perumus dan pelaksana kebijakan dan
standar teknis bidang Cipta Karya, mengambil inisiatif untuk mendukung pemerintah
kabupaten/kota dalam menyiapkan perencanaan program khusus bidang Cipta Karya
yang diberi nama Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) bidang Cipta
Karya. RPIJM ini dikembangkan sebagai upaya Ditjen Cipta Karya dalam
1
Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya atau disingkat
sebagai RPIJM Cipta Karya adalah dokumen rencana dan program pembangunan
infrastruktur bidang Cipta Karya dalam periode lima tahun, yang dilaksanakan secara
terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun oleh masyarakat/swasta, yang
mengacu pada rencana tata ruang, untuk menjamin keberlangsungan kehidupan
masyarakat yang berkualitas dan mewujudkan pembangunan infrastruktur Cipta Karya
yang berkelanjutan.
Dokumen ini disusun pada tingkat Kabupaten/Kota dan bersifat multi sektoral, multi
stakeholder, dan multi pendanaan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan multi sektor
adalah RPIJM meliputi sektor-sektor di lingkungan Ditjen Cipta Karya yaitu
Pengembangan Air Minum, Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman,
Pengembangan Permukiman, dan Penataan Bangunan dan Lingkungan. Adapun
maksud dari multi stakeholder adalah para pemangku kepentingan yang terkait turut
2
Sesuai dengan skema di atas, integrasi dan sinkronisasi setiap strategi sektor sangat
penting, termasuk antara Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM),
Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Dokumen sektoral ini terintegrasi dalam Strategi Pembangunan Permukiman dan
Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) yang memberikan arahan pembangunan infrastruktur
skala kota/kabupaten. Selanjutnya, SPPIP ini akan diturunkan ke dalam Rencana
Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) dengan skala kawasan.
RPIJM perlu mempertimbangkan dokumen-dokumen teknis ini sehingga perencanaan
pembangunan infrastruktur permukiman menjadi lebih terarah dan terpadu. Keterkaitan
substansi antara dokumen teknis dipaparkan pada gambar 1.2.
RPIJM yang telah disusun kemudian akan dituangkan ke dalam rencana program
tahunan berupa Memorandum Program yang merupakan kesepakatan bersama antara
pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota terkait rencana kegiatan di suatu
Kabupaten/Kota dalam jangka waktu 5 tahun.
1.3
1.4
Pendahuluan
Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai latar belakang, maksud dan
tujuan RPIJM, dasar hukum penyusunan RPIJM, dan mekanisme penyusunan
RPIJM.
Bab 2
Profil Kabupaten/Kota
Pada bab ini berisikan penjelasan profil umum Kabupaten/Kota seperti batas
administrasi wilayah, demografi, geografi, topografi, geohidrologi, geologi,
klimatologi, serta kondisi sosial dan ekonomi wilayah.
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Aspek Pembiayaan
Bab ini berisikan penjelasan mengenai Profil APBD Kabupaten/Kota, profil
investasi dan proyeksi investasi dalam pembangunan Bidang Cipta Karya,
serta strategi peningkatan investasi bidang Cipta Karya.
Bab 7
Bab 8
11
12
BAB II
MEKANISME PENYUSUNAN DAN PENILAIAN RPIJM
2.1
13
2.1.2 Tugas dan Tanggung Jawab Satgas Randal Pusat, Satgas RPIJM Provinsi
dan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota
Setiap tingkatan Satgas RPIJM/Randal mempunyai tugas dan tanggung jawabnya
masing-masing yang diatur dalam SK Dirjen Cipta Karya No. 25/KPTS/DC/2012.
Berdasarkan SK tersebut, Satgas Randal Pusat bersama Korwil berperan sebagai
Pembina dengan melakukan fungsi pengaturan, pembinaan dan pengawasan dalam
penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota. Satgas Randal Pusat memiliki tugas dan
tanggung jawabnya yaitu:
1. Tim Pengarah
a. Menentukan arah kebijakan pelaksanaan pendampingan dan fasilitasi dalam
perencanaan program pengendalian pelaksanaan program di Bidang Cipta
Karya; dan
b. Memberikan dukungan dalam perencanaan program Bidang Cipta Karya antara
Kabupaten/Kota, Provinsi, serta mitra kerjasama lainnya baik di dalam dan di luar
Kementerian PU.
14
15
4. Sekretariat
a. Melaksanakan tugas harian dan operasional dari Satuan Tugas Perencanaan
dan Pengendalian;
b. Mengumpulkan data dan informasi terkait dengan perencanaan dan
pengendalian program Bidang Cipta Karya;
c. Menyusun dan mengelola sistem knowledge management yang mampu memberi
wadah pembelajaran bagi seluruh stakeholder Randal;
d. Memfasilitasi koordinasi antara Randal Pusat dengan Randal Provinsi serta
Pemerintah Kabupaten/Kota;
e. Memfasilitasi dan membina Satuan Tugas Randal Provinsi untuk penyelesaian
permasalahan terkait proses pelaksanaan penyiapan perencanaan program dan
pengendalian pelaksanaan program Cipta Karya;
f. Memfasilitasi pelaksanaan pendampingan perencanaan dan pengendalian
Bidang Cipta Karya kepada Randal Provinsi dan termasuk kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota;
g. Memberi dukungan teknis, administrasi dan logistik pada Kepala Satuan Tugas
dan Koordinator Wilayah;
h. Menyiapkan sumber data (kearsipan) dari pelaksanaan kegiatan perencanaan
dan pengendalian pelaksanaan program dari tahun yang sedang berjalan atau
yang sudah terlaksana; dan
i. Memberi masukan dan evaluasi hasil dari pelaksanaan perencanaan dan
pengendalian program bidang Cipta Karya kepada Kepala Satuan Kerja Randal
Pusat dan Koordinator Wilayah.
Satgas RPIJM/Randal pada tingkat Provinsi memiliki peran dalam melakukan
pendampingan penyusunan RPIJM yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota di
wilayahnya. Satgas ini terdiri dari 3 tim yaitu tim pengarah, tim pelaksana, dan tim
sekretariat. Adapun tugas dari masing masing tim tersebut yaitu:
1. Tim Pengarah
a. Memberikan arahan kebijakan untuk kegiatan Pendampingan Penyusunan
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/Cipta Karya
Daerah Kota/Kabupaten/Propinsi;
b. Memberikan dukungan dalam kaitan dengan hubungan dengan pimpinan
instansi mitra kerjasama di dalam dan di Propinsi;
c. Memberikan
dukungan
dalam
kaitan
hubungan
pada
daerah
Kota/Kabupaten,dan Propinsi; dan
d. Menetapkan kebijakan program dan anggaran APBN yang layak mendukung
RPIJM Daerah Kota/Kabupaten dan Propinsi.
16
2. Tim Pelaksana
a. Melaksanakan tugas pendampingan RPIJM Daerah Kota/Kabupaten;
b. Melaksanakan tugas pembangunan kelembagaan dan sumber daya manusia di
tingkat Kota dan Kabupaten, dengan pemberdayaan Satgas RPIJM di tingkat
Kota dan Kabupaten;
c. Melaksanakan tugas evaluasi atas usulan RPIJM Daerah Kota/Kabupaten yang
akan dihasilkan dari proses pendampingan ini;
d. Melaksanakan evaluasi guna perbaikan dan penyempurnaan terus menerus
pendampingan RPIJM Daerah Kota/Kabupaten.
3. Tim Sekretariat
a. Melaksanakan tugas untuk memberi dukungan teknis, administrasi, dan logistik
pada Tim Pengarah dan Tim Pelaksana;
b. Menyelenggarakan sistem informasi manajemen untuk pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan RPIJM Kota/Kabupaten; dan
c. Melaksanakan tugas lain yang diinstruksikan oleh Tim Pengarah dan Pelaksana.
Peran Satgas RPIJM/Randal Kabupaten/Kota pada dasarnya adalah sebagai perumus
dokumen RPIJM. Pembentukan Satgas Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota ini
ditetapkan oleh Keputusan Bupati/Walikota. Sebagaimana halnya Satgas provinsi,
Satgas tingkat Kabupaten/Kota terdiri dari 3 tim yang memiliki tugas dan tanggung
jawab masing-masing, yaitu:
1. Pengarah
a. Memberikan arahan kebijakan kegiatan Pendampingan Penyusunan RPIJM
Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya Daerah Kabupaten/Kota;
b. Memberikan dukungan dalam kaitan dengan hubungan dengan pimpinan
instansi terkait mitra kerjasama; dan
c. Memberikan dukungan dalam kaitan hubungan pada Daerah Kabupaten/Kota.
2. Pelaksana
a. Melaksanakan tugas pendampingan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota;
b. Melaksanakan tugas pembangunan kelembagaan dan sumber daya manusia
tingkat Kabupaten/Kota;
c. Menyusun RPIJM Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya ;
d. Melaksanakan tugas evaluasi atas usulan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota yang
akan dihasilkan dari proses pendampingan;
e. Melaksanakan evaluasi guna perbaikan dan penyempurnaan secara terus
menerus Pendampingan RPIJM Kabupaten/Kota.
17
3. Sekretariat
a. Memberi dukungan teknis administrasi, dan logistik pada Satgas Pengarah dan
Pelaksana;
b. Menyelenggarakan sistem informasi manajemen untuk pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota; dan
c. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh pengarah dan pelaksana.
18
19
No
Aktivitas
Satgas RPIJM
Kab/Kota
Satgas RPIJM
Provinsi
/ O
GC
Persyaratan/
Kelengkapan
Waktu
1 minggu
Pedoman RPIJM
Output
T
Y
3 Review Strategi/Skenario
Pengembangan Wilayah
4 Review Strategi/Skenario
Pengembangan Sektor/Bidang
PU-CK
1 minggu
1 minggu
Draft Strategi/Skenario
Pengembangan Wilayah
dan Sektor Bidang PUCK
SPPIP
T
Y
Investasi Pengembangan
Permukiman
2 minggu
RPKPP
T
Y
2 minggu
T
Y
Investasi Penyehatan
Lingkungan Permukiman
2 minggu
2 minggu
T
Y
Lingkungan
2 minggu
T
Y
3 minggu
Program Investasi
Draft Memorandum
Program
Skala Prioritas
T
Y
4 minggu
Dokumen RPIJM
Kab/Kota berdasarkan
review tahunan
Gambar 2.3 Langkah Penyusunan Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota Bidang Cipta Karya
20
Ket.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pada dasarnya RPIJM dirumuskan
oleh Satgas tingkat Kabupaten/Kota, untuk kemudian direview oleh Satgas tingkat
provinsi dan pusat. Adapun, skema koordinasi dalam RPIJM dapat terlihat pada
gambar dibawah ini.
SATGAS
KAB/KOTA
Penyusunan
Dokumen RPIJM
Berdasarkan
Kebutuhan dan
Kondisi Lokal
SATGAS
`
PROVINSI
SATGAS
PUSAT
Penilaian
Penilaian Dokumen
RPIJM Hasil Review
Provinsi + Masukan
Program Sektor
(Nasional)
Masukan Sektoral:
Bangkim
PBL
Air Minum
PLP
Kelengkapan
Dokumen RPIJM +
Masukan dari
Provinsi
Adapun alur kegiatan penyusunan RPIJM yang dilakukan pada setiap tingkatan Satgas
adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan Draft I RPIJM (tingkat Satgas Kabupaten/Kota)
Penyusunan RPIJM di tingkat Kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan kebutuhan
dan kondisi lokal, termasuk mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Oleh karena
itu, dalam perumusan Draft I RPIJM ini perlu mengundang tokoh masyarakat
setempat, dunia usaha dan organisasi berbasis komunitas.
2. Penyusunan Draft II RPIJM (tingkat Satgas Provinsi)
Di tingkat provinsi, satgas provinsi akan melakukan penilaian kelengkapan
dokumen RPIJM dan memberikan masukan terutama terkait dengan keterpaduan
infrastruktur permukiman berskala regional. Pembahasan Draft II ini perlu
mengikutsertakan unsur akademisi, asosiasi profesi, dan pemerintah kabupaten/
kota yang berbatasan.
3. Penyusunan Draft Final RPIJM (tingkat Satgas Pusat)
Satgas pusat melakukan penilaian kelayakan terhadap draft yang disusun
pemerintah kabupaten/kota. Setelah melakukan review, maka akan dilakukan
pembahasan yang melibatkan direktorat sektor di lingkungan Ditjen Cipta Karya
21
4.
2.3
untuk memadukan program dan investasi dalam RPIJM dengan upaya pencapaian
sasaran nasional.
Penyusunan RPIJM (tingkat Satgas Kabupaten/Kota)
Setelah direvisi, maka Satgas Kabupaten/Kota melakukan finalisasi dan legalisasi
dokumen RPIJM setelah mendapat persetujuan Bupati/Walikota.
Penilaian Kelayakan RPIJM
Kelayakan suatu dokumen RPIJM perlu dinilai untuk meningkatkan kualitas substansi
dokumen RPIJM kabupaten/kota. Penilaian kelayakan tersebut menggunakan metode
skoring, dimana masing masing kriteria kelayakan telah ditetapkan bobot/nilainya.
Indikator Penilaian Dokumen RPIJM dinilai dari beberapa kriteria yaitu:
1. Kelengkapan Dokumen
Penilaian kelengkapan dokumen dilihat dari legalisasi dokumen RPIJM oleh
Bupati/Walikota, dan outline dokumen yang sesuai dengan buku pedoman
penyusunan RPIJM.
2. Keterpaduan Strategi Pengembangan Kota dan Kawasan
Penilaian terhadap kelayakan rencana dilihat dari keterpaduan strategi yang
tertuang pada dokumen pendukung RPIJM seperti RTRW, RPJMD, KSPD, SPPIP
serta dokumen sektoral lainnya.
3. Kelayakan Program
Penilaian terhadap kelayakan program dalam rencana program investasi sektor
pengembangan permukiman, rencana program investasi sektor PBL, rencana
program investasi sektor PLP, rencana program investasi sektor SPAM.
4. Kelayakan Lingkungan dan Sosial
Penilaian terkait aspek perlindungan sosial dan lingkungan dalam pembangunan
infrastruktur bidang Cipta Karya.
5. Kelayakan Pendanaan
Penilaian kelayakan dan kesesuaian anggaran untuk program / kegiatan RPIJM
serta pemanfaatan multi sumber pendanaan.
6. Kelayakan Kelembagaan
Penilaian kelayakan kelembagaan dilihat dari kesiapan kelembagaan untuk
menyusun dan mengelola implementasi RPIJM di daerah.
7. Matriks Program
Penilaian kelayakan kegiatan dilihat dari penetapan prioritas program dan matriks
program yang tertuang dalam RPIJM.
