Anda di halaman 1dari 232

PedomanPenyusunanRPI

JM
(
Renc
a
naPr
ogr
a
mI
nv
es
t
a
s
i
J
a
ngk
aMenenga
h)

Bi
da
ngCi
pt
aKa
r
y
a

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA

Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM)


Kabupaten/Kota merupakan dokumen rencana dan program
pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya dalam periode
lima tahun, yang dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, maupun oleh masyarakat/swasta, yang
mengacu pada rencana tata ruang, untuk menjamin
keberlangsungan kehidupan masyarakat yang berkualitas dan
mewujudkan pembangunan infrastruktur Cipta Karya yang
berkelanjutan. RPIJM telah diinisiasi sejak tahun 2005 melalui
Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya No. Pr. 02.03-Dc/496 tanggal 9 Desember
2005 tentang Penyusunan Program Investasi Jangka Menengah Pembangunan PU
Bidang Cipta Karya (Infrastruktur Permukiman) Kabupaten/Kota.
Sampai dengan akhir tahun 2012, telah tersusun RPIJM sebanyak 489 dokumen, yaitu
sebanyak 99 % kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki RPIJM. Secara kuantitas,
RPIJM yang disusun telah cukup banyak, namun secara kualitas masih membutuhkan
penyempurnaan.
Buku pedoman ini merupakan penyempurnaan dari buku pedoman sebelumnya,
dengan memasukkan isu dan lingkungan strategis terbaru, baik di lingkungan internal
Cipta Karya maupun dari lingkungan eksternal secara umum. Melalui buku pedoman
ini, diharapkan penyempurnaan RPIJM dapat dilakukan dengan baik dalam rangka
peningkatan pembangunan Bidang Cipta Karya di Daerah.

Jakarta, Desember 2012

Budi Yuwono
Direktur Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum

ii

KATA PENGANTAR DIREKTUR BINA PROGRAM

Pada era desentralisasi saat ini, Pemerintah Daerah perlu


meningkatkan komitmennya dalam pengembangan infrastruktur
bidang Cipta Karya. Sesuai dengan tugasnya, Direktorat Jenderal
Cipta Karya memfasilitasi pemerintah kabupaten/kota serta
provinsi untuk menyiapkan perencanaan program bidang Cipta
Karya secara terpadu melalui Rencana Program Investasi Jangka
Menengah (RPIJM) bidang Cipta Karya.
RPIJM bidang Cipta Karya menjadi acuan bagi pemrograman
dan penganggaran pembangunan bidang Cipta Karya, sekaligus sebagai rencana
tindak bagi pemerintah kabupaten/kota serta provinsi untuk membangun infrastruktur
bidang Cipta Karya secara terpadu, efisien, dan efektif. Keterpaduan ini meliputi
keterpaduan sektor (pengembangan permukiman, penataan bangunan dan
lingkungan, pengembangan air minum, dan pengembangan penyehatan lingkungan
permukiman), serta keterpaduan pendanaan. RPIJM bidang Cipta Karya juga berfungsi
untuk mengakomodasikan kebutuhan infrastruktur permukiman di daerah serta
menjawab isu strategis terkini.
Mengingat fungsinya yang penting, RPIJM bidang Cipta Karya perlu disiapkan oleh
setiap pemerintah kabupaten/kota bersama pemerintah provinsi dengan kualitas yang
baik. Untuk itu, buku pedoman ini dibuat sebagai acuan pemerintah kabupaten/kota
serta pemerintah provinsi untuk menyusun RPIJM bidang Cipta Karya di daerah
masing-masing.
Diharapkan melalui penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya yang berkualitas, maka
akan terwujud infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan yang layak,
produktif, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Jakarta, Desember 2012

Antonius Budiono
Direktur Bina Program
Direktorat Jenderal Cipta Karya
iii

iv

DAFTAR ISI
PEDOMAN PENYUSUNAN RPIJM

Sambutan Direktur Jenderal Cipta Karya .......................................................... i


Kata Pengantar Direktur Bina Program ............................................................. iii
Daftar Isi ............................................................................................................... v
Daftar Gambar ..................................................................................................... xi
Daftar Tabel ......................................................................................................... xiii

BAB I

PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1

Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2

Pengertian dan Kedudukan RPIJM ................................................. 2

1.3

Maksud dan Tujuan ....................................................................... 5

1.4

Acuan Peraturan dan Perundangan................................................ 6

1.5

Prinsip Penyusunan RPIJM ........................................................... 9

1.6

Muatan Dokumen RPIJM ............................................................... 10

BAB II MEKANISME PENYUSUNAN DAN PENILAIAN RPIJM......................... 13


2.1

Hubungan Kerja Penyusunan RPIJM ............................................. 13


2.1.1 Unit Pelaksana di Pusat dan Daerah ..................................... 13
2.1.2 Tugas dan Tanggung Jawab Satgas Randal Pusat, Satgas
RPIJM Provinsi, dan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota. ........... 14

2.2

Langkah Penyusunan RPIJM ......................................................... 19

2.3

Penilaian Kelayakan RPIJM............................................................ 22

BAB III PROFIL KABUPATEN/KOTA ................................................................. 29


3.1

Gambaran Geografi dan Administratif Wilayah ............................... 29

3.2

Gambaran Demografi ..................................................................... 29

3.3

Gambaran Topografi....................................................................... 29

3.4

Gambaran Geohidrologi ................................................................. 29


v

3.5

Gambaran Geologi ......................................................................... 30

3.6

Gambaran Klimatologi .................................................................... 30

3.7

Kondisi Sosial dan Ekonomi .......................................................... 30

BAB IV KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA 31


4.1

Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota ................. 31

4.2

Arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah


Daerah (RPJMD) ............................................................................ 32

4.3

Arahan Kebijakan dan Strategi Perkotaan Daerah (KSPD) ............. 32

4.4

Arahan Rencana Induk Sistem PAM Kabupaten/Kota (RISPAM) ... 32

4.5

Arahan Strategi Sanitasi Kota (SSK) .............................................. 33

4.6

Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) ............. 34

4.7

Arahan Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur


Perkotaaan (SPPIP) Kabupaten/Kota ............................................ 34

4.8

Arahan Pengembangan Kawasan (RPKPP) ................................... 35

4.9

Integrasi Strategi Pembangunan Kab/Kota dan Sektor ................... 35


4.9.1 Strategi Pembangunan Kabupaten/Kota ............................. 35
4.9.2 Strategi Pembangunan Kawasan ........................................ 36

BAB V ASPEK TEKNIS PER SEKTOR .............................................................. 37


5.1

Pengembangan Permukiman ....................................................... 37


5.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan ............................. 37
5.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan,
dan Tantangan .................................................................... 42
5.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman ............... 46
5.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan
Permukiman ........................................................................ 48
5.1.5 Usulan Program dan Kegiatan ............................................ 52

vi

5.2

Penataan Bangunan dan Lingkungan ......................................... 54


5.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan ............................. 54
5.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan,
dan Tantangan .................................................................... 58
5.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan .. 64
5.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL .......... 67
5.2.5 Usulan Program dan Kegiatan ............................................ 71

5.3

Sistem Penyediaan Air Minum ..................................................... 74


5.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan ............................. 74
5.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan,
dan Tantangan .................................................................... 76
5.3.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum ............. 85
5.3.4 Program dan Kriteria Kesiapan, serta Skema Kebijakan
Pendanaan Pengembangan SPAM ..................................... 89
5.3.5 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM........ 93

5.4 Penyehatan Lingkungan Permukiman ........................................... 97


5.4.1

Air Limbah ........................................................................... 97


5.4.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan ............... 97
5.4.1.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan
dan Tantangan ...................................................... 98
5.4.1.3 Analisis Kebutuhan Pengelolaan Air Limbah.......... 105
5.4.1.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan
Air Limbah ............................................................. 107

5.4.2 Persampahan ...................................................................... 110


5.4.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan ............... 110
5.4.2.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan
Tantangan ............................................................. 112
5.4.2.3 Analisis Kebutuhan Persampahan ......................... 123
vii

5.4.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan


Persampahan ........................................................ 125

5.4.3 Drainase.............................................................................. 128


5.4.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan .............. 128
5.4.3.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan
dan Tantangan ...................................................... 130
5.4.3.3 Analisis Kebutuhan Drainase ................................. 136
5.4.3.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan
Drainase ................................................................ 137

5.4.4 Usulan Program dan Kegiatan serta Pembiayaan Proyek ... 139
5.4.4.1 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan
Sanitasi.................................................................. 139
5.4.4.2 Usulan Pembiayaan Pengembangan Sanitasi ....... 140

BAB VI ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL .................................................... 143


6.1

Aspek Lingkungan .......................................................................... 143


6.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ......................... 145
6.1.2 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH ........................................... 156

6.2

Aspek Sosial ................................................................................... 162


6.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang
Cipta Karya ........................................................................ 165
6.2.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang
Cipta Karya ......................................................................... 167
6.2.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan
Bidang Cipta Karya ............................................................ 169

BAB VII ASPEK PEMBIAYAAN ......................................................................... 171


7.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidan Cipta Karya ......................... 171
viii

7.2 Profil APBD Kabupaten/Kota .......................................................... 175


7.3 Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya ........................ 177
7.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya
Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun ................................ 177
7.3.2 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya
Bersumber Dari APBD dalam 5 Tahun ................................ 178
7.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang
Cipta Karya dalam 5 tahun .................................................. 180
7.3.4 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya
Bersumber dari Swasta ....................................................... 181
7.4 Proyeksi dan Rencana Investasi Pembangunan Bidang Cipta
Karya .............................................................................................. 182
7.4.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan ....................................... 182
7.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah
5 tahun ke depan ................................................................ 185
7.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang
Cipta Karya 5 tahun ke depan ............................................. 185
7.5. Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi
Pembangunan Bidang Cipta Karya ................................................ 185
7.5.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah ............................. 186
7.5.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya ............ 186
BAB VIII ASPEK KELEMBAGAAN KABUPATEN/KOTA ................................... 187
8.1 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya ..................... 187
8.2 Kondisi Kelembagaan Saat Ini ........................................................ 193
8.2.1 Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya ....................... 193
8.2.2 Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya ..................... 194
8.2.3 Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya . 195
8.3 Analisis Kelembagaan .................................................................... 196
8.3.1 Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya ....................... 196
ix

8.3.2 Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya ..................... 197


8.3.3 Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang
Cipta Karya ......................................................................... 197
8.3.4 Analisis SWOT Kelembagaan ............................................. 198
8.4 Rencana Pengembangan Kelembagaan ........................................ 200
8.4.1 Rencana Pengembangan Keorganisasian .......................... 200
8.4.2 Rencana Pengembangan Ketatalaksanaan ........................ 200
8.4.3 Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) .... 201
BAB IX

MATRIKS RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH


BIDANG CIPTA KARYA ....................................................................... 203
9.1 Matriks Program Investasi RPIJM Kabupaten/Kota ........................ 203
9.2 Matriks Keterpaduan Program Investasi RPIJM Kabupaten/Kota ... 205

Daftar Peristilahan Dan Singkatan ..................................................................... 207

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kedudukan RPIJM dalam Sistem Perencanaan Pembangunan


Infrastruktur Bidang Cipta Karya .............................................................. 4
Gambar 1.2 Keterkaitan RTRW, SPPIP, RPIJM dan KSPD......................................... 5
Gambar 2.1 Keterkaitan Organisasi Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota .................. 14
Gambar 2.2 Contoh SK Bupati/Walikota Pembentukan Satgas RPIJM
Kabupaten/Kota ....................................................................................... 18
Gambar 2.3 Langkah Penyusunan Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota Bidang Cipta
Karya ....................................................................................................... 20
Gambar 2.4 Skema Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota ........................................... 21
Gambar 5.1 Alur Program Pengembangan Permukiman ............................................ 49
Gambar 5.2 Lingkup Tugas PBL ................................................................................. 57
Gambar 5.3 Pembagian Kewenangan Pengembangan SPAM .................................... 92
Gambar 5.4 Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat/On-Site dan Komunal ............. 108
Gambar 5.5 Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat/Off Site (skala kota) ................. 110
Gambar 5.6 Sistem Pengelolaan Sampah ................................................................... 128
Gambar 5.7 Sistem Drainase Perkotaan ..................................................................... 138
Gambar 7.1 Contoh Grafik Perkembangan Proporsi Pendapatan dan Belanja dalam
APBD ....................................................................................................... 177
Gambar 7.2 Contoh Grafik Proporsi Belanja Cipta Karya terhadap APBD ................... 179
Gambar 8.1 Keorganisasian Pemerintah Kabupaten/Kota ........................................... 188
Gambar 8.2 Pola Pikir Penyusunan Reformasi Birokrasi PU 2010-2014 dan Cipta
Karya ....................................................................................................... 191

xi

xii

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1

Indikator Penilaian RPIJM ........................................................................... 23

Tabel 4.1

Matriks Strategi Pembangunan Kabupaten Kota......................................... 36

Tabel 4.2

Matriks Strategi Pembangunan Kawasan Prioritas...................................... 36

Tabel 5.1

Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala


Kota/Kabupaten .......................................................................................... 43

Tabel 5.2

Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan


Bupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman .................... 43

Tabel 5.3

Data Kawasan Kumuh di Kabupaten/Kota X Tahun Y................................. 44

Tabel 5.4

Data Kondisi RSH di Kabupaten/Kota X Tahun Y ....................................... 44

Tabel 5.5

Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten/Kota X ............................................ 44

Tabel 5.6

Data Program Perdesaan Di Kab./Kota X Tahun Y ..................................... 44

Tabel 5.7

Data Kondisi Infrastruktur Perdesaan Di Kab./Kota X Tahun Y ................... 44

Tabel 5.8

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman


Kabupaten/Kota .......................................................................................... 46

Tabel 5.9

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan


Untuk 5 tahun ............................................................................................. 47

Tabel 5.10

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di


Perdesaan yang membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun .................. 47

Tabel 5.11

Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman


Kabupaten/Kota .......................................................................................... 52

Tabel 5.12

Contoh Usulan Pembiayaan Proyek ........................................................... 52

Tabel 5.13

Usulan

Program

dan

Kegiatan

Pengembangan

Permukiman

Kabupaten/Kota .......................................................................................... 53
Tabel 5.14

Isu Strategis sektor PBL di Kab/Kota .......................................................... 60

Tabel 5.15

Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan


Bangunan dan Lingkungan ......................................................................... 61

Tabel 5.16

Penataan Lingkungan Permukiman ............................................................ 61

Tabel 5.17

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara ......................... 61


xiii

Tabel 5.18

Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan ................ 62

Tabel 5.19

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan


Lingkungan ................................................................................................. 63

Tabel 5.20

SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan ..................................... 66

Tabel 5.21

Kebutuhan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan ........................... 67

Tabel 5.22

Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Penataan


Bangunan dan Lingkungan Kabupaten/Kota ............................................... 72

Tabel 5.23

Contoh Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kabupaten/Kota ..................... 78

Tabel 5.24

Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek


Kelembagaan.............................................................................................. 81

Tabel 5.25

Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Teknis.... 81

Tabel 5.26

Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek


Pembiayaan ................................................................................................ 81

Tabel 5.27

Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Peran


Serta Masyarakat ........................................................................................ 82

Tabel 5.28

Contoh Analisa Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif


Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Kelembagaan ............ 82

Tabel 5.29

Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif


Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Teknis ....................... 83

Tabel 5.30

Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif


Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Pembiayaan ............. 84

Tabel 5.31

Contoh Analisa Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif


Pemecahan Masalah Pengembangan SPAM Aspek Peran Serta
Masyarakat ................................................................................................. 84

Tabel 5.32

Contoh Analisis Kebutuhan ......................................................................... 86

Tabel 5.33

Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM ............................................... 88

Tabel 5.34

Lingkup Penyusunan RISPAM .................................................................... 90

Tabel 5.35

Skema Kebijakan Pendananaan Pengembangan SPAM ............................ 92

Tabel 5.36

Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM ......... 95

Tabel 5.37

Kapasitas Pelayanan Eksisting ................................................................... 100


xiv

Tabel 5.38

Cakupan Pelayanan Sistem Onsite............................................................. 100

Tabel 5.39

Cakupan Pelayanan air limbah komunitas berbasis masyarakat ................. 101

Tabel 5.40

Cakupan Pelayanan air limbah Sistem Off-site ........................................... 101

Tabel 5.41

Parameter Teknis Wilayah .......................................................................... 101

Tabel 5.42

Contoh Permasalahan Pengelolaan Air Limbah Yang Dihadapi .................. 103

Tabel 5.43

Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU


No.14/PRT/M/2010 ..................................................................................... 105

Tabel 5.44

Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah....................... 106

Tabel 5.45

Contoh Teknis Operasional Pelayanan Persampahan Saat Ini ................... 114

Tabel 5.46

Contoh Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan............................ 115

Tabel 5.47

Contoh Permasalahan Pengelolaan Persampahan Yang Dihadapi............. 121

Tabel 5.48

Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU


No.14/PRT/M/2010 ..................................................................................... 122

Tabel 5.49

Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah....................... 123

Tabel 5.50

Contoh Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase ................................... 132

Tabel 5.51

Contoh Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Drainase Yang Dihadapi ... 134

Tabel 5.52

Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen


PU No.14/PRT/M/2010 ............................................................................... 135

Tabel 5.53

Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah....................... 136

Tabel 5.54

Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan PLP


Kabupaten/Kota .......................................................................................... 141

Tabel 6.1

Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya .............. 146

Tabel 6.2

Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat


dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya ............................................ 147

Tabel 6.3

Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta


Karya

..................................................................................................... 148

Tabel 6.4

Contoh Tabel Identifikasi KRP .................................................................... 149

Tabel 6.5

Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu


Wilayah ....................................................................................................... 150

Tabel 6.6

Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP ............................................... 151


xv

Tabel 6.7

Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS ................ 152

Tabel 6.8

Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL ................................................... 153

Tabel 6.9

Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL .............................................. 156

Tabel 6.10

Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL .... 158

Tabel 6.11

Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program


Cipta Karya ................................................................................................. 162

Tabel 6.12

Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kota/Kabupaten .......... 165

Tabel 6.13

Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi


Pengarusutamaan Gender di Kota/Kabupaten X ........................................ 167

Tabel 6.14

Kegiatan Pembangunan Cipta Karya yang membutuhkan Konsultasi,


Pemindahan Penduduk dan Pemberian Kompensasi serta Permukiman
Kembali....................................................................................................... 169

Tabel 6.15

Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan


Pembangunan Bidang Cipta Karya ............................................................. 170

Tabel 7.1

Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir .................... 175

Tabel 7.2

Perkembangan Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir ............................ 176

Tabel 7.3

Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir .................... 176

Tabel 7.4

Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten/Kota dalam 5 Tahun Terakhir ........ 178

Tabel 7.5

Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten/Kota ...


dalam 5 Tahun Terakhir .............................................................................. 178

Tabel 7.6

Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya


dalam 5 Tahun Terakhir .............................................................................. 179

Tabel 7.7

Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir .......................................... 180

Tabel 7.8

Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir.............. 181

Tabel 7.9

Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan ............................... 183

Tabel 7.10

Proyek Potensial yang Dapat Dibiayai dengan KPS dalam 5 Tahun Ke


Depan ......................................................................................................... 185

Tabel 8.1

Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya ............................................. 194

Tabel 8.2

Inventarisasi SOP Bidang Cipta Karya ........................................................ 195

Tabel 8.3

Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya .......................... 196
xvi

Tabel 8.4

Contoh Matriks Kebutuhan Sumber Daya Manusia ..................................... 198

Tabel 8.5

Matriks Analisis SWOT Kelembagaan......................................................... 199

Tabel 8.6

Pelatihan Bidang Cipta Karya ..................................................................... 201

Tabel 9.1

Matriks Analisis SWOT Kelembagaan......................................................... 204

Tabel 9.2

Pelatihan Bidang Cipta Karya ..................................................................... 205

xvii

xviii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Untuk mewujudkan bangsa yang mandiri, adil, dan makmur seperti yang dicita-citakan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, salah
satu caranya adalah dengan mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan melalui perwujudan permukiman tanpa kumuh. Untuk menunjang
lingkungan permukiman di tanah air, perlu dibangun prasarana dan sarana
permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional,
kredibel, mandiri, dan efisien. Di samping itu, RPJPN juga mengamanatkan bahwa
pembangunan bidang air minum dan sanitasi diarahkan pada upaya pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat serta untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Hal ini
ditekankan kembali dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 yang menyatakan bahwa salah satu arahan kebijakan dalam
bidang pengembangan perumahan permukiman adalah meningkatkan aksesibiltas
masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai.
Arahan dalam RPJPN dan RPJMN terkait pembangunan infrastruktur permukiman
merupakan amanat yang harus diemban bersama oleh Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dijelaskan dalam PP 38 Tahun
2007 bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota berperan sebagai pelaksana pembangunan
infrastruktur fisik bidang Cipta Karya, sedangkan Pemerintah Pusat bertindak sebagai
pengatur, pembina, dan pengawas pembangunan infrastruktur permukiman di
Indonesia. Hal ini sesuai kebijakan desentralisasi yang dilakukan di Indonesia saat ini,
dimana pemerintah daerah dituntut untuk lebih berperan aktif dalam melayani dan
mensejahterakan masyarakat. Agar dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat, pemerintah daerah perlu merencanakan pembangunan
infrastruktur permukiman secara terpadu dengan mendayagunakan sumber daya
secara optimal, efisien, dan efektif sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan
Umum, dalam mengemban tugasnya sebagai perumus dan pelaksana kebijakan dan
standar teknis bidang Cipta Karya, mengambil inisiatif untuk mendukung pemerintah
kabupaten/kota dalam menyiapkan perencanaan program khusus bidang Cipta Karya
yang diberi nama Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) bidang Cipta
Karya. RPIJM ini dikembangkan sebagai upaya Ditjen Cipta Karya dalam
1

melaksanakan pembangunan infrastruktur permukiman secara merata di seluruh


wilayah tanah air dengan cara yang lebih terpadu, efisien dan efektif sehingga dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat. RPIJM mulai
dirintis sejak tahun 2005 berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya No.
Pr. 02.03-Dc/496 perihal Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya. Sebagai tindak
lanjut dari Surat Edaran tersebut, Ditjen Cipta Karya juga telah menyusun Buku
Pedoman Penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya sebagai panduan bagi pemerintah
kabupaten/kota dalam menyusun RPIJM.
RPIJM merupakan dasar pemrograman dan penganggaran di lingkungan Ditjen Cipta
Karya. Mengingat fungsinya yang cukup penting, maka RPIJM sudah sepatutnya
memiliki kualitas yang baik serta disiapkan secara rasional, inklusif, dan terpadu. Oleh
karena itu, dalam rangka peningkatan kualitas RPIJM perlu dilakukan penyempurnaan
Pedoman Penyusunan RPIJM. Dalam pedoman RPIJM yang baru, substansi dokumen
akan ditajamkan sesuai dengan kebijakan baru dan perubahan pengaturan terkait
bidang Cipta Karya. Selain itu, penyusunan dokumen RPIJM perlu mempertimbangkan
kemampuan keuangan, kelembagaan daerah, serta dampak pembangunan
infrastruktur permukiman terhadap lingkungan dan kondisi sosial setempat. Dengan
adanya Pedoman RPIJM yang baru, diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat
menggerakkan semua sumber daya secara optimal dalam memenuhi kebutuhan
pembangunan infrastruktur permukiman, sekaligus mendukung upaya percepatan
pencapai sasaran nasional pembangunan bidang Cipta Karya.
1.2

Pengertian dan Kedudukan RPIJM

Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya atau disingkat
sebagai RPIJM Cipta Karya adalah dokumen rencana dan program pembangunan
infrastruktur bidang Cipta Karya dalam periode lima tahun, yang dilaksanakan secara
terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun oleh masyarakat/swasta, yang
mengacu pada rencana tata ruang, untuk menjamin keberlangsungan kehidupan
masyarakat yang berkualitas dan mewujudkan pembangunan infrastruktur Cipta Karya
yang berkelanjutan.
Dokumen ini disusun pada tingkat Kabupaten/Kota dan bersifat multi sektoral, multi
stakeholder, dan multi pendanaan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan multi sektor
adalah RPIJM meliputi sektor-sektor di lingkungan Ditjen Cipta Karya yaitu
Pengembangan Air Minum, Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman,
Pengembangan Permukiman, dan Penataan Bangunan dan Lingkungan. Adapun
maksud dari multi stakeholder adalah para pemangku kepentingan yang terkait turut
2

dilibatkan dalam proses penyusunan dan implementasi RPIJM sesuai kewenangan


dan peranannya masing-masing. Stakeholder yang terkait dalam RPIJM meliputi
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, masyarakat dan dunia usaha. Sedangkan
maksud dari multi-pendanaan adalah sumber pembiayaan infrastruktur permukiman
dalam RPIJM tidak hanya berasal dari pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota, serta dunia usaha dan masyarakat.
RPIJM disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan difasilitasi oleh Ditjen Cipta
Karya dan Pemerintah Provinsi. Sebagai dokumen teknis, RPIJM sudah harus
menampung aspirasi pemangku kepentingan lokal dan aspirasi masyarakat. Dalam
penyusunannya, RPIJM harus ditekankan pada proses partisipasi melalui dialog
dengan seluruh pemangku kepentingan sehingga dapat diterima oleh semua pihak
sebagai acuan pembangunan infrastruktur bersama. Dengan demikian, maka
pembangunan infrastruktur permukiman bisa ditangani atau dibiayai secara bersamasama oleh para pemangku kepentingan.
RPIJM tidak dimaksudkan untuk menggantikan fungsi RPJMD ataupun Renstra SKPD,
namun RPIJM merupakan dokumen teknis operasional pembangunan bidang Cipta
Karya yang berisikan rencana investasi sesuai kebutuhan dan kemampuan daerah.
RPIJM disusun dengan mengacu pada kebijakan spasial dan sektoral, baik di tingkat
nasional maupun daerah. Kebijakan spasial meliputi RTRWN, RTRW Provinsi, dan
RTRW Kabupaten/Kota. Sedangkan kebijakan sektoral terdiri dari RPJMN, RPJMD
Provinsi, dan RPJMD Kabupaten/Kota. Disamping itu, RPIJM juga mengacu pada
Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional serta Kebijakan dan Strategi Perkotaan
Daerah. Adapun, skema kedudukan RPIJM dalam sistem perencanaan pembangunan
bidang Cipta Karya dapat dilihat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Kedudukan RPIJM dalam Sistem Perencanaan Pembangunan


Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Sesuai dengan skema di atas, integrasi dan sinkronisasi setiap strategi sektor sangat
penting, termasuk antara Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM),
Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Dokumen sektoral ini terintegrasi dalam Strategi Pembangunan Permukiman dan
Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) yang memberikan arahan pembangunan infrastruktur
skala kota/kabupaten. Selanjutnya, SPPIP ini akan diturunkan ke dalam Rencana
Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) dengan skala kawasan.
RPIJM perlu mempertimbangkan dokumen-dokumen teknis ini sehingga perencanaan
pembangunan infrastruktur permukiman menjadi lebih terarah dan terpadu. Keterkaitan
substansi antara dokumen teknis dipaparkan pada gambar 1.2.
RPIJM yang telah disusun kemudian akan dituangkan ke dalam rencana program
tahunan berupa Memorandum Program yang merupakan kesepakatan bersama antara
pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota terkait rencana kegiatan di suatu
Kabupaten/Kota dalam jangka waktu 5 tahun.

Sumber : Dit. Bina Program DJCK, 2012

Gambar 1.2 Keterkaitan RTRW, SPPIP, RPIJM dan KSPD

1.3

Maksud dan Tujuan

Maksud RPIJM yaitu untuk mewujudkan kemandirian kabupaten/kota dalam


penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman yang berkelanjutan,
menciptakan kualitas kehidupan masyarakat yang sejahtera selaras dengan tujuan
pembangunan nasional.
Sedangkan tujuan RPIJM adalah sebagai dokumen yang dijadikan acuan dalam
perencanaan program dan anggaran serta pembangunan infrastruktur Bidang Cipta
Karya yang berasal dari berbagai sumber pendanaan, baik APBN, APBD Propinsi,
APBD Kabupaten/Kota, maupun sumber pendanaan lainnya. RPIJM memuat rencana
program dan investasi dalam jangka waktu lima tahun yang mencakup sektor-sektor
yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya, yaitu Pengembangan Permukiman,
Penataan Bangunan dan Lingkungan, Sistem Penyediaan Air Minum, dan Penyehatan
Lingkungan Permukiman (air limbah permukiman, persampahan, dan drainase).
5

1.4

Acuan Peraturan dan Perundangan

Perangkat peraturan perundangan yang dijadikan acuan dalam penyusunan RPIJM


Bidang Cipta Karya, adalah sebagai berikut:
Undang Undang (UU)
UU No. 02 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum;
UU No. 01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun;
UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah;
UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional;
UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal;
UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;
UU No. 07 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air;
UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah;
UU No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan;
UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
Peraturan Pemerintah (PP)
PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga
PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah;
PP No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;
PP No. 34 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan;
PP No. 07 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
PP No. 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air;
PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota;
PP No. 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah;

PP No. 2 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau


Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
PP No. 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah;
PP No. 5 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan;
PP No. 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan SPAM;
PP No. 36 tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG (Undang Undang
Bangunan Gedung);
PP No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
PP No. 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan Penerapan Sistem
Penyediaan Air Minum.
Peraturan Presiden (Perpres)
Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur;
Perpres No. 05 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010-2014;
Perpres No. 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67
Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur;
Perpres No. 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;
Perpres No. 56 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Perpres No. 67 Tahun 2005
Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur;
Perpres No. 65 Tahun 2011 Tentang Unit Percepatan Pembangunan Provinsi
Papua dan Provinsi Papua Barat;
Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia;
Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas
Rumah Kaca.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Permen PU No. 14/PRT/M/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Kementerian PU yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan
Sendiri;
Permen PU No. 02/PRT/M/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian
Pekerjaan Umum Tahun 2010-2014;
Permen PU No. 12/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Kerjasama Pengusahaan
Pengembangan SPAM;
7

Permen PU No. 14/PRT/M/2010 Tentang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan


Penataan Ruang;
Permen PU No. 15/PRT/M/2010 Tentang Penggunaan DAK Bidang Infrastruktur;
Permen PU No. 16/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala
Bangunan Gedung;
Permen PU No. 01/PRT/M/2009 Tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM
Bukan Jaringan Perpipaan;
Permen PU No. 10/PRT/M/2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan Bidang PU yang Wajib Dilengkapi Dengan UKL dan UPL;
Permen PU No. 16/PRT/M/2008 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP-SPALP);
Permen PU No. 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan;
Permen PU No. 18/PRT/M/2007 Tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air
Minum;
Permen PU No. 20/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM);
Permen PU No. 21/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP);
Permen PU No. 494/PRT/M/2005 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Perkotaan (KSNP Kota).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH)
Permen LH No. 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
Wajib AMDAL;
Permen LH No. 09 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum KLHS;
Permen LH No. 13 Tahun 2010 Tentang UKL UPL dan SPPLH;
Permen LH No. 14 Tahun 2010 Tentang Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan yang Telah Memiliki Izin Usaha dan/atau Kegiatan Tetapi Belum
Memiliki Dokumen Lingkungan Hidup.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Permendagri No. 57 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Perkotaan;
Permendagri No. 33 Tahun 2008 Tentang Pedoman Hubungan Kerja Organisasi
Perangkat Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
Permendagri No. 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi
Perangkat Daerah;
8

Permendagri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah


yang direvisi menjadi Permendagri Nomor 59 Tahun 2007.
Peraturan Kementerian Lainnya
Peraturan Menteri Bappenas No 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum
Pelaksanaan KPS dalam Pembangunan Infrastruktur;
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum;
Keputusan Menteri PAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004 Tentang Pedoman
Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja dalam Rangka
Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.
1.5

Prinsip Penyusunan RPIJM

Prinsip dasar RPIJM secara sederhana adalah:


1. Multi Tahun, yang diwujudkan dalam kerangka waktu 5 (lima) tahun untuk
rencana investasi yang disusun.
2. Multi Sektor, yaitu mencakup sektor/bidang pengembangan kawasan
permukiman, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan
sistem pelayanan persampahan, pengembangan sistem pelayanan air limbah,
pengembangan sistem pematusan kota/drainase, peningkatan kualitas kawasan
kumuh dan peremajaan permukiman, penanganan kawasan kumuh,
pengembangan kawasan dan ruang terbuka hijau, serta penanggulangan
kebakaran dan penataan bangunan gedung.
3. Multi Sumber Pendanaan, yaitu memadukan sumber pendanaan pemerintah,
sumber pendanaan swasta, dan masyarakat. Sumber pendanaan pemerintah
dapat terdiri dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, sedangkan dana
swasta dapat berupa Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dan Coorporate Social
Responsibility (CSR). Masyarakat pun dapat berkontribusi dalam pemberdayaan
masyarakat, misalnya dalam bentuk barang dan jasa.
4. Multi Stakeholder, yaitu melibatkan Masyarakat, Pemerintah, dan Swasta
sebagai pelaku pembangunan dalam proses penyusunan RPIJM maupun pada
saat pelaksanaan program.
5. Partisipatif, yaitu memperhatikan kebutuhan dan kemampuan daerah
(kabupaten/kota dan provinsi) sesuai karakteristik setempat (bottom-up).
Diharapkan dengan 5 prinsip dasar tersebut, dapat diwujudkan pembangunan yang
efektif dan efisien, serta mendorong kemandirian daerah yang untuk menyusun
9

program yang layak dan handal sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan


masyarakat Indonesia. RPIJM ini juga bersifat dinamis, dimana setiap tahunnya
diperlukan review terhadap program-program pembangunan yang tercantum di dalam
dokumen RPIJM, sehingga dihasilkan rencana pembangunan infrastruktur yang
mutakhir sesuai perkembangan kebutuhan daerah.
1.6

Muatan Dokumen RPIJM

Secara substansi muatan RPIJM Kabupaten/Kota terdiri 8 (delapan) bab yaitu:


Bab 1

Pendahuluan
Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai latar belakang, maksud dan
tujuan RPIJM, dasar hukum penyusunan RPIJM, dan mekanisme penyusunan
RPIJM.

Bab 2

Profil Kabupaten/Kota
Pada bab ini berisikan penjelasan profil umum Kabupaten/Kota seperti batas
administrasi wilayah, demografi, geografi, topografi, geohidrologi, geologi,
klimatologi, serta kondisi sosial dan ekonomi wilayah.

Bab 3

Keterpaduan Strategi Pengembangan Kabupaten/Kota


Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai kebijakan dan strategi dokumen
rencana seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Kebijakan dan Strategi
Perkotaan Daerah (KSPD), Strategi Pengembangan Permukiman dan
Infrastruktur Perkotaan (SPPIP), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL), Rencana Induk Sistem PAM (RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK),
dan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP),
serta penjelasan mengenai Keterpaduan Strategi dan Rencana Pembangunan
pada skala Kabupaten/Kota maupun kawasan.

Bab 4

Aspek Teknis Per Sektor


Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai rencana program investasi
infrastruktur Bidang Cipta Karya seperti rencana pengembangan permukiman,
rencana penataan bangunan dan lingkungan (PBL), rencana pengembangan
sistem penyediaan air minum, dan rencana penyehatan lingkungan
permukiman (PLP). Pada setiap sektor dijelaskan isu strategis, kondisi
eksisting, permasalahan, dan tantangan daerah; analisis kebutuhan; serta
usulan program dan pembiayaan masing masing sektor.
10

Bab 5

Aspek Lingkungan dan Sosial


Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai gambaran umum dan kondisi
eksisting lingkungan, analisis perlindungan lingkungan dan sosial seperti
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), AMDAL, UKL UPL, dan SPPLH,
serta perlindungan sosial pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun
pasca pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya.

Bab 6

Aspek Pembiayaan
Bab ini berisikan penjelasan mengenai Profil APBD Kabupaten/Kota, profil
investasi dan proyeksi investasi dalam pembangunan Bidang Cipta Karya,
serta strategi peningkatan investasi bidang Cipta Karya.

Bab 7

Aspek Kelembagaan Kabupaten/Kota


Bab ini berisikan penjelasan mengenai aspek kelembagaan Cipta Karya di
daerah yang fokus kepada aspek keorganisasian, aspek ketatalaksanaan, dan
aspek sumber daya manusia. Dari ketiga aspek tersebut dijelaskan kondisi
eksisting, analisis permasalahan dan rencana pengembangannya.

Bab 8

Matriks Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya


Pada bab ini berisikan matriks program investasi RPIJM Kabupaten/Kota dan
matriks keterpaduan program investasi RPIJM Kabupaten/Kota.

11

12

BAB II
MEKANISME PENYUSUNAN DAN PENILAIAN RPIJM
2.1

Hubungan Kerja Penyusunan RPIJM

2.1.1 Unit Pelaksana di Pusat dan Daerah


Penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya kabupaten/kota pada dasarnya melibatkan
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah
pusat, dalam hal ini Ditjen Cipta Karya, bertindak sebagai pembina. Sedangkan,
pemerintah provinsi berperan sebagai fasilitator, dan pemerintah kabupaten/kota
merupakan penyusun dari dokumen RPIJM.
Di dalam mekanisme penyusunanan RPIJM Cipta Karya terdapat unit pelaksanaan di
Pusat dan Daerah. Pada tingkat pusat dibentuk Satgas RPIJM/Randal yang terdiri dari
pejabat yang mewakili Direktorat Bina Program, Direktorat Pengembangan
Permukiman, Direktorat Tata Bangunan dan Lingkungan, Direktortat Pengembangan
Air Minum, Direktorat Pengembangan PLP, dan Sekretariat Ditjen Cipta Karya. Dalam
Direktorat Bina Program Cipta Karya juga terdapat Koordinator Wilayah (Korwil) yang
terdiri dari Kasubdit Program dan Anggaran (Korwil Sumatera), Kasubdit Evaluasi
Kinerja (Korwil Jawa), Kasubdit Kerjasama Luar Negeri (Korwil Kalimantan, Bali dan
Nusa Tenggara), Kasubdit Data dan Informasi (Korwil Sulawesi), serta Kasubdit
Kebijakan dan Strategi (Korwil Maluku dan Papua), sesuai dengan SK Dirjen Cipta
Karya No. 25/KPTS/DC/2012.
Pada tingkat provinsi, dibentuk satgas RPIJM yang berfungsi memfasilitasi antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyusunan RPIJM. Satgas
Provinsi dapat dibentuk melalui SK Gubernur/Sekda. Adapun anggotanya terdiri dari
unsur Bappeda, Dinas PU/CK/Permukiman, BPLHD, Dispenda, SKPD terkait
pembangunan Cipta Karya, dan Satker-Satker Cipta Karya Provinsi.
Sementara di tingkat kabupaten/kota, dibentuk satgas RPIJM Kabupaten/Kota yang
bertugas menyusun RPIJM. Satgas dibentuk dengan SK Bupati/Walikota dengan
anggota terdiri dari unsur Bappeda, Dinas PU/CK/Permukiman, BPLHD, Dispenda,
SKPD terkait pembangunan Cipta Karya, dan PDAM.
Adapun keterkaitan organisasi dalam penyusun RPIJM tercermin pada gambar 2.1.

13

Sumber : Dit. Bina Program, DJCK 2012

Gambar 2.1 Keterkaitan Organisasi Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota

2.1.2 Tugas dan Tanggung Jawab Satgas Randal Pusat, Satgas RPIJM Provinsi
dan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota
Setiap tingkatan Satgas RPIJM/Randal mempunyai tugas dan tanggung jawabnya
masing-masing yang diatur dalam SK Dirjen Cipta Karya No. 25/KPTS/DC/2012.
Berdasarkan SK tersebut, Satgas Randal Pusat bersama Korwil berperan sebagai
Pembina dengan melakukan fungsi pengaturan, pembinaan dan pengawasan dalam
penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota. Satgas Randal Pusat memiliki tugas dan
tanggung jawabnya yaitu:
1. Tim Pengarah
a. Menentukan arah kebijakan pelaksanaan pendampingan dan fasilitasi dalam
perencanaan program pengendalian pelaksanaan program di Bidang Cipta
Karya; dan
b. Memberikan dukungan dalam perencanaan program Bidang Cipta Karya antara
Kabupaten/Kota, Provinsi, serta mitra kerjasama lainnya baik di dalam dan di luar
Kementerian PU.

14

2. Kepala Satuan Tugas


a. Melaksanakan rencana program pendampingan perencanaan dan pengendalian
program Bidang Cipta Karya;
b. Melaksanakan pembinaan kepada daerah terkait perencanaan program Bidang
Cipta Karya;
c. Melaksanakan pembinaan kepada daerah terkait pengendalian dan pelaksanaan
program Bidang Cipta Karya;dan
d. Melakukan peningkatan kelembagaan dan kemampuan sumber daya manusia
Randal Provinsi untuk meningkatkan dan memperkuat tugas perencanaan dan
pengendalian program di Bidang Cipta Karya.
3. Koordinator Wilayah
a. Melaksanakan rencana aksi fasilitasi dan pendampingan bagi Kabupaten/Kota
melalui Pemerintah Provinsi untuk meningkatkan kualitas perencanaan Program
Bidang Cipta Karya;
b. Memantau pelaksanaan perencanaan dan pengendalian program Bidang Cipta
Karya di daerah, khususnya sampai dengan tataran Provinsi, dan tidak tertutup
kemungkinan bagi Kabupaten/Kota;
c. Memantau kualitas/kelayakan dan sinkronisasi muatan substansi dokumen
perencanaan program Bidang Cipta Karya yaitu RPIJM, Memorandum Program,
SPPIP, SSK, RISPAM, dan RTBL;
d. Mendampingi penyusunan pemuktahiran Pedoman Penyusunan Rencana
Program Investasi Jangka Menengah Kabupaten/Kota;
e. Bersama Pemerintah Provinsi menjaring dan mensinkronisasikan usulan
program Bidang Cipta Karya tahun 2013 yang terpadu dengan berbagai sumber
pendanaan dan berbasiskan pada RPIJM Kabupaten/Kota;
f. Penajaman dan sosialisasi kualitas muatan substansi RPIJM Kabupaten/Kota
kepada Pemerintah Kabupaten/Kota;
g. Bersama dengan Pemerintah Provinsi mendampingi Kabupaten/Kota dalam
menyiapkan program Cipta Karya yang potensial dibiayai melalui alternatif
sumber pembiayaan Cipta Karya seperti CSR, PHLN, dll;
h. Memonitoring dan mengevaluasi terhadap penyempurnaan/pemuktahiran
dokumen dokumen perencanaan program Bidang Cipta Karya yang telah
disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota;
i. Membina dan mendampingi Provinsi dalam mengevaluasi tahunan dari
pelaksanaan program dan anggaran pembangunan bidang Cipta Karya; dan
j. Membina dan mendampingi Satuan Kerja Perencanaan dan Pengendalian
Program Infrastruktur Permukiman di tingkat pusat.

15

4. Sekretariat
a. Melaksanakan tugas harian dan operasional dari Satuan Tugas Perencanaan
dan Pengendalian;
b. Mengumpulkan data dan informasi terkait dengan perencanaan dan
pengendalian program Bidang Cipta Karya;
c. Menyusun dan mengelola sistem knowledge management yang mampu memberi
wadah pembelajaran bagi seluruh stakeholder Randal;
d. Memfasilitasi koordinasi antara Randal Pusat dengan Randal Provinsi serta
Pemerintah Kabupaten/Kota;
e. Memfasilitasi dan membina Satuan Tugas Randal Provinsi untuk penyelesaian
permasalahan terkait proses pelaksanaan penyiapan perencanaan program dan
pengendalian pelaksanaan program Cipta Karya;
f. Memfasilitasi pelaksanaan pendampingan perencanaan dan pengendalian
Bidang Cipta Karya kepada Randal Provinsi dan termasuk kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota;
g. Memberi dukungan teknis, administrasi dan logistik pada Kepala Satuan Tugas
dan Koordinator Wilayah;
h. Menyiapkan sumber data (kearsipan) dari pelaksanaan kegiatan perencanaan
dan pengendalian pelaksanaan program dari tahun yang sedang berjalan atau
yang sudah terlaksana; dan
i. Memberi masukan dan evaluasi hasil dari pelaksanaan perencanaan dan
pengendalian program bidang Cipta Karya kepada Kepala Satuan Kerja Randal
Pusat dan Koordinator Wilayah.
Satgas RPIJM/Randal pada tingkat Provinsi memiliki peran dalam melakukan
pendampingan penyusunan RPIJM yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota di
wilayahnya. Satgas ini terdiri dari 3 tim yaitu tim pengarah, tim pelaksana, dan tim
sekretariat. Adapun tugas dari masing masing tim tersebut yaitu:
1. Tim Pengarah
a. Memberikan arahan kebijakan untuk kegiatan Pendampingan Penyusunan
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/Cipta Karya
Daerah Kota/Kabupaten/Propinsi;
b. Memberikan dukungan dalam kaitan dengan hubungan dengan pimpinan
instansi mitra kerjasama di dalam dan di Propinsi;
c. Memberikan
dukungan
dalam
kaitan
hubungan
pada
daerah
Kota/Kabupaten,dan Propinsi; dan
d. Menetapkan kebijakan program dan anggaran APBN yang layak mendukung
RPIJM Daerah Kota/Kabupaten dan Propinsi.
16

2. Tim Pelaksana
a. Melaksanakan tugas pendampingan RPIJM Daerah Kota/Kabupaten;
b. Melaksanakan tugas pembangunan kelembagaan dan sumber daya manusia di
tingkat Kota dan Kabupaten, dengan pemberdayaan Satgas RPIJM di tingkat
Kota dan Kabupaten;
c. Melaksanakan tugas evaluasi atas usulan RPIJM Daerah Kota/Kabupaten yang
akan dihasilkan dari proses pendampingan ini;
d. Melaksanakan evaluasi guna perbaikan dan penyempurnaan terus menerus
pendampingan RPIJM Daerah Kota/Kabupaten.
3. Tim Sekretariat
a. Melaksanakan tugas untuk memberi dukungan teknis, administrasi, dan logistik
pada Tim Pengarah dan Tim Pelaksana;
b. Menyelenggarakan sistem informasi manajemen untuk pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan RPIJM Kota/Kabupaten; dan
c. Melaksanakan tugas lain yang diinstruksikan oleh Tim Pengarah dan Pelaksana.
Peran Satgas RPIJM/Randal Kabupaten/Kota pada dasarnya adalah sebagai perumus
dokumen RPIJM. Pembentukan Satgas Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota ini
ditetapkan oleh Keputusan Bupati/Walikota. Sebagaimana halnya Satgas provinsi,
Satgas tingkat Kabupaten/Kota terdiri dari 3 tim yang memiliki tugas dan tanggung
jawab masing-masing, yaitu:
1. Pengarah
a. Memberikan arahan kebijakan kegiatan Pendampingan Penyusunan RPIJM
Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya Daerah Kabupaten/Kota;
b. Memberikan dukungan dalam kaitan dengan hubungan dengan pimpinan
instansi terkait mitra kerjasama; dan
c. Memberikan dukungan dalam kaitan hubungan pada Daerah Kabupaten/Kota.
2. Pelaksana
a. Melaksanakan tugas pendampingan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota;
b. Melaksanakan tugas pembangunan kelembagaan dan sumber daya manusia
tingkat Kabupaten/Kota;
c. Menyusun RPIJM Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya ;
d. Melaksanakan tugas evaluasi atas usulan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota yang
akan dihasilkan dari proses pendampingan;
e. Melaksanakan evaluasi guna perbaikan dan penyempurnaan secara terus
menerus Pendampingan RPIJM Kabupaten/Kota.
17

3. Sekretariat
a. Memberi dukungan teknis administrasi, dan logistik pada Satgas Pengarah dan
Pelaksana;
b. Menyelenggarakan sistem informasi manajemen untuk pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota; dan
c. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh pengarah dan pelaksana.

Gambar 2.2 Contoh SK Bupati/Walikota Pembentukan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota

18

Dalam dokumen RPIJM yang disusun oleh pemerintah kabupaten/kota harus


dilampirkan SK Bupati/Walikota yang menjadi dasar pembentukan Satgas RPIJM
Kabupaten/Kota. Adapun contoh dari SK tersebut adalah seperti gambar 2.2.
2.2

Langkah Penyusunan RPIJM

Dalam penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota harus mengacu pada dokumen


perencanaan spasial yang dituangkan dalam RTRW serta perencanaan pembangunan
yang dijabarkan dalam RPJMD. Di samping itu, RPIJM juga mengacu pada dokumen
perencanaan teknis bidang Cipta Karya seperti dokumen RPKPP, RI-SPAM, SSK,
RTBL, dan dokumen Strategi yang lain yang terkait dengan pengembangan wilayah.
Keseluruhan rencana teknis ini, terintegrasi dan tersinkronisasi dalam Strategi
Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP). SPPIP ini
memberikan arahan strategi makro pembangunan infrastruktur permukiman,
sedangkan RPIJM merupakan penjabaran program dari strategi tersebut.
Setelah memahami arahan yang ada dalam dokumen kebijakan dan rencana,
dilakukan analisis teknis untuk menghasilkan rencana program dan investasi di setiap
sektor. Proses analisis teknis ini diawali identifikasi isu strategis yang dapat
berpengaruh terhadap penyediaan infrastruktur permukiman, kondisi eksisting
infrastruktur permukiman, permasalahan yang menghambat, serta tantangan ke
depan. Setelah itu, dilakukan analisis kebutuhan infrastruktur permukiman disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Dari analisis tersebut akan muncul programprogram pembangunan sektoral yang perlu dilakukan di kabupaten/kota tersebut.
Apabila readiness criteria sudah terpenuhi, maka program-program sektoral yang telah
teridentifikasi tersebut dapat dikembangkan menjadi usulan program dan kegiatan
dalam bentuk rencana program dan investasi sektoral.
Selain melihat rencana investasi dari masing-masing sektor dalam penyusunan RPIJM
Kabupaten/Kota diperlukan suatu analisis terhadap keuangan daerah, kelembagaan
serta perlindungan terhadap lingkungan dan sosial. Analisis keuangan daerah
dimaksudkan untuk melihat kapasitas keuangan daerah dan sumber-sumber
pendanaan keuangan daerah dalam investasi pembangunan jangka menengah.
Sedangkan aspek kelembagaan menganalisis keorganisasian, tata laksana, dan
sumber daya manusia dalam implementasi RPIJM, dan analisis perlindungan
lingkungan dan sosial dimaksudkan untuk melindungi lingkungan dan sosial seperti
diperlukannya KLHS, AMDAL, atau konsultasi masyarakat.