Adapun indikator penilaian kelayakan dokumen RPIJM Kabupaten/Kota beserta nilai
maksimal dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.
22
No
INDIKATOR PENILAIAN
Nilai Max
LEGALISASI
OUTLINE
DOKUMEN
Persetujuan Bupati/Walikota
2.00
2.00
Pendahuluan
1.00
Profil Kabupaten/Kota
1.00
1.00
1.00
1.00
Aspek Pembiayaan
1.00
Aspek Kelembagaan
1.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
3
KETERPADUAN
4
STRATEGI
PENGEMBANGAN
5
KOTA DAN
KAWASAN
6
7
dan
Infrastruktur
2.00
2.00
RENCANA
PROGRAM
INVESTASI
SEKTOR
PENGEMBANGA
N PERMUKIMAN
1
2
3
4
1
RENCANA
PROGRAM
INVESTASI
SEKTOR PBL
2
3
4
23
1.00
2.00
2.00
2.00
1.00
2.00
2.00
2.00
KRITERIA
No
1
RENCANA
PROGRAM
INVESTASI
SEKTOR PLP
RENCANA
PROGRAM
INVESTASI
SEKTOR SPAM
1
2
3
4
PERLINDUNGAN
LINGKUNGAN
DAN SOSIAL
1
2
INDIKATOR PENILAIAN
ASPEK
PEMBIAYAAN
Nilai Max
3.00
6.00
6.00
6.00
1.00
2.00
2.00
2.00
3.00
3.00
(10)
2.00
2.00
3.00
3.00
ASPEK
KELEMBAGAAN
3.00
3.00
3.00
1
MATRIKS
RENCANA
2
PROGRAM
INVESTASI
INFRASTRUKTUR 3
2.00
2.00
2.00
penilaian. Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui kualitas suatu dokumen RPIJM.
Kualitas suatu dokumen RPIJM dapat dilihat berdasarkan status hasil penilaiannya,
dimana dokumen RPIJM yang memiliki nilai 0 50 revisi besar, 51 80 revisi kecil,
dan 81 100 revisi penyempurnaan.
Dalam melakukan revisi dokumen RPIJM Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh RPIJM
Kabupaten/kota, Satgas RPIJM Provinsi, dan Satgas RPIJM Pusat terdapat Standar
Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan review/revisi dokumen RPIJM Bidang
Cipta Karya. Pembagaian tugas Satgas RPIJM Kabupaten/Kota, Satgas RPIJM
Provinsi, Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi serta Satgas RPIJM pusat
dalam proses review/revisi dokumen RPIJM Kabupaten/Kota yaitu:
1. Penyusunan Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota dilakukan oleh Satgas RPIJM
Kab/Kota, Satgas RPIJM Provinsi, dan Satker Perencanaan dan Pengendalian
Provinsi;
2. Pembahasan Progress Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota dilakukan oleh Satgas
RPIJM Kab/Kota, Satgas RPIJM Provinsi, Satker Perencanaan dan Pengendalian
Provinsi, Satgas RPIJM Pusat yaitu Direktorat Bina Program yang terdiri dari
Korwil dan Satker Perencanaan dan Pengendalian, Direktorat Pengembangan
Permukiman, Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, dan Direktorat
Pengembangan Air Minum. Pembahasan progress dokumen RPIJM Kab/Kota ini
dilakukan secara berkala;
3. Finalisasi Dokumen RPIJM Kab/Kota dilakukan oleh Satgas RPIJM Kab/Kota,
Satgas RPIJM Provinsi, dan Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi;
4. Evaluasi Penilaian Dokumen RPIJM Kab/Kota dilakukan oleh Satgas RPIJM Pusat
yaitu Direktorat Bina Program yang terdiri dari Korwil dan Satker Perencanaan dan
Pengendalian, Dorektorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan
Permukiman, dan Direktorat Pengembangan Air Minum; dan
5. Revisi Final Dokumen RPIJM Kab/Kota yang dilakukan oleh Satgas RPIJM
Kab/Kota, Satgas RPIJM Provinsi, dan Satker Perencanaan dan Pengendalian
Provinsi.
Dalam kegiatan penilaian dokumen RPIJM peran Satgas Provinsi yaitu:
Memberikan masukan dan arahan pada kegiatan mereview outline dokumen
RPIJM terhadap buku pedoman RPIJM dimana semua aspek sesuai dengan buku
pedoman penyusunan;
Review strategi / skenario pengembangan wilayah dengan melihat dokumen
SPPIP;
25
Mengkaji dokumen SPPIP dan RPKPP serta mengkaji rencana program investasi
pengembangan permukiman;
Mengkaji dokumen RTBL dengan melihat kesesuaian rencana program investasi
penataan bangunan dan lingkungan yang ada pada dokumen RPIJM Kab/Kota;
Mengkaji dokumen SSK dan Masterplan Drainase lalu mereview rencana program
investasi penyehatan lingkungan permukiman;
Mengkaji RI-SPAM lalu mereview rencana program investasi sistem penyediaan
air minum;
Mengkaji dokumen perencanaan yang ada untuk mereview aspek sosial dan
lingkungan;
Melakukan sinkronisasi, optimalisasi dan skala prioritas untuk mereview terhadap
penetapan prioritas program investasi; serta
Berkoordinasi dengan Satgas RPIJM Pusat dan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota
untuk aspek legalisasi.
Untuk Satgas RPIJM Pusat yaitu Direktorat Bina Program yang terdiri dari Koordinasi
Wilayah (Korwil), Satker Perencanaan dan Pengendalian, Direktorat Pengembangan
Permukiman, Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktorat Pengembangan Air
Minum, dan Setditjen CK, kegiatan yang dilakukan dalam review RPIJM adalah:
Mengkaji strategi pengembangan Bidang Cipta Karya untuk memberikan masukan
terhadap review strategi/ skenario pengembangan wilayah terhadap kesesuaian
dengan RTRW Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dengan dokumen strategi
pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan (SPPIP);
Satker Perencanaan dan Pengendalian berkoordinasi dengan Direktorat
Pengembangan Permukiman pada kegiatan review terhadap rencana program
investasi pengembangan permukiman terhadap kesesuaian dengan dokumen
rencana pembangunan kawasan permukiman prioritas (RPKPP);
Satker Perencanaan dan Pengendaliaan berkoordinasi dengan Direktorat
Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk mengecek dokumen RTBL dan
mereview rencana program investasi penataan bangunan dan lingkungan
terhadap kesesuaian dengan dokumen RTBL;
Satker Perencanaan dan Pengendalian berkoordinasi dengan Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman untuk mengecek
kesesuaian dokumen SSK dan Masterplan Drainase dan mereview rencana
program investasi penyehatan lingkungan permukiman;
26
27
28
BAB III
PROFIL KABUPATEN/KOTA
Profil Kabupaten/Kota menggambarkan kondisi daerah dari berbagai aspek. Dari profil
Kabupaten/Kota tersebut diharapkan dapat tercermin kondisi daerah terkait dengan
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM). Profil Kabupaten/Kota terdiri
dari gambaran kondisi geografis dan administratif wilayah, gambaran mengenai
demografi, gambaran mengenai topografi wilayah, gambaran mengenai geohidrologi,
gambaran mengenai geologi, gambaran mengenai klimatologi, dan gambaran
mengenai kondisi sosial dan ekonomi.
3.1
Gambaran geografis yaitu menjabarkan posisi geografis daerah yang ditandai dengan
koordinat wilayah kabupaten/kota. Sedangkan, gambaran mengenai administrasi
wilayah menjabarkan luas wilayah kabupaten/kota, batas-batas wilayah kabupaten/
kota, jumlah kecamatan dan kelurahan, serta peta wilayah Kabupaten/Kota dengan
skala peta 1:50.000 (Kabupaten) dan 1:25.000 (Kota).
3.2
Gambaran Demografi
Gambaran Topografi
Gambaran Geohidrologi
29
3.5
Gambaran Geologi
Gambaran geologi menjabarkan jenis tanah serta penjelasan mengenai daerah rawan
bencana yang ada di wilayah kabupaten/kota. Pada gambaran geologi tidak hanya
dijelaskan secara deskriptif tetapi juga didukung oleh peta jenis tanah, dan peta rawan
bencana dengan skala peta 1:50.000 (Kabupaten) dan 1:25.000 (Kota).
3.6
Gambaran Klimatologi
30
BAB IV
KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA
4.1
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2),
mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten/kota berwenang dalam melaksanakan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota yang meliputi perencanaan tata ruang wilayah
kabupaten/kota, pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, dan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Sebagai acuan dalam penataan ruang,
pemerintah kabupaten/kota menyusun RTRW Kabupaten/Kota untuk mewujudkan
keterpaduan pembangunan dalam wilayah kabupaten/kota maupun dengan wilayah
sekitarnya.
RTRW Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai:
a. acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
b. acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah kabupaten/kota;
c. acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah
kabupaten/kota;
d. acuan lokasi investasi dalam wilayah kabupaten/kota yang dilakukan pemerintah,
masyarakat, dan swasta;
e. pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang;
f. dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah
kota yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan
disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan
g. acuan dalam administrasi pertanahan.
RTRW Kabupaten/Kota merupakan acuan spasial dalam pembangunan kabupaten/
kota. RPIJM sesuai kedudukannya perlu mengacu pada RTRW yang telah disusun
pemerintah kabupaten/kota. Dalam hal ini RPIJM perlu mengutip intisari dari muatan
RTRW yang meliputi:
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah;
rencana struktur ruang (sistem jaringan prasarana bidang Cipta Karya);
rencana pola ruang wilayah; dan
penetapan kawasan strategis kabupaten/kota.
31
4.2
dan bukan jaringan perpipaan berdasarkan proyeksi kebutuhan air minum pada satu
periode yang dibagi dalam beberapa tahapan dan memuat komponen utama sistem
beserta dimensi-dimensinya. RI-SPAM dapat berupa RI-SPAM dalam satu wilayah
administrasi maupun lintas kabupaten/kota/provinsi. Penyusunan rencana induk
pengembangan SPAM memperhatikan aspek keterpaduan dengan prasarana dan
sarana sanitasi sejak dari sumber air hingga unit pelayanan dalam rangka
perlindungan dan pelestarian air.
Di dalam RI-SPAM, hal yang perlu dikutip pada bagian ini untuk dijadikan arahan
pengembangan kebijakan dan strategi pengembangan SPAM adalah bagian Rencana
Pengembangan SPAM yang terdiri dari:
a. Kebijakan, Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah;
b. Rencana Sistem Pelayanan;
c. Rencana Pengembangan SPAM; dan
d. Rencana Penurunan Kebocoran Air Minum.
4.5
Strategi Sanitasi Kota adalah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang
disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi suatu Kota/Kabupaten, yang
berisi potret kondisi sanitasi kota saat ini, rencana strategi dan rencana tindak
pembangunan sanitasi jangka menengah. SSK disusun oleh Pokja Sanitasi
Kabupaten/Kota didukung fasilitasi dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.
Dalam menyusun SSK, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota berpedoman pada prinsip:
a. Berdasarkan data aktual (Buku Putih Sanitasi);
b. Berskala kota dan lintas sektor (air limbah, drainase, persampahan);
c. Disusun sendiri oleh kota dan untuk kota; dan
d. Menggabungkan pendekatan top down dengan bottom up.
SSK dijadikan acuan dalam penyusunan RPIJM terutama untuk sektor Penyehatan
Lingkungan dan Permukiman. Dalam SSK beberapa hal yang perlu dikutip pada
bagian ini adalah:
a. Kerangka kerja pembangunan sanitasi yang meliputi: Visi dan Misi
b. Tujuan, Sasaran dan Strategi Sektor Sanitasi, yang meliputi:
- Sub Sektor Air Limbah Domestik;
- Sub Sektor Persampahan;
- Sub Sektor Drainase Lingkungan; dan
- Aspek Higiene/Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
33
4.6
Berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan, RTBL didefinisikan sebagai panduan rancang bangun
suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan
ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan
program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana
investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan
pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan meliputi:
a. Program Bangunan dan Lingkungan;
b. Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
c. Rencana Investasi;
d. Ketentuan Pengendalian Rencana; dan
e. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
RTBL dapat berupa rencana aksi/kegiatan komunitas, rencana penataan lingkungan,
atau panduan rancang kota. Muatan RTBL yang perlu dikutip dan diacu dalam RPIJM
yaitu Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan yang meliputi:
a. Visi Pembangunan;
b. Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan;
c. Konsep Komponen Perancangan Kawasan; dan
d. Blok-blok Pengembangan Kawasan dan Program Penanganannya.
4.7
c.
d.
e.
Dalam SPPIP, yang perlu dikutip dan dijadikan acuan penyusunan RPIJM adalah:
a. Visi dan Misi bidang Permukiman dan Infrastruktur;
b. Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Kabupaten/Kota; dan
c. Penetapan kawasan permukiman prioritas.
4.8
Dari SPPIP yang telah disusun kemudian diturunkan ke dalam suatu rencana
operasional berupa Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP),
dimana keduanya tetap mengacu pada strategi pengembangan kota yang sudah ada.
RPKPP merupakan rencana aksi program strategis untuk penanganan permasalahan
permukiman dan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya pada kawasan
prioritas di perkotaan. Dalam konteks pengembangan kota, RPKPP merupakan
rencana terpadu bidang permukiman dan infrastuktur bidang Cipta Karya pada lingkup
wilayah perencanaan berupa kawasan dengan kedalaman rencana teknis yang
dituangkan dalam peta 1:5000 atau 1:1000. RPKPP disamping berfungsi sebagai alat
operasionalisasi dalam penanganan kawasan permukiman prioritas juga berfungsi
sebagai masukan dalam penyusunan RPIJM. Oleh karena itu, dalam hal ini RPIJM
perlu mengutip matriks rencana aksi program serta peta pengembangan kawasan
dalam RPKPP yang didetailkan pada program tahunan.
4.9
Isi dari dokumen rencana tersebut dirangkum dalam tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Matriks Strategi Pembangunan Kabupaten Kota
Dokumen Rencana
Kabupaten/Kota
RTRW
RPJMD
KSPD
SPPIP
RI-SPAM
SSK
Visi
Misi
Kebijakan
Strategi
Fungsi Kawasan
36
Arahan Pengembangan
BAB V
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR
Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang
mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan
lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan
permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran
perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang
mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan,
serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah
analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan
mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan
dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.
5.1
Pengembangan Permukiman
Arahan Kebijakan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh
masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya
kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
37
2.
3.
4.
5.
Pemerintah Provinsi
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di
bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada
kebijakan nasional.