19

Adapun langkah-langkah penyusunan dokumen RPIJM Kabupaten/Kota terlihat pada


Gambar 2.3.
O U

No

Aktivitas

Satgas RPIJM
Kab/Kota

Satgas RPIJM
Provinsi

/ O

GC

Satgas RPIJM Pusat


Direktorat Bina Program
Direktorat
Direktorat
Bagian
Direktorat
Direktorat
Satker
Penataan Pengembangan
Koordinator
Hukum
Perencanaan Pengembangan Bangunan
Penyehatan Pengembangan
Wilayah
(Setditjen CK)
Permukiman
Air Minum
dan
dan
Lingkungan
(Korwil)
Pengendalian
Lingkungan Permukiman

1 Review Outline Dokumen RPIJM

Persyaratan/
Kelengkapan

Semua aspek sesuai


dengan Buku Pedoman
Penyusunan RPIJM

Waktu

1 minggu

Draft Outline Dokumen


RPIJM

2 Check Terhadap Buku

Pedoman RPIJM

Output

T
Y

3 Review Strategi/Skenario

Sesuai dengan RTRW


Nasional, Provinsi dan
Kab/Kota
Sesuai dengan dokumen
Strategi Pembangunan
Permukiman dan
Infrastruktur Perkotaan
(SPPIP)

Pengembangan Wilayah
4 Review Strategi/Skenario

Pengembangan Sektor/Bidang
PU-CK

1 minggu

1 minggu

Draft Strategi/Skenario
Pengembangan Wilayah
dan Sektor Bidang PUCK

5 Check Terhadap Dokumen

SPPIP
T
Y

Sesuai dengan dokumen


Rencana Pembangunan
Kawasan Permukiman
Prioritas (RPKPP)

6 Review Rencana Program

Investasi Pengembangan
Permukiman

2 minggu

Draft Rencana Program


Investasi berdasarkan
dokumen SPPIP

7 Check Terhadap Dokumen

RPKPP

T
Y

8 Review Rencana Program

Sesuai dengan dokumen


Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL)

Investasi Penataan Bangunan


dan Lingkungan
9 Check Terhadap Dokumen
RTBL

2 minggu

Draft Rencana Program


Investasi berdasarkan
dokumen RTBL

T
Y

10 Review Rencana Program

Sesuai dengan dokumen


Strategi Sanitasi Kota
(SSK) dan Masterplan
Drainase

Investasi Penyehatan
Lingkungan Permukiman

2 minggu

Draft Rencana Program


Investasi berdasarkan
dokumen SSK dan
Masterplan Drainase

11 Check Terhadap Dokumen SSK

dan Masterplan Drainase


T
Y

12 Review Rencana Program

Sesuai dengan Rencana


Induk Sistem (RIS) Air
Minum

Investasi Sistem Penyediaan Air


Minum
13 Check Terhadap RIS Air Minum

2 minggu

Draft Rencana Program


Investasi berdasarkan
dokumen RIS Air Minum

T
Y

14 Review Aspek Sosial dan

Sesuai dengan dokumen


Amdal Daerah

Lingkungan

2 minggu

Draft Rencana Aspek


Sosial dan Lingkungan

16 Check Terhadap Dokumen

Perencanaan yang ada

T
Y

17 Review Penetapan Prioritas

3 minggu

Program Investasi
Draft Memorandum
Program

18 Review Memorandum Program


19 Sinkronisasi, Optimasi dan

Skala Prioritas

T
Y

20 Review Aspek Legalisasi

4 minggu

Dokumen RPIJM
Kab/Kota berdasarkan
review tahunan

Sumber: Subdit Jakstra DJCK

Gambar 2.3 Langkah Penyusunan Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota Bidang Cipta Karya

20

Ket.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pada dasarnya RPIJM dirumuskan
oleh Satgas tingkat Kabupaten/Kota, untuk kemudian direview oleh Satgas tingkat
provinsi dan pusat. Adapun, skema koordinasi dalam RPIJM dapat terlihat pada
gambar dibawah ini.
SATGAS
KAB/KOTA
Penyusunan
Dokumen RPIJM
Berdasarkan
Kebutuhan dan
Kondisi Lokal

SATGAS
`
PROVINSI

SATGAS
PUSAT

Penilaian

Penilaian Dokumen
RPIJM Hasil Review
Provinsi + Masukan
Program Sektor
(Nasional)
Masukan Sektoral:
Bangkim
PBL
Air Minum
PLP

Kelengkapan
Dokumen RPIJM +
Masukan dari
Provinsi

Garis Koordinasi, Masukan dan Perbaikan

Sumber : Dit. Bina Program, DJCK

Gambar 2.4 Skema Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota

Adapun alur kegiatan penyusunan RPIJM yang dilakukan pada setiap tingkatan Satgas
adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan Draft I RPIJM (tingkat Satgas Kabupaten/Kota)
Penyusunan RPIJM di tingkat Kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan kebutuhan
dan kondisi lokal, termasuk mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Oleh karena
itu, dalam perumusan Draft I RPIJM ini perlu mengundang tokoh masyarakat
setempat, dunia usaha dan organisasi berbasis komunitas.
2. Penyusunan Draft II RPIJM (tingkat Satgas Provinsi)
Di tingkat provinsi, satgas provinsi akan melakukan penilaian kelengkapan
dokumen RPIJM dan memberikan masukan terutama terkait dengan keterpaduan
infrastruktur permukiman berskala regional. Pembahasan Draft II ini perlu
mengikutsertakan unsur akademisi, asosiasi profesi, dan pemerintah kabupaten/
kota yang berbatasan.
3. Penyusunan Draft Final RPIJM (tingkat Satgas Pusat)
Satgas pusat melakukan penilaian kelayakan terhadap draft yang disusun
pemerintah kabupaten/kota. Setelah melakukan review, maka akan dilakukan
pembahasan yang melibatkan direktorat sektor di lingkungan Ditjen Cipta Karya

21

4.

2.3

untuk memadukan program dan investasi dalam RPIJM dengan upaya pencapaian
sasaran nasional.
Penyusunan RPIJM (tingkat Satgas Kabupaten/Kota)
Setelah direvisi, maka Satgas Kabupaten/Kota melakukan finalisasi dan legalisasi
dokumen RPIJM setelah mendapat persetujuan Bupati/Walikota.
Penilaian Kelayakan RPIJM

Kelayakan suatu dokumen RPIJM perlu dinilai untuk meningkatkan kualitas substansi
dokumen RPIJM kabupaten/kota. Penilaian kelayakan tersebut menggunakan metode
skoring, dimana masing masing kriteria kelayakan telah ditetapkan bobot/nilainya.
Indikator Penilaian Dokumen RPIJM dinilai dari beberapa kriteria yaitu:
1. Kelengkapan Dokumen
Penilaian kelengkapan dokumen dilihat dari legalisasi dokumen RPIJM oleh
Bupati/Walikota, dan outline dokumen yang sesuai dengan buku pedoman
penyusunan RPIJM.
2. Keterpaduan Strategi Pengembangan Kota dan Kawasan
Penilaian terhadap kelayakan rencana dilihat dari keterpaduan strategi yang
tertuang pada dokumen pendukung RPIJM seperti RTRW, RPJMD, KSPD, SPPIP
serta dokumen sektoral lainnya.
3. Kelayakan Program
Penilaian terhadap kelayakan program dalam rencana program investasi sektor
pengembangan permukiman, rencana program investasi sektor PBL, rencana
program investasi sektor PLP, rencana program investasi sektor SPAM.
4. Kelayakan Lingkungan dan Sosial
Penilaian terkait aspek perlindungan sosial dan lingkungan dalam pembangunan
infrastruktur bidang Cipta Karya.
5. Kelayakan Pendanaan
Penilaian kelayakan dan kesesuaian anggaran untuk program / kegiatan RPIJM
serta pemanfaatan multi sumber pendanaan.
6. Kelayakan Kelembagaan
Penilaian kelayakan kelembagaan dilihat dari kesiapan kelembagaan untuk
menyusun dan mengelola implementasi RPIJM di daerah.
7. Matriks Program
Penilaian kelayakan kegiatan dilihat dari penetapan prioritas program dan matriks
program yang tertuang dalam RPIJM.
Adapun indikator penilaian kelayakan dokumen RPIJM Kabupaten/Kota beserta nilai
maksimal dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.
22

Tabel 2.1 Indikator Penilaian RPIJM


KRITERIA

No

INDIKATOR PENILAIAN

Nilai Max

KELENGKAPAN DOKUMEN (13)


A

LEGALISASI

OUTLINE
DOKUMEN

Persetujuan Bupati/Walikota

2.00

Persetujuan dari Kadis PU Provinsi

2.00

Pendahuluan

1.00

Profil Kabupaten/Kota

1.00

Keterpaduan Strategi Pengembangan Kab./Kota

1.00

Aspek Teknis Per Sektor (AM, PLP, Bangkim, PBL)

1.00

Perlindungan Lingkungan dan Sosial

1.00

Aspek Pembiayaan

1.00

Aspek Kelembagaan

1.00

Matriks Rencana Program dan Investasi Jangka Menengah


Bidang Cipta Karya

2.00

KELAYAKAN RENCANA (14)

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota

2.00

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

2.00

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

2.00

Rencana Induk Sistem PAM Kabupaten/Kota (RISPAM)

2.00

Strategi Sanitasi Kota (SSK)

2.00

3
KETERPADUAN
4
STRATEGI
PENGEMBANGAN
5
KOTA DAN
KAWASAN
6
7

Strategi Pengembangan Permukiman


Perkotaaan (SPPIP) Kabupaten/Kota

dan

Infrastruktur

Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas


(RPKPP)

2.00
2.00

KELAYAKAN PROGRAM (42)

RENCANA
PROGRAM
INVESTASI
SEKTOR
PENGEMBANGA
N PERMUKIMAN

1
2
3
4
1

RENCANA
PROGRAM
INVESTASI
SEKTOR PBL

2
3
4

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan


Tantangan
Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness
Criteria) Sektor Pengembangan Permukiman
Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan
Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan
Tantangan
Analisis Kebutuhan Sektor PBL
Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness
Criteria) Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan

23

1.00
2.00
2.00
2.00
1.00
2.00
2.00
2.00

KRITERIA

No
1

RENCANA
PROGRAM
INVESTASI
SEKTOR PLP

RENCANA
PROGRAM
INVESTASI
SEKTOR SPAM

1
2
3
4

PERLINDUNGAN
LINGKUNGAN
DAN SOSIAL

1
2

INDIKATOR PENILAIAN

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan


Tantangan (Air Limbah, Persampahan, Drainase)
Analisis Kebutuhan Sektor Pengembangan PLP (Air Limbah,
Persampahan, Drainase)
Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness
Criteria) Sektor Pengembangan PLP (Air Limbah,
Persampahan, Drainase)
Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan Sektor
Pengembangan PLP (Air Limbah, Persampahan, Drainase)
Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan
Tantangan
Analisis Kebutuhan Sektor Sistem Penyediaan Air Minum
Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness
Criteria) Sektor Sistem Penyediaan Air Minum
Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan
KELAYAKAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (6)
Analisis Perlindungan Lingkungan (KLHS, Amdal, UKL-UPL
dan SPPLH)
Analisis Perlindungan Sosial
KELAYAKAN PENDANAAN

ASPEK
PEMBIAYAAN

Nilai Max
3.00
6.00

6.00

6.00
1.00
2.00
2.00
2.00

3.00
3.00

(10)

Profil Perkembangan APBD Kabupaten/Kota

2.00

Profil Perkembangan Investasi Bidang Cipta Karya (APBN,


APBD Prov, APBD Kab./Kota, Swasta, Masyarakat)

2.00

Proyeksi Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

3.00

Strategi peningkatan Investasi bidang Cipta Karya

3.00

KELAYAKAN KELEMBAGAAN (9)

ASPEK
KELEMBAGAAN

Kondisi Eksisting (organisasi, tata-laksana, dan SDM)

3.00

Analisis Permasalahan (organisasi, tata-laksana, dan SDM)

3.00

Rencana Pengembangan Kelembagaan

3.00

MATRIKS PROGRAM (6)

1
MATRIKS
RENCANA
2
PROGRAM
INVESTASI
INFRASTRUKTUR 3

Durasi Perencanaan Jangka Menengah 5 tahun


Pengelompokkan Usulan Kegiatan Beserta Outputnya Sesuai
Renstra DJCK
Telah memuat informasi sumber pembiayaan yang berasal
dari APBN, APBD, Masyarakat dan Swasta

2.00
2.00
2.00

Setelah dilakukan penilaian terhadap kelayakan dokumen RPIJM berdasarkan


langkah-langkah diatas, maka didapatkan hasil penilaian dokumen RPIJM berupa
jumlah nilai yang dihitung berdasarkan skoring dari masing masing indikator
24

penilaian. Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui kualitas suatu dokumen RPIJM.
Kualitas suatu dokumen RPIJM dapat dilihat berdasarkan status hasil penilaiannya,
dimana dokumen RPIJM yang memiliki nilai 0 50 revisi besar, 51 80 revisi kecil,
dan 81 100 revisi penyempurnaan.
Dalam melakukan revisi dokumen RPIJM Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh RPIJM
Kabupaten/kota, Satgas RPIJM Provinsi, dan Satgas RPIJM Pusat terdapat Standar
Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan review/revisi dokumen RPIJM Bidang
Cipta Karya. Pembagaian tugas Satgas RPIJM Kabupaten/Kota, Satgas RPIJM
Provinsi, Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi serta Satgas RPIJM pusat
dalam proses review/revisi dokumen RPIJM Kabupaten/Kota yaitu:
1. Penyusunan Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota dilakukan oleh Satgas RPIJM
Kab/Kota, Satgas RPIJM Provinsi, dan Satker Perencanaan dan Pengendalian
Provinsi;
2. Pembahasan Progress Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota dilakukan oleh Satgas
RPIJM Kab/Kota, Satgas RPIJM Provinsi, Satker Perencanaan dan Pengendalian
Provinsi, Satgas RPIJM Pusat yaitu Direktorat Bina Program yang terdiri dari
Korwil dan Satker Perencanaan dan Pengendalian, Direktorat Pengembangan
Permukiman, Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, dan Direktorat
Pengembangan Air Minum. Pembahasan progress dokumen RPIJM Kab/Kota ini
dilakukan secara berkala;
3. Finalisasi Dokumen RPIJM Kab/Kota dilakukan oleh Satgas RPIJM Kab/Kota,
Satgas RPIJM Provinsi, dan Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi;
4. Evaluasi Penilaian Dokumen RPIJM Kab/Kota dilakukan oleh Satgas RPIJM Pusat
yaitu Direktorat Bina Program yang terdiri dari Korwil dan Satker Perencanaan dan
Pengendalian, Dorektorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan
Permukiman, dan Direktorat Pengembangan Air Minum; dan
5. Revisi Final Dokumen RPIJM Kab/Kota yang dilakukan oleh Satgas RPIJM
Kab/Kota, Satgas RPIJM Provinsi, dan Satker Perencanaan dan Pengendalian
Provinsi.
Dalam kegiatan penilaian dokumen RPIJM peran Satgas Provinsi yaitu:
Memberikan masukan dan arahan pada kegiatan mereview outline dokumen
RPIJM terhadap buku pedoman RPIJM dimana semua aspek sesuai dengan buku
pedoman penyusunan;
Review strategi / skenario pengembangan wilayah dengan melihat dokumen
SPPIP;
25

Mengkaji dokumen SPPIP dan RPKPP serta mengkaji rencana program investasi
pengembangan permukiman;
Mengkaji dokumen RTBL dengan melihat kesesuaian rencana program investasi
penataan bangunan dan lingkungan yang ada pada dokumen RPIJM Kab/Kota;
Mengkaji dokumen SSK dan Masterplan Drainase lalu mereview rencana program
investasi penyehatan lingkungan permukiman;
Mengkaji RI-SPAM lalu mereview rencana program investasi sistem penyediaan
air minum;
Mengkaji dokumen perencanaan yang ada untuk mereview aspek sosial dan
lingkungan;
Melakukan sinkronisasi, optimalisasi dan skala prioritas untuk mereview terhadap
penetapan prioritas program investasi; serta
Berkoordinasi dengan Satgas RPIJM Pusat dan Satgas RPIJM Kabupaten/Kota
untuk aspek legalisasi.

Untuk Satgas RPIJM Pusat yaitu Direktorat Bina Program yang terdiri dari Koordinasi
Wilayah (Korwil), Satker Perencanaan dan Pengendalian, Direktorat Pengembangan
Permukiman, Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktorat Pengembangan Air
Minum, dan Setditjen CK, kegiatan yang dilakukan dalam review RPIJM adalah:
Mengkaji strategi pengembangan Bidang Cipta Karya untuk memberikan masukan
terhadap review strategi/ skenario pengembangan wilayah terhadap kesesuaian
dengan RTRW Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dengan dokumen strategi
pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan (SPPIP);
Satker Perencanaan dan Pengendalian berkoordinasi dengan Direktorat
Pengembangan Permukiman pada kegiatan review terhadap rencana program
investasi pengembangan permukiman terhadap kesesuaian dengan dokumen
rencana pembangunan kawasan permukiman prioritas (RPKPP);
Satker Perencanaan dan Pengendaliaan berkoordinasi dengan Direktorat
Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk mengecek dokumen RTBL dan
mereview rencana program investasi penataan bangunan dan lingkungan
terhadap kesesuaian dengan dokumen RTBL;
Satker Perencanaan dan Pengendalian berkoordinasi dengan Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman untuk mengecek
kesesuaian dokumen SSK dan Masterplan Drainase dan mereview rencana
program investasi penyehatan lingkungan permukiman;

26

Satker Perencanaan dan Pengendaliaan berkoordinasi dengan Direktorat


Pengembangan Air Minum untuk mengecek kesesuaian terhadap RI-SPAM dan
mereview Rencana Program Investasi Air Minum;
Satker Perencanaan dan Pengendalian dan semua komponen yang termasuk
dalam Satgas RPIJM Pusat berkoordinasi dengan Satgas Provinsi dalam kegiatan
sinkronisasi, optimalisasi dan skala prioritas untuk penetapan prioritas program
investasi; dan
Direktorat Bina Program yang terdiri dari Koordinator Wilayah dan Satker
Perencanaan dan Pengendalian beserta Bagian Hukum (Setditjen CK)
berkoordinasi dengan Satgas Provinsi dalam aspek legalisasi RPIJM.

27

28

BAB III
PROFIL KABUPATEN/KOTA
Profil Kabupaten/Kota menggambarkan kondisi daerah dari berbagai aspek. Dari profil
Kabupaten/Kota tersebut diharapkan dapat tercermin kondisi daerah terkait dengan
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM). Profil Kabupaten/Kota terdiri
dari gambaran kondisi geografis dan administratif wilayah, gambaran mengenai
demografi, gambaran mengenai topografi wilayah, gambaran mengenai geohidrologi,
gambaran mengenai geologi, gambaran mengenai klimatologi, dan gambaran
mengenai kondisi sosial dan ekonomi.
3.1

Gambaran Geografis dan Administratif Wilayah

Gambaran geografis yaitu menjabarkan posisi geografis daerah yang ditandai dengan
koordinat wilayah kabupaten/kota. Sedangkan, gambaran mengenai administrasi
wilayah menjabarkan luas wilayah kabupaten/kota, batas-batas wilayah kabupaten/
kota, jumlah kecamatan dan kelurahan, serta peta wilayah Kabupaten/Kota dengan
skala peta 1:50.000 (Kabupaten) dan 1:25.000 (Kota).
3.2

Gambaran Demografi

Gambaran demografi wilayah kabupaten/kota berisikan penjelasan dan tabel mengenai


kependudukan yang terdiri dari jumlah penduduk secara keseluruhan, jumlah
penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk miskin, laju pertumbuhan
penduduk, dan persebaran penduduk.
3.3

Gambaran Topografi

Gambaran topografi menjabarkan mengenai kondisi ketinggian dan kontur wilayah


kabupaten/kota. Selain berisikan penjelasan, juga didukung oleh peta ketinggian dan
kontur wilayah dengan skala peta 1:50.000 (Kabupaten) dan 1:25.000 (Kota).
3.4

Gambaran Geohidrologi

Gambaran mengenai geohidrologi menjabarkan penggunaan air tanah, dan wilayah


DAS secara deskriptif dengan didukung oleh peta-peta seperti wilayah sungai/DAS
dengan skala peta 1:50.000 (Kabupaten) dan 1:25.000 (Kota).

29

3.5

Gambaran Geologi

Gambaran geologi menjabarkan jenis tanah serta penjelasan mengenai daerah rawan
bencana yang ada di wilayah kabupaten/kota. Pada gambaran geologi tidak hanya
dijelaskan secara deskriptif tetapi juga didukung oleh peta jenis tanah, dan peta rawan
bencana dengan skala peta 1:50.000 (Kabupaten) dan 1:25.000 (Kota).
3.6

Gambaran Klimatologi

Gambaran klimatologi menjabarkan mengenai iklim wilayah Kabupaten/Kota, curah


hujan, temperatur serta peta rawan air, baik dalam bentuk narasi dan tabel.
3.7

Kondisi Sosial Dan Ekonomi

Menjabarkan kondisi-kondisi sosial yang menonjol seperti adat istiadat masyarakat


Kabupaten/Kota sedangkan gambaran ekonomi menjabarkan data dan informasi
kondisi ekonomi daerah. Kondisi perekonomian daerah mencakup kondisi
perkembangan PDRB, laju tingkat investasi (ICOR), laju inflasi daerah, dan potensi
ekonomi (pertanian, pertambangan, industri, perdagangan dan jasa, pariwisata).

30

BAB IV
KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA
4.1

Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2),
mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten/kota berwenang dalam melaksanakan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota yang meliputi perencanaan tata ruang wilayah
kabupaten/kota, pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, dan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Sebagai acuan dalam penataan ruang,
pemerintah kabupaten/kota menyusun RTRW Kabupaten/Kota untuk mewujudkan
keterpaduan pembangunan dalam wilayah kabupaten/kota maupun dengan wilayah
sekitarnya.
RTRW Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai:
a. acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
b. acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah kabupaten/kota;
c. acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah
kabupaten/kota;
d. acuan lokasi investasi dalam wilayah kabupaten/kota yang dilakukan pemerintah,
masyarakat, dan swasta;
e. pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang;
f. dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah
kota yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan
disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan
g. acuan dalam administrasi pertanahan.
RTRW Kabupaten/Kota merupakan acuan spasial dalam pembangunan kabupaten/
kota. RPIJM sesuai kedudukannya perlu mengacu pada RTRW yang telah disusun
pemerintah kabupaten/kota. Dalam hal ini RPIJM perlu mengutip intisari dari muatan
RTRW yang meliputi:
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah;
rencana struktur ruang (sistem jaringan prasarana bidang Cipta Karya);
rencana pola ruang wilayah; dan
penetapan kawasan strategis kabupaten/kota.

31

4.2

Arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Penyusunan RPJMD dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004


tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam undang-undang
tersebut, RPJM Daerah dinyatakan sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program
Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan
memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi
pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat
Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai
dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan
yang bersifat indikatif.
Penyusunan RPIJM tentu perlu mengacu pada rencana pembangunan daerah yang
tertuang dalam RPJMD agar pembangunan sektor Cipta Karya dapat terpadu dengan
pembangunan bidang lainnya. Oleh karena itu, ringkasan dari RPJMD perlu dikutip
dalam RPIJM seperti visi, misi serta arahan kebijakan bidang Cipta Karya di daerah.
4.3

Arahan Kebijakan dan Strategi Perkotaan Daerah (KSPD)

Kebijakan dan Strategi Perkotaan Daerah (KSPD) adalah dokumen perencanaan


perkotaan jangka panjang di tingkat kabupaten/kota yang digunakan sebagai acuan
bagi pengelolaan perkotaan. KSPD ini merupakan penjabaran dari Kebijakan dan
Strategi Perkotaan Nasional (KSPN) dan memiliki fungsi sebagai:
a. Memberikan acuan bagi pembangunan kota dan kawasan perkotaan;
b. Mengatur fungsi kota dan penataan ruang kota untuk pembangunan berkelanjutan;
c. Menjadi dasar dalam sinkronisasi regulasi dan kebijakan terkait pembangunan
perkotaan; dan
d. Menjadi instrumen perencanaan yang menjadi acuan SKPD terkait dalam
pelaksanaan program dan kegiatan terkait pembangunan perkotaan.
Kebijakan dan strategi pengembangan kota yang telah dirumuskan dalam KSPD perlu
dikutip dan dijadikan acuan dalam penyusunan RPIJM sehingga infrastruktur
permukiman dapat bersinergi untuk menunjang pertumbuhan kota.
4.4

Arahan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM)

Berdasarkan Permen PU No. 18 Tahun 2007, Rencana Induk Pengembangan Sistem


Penyediaan Air Minum adalah suatu rencana jangka panjang (15-20 tahun) yang
merupakan bagian atau tahap awal dari perencanaan air minum jaringan perpipaan
32

dan bukan jaringan perpipaan berdasarkan proyeksi kebutuhan air minum pada satu
periode yang dibagi dalam beberapa tahapan dan memuat komponen utama sistem
beserta dimensi-dimensinya. RI-SPAM dapat berupa RI-SPAM dalam satu wilayah
administrasi maupun lintas kabupaten/kota/provinsi. Penyusunan rencana induk
pengembangan SPAM memperhatikan aspek keterpaduan dengan prasarana dan
sarana sanitasi sejak dari sumber air hingga unit pelayanan dalam rangka
perlindungan dan pelestarian air.
Di dalam RI-SPAM, hal yang perlu dikutip pada bagian ini untuk dijadikan arahan
pengembangan kebijakan dan strategi pengembangan SPAM adalah bagian Rencana
Pengembangan SPAM yang terdiri dari:
a. Kebijakan, Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah;
b. Rencana Sistem Pelayanan;
c. Rencana Pengembangan SPAM; dan
d. Rencana Penurunan Kebocoran Air Minum.
4.5

Arahan Strategi Sanitasi Kota (SSK)

Strategi Sanitasi Kota adalah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang
disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi suatu Kota/Kabupaten, yang
berisi potret kondisi sanitasi kota saat ini, rencana strategi dan rencana tindak
pembangunan sanitasi jangka menengah. SSK disusun oleh Pokja Sanitasi
Kabupaten/Kota didukung fasilitasi dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.
Dalam menyusun SSK, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota berpedoman pada prinsip:
a. Berdasarkan data aktual (Buku Putih Sanitasi);
b. Berskala kota dan lintas sektor (air limbah, drainase, persampahan);
c. Disusun sendiri oleh kota dan untuk kota; dan
d. Menggabungkan pendekatan top down dengan bottom up.
SSK dijadikan acuan dalam penyusunan RPIJM terutama untuk sektor Penyehatan
Lingkungan dan Permukiman. Dalam SSK beberapa hal yang perlu dikutip pada
bagian ini adalah:
a. Kerangka kerja pembangunan sanitasi yang meliputi: Visi dan Misi
b. Tujuan, Sasaran dan Strategi Sektor Sanitasi, yang meliputi:
- Sub Sektor Air Limbah Domestik;
- Sub Sektor Persampahan;
- Sub Sektor Drainase Lingkungan; dan
- Aspek Higiene/Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

33

4.6

Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

Berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan, RTBL didefinisikan sebagai panduan rancang bangun
suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan
ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan
program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana
investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan
pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan meliputi:
a. Program Bangunan dan Lingkungan;
b. Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
c. Rencana Investasi;
d. Ketentuan Pengendalian Rencana; dan
e. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
RTBL dapat berupa rencana aksi/kegiatan komunitas, rencana penataan lingkungan,
atau panduan rancang kota. Muatan RTBL yang perlu dikutip dan diacu dalam RPIJM
yaitu Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan yang meliputi:
a. Visi Pembangunan;
b. Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan;
c. Konsep Komponen Perancangan Kawasan; dan
d. Blok-blok Pengembangan Kawasan dan Program Penanganannya.
4.7

Arahan Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaaan


(SPPIP) Kabupaten/Kota

Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan merupakan suatu


dokumen strategi operasional dalam pembangunan permukiman dan infrastruktur
perkotaan yang sinergi dengan arah pengembangan kota, sehingga dapat menjadi
acuan yang jelas bagi penerapan program-program pembangunan infrastruktur Cipta
Karya. SPPIP memuat arahan kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur
permukiman makro pada skala kabupaten/kota yang berbasis pada rencana tata ruang
(RTRW) dan rencana pembangunan (RPJMD). SPPIP memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. sebagai acuan bagi implementasi program-program pembangunan permukiman
dan infrastruktur perkotaan, sehingga dapat terintegrasi dengan program-program
pembangunan lainnya yang telah ada;
b. Sebagai dokumen induk dari semua dokumen perencanaan program sektoral
bidang Cipta Karya di daerah;
34

c.
d.
e.

Sebagai salah satu acuan bagi penyusunan RPIJM;


Sebagai sarana untuk integrasi semua kebijakan dan strategi pembangunan
permukiman dan infrastruktur perkotaan yang tertuang di berbagai dokumen; dan
Sebagai dokumen acuan bagi penyusunan kebijakan yang terkait dengan
pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan.

Dalam SPPIP, yang perlu dikutip dan dijadikan acuan penyusunan RPIJM adalah:
a. Visi dan Misi bidang Permukiman dan Infrastruktur;
b. Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Kabupaten/Kota; dan
c. Penetapan kawasan permukiman prioritas.
4.8

Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP)

Dari SPPIP yang telah disusun kemudian diturunkan ke dalam suatu rencana
operasional berupa Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP),
dimana keduanya tetap mengacu pada strategi pengembangan kota yang sudah ada.
RPKPP merupakan rencana aksi program strategis untuk penanganan permasalahan
permukiman dan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya pada kawasan
prioritas di perkotaan. Dalam konteks pengembangan kota, RPKPP merupakan
rencana terpadu bidang permukiman dan infrastuktur bidang Cipta Karya pada lingkup
wilayah perencanaan berupa kawasan dengan kedalaman rencana teknis yang
dituangkan dalam peta 1:5000 atau 1:1000. RPKPP disamping berfungsi sebagai alat
operasionalisasi dalam penanganan kawasan permukiman prioritas juga berfungsi
sebagai masukan dalam penyusunan RPIJM. Oleh karena itu, dalam hal ini RPIJM
perlu mengutip matriks rencana aksi program serta peta pengembangan kawasan
dalam RPKPP yang didetailkan pada program tahunan.
4.9

Integrasi Strategi Pembangunan Kabupaten/Kota dan Sektor

4.9.1 Strategi Pembangunan Kabupaten / Kota


Berdasarkan dokumen rencana yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat
disusun matriks strategi pembangunan pada skala kabupaten/kota yang meliputi:
a. RTRW Kabupaten/Kota sebagai acuan arahan spasial;
b. RPJMD Kabupaten/Kota sebagai acuan arahan pembangunan;
c. KSPD sebagai acuan arahan pembangunan multi-sektor;
d. SPPIP sebagai acuan arahan pengembangan permukiman;
e. RI-SPAM sebagai arahan pengembangan air minum; dan
f. SSK sebagai arahan pengembangan sektor sanitasi.
35

Isi dari dokumen rencana tersebut dirangkum dalam tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Matriks Strategi Pembangunan Kabupaten Kota

Dokumen Rencana
Kabupaten/Kota
RTRW
RPJMD
KSPD
SPPIP
RI-SPAM
SSK

Visi

Misi

Kebijakan

Strategi

4.9.2 Strategi Pembangunan Kawasan


Beberapa dokumen perencanaan seperti RTBL dan RPKPP memiliki lingkup yang
lebih kecil, yaitu berskala kawasan. Dokumen tersebut disusun untuk memberikan
arahan pembangunan lingkungan permukiman di suatu kawasan prioritas. Oleh sebab
itu, perlu dianalisis keterpaduan dokumen perencanaan kawasan yang ada di
kabupaten/kota berdasarkan fungsi kawasan dan arahan pengembangan termasuk
Kawasan Strategis Kabupaten yang diidentifikasi dalam RTRW. Keterpaduan tersebut
dijabarkan dalam tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Matriks Strategi Pembangunan Kawasan Prioritas

Dokumen Rencana Kawasan


KSK RTRW Kota/Kabupaten
RTBL
RTBL kawasan ....
RTBL kawasan ....
dst
RPKPP
RPKPP kawasan ...
RPKPP kawasan ...
dst

Fungsi Kawasan

36

Arahan Pengembangan

BAB V
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR
Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang
mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan
lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan
permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran
perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang
mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan,
serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah
analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan
mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan
dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.
5.1

Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,


permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih
dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan
perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan
kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan
terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat
pertumbuhan, serta desa tertinggal.
5.1.1

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan Kebijakan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh
masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya
kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
37

2.

3.

4.

5.

Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan


Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c),
penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan
(butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh
dan permukiman kumuh (butir f).
Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan
kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di
kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman


maka UU No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:
A. Tugas
1. Pemerintah Pusat
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba
dan Lisiba.
c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan
dan kawasan permukiman.
d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian
dan kawasan permukiman.
e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.
2.

Pemerintah Provinsi
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di
bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada
kebijakan nasional.
38

b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas


kabupaten/kota.
c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi
di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan
hunian, dan kawasan permukiman.
e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.
f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
g. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi
masyarakat, terutama bagi MBR.
h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.
3.

Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan
berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap
pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan,
permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan
dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
39

B. Wewenang
1. Pemerintah Pusat
a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah,
perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman.
b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman.
c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat nasional.
e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.
f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.
g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan
kawasan permukiman.
h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman.
j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman.
2.

Pemerintah Provinsi
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat provinsi.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat provinsi.
g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan
perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.
40

h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan


perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
3.

Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan
serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan
permukiman bagi MBR.
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada
tingkat kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah
kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh
dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Lingkup Kegiatan
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman
mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik
dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan
permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di
perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan
permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah
susun sederhana;
41

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas


permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau
kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan
dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
5.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan
permukiman saat ini adalah:
Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan
adaptasi terhadap perubahan iklim.
Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga
kumuh perkotaan.
Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Directive Presiden
yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi
Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.
Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan
yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya
kawasan kumuh.
Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam
pengembangan kawasan permukiman.
Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan
permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas
sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi
standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang
terangkum secara nasional. Namun, di masing-masing kabupaten/kota terdapat isuisu yang bersifat lokal dan spesifik yang belum tentu dijumpai di kabupaten/kota lain.
Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu
dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Penjabaran isu-isu strategis

42

lokal ini dapat difokuskan untuk terkait pada bidang keciptakaryaan, seperti kawasan
kumuh di perkotaan, dan mengenai kondisi infrastruktur di perdesaan.
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu-isu strategis di setiap
kabupaten/kotanya. Bagi kabupaten/kota yang telah menyusun SPPIP dapat
mengadopsi rumusan isu-isu strategis di dalam SPPIP ke dalam isian tabel 5.1.
Tabel 5.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kota/Kabupaten
No.
Isu Strategis
Keterangan

b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman


Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat
nasional mencakup 180 dokumen SPPIP, 108 dokumen RPKPP, untuk di perkotaan
meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang
terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416
kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan
bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan
pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas
unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani
infrastrukturnya.
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kota/
kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu
perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan
daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang
mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan
pembangunan permukiman.
Tabel 5.2 Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati/
peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman
PERDA/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan
NO.
Bupati/Peraturan lainnya
Keterangan
No. Peraturan
Perihal
Tahun

43

Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan
kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun
dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE),
PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data
yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.
Perkotaan
NO

Tabel 5.3 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten/Kota X Tahun Y


Lokasi Kawasan
Luas
Jumlah Rumah
Jumlah Rumah
Jumlah
Kumuh
Kawasan
Permanen
Semi Permanan
Penduduk

1
2
3

NO

Lokasi
RSH

Tabel 5.4 Data Kondisi RSH di Kabupaten/Kota X


Tahun
Jumlah
Pengelola
Kondisi
Pembangunan
Penghuni

Prasarana CK
yang Ada

1
2
3

No

Lokasi
Rusunawa

Tabel 5.5 Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten/Kota X


Tahun
Terhuni
Jumlah
Pengelola
Kondisi
Pembangunan / Tidak
Penghuni

Prasarana CK
yang Ada

1
2
3

Perdesaan
Tabel 5.6 Data Program Perdesaan Di Kab./Kota X Tahun Y
No

Program/Kegiatan

Lokasi

Satuan

Status

1
2
3
*Data yang dibutuhkan adalah data yang masih berlangsung hingga lima tahun ke belakang

Tabel 5.7 Data Kondisi Infrastruktur Perdesaan Di Kab./Kota X Tahun Y


No

Infrastruktur Terbangun

Lokasi

1
2
3
44

Satuan

Kondisi

c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman


Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga
dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur
yang masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil,
daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta
Karya sektor Pengembangan Permukiman.
3. Pencapaian target MDGs 2015, termasuk didalamnya pencapaian ProgramProgram Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya
khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan
infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi SPPIP/RPKPP dalam Penyusunan RPIJM Kab./Kota
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di atas adalah yang
terangkum secara nasional. Namun sebagaimana isu strategis, di masing-masing
kabupaten/kota terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat
lokal dan spesifik serta belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran
permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu
dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di
Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta merumuskan alternatif pemecahan dan
rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada
di wilayah Kabupaten/Kota bersangkutan. Bagi kabupaten/kota yang telah menyusun
SPPIP dapat mengadopsi rumusan permasalahan dan tantangan di dalam SPPIP ke
dalam isian tabel 5.8.

45

Tabel 5.8 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman


Kabupaten/Kota X
Aspek Pengembangan
Permasalahan
Tantangan
Alternatif
No
Permukiman
yang Dihadapi
Pengembangan
Solusi
1

Aspek Teknis
1)
2)
Aspek Kelembagaan
1)
2)
Aspek Pembiayaan
1)
2)
Aspek
Peran
Serta
Masyarakat / Swasta
1)
2)
Aspek
Lingkungan
Permukiman
1)
2)

5.1.4 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman


Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting.
Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus
dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target
pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik
di tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan
meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (target tahun 2020 untuk pengurangan
proporsi rumah tangga kumuh), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan
luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI,
percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk
program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat
kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra
SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis
kebutuhan pengembangan permukiman.
Analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah pengembangan permukiman dapat
diuraikan pada tabel berikut. Bagi kabupaten/kota yang telah menyusun SPPIP dapat
mengadopsi rumusan analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah yang telah
tertuang di dalam SPPIP untuk lima tahun pertama ke dalam isian tabel 5.9.
46

Tabel 5.9 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman


di Perkotaan Untuk 5 Tahun
No.
1.

URAIAN
Jumlah Penduduk

Tahun
I

Unit

Tahun
III
Lokasi

Tahun
IV

Tahun
V

Ket.

Jiwa

Kepadatan Penduduk

Jiwa/Km

Jiwa/Km

Jiwa/Km

3.

Proyeksi Persebaran
Penduduk
Proyeksi Persebaran
Penduduk Miskin
Sasaran Penurunan
Kawasan Kumuh
Kebutuhan Rusunawa

4.

Kebutuhan RSH

5.

Kebutuhan
Pengembangan
Permukiman Baru

2.

Tahun
II

Ha
TB
unit
Kawasan

Tabel 5.10 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan


yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun
No.
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

URAIAN

Unit

Jumlah Penduduk

Jiwa

Tahun
I

Kepadatan Penduduk

Jiwa/Km

Proyeksi Persebaran
Penduduk
Proyeksi Persebaran
Penduduk Miskin
Desa Potensial untuk
Agropolitan
Desa Potensial untuk
Minapolitan
Kawasan Rawan
Bencana
Kawasan Perbatasan

Jiwa/Km

Jiwa/Km

Kawasan Permukiman
Pulau-Pulau Kecil
Desa Kategori Miskin

Kws

Kawasan dengan
Komoditas Unggulan

Desa
Desa
Kws
Kws

Desa
Kws

47

Tahun
II

Tahun
III
Lokasi

Tahun
IV

Tahun
V

Ket.

5.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman


Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan
perkotaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan
Rusunawa serta
2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial
(Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,
2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE),
3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat
berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan SPPIP dan RPKPP ataupun review
bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
Infrastruktur permukiman RSH
Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)
Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
Infrastruktur perdesaan PPIP
Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam
gambar 5.1.

48

Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

Gambar 5.1 Alur Program Pengembangan Permukiman

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)


Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri
dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
Kesiapan lahan (sudah tersedia).
Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP, RPKPP,
Masterplan Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah
untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
Ada unit pelaksana kegiatan.
Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

49

2.

Khusus
Rusunawa
Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD
lainnya
Ada calon penghuni
RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5%
dari BLM.
PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program
Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi,
(ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi,
(v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk
penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1)
ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan
prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan
permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan
rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu
oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

50

1. Vitalitas Non Ekonomi


a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki
indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal
kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat
didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai,
mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh
berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota,
apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan
faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani
kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah
pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun,
pertokoan, atau fungsi lainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan
permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.
b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana
a. Kondisi Jalan
b. Drainase
c. Air bersih
d. Air limbah
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh
dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan
penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana
penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan
dan lainnya.

51

5.1.5 Usulan Program dan Kegiatan


a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi
eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan.
Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan
pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun
dalam RPIJM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama
hingga kelima.
Setelah memperhatikan kriteria kesiapan maka dapat dirumuskan usulan program dan
kegiatan pengembangan permukiman kabupaten/kota yang disusun berdasarkan
prioritasnya seperti tabel 5.11.
Tabel 5.11 Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman
Kabupaten/Kota
Biaya
No
Kegiatan
Volume
Satuan
Lokasi
(Rp)
1
2
3..

b. Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman


Adapun untuk usulan pembiayaan dapat dijabarkan usulan pembiayaan baik dari
APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, APBN, maupun dari masyarakat dan swasta,
sesuai dengan kemampuan pembiayaan pemerintah kabupaten/kota.
Tabel 5.12 Contoh Usulan Pembiayaan Proyek
NO

KEGIATAN

APBN
(Rp x
Juta)

APBD
Prov
(Rp x
Juta)

APBD
Kab/kota
(Rp x Juta)

Masyarakat
(Rp X Juta)

Swasta
(Rp x
Juta)

CSR
(Rp x
Juta)

TOTAL
(Rp x
Juta)

1
2
3

Usulan prioritas kegiatan dan pembiayaan secara lebih rinci dapat dituangkan ke
dalam tabel 5.13.

52

Tabel 5.13 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten/Kota


OUTPUT
SUMBER DANA
N
INDIKATOR
LOKA
SATU
APBD
VOL
APBN
APBD
MASYA
SWAS
O
OUTPUT
SI
AN
KAB
PROV
RAKAT
TA
/KOTA
RINCIAN
MURNI
PHLN
KEGIATAN: PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
1
1.a
1.b

2
2.a
2.b

TOTAL

TAHUN
CSR

53

5.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan


5.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan
sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk
mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya
wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan
peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan
amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan
pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan
sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah
dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan,
pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan
secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya
persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL
yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung,
arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan,
persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan,
54

keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam
penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan,
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan
pembinaan oleh pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005
tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi
bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan
gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan
gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk
menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang
bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen
RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan
bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang
meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan,
kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut.
Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan
dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut
dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan
Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL (Permen PU No. 8 tahun 2010)
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok
Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan,
55

penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang


penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan
rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan
dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan
bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana
kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam
penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan
bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan
bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan
penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor
PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan
bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam
penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 5.2.

56

Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012

Gambar 5.2 Lingkup Tugas PBL

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga
terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman
kumuh dan nelayan;
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman
tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan
lingkungan;
Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
Pelatihan teknis.
57

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan


Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
Paket dan Replikasi.
5.2.2

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat melihat dari Agenda
Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda
Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi
dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya
untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan
IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung
Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDGs 2015,
khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang
terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya
proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada
2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan
penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.
Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming).
Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai
akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan
global hingga 6.4 C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka
laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini
memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu
munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga
mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah
diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar
terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang
mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan.
Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996
58

dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human
Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam
penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL
dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di
perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan
bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi
lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan
bangunan dan lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan
gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal
dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah
Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau
sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash
sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.

59

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario
pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari
rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan
Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian
terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri,
produktif dan berkelanjutan.
Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat menggambarkan isu strategis sektor PBL di
dalam RPIJM dengan acuan seperti tabel 5.14.

No.
1.
2.
3.

Tabel 5.14 Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten/Kota


Kegiatan Sektor PBL
Isu Strategis sektor PBL
di Kab/Kota
Penataan Lingkungan Permukiman
a.
b. dst
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah a.
Negara
b. dst
Pemberdayaan
Komunitas
dalam a.
Penanggulangan Kemiskinan
b. dst

B. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah
dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan
kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program
P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota
yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah
sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan
Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan
perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.
Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi eksisting di
daerah masing-masing, yang mencakup kondisi terkait peraturan daerah, kegiatan
penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan
rumah negara, serta capaian dalam pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan
kemiskinan.
Untuk data kondisi eksisting terkait dengan Peraturan Daerah yang telah disusun
mencakup Raperda dan Perda Bangunan Gedung, Perda RTBL, Perda RISPK, SK

60

Bupati/Walikota, Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota, yang terkait sektor PBL.


Informasi tersebut dapat dirangkum dalam tabel seperti tabel 5.15.
Tabel 5.15 Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati
terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
Perda/Peraturan Gubernur/Peraturan
Walikota/Peraturan
Bupati/Peraturan lainnya
No.
Ket.
No
Tahun
Tentang

Untuk kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman setiap Kab/Kota


menggambarkan kondisi eksistingnya dengan acuan seperti tabel 5.16.

dapat

Tabel 5.16 Penataan Lingkungan Permukiman


N
o.

Kab/
Kota/
Kaw
asan

Kawasan
Tradisional
/
Bersejarah

RTH
Dukungan
Infrastruktur
Cipta Karya

Luas
RTH

Lokasi
RTH

Penanganan Kebakaran

Pemenuhan SPM
%
Luas
RTH

Keter
sedia
an
IMB

%
IMB

Keterse
diaan
HSBGN

%
HSB
GN

Instansi
Pemadam
Kebakaran

Prasarana
& Sarana
Kebakaran

Untuk kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kabupaten/


Kota dapat digambarkan kondisi eksistingnya seperti tabel 5.17.
Tabel 5.17 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
No.

Kawasan

1.

..........

2.

dst

Jumlah Bangunan Gedung


berdasarkan fungsi
Fungsi Hunian : .....................unit
Fungsi Keagamaan : ............. unit
Fungsi Usaha : ...................... unit
Fungsi Sosial Budaya : .......... unit
Fungsi Khusus : ..................... unit

Status
Kepemilikan

Kondisi
Bangunan

Ketersediaan
Utilitas BG

Untuk kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan setiap


Kab/Kota dapat menggambarkan kondisi eksistingnya dengan acuan seperti tabel
5.18.

61

No.

Tabel 5.18 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan


Kab/Kota
Kegiatan PNPM
Kegiatan lainnya
Mandiri

C. Permasalahan dan Tantangan


Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan
dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk
lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur
guna pengembangan lingkungan permukiman;
Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi
utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman
yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk
peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan
efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang,
kecil di seluruh Indonesia;
Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan
penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan);
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang
mendapat perhatian;
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta
rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
62

Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:


Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana
olah raga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan
penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan
pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di
daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
Di dalam RPIJM hendaknya diggambarkan hasil identifikasi permasalahan dan
tantangan sektor PBL yang ada di setiap kabupaten/kota sesuai dengan karakteristik
masing-masing dengan acuan seperti tabel 5.19.
Tabel 5.19 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan
Penataan Bangunan dan Lingkungan
No
I.
1

II.
1
2
3
4
5

Aspek Penataan Bangunan dan


Permasalahan
Tantangan
Lingkungan
yang dihadapi
Pengembangan
Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Aspek Teknis
1)
2)
Aspek Kelembagaan
1)
2)
Aspek Pembiayaan
1)
2)
Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta
1)
2)
Aspek Lingkungan Permukiman
1)
2)
Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Aspek Teknis
Aspek Kelembagaan
Aspek Pembiayaan
Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta
Aspek Lingkungan Permukiman

63

Alternatif
Solusi

No
III.
1
2
3
4
5

Aspek Penataan Bangunan dan


Lingkungan

Permasalahan
yang dihadapi

Tantangan
Pengembangan

Alternatif
Solusi

Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan


Aspek Teknis
Aspek Kelembagaan
Aspek Pembiayaan
Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta
Aspek Lingkungan Permukiman

5.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan


Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya
mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen
PU No. 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan pada Sub.Bab 5.2.1.
Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK),
pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan
bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
- RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu
lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang,
penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program
bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,
ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan
pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan meliputi:
Program Bangunan dan Lingkungan;
Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
Rencana Investasi;
Ketentuan Pengendalian Rencana;
Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

64

- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran


RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam
Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran
pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan,
kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan
yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun
cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya
terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem
Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK
memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi
terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan
gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan
kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga
memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana
kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman
Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia,
lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin
kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat,
selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya
pemberdayaan masyarakat.
- Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14
tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
65

Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan
Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya
melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar
SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 5.20, yang dapat
dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor
Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Tabel 5.20 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No
VI.

VIII.

Jenis Pelayanan Dasar


Penataan
Bangunan
dan
Lingkungan

Penataan
Ruang

Izin Mendirikan
Bangunan
(IMB)
Harga Standar
Bangunan
Gedung
Negara
(HSBGN)
Penyediaan
Ruang Terbuka
Hijau
(RTH)
Publik

Standar Pelayanan Minimal


Indikator
Nilai
15.
Terlayaninya 100 %
masyarakat dalam
pengurusan IMB di
kabupaten/kota.
16.
Tersedianya
100%
pedoman
Harga
Standar Bangunan
Gedung Negara di
kabupaten/kota.
23.
Tersedianya
25%
luasan RTH publik
sebesar 20% dari
luas wilayah kota/
kawasan perkotaan.

Waktu
Pencapaian
2014

2014

2014

Keterangan
Dinas yang
membidangi
Perijinan
(IMB).
Dinas yang
membidangi
Pekerjaan
Umum.
Dinas/SKPD
yang
membidangi
Penataan
Ruang.

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara


Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan
keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan
kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah
negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga
perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan
kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP
(Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program

66

pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui


pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk
Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.
Bagi setiap Kabupaten/Kota disarankan dapat mengidentifikasi kebutuhan sektor
Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk jangka waktu 5 tahun ke depan dengan
mengacu pada program dan capaian Renstra Nasional dan RPJMD, sebagaimana
tergambarkan pada tabel 5.21.
Tabel 5.21 Kebutuhan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No
I
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
II
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
III.
1.
2.

Uraian

Kebutuhan
Tahun
Tahun
Tahun
II
III
IV

Satuan

Tahun
I
Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
M2
Ruang Terbuka
M2
PSD
unit
PS Lingkungan
unit
HSBGN
laporan
Pelatihan
Teknis
Tenaga
laporan
Pendata HSBGN
lainnya
Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Bangunan Fungsi Hunian
unit
Bangunan Fungsi Keagamaan
unit
Bangunan Fungsi Usaha
unit
Bangunan
Fungsi
Sosial
unit
Budaya
Bangunan Fungsi Khusus
unit
Bintek Pembangunan Gedung
laporan
Negara
lainnya
Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
P2KP
lainnya

Tahun
V

Ket

5.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan


Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
67

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan


Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang
mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam
mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan
lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani
pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:
-

Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung


Kriteria Khusus:
Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan
Gedung;
Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG.

Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis


Komunitas
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan
Permukiman Berbasis Komunitas:
Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM
Pronangkis-nya;
Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)


Kriteria Lokasi :
Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;
Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
Kawasan yang dilestarikan/heritage;
Kawasan rawan bencana;
Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/
budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga
(central business district);
Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah
daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang
dan/atau pengembangan wilayahnya;
68

Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;


Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau


(RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen
kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan
pelaksanaan serta DAED/DED.
Kriteria Umum:
Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL
(jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;
Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah
(jika luas perencanaan < 5 Ha);
Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah
daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang
dan/atau pengembangan wilayahnya;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi
Kawasan:
Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;
Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman
(RTH Publik);
Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.
26/2007 tentang Tata ruang);
Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari
luas wilayah kota;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

69

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional


Bersejarah:
Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan
estetis;
Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
-

Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran


(RISPK):
Ada Perda Bangunan Gedung;
Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;
Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg
Tata Ruang;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman


Tradisional/Ged Bersejarah:
Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman TradisionalBersejarah;
Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
Ada DDUB;
Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional,
diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi
prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;
Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:


Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal
SK/peraturan bupati/walikota);
Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan
DPRD);
Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
Ada lahan yg disediakan Pemda;
70

Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;


Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:


Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan,
terminal, stasiun, bandara);
Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat
(taman, alun-alun);
Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

5.2.5

Usulan Program dan Kegiatan PBL

Untuk usulan program dan kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan pada
Kabupaten/Kota akan dirangkum dalam tabel 5.22.

71

Tabel 5.22 Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan


Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten/Kota
N
O

OUTPUT
INDIKATOR OUTPUT
RINCIAN

LOK
ASI

VOL

SATUAN

APBN
MURNI
PLN

APBD
PROV

SUMBER DANA
APBD KAB/
MASYA
KOTA
RAKAT

KEGIATAN: PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENYELENGGARAAN DALAM


PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN TERMASUKPENGELOLAAN GEDUNG DAN RUMAH NEGARA
1

72
4

LAYANAN PERKANTORAN
Jumlah Bulan Layanan Perkantoran
1.a
Penyelenggaraan
operasional
&
pemeliharaan perkantoran
PERATURAN
PENGEMBANGAN
PERMUKIMAN
Jumlah NSPK Bid Penataan Bangunan dan
Lingkungan
2.a
Penyusunan NSPK, Legalisasi Draft
NSPK
PEMBINAAN PELAKSANAAN PENATAAN
BANGUNAN
DAN
LINGKUNGAN,
PENGELOLAAN GEDUNG DAN RUMAH
NEGARA
Jumlah
Laporan
Pembinaan
Penyelenggaraan
Bidang
Penataan
Bangunan dan Lingkungan
3.a
Bantek
dan
Pendampingan
penyusunan Ranperda BG
3.b
Fasilitasi penyusunan RTBL
3.c
Fasilitasi penyusunan Rencana Induk
Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)
3.d
Fasilitasi
penyusunan
Rencana
Tindak Penataan dan Revitalisasi
Kawasan
3.e
Fasilitasi Rencana Tindak Sistem
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
3.f
Fasilitasi
penyusunan
Rencana
Tindak Pengembangan Kawasan
Permukiman Tradisional Bersejarah
3.g
Fasilitasi Penguatan Kelembagaan
Penataan Bangunan dan Lingkungan
PENGAWASAN PELAKSANAAN PENATAAN
BANGUNAN DAN LINGKUNGAN, PENGELOLAAN GEDUNG DAN RUMAH NEGARA

Bln/Thn

NSPK

Laporan
Laporan
Laporan
Laporan

Laporan
Laporan

Laporan

SWAS
TA

CSR

TAHUN
3
4

K
E
T

N
O

73
7

OUTPUT
INDIKATOR OUTPUT
RINCIAN
Jumlah
Laporan
Pengawasan
Penyelenggaraan
Bidang
Penataan
Bangunan dan Lingkungan
4.a
Pemeriksaan
keandalan
bangunan gedung
BANGUNAN GEDUNG DAN FASILITASNYA
Pengembangan
Bangunan
Gedung
Negara/Bersejarah
5.a
Pengembangan
Bangunan
Gedung Negara dan Bersejarah
SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN
PERMUKIMAN
Jumlah kawasan yang Tertata Bangunan
dan Lingkungannya
6.a
Pengembangan
Sarana
dan
Prasarana
untuk
Proteksi
kebakaran
6.b
Pengembangan
Sarana
dan
Prasarana untuk Aksesibilitas BG
6.c
Sarana
dan
Prasarana
Revitalisasi Kawasan
6.d
Sarana dan Prasarana Ruang
Terbuka Hijau
6.e
Sarana dan Prasarana pada
Pemukiman
Tradisional
dan
Bersejarah
6.f
Pengembangan
Sarana
dan
Prasarana
untuk
Proteksi
kebakaran
6.g
Pengembangan PIP2B
KESWADAYAAN/PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT (P2KP)
Jumlah Kel/Desa
yang
Mendapatkan
Pendampingan
Pemberdayaan
Sosial
(P2KP/PNPM)
7.a
Pendampingan
Pemberdayaan
Sosial (P2KP/PNPM)
TOTAL

LOK
ASI

VOL

SATUAN

Laporan

Gedung

Kab/Kota

Kab/Kota
Kawasan
Kab/Kota
Kawasan

Kab/Kota

Provinsi

Kel/desa

APBN
MURNI
PLN

APBD
PROV

SUMBER DANA
APBD KAB/
MASYA
KOTA
RAKAT

SWAS
TA

CSR

TAHUN
3
4

K
E
T

5.3
5.3.1

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)


Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan,


melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau
mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara
pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik
daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang
melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.
Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan
liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem
penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
i) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air
minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air
minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
ii) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka
Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih
rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,
memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik
(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam
kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada
masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga
menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas
kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
iv) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan
dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/
penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan
74

v)

untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik
daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada
masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui
Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan
perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan
perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit
produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM
bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak
penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau
bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang
dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna
memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta
Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan
serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun
fungsinya antara lain mencakup:
Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air
minum;
Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem
penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan
sosial;
Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan
dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

75

5.3.2

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

A.
Isu Strategis Pengembangan SPAM
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia
untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui
serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum
khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum
2. Pengembangan Pendanaan
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan
5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum
6. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat
7. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis
dan Penerapan Inovasi Teknologi
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah
masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan
infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan
penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Program Investasi Jangka
Menengah (RPIJM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita
pembangunan nasional.
B.
Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota secara umum adalah:
i. Aspek Teknis
Berisi hal-hal yang berkaitan dengan jenis dan jumlah sistem jaringan yang terdapat
di dalam kota/kabupaten, tingkat pelayanan, sumber air baku yang digunakan, serta
kondisi pelanggan, sistem pengolahan air, dan jam pelayanan. Di dalam aspek
teknis ini perlu juga dimunculkan besarnya unit konsumsi air minum (liter/orang/hari)
untuk jaringan perpipaan dan bukan perpipaan
ii. Aspek Pendanaan
Berisi uraian umum pembiayaan pengelolaan air minum baik sistem jaringan
perpipaan maupun jaringan bukan perpipaan, kemampuan masyarakat dalam
pembiayaan air minum, pencapaian target pembayaran rekening air, prosentase
besaran tunggakan rekening. Disebutkan pula tarif dasar air dan harga dasar air
serta struktur pelanggan.
76

iii. Kelembagaan
Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelola sistem
penyediaan air minum baik jaringan perpipaan maupun non perpipaan
Yang perlu disampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM adalah:
1. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan perpipaan
maupun bukan perpipaan;
2. Sumber daya manusia penyelenggara SPAM;
3. Rencana Kerja Kelembagaan; dan
4. Monitoring dan Evaluasi Pengkajian Kelembagaan SPAM.
iv.

Peraturan Perundangan
Berisi peraturan-perundangan (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur PDAM
dll) yang berkaitan dengan pengelolaan air minum di kota/kabupaten serta
permasalahan terkait dengan pelaksanaan/implementasi peraturan/perundangan
tersebut.

v.

Peran Serta Masyarakat


Berisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan air minum terkait dengan
kepatuhan membayar retribusi air, inisiatif masyarakat mengembangan SPAM di
wilayah mereka, peran serta masyarakat memelihara kuantitas dan kualitas sumber
air. Diuraikan pula permasalahan yang dihadapi terkait dengan peran negative
masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber air, jaringan yang ada dll.

Kondisi eksisting Pengembangan SPAM sebagaimana diuraikan di atas dapat


ditampilkan dalam tabel 5.23 berikut ini.

77

Tabel 5.23 Contoh Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kabupaten/Kota.........

Daerah Pelayanan
Sistem Jaringan
1. Perkotaan
a. MBR
b. IKK
c. ... dst
2. Perdesaan
78

a. Desa Rawan Air


b. Tertinggal
c. dst
Total (1+2)

WP

Luas WP

Jmlh Pddk
WP

Tingkat Pelayanan
Jmlh Pddk
Terlayani

% Pddk

% Wilayah

Sumber Air
Lokasi

Debit

Ket.

C.
Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM
i. Permasalahan Pengembangan SPAM
Pada bagian ini, perlu dijabarkan digambarkan permasalahan pengembangan
SPAM sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Adapun beberapa
permasalahan pengembangan SPAM pada tingkat nasional antara lain:
1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan
belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk
b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan
pembinaan.
c) Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air
pada jaringan distribusi umumnya masih rendah.
d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus
membayar lebih mahal.
e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum
masyarakat belum memadai.
f) Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum,
namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.
g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan buruknya
akses air minum yang aman.
2) Pendanaan
a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan
untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan.
b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari
pinjaman luar negeri.
c) Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam
pengembangan SPAM masih rendah.
3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan
a) Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM.
b) Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara
SPAM (PDAM).
c) Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong pemekaran
badan pengelola SPAM di daerah.
4) Air Baku
a) Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas.
b) Kualitas sumber air baku semakin menurun.
79

c) Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang


tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi.
d) Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan
konflik kepentingan di tingkat pengguna.
5) Peran Masyarakat
a) Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan air baku
menjadi air minum memerlukan biaya relatif besar dan masih dianggap
sebagai urusan pemerintah.
b) Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum sepenuhnya
diberdayakan oleh Pemerintah.
c) Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang
mencukupi kebutuhannya sendiri.
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi permasalahan yang ada di
kabupaten/kota masing-masing sebagaimana digambarkan seperti tabel 5.24
sampai dengan tabel 5.31 berikut ini.

80

No.
A.
1.
2.
3.

No.

81

B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

No.
C.

Tabel 5.24 Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Kelembagaan


Tindakan
Permasalahan Yang
Aspek Pengelolaan Air Minum
Dihadapi
Yang Sudah Dilakukan
Yang Sedang Dilakukan
Kelembagaan/Perundangan
Organisasi SPAM
Tata Laksana (SOP, Koordinasi, dll)
SDM
Tabel 5.25 Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Teknis
Tindakan
Permasalahan Yang
Aspek Pengelolaan Air Minum
Dihadapi
Yang Sudah Dilakukan
Yang Sedang Dilakukan
Teknis Operasional:
Sumber Air Baku
Bangunan Intake
IPA
Reservoir dan Pompa Distribusi
Jaringan Transmisi
Jaringan Distribusi
Sambungan Rumah
Meter Pelanggan
Tabel 5.26 Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Pembiayaan
Tindakan
Permasalahan Yang
Aspek Pengelolaan Air Minum
Dihadapi
Yang Sudah Dilakukan
Yang Sedang Dilakukan
Pembiayaan:
- Sumber-sumber pembiayaan
- Tarif Retribusi
- Mekanisme penarikan retribusi
- Realisasi penerimaan retribusi

No.
D.

Tabel 5.27 Contoh Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM Aspek Peran Serta Masyarakat
Tindakan
Permasalahan Yang
Aspek Pengelolaan Air Minum
Dihadapi
Yang Sudah Dilakukan
Yang Sedang Dilakukan
Peran serta Masyarakat
- Penyuluhan
- Kemampuan membayar retribusi
- Kemauan berpartisipasi
Tabel 5.28 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah
Pengembangan SPAM Aspek Kelembagaan
Alternatif-1

Alternatif-2

Alternatif-3

No.

Parameter Yang
Diperbandingkan

Teknis

Manfaat

Biaya

Teknis

Manfaat

Biaya

Teknis

Manfaat

Biaya

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

82

A.
1.
2.
3.

Kelembagaan
Organisasi SPAM
Tata Laksana (SOP,
Koordinasi, dll)
SDM

Keterangan:
Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan.
Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan.
Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.

Tabel 5.29 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah
Pengembangan SPAM Aspek Teknis
Alternatif-1

Alternatif-2

Alternatif-3

No.

Parameter Yang
Diperbandingkan

Teknis

Manfaat

Biaya

Teknis

Manfaat

Biaya

Teknis

Manfaat

Biaya

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

B.
a)
1.
2.
3.

Teknis Operasional:
Pembangunan baru:
Sumber Air Baku
Bangunan Intake
IPA
Reservoir dan Pompa
Distribusi
Jaringan Transmisi
Jaringan Distribusi
Sambungan Rumah
Meter Pelanggan
Rehabilitasi dan
Peningkatan Kapasitas:
Sumber Air Baku
Bangunan Intake
IPA
Reservoir dan Pompa
Distribusi
Jaringan Transmisi
Jaringan Distribusi
Sambungan Rumah
Meter Pelanggan
Operasi dan
Pemeliharaan

4.
5.
6.
7.
8.
83

b)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
c)

Keterangan:

Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan.
Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan.
Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.

Tabel 5.30 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah
Pengembangan SPAM Aspek Pembiayaan
Alternatif-1

Alternatif-2

Alternatif-3

No.

Parameter Yang
Diperbandingkan

Teknis

Manfaat

Biaya

Teknis

Manfaat

Biaya

Teknis

Manfaat

Biaya

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

C.

Pembiayaan:
- Sumber pembiayaan
- Tarif Retribusi

Keterangan:

- Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan.
- Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan.
- Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.

Tabel 5.31 Contoh Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah
Pengembangan SPAM Aspek Peran Serta Masyarakat
No.
84

(1)

D.

Parameter Yang
Diperbandingkan

Teknis

(2)

(3)

Alternatif-1
Manfaat
(4)

Biaya

Teknis

Alternatif-2
Manfaat

Biaya

Teknis

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

Alternatif-3
Manfaat

Peran serta
Masyarakat
- Penyuluhan
- Kemampuan
membayar retribusi
- Kemauan
berpartisipasi

Keterangan:
Kolom (3), (6) dan (9) diisi dengan bentuk dan teknik yang diperbandingkan.
Kolom (4), (7) dan (10) diisi dengan manfaat yang bisa didapat dari pemilihan teknik alternatif bersangkutan.
Kolom (5), (8) dan (11) diisi dengan rendah, sedang atau tinggi sesuai tingkat biaya relatif antar alternatif.

(10)

Biaya
(11)

ii. Tantangan Pengembangan SPAM


Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar ke depan,
agar dapat digambarkan, misalnya :
1) Tantangan Internal:
a) Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah
mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki
akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi
penyakit yang berkaitan dengan air. Tantangan lainnya dalam
pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi
kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.
b) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum
dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full
cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.
c) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan
tantangan dalam pengembangan SPAM di masa depan.
d) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal
sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air
baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.
e) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang
belum diberdayakan.
2) Tantangan Eksternal
a) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan
ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
b) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang
menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.
c) Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals (MDGs)
2015 dan Protocol Kyoto dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan
harus berimbang dengan pembangunan perdesaan.
d) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan
masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha, swasta
e) Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim
investasi yang kompetitif.
5.3.3

Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara kondisi
yang ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada kurun waktu tertentu. Kondisi
pelayanan air minum secara nasional sebesar 47, 71%, dilihat dari proporsi penduduk
85

terhadap sumber air minum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di
perkotaan dan 45,72 di perdesaan. Setiap kabupaten/kota perlu melakukan analisis
kebutuhan sistem penyediaan air minum di masing-masing kabupaten/kota sesuai
dengan arahan dibawah ini.
A.
Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten/Kota
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Penyediaan Air
Minum, baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan adalah menguraikan faktorfaktor yang mempengaruhi sistem penyediaan air minum. Melakukan analisis atas
dasar besarnya kebutuhan penyediaan air minum, baik itu untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota
(development need). Pada bagian ini sudah harus diuraikan penetapan
kawasan/daerah yang memerlukan penanganan dari komponen penyediaan air minum
baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan, serta diperlihatkan arahan struktur
pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.
Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian analisis
diantaranya adalah analisis hasil survey kebutuhan nyata (real demand survey),
analisis kebutuhan dasar air minum, analisis kebutuhan program pengembangan,
analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi. Hasil analisis kebutuhan
dituangkan dalam tabel seperti dicontohkan 5.32 berikut ini.

No.

Uraian

Tabel 5.32 Contoh Analisis Kebutuhan


Kebutuhan
Kondisi
Tahun Tahun Tahun Tahun
Eksisting
I

1.

Sistem Perpipaan (PDAM)


a.

Kebocoran (%)

b.

Cakupan Pelayanan Penduduk (%)

c.

Kebutuhan air (liter/org/hari)

2.

Sistem Bukan Perpipaan


a.

Kebocoran (%)

b.

Cakupan Pelayanan Penduduk (%)

c.

Kebutuhan air (liter/org/hari)

3.

4.

Sistem Perpipaan Non PDAM


a.

Kebocoran (%)

b.

Cakupan Pelayanan Penduduk (%)

c.

Kebutuhan air (liter/org/hari)


Kebocoran Total

86

II

III

IV

Tahun
V

KET.

No.
5.

Uraian

Kondisi
Eksisting

Kebutuhan
Tahun
I

Tahun
II

Tahun
III

Tahun
IV

Tahun
V

KET.

Jumlah Pelanggan
a.

Proporsi Sambungan Langsung

b.
c.

Proporsi Sambungan Umum


Jumlah Sambungan Langsung

d.

Jumlah Sambungan Umum


Unit Konsumsi

a.
b.

Sambungan Langsung, SL
Sambungan Umum, SU

c.

Non Domestic
Kebutuhan Air

a.
b.
c.

Kebutuhan Air Domestik


Kebutuhan Air Non Domestik
Sub Total Kebutuhan Air
Kebutuhan Air Rata-Rata (Qr)
Kebutuhan Air Maksimum (Qmax)
Peak Hour Factor (Faktor Jam Puncak)

6.

7.

8.
9.
10.

B.
Kebutuhan Pengembangan SPAM Daerah
Berikut ini adalah kebutuhan Pengembangan SPAM yang mengacu dari Renstra DJCK
tahun 2010-2014 khususnya dalam Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan,
Pengembangan Sumber Pembiayaan Dan Pola Investasi, Dan Penyelenggaraan Serta
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Setiap kabupaten/kota perlu menggambarkan realisasi dan target pengembangan
sistem penyediaan air minum di masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan tabel
5.33 dibawah ini.

87

Tabel 5.33 Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM


Kebutuhan
No.

OUTPUT

Layanan Perkantoran

Peraturan Pengembangan Sistem


Air Minum

4
5

6.

SATUAN

Laporan Pembinaan Pelaksanaan


Pengembangan SPAM
a. RISPAM
b. NSPK SPAM
Laporan Pengawasan Pelaksanaan
Pengembangan SPAM
Percontohan Re-Use dan Daur
Ulang Air Minum
a. Kampanye hemat air
b. Aktivitas reuse & daur ulang air
Penyelenggaraan SPAM
terfasilitasi
a. PDAM yang memperoleh
pembinaan
b. Pengelola air minum non
PDAM yang memperoleh
pembinaan
c. Laporan pra-studi kelayakan
KPS
d. PDAM terfasilitasi untuk
mendapatkan pinjaman Bank
e. Studi Alternatif Pembiayaan

7.

SPAM Regional

8.

SPAM Di kawasan MBR

9.

SPAM di Ibu kota Kecamatan (IKK)

10.

SPAM Perdesaan
a. PS Air Minum Perdesaan
b. Pro Rakyat PDT

11.

SPAM Kawasan Khusus


a. Kawasan pulau terluar,
perbatasan, terpencil
b. Kawasan pemekaran, KAPET
c. Pelabuhan perikanan dan Pro
Rakyat KKP
i. Pelabuhan perikanan
ii. Pro Rakyat KKP

88

Tahun
I

Tahun
II

Tahun
III

Tahun
IV

Tahun
V

5.3.4

Program-Program dan Kriteria Penyiapan, serta Skema Kebijakan


Pendanaan Pengembangan SPAM

5.3.4.1 Program-Program Pengembangan SPAM


Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat sebagai berikut:
A. Program SPAM IKK
Kriteria Program SPAM IKK adalah:
Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM
Kegiatan:
Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)
Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR)
total
Indikator:
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM
B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah:
Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK
Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR
untuk MBR
Indikator:
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM
C. Program Perdesaan Pola Pamsimas
Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah:
Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM
Kegiatan:
Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)
Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR)
total
Indikator:
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM
D. Program Desa Rawan Air/Terpencil
Kriteria Program SPAM IKK adalah:
Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air baku
relatif sulit)
Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama
Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM
89

Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) mengacu pada


Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) yang disusun berdasarkan:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
2. Rencana pengelolaan Sumber Daya Air;
3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;
4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat;
5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM.
Tabel 5.34 Lingkup Penyusunan RISPAM
Kegiatan

Wilayah
Administrasi
Kab/Kota

Wilayah Pelayanan
Satu Wilayah

Lintas Kab./Kota

Penyusun

Pemda

Penyelenggara di
Kab./Kota

Penyelenggara
Regional

Acuan

RTRW

RTRW & RISPAM


Kab./Kota

RTRW & RISPAM


Kab./Kota Terkait

Penetapan

Bupati/
Walikota

Bupati/ Walikota

Gubernur setelah
berkonsultasi dengan
Bupati/Walikota Terkait.

Konsultasi
Publik

Pemda

Penyelenggara
dengan Fasilitasi
dari Pemda

Penyelenggara dengan
fasilitasi dari Pemda
terkait dan Gubernur

Pelaksanaan
Penyusunan

Penyedia
Jasa/ Sendiri

Penyedia Jasa/
Sendiri

Penyedia Jasa/ Sendiri

5.3.4.2.

Lintas Provinsi

Penyelenggara Regional
RTRW Provinsi, RTRW &
RISPAM Kab./Kota
Terkait
Menteri setelah
berkonsultasi dengan
Gubernur dan
Bupati/Walikota Terkait.
Penyelenggara dengan
fasilitasi dari Pemda
terkait, Gubernur, dan
menteri.
Penyedia Jasa/ Sendiri

Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria)

Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah


kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16 /2005 Pasal 26
ayat 1 s.d 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM.
2. Tersedia dokumen RPIJM
3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya
Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas 20 l/detik atau diameter
pipa JDU terbesar 250 mm
Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detik atau
diameter pipa JDU terbesar 200 mm;
90

Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas 10 l/det ik atau


diameter pipa JDU terbesar 150 mm;
Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007 pasal 21)
Ada indikator kinerja untuk monitoring
Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik
Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada
tahun yang sama
Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan
Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan
fungsional dan rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun
Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD atau BLUD)
Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/
kesiapan menyediakan syarat-syarat di atas.

4.
5.

6.
7.
8.
9.

5.3.4.3. Skema Kebijakan Pendanaaan


A. Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM
Adapun skema kebijakan pendanaan pengembangan SPAM adalah tergambar dalam
tabel 5.35
Tabel 5.35 Skema Kebijakan Pendananaan Pengembangan SPAM
Kegiatan SPAM

Air Baku

Unit Produksi

Transmisi dan Distribusi


(SR dan HU)

KOTA

APBN

APBD, PDAM, KPS,


(APBN)

APBN, PDAM, KPS, APBN


(MBR)

IKK

APBN

APBN

APBN (s.d. Hidran Umum)

Desa Rawan Air

APBN

APBN

APBN (s.d. Hidran Umum)

Desa dengan air baku


mudah (Pamsimas)

APBN

APBN, APBD, Masyarakat

PAMSIMAS (APBN : 70%,


APBD : 10%, dan Masyarakat
: 20%.