38
Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan
berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap
pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan,
permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan
dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
39
B. Wewenang
1. Pemerintah Pusat
a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah,
perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman.
b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman.
c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat nasional.
e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.
f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.
g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan
kawasan permukiman.
h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman.
j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman.
2.
Pemerintah Provinsi
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat provinsi.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat provinsi.
g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan
perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.
40
Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan
serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan
permukiman bagi MBR.
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada
tingkat kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah
kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh
dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
Lingkup Kegiatan
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman
mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik
dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan
permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di
perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan
permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah
susun sederhana;
41
42
lokal ini dapat difokuskan untuk terkait pada bidang keciptakaryaan, seperti kawasan
kumuh di perkotaan, dan mengenai kondisi infrastruktur di perdesaan.
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu-isu strategis di setiap
kabupaten/kotanya. Bagi kabupaten/kota yang telah menyusun SPPIP dapat
mengadopsi rumusan isu-isu strategis di dalam SPPIP ke dalam isian tabel 5.1.
Tabel 5.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kota/Kabupaten
No.
Isu Strategis
Keterangan
43
Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan
kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun
dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE),
PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data
yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.
Perkotaan
NO
1
2
3
NO
Lokasi
RSH
Prasarana CK
yang Ada
1
2
3
No
Lokasi
Rusunawa
Prasarana CK
yang Ada
1
2
3
Perdesaan
Tabel 5.6 Data Program Perdesaan Di Kab./Kota X Tahun Y
No
Program/Kegiatan
Lokasi
Satuan
Status
1
2
3
*Data yang dibutuhkan adalah data yang masih berlangsung hingga lima tahun ke belakang
Infrastruktur Terbangun
Lokasi
1
2
3
44
Satuan
Kondisi
45
Aspek Teknis
1)
2)
Aspek Kelembagaan
1)
2)
Aspek Pembiayaan
1)
2)
Aspek
Peran
Serta
Masyarakat / Swasta
1)
2)
Aspek
Lingkungan
Permukiman
1)
2)
URAIAN
Jumlah Penduduk
Tahun
I
Unit
Tahun
III
Lokasi
Tahun
IV
Tahun
V
Ket.
Jiwa
Kepadatan Penduduk
Jiwa/Km
Jiwa/Km
Jiwa/Km
3.
Proyeksi Persebaran
Penduduk
Proyeksi Persebaran
Penduduk Miskin
Sasaran Penurunan
Kawasan Kumuh
Kebutuhan Rusunawa
4.
Kebutuhan RSH
5.
Kebutuhan
Pengembangan
Permukiman Baru
2.
Tahun
II
Ha
TB
unit
Kawasan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
URAIAN
Unit
Jumlah Penduduk
Jiwa
Tahun
I
Kepadatan Penduduk
Jiwa/Km
Proyeksi Persebaran
Penduduk
Proyeksi Persebaran
Penduduk Miskin
Desa Potensial untuk
Agropolitan
Desa Potensial untuk
Minapolitan
Kawasan Rawan
Bencana
Kawasan Perbatasan
Jiwa/Km
Jiwa/Km
Kawasan Permukiman
Pulau-Pulau Kecil
Desa Kategori Miskin
Kws
Kawasan dengan
Komoditas Unggulan
Desa
Desa
Kws
Kws
Desa
Kws
47
Tahun
II
Tahun
III
Lokasi
Tahun
IV
Tahun
V
Ket.
48
49
2.
Khusus
Rusunawa
Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD
lainnya
Ada calon penghuni
RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5%
dari BLM.
PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program
Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi,
(ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi,
(v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk
penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1)
ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan
prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan
permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan
rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu
oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
50
51
KEGIATAN
APBN
(Rp x
Juta)
APBD
Prov
(Rp x
Juta)
APBD
Kab/kota
(Rp x Juta)
Masyarakat
(Rp X Juta)
Swasta
(Rp x
Juta)
CSR
(Rp x
Juta)
TOTAL
(Rp x
Juta)
1
2
3
Usulan prioritas kegiatan dan pembiayaan secara lebih rinci dapat dituangkan ke
dalam tabel 5.13.
52
2
2.a
2.b
TOTAL
TAHUN
CSR
53
keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam
penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan,
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan
pembinaan oleh pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005
tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi
bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan
gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan
gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk
menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang
bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen
RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan
bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang
meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan,
kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut.
Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan
dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut
dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan
Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL (Permen PU No. 8 tahun 2010)
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok
Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan,
55
56
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga
terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman
kumuh dan nelayan;
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman
tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan
lingkungan;
Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
Pelatihan teknis.
57
A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat melihat dari Agenda
Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda
Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi
dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya
untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan
IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung
Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDGs 2015,
khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang
terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya
proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada
2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan
penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.
Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming).
Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai
akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan
global hingga 6.4 C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka
laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini
memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu
munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga
mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah
diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar
terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang
mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan.
Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996
58
dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human
Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam
penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL
dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di
perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan
bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi
lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan
bangunan dan lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan
gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal
dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah
Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau
sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash
sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.
59
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario
pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari
rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan
Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian
terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri,
produktif dan berkelanjutan.
Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat menggambarkan isu strategis sektor PBL di
dalam RPIJM dengan acuan seperti tabel 5.14.
No.
1.
2.
3.
B. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah
dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan
kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program
P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota
yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah
sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan
Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan
perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.
Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi eksisting di
daerah masing-masing, yang mencakup kondisi terkait peraturan daerah, kegiatan
penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan
rumah negara, serta capaian dalam pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan
kemiskinan.
Untuk data kondisi eksisting terkait dengan Peraturan Daerah yang telah disusun
mencakup Raperda dan Perda Bangunan Gedung, Perda RTBL, Perda RISPK, SK
60
dapat
Kab/
Kota/
Kaw
asan
Kawasan
Tradisional
/
Bersejarah
RTH
Dukungan
Infrastruktur
Cipta Karya
Luas
RTH
Lokasi
RTH
Penanganan Kebakaran
Pemenuhan SPM
%
Luas
RTH
Keter
sedia
an
IMB
%
IMB
Keterse
diaan
HSBGN
%
HSB
GN
Instansi
Pemadam
Kebakaran
Prasarana
& Sarana
Kebakaran
Kawasan
1.
..........
2.
dst
Status
Kepemilikan
Kondisi
Bangunan
Ketersediaan
Utilitas BG
61
No.
II.
1
2
3
4
5
63
Alternatif
Solusi
No
III.
1
2
3
4
5
Permasalahan
yang dihadapi
Tantangan
Pengembangan
Alternatif
Solusi
64
Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan
Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya
melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar
SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 5.20, yang dapat
dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor
Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Tabel 5.20 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No
VI.
VIII.
Penataan
Ruang
Izin Mendirikan
Bangunan
(IMB)
Harga Standar
Bangunan
Gedung
Negara
(HSBGN)
Penyediaan
Ruang Terbuka
Hijau
(RTH)
Publik
Waktu
Pencapaian
2014
2014
2014
Keterangan
Dinas yang
membidangi
Perijinan
(IMB).
Dinas yang
membidangi
Pekerjaan
Umum.
Dinas/SKPD
yang
membidangi
Penataan
Ruang.
66
Uraian
Kebutuhan
Tahun
Tahun
Tahun
II
III
IV
Satuan
Tahun
I
Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
M2
Ruang Terbuka
M2
PSD
unit
PS Lingkungan
unit
HSBGN
laporan
Pelatihan
Teknis
Tenaga
laporan
Pendata HSBGN
lainnya
Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Bangunan Fungsi Hunian
unit
Bangunan Fungsi Keagamaan
unit
Bangunan Fungsi Usaha
unit
Bangunan
Fungsi
Sosial
unit
Budaya
Bangunan Fungsi Khusus
unit
Bintek Pembangunan Gedung
laporan
Negara
lainnya
Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
P2KP
lainnya
Tahun
V
Ket
69
5.2.5
Untuk usulan program dan kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan pada
Kabupaten/Kota akan dirangkum dalam tabel 5.22.
71
OUTPUT
INDIKATOR OUTPUT
RINCIAN
LOK
ASI
VOL
SATUAN
APBN
MURNI
PLN
APBD
PROV
SUMBER DANA
APBD KAB/
MASYA
KOTA
RAKAT
72
4
LAYANAN PERKANTORAN
Jumlah Bulan Layanan Perkantoran
1.a
Penyelenggaraan
operasional
&
pemeliharaan perkantoran
PERATURAN
PENGEMBANGAN
PERMUKIMAN
Jumlah NSPK Bid Penataan Bangunan dan
Lingkungan
2.a
Penyusunan NSPK, Legalisasi Draft
NSPK
PEMBINAAN PELAKSANAAN PENATAAN
BANGUNAN
DAN
LINGKUNGAN,
PENGELOLAAN GEDUNG DAN RUMAH
NEGARA
Jumlah
Laporan
Pembinaan
Penyelenggaraan
Bidang
Penataan
Bangunan dan Lingkungan
3.a
Bantek
dan
Pendampingan
penyusunan Ranperda BG
3.b
Fasilitasi penyusunan RTBL
3.c
Fasilitasi penyusunan Rencana Induk
Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)
3.d
Fasilitasi
penyusunan
Rencana
Tindak Penataan dan Revitalisasi
Kawasan
3.e
Fasilitasi Rencana Tindak Sistem
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
3.f
Fasilitasi
penyusunan
Rencana
Tindak Pengembangan Kawasan
Permukiman Tradisional Bersejarah
3.g
Fasilitasi Penguatan Kelembagaan
Penataan Bangunan dan Lingkungan
PENGAWASAN PELAKSANAAN PENATAAN
BANGUNAN DAN LINGKUNGAN, PENGELOLAAN GEDUNG DAN RUMAH NEGARA
Bln/Thn
NSPK
Laporan
Laporan
Laporan
Laporan
Laporan
Laporan
Laporan
SWAS
TA
CSR
TAHUN
3
4
K
E
T
N
O
73
7
OUTPUT
INDIKATOR OUTPUT
RINCIAN
Jumlah
Laporan
Pengawasan
Penyelenggaraan
Bidang
Penataan
Bangunan dan Lingkungan
4.a
Pemeriksaan
keandalan
bangunan gedung
BANGUNAN GEDUNG DAN FASILITASNYA
Pengembangan
Bangunan
Gedung
Negara/Bersejarah
5.a
Pengembangan
Bangunan
Gedung Negara dan Bersejarah
SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN
PERMUKIMAN
Jumlah kawasan yang Tertata Bangunan
dan Lingkungannya
6.a
Pengembangan
Sarana
dan
Prasarana
untuk
Proteksi
kebakaran
6.b
Pengembangan
Sarana
dan
Prasarana untuk Aksesibilitas BG
6.c
Sarana
dan
Prasarana
Revitalisasi Kawasan
6.d
Sarana dan Prasarana Ruang
Terbuka Hijau
6.e
Sarana dan Prasarana pada
Pemukiman
Tradisional
dan
Bersejarah
6.f
Pengembangan
Sarana
dan
Prasarana
untuk
Proteksi
kebakaran
6.g
Pengembangan PIP2B
KESWADAYAAN/PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT (P2KP)
Jumlah Kel/Desa
yang
Mendapatkan
Pendampingan
Pemberdayaan
Sosial
(P2KP/PNPM)
7.a
Pendampingan
Pemberdayaan
Sosial (P2KP/PNPM)
TOTAL
LOK
ASI
VOL
SATUAN
Laporan
Gedung
Kab/Kota
Kab/Kota
Kawasan
Kab/Kota
Kawasan
Kab/Kota
Provinsi
Kel/desa
APBN
MURNI
PLN
APBD
PROV
SUMBER DANA
APBD KAB/
MASYA
KOTA
RAKAT
SWAS
TA
CSR
TAHUN
3
4
K
E
T
5.3
5.3.1
v)
untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik
daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada
masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui
Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan
perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan
perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit
produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM
bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak
penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau
bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang
dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna
memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta
Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan
serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun
fungsinya antara lain mencakup:
Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air
minum;
Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem
penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan
sosial;
Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan
dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
75
5.3.2
A.
Isu Strategis Pengembangan SPAM
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia
untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui
serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum
khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum
2. Pengembangan Pendanaan
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan
5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum
6. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat
7. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis
dan Penerapan Inovasi Teknologi
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah
masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan
infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan
penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Program Investasi Jangka
Menengah (RPIJM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita
pembangunan nasional.
B.
Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota secara umum adalah:
i. Aspek Teknis
Berisi hal-hal yang berkaitan dengan jenis dan jumlah sistem jaringan yang terdapat
di dalam kota/kabupaten, tingkat pelayanan, sumber air baku yang digunakan, serta
kondisi pelanggan, sistem pengolahan air, dan jam pelayanan. Di dalam aspek
teknis ini perlu juga dimunculkan besarnya unit konsumsi air minum (liter/orang/hari)
untuk jaringan perpipaan dan bukan perpipaan
ii. Aspek Pendanaan
Berisi uraian umum pembiayaan pengelolaan air minum baik sistem jaringan
perpipaan maupun jaringan bukan perpipaan, kemampuan masyarakat dalam
pembiayaan air minum, pencapaian target pembayaran rekening air, prosentase
besaran tunggakan rekening. Disebutkan pula tarif dasar air dan harga dasar air
serta struktur pelanggan.
76
iii. Kelembagaan
Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelola sistem
penyediaan air minum baik jaringan perpipaan maupun non perpipaan
Yang perlu disampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM adalah:
1. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan perpipaan
maupun bukan perpipaan;
2. Sumber daya manusia penyelenggara SPAM;
3. Rencana Kerja Kelembagaan; dan
4. Monitoring dan Evaluasi Pengkajian Kelembagaan SPAM.
iv.
Peraturan Perundangan
Berisi peraturan-perundangan (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur PDAM
dll) yang berkaitan dengan pengelolaan air minum di kota/kabupaten serta
permasalahan terkait dengan pelaksanaan/implementasi peraturan/perundangan
tersebut.
v.
77
Daerah Pelayanan
Sistem Jaringan
1. Perkotaan
a. MBR
b. IKK
c. ... dst
2. Perdesaan
78
WP
Luas WP
Jmlh Pddk
WP
Tingkat Pelayanan
Jmlh Pddk
Terlayani
% Pddk
% Wilayah
Sumber Air
Lokasi
Debit
Ket.
C.
Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM
i. Permasalahan Pengembangan SPAM
Pada bagian ini, perlu dijabarkan digambarkan permasalahan pengembangan
SPAM sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Adapun beberapa
permasalahan pengembangan SPAM pada tingkat nasional antara lain:
1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan
belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk
b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan
pembinaan.
c) Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air
pada jaringan distribusi umumnya masih rendah.
d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus
membayar lebih mahal.
e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum
masyarakat belum memadai.
f) Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum,
namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.
g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan buruknya
akses air minum yang aman.