Catatan:
Semua sistem yang sudah ada (sudah jadi) di kelola oleh Pemda/PDAM/Masyarakat;
Keikutsertaan Pemda/PDAM/Masyarakat dalam proses pembangunan adalah keharusan;
HU = Hidran Umum;
SR = Sambungan rumah;
MBR = Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

91

Gambar 5.3 Pembagian Kewenangan Pengembangan SPAM

B. Pendekatan Pembiayaan APBN


1) Non Cost-Recovery
Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) pada IKK,
kawasan perbatasan/ pulau terdepan;
Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) bagi kawasankawasan tertinggal (kawasan kumuh, kawasan nelayan, dan ibu kota kabupaten
pemekaran;
Fasilitasi pengembangan SPAM bagi perdesaan (desa rawan air) melalui
pemicuan perubahan perilaku menjadi hidup bersih dan sehat, pembangunan
modal sosial, capacitu building bagi masyarakat, serta pembangunan dan
pengelolaan SPAM berbasis masyarakat; dan
pengembangan SPAM skala kecil (perdesaan) pembiayaannya didorong
melalui DAK.
2) Cost recovery
Fasilitasi penyediaan air baku untuk air minum melalui kerjasama dengan Ditjen
Sumber Daya Air; dan
Fasilitasi penyediaan air minum (PDAM) di kawasan strategis (PKN, PKW, PKL,
dll) dengan pendanaan melalui perbankan, Pemda/PDAM, serta KPS.
C. Alternatif Pola Pembiayaan
Equity adalah merupakan sumber pendanaan dari internal cash PDAM dan
Pemda untuk program penambahan sambungan rumah (SR). Dilaksanakan

92

5.3.5.

oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana untuk memenuhi sebagian


kebutuhan investasi;
Pinjaman Bank Komersial adalah merupakan sumber pembiayaan dari
pinjaman bank komersial dengan jumlah equity tertentu sebagai pendamping
pinjaman. Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana
pendamping dan menerapkan tarif minimal diatas harga pokok produksi (tarif
dasar);
Trade Credit adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank
komersial melalui pihak ke tiga (kontraktor/supplier) dan dibayar dengan
angsuran dari pendapatan PDAM dalam masa tertentu (10 tahun atau lebih).
Dilaksanakan oleh PDAM yang diperkirakan dapat mengangsur sesuai dengan
perjanjian;
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan sumber pembiayaan
dari badan usaha swasta (BUS) berdasarkan kontrak kerjasama antara BUS
dengan pemerintah (BOT/Konsesi). Dilaksanakan di kabupaten/kota yang
memiliki pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan studi praFS dan kesiapan pemerintah daerah;
Obligasi adalah merupakan sumber dana dari penerbitan surat utang yang
akan dibayar dari pendapatan PDAM. Dilaksanakan oleh PDAM yang telah
memiliki rating minimal BBB;
CSR (Corporate Social Responsibility)
adalah suatu tindakan yang
dilakukan suatu perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap
sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.

Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM

A.
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM
Usulan dan prioritas program komponen Pengembangan SPAM disusun berdasarkan
paket-paket fungsional dan sesuai kebijakan prioritas program seperti pada RPJM.
Penyusunan tersebut memperhatikan kebutuhan air minum berkaitan dengan
pengembangan atau pembangunan sektor dan kawasan unggulan. Dengan demikian
usulan sudah mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pembangunan
ekonomi.
Usulan program yang diajukan perlu dievaluasi kesesuaiannya dengan hasil analisis
dan identifikasi yang telah dilakukan. Selain itu, perlu juga dicek keterpaduan dengan
sektor-sektor lainnya. Usulan program harus dapat mencerminkan besaran dan
prioritas program, dan manfaatnya ditinjau dari segi fungsi, kondisi fisik, dan non-fisik

93

antar kegiatan dan pendanaannya.Penjabaran program-program tersebut disesuaikan


dengan struktur tatanan program RPJMN yang diwujudkan dalam paket-paket
kegiatan/program.
B.
Pembiayaan Proyek Pengembangan SPAM
Pembiayaan proyek perlu disusun berdasarkan klasifikasi tanggung jawab masingmasing Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Pusat, Swasta dan Masyarakat. Jika
ada indikasi program pengembangan SPAM yang melibatkan swasta perlu dilakukan
kajian lebih mendalam untuk menentukan kelayakannya.
Untuk program yang memerlukan analisis kelayakan keuangan, hasil analisis harus
dilampirkan dan merupakan bagian dari kajian pembiayaan dan keuangan.
Pembiayaan kegiatan pengembangan SPAM sebagaimana diusulkan dapat berasal
dari dana Pemerintahan Kabupaten/Kota, masyarakat, swasta, dan bantuan
Pemerintah Pusat. Bantuan Pemerintah Pusat dapat berbentuk proyek biasa
(pemerataan dalam pemenuhan prasarana sarana dasar), bantuan stimulan, dan
bantuan proyek khusus (menurut pengembangan kawasan). Adapun jenis bantuan
disesuaikan dengan tingkat kebutuhannya.

94

Tabel 5.36 Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM
OUTPUT
N
O

SUMBER DANA

INDIKATOR OUTPUT

LOK
VOL SATUAN
ASI

RINCIAN
1

95
4

APBN
MU
PLN
RNI
8

APBD
MASY
APBD
SWAS
KAB/
ARAK
PROV
TA
KOTA
AT
10

11

12

KET
.

TAHUN

13

CS
R
14

15

16

17

18

19

20

KEGIATAN: PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, PENGEMBANGAN SUMBER PEMBIAYAAN DAN POLA INVESTASI, DAN PENYELENGGARAAN
SERTA PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
LAYANAN PERKANTORAN
Jumlah Bulan Layanan Perkantoran
xxx

Bln/Thn
PERATURAN PENGEMBANGAN SISTEM AIR MINUM
Jumlah NSPK Nasional Bid
xxx

NSPK
LAPORAN
PEMBINAAN
PELAKSANAAN
PENGEMBANGAN SPAM
Jumlah
Laporan
Pembinaan
Penyelenggaraan
xxx

Laporan
LAPORAN
PENGAWASAN
PELAKSANAAN
PENGEMBANGAN SPAM
Jumlah
Laporan
Pengawasan
Penyelenggaraan Bidang
4.a
Pengawasan dan pengendalian
Laporan
PERCONTOHAN RE-USE DAN DAUR ULANG AIR MINUM
Jumlah Kawasan Yang Ditangani ..
5.a
Kampanye hemat air
Kawasan
5.b
Aktivitas reuse dan daur ulang air
Kawasan
PENYELENGGARAAN SPAM TERFASILITASI
Jumlah PDAM yang Terlayani
6.a
PDAM
yang
memperoleh
Laporan
pembinaan
6.b.
Pengelola air minum non PDAM
Laporan
yang memperoleh pembinaan
6.c.
Laporan pra-studi kelayakan KPS
Laporan
6.d.
PDAM
terfasilitasi
untuk
Laporan
mendapatkan pinjaman Bank

OUTPUT
N
O

SUMBER DANA
LOK
VOL SATUAN
ASI

INDIKATOR OUTPUT
RINCIAN

6.e.
Studi Alternatif Pembiayaan
SPAM REGIONAL
Jumlah Kab/kota yang Terlayani

Laporan
Region

SPAM DI KAWASAN MBR


Jumlah Kawasan Yang Terlayani

Kawasan

SPAM DI IBU KOTA KECAMATAN (IKK)


Jumlah IKK yang Terlayani

Kawasan

6.b.

10

96
11

Pengelola air minum non PDAM


yang memperoleh pembinaan
SPAM PERDESAAN
Jumlah desa yang Terlayani
10.a
PS Air Minum Perdesaan
10.b
Pro Rakyat PDT
SPAM KAWASAN KHUSUS
Jumlah Kawasan yang Terlayani
11.a
Kawasan pulau terluar, perbatasan,
terpencil
11.b
Kawasan pemekaran, KAPET
11.c.

Pelabuhan perikanan
Rakyat KKP
TOTAL

dan

Pro

Desa
Desa

Kawasan
Kawasan
Kawasan

APBN
MU
PLN
RNI
8

APBD
MASY
APBD
SWAS
KAB/
ARAK
PROV
TA
KOTA
AT
10

11

12

KET
.

TAHUN

13

CS
R
14

15

16

17

18

19

20

5.4

Penyehatan Lingkungan Permukiman

Mengacu pada Permen PU Nomor. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian
Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok
Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang kebijakan, pengaturan, perencanaan,
pembinaan, pengawasan, pengembangan dan standardisasi teknis di bidang air
limbah, drainase dan persampahan permukiman.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 656, Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah, drainase dan
persampahan;
b. pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air limbah,
drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana alam dan
kerusuhan sosial;
c. pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan;
d. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan
dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase dan persampahan; dan
e. pelaksanaan tata usaha direktorat.
5.4.1.

Air Limbah

5.4.1.1

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Air Limbah

A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Air Limbah


Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional.
Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk
mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektorsektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan
jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan
sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

97

3.

4.

5.

Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem


Penyediaan Air Minum.
Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah
permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air
minum.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan
tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang
Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan
Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan
dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima
menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan
standar efluen (effluent standard).

B. Lingkup Pengelolaan Air Limbah


Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal
Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air
sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah
industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Air buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang
merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan pengolahan.
Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia ditangani melalui dua sistem yaitu
sistem setempat (onsite) ataupun melalui sistem terpusat (offsite). Sanitasi sistem
setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam
batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan
sanitasi sistem terpusat (offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah
dipisahkan dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumah-rumah
menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
5.4.1.2

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Air


Limbah Permukiman

A. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman


Untuk melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi
data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan
pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen
98

RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, SPPIP, SSK dan dokumen
lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan air limbah sesuai
dengan karakteristik di masing-masing Kabupaten/Kota.
Tujuan dari bagian ini adalah:
Teridentifikasinya rumusan isu strategis pengelolaan air limbah di Kabupaten/Kota;
tereviewnya isu strategis pengembangan air limbah dari dokumen terkait.
Berikut adalah isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah permukiman di
Indonesia antara lain:
1. Akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman
Sampai saat ini walaupun akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar
mencapai 90,5% di perkotaan dan di pedesaan mencapai 67% (Susenas 2007)
tetapi sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat tersebut belum
memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Sedangkan akses layanan air limbah
dengan sistem terpusat baru mencapai 2,33% di 11 kota (Susenas 2007 dalam
KSNP Air Limbah).
2. Peran Masyarakat
Peran masyarakat berupa rendahnya kesadaran masyakat dan belum
diberdayakannya potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan air
limbah serta terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air
limbah permukiman berbasis masyarakat.
3. Peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan meliputi lemahnya penegakan hukum dan belum
memadainya perangkat peraturan perundangan yang dibutuhkan dalam sistem
pengelolaan air limbah permukiman serta belum lengkapnya NSPM dan SPM
pelayanan air limbah.
4. Kelembagaan
Kelembagaan meliputi kapasitas SDM yang masih rendah, kurang koordinasi antar
instansi dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah, belum terpisahnya fungsi
regulator dan operator, serta lemahnya fungsi lembaga bidang air limbah.
5. Pendanaan
Pendanaan terutama berkaitan dengan terbatasnya sumber pendanaan
pemerintah dan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah yang merupakan
akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah. Selain
itu adalah rendahnya tarif pelayanan air limbah sehingga berakibat pihak swasta
kurang tertarik untuk melakukan investasi di bidang air limbah.

99

Setiap Kabupaten/Kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masingmasing. Isu strategis dalam pengembangan air limbah menjadi dasar dalam
pengembangan infrastrukturair limbah dan akan menjadi landasan penyusunan
program dan kegiatan dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM)
yang lebih berpihak kepada pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat
pencapaian cita-cita pembangunan nasional.
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Air Limbah Permukiman
Setiap Kab/Kota wajib menyajikan gambaran secara umum kondisi eksisting sistem
pengelolaan air limbah yang ada saat ini di Kabupaten/Kota masing-masing baik pada
aspek teknis maupun pada aspek non teknis pendukung. Untuk menggambarkan
kondisi eksisting pengembangan air limbah yang telah dilakukan pemerintah
Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal berikut ini:
a. Aspek teknis
Berisi hal-hal yang berkaitan dengan prasarana dan sarana air limbah yang
mencakup:
1. Sistem prasarana dan sarana air limbah (sistem setempat/on-site, sistem
terpusat/off-site);
2. jumlah, masalah, dan kondisi prasarana dan sarana air limbah;
3. tingkat pelayanan prasarana dan sarana air limbah.
Kondisi eksisiting pengembangan air limbah secara teknis dapat ditampilkan
sebagaimana dicontohkan pada tabel-tabel berikut:

Prasarana
dan Sarana
Truk Tinja
IPLT
IPAL
Dst.

Tabel 5.37 Kapasitas Pelayanan Eksisting


Sistem
Lembaga
Jumlah
Kapasitas
Pengolahan
Pengelola
3
.. unit
..m

Keterangan
Kondisi

Tabel 5.38 Cakupan Pelayanan Sistem Onsite


Jumlah PS Sanitasi sistem Onsite
No.

Kecamatan

Pengumpulan
Jamban
Keluarga

MCK

Pengolahan
Lainnya

1.
2.
dst

100

Septik
tank

Cubluk

Lainnya

Tabel 5.39 Cakupan Pelayanan Air Limbah Komunitas Berbasis Masyarakat


Sistem
Lokasi/
Dibangun Cakupan
MCK
IPAL
No.
Kondisi
Tempat
Tahun
Pelayanan
++
Komunal
1.
2.

No.

Tabel 5.40 Cakupan Pelayanan air limbah Sistem Off-site


Dibangun
Nama IPAL
Sistem
Kondisi
Tahun

1.
2.
Tabel 5.41 Parameter Teknis Wilayah
No.
Uraian
Besaran
Karakteristik Fisik Kota
1.
Jumlah Penduduk
.. Jiwa
Tingkat Kepadatan
- Sangat
Tinggi
(>400 jiwa/hektar)
- Tinggi
(300-400 . Ha
jiwa/hektar)
- Sedang (200-300 . Ha
jiwa/hektar)
- Rendah
(<200 . Ha
jiwa/hektar)
2.
Tipe Bangunan Rumah
Tangga
- Permanen
.%KK atau
unit
- Semi Permanen
.%KK atau
unit
- Tidak Permanen
.%KK atau
unit
3.
Badan Air
- Nama Sungai
- Peruntukan
- Tidak Permanen
- Debit
.Liter/detik
- kualitas
.BOD Mg/liter
.COD Mg/liter

101

Keterangan

b. Pendanaan
Menguraikan kemampuan masyarakat/Pemda/Swasta dalam membiayai
penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana air limbah
seperti pembiayaan pembangunan sarana individual, pengurasan tanki septik,
retribusi air limbah sistem komunal dan tempat-tempat umum, serta anggaran
Pemda (APBD) untuk pengelolaan air limbah permukiman.
c. Kelembagaan
Menguraikan organisasi pengelolaan air limbah yang mencakup bentuk organisasi
(lampirkan struktur organisasi), uraian tugas, tata laksana kerja, dan sumber daya
manusia yang dimiliki. Uraian tersebut harus mencerminkan kemampuan
organisasi pengelola air limbah saat ini.
d. Peraturan Perundangan
Berisi peraturan perundangan terkait pengelolaan air limbah permukiman yang
dimiliki saat ini oleh masing-masing Kabupaten/Kota misalnya terkait tentang
Struktur Organisasi dan Tupoksi pengelola air limbah, retribusi, dll (perda, SK
walikota/kabupaten, SK Direktur).
e. Peran Serta Swasta dan Masyarakat
Menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan air limbah
serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di dalam masyarakat
Kota/Kabupaten yang meliputi kesediaan masyarakat membayar retribusi,
penerimaan masyarakat terhadap aturan terkait pengelolaan air limbah, perilaku
masyarakat dalam BAB, kegiatan-kegiatan apa yang telah dilakukan dalam
mendorong peran serta masyarakat misalnya saja kegiatan kampanye dan
edukasi terkait pengelolaan air limbah baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
setempat/swasta, maupun peran masyarakat dan swasta dalam pembangunan
prasarana dan sarana air limbah serta operasi dan pemeliharaan sarana dan
prasarana yang ada.
C. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Air Limbah
i. Identifikasi Permasalahan Air Limbah
Setiap Kab/Kota wajib menguraikan besaran masalah yang dihadapi di Kab./Kota
masing-masing dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran
yang ingin dicapai, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan kebutuhan
pengembangan (development need) yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan dan
kelembagaan. Selain itu, dilakukan inventarisasi persoalan setiap masalah yang
sudah dirumuskan dengan mempertimbangkan tipologi serta parameter-parameter
teknis yang ada di kawasan tersebut.

102

Hasil dari kegiatan inventarisasi tersebut akan didapatkan informasi permasalahan


teknis dan non teknis pada sub sektor air limbah. Hasil identifikasi permasalahan
dituangkan dalam bentuk Tabel seperti pada tabel 5.42
Tabel 5.42 Contoh Permasalahan Pengelolaan Air Limbah Yang Dihadapi
Aspek Non-Teknis
No.
A.

Permasalahan
Yang Dihadapi

Aspek Pengelolaan Air Limbah

Tindakan
Yang Sudah
Dilakukan

Yang Sedang
Dilakukan

Kelembagaan:
Bentuk Organisasi
Tata Laksana (Tupoksi, SOP,dll)
Kualitas dan Kuantitas SDM
Perundangan terkait sektor air limbah
(Perda, Pergub, Perwali,dst)
Pembiayaan:
Sumber-sumber pembiayaan (APBD
Prov/Kabkota/swasta/masyarakat/dll)
Retribusi
Peran serta Masyarakat dan swasta

B.
C.

D.

Aspek Teknis
No.
E.
1.

2.

Aspek Pengelolaan Air Limbah

Permasalahan
Yang Dihadapi

Teknis Operasional:
Sistem On-Site Sanitation:
- MCK
- Jamban keluarga/cubluk/septik tank
- Septik tank komunal
- PS sanitasi berbasis masyarakat
- Truk tinja
- IPLT
Sistem Off Site Sanitation:
- Sambungan rumah
- Sistem jaringan pengumpul
- Sistem sanitasi berbasis masyarakat
- IPAL

103

Tindakan
Yang Sudah
Dilakukan

Yang Sedang
Dilakukan

Permasalahan Pembangunan Sektor Air Limbah di Indonesia, secara umum


adalah:
(1) Belum optimalnya penanganan air limbah
(2) Tercemarnya badan air khususnya air baku oleh limbah
(3) Belum optimalnya manajemen air limbah:
a. Belum optimalnya perencanaan;
b. belum memadainya penyelenggaraan air limbah.
ii.

Tantangan dan Peluang Pengembangan Sektor Air Limbah


Setiap Kab/Kota wajib menguraikan tantangan dan peluang sesuai karakteristik
Kab/Kota masing-masing terkait pembangunan sektor air limbah. Tantangan
Sektor Air Limbah meliputi tantangan internal dan tantangan eksternal. Tantangan
internal berhubungan dengan cakupan pelayanan air limbah, kejadian penyakit
karena buruknya pengelolaan air limbah, perlindungan sumber air baku, kualitas
kelembagaan, penggalian sumber dana serta pembagian porsi dana APBN dan
APBD. Sedangkan tantangan eksternal berkaitan dengan target RPJMN bebas
pembuangan tinja secara terbuka di tahun 2014 dan Target MDGs 7c terlayaninya
50% masyarakat yang belum mendapatkan akses air limbah sampai tahun 2015.
Selain itu, Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar
Pelayanan Minimum menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU
yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar
yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai
bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke
PU an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan didalam
dokumen RPIJM yang merupakan tantangan tersendiri bagi pelayanan
pengelolaan Air Limbah. Target pelayanan dasar bidang Air Limbah sesuai
dengan Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan
Minimum dapat dilihat melalui tabel 5.43.

104

Tabel 5.43 Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan


Permen PU No.14/PRT/M/2010
Jenis Pelayanan Dasar

Standar Pelayanan Minimal


Nilai

Batas Waktu
Pencapaian

Tersedianya sistem air


limbah setempat yang
memadai.

60%

2014

Dinas yg
membidangi
PU

Tersedianya sistem air


limbah skala komunitas/
kawasan/kota

5%

2014

Dinas yg
membidangi
PU

Indikator
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
(Sanitasi
Lingkungan
dan
Persampahan)

Air
Limbah
Permukiman

Ket

Peluang dalam pengelolaan air limbah adalah telah diaturnya kewajiban


penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan dan perlindungan sumber air
baku dalam tataran undang-undang sampai dengan peraturan daerah. Peraturan
perundangan juga telah mengatur keterpaduan penanganan air limbah dengan
pengembangan sistem penyediaan air minum. Peluang yang lain adalah adanya
peningkatan kesadaran masyarakat dalam penyelenggaraan air limbah
permukiman.
5.4.1.3 Analisis Kebutuhan Air Limbah
A. Analisis Kebutuhan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Air Limbah
adalah menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan air limbah
kota. Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penanganan air limbah, baik
itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan
pengembangan kota (development need).
Pada bagian ini Kab./Kota harus menguraikan kebutuhan komponen pengelolaan air
limbah secara teknis dan non teknis baik sistem setempat individual, komunal maupun
terpusat skala kota, serta memperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana
kota yang telah disepakati. Analisis yang terkait dengan kebutuhan air limbah adalah
analisis sistem pengelolaan air limbah (on site dan off site), analisis jaringan perpipan
air limbah untuk sistem terpusat, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis
ekonomi. Hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel 5.44 berikut ini.

105

Tabel 5.44 Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah


Aspek Non Teknis
No.
A

Kondisi
Eksisting

Uraian

Tahun
I

Kebutuhan
Tahun Tahun Tahun
II
III
IV

Tahun
V

Ket.

Tahun
I

Kebutuhan
Tahun Tahun Tahun
II
III
IV

Tahun
V

Ket.

Peraturan terkait sektor air limbah


- Ketersediaan Peraturan bidang Air
Limbah (Perda, Pergub, Perwali,dst)
Kelembagaan
- Bentuk Organisasi
- Ketersediaan tata laksana (Tupoksi,
SOP, dll)
- Kualitas dan kuantitas SDM
Pembiayaan
- Sumber pembiayaan (APBD Prov/
Kab/kota/swasta/masyarakat/dll)
- Tarif Retribusi
- Realisasi
penarikan
retribusi
(%terhadap target)
Peran swasta dan masyarakat
(Sudah
ada/belum
ada/
bentuk
kontribusi, dll)
Aspek Teknis

No.
A.

Uraian
Sistem setempat (on site)
- Ketersediaan dan kondisi IPLT
- Kapasitas IPLT
- Tingkat cakupan Pelayanan IPLT
- Ketersediaan dan kondisi Truk
tinja
- Biaya O&P
- Kualitas efluen IPLT (BOD dan
COD)
- Ketersediaan Sistem pengolahan
air limbah skala kecil/kawasan/
komunitas

Kondisi
Eksisting

(ada/tidak,
baik/rusak)
3
.M
(% dari target)
(.unit,
baik/rusak)
.Mg/liter
.Mg/liter
(.unit,
baik/rusak)

106

No.
B.

Uraian
Sistem Terpusat (off site)
- Ketersediaan dan kondisi IPAL
- Kapasitas IPAL
- Tingkat cakupan Pelayanan IPAL
- Biaya O&P
- Kualitas efluen IPAL (BOD dan
COD)

Kondisi
Eksisting

Tahun
I

Kebutuhan
Tahun Tahun Tahun
II
III
IV

Tahun
V

(ada/tidak,
baik/rusak)
3
.M
(% dari target)
.Mg/liter
.Mg/liter

5.4.1.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah


A. Program Pembangunan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (on-site) dan
Komunal
Kriteria kegiatan infrastruktur air limbah sistem setempat dan komunal
Kriteria Lokasi
Kawasan rawan sanitasi (padat, kumuh, dan miskin) di perkotaan yang
memungkinkan penerapan kegiatan Sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas);
kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.
Lingkup Kegiatan:
Rekruitmen dan pembiayaan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) untuk kegiatan
Sanitasi Berbasis Masyarakat;
pelatihan TFL secara regional termasuk refreshing/coaching;
pengadaan material dan upah kerja untuk pembangunan prasarana air limbah
(septic tank komunal, MCK++, IPAL komunal);
TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan
KSM/mandor/tukang dan pemberdayaan masyarakat;
pembangunan jaringan pipa air limbah dan IPAL untuk kawasan RSH;
membangun/rehabilitasi unit IPLT dan peralatannya dalam rangka membantu
pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan;
sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat dan
pengelolaan Septic Tank;
produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;
penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan
masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

107

Ket.

Kriteria Kesiapan:
Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim
surat minat untuk mengikuti PPSP;
tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah
dibebaskan);
sudah terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang
(non Sanitasi Berbasis Masyarakat), termasuk draft dokumen RKM untuk
kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat ;
sudah ada MoU antara Pengembang dan pemerintah kab./kota (IPAL RSH);
sudah terdapat institusi yang nantinya menerima dan mengelola prasarana
yang dibangun;
pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan
pemeliharaan.

Skema Kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Setempat (onsite) dan Komunal
Skema Kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Setempat (on-site)
dan Komunal dipaparkan pada gambar 5.4

Sumber: Direktorat Pengembangan PLP

Gambar 5.4 Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat/On-Site dan Komunal

108

Gambar 5.4 menunjukan pembagian peran antara pemerintah pusat dan pemerintah
kabupaten/kota dalam pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah sistem
setempat (on-site). Peran pemerintah pusat adalah membantu pendanaan fasilitator
dan konstruksi PS air limbah skala kawasan, serta membangun IPLT. Pemerintah
daerah mempunyai peran dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan
pemeliharaan, serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi.
B. Pembangunan Prasarana Air Limbah Terpusat (off-site)
Kriteria kegiatan infrastruktur air limbah sistem terpusat (off-site) skala kota adalah:
Kriteria Lokasi:
Kota yang telah mempunyai infrastruktur air limbah sistem terpusat (sewerage
system) seperti Medan, Parapat, Batam, Cirebon, Manado, Tangerang, Jakarta,
Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Denpasar, Balikpapan dan Banjarmasin;
kota yang telah menyusun Master Plan Air Limbah serta DED untuk tahun
pertama, yang terdiri dari 8 kota yaitu Bandar Lampung, Batam, Bogor, Cimahi,
Palembang, Makassar, Surabaya dan Pekanbaru;
sasaran kota (pusat kota) besar/metropolitan dengan penduduk > 1 juta jiwa.
Lingkup Kegiatan:
Rehabilitasi unit IPAL dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan
atau meningkatkan kinerja pelayanan;
pengadaan/pemasangan pipa utama (main trunk sewer) dan pipa utama
sekunder (secondary main trunk sewer) yaitu pengembangan jaringan
perpipaan untuk mendukung perluasan kemampuan pelayanannya dalam
rangka pemanfaatan kapasitas idle;
TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan
operator IPAL;
sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPAL;
produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;
penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan
masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
Kriteria Kesiapan:
Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim
surat minat untuk mengikuti PPSP;
tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah
dibebaskan), dan lahan disediakan oleh Pemda (6000 m);
terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang;
sudah ada institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang dibangun;
pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk pembangunan pipa
lateral & sambungan rumah dan biaya operasi dan pemeliharaan.
109

Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan Air Limbah Sistem Terpusat


Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan Air Limbah Sistem Terpusat (off-site)
dipaparkan dalam gambar 5.5.