2) Pendanaan
a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan
untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan.
b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari
pinjaman luar negeri.
c) Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam
pengembangan SPAM masih rendah.
3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan
a) Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM.
b) Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara
SPAM (PDAM).
c) Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong pemekaran
badan pengelola SPAM di daerah.
4) Air Baku
a) Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas.
b) Kualitas sumber air baku semakin menurun.
79
80
No.
A.
1.
2.
3.
No.
81
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
No.
C.
No.
D.
Tabel 5.27 Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Peran Serta Masyarakat
Tindakan
Permasalahan Yang
Aspek Pengelolaan Air Minum
Dihadapi
Yang Sudah Dilakukan
Yang Sedang Dilakukan
Peran serta Masyarakat
- Penyuluhan
- Kemampuan membayar retribusi
- Kemauan berpartisipasi
Tabel 5.28 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah
Pengembangan SPAM Aspek Kelembagaan
Alternatif-1
Alternatif-2
Alternatif-3
No.
Parameter Yang
Diperbandingkan
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
82
A.
1.
2.
3.
Kelembagaan
Organisasi SPAM
Tata Laksana (SOP,
Koordinasi, dll)
SDM
Keterangan:
Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan.
Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan.
Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.
Tabel 5.29 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah
Pengembangan SPAM Aspek Teknis
Alternatif-1
Alternatif-2
Alternatif-3
No.
Parameter Yang
Diperbandingkan
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
B.
a)
1.
2.
3.
Teknis Operasional:
Pembangunan baru:
Sumber Air Baku
Bangunan Intake
IPA
Reservoir dan Pompa
Distribusi
Jaringan Transmisi
Jaringan Distribusi
Sambungan Rumah
Meter Pelanggan
Rehabilitasi dan
Peningkatan Kapasitas:
Sumber Air Baku
Bangunan Intake
IPA
Reservoir dan Pompa
Distribusi
Jaringan Transmisi
Jaringan Distribusi
Sambungan Rumah
Meter Pelanggan
Operasi dan
Pemeliharaan
4.
5.
6.
7.
8.
83
b)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
c)
Keterangan:
Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan.
Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan.
Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.
Tabel 5.30 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah
Pengembangan SPAM Aspek Pembiayaan
Alternatif-1
Alternatif-2
Alternatif-3
No.
Parameter Yang
Diperbandingkan
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
Teknis
Manfaat
Biaya
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
C.
Pembiayaan:
- Sumber pembiayaan
- Tarif Retribusi
Keterangan:
- Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan.
- Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan.
- Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.
Tabel 5.31 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah
Pengembangan SPAM Aspek Peran Serta Masyarakat
No.
84
(1)
D.
Parameter Yang
Diperbandingkan
Teknis
(2)
(3)
Alternatif-1
Manfaat
(4)
Biaya
Teknis
Alternatif-2
Manfaat
Biaya
Teknis
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Alternatif-3
Manfaat
Peran serta
Masyarakat
- Penyuluhan
- Kemampuan
membayar retribusi
- Kemauan
berpartisipasi
Keterangan:
Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan.
Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan.
Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.
(10)
Biaya
(11)
Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara kondisi
yang ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada kurun waktu tertentu. Kondisi
pelayanan air minum secara nasional sebesar 47, 71%, dilihat dari proporsi penduduk
85
terhadap sumber air minum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di
perkotaan dan 45,72 di perdesaan. Setiap kabupaten/kota perlu melakukan analisis
kebutuhan sistem penyediaan air minum di masing-masing kabupaten/kota sesuai
dengan arahan dibawah ini.
A.
Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten/Kota
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Penyediaan Air
Minum, baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan adalah menguraikan faktorfaktor yang mempengaruhi sistem penyediaan air minum. Melakukan analisis atas
dasar besarnya kebutuhan penyediaan air minum, baik itu untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota
(development need). Pada bagian ini sudah harus diuraikan penetapan
kawasan/daerah yang memerlukan penanganan dari komponen penyediaan air minum
baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan, serta diperlihatkan arahan struktur
pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.
Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian analisis
diantaranya adalah analisis hasil survey kebutuhan nyata (real demand survey),
analisis kebutuhan dasar air minum, analisis kebutuhan program pengembangan,
analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi. Hasil analisis kebutuhan
dituangkan dalam tabel seperti dicontohkan 5.32 berikut ini.
No.
Uraian
1.
Kebocoran (%)
b.
c.
2.
Kebocoran (%)
b.
c.
3.
4.
Kebocoran (%)
b.
c.
86
II
III
IV
Tahun
V
KET.
No.
5.
Uraian
Kondisi
Eksisting
Kebutuhan
Tahun
I
Tahun
II
Tahun
III
Tahun
IV
Tahun
V
KET.
Jumlah Pelanggan
a.
b.
c.
d.
a.
b.
Sambungan Langsung, SL
Sambungan Umum, SU
c.
Non Domestic
Kebutuhan Air
a.
b.
c.
6.
7.
8.
9.
10.
B.
Kebutuhan Pengembangan SPAM Daerah
Berikut ini adalah kebutuhan Pengembangan SPAM yang mengacu dari Renstra DJCK
tahun 2010-2014 khususnya dalam Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan,
Pengembangan Sumber Pembiayaan Dan Pola Investasi, Dan Penyelenggaraan Serta
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Setiap kabupaten/kota perlu menggambarkan realisasi dan target pengembangan
sistem penyediaan air minum di masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan tabel
5.33 dibawah ini.
87
OUTPUT
Layanan Perkantoran
4
5
6.
SATUAN
7.
SPAM Regional
8.
9.
10.
SPAM Perdesaan
a. PS Air Minum Perdesaan
b. Pro Rakyat PDT
11.
88
Tahun
I
Tahun
II
Tahun
III
Tahun
IV
Tahun
V
5.3.4
Wilayah
Administrasi
Kab/Kota
Wilayah Pelayanan
Satu Wilayah
Lintas Kab./Kota
Penyusun
Pemda
Penyelenggara di
Kab./Kota
Penyelenggara
Regional
Acuan
RTRW
Penetapan
Bupati/
Walikota
Bupati/ Walikota
Gubernur setelah
berkonsultasi dengan
Bupati/Walikota Terkait.
Konsultasi
Publik
Pemda
Penyelenggara
dengan Fasilitasi
dari Pemda
Penyelenggara dengan
fasilitasi dari Pemda
terkait dan Gubernur
Pelaksanaan
Penyusunan
Penyedia
Jasa/ Sendiri
Penyedia Jasa/
Sendiri
5.3.4.2.
Lintas Provinsi
Penyelenggara Regional
RTRW Provinsi, RTRW &
RISPAM Kab./Kota
Terkait
Menteri setelah
berkonsultasi dengan
Gubernur dan
Bupati/Walikota Terkait.
Penyelenggara dengan
fasilitasi dari Pemda
terkait, Gubernur, dan
menteri.
Penyedia Jasa/ Sendiri
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Air Baku
Unit Produksi
KOTA
APBN
IKK
APBN
APBN
APBN
APBN
APBN
Catatan:
Semua sistem yang sudah ada (sudah jadi) di kelola oleh Pemda/PDAM/Masyarakat;
Keikutsertaan Pemda/PDAM/Masyarakat dalam proses pembangunan adalah keharusan;
HU = Hidran Umum;
SR = Sambungan rumah;
MBR = Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
91
92
5.3.5.
A.
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM
Usulan dan prioritas program komponen Pengembangan SPAM disusun berdasarkan
paket-paket fungsional dan sesuai kebijakan prioritas program seperti pada RPJM.
Penyusunan tersebut memperhatikan kebutuhan air minum berkaitan dengan
pengembangan atau pembangunan sektor dan kawasan unggulan. Dengan demikian
usulan sudah mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pembangunan
ekonomi.
Usulan program yang diajukan perlu dievaluasi kesesuaiannya dengan hasil analisis
dan identifikasi yang telah dilakukan. Selain itu, perlu juga dicek keterpaduan dengan
sektor-sektor lainnya. Usulan program harus dapat mencerminkan besaran dan
prioritas program, dan manfaatnya ditinjau dari segi fungsi, kondisi fisik, dan non-fisik
93
94
Tabel 5.36 Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM
OUTPUT
N
O
SUMBER DANA
INDIKATOR OUTPUT
LOK
VOL SATUAN
ASI
RINCIAN
1
95
4
APBN
MU
PLN
RNI
8
APBD
MASY
APBD
SWAS
KAB/
ARAK
PROV
TA
KOTA
AT
10
11
12
KET
.
TAHUN
13
CS
R
14
15
16
17
18
19
20
KEGIATAN: PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, PENGEMBANGAN SUMBER PEMBIAYAAN DAN POLA INVESTASI, DAN PENYELENGGARAAN
SERTA PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
LAYANAN PERKANTORAN
Jumlah Bulan Layanan Perkantoran
xxx
Bln/Thn
PERATURAN PENGEMBANGAN SISTEM AIR MINUM
Jumlah NSPK Nasional Bid
xxx
NSPK
LAPORAN
PEMBINAAN
PELAKSANAAN
PENGEMBANGAN SPAM
Jumlah
Laporan
Pembinaan
Penyelenggaraan
xxx
Laporan
LAPORAN
PENGAWASAN
PELAKSANAAN
PENGEMBANGAN SPAM
Jumlah
Laporan
Pengawasan
Penyelenggaraan Bidang
4.a
Pengawasan dan pengendalian
Laporan
PERCONTOHAN RE-USE DAN DAUR ULANG AIR MINUM
Jumlah Kawasan Yang Ditangani ..
5.a
Kampanye hemat air
Kawasan
5.b
Aktivitas reuse dan daur ulang air
Kawasan
PENYELENGGARAAN SPAM TERFASILITASI
Jumlah PDAM yang Terlayani
6.a
PDAM
yang
memperoleh
Laporan
pembinaan
6.b.
Pengelola air minum non PDAM
Laporan
yang memperoleh pembinaan
6.c.
Laporan pra-studi kelayakan KPS
Laporan
6.d.
PDAM
terfasilitasi
untuk
Laporan
mendapatkan pinjaman Bank
OUTPUT
N
O
SUMBER DANA
LOK
VOL SATUAN
ASI
INDIKATOR OUTPUT
RINCIAN
6.e.
Studi Alternatif Pembiayaan
SPAM REGIONAL
Jumlah Kab/kota yang Terlayani
Laporan
Region
Kawasan
Kawasan
6.b.
10
96
11
Pelabuhan perikanan
Rakyat KKP
TOTAL
dan
Pro
Desa
Desa
Kawasan
Kawasan
Kawasan
APBN
MU
PLN
RNI
8
APBD
MASY
APBD
SWAS
KAB/
ARAK
PROV
TA
KOTA
AT
10
11
12
KET
.
TAHUN
13
CS
R
14
15
16
17
18
19
20
5.4
Mengacu pada Permen PU Nomor. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian
Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok
Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang kebijakan, pengaturan, perencanaan,
pembinaan, pengawasan, pengembangan dan standardisasi teknis di bidang air
limbah, drainase dan persampahan permukiman.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 656, Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah, drainase dan
persampahan;
b. pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air limbah,
drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana alam dan
kerusuhan sosial;
c. pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan;
d. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan
dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase dan persampahan; dan
e. pelaksanaan tata usaha direktorat.
5.4.1.
Air Limbah
5.4.1.1
97
3.
4.
5.
RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, SPPIP, SSK dan dokumen
lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan air limbah sesuai
dengan karakteristik di masing-masing Kabupaten/Kota.
Tujuan dari bagian ini adalah:
Teridentifikasinya rumusan isu strategis pengelolaan air limbah di Kabupaten/Kota;
tereviewnya isu strategis pengembangan air limbah dari dokumen terkait.
Berikut adalah isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah permukiman di
Indonesia antara lain:
1. Akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman
Sampai saat ini walaupun akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar
mencapai 90,5% di perkotaan dan di pedesaan mencapai 67% (Susenas 2007)
tetapi sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat tersebut belum
memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Sedangkan akses layanan air limbah
dengan sistem terpusat baru mencapai 2,33% di 11 kota (Susenas 2007 dalam
KSNP Air Limbah).
2. Peran Masyarakat
Peran masyarakat berupa rendahnya kesadaran masyakat dan belum
diberdayakannya potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan air
limbah serta terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air
limbah permukiman berbasis masyarakat.
3. Peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan meliputi lemahnya penegakan hukum dan belum
memadainya perangkat peraturan perundangan yang dibutuhkan dalam sistem
pengelolaan air limbah permukiman serta belum lengkapnya NSPM dan SPM
pelayanan air limbah.
4. Kelembagaan
Kelembagaan meliputi kapasitas SDM yang masih rendah, kurang koordinasi antar
instansi dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah, belum terpisahnya fungsi
regulator dan operator, serta lemahnya fungsi lembaga bidang air limbah.
5. Pendanaan
Pendanaan terutama berkaitan dengan terbatasnya sumber pendanaan
pemerintah dan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah yang merupakan
akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah. Selain
itu adalah rendahnya tarif pelayanan air limbah sehingga berakibat pihak swasta
kurang tertarik untuk melakukan investasi di bidang air limbah.
99
Setiap Kabupaten/Kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masingmasing. Isu strategis dalam pengembangan air limbah menjadi dasar dalam
pengembangan infrastrukturair limbah dan akan menjadi landasan penyusunan
program dan kegiatan dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM)
yang lebih berpihak kepada pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat
pencapaian cita-cita pembangunan nasional.
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Air Limbah Permukiman
Setiap Kab/Kota wajib menyajikan gambaran secara umum kondisi eksisting sistem
pengelolaan air limbah yang ada saat ini di Kabupaten/Kota masing-masing baik pada
aspek teknis maupun pada aspek non teknis pendukung. Untuk menggambarkan
kondisi eksisting pengembangan air limbah yang telah dilakukan pemerintah
Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal berikut ini:
a. Aspek teknis
Berisi hal-hal yang berkaitan dengan prasarana dan sarana air limbah yang
mencakup:
1. Sistem prasarana dan sarana air limbah (sistem setempat/on-site, sistem
terpusat/off-site);
2. jumlah, masalah, dan kondisi prasarana dan sarana air limbah;
3. tingkat pelayanan prasarana dan sarana air limbah.
Kondisi eksisiting pengembangan air limbah secara teknis dapat ditampilkan
sebagaimana dicontohkan pada tabel-tabel berikut:
Prasarana
dan Sarana
Truk Tinja
IPLT
IPAL
Dst.
Keterangan
Kondisi
Kecamatan
Pengumpulan
Jamban
Keluarga
MCK
Pengolahan
Lainnya
1.
2.
dst
100
Septik
tank
Cubluk
Lainnya
No.
1.
2.
Tabel 5.41 Parameter Teknis Wilayah
No.
Uraian
Besaran
Karakteristik Fisik Kota
1.
Jumlah Penduduk
.. Jiwa
Tingkat Kepadatan
- Sangat
Tinggi
(>400 jiwa/hektar)
- Tinggi
(300-400 . Ha
jiwa/hektar)
- Sedang (200-300 . Ha
jiwa/hektar)
- Rendah
(<200 . Ha
jiwa/hektar)
2.
Tipe Bangunan Rumah
Tangga
- Permanen
.%KK atau
unit
- Semi Permanen
.%KK atau
unit
- Tidak Permanen
.%KK atau
unit
3.
Badan Air
- Nama Sungai
- Peruntukan
- Tidak Permanen
- Debit
.Liter/detik
- kualitas
.BOD Mg/liter
.COD Mg/liter
101
Keterangan
b. Pendanaan
Menguraikan kemampuan masyarakat/Pemda/Swasta dalam membiayai
penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana air limbah
seperti pembiayaan pembangunan sarana individual, pengurasan tanki septik,
retribusi air limbah sistem komunal dan tempat-tempat umum, serta anggaran
Pemda (APBD) untuk pengelolaan air limbah permukiman.
c. Kelembagaan
Menguraikan organisasi pengelolaan air limbah yang mencakup bentuk organisasi
(lampirkan struktur organisasi), uraian tugas, tata laksana kerja, dan sumber daya
manusia yang dimiliki. Uraian tersebut harus mencerminkan kemampuan
organisasi pengelola air limbah saat ini.
d. Peraturan Perundangan
Berisi peraturan perundangan terkait pengelolaan air limbah permukiman yang
dimiliki saat ini oleh masing-masing Kabupaten/Kota misalnya terkait tentang
Struktur Organisasi dan Tupoksi pengelola air limbah, retribusi, dll (perda, SK
walikota/kabupaten, SK Direktur).
e. Peran Serta Swasta dan Masyarakat
Menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan air limbah
serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di dalam masyarakat
Kota/Kabupaten yang meliputi kesediaan masyarakat membayar retribusi,
penerimaan masyarakat terhadap aturan terkait pengelolaan air limbah, perilaku
masyarakat dalam BAB, kegiatan-kegiatan apa yang telah dilakukan dalam
mendorong peran serta masyarakat misalnya saja kegiatan kampanye dan
edukasi terkait pengelolaan air limbah baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
setempat/swasta, maupun peran masyarakat dan swasta dalam pembangunan
prasarana dan sarana air limbah serta operasi dan pemeliharaan sarana dan
prasarana yang ada.
C. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Air Limbah
i. Identifikasi Permasalahan Air Limbah
Setiap Kab/Kota wajib menguraikan besaran masalah yang dihadapi di Kab./Kota
masing-masing dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran
yang ingin dicapai, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan kebutuhan
pengembangan (development need) yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan dan
kelembagaan. Selain itu, dilakukan inventarisasi persoalan setiap masalah yang
sudah dirumuskan dengan mempertimbangkan tipologi serta parameter-parameter
teknis yang ada di kawasan tersebut.
102
Permasalahan
Yang Dihadapi
Tindakan
Yang Sudah
Dilakukan
Yang Sedang
Dilakukan
Kelembagaan:
Bentuk Organisasi
Tata Laksana (Tupoksi, SOP,dll)
Kualitas dan Kuantitas SDM
Perundangan terkait sektor air limbah
(Perda, Pergub, Perwali,dst)
Pembiayaan:
Sumber-sumber pembiayaan (APBD
Prov/Kabkota/swasta/masyarakat/dll)
Retribusi
Peran serta Masyarakat dan swasta
B.
C.
D.
Aspek Teknis
No.
E.
1.
2.
Permasalahan
Yang Dihadapi
Teknis Operasional:
Sistem On-Site Sanitation:
- MCK
- Jamban keluarga/cubluk/septik tank
- Septik tank komunal
- PS sanitasi berbasis masyarakat
- Truk tinja
- IPLT
Sistem Off Site Sanitation:
- Sambungan rumah
- Sistem jaringan pengumpul
- Sistem sanitasi berbasis masyarakat
- IPAL
103
Tindakan
Yang Sudah
Dilakukan
Yang Sedang
Dilakukan
104
Batas Waktu
Pencapaian
60%
2014
Dinas yg
membidangi
PU
5%
2014
Dinas yg
membidangi
PU
Indikator
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
(Sanitasi
Lingkungan
dan
Persampahan)
Air
Limbah
Permukiman
Ket
105
Kondisi
Eksisting
Uraian
Tahun
I
Kebutuhan
Tahun Tahun Tahun
II
III
IV
Tahun
V
Ket.
Tahun
I
Kebutuhan
Tahun Tahun Tahun
II
III
IV
Tahun
V
Ket.
No.
A.
Uraian
Sistem setempat (on site)
- Ketersediaan dan kondisi IPLT
- Kapasitas IPLT
- Tingkat cakupan Pelayanan IPLT
- Ketersediaan dan kondisi Truk
tinja
- Biaya O&P
- Kualitas efluen IPLT (BOD dan
COD)
- Ketersediaan Sistem pengolahan
air limbah skala kecil/kawasan/
komunitas
Kondisi
Eksisting
(ada/tidak,
baik/rusak)
3
.M
(% dari target)
(.unit,
baik/rusak)
.Mg/liter
.Mg/liter
(.unit,
baik/rusak)
106
No.
B.
Uraian
Sistem Terpusat (off site)
- Ketersediaan dan kondisi IPAL
- Kapasitas IPAL
- Tingkat cakupan Pelayanan IPAL
- Biaya O&P
- Kualitas efluen IPAL (BOD dan
COD)
Kondisi
Eksisting
Tahun
I
Kebutuhan
Tahun Tahun Tahun
II
III
IV
Tahun
V
(ada/tidak,
baik/rusak)
3
.M
(% dari target)
.Mg/liter
.Mg/liter
107
Ket.
Kriteria Kesiapan:
Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim
surat minat untuk mengikuti PPSP;
tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah
dibebaskan);
sudah terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang
(non Sanitasi Berbasis Masyarakat), termasuk draft dokumen RKM untuk
kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat ;
sudah ada MoU antara Pengembang dan pemerintah kab./kota (IPAL RSH);
sudah terdapat institusi yang nantinya menerima dan mengelola prasarana
yang dibangun;
pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan
pemeliharaan.
Skema Kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Setempat (onsite) dan Komunal
Skema Kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Setempat (on-site)
dan Komunal dipaparkan pada gambar 5.4
108
Gambar 5.4 menunjukan pembagian peran antara pemerintah pusat dan pemerintah
kabupaten/kota dalam pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah sistem
setempat (on-site). Peran pemerintah pusat adalah membantu pendanaan fasilitator
dan konstruksi PS air limbah skala kawasan, serta membangun IPLT. Pemerintah
daerah mempunyai peran dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan
pemeliharaan, serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi.
B. Pembangunan Prasarana Air Limbah Terpusat (off-site)
Kriteria kegiatan infrastruktur air limbah sistem terpusat (off-site) skala kota adalah:
Kriteria Lokasi:
Kota yang telah mempunyai infrastruktur air limbah sistem terpusat (sewerage
system) seperti Medan, Parapat, Batam, Cirebon, Manado, Tangerang, Jakarta,
Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Denpasar, Balikpapan dan Banjarmasin;
kota yang telah menyusun Master Plan Air Limbah serta DED untuk tahun
pertama, yang terdiri dari 8 kota yaitu Bandar Lampung, Batam, Bogor, Cimahi,
Palembang, Makassar, Surabaya dan Pekanbaru;
sasaran kota (pusat kota) besar/metropolitan dengan penduduk > 1 juta jiwa.
Lingkup Kegiatan:
Rehabilitasi unit IPAL dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan
atau meningkatkan kinerja pelayanan;
pengadaan/pemasangan pipa utama (main trunk sewer) dan pipa utama
sekunder (secondary main trunk sewer) yaitu pengembangan jaringan
perpipaan untuk mendukung perluasan kemampuan pelayanannya dalam
rangka pemanfaatan kapasitas idle;
TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan
operator IPAL;
sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPAL;
produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;
penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan
masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
Kriteria Kesiapan:
Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim
surat minat untuk mengikuti PPSP;
tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah
dibebaskan), dan lahan disediakan oleh Pemda (6000 m);
terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang;
sudah ada institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang dibangun;
pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk pembangunan pipa
lateral & sambungan rumah dan biaya operasi dan pemeliharaan.
109
Gambar 5.5 Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat/Off Site (skala kota)
Persampahan
110
2.
3.
4.
5.
6.
A.
Isu Strategis Pengembangan Persampahan
Untuk merumuskan isu strategis ini, perlu dilakukan identifikasi data dan informasi dari
dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan
permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, MDGs,
RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, Dokumen SPPIP, Rencana Induk
Persampahan dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis
pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota.
Berikut adalah isu-isu strategis dan permasalahan dalam pengelolaan persampahan di
Indonesia antara lain:
112
1.
2.
3.
4.
5.
113
Setiap kabupaten/kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masingmasing karena isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur,
prasarana dan sarana, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan
kegiatan dalam Rencanan Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM).
B.
Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan
Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan persampahan yang telah
dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal berikut ini:
a.
Aspek teknis
Menguraikan sistem pengelolaan persampahan aspek teknis saat ini yang
dilaksanakan oleh masyarakat (individu/komunal), pemerintah/dinas dan swasta,
meliputi hal-hal berikut:
1) Teknik Operasional pengelolaan persampahan:
- Sumber sampah yang dihasilkan dan ditangani (m3/hari);
- Jumlah sampah terkumpul, terangkut dan terolah sd TPA (m3/hari);
- Cakupan pelayanan (ha).
2) Daerah Pelayanan dan Kondisi Spesifiknya (fisik dan sosial);
3) Upaya pengurangan sampah di sumber melalui kegiatan 3R (reduce,
reuse, recycle);
4) Kapasitas kerja dan efisiensi pemanfaatan;
5) Dampak negatif yang terjadi akibat sistem pengelolaan persampahan yang
ada;
6) Pola Penanganan (Pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan,
pengolahan, pembuangan akhir);
7) Rentang tanggung jawab instansi terkait dalam teknik operasional.
Kondisi eksisting pengembangan persampahan sebagaimana diuraikan di atas
dapat ditampilkan dalam tabel-tabel berikut ini:
Tabel 5.45 Contoh Teknis Operasional Pelayanan Persampahan Saat Ini
No.
Uraian
Volume
Ket.
1.
Cakupan pelayanan
. %
3
2.
Perkiraan timbulan sampah ...M /hari
3.
Timbulan sampah yang
terangkut:
3
...M /hari
Permukiman
3
...M /hari
Non Permukiman
3
...M /hari
Total
3
4.
Kapasitas Pelayanan TPA
...M /hari
114
115
Kapasitas
Satuan
per unit
Juml
ah
Lokasi
Layanan
Pengadaan
Tahun
Sumber
Dana
Jumlah
Biaya
Kon
disi
Ket.
Sistem
Pengelolaan/
Sub Sistem
Kapasitas
Satuan
per unit
Juml
ah
Lokasi
Layanan
116
Pengadaan
Tahun
Sumber
Dana
Jumlah
Biaya
Kon
disi
Ket.
Sistem
Pengelolaan/
Sub Sistem
Kapasitas
Satuan
per unit
Juml
ah
Lokasi
Layanan
117
Pengadaan
Tahun
Sumber
Dana
Jumlah
Biaya
Kon
disi
Ket.
Sistem
Pengelolaan/
Sub Sistem
118
e. Perpipaan
gas
metan
f. Sumur monitoring
g. Drainase air hujan
3. Sarana
penunjang
a. Jalan masuk
b. Kantor
c. Pos jaga
d. Bengkel, garasi,
cuci kendaraan
e. Jembatan
timbang
Kapasitas
Satuan
per unit
Juml
ah
Lokasi
Layanan
Pengadaan
Tahun
Sumber
Dana
Jumlah
Biaya
Kon
disi
Ket.
b.
c.
d.
Pendanaan
Menguraikan kemampuan masyarakat/Pemda/Swasta dalam membiayai
penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan
seperti pembiayaan pembangunan sarana individual, retribusi persampahan serta
anggaran pemerintah kota/kabupaten untuk pengelolaan persampahan. Dalam
aspek pendanaan perlu juga diuraikan tentang;
1) Sumber Pendapatan (Pemda, Retribusi);
2) Struktur biaya operasional;
o Pengumpulan dan penyampuran;
o Penampungan sementara;
o Pengangkutan;
o Pembuangan akhir.
3) Struktur tarif retribusi;
o Kondisi dan kemampuan daerah;
o Kemampuan masyarakat;
o Institusi yang mengelola retribusi.
Kelembagaan
Menguraikan organisasi pengelolaan persampahan yang mencakup bentuk
organisasi (lampirkan struktur organisasi), uraian tugas, tata laksana kerja, serta
kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang dimiliki. Uraian tersebut harus
mencerminkan kemampuan organisasi pengelola persampahan saat ini.
Termasuk juga informasi tentang:
1) Pelaksanaan penanganan sampah skala sumber, kawasan, kota/kabupaten
dan regional;
2) pemisahan fungsi regulator dan operator pengelolaan persampahan
Kabupaten/Kota.
Peraturan Perundangan
Menguraikan peraturan-peraturan yang sudah ada saat ini yang terkait dengan
pengelolaan persampahan (tingkat propinsi dan kabupaten/kota), diantaranya:
1) Peraturan perundangan tentang kebersihan;
2) Peraturan
perundangan
tentang
Pembentukan
badan
pengelola
persampahan skala kota/kabupaten;
3) Peraturan perundangan tentang retribusi (struktur tarif, prosedur dan
kewajiban pelanggan);
4) Peraturan perundangan tentang kerjasama pengelolaan persampahan skala
regional dengan pemerintah kota/kabupaten lain;
5) Peraturan perundangan tentang kerjasama pengelolaan persampahan skala
kawasan dengan badan usaha swasta;
119
e.
120
B.
C.
D.