Sumber: Direktorat Pengembangan PLP

Gambar 5.5 Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat/Off Site (skala kota)

Dalam pengembangan pengolahan air limbah sistem terpusat, pemerintah pusat


memiliki peran melakukan pembangunan IPAL dan mengembangkan jaringan pipa
sewer sampai dengan pipa lateral. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai
peran dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan, dan
pembangunan sambungan rumah.
5.4.2

Persampahan

5.4.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Persampahan


A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Persampahan
Beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan tentang sistem pengelolaan
persampahan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional.

110

2.

3.

4.

5.

Berdasarkan undang-undang No. 17 tahun 2007, aksesibilitas, kualitas, maupun


cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah, yaitu baru mencapai
18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa.
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya pengaturan prasarana
dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan
pelestarian sumber air.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup
pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan
sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20
disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan
penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut:
- Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu;
- Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
- Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
- Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
- Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat
pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan
terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak
diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum.
Peraturan ini menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi proses pewadahan,
pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir,
yang dilakukan secara terpadu.
Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi:
a. kebijakan dan strategi pengelolaan sampah;
b. penyelenggaraan pengelolaan sampah;
c. kompensasi;
d. pengembangan dan penerapan teknologi;
e. sistem informasi;
f. peran masyarakat; dan
g. pembinaan.
111

6.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini mensyaratkan tersedianya fasilitas pengurangan sampah di
perkotaan dan sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai persyaratan
minimal yang harus dipenuhi oleh Pemerintah/Pemda.

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Persampahan


Sampah dapat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang dikelola dibedakan menjadi 3 jenis
berdasarkan UU 18 tahun 2008 yaitu:
a) Sampah rumah tangga yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga
(tidak termasuk tinja);
b) Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dll;
c) Sampah spesifik meliputi sampah beracun, sampah akibat bencana, bongkaran
bangunan, sampah yang tidak dapat diolah secara teknologi, dan sampah yang
timbul secara periodik. Sampah spesifik harus dipisahkan dan diolah secara
khusus. Apabila belum ada penanganan sampah B3 maka perlu ada tempat
penampungan khusus di TPA secara aman sesuai peraturan perundangan.
Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berkaitan
dengan pengendalian timbulan sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi,
pengolahan dan pemrosesan akhir sampah dengan mempertimbangkan faktor
kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor lingkungan
lainnya.
5.4.2.2

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan


Persampahan

A.
Isu Strategis Pengembangan Persampahan
Untuk merumuskan isu strategis ini, perlu dilakukan identifikasi data dan informasi dari
dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan
permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, MDGs,
RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, Dokumen SPPIP, Rencana Induk
Persampahan dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis
pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota.
Berikut adalah isu-isu strategis dan permasalahan dalam pengelolaan persampahan di
Indonesia antara lain:
112

1.

2.

3.

4.

5.

Kapasitas Pengelolaan Sampah


Kapasitas pengelolaan sampah erat kaitannya dengan:
a. Makin besarnya timbulan sampah berupa peningkatan laju timbulan sampah
perkotaan antara 2-4% per tahun. Dengan bertambahnya penduduk,
pertumbuhan industri dan peningkatan konsumsi masyarakat dibarengi
peningkatan laju timbulan sampah.
b. Rendahnya kualitas dan tingkat pengelolaan persampahan. Rendahnya
kualitas pengelolaan persampahan terutama pengelolaan TPA memicu
berbagai protes masyarakat. Di sisi lain rendahnya tingkat pengelolaan
sampah mengakibatkan masyarakat yang tidak mendapat layanan membuang
sampah sembarangan atau membakar sampah di tempat terbuka.
c. Keterbatasan Lahan TPA
Keterbatasan lahan TPA merupakan masalah terutama di kota-kota besar dan
kota metropolitan.
Fenomena keterbatasan lahan TPA memunculkan
kebutuhan pengelolaan TPA Regional namun banyak terkendala dengan
banyak faktor kepentingan dan rigiditas otonomi daerah.
Kemampuan Kelembagaan
Masih terjadinya fungsi ganda lembaga pengelola sampah sebagai regulator
sekaligus operator pengelolaan serta belum memadainya SDM (secara kualitas
dan kuantitas) menjadi masalah dalam pelayanan persampahan.
Kemampuan Pembiayaan
Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi
pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala
prioritas penanganan pengelolaan sampah. Selain itu adalah rendahnya dana
penarikan retribusi pelayanan sampah sehingga biaya pengelolaan sampah
menjadi beban APBD. Permasalahan pendanaan secara keseluruhan berdampak
pada buruknya kualitas penanganan sampah.
Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta
Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah
dan belum dikembangkan secara sistematis potensi masyarakat dalam melakukan
sebagian sistem pengelolaan sampah, serta rendahnya minat pihak swasta
berinvestasi di bidang persampahan karena belum adanya iklim kondusif membuat
pengelolaan sampah sulit untuk ditingkatkan.
Peraturan perundangan dan Lemahnya Penegakan Hukum
Lemahnya penegakan hukum terkait pelanggaran dalam pengelolaan sampah dan
kurangnya pendidikan masyarakat dengan PHBS sejak dini juga menjadi kendala
dalam penanganan sampah.

113

Setiap kabupaten/kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masingmasing karena isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur,
prasarana dan sarana, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan
kegiatan dalam Rencanan Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM).
B.
Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan
Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan persampahan yang telah
dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal berikut ini:
a.
Aspek teknis
Menguraikan sistem pengelolaan persampahan aspek teknis saat ini yang
dilaksanakan oleh masyarakat (individu/komunal), pemerintah/dinas dan swasta,
meliputi hal-hal berikut:
1) Teknik Operasional pengelolaan persampahan:
- Sumber sampah yang dihasilkan dan ditangani (m3/hari);
- Jumlah sampah terkumpul, terangkut dan terolah sd TPA (m3/hari);
- Cakupan pelayanan (ha).
2) Daerah Pelayanan dan Kondisi Spesifiknya (fisik dan sosial);
3) Upaya pengurangan sampah di sumber melalui kegiatan 3R (reduce,
reuse, recycle);
4) Kapasitas kerja dan efisiensi pemanfaatan;
5) Dampak negatif yang terjadi akibat sistem pengelolaan persampahan yang
ada;
6) Pola Penanganan (Pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan,
pengolahan, pembuangan akhir);
7) Rentang tanggung jawab instansi terkait dalam teknik operasional.
Kondisi eksisting pengembangan persampahan sebagaimana diuraikan di atas
dapat ditampilkan dalam tabel-tabel berikut ini:
Tabel 5.45 Contoh Teknis Operasional Pelayanan Persampahan Saat Ini
No.
Uraian
Volume
Ket.
1.
Cakupan pelayanan
. %
3
2.
Perkiraan timbulan sampah ...M /hari
3.
Timbulan sampah yang
terangkut:
3
...M /hari
Permukiman
3
...M /hari
Non Permukiman
3
...M /hari
Total
3
4.
Kapasitas Pelayanan TPA
...M /hari

114

Tabel 5.46 Contoh Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan


Sistem
Pengelolaan/
Sub Sistem

Prasarana dan Sarana

115

DIKELOLA OLEH MASYARAKAT


1. Pewadahan.
a. Bin/Tong Sampah
2.Pengumpulan a. Gerobak sampah
b. Becak sampah
c. Lainnya
3.Penampungan a. Transfer depo
Sementara
b. Container
c. lainnya
4.Pengangkutan a. Dump Truck
b. Arm Roll Truck
5. Pengolahan
a. Pengomposan
b. Daur ulang
DIKELOLA OLEH PEMERINTAH
1. Pewadahan.
a. Bin/Tong Sampah
2. Pengumpulan a. Gerobak sampah
b. Becak sampah
c. Lainnya
3. Penampung- a. Transfer depo
an Sementara b. Container
c. lainnya
4.
a. Dump Truck
Pengangkutan
b. Arm Roll Truck
5. Pengolahan
a. Pengomposan
b. Daur ulang

Kapasitas
Satuan
per unit

Juml
ah

Lokasi
Layanan

Pengadaan
Tahun

Sumber
Dana

Jumlah
Biaya

Kon
disi

Ket.

Sistem
Pengelolaan/
Sub Sistem

Prasarana dan Sarana

Kapasitas
Satuan
per unit

Juml
ah

Lokasi
Layanan

116

Tempat Pengelolaan Akhir (TPA)


Nama dan Lokasi TPA:
A. TPA.Lokasi ..(sistem yang digunakan.)
B. TPA.Lokasi..(sistem yang digunakan.)
6. TPA 1. Pembuangan Akhir
a. Alat berat
b. Luas area TPA
2. Pengendalian
pencemaran di TPA
a. Lapisan kedap air
b. Perpipaan
pengumpul lindi
c. Instalasi pengolahan
lindi
d. Buffer zone
e. Perpipaan
gas
metan
f. Sumur monitoring
g. Drainase air hujan
3. Sarana
penunjang
a. Jalan masuk
b. Kantor
c. Pos jaga
d. Bengkel, garasi,
cuci kendaraan
e. Jembatan
timbang

Pengadaan
Tahun

Sumber
Dana

Jumlah
Biaya

Kon
disi

Ket.

Sistem
Pengelolaan/
Sub Sistem

Prasarana dan Sarana

Kapasitas
Satuan
per unit

Juml
ah

Lokasi
Layanan

117

DIKELOLA OLEH SWASTA


1. Pewadahan.
a. Bin/TongSampah
2. Pengumpulan a. Gerobak sampah
b. Becak sampah
c. Lainnya
3.Penampungan a. Transfer depo
Sementara
b. Container
c. lainnya
4.Pengangkutan a. Dump Truck
b. Arm Roll Truck
5. Pengolahan
a. Pengomposan
b. Daur ulang
Tempat Pengelolaan Akhir (TPA)
Nama dan lokasi TPA:
A. TPA.Lokasi(sistem yang digunakan.)
B. TPA.Lokasi(sistem yang digunakan.)
C. Dst.
6. TPA 1. Pembuangan Akhir
a. Alat berat
b. Luas area TPA
2. Pengendalian
pencemaran di TPA
a. Lapisan kedap air
b. Perpipaan
pengumpul lindi
c. Instalasi pengolahan
lindi
d. Buffer zone

Pengadaan
Tahun

Sumber
Dana

Jumlah
Biaya

Kon
disi

Ket.

Sistem
Pengelolaan/
Sub Sistem

Prasarana dan Sarana

118

e. Perpipaan
gas
metan
f. Sumur monitoring
g. Drainase air hujan
3. Sarana
penunjang
a. Jalan masuk
b. Kantor
c. Pos jaga
d. Bengkel, garasi,
cuci kendaraan
e. Jembatan
timbang

Kapasitas
Satuan
per unit

Juml
ah

Lokasi
Layanan

Pengadaan
Tahun

Sumber
Dana

Jumlah
Biaya

Kon
disi

Ket.

b.

c.

d.

Pendanaan
Menguraikan kemampuan masyarakat/Pemda/Swasta dalam membiayai
penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan
seperti pembiayaan pembangunan sarana individual, retribusi persampahan serta
anggaran pemerintah kota/kabupaten untuk pengelolaan persampahan. Dalam
aspek pendanaan perlu juga diuraikan tentang;
1) Sumber Pendapatan (Pemda, Retribusi);
2) Struktur biaya operasional;
o Pengumpulan dan penyampuran;
o Penampungan sementara;
o Pengangkutan;
o Pembuangan akhir.
3) Struktur tarif retribusi;
o Kondisi dan kemampuan daerah;
o Kemampuan masyarakat;
o Institusi yang mengelola retribusi.
Kelembagaan
Menguraikan organisasi pengelolaan persampahan yang mencakup bentuk
organisasi (lampirkan struktur organisasi), uraian tugas, tata laksana kerja, serta
kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang dimiliki. Uraian tersebut harus
mencerminkan kemampuan organisasi pengelola persampahan saat ini.
Termasuk juga informasi tentang:
1) Pelaksanaan penanganan sampah skala sumber, kawasan, kota/kabupaten
dan regional;
2) pemisahan fungsi regulator dan operator pengelolaan persampahan
Kabupaten/Kota.
Peraturan Perundangan
Menguraikan peraturan-peraturan yang sudah ada saat ini yang terkait dengan
pengelolaan persampahan (tingkat propinsi dan kabupaten/kota), diantaranya:
1) Peraturan perundangan tentang kebersihan;
2) Peraturan
perundangan
tentang
Pembentukan
badan
pengelola
persampahan skala kota/kabupaten;
3) Peraturan perundangan tentang retribusi (struktur tarif, prosedur dan
kewajiban pelanggan);
4) Peraturan perundangan tentang kerjasama pengelolaan persampahan skala
regional dengan pemerintah kota/kabupaten lain;
5) Peraturan perundangan tentang kerjasama pengelolaan persampahan skala
kawasan dengan badan usaha swasta;

119

e.

6) Peraturan perundangan tentang peran serta masyarakat.


Dalam aspek peraturan perundangan perlu juga diuraikan tentang Kesesuaian
peraturan dan kondisi lapangan serta pelaksanaan peraturan yang ada
Peran Serta Masyarakat
Menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan
persampahan serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di dalam
masyarakat Kota/Kabupaten yang meliputi kesediaan masyarakat membayar
retribusi, penerimaan masyarakat terhadap aturan terkait pengelolaan
persampahan, perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah (apakah sudah
melakukan 3R), kegiatan-kegiatan apa yang telah dilakukan dalam mendorong
peran serta masyarakat misalnya saja kegiatan kampanye dan edukasi terkait
pengelolaan persampahan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
setempat/swasta, maupun peran masyarakat dan swasta dalam pengelolaan
sampah serta operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada.

B. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Persampahan


i. Identifikasi Permasalahan Persampahan
Setiap Kab/Kota wajib menguraikan besaran masalah yang dihadapi di Kab./Kota
masing-masing dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran
yang ingin dicapai, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan kebutuhan
pengembangan (development need) yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan
dan kelembagaan. Selain itu, dilakukan inventarisasi persoalan setiap masalah
yang sudah dirumuskan dengan mempertimbangkan tipologi serta parameterparameter teknis yang ada di kawasan tersebut.
Hasil dari kegiatan inventarisasi tersebut akan didapatkan data-data
permasalahan pada sub sektor persampahan. Hasil identifikasi permasalahan
dituangkan dalam bentuk tabel identifikasi permasalahan seperti yang
dicontohkan pada tabel 5.47.

120

Tabel 5.47 Contoh Permasalahan Pengelolaan Persampahan Yang Dihadapi


Aspek Non Teknis
No.
A.

B.

C.
D.

Permasalah
Yang
Dihadapi

Aspek Pengelolaan Persampahan

Tindakan
Yang Sudah
Dilakukan

Yang Sedang
Dilakukan

Kelembagaan:
Bentuk Organisasi Pengelola
Tata Laksana (Tupoksi, SOP, Dll)
Kuantitas dan Kualitas SDM
Pembiayaan:
- Sumber-sumber pembiayaan (APBD
Prov/Kab,kota/swasta/masyarakat/dll)
- Retribusi
Perundangan:
(Perda, Pergub, Perwali,dst)
Peran serta Masyarakat dan swasta

Aspek Teknis
No.
E.

Aspek Pengelolaan Persampahan

Permasalah
Yang
Dihadapi

Tindakan
Yang Sudah
Dilakukan

Yang Sedang
Dilakukan

Teknis Operasional:
1. Dokumen perencanaan (MP, FS,
DED)
2. Pewadahan
3. Pengumpulan
4. Penampungan Sementara
5. Pengangkutan
6. Pengolahan 3R
7. Pengelolaan Akhir di TPA
8. Pengendalian pencemaran di TPA
9. Sarana penunjang TPA

Permasalahan Pembangunan Sektor Persampahan di Indonesia, secara umum


adalah:
(1) Makin tingginya timbulan sampah (jumlah penduduk makin tinggi, jumlah
sampah per kapita meningkat);
(2) Belum optimalnya manajemen persampahan:

121

a. Belum optimalnya sistem perencanaan (rencana sampai dengan


monitoring dan evaluasi);
b. Belum memadainya pengelolaan layanan perencanaan persampahan
(kapasitas, pendanaan dan asset manajemen);
c. Belum memadainya penanganan sampah.
ii.

Tantangan Pengembangan Persampahan


Setiap Kabupaten/Kota perlu menguraikan tantangan dan peluang sesuai
karakteristik masing-masing daerah terkait pembangunan sektor persampahan.
Tantangan dalam sektor persampahanan meliputi peningkatan cakupan
pelayanan, peningkatan kelembagaan, penggalian sumber dana dari pihak
swasta, peningkatan kondisi dan kualitas TPA melalui peningkatan komitmen
stakeholder kota/kabupaten dalam hal alokasi pembiayaan dan inovasi teknologi
pengolahan sampah, peningkatan pelaksanaan program 3R, serta peningkatan
upaya penegakan hukum atas pelanggaran pembuangan sampah.
Tantangan lainnya adalah dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimum. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen PU
No.14/PRT/M/2010 yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari
beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke PU an,
khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan didalam dokumen
RPIJM yang merupakan tantangan tersendiri bagi pelayanan pengelolaan
Persampahan. Target pelayanan dasar bidang Persampahan sesuai dengan
Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan
Minimum dapat dilihat melalui tabel 5.48.
Tabel 5.48 Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan
Permen PU No.14/PRT/M/2010
Standar Pelayanan Minimal
Waktu
Ket
Pencapaian
Jenis Pelayanan Dasar
Indikator
Nilai

Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
(Sanitasi
Lingkungan &
Persampahan)

Pengelolaan
sampah

Tersedianya fasilitas
pengurangan sampah
di perkotaan.

20%

2014

Dinas yg
membidangi
PU

Tersedianya sistem
penanganan sampah
di perkotaan.

70%

2014

Dinas yg
membidangi
PU

122

5.4.2.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Persampahan


A. Analisis Kebutuhan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Persampahan
adalah uraian faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan persampahan
kota, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun
kebutuhan pengembangan kota (development need).
Pada bagian ini Kabupaten/Kota harus menguraikan kebutuhan komponen
pengelolaan persampahan yang meliputi aspek teknis operasional (sejak dari sumber
sampai dengan pengolahan akhir sampah), aspek kelembagaan, aspek pendanaan,
aspek peraturan perundangan dan aspek peran serta masyarakat, serta
memperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.
Analisis yang terkait dengan kebutuhan persampahan adalah analisis sistem
pengelolaan persampahan, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis
ekonomi. Hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel 5.49 berikut ini:
Tabel 5.49 Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah
Aspek non teknis
Kebutuhan
Kondisi
No.
Uraian
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Eksisting
I

Peraturan terkait Persampahan


- Ketersediaan Peraturan bidang
Persampahan (Perda, Pergub,
Perwali,dst)
Kelembagaan
- Bentuk Organisasi
- Ketersediaan
tata
laksana
(Tupoksi, SOP, dll)
- Kualitas dan kuantitas SDM
Pembiayaan
- Sumber pembiayaan (APBDProv/
Kab/kota, swasta/masyarakat/dll)
- Tarif Retribusi
- Realisasi penarikan retribusi
(%terhadap target)
Peran swasta dan masyarakat
(Sudah ada, blm ada, bentuk
kontribusi, dll)

123

II

III

IV

Ket.

Aspek teknis
No.

1.
2.

Uraian

Kebutuhan

Kondisi
Eksisting

Tahun
I

Teknis Operasional
Perencanaan
(dokumen
MP, FS, DED)
Prasarana dan sarana
Pewadahan
a. Bin/Tong Sampah
Pengumpulan
a. Gerobak sampah
b. Becak sampah
c. Lainnya
Penampungan Sementara
a. Transfer depo
b. Container
c. lainnya
Pengangkutan
a. Dump Truck
b. Arm Roll Truck
c. Lainnya
Pengolahan
a. Pengomposan
b. Daur ulang
c. Lainnya
TPA
1. Pemerosesan Akhir
a. Alat berat
(excavator, dll)
b. Lahan TPA
2. Fasilitas umum
a. Jalan masuk
b. Air bersih
c. Kantor
3. Pengendalian
pencemaran di TPA
a. Lapisan kedap air
b. Perpipaan
pengumpul lindi
c. Instalasi
pengolahan lindi

(unit,kondisi)
(unit,kondisi)

(unit,kondisi)

(unit,kondisi)

(unit,kondisi)

(unit,kondisi)

..........ha
(baik,rusak,
aspal,tanah, dll)
(tersedia/tidak)
(ada/tidak,
kondisi)

124

Tahun
II

Tahun
III

Tahun
IV

Tahun
V

Ket.

No.

Uraian

Kebutuhan

Kondisi
Eksisting

Tahun
I

Tahun
II

Tahun
III

Tahun
IV

Tahun
V

d. Buffer zone
e. Perpipaan gas
metan
f. Sumur monitoring
g. Drainase air hujan
4. Sarana
penunjang
a. Jalan operasi
b. Pos jaga
c. Bengkel, garasi,
tempat cuci
kendaraan
d. Jembatan timbang
e. Tanah penutup

5.4.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Sistem Persampahan


A.

Pembangunan Prasarana TPA


Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pemrosesan akhir sampah (TPA)
Lingkup Kegiatan :
- Peningkatan Kinerja TPA
Pembuatan tanggul keliling TPA, jalan operasional, perbaikan saluran gas
dan saluran drainase serta pembuatan sel dan lapisan bawah yang kedap
sesuai persyaratan sanitary landfill;
Pengadaan alat berat setelah TPA selesai dibangun dan pemerintah
kab./kota bersedia mengoperasikan TPA secara sanitary landfill;
Pembuatan jalan akses, pagar hijau (buffer zone) di sekeliling TPA,
pembangunan pos pengendali, sumur pemantau, jembatan timbang, kantor
operasional oleh pemerintah kab./kota ;
Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan dana untuk pengolahan
sampah di TPA serta pengadaan alat angkut sampah (melalui MoU Pemda
dan Dit. PPLP);
TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan
pelatihan operator Instalasi Pengolahan Leachate (IPL);
Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPL;
Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;
Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan
masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

125

Ket.

- Pengembangan TPA Regional


Penyiapan MOU antara 2 (dua) atau lebih kab./kota untuk pengelolaan TPA
bersama secara regional;
Penetapan daerah yang akan memanfaatkan TPA, serta yang bersedia
menyediakan lahan sebagai lokasi TPA regional;
Penyerahan urusan pengelolaan teknis TPA regional kepada Provinsi,
selanjutnya Pemerintah Provinsi membentuk unit pelaksana teknis
pengelolaan TPA regional;
Fasilitasi pembentukan unit pelaksana teknis pengelolaan TPA regional.
- Pemanfaatan Prasarana dan Sarana yang ada
Rehabilitasi Prasarana Sarana;
Melengkapi Prasarana Sarana yang telah ada;
Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan.
- Penyediaan Prasarana dan Sarana Persampahan atau Pembinaan Sistem
Modul Persampahan:
Pengadaan dan penambahan peralatan;
Pembangunan Prasarana dan sarana;
Pilot Project TPA.
- Piranti Lunak
Peningkatan kelembagaan;
Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta;
Penyiapan hukum dan kelembagaan.
Kriteria Kesiapan
Kondisi dan persyaratan perolehan program tersebut di atas adalah:
(1) Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim
surat minat untuk mengikuti PPSP;
(2) Adanya minat/permohonan dari Pemerintah Kabupaten/Kota untuk prasarana
yang direncanakan;
(3) Adanya dokumen Master Plan Persampahan/Studi/DED;
(4) Adanya kesiapan lahan;
(5) Adanya kesiapan institusi pengelola.
B. Pembangunan Prasarana Persampahan 3R
Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pengolahan sampah terpadu 3R
Lokasi:
Kawasan permukiman di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan
berbasis masyarakat;
Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.

126

Lingkup Kegiatan:
Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat (sebagai pengelola),
penyusunan rencana kegiatan;
Pembangunan hanggar, pengadaan alat pengumpul sampah, alat komposting;
Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R dapat difungsikan sebagai pusat
pengolahan sampah tingkat kawasan, daur ulang atau penanganan sampah
lainnya dari kawasan yang bersangkutan;
TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan
KSM dan pemberdayaan masyarakat;
Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM TPS 3R;
Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;
Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan
masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).
Kriteria Kesiapan:
Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim
surat minat untuk mengikuti PPSP;
Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah
dibebaskan);
Penanganan secara komunal yang melayani sebagian/seluruh sumber sampah
yang ada di dalam kawasan;
Mendorong peningkatan upaya minimalisasi sampah untuk mengurangi beban
sampah yang akan diangkut ke TPA;
Pengoperasian dan pemilahan sistem ini dibiayai dan dilaksanakan oleh
kelompok masyarakat di kawasan itu sendiri;
Pemerintah Kabupaten/Kota akan melakukan penyuluhan kepada masyarakat.
Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Pengelolaan Persampahan
Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Pengelolaan Persampahan dipaparkan pada
gambar 5.6 berikut.