Permasalah
Yang
Dihadapi
Tindakan
Yang Sudah
Dilakukan
Yang Sedang
Dilakukan
Kelembagaan:
Bentuk Organisasi Pengelola
Tata Laksana (Tupoksi, SOP, Dll)
Kuantitas dan Kualitas SDM
Pembiayaan:
- Sumber-sumber pembiayaan (APBD
Prov/Kab,kota/swasta/masyarakat/dll)
- Retribusi
Perundangan:
(Perda, Pergub, Perwali,dst)
Peran serta Masyarakat dan swasta
Aspek Teknis
No.
E.
Permasalah
Yang
Dihadapi
Tindakan
Yang Sudah
Dilakukan
Yang Sedang
Dilakukan
Teknis Operasional:
1. Dokumen perencanaan (MP, FS,
DED)
2. Pewadahan
3. Pengumpulan
4. Penampungan Sementara
5. Pengangkutan
6. Pengolahan 3R
7. Pengelolaan Akhir di TPA
8. Pengendalian pencemaran di TPA
9. Sarana penunjang TPA
121
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
(Sanitasi
Lingkungan &
Persampahan)
Pengelolaan
sampah
Tersedianya fasilitas
pengurangan sampah
di perkotaan.
20%
2014
Dinas yg
membidangi
PU
Tersedianya sistem
penanganan sampah
di perkotaan.
70%
2014
Dinas yg
membidangi
PU
122
123
II
III
IV
Ket.
Aspek teknis
No.
1.
2.
Uraian
Kebutuhan
Kondisi
Eksisting
Tahun
I
Teknis Operasional
Perencanaan
(dokumen
MP, FS, DED)
Prasarana dan sarana
Pewadahan
a. Bin/Tong Sampah
Pengumpulan
a. Gerobak sampah
b. Becak sampah
c. Lainnya
Penampungan Sementara
a. Transfer depo
b. Container
c. lainnya
Pengangkutan
a. Dump Truck
b. Arm Roll Truck
c. Lainnya
Pengolahan
a. Pengomposan
b. Daur ulang
c. Lainnya
TPA
1. Pemerosesan Akhir
a. Alat berat
(excavator, dll)
b. Lahan TPA
2. Fasilitas umum
a. Jalan masuk
b. Air bersih
c. Kantor
3. Pengendalian
pencemaran di TPA
a. Lapisan kedap air
b. Perpipaan
pengumpul lindi
c. Instalasi
pengolahan lindi
(unit,kondisi)
(unit,kondisi)
(unit,kondisi)
(unit,kondisi)
(unit,kondisi)
(unit,kondisi)
..........ha
(baik,rusak,
aspal,tanah, dll)
(tersedia/tidak)
(ada/tidak,
kondisi)
124
Tahun
II
Tahun
III
Tahun
IV
Tahun
V
Ket.
No.
Uraian
Kebutuhan
Kondisi
Eksisting
Tahun
I
Tahun
II
Tahun
III
Tahun
IV
Tahun
V
d. Buffer zone
e. Perpipaan gas
metan
f. Sumur monitoring
g. Drainase air hujan
4. Sarana
penunjang
a. Jalan operasi
b. Pos jaga
c. Bengkel, garasi,
tempat cuci
kendaraan
d. Jembatan timbang
e. Tanah penutup
125
Ket.
126
Lingkup Kegiatan:
Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat (sebagai pengelola),
penyusunan rencana kegiatan;
Pembangunan hanggar, pengadaan alat pengumpul sampah, alat komposting;
Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R dapat difungsikan sebagai pusat
pengolahan sampah tingkat kawasan, daur ulang atau penanganan sampah
lainnya dari kawasan yang bersangkutan;
TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan
KSM dan pemberdayaan masyarakat;
Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM TPS 3R;
Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;
Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan
masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
Kriteria Kesiapan:
Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim
surat minat untuk mengikuti PPSP;
Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah
dibebaskan);
Penanganan secara komunal yang melayani sebagian/seluruh sumber sampah
yang ada di dalam kawasan;
Mendorong peningkatan upaya minimalisasi sampah untuk mengurangi beban
sampah yang akan diangkut ke TPA;
Pengoperasian dan pemilahan sistem ini dibiayai dan dilaksanakan oleh
kelompok masyarakat di kawasan itu sendiri;
Pemerintah Kabupaten/Kota akan melakukan penyuluhan kepada masyarakat.
Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Pengelolaan Persampahan
Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Pengelolaan Persampahan dipaparkan pada
gambar 5.6 berikut.
127
Drainase
128
1.
2.
3.
4.
129
130
4.
5.
6.
Setiap Kab./Kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masing-masing.
Isu strategis dalam pengembangan drainase perkotaan menjadi dasar dalam
pengembangan infrastruktur, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan
kegiatan dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang lebih
berpihak kepada pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat
pencapaian cita-cita pembangunan nasional.
131
B.
Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase
Kondisi umum pembangunan Drainase di Indonesia dapat diuraikan secara garis
besar adalah sebagai berikut:
a. Proporsi rumah tangga yang telah terlayani saluran drainase dengan kondisi
berfungsi baik/mengalir lancar mencapai 52,83%
b. Proporsi rumah tangga dengan kondisi saluran drainase mengalir lambat atau
tergenang mencapai 14,49%
c. Proporsi rumah tangga yang tidak memiliki saluran drainase 32,68%.
Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan drainase yang telah
dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal berikut ini:
a. Aspek teknis
Menguraikan dan melampirkan peta yang berisi kondisi jaringan drainase kota,
baik kondisi fisik, kapasitas saluran dan fungsinya. Diuraikan juga sejauh mana
sistem jaringan yang ada berfungsi dalam mengatasi masalah genangan/banjir
yang terjadi. Perlu juga digambarkan mengenai daerah dan tingkat pelayanan
sistem drainase yang ada dilihat dari cakupan daerah aliran sungai (DAS) dan
daerah tangkapan air hujan, serta perlu di jelaskan daerah rawan genangan di
Kota/Kabupaten masing-masing.
Pada aspek teknis ini perlu ditampilkan:
1. Gambar peta genangan Kabupaten/Kota.
2. Gambar peta jaringan sistem drainase (klasifikasi sistem drainase primer dan
sekunder termasuk jaringan jalan kota).
Kondisi eksisiting pengembangan drainase sebagaimana diuraikan di atas dapat
ditampilkan dalam tabel 5.50 sebagaimana dicontohkan berikut ini:
Tabel 5.50 Contoh Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase
No.
Nama
Jalan/Lokasi
Saluran
1.
2.
3.
Saluran A
Saluran B
Saluran C
Panjang
(m)
Dimensi
Tinggi
(m)
Lebar
(m)
Luas
Catchment
Area (Ha)
132
Konstruksi
Saluran
Pengadaan
Kondisi
Tahun
Sumber
Dana
Jumlah
Biaya
Ket.
b. Pendanaan
Menguraikan
kemampuan
masyarakat/Pemda/Swasta
dalam
membiayai
penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase
perkotaan seperti pembiayaan pembangunan serta anggaran Pemda (APBD) untuk
O&P sarana prasarana yang ada.
c. Kelembagaan
Menguraikan organisasi pengelolaan drainase perkotaan yang mencakup bentuk
organisasi (lampirkan struktur organisasi), uraian tugas, tata laksana kerja, dan
sumber daya manusia yang dimiliki. Uraian tersebut harus mencerminkan
kemampuan organisasi pengelola drainase perkotaan saat ini.
d. Peraturan Perundangan
Berisi peraturan perundangan terkait pengelolaan sistem drainase perkotaan yang
dimiliki saat ini oleh masing-masing Kabupaten/Kota misalnya terkait tentang
Struktur Organisasi dan Tupoksi pengelola, perundangan misalnya kejadian untuk
tidak bermukim di bantaran sungai atau saluran drainase, masalah pertanahan di
perkotaan yang relatif rumit, dll (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur).
e. Peran Serta Masyarakat dan swasta
Partisipasi masyarakat merupakan bagian penting dari kegiatan pembangunan
sistem drainase perkotaan. Bagian ini menguraikan peran serta masyarakat dan
swasta dalam pengelolaan sistem drainase perkotaan yang meliputi kesediaan
masyarakat peduli dan menjaga aliran drainase, penerimaan masyarakat terhadap
aturan terkait pengelolaan sistem drainase perkotaan, kegiatan-kegiatan apa yang
telah dilakukan dalam mendorong peran serta masyarakat misalnya saja kegiatan
kampanye dan edukasi terkait pengelolaan sistem drainase perkotaan baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah setempat/swasta, maupun peran masyarakat dan
swasta dalam pembangunan prasarana dan sarana drainase serta operasi dan
pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada.
C. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Drainase
i. Identifikasi Permasalahan Drainase Perkotaan
Setiap Kab/Kota perlu menguraikan permasalahan yang dihadapi masing-masing
dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran yang ingin
dicapai, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan kebutuhan
pengembangan (development need) yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan
dan kelembagaan. Selain itu, dilakukan inventarisasi persoalan setiap masalah
yang sudah dirumuskan dengan mempertimbangkan tipologi serta parameterparameter teknis yang ada di kawasan tersebut.
133
dituangkan
dalam
bentuk
Tabel
Identifikasi
No.
1.
2.
Permasalahan
Yang
Dihadapi
134
Tindakan
Yang Sudah
Yang Sedang
Dilakukan
Dilakukan
ii.
No
Drainase
Tersedianya sistem
jaringan drainase skala
kawasan dan skala kota
sehingga tidak terjadi
genangan (lebih dari 30
cm, selama 2 jam) dan
tidak lebih dari 2 kali
setahun
135
50%
2014
Ket
Dinas yg
membidangi
PU
Uraian
Kondisi
Eksisting
Peraturan
terkait
sektor
drainase
- Ketersediaan Peraturan bidang
Drainase
(Perda,
Pergub,
Perwali,dst)
Kelembagaan
- Bentuk Organisasi
- Ketersediaan
tata
laksana
(Tupoksi, SOP, dll)
- Kualitas dan kuantitas SDM
Pembiayaan
- Sumber
pembiayaan
(APBDProv/Kab,kota/swasta/
masyarakat/dll)
Peran swasta dan masyarakat
(Sudah ada, blm ada, bentuk
kontribusi, dll)
136
Kebutuhan
Tahun
I
Tahun
II
Tahun
III
Tahun
IV
Tahun
V
Ket.
Aspek Teknis
No.
1.
2.
Uraian
Kondisi
Eksisting
Kebutuhan
Tahun
I
Tahun
II
Tahun
III
Tahun
IV
Tahun
V
Teknis Operasional PS
Aspek Perencanaan (Master Plan,
FS, DED)
A. Saluran
Primer
Sekunder
Tersier
B. Turap
C. Bangunan pelengkap (goronggorong, pintu air, pompa,
talang, dst)
D. Waduk, kolam retensi, sumur
resapan
137
Ket.
Kriteria Kesiapan :
Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim
surat minat untuk mengikuti PPSP;
Dilaksanakan dalam rangka pengurangan lokasi genangan di perkotaan;
Terintegrasi antara makro drain dan mikro drain, serta dengan sistem
pengendali banjir;
Terdapat institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang dibangun;
Tidak ada permasalahan lahan (lahan sudah dibebaskan, milik Pemkot/kab);
Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi
dan pemeliharaan;
Pemerintah Kabupaten/Kota akan melaksanakan penyuluhan kepada
masyarakat.
139
140
Tabel 5.54 Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan PLP Kabupaten/Kota
141
OUTPUT
SUMBER DANA
TAHUN
KET.
INDIKATOR
CSR
NO
LOKASIVOLUME SATUAN
APBN
1
2
3
4
5
APBD
APBD
SWASTA/
OUTPUT
PROV KAB/KOTA
MASYARAKAT
RINCIAN
MURNI PLN
(1) (2) (3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14) (15) (16) (17) (18)
(19)
KEGIATAN: PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENYELENGGARAAN SANITASI LINGKUNGAN (AIR LIMBAH, DRAINASE) SERTA
PENGEMBANGAN SUMBER PEMBIAYAAN DAN POLA INVESTASI PERSAMPAHAN
1
Layanan Perkantoran
Jumlah
bulan
Bln/tahun
layanan
Perkantoran
xxx
2
Peraturan Pengembangan PLP
Jumlah
NSPK
NSPK
Nasional
Bidang
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
xxx
3
Laporan Pembinaan Pelaksanaan PLP
Jumlah
Laporan
Laporan
Pembinaan
Penyelenggaraan
Bidang Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
xxx
4
Laporan Pengawasan Pelaksanaan PLP
Jumlah
Laporan
Laporan
Pengawasan
Penyelenggaraan
Bidang Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
4.a
4.b
OUTPUT
INDIKATOR
NO
LOKASIVOLUME SATUAN
OUTPUT
RINCIAN
(1) (2) (3)
(4)
(5)
(6)
(7)
5
Infrastruktur Air Limbah
Jumlah
Kawasan
Kawasan
yang
Terlayani
Infrastruktur
Air
Limbah
Dengan
Sistem Off-Site dan
Sistem On-Site
5.a
5.b
6
Infrastruktur Drainase Perkotaan
Jumlah
Kawasan
Kab/Kota
yang
Terlayani
Infrastruktur
Drainase Perkotaan
142
APBN
MURNI
(8)
PLN
(9)
SUMBER DANA
CSR
APBD
APBD
SWASTA/
PROV KAB/KOTA
MASYARAKAT
(10)
(11)
(12)
(13)
TAHUN
KET.
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
BAB VI
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL
RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan
sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan,
kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan
antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.
6.1 Aspek Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM
bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan
pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1.
5.
Penilaian
Kesimpulan:
Uraian
(Signifikan/
Pertimbangan*
Tidak Signifikan)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Perubahan Iklim
Kerusakan, kemerosotan, dan/atau
kepunahan keanekaragaman hayati
Peningkatan intensitas dan cakupan
wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran
hutan dan lahan,
Penurunan mutu dan kelimpahan
sumber daya alam
Peningkatan alih fungsi kawasan
hutan dan/atau lahan,
Peningkatan jumlah penduduk miskin
atau terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok
masyarakat
Peningkatan risiko terhadap
kesehatan dan keselamatan manusia
*) didukung data dan informasi yang menjelaskan apakah kebijakan, rencana dan/atau program yang
ditapis menimbulkan risiko/dampak terhadap lingkungan hidup
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di
atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh
terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No.
9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat
menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan
ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan
lampiran dalam dokumen RPIJM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh
terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan
hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
146
Contoh Lembaga
a. Bupati/Walikota
b. DPRD
Penyusun kebijakan, rencana Dinas PU-Cipta Karya
dan/atau program
Instansi
a. Dinas PU-Cipta Karya
b. BPLHD
Masyarakat yang memiliki a. Perguruan tinggi atau lembaga
informasi dan/atau keahlian penelitian lainnya
(perorangan/tokoh/ kelompok) b. Asosiasi profesi
c. Forum-forum pembangunan
berkelanjutan dan lingkungan hidup
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Perorangan/tokoh
f. kelompok yang memiliki data dan
informasi berkaitan dengan SDA
Masyarakat terkena Dampak
a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha
c. Tokoh masyarakat
d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu
(nelayan, petani dll)
147
Penjelasan Singkat*
Kota ... mempunyai sumber air
baku dari sungai ... yang sudah
tercemar
148
2.
3.
4.
Komponen kebijakan,
rencana / program
Kegiatan
Lokasi
(Kelurahan)
Pengembangan
Permukiman
1).
2).
Dst
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
1).
2).
Dst
Pengembangan
Air
Minum
1).
2).
Dst
Pengembangan
Penyehatan Lingkungan
Permukiman
1).
2).
Dst
149
Tabel 6.5 Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
No.
Komponen
kebijakan,
rencana
dan/atau
program*
1.
Pengembangan
Permukiman
1).
2).
Dst
2.
Penataan
Bangunan dan
Lingkungan
.
1).
2).
Dst
3.
Pengembangan
Air minum
1).
2).
Dst
4.
Pengembangan
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
1).
2).
Dst
Ket: *) Program sesuai dengan Renstra Cipta Karya
**) ditentukan melalui argumen/logika sederhana melalui diskusi antar pemangku kepentingan,
dengan melihat data dan kondisi eksisting seperti peta, data angka, dll.
***) pembobotan ditentukan dari nilai -3 sd. +3, yang menunjukkan besaran pengaruh keterkaitan
yang merugikan (-) maupun menguntungkan atau bernilai positif (+). Bobot dengan nilai negatif
merupakan prioritas untuk ditentukan alternatif penyempurnaan KRPnya.
150
No.
1.
2.
3.
4.
Komponen kebijakan,
rencana dan/atau program
Pengembangan Permukiman
1).
2).
Dst
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
1).
2).
Dst
Pengembangan Air minum
1).
2).
Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
1)
2)
151
No.
1.
2.
3.
4.
Komponen Kebijakan,
Rencana dan/atau Program
Pengembangan Permukiman
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
Pengembangan Air minum
Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW
Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan
masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPIJM.
KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencanaprogram. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih
tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH. Tabel 6.8 menjelaskan
beberapa perbedaan antara KLHS dan Amdal.
152
Deskripsi
a)Rujukan
Peraturan
Perundangan
b)Pengertian
Umum
153
c) Kewajiban
pelaksanaan
d)Keterkaitan
studi
lingkungan
dengan:
e)Mekanisme
pelaksanaan
Deskripsi
f) Muatan Studi
Lingkungan
h)Outcome
i) Pendanaan
APBD Kabupaten/Kota
154
g)Output
Deskripsi
j) Partisipasi
Masyarakat
155
k) Atribut
Lainnya:
a. Posisi
b. Pendekatan
c. Fokus
analisis
d. Dampak
kumulatif
e. Titik berat
telaahan
f. Alternatif
g. Kedalaman
h. Deskripsi
proses
i. Fokus
pengendali
an dampak
j. Institusi
Penilai
Sumber:
Tidak
diperlukan
institusi
yang
berwenang
memberikan penilaian dan persetujuan KLHS
Amat terbatas
hasil analisa
Triarko Nurlambang dalam KLHS Penyeberangan Selat Sunda; Identifikasi Awal
No.
A.
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Persampahan:
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dg sistem
Control landfill/sanitary landfill:
- luas kawasan TPA, atau
> 10 ha
- Kapasitas Total
> 100.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut:
- luas landfill, atau
semua
- Kapasitas Total
kapasitas/besaran
c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah
terpadu:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas
semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
156
No.
B.
C.
D.
E.
Jenis Kegiatan
Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan, luas
b. Kota besar, luas
c. Kota sedang dan kecil, luas
d. keperluan settlement transmigrasi
Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:
- Luas, atau
- Kapasitasnya
b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk
fasilitas penunjangnya:
- Luas, atau
- Kapasitasnya
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
- Luas layanan, atau
- Debit air limbah
Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau
sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang:
b. Kota sedang, panjang:
Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
- Luas layanan
b. Pembangunan jaringan transmisi
- panjang
Sumber:
Skala/Besaran
> 25 ha
> 50 ha
> 100 ha
> 2.000 ha
> 2 ha
> 11 m3/hari
> 3 ha
> 2,4 ton/hari
> 500 ha
> 16.000 m3/hari
> 5 km
> 10 km
> 500 ha
> 10 km
Permen LH 5/2012
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib
dilengkapi dokumen AMDAL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL
tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya
dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam
tabel 6.10
157
Tabel 6.10 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK
i.
ii.
a. Persampahan
iii.
iv.
v.
vi.
i.
b. Air Limbah
Domestik/
Permukiman
ii.
iii.
i.
c. Drainase
Permukaan
Perkotaan
ii.
i.
d. Air Minum
ii.
Sektor Teknis CK
e. Pembangunan
Gedung
159
Sektor Teknis CK
f.
Pengembangan
kawasan
permukiman
baru
160
Sektor Teknis CK
g. Peningkatan
Kualitas
Permukiman
h. Penanganan
Kawasan
Kumuh
Perkotaan
Sumber :
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib
dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKLUPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).
161
No.
1.
2.
3.
4.
Komponen Kegiatan
Lokasi
Amdal
UKL/UPL
SPPLH
Pengembangan
Permukiman
1).
2).
Dst
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
1).
2).
Dst
Pengembangan
Air
minum
1).
2).
Pengembangan
Penyehatan Lingkungan
Permukiman
1)
2)
Keterangan: Beri tanda centang (v) dalam kolom Amdal, UKL-UPL atau SPPLH
162
1. Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat
strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang
Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat
regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya
untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender,
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
164
Lokasi
1.
Kawasan ...
Kelurahan
Kecamatan
..
2.
Dst. ..
Jumlah
Penduduk
Miskin
Jml
Penduduk:
Jml KK:
Kondisi Umum
Mata Pencaharian
secara umum:
Kondisi lingkungan:
Kondisi hunian
umum:
Status kepemilikan
hunian secara
umum:
Permasal
ahan
Bentuk
Penanganan
yang Sudah
Dilakukan
Program /
Kegiatan:
Tahun:.
Bentuk
Penanganan:
.
Kebutuhan
Penangan
an
166
Tabel 6.13 Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi
Pengarusutamaan Gender di Kota/Kabupaten
No.
Program /
Kegiatan
Loka
si
Tahu
n
Bentuk
Keterlibat
an/ Akses
1
a
Pemberdayaan Masyarakat
PNPM
Perkotaan
PISEW
PAMSIMAS
PPIP
e.
RIS PNPM
f.
SANIMAS
2
a
b.
Dll.
Tingkat
Partisipasi
Perempuan
(jumlah)
Kontrol
Pangambilan
Keputusan
oleh
Perempuan
Manfa
at
Permasalahan
yang Perlu
Diantisipasi di
Masa Datang
167
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat
pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk
menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk
bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu
dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan
pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan
bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas
tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat
selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa
semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau
memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak
akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan
adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.
Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman
kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang
terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk
mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam
pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru.
Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk
yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
168
No.
1.
2.
3.
4.
Keterangan: Untuk kolom konsultasi, pemindahan penduduk dan permukiman kembali diberi tanda
centang (v) apabila telah dilaksanakan.
*) Informasi Kegiatan Mencakup Lokasi
6.2.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata
dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan
infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya
yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
169
3.
4.
Penataan
Bangunan dan
Lingkungan
Pengembangan
Air Minum
Pengembangan
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
170
BAB VII
ASPEK PEMBIAYAAN
Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya
merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah
Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana
Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping
membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan
anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang
telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal
dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah
cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami
bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai
stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif
pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk
mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah.
Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun
langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.
Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPIJM pada dasarnya bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan
pembangunan bidang Cipta Karya,
b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan
sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,
c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta
Karya.
7.1
2.
3.
4.
5.
d.
6.
7.
8.
9.
174
7.2
Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten/Kota selama 3-5 tahun terakhir
dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir.
Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006
adalah sebagai berikut:
a. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung.
b. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan
Pengeluaran.
Tabel 7.1 Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun - 4 Tahun - 5
PENDAPATAN DAERAH
Rp
% Rp
% Rp
% Rp
% Rp
%
Pendapatan Asli Daerah
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang
dipisahkan
Lain-Lain PAD
Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Lain-Lain Pendapatan
Daerah yang Sah
Pendapatan Hibah
Dana Darurat
DBH Pajak dari Pemda
Lainnya
Dana Penyesuaian &
Otonomi Khusus
Bantuan Keuangan
Provinsi/ Pemda Lain
Pendapatan Lainnya
Total Pendapatan
Keterangan: % persentase komponen pendapatan terhadap total pendapatan daerah
175
Tahun - 5
Rp
Belanja Pegawai
Belanja Bunga
Belanja Subsidi
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Bantuan Pemda lain
Belanja Tidak Terduga
Belanja Langsung
Belanja Pegawai
Belanja Barang & Jasa
Belanja Modal
Total Belanja
Keterangan: % persentase komponen belanja terhadap total belanja daerah
Tabel 7.3 Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
Tahun - 1
Tahun - 2 Tahun - 3
Tahun - 4
Tahun - 5
PEMBIAYAAN DAERAH
Rp
% Rp
% Rp
% Rp
% Rp
%
Penerimaan Pembiayaan
Penggunaan SiLPA
Pencairan Dana
Cadangan
Hasil Penjualan Kekayaan
Daerah
Penerimaan Pinjaman dan
Obligasi Daerah
Penerimaan Kembali
Pinjaman
Piutang Daerah
Pengeluaran Pembiayaan
Pembentukan Dana
Cadangan
Penyertaan Modal
Pembayaran Pokok
Pinjaman
Pemberian Pinjaman
Daerah
Keterangan: % persentase komponen pembiayaan terhadap total pembiayaan
176
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
10
18
2
18
5
10
40
22
20
10
Pos-pos pendapatan dan belanja perlu diolah ke dalam bentuk grafik proporsi untuk
melihat perkembangan proporsi sumber penerimaan dan pengeluaran selama lima
tahun terakhir berdasarkan Standar Akuntasi Pemerintah (PP No. 71 Tahun 2010)
seperti gambar 7.1. Apabila ada kenaikan atau penurunan komponen pendapatan dan
belanja yang signifikan atau terkait dengan bidang Cipta Karya, perlu dianalisis secara
deskriptif dan ditulis penjelasan rincinya.
30
35
50
45
30
32
40
35
40
Tahun-1
Tahun-2
Tahun-3
Tahun-4
Tahun-5
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
5
5
11
4
20
17
3
17
8
20
30
35
20
10
25
70
65
50
40
45
Tahun-1
Tahun-2
Tahun-3
Tahun-4
Tahun-5
PAD
Transfer Pusat
Belanja Operasi
Belanja Modal
Transfer Provinsi
Transfer ke Desa
Gambar 7.1 Contoh Grafik Perkembangan Proporsi Pendapatan dan Belanja dalam APBD
7.3
Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi
pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir
yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta.
7.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN
dalam 5 Tahun Terakhir
Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda,
Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan
kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan
Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal
(SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data
dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend
alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.
177
Tabel 7.4 Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten/Kota dalam 5 Tahun Terakhir
Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi
Sektor
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
Pengembangan Air Minum
Pengembangan PLP
Pengembangan
Permukiman
Penataan Bangunan &
Lingkungan
Total
Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk
mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui
penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan
ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah sesuai prioritas nasional.
Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air
minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan
sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan
kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan.
Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air
limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses
pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan
berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu
dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.
Tabel 7.5 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten/Kota
dalam 5 Tahun Terakhir
Jenis DAK
Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun 4 Tahun -5
DAK Air Minum
DAK Sanitasi
7.3.2
Tahun - 1
Sektor
Alokasi
%
APBD
Tahun - 2
Alokasi
%
APBD
Tahun 3
Alokasi
%
APBD
Tahun - 4
Alokasi
%
APBD
Tahun - 5
Alokasi
Pengembangan Air
Minum
Pengembangan PPLP
Pengembangan
Permukiman
Penataan Bangunan
dan Lingkungan
Total Belanja APBD
Bidang Cipta Karya
Total Belanja APBD
Setelah didapatkan proporsi pendanaan pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya maka dapat dihasilkan grafik seperti gambar 7.2.
Belanja daerah
0.1
0.2
Belanja lainnya
PAM
8.2
0.7
PPLP
0.3
Bangkim
PBL
0.1
Gambar 7.2 Contoh Grafik Proporsi Belanja Cipta Karya terhadap APBD
179
%
APBD
Selain itu, pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan Dana Daerah untuk
Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan APBN di
kabupaten/kota. DDUB ini menunjukan besaran komitmen pemerintah daerah dalam
melakukan pembangunan bidang Cipta Karya. Oleh sebab itu, perkembangan besaran
DDUB dalam 3-5 tahun terakhir perlu diketahui untuk melihat komitmen pemerintah
daerah. Perkembangan DDUB dapat dijabarkan dalam tabel 7.7.
Tabel 7.7 Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir
Sektor
Tahun - 1
Tahun - 2
Tahun 3
Tahun - 4
Tahun - 5
Alokasi
APBN
Alokasi
APBN
Alokasi
APBN
Alokasi
APBN
Alokasi
APBN
DD
UB
DD
UB
DD
UB
DD
UB
DD
UB
Pengembangan Air
Minum
Pengembangan
PPLP
Pengembangan
Permukiman
Penataan Bangunan
dan Lingkungan
Total
7.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5
Tahun Terakhir
Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk
menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus
untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan
pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak
dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan
dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami
untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan
kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat
menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.
Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta
Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek
sumber daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPPSPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat
atau sakit.
180
Di samping itu, pada bagian ini dicantumkan juga nilai dan volume kegiatan
pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana secara umum yang dilaksanakan
oleh perusahaan daerah yang ada di kabupaten/kota dalam 3-5 tahun terakhir.
7.3.4
Ket.
7.4
Keterangan:
2.
Keterangan:
3.
Setelah didapatkan nilai untuk setiap pos pendapatan, dapat dihitung total
pendapatan. Apabila diasumsikan bahwa total pendapatan sama dengan total
belanja dan diasumsikan pula bahwa proporsi belanja bidang Cipta Karya
terhadap APBD sama dengan eksisting (Tabel 7.6) maka dapat diketahui
proyeksi kapasitas daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk bidang Cipta
Karya dalam lima tahun ke depan.
Adapun hasil dari proses perhitungan tersebut, disajikan dalam tabel 7.9.
Tabel 7.9 Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan
Y-2
Y-1
Y0
Persentase
Pertumbuha
n
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
%
%
%
%
%
%
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Realisasi
Komponen APBD
Pendapatan Asli
Daerah
Dana Perimbangan
DAU
DBH
DAK
- DAK Air Minum
- DAK SAnitasi
Lain Lain Pendapatan
yang Sah
Total APBD
Proyeksi
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan
metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR).
Net Public Saving
Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan
daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata
lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya
NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya.
Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk
melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya.
Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut:
183
184
PAD
DBH
DAU
= Dana Alokasi Umum
DBHDR = DBH Dana Reboisasi
7.5
186
BAB VIII
ASPEK KELEMBAGAAN
Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang
optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak
RPIJM agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan
sumber daya manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi
yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang menggerakkan
organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumber daya manusia
sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk
meningkatkan kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus
dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai satu kesatuan.
8.1 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya
Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan
peningkatan kapasitas kelembagaan RPIJM pada pemerintahan kabupaten/kota.
1.
187
2.
3.
DPRD
Sekretaris
Daerah
Dinas
Lembaga/
Badan
Sumber: PP 41/2007
4.
5.
189
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
190
Pola pikir Reformasi Birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dapat dilihat pada
gambar 8.2 berikut ini.
RENSTRA PU 2010-14
PERMEN PU 2/2010
RPJMN 2010-2014
PP 5/2010
IKU PU 2010-14
PERMEN PU 3/2010
GDRB 2010-2025
PERPRES 81/2010
RMRB 2010-2014
PERMENPAN 20/2010
9 PROGRAM & 27
KEGIATAN RB
RMRBPU-2010-14
9 PROGRAM RB
EVALUASI
KINERJA
ORGANISASI
PERMENPAN
19/2008
CAPAIAN
PROGRAM &
KEGIATAN RB
SD 2010
9 PEDOMAN
PELAKSANAN RB
1. Manajemen
perubahan
2. Penataan peraturan
per-U-Uan
3. Penguatan &
penataan org.
4. Penataan tata
laksana
5. Penataan sistem
manajemen SDM
aparatur
6. Penguatan
pengawasan
7. Penguatan
akuntabilitas
8. Peningkatan
pelayanan publik
9. Monitoring, evaluasi
& pelaporan
3 SASARAN
KEBERHASILAN
REFORMASI
BIROKRASI
1. Birokrasi
bersih &
bebas KKN
2. Peningkatan
kualitas
pelayanan
3. Peningkatan
kapasitas &
akuntabilitas
kinerja
birokrasi
QUICK WINS
Dit.Bina Program : RPIJM
Dit.Air Minum : PAMSIMAS
Dit.PLP : SANIMAS
Dit. Bangkim : SPPIP
Dit. PBL : P2KP
Gambar 8.2 Pola Pikir Penyusunan Reformasi Birokrasi PU 2010-2014 Cipta Karya
6.
Instansi
1.
Bappeda
2.
Dinas PU
3.
4.
5.
Dinas
Dinas
Dinas
194
Selain itu, guna memperjelas pelaksanaan tugas pada setiap satuan kerja, perlu
dilengkapi dengan tatalaksana dan tata hubungan kerja antar satuan kerja, serta
Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap pelaksanaan tugas, yang dapat
dijadikan pedoman bagi pegawai dalam melakukan tugasnya. Dengan mengisi tabel
berikut bisa dicantumkan inventarisasi SOP Bidang Cipta Karya di daerah.
Tabel 8.2 Inventarisasi SOP Bidang Cipta Karya
No.
Nama SOP
Pengembangan Permukiman
1
dst
Penataan Bangunan dan Lingkungan
1
dst
Pengembangan Air Minum
1
dst
Pengembangan PLP
1
dst
SOP Non-Teknis
1
dst
8.2.3
195
Tabel 8.3 Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya
Unit Kerja
Golongan
Dinas PU
Jenis
Kelamin
Pria : ...
orang
Wanita : ...
orang
Latar Belakang
Pendidikan
< SMA : ... orang
SMA : ... orang
D3 : ... orang
S1 : ... orang
S2 : ... orang
S3 : ... orang
Jabatan
Fungsional
Jafung TBP: ...
orang
Jafung TPL: ..
dst.
Bappeda
Dinas
Dinas
Dst.
Dapat dilampirkan juga tambahan informasi data kepegawaian lainnya bila tersedia.
8.3
Analisis Kelembagaan
Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah, bagian ini
menguraikan analisis permasalahan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang
menangani bidang Cipta Karya.
8.3.1 Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya
Tujuan analisis keorganisasian adalah untuk mengetahui permasalahan
keorganisasian bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi
maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Analisis deskriptif dapat
mengacu pada pertanyaan di bawah ini:
1. Apakah struktur organisasi perangkat kerja daerah sudah sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku?
2. Apakah tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya sudah sesuai dengan
tugas dan fungsi masing-masing instansi?
3. Apa saja faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi struktur organisasi?
4. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam keorganisasian perangkat kerja
daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
Salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis ini adalah dengan
melakukan diskusi antar anggota Tim RPIJM.
196
Tujuan analisis Sumber Daya Manusia adalah untuk mengetahui permasalahan SDM
bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran
produk RPIJM Bidang Cipta Karya.
Dalam proses analisis SDM, beberapa pertanyaan kunci yang dapat dijawab adalah
sebagai berikut :
1. Apakah SDM yang tersedia sudah memenuhi kebutuhan baik dari segi jumlah
maupun kualitas dalam perangkat daerah, khususnya di bidang Cipta Karya?
2. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam manajemen SDM perangkat kerja
daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
3. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kualitas dan
kuantitas SDM organisasi, khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
197
No.
1.
Instansi
Bappeda
Tingkat
Pendidikan
SMA/Sederajat
Jumlah Pegawai
yang Ada
..orang
Jumlah Pegawai
yang Diperlukan
..orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
S3
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
SMA/Sederajat
..orang
..orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
Diploma
- D3 Teknik
- D3 Sekretaris
- dst
S1/Sederajat
- S1 Teknik
- S1 Ekonomi
- dst
S2
2.
Dinas PU
Diploma
- D3 Teknik
- D3 Sekretaris
- dst
S1/Sederajat
- S1 Teknik
- S1 Ekonomi
- dst
S2
S3
3.
4.
8.3.4
Dinas
Dinas
Analisis SWOT Kelembagaan
mencegah keuntungan dari peluang yang ada (strategi W-O); bagaimana kekuatan
mampu menghadapi ancaman yang ada (strategi S-T); dan terakhir adalah bagaimana
cara mengatasi kelemahan yang mampu membuat ancaman menjadi nyata atau
menciptakan sebuah ancaman baru (strategi W-T).
Berdasarkan informasi yang disusun dari pertanyaan serta analisis tentang
keorganisasian, tata laksana dan SDM bidang Cipta Karya pada sub-bab sebelumnya,
selanjutnya dapat dirumuskan Matriks Analisis SWOT Kelembagaan. Perumusan
strategi bidang kelembagaan berdasarkan Analisis SWOT diharapkan dapat menjadi
acuan dalam rencana pengembangan kelembagaan.
Tabel 8.5 Matriks Analisis SWOT Kelembagaan
Faktor
External
Faktor
Internal
KEKUATAN (S)
a.
b.
c.
KELEMAHAN (W)
a.
b.
c.
PELUANG (O)
a.
b.
c.
Strategi SO (Kuadran 1)
ANCAMAN (T)
a.
b.
c.
Strategi ST (Kuadran 2)
Strategi WO (Kuadran 3)
Strategi WT (Kuadran 4)
Berdasarkan tabel SWOT di atas, maka langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Menginventarisasi faktor-faktor dari metode SWOT yaitu kekuatan (internal),
kelemahan (internal), peluang (eksternal) dan ancaman (eksternal) kelembagaan
organisasi perangkat kerja daerah, khususnya terkait dengan bidang Cipta Karya.
b. Melakukan perumusan strategi berdasarkan kolaborasi dari faktor-faktor analisis
SWOT, yaitu sebagai berikut.
- Mengembangkan strategi SO (kuadran I), yaitu strategi agar kekuatan yang
dimiliki organisasi mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada
- Mengembangkan strategi ST (kuadran II), yaitu dengan kekuatan yang dimiliki
organisasi, dapat dirumuskan strategi untuk mengurangi dampak dari pengaruh
eksternal yang mempengaruhi kinerja organisasi.
199
- Mengembangkan strategi WO (kuadran III), yaitu memperbaiki kelemahankelemahan organisasi yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada.
- Mengembangkan strategi WT (kuadran IV). Untuk strategi ini maka diperlukan
upaya yang sangat besar karena selain memperbaiki kelemahan-kelemahan
yang ada, juga harus melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir ancamanancaman yang berpotensi untuk melemahkan kinerja dari organisasi.
8.4
200
8.4.3
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
201
202
BAB IX
MATRIKS RENCANA PROGRAM DAN INVESTASI
INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA
Program investasi Kabupaten/Kota yang merupakan rekapitulasi dari dokumen RPIJM
yang telah disusun dengan mempertimbangkan kemampuan Kabupaten/Kota dari
aspek teknis, aspek lingkungan dan sosial, aspek pendanaan, maupun aspek
kelembagaan. Selain itu, rencana program investasi harus dilengkapi dengan
kesepakatan pendanaan yang diwujudkan melalui persetujuan dan tanda tangan dari
Bupati/Walikota selaku kepala daerah. Matriks program dan investasi bidang Cipta
Karya disusun berdasarkan prioritas menurut kebutuhan Kabupaten/Kota untuk
memenuhi sasaran dan rencana pembangunan Kabupaten/Kota. Setiap daerah
diharapkan mempunyai prioritas yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
wilayahnya, sebagai contoh suatu Kabupaten/Kota memprioritaskan program investasi
air minum di tahun-tahun awal jangka menengah karena Kabupaten/Kota tersebut
mempunyai pertimbangan bahwa sebagian besar penduduknya tinggal di daerah
rawan air. Hal ini tentu saja tidak sama dengan daerah lain, disesuaikan dengan
karakteristik daerah masing-masing.
Dokumen rencana program investasi yang merupakan rekapitulasi dan intisari dari
RPIJM Kabupaten/Kota. Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat menyampaikan
rencana program dalam sebuah ringkasan rencana investasi dan sumber pembiayaan
yang merupakan bagian sinkronisasi dan prioritas program di Kabupaten/Kota.
9.1
Berdasarkan tabel usulan program dan kegiatan pada setiap aspek teknis, maka dapat
disusun sebuah tabel ringkas rencana program dan investasi bidang Cipta Karya.
Rencana ini harus menjabarkan skenario pengembangan kota dan pengembangan
sektor bidang Cipta karya, usulan kebutuhan investasi yang disusun dengan berbasis
demand ataupun target pencapaian sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan
daerah, mekanisme pendanaan atau pembiayaan, skala prioritas penanganan, dan
rencana pelaksanaan program investasi.
203
Tabel 9.1 Format Matriks Program dan Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya
Provinsi
:
Kabupaten/Kota :
Sumber Pembiayaan (Rp)
No.
Uraian Kegiatan
Pengembangan Air
Minum
Pengembangan PLP
204
Pengembangan
Permukiman
Penataan Bangunan
dan Lingkungan
Detail
Lokasi
Volume
Satuan
Tahun
APBN
Rupiah
Murni
PHLN
DAK
APBD
Provinsi
APBD
Kab/Kota
Perusahaan
Daerah
Swasta/
Masyarakat
CSR
9.2
Sebagai rangkuman dari tabel 9.1, maka dapat disusun tabel berikut untuk
memperlihatkan ringkasan program investasi RPIJM setiap tahunnya. Oleh karena itu,
akan terbentuk 5 tabel matriks keterpaduan program tahunan sesuai jangka waktu
RPIJM.
Tabel 9.2 Format Ringkasan Matriks RPIJM Bidang Cipta Karya
:
:
:
Provinsi
Kabupaten/Kota
Tahun
No
Sektor
APBN
Rupiah
Murni
Pengembangan
Air Minum
Pengembangan
PLP
Pengembangan
Permukiman
Penataan
Bangunan &
Lingkungan
PHLN
APBD
Prov.
APBD
Kab/
Kota
TOTAL
205
Perusahaan
Daerah
Swasta
Masyarakat
CSR
Ket
206
Air baku
Air limbah
permukiman
Air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa
mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan
permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak
mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Air minum
AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup)
Analisis Jabatan
Analisis SWOT
APBD (Anggaran
Pendapatan dan
Belanja Daerah)
APBN (Anggaran
Pendapatan dan
Belanja Negara)
Belanja Daerah
Black water
207
BUMD
BUMN
CSR (Corporate
Social
Responsibility)
DAK (Dana
Alokasi Khusus)
DED
DDUB (Dana
Daerah Untuk
Urusan Bersama)
Drainase
perkotaan
DSCR (Debt
Service Cost
Ratio)
Grey Water
Air limbah yang berasal dari sisa mandi, masak, dan cuci
HSBGN
IMB
IPAL (Instalasi
Pengolahan Air
Limbah)
IPL (Instalasi
Pengolahan
Leacheate)
208
IPLT (Instalasi
Pengolahan
Lumpur Tinja)
Kebijakan
Kegiatan
KLHS (Kajian
Lingkungan Hidup
Strategis)
Konsultasi Publik
KPS (Kerjasama
Pemerintah dan
Swasta)
KSPD
Organisasi
P2KP
PAD (Pendapatan
Asli Daerah)
PBL
Pembiayaan
Daerah
209
Perda BG
Permukiman
Bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di
kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Permukiman
kumuh
Perubahan iklim
PIP2B
PNPM
Program
PSD
PUG
Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi
(Pengarusutamaan satu dimensi integral dari perencanaan, penganggaran,
Gender)
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan
Readiness Criteria
Kriteria Kesiapan
Reformasi
Birokrasi
RI-SPAM
RISPK
RSH (Rumah
Sehat Sederhana)
210
RPKPP
RSPK
RTBL
RTH (Ruang
Terbuka Hijau)
Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam
RTH Privat
RTH Publik
RTRW
Rumah susun
Saluran Drainase
primer
Saluran Drainase
Sekunder
Sampah B3
Sanitasi sistem
setempat (on-site)
Sanitasi sistem
terpusat (offsite)
Satgas RPIJM
211
SNVT (Satuan
Kerja Non Vertikal
Tertentu)
SOP (Standar
Operasi Prosedur)
SPM (Standar
Pelayanan
Minimal)
SPPIP
SSK
Strategi
Tangki septik
Tangki septik
komunal
Tata Laksana
TPA (tempat
pemrosesan akhir)
TPA Regional
TPS 3R
212