127

Sumber: Direktorat Pengembangan PLP

Gambar 5.6 Sistem Pengelolaan Sampah


Dalam pembangunan infrastruktur TPA, pemerintah pusat mempunyai peran
membangun TPA Regional dan pengadaan alat berat yang diperlukan, revitalisasi
TPA menjadi semi sanitary/control landfill; pilot pembangunan TPA kota dengan
sistem semi sanitary/control landfill dan pilot pembangunan STA antara. Dalam
pembangunan TPST 3R pemerintah pusat melakukan Pilot pembangunan TPS 3R
serta penyediaan tenaga fasilitator pada waktu persiapan pelaksanaan dan program
pelatihan. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai peran dalam penyiapan
lahan, biaya operasi dan pemeliharaan, penyiapan transportasi dari sumber ke TPA,
serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi.
5.4.3.

Drainase

5.4.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Drainase


A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Drainase
Beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang sistem pengelolaan
drainase, antara lain:

128

1.

2.

3.

4.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Panjang Nasional.
Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih
rendah berdasarkan UU No.17 tahun 2007. Untuk sektor drainase, cakupan
pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa.
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Mengatur Pembagian wewenang dan tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kab./Kota dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumber
daya air
Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2010 2014
Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam RPJMN
tahun 2010-2014 khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan
sebesar 22.500 ha di 100 kawasan strategis perkotaan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu
tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga
tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali
setahun.

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Drainase


Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia dan
pembangunan tempat tinggal penduduk yang tidak sesuai dengan Rencana Tata
Ruang (RTR) seperti di daerah-daerah yang seharusnya jadi resapan/tempat parkir air
(Retarding Pond) dan daerah-daerah bantaran sungai mengakibatkan peningkatan
volume air yang masuk ke saluran drainase dan sungai sehingga terlampauinya
kapasitas penyediaan prasarana dan sarana drainase perkotaan dan daya tampung
sungai. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah terjadinya banjir atau
genangan yang semakin meningkat.
Drainase yang dimaksud disini adalah drainase perkotaan yang didefinisikan sebagai
drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air
permukaan sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat. Dalam
upaya pengelolaan sistem drainase di banyak kota di Indonesia pada umumnya masih
bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan
secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara
menyeluruh, mengacu kepada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation

129

(investigasi), Design (perencanaan),


Operation (Operasi) dan
Maintanance
(Pemeliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta
partisipasi masyarakat. Peningkatan pemahaman mengenai sistem drainase kepada
pihak yang terlibat baik pelaksana maupun masyarakat perlu dilakukan secara
berkesinambungan.
5.4.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Drainase
A.
Isu Strategis Pengembangan Drainase
Kab/Kota wajib melakukan rumusan isu strategis pengembangan Drainse di daerah
Kabupaten/Kota yang sedang berkembang dan membutuhkan penanganan. Dalam
melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi data dan
informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan
pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen
RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, Dokumen SPPIP, Rencana
Induk Drainase dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis
pengembangan Drainase di Kabupaten/Kota.
Isu-isu strategis dalam pengelolaan Sistem Drainase Perkotaan di Indonesia antara
lain:
1. Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase
Belum ada ketegasan fungsi saluran drainase, untuk mengalirkan kelebihan air
permukaan/mengalirkan air hujan, apakah juga berfungsi sebagai saluran air
limbah permukiman (grey water). Sedangkan fungsi dan karakteristik sistem
drainase berbeda dengan air limbah, yang tentunya akan membawa masalah
pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang
dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara potensial oleh pengelola
sampah dan masyarakat.
2. Pengendalian debit puncak
Untuk daerah-daerah yang relatif sangat padat bangunan sehingga mengurangi
luasan air untuk meresap, perlu dibuatkan aturan untuk menyiapkan
penampungan air sementara untuk menghindari aliran puncak. Penampunganpenampungan tersebut dapat dilakukan dengan membuat sumur-sumur resapan,
kolam-kolam retensi di atap-atap gedung, didasar-dasar bangunan, waduk,
lapangan, yang selanjutnya di atas untuk dialirkan secara bertahap.
3. Kelengkapan perangkat peraturan
Aspek hukum yang harus dipertimbangkan dalam rencana penanganan drainase
permukiman di daerah adalah:

130

4.

5.

6.

Peraturan Daerah mengenai ketertiban umum perlu disiapkan seperti


pencegahan pengambilan air tanah secara besar-besaran, pembuangan
sampah di saluran, pelarangan pengurugan lahan basah dan penggunaan
daerah resapan air (wet land), termasuk sanksi yang diterapkan.
Peraturan koordinasi dengan utilitas kota lainnya seperti jalur, kedalaman,
posisinya, agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing.
Kejelasan keterlibatan masyarakat dan swasta, sehingga masyarakat dan
swasta dapat mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenangnya.
Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang
dibutuhkan dalam penanganan drainase harus di rumuskan dalam peraturan
daerah.
Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta
Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan saluran
drainase terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke
dalam saluran drainase, kurang peduli dalam perawatan saluran, maupun
penutupan saluran drainase dan pengalihan fungsi saluran drainase sebagai
bangunan, kolam ikan dll.
Kemampuan Pembiayaan
Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi
pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala
prioritas penanganan pengelolaan drainase baik dari segi pembangunan maupun
biaya operasi dan pemeliharaan. Permasalahan pendanaan secara keseluruhan
berdampak pada buruknya kualitas pengelolaan drainase perkotaan.
Penanganan Drainase Belum Terpadu
Pembangunan sistem drainase utama dan lokal yang belum terpadu, terutama
masalah peil banjir, disain kala ulang, akibat banjir terbatasnya masterplan
drainase sehingga pengembang tidak punya acuan untuk sistem lokal yang
berakibat pengelolaan sifatnya hanya pertial di wilayah yang dikembangkannya
saja.

Setiap Kab./Kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masing-masing.
Isu strategis dalam pengembangan drainase perkotaan menjadi dasar dalam
pengembangan infrastruktur, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan
kegiatan dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang lebih
berpihak kepada pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat
pencapaian cita-cita pembangunan nasional.

131

B.
Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase
Kondisi umum pembangunan Drainase di Indonesia dapat diuraikan secara garis
besar adalah sebagai berikut:
a. Proporsi rumah tangga yang telah terlayani saluran drainase dengan kondisi
berfungsi baik/mengalir lancar mencapai 52,83%
b. Proporsi rumah tangga dengan kondisi saluran drainase mengalir lambat atau
tergenang mencapai 14,49%
c. Proporsi rumah tangga yang tidak memiliki saluran drainase 32,68%.
Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan drainase yang telah
dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu diuraikan hal-hal berikut ini:
a. Aspek teknis
Menguraikan dan melampirkan peta yang berisi kondisi jaringan drainase kota,
baik kondisi fisik, kapasitas saluran dan fungsinya. Diuraikan juga sejauh mana
sistem jaringan yang ada berfungsi dalam mengatasi masalah genangan/banjir
yang terjadi. Perlu juga digambarkan mengenai daerah dan tingkat pelayanan
sistem drainase yang ada dilihat dari cakupan daerah aliran sungai (DAS) dan
daerah tangkapan air hujan, serta perlu di jelaskan daerah rawan genangan di
Kota/Kabupaten masing-masing.
Pada aspek teknis ini perlu ditampilkan:
1. Gambar peta genangan Kabupaten/Kota.
2. Gambar peta jaringan sistem drainase (klasifikasi sistem drainase primer dan
sekunder termasuk jaringan jalan kota).
Kondisi eksisiting pengembangan drainase sebagaimana diuraikan di atas dapat
ditampilkan dalam tabel 5.50 sebagaimana dicontohkan berikut ini:
Tabel 5.50 Contoh Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase
No.

Nama
Jalan/Lokasi
Saluran

1.
2.
3.

Saluran A
Saluran B
Saluran C

Panjang
(m)

Dimensi
Tinggi
(m)

Lebar
(m)

Luas
Catchment
Area (Ha)

Sumber: (diiisi menurut sumber data yang didapat)

132

Konstruksi
Saluran

Pengadaan

Kondisi
Tahun

Sumber
Dana

Jumlah
Biaya

Ket.

b. Pendanaan
Menguraikan
kemampuan
masyarakat/Pemda/Swasta
dalam
membiayai
penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase
perkotaan seperti pembiayaan pembangunan serta anggaran Pemda (APBD) untuk
O&P sarana prasarana yang ada.
c. Kelembagaan
Menguraikan organisasi pengelolaan drainase perkotaan yang mencakup bentuk
organisasi (lampirkan struktur organisasi), uraian tugas, tata laksana kerja, dan
sumber daya manusia yang dimiliki. Uraian tersebut harus mencerminkan
kemampuan organisasi pengelola drainase perkotaan saat ini.
d. Peraturan Perundangan
Berisi peraturan perundangan terkait pengelolaan sistem drainase perkotaan yang
dimiliki saat ini oleh masing-masing Kabupaten/Kota misalnya terkait tentang
Struktur Organisasi dan Tupoksi pengelola, perundangan misalnya kejadian untuk
tidak bermukim di bantaran sungai atau saluran drainase, masalah pertanahan di
perkotaan yang relatif rumit, dll (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur).
e. Peran Serta Masyarakat dan swasta
Partisipasi masyarakat merupakan bagian penting dari kegiatan pembangunan
sistem drainase perkotaan. Bagian ini menguraikan peran serta masyarakat dan
swasta dalam pengelolaan sistem drainase perkotaan yang meliputi kesediaan
masyarakat peduli dan menjaga aliran drainase, penerimaan masyarakat terhadap
aturan terkait pengelolaan sistem drainase perkotaan, kegiatan-kegiatan apa yang
telah dilakukan dalam mendorong peran serta masyarakat misalnya saja kegiatan
kampanye dan edukasi terkait pengelolaan sistem drainase perkotaan baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah setempat/swasta, maupun peran masyarakat dan
swasta dalam pembangunan prasarana dan sarana drainase serta operasi dan
pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada.
C. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Drainase
i. Identifikasi Permasalahan Drainase Perkotaan
Setiap Kab/Kota perlu menguraikan permasalahan yang dihadapi masing-masing
dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran yang ingin
dicapai, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan kebutuhan
pengembangan (development need) yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan
dan kelembagaan. Selain itu, dilakukan inventarisasi persoalan setiap masalah
yang sudah dirumuskan dengan mempertimbangkan tipologi serta parameterparameter teknis yang ada di kawasan tersebut.

133

Dari kegiatan inventarisasi tersebut akan didapatkan data-data permasalahan


teknis dan non teknis pada sub sektor drainase. Permasalahan Pembangunan
Sektor Drainase di Indonesia secara umum adalah:
- Kapasitas sistem drainase tidak sesuai dengan kondisi saat ini;
- Belum memadainya penyelenggaraan sistem drainase.
Hasil identifikasi permasalahan
permasalahan seperti tabel 5.51:

dituangkan

dalam

bentuk

Tabel

Identifikasi

Tabel 5.51 Contoh Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Drainase Yang Dihadapi


Aspek Non-Teknis
Tindakan
Permasalahan
No.
Aspek Pengelolaan Drainase
Yang
Yang Sudah
Yang Sedang
Dihadapi
Dilakukan
Dilakukan
A.
Kelembagaan:
- Bentuk Organisasi
- Tata Laksana (Tupoksi, SOP,dll)
- Kualitas dan Kuantitas SDM
B.
Perundangan terkait sektor drainase
(Perda, Pergub, Perwali,dst)
C.
Pembiayaan:
- Sumber-sumber pembiayaan (APBD
Prov/Kab,kota/swasta/masyarakat/dll)
D.

Peran serta Masyarakat dan swasta


Aspek Teknis

No.

1.
2.

Aspek Pengelolaan Sistem Drainase

Permasalahan
Yang
Dihadapi

Teknis Operasional PS:


Aspek Perencanaan (Master Plan, FS,
DED)
A. Saluran
Primer
Sekunder
Tersier
B. Turap
C. Bangunan pelengkap (gorong-gorong,
pintu air, pompa, talang, dst)
D. Waduk,kolam retensi, sumur resapan

134

Tindakan
Yang Sudah
Yang Sedang
Dilakukan
Dilakukan

ii.

Tantangan Pengembangan Drainase


Setiap Kab/Kota wajib menguraikan tantangan sesuai karakteristik Kab/Kota
masing-masing terkait pembangunan sektor drainase. Tantangan yang dihadapi
secara umum di Indonesia adalah mencegah penurunan kualitas lingkungan
permukiman di perkotaan, optimalisasi fungsi pelayanan dan efisiensi prasarana
dan sarana drainase yang sudah terbangun, peningkatan dan pengembangan
sistem yang ada, pembangunan baru secara efektif dan efisien yang menjangkau
masyarakat berpenghasilan rendah dan menunjang terwujudnya lingkungan
perumahan dan permukiman yang bersih dan sehat serta meningkatkan ekonomi
masyarakat berpenghasilan rendah.
Tantangan lainnya adalah adanya Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010
Tentang Standar Pelayanan Minimum menekankan tentang target pelayanan
dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota.
Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5
ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan
yang menangani bidang ke PU an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang
dituangkan didalam dokumen RPIJM yang merupakan tantangan tersendiri bagi
pelayanan pengelolaan Drainase. Target pelayanan dasar bidang Drainase
sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar
Pelayanan Minimum dapat dilihat melalui tabel 5.52 dibawah ini.

No

Tabel 5.52 Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan


Permen PU No.14/PRT/M/2010
Standar Pelayanan Minimal
Batas Waktu
Jenis Pelayanan Dasar
Indikator
Nilai
Pencapaian
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
(Sanitasi
Lingkungan
dan
Persampahan)

Drainase

Tersedianya sistem
jaringan drainase skala
kawasan dan skala kota
sehingga tidak terjadi
genangan (lebih dari 30
cm, selama 2 jam) dan
tidak lebih dari 2 kali
setahun

135

50%

2014

Ket
Dinas yg
membidangi
PU

5.4.3.3 Analisis Kebutuhan Drainase


A.
Analisis Kebutuhan
Pada bagian ini Kab./Kota harus menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi
sistem drainase kota. Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penanganan
drainase, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun
kebutuhan pengembangan kota (development need). Analisis yang terkait dengan
kebutuhan drainase adalah analisis Bidang Teknis maupun non teknis yang mencakup
kelembagaan, pembiayaan, peraturan dan peran serta masyarakat dan swasta.
Analisis kebutuhan dituangkan dalam tabel 5.53 berikut ini.
Tabel 5.53 Contoh Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah
Aspek Non Teknis
No.
A

Uraian

Kondisi
Eksisting

Peraturan
terkait
sektor
drainase
- Ketersediaan Peraturan bidang
Drainase
(Perda,
Pergub,
Perwali,dst)
Kelembagaan
- Bentuk Organisasi
- Ketersediaan
tata
laksana
(Tupoksi, SOP, dll)
- Kualitas dan kuantitas SDM
Pembiayaan
- Sumber
pembiayaan
(APBDProv/Kab,kota/swasta/
masyarakat/dll)
Peran swasta dan masyarakat
(Sudah ada, blm ada, bentuk
kontribusi, dll)

136

Kebutuhan
Tahun
I

Tahun
II

Tahun
III

Tahun
IV

Tahun
V

Ket.

Aspek Teknis
No.

1.
2.

Uraian

Kondisi
Eksisting

Kebutuhan
Tahun
I

Tahun
II

Tahun
III

Tahun
IV

Tahun
V

Teknis Operasional PS
Aspek Perencanaan (Master Plan,
FS, DED)
A. Saluran
Primer
Sekunder
Tersier
B. Turap
C. Bangunan pelengkap (goronggorong, pintu air, pompa,
talang, dst)
D. Waduk, kolam retensi, sumur
resapan

5.4.3.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Sistem Drainase


A. Pembangunan Prasarana Drainase
Kriteria kegiatan infrastruktur drainase perkotaan
Kriteria Lokasi :
Kota-kota yang sudah memiliki Master Plan Drainase Perkotaan dan DED
untuk tahun pertama;
Kawasan-kawasan permukiman dan strategis di perkotaan (Metropolitan/Kota
Besar) yang rawan genangan.
Lingkup Kegiatan :
Pembangunan saluran drainase primer (macro drain), pembangunan kolam
retensi, dan bangunan pelengkap utama lainnya (pompa, saringan sampah,
dsb);
Pembangunan saluran drainase sekunder dan tersier (micro drain) oleh
pemerintah kab.kota;
Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM pengelolaan saluran drainase
termasuk kegiatan pembersihan sampah di sekitar saluran drainase;
Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;
Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan
masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

137

Ket.

Kriteria Kesiapan :
Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim
surat minat untuk mengikuti PPSP;
Dilaksanakan dalam rangka pengurangan lokasi genangan di perkotaan;
Terintegrasi antara makro drain dan mikro drain, serta dengan sistem
pengendali banjir;
Terdapat institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang dibangun;
Tidak ada permasalahan lahan (lahan sudah dibebaskan, milik Pemkot/kab);
Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi
dan pemeliharaan;
Pemerintah Kabupaten/Kota akan melaksanakan penyuluhan kepada
masyarakat.

Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Drainase Perkotaan


Skema Kebijakan Pendanaan Sistem Drainase Perkotaan dipaparkan pada gambar
5.7 berikut.

Sumber: Direktorat Pengembangan PLP

Gambar 5.7 Sistem Drainase Perkotaan

Dalam pembangunan sistem drainase perkotaan, pemerintah pusat mempunyai peran


dengan mengembangkan sistem yang terintegrasi dengan sistem makro, serta
memfasilitasi pilot drainase mandiri. Sedangkan, pemerintah kabupaten kota berperan
dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan, dan
pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi
138

5.4.4 Usulan Program Dan Kegiatan


5.4.4.1 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Sanitasi
Usulan dan prioritas program komponen Pengembangan Sanitasi disusun
berdasarkan paket-paket fungsional dan sesuai kebijakan prioritas program seperti
pada RPJM. Penyusunan usulan program tersebut memperhatikan kebutuhan RPP
berkaitan dengan pengembangan atau pembangunan sektor dan kawasan unggulan.
Dengan demikian usulan sudah mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dan
kebutuhan pembangunan ekonomi. Usulan program yang diajukan sesuai dengan
hasil analisis dan identifikasi yang telah dilakukan. Selain itu, perlu juga diperhatikan
keterpaduan dengan sektor-sektor lainnya. Usulan program harus dapat
mencerminkan besaran dan prioritas program, dan manfaatnya ditinjau dari segi
fungsi, kondisi fisik, dan non-fisik antar kegiatan dan pendanaannya.
Penjabaran program-program tersebut disesuaikan dengan struktur tatanan program
RPJMN yang diwujudkan dalam paket-paket proyek/program. Program yang dicakup
dalam Pengelolaan Air Limbah meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini:
1. Pembangunan pengelolaan air limbah setempat dan pembangunan Instalasi
Pengolah Lumpur Tinja (IPLT);
2. Pembangunan sistem perpipaan air limbah sederhana komunitas berbasis
masyarakat (khusus bagi kawasan kumuh dan padat);
3. Pembangunan pengelolaan air limbah sistem terpusat (IPAL);
4. Operasi dan pemeliharaan;
5. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan pengelolaan air limbah;
6. Penyuluhan meningkatkan pemahaman pentingnya sanitasi dan pemeliharaan
sarana yang telah dibangun.
7. Piranti lunak: MP/outline plan, FS atau DED.
Program yang dicakup dalam Pengelolaan Persampahan meliputi kegiatan berikut ini:
1. Pembangunan prasarana dan sarana TPA sampah;
2. Pembangunan prasarana dan sarana TPST 3R;
3. Operasi dan pemeliharaan;
4. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan pengelolaan persampahan;
5. Penyuluhan meningkatkan pemahaman pentingnya sanitasi dan 3R;
6. Piranti lunak: MP/outline plan, FS atau DED.

139

Program yang dicakup dalam pengelolaan sistem drainase perkotaan meliputi


kegiatan-kegiatan berikut ini:
1. Pelaksanaan rehabilitasi saluran yang ada;
2. Pembangunan saluran yang baru;
3. Operasi dan pemeliharaan;
4. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan pengelolaan drainase;
5. Penyuluhan dan pengelolaan dan pemeliharaan bangunan drainase bagi
Pemerintahan Kabupaten/Kota dan masyarakat;
6. Piranti lunak: MP/outline plan, FS atau DED.
5.4.4.2 Pembiayaan Proyek Pengembangan Sanitasi
Pembiayaan proyek perlu disusun berdasarkan klasifikasi tanggung jawab masingmasing Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Pusat, Swasta dan masyarakat. Jika
ada indikasi program pengelolaan sanitasi (air limbah, persampahan dan drainase)
yang melibatkan swasta perlu dilakukan kajian lebih mendalam untuk menentukan
kelayakannya. Untuk program yang memerlukan analisis kelayakan keuangan, hasil
analisis harus dilampirkan dan merupakan bagian dari kajian pembiayaan dan
keuangan.
Pembiayaan kegiatan pengelolaan sanitasi sebagaimana diusulkan dapat berasal dari
dana Pemerintahan Kabupaten/Kota, masyarakat, swasta, dan bantuan Pemerintah
Pusat. Bantuan Pemerintah Pusat dapat berbentuk proyek biasa (pemerataan dalam
pemenuhan prasarana sarana dasar), bantuan stimulan, bantuan proyek khusus
(menurut pengembangan kawasan). Macam bantuan disesuaikan dengan tingkat
kebutuhannya.
Format pembiayaan kegiatan drainase disesuaikan dengan arahan bidang keuangan,
secara garis besar terdiri dari tabel program belanja (expenditures programme), tabel
financing plan, dan tabel memorandum proyek seperti pada tabel 5.54.

140

Tabel 5.54 Contoh Tabel Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan PLP Kabupaten/Kota

141

OUTPUT
SUMBER DANA
TAHUN
KET.
INDIKATOR
CSR
NO
LOKASIVOLUME SATUAN
APBN
1
2
3
4
5
APBD
APBD
SWASTA/
OUTPUT
PROV KAB/KOTA
MASYARAKAT
RINCIAN
MURNI PLN
(1) (2) (3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14) (15) (16) (17) (18)
(19)
KEGIATAN: PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENYELENGGARAAN SANITASI LINGKUNGAN (AIR LIMBAH, DRAINASE) SERTA
PENGEMBANGAN SUMBER PEMBIAYAAN DAN POLA INVESTASI PERSAMPAHAN
1
Layanan Perkantoran
Jumlah
bulan
Bln/tahun
layanan
Perkantoran
xxx
2
Peraturan Pengembangan PLP
Jumlah
NSPK
NSPK
Nasional
Bidang
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
xxx
3
Laporan Pembinaan Pelaksanaan PLP
Jumlah
Laporan
Laporan
Pembinaan
Penyelenggaraan
Bidang Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
xxx
4
Laporan Pengawasan Pelaksanaan PLP
Jumlah
Laporan
Laporan
Pengawasan
Penyelenggaraan
Bidang Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
4.a
4.b

OUTPUT
INDIKATOR
NO
LOKASIVOLUME SATUAN
OUTPUT
RINCIAN
(1) (2) (3)
(4)
(5)
(6)
(7)
5
Infrastruktur Air Limbah
Jumlah
Kawasan
Kawasan
yang
Terlayani
Infrastruktur
Air
Limbah
Dengan
Sistem Off-Site dan
Sistem On-Site
5.a
5.b
6
Infrastruktur Drainase Perkotaan
Jumlah
Kawasan
Kab/Kota
yang
Terlayani
Infrastruktur
Drainase Perkotaan

142

Infrastruktur Tempat Pemrosesan Akhir Sampah


Jumlah
Kab/Kota
Kab/Kota
yang
Telayani
Infrastruktur Stasiun
Antara Dan Tempat
Pemrosesan Akhir
Sampah
7.a
7.b
Infrastruktur Tempat Pengolah Sampah Terpadu/
3R
Jumlah
Kawasan
Kawasan
yang
Telayani
Infrastruktur Tempat
Pengolah Sampah
Terpadu/3R
8.a
TOTAL

APBN
MURNI
(8)

PLN
(9)

SUMBER DANA
CSR
APBD
APBD
SWASTA/
PROV KAB/KOTA
MASYARAKAT
(10)

(11)

(12)

(13)

TAHUN

KET.

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

BAB VI
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL
RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan
sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan,
kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan
antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.
6.1 Aspek Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM
bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan
pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1.

UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:


Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri
atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya
Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan
prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala
bidang
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan
mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan
pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya
dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar
dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan
143

5.

Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.


Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun
dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan
yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah


kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU
No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak
perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
144

d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.


e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
6.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan
infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM
berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS
menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau
program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang
berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas
Lingkungan Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi
penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer
pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program
dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1)
perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman
hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan
sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6)
peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang
disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
145

Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 6.1.


Tabel 6. 1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

Penilaian
Kesimpulan:
Uraian
(Signifikan/
Pertimbangan*
Tidak Signifikan)

No. Kriteria Penapisan

1.
2.

3.

4.
5.

6.

7.

Perubahan Iklim
Kerusakan, kemerosotan, dan/atau
kepunahan keanekaragaman hayati
Peningkatan intensitas dan cakupan
wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran
hutan dan lahan,
Penurunan mutu dan kelimpahan
sumber daya alam
Peningkatan alih fungsi kawasan
hutan dan/atau lahan,
Peningkatan jumlah penduduk miskin
atau terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok
masyarakat
Peningkatan risiko terhadap
kesehatan dan keselamatan manusia

*) didukung data dan informasi yang menjelaskan apakah kebijakan, rencana dan/atau program yang
ditapis menimbulkan risiko/dampak terhadap lingkungan hidup

Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di
atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh
terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No.
9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat
menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan
ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan
lampiran dalam dokumen RPIJM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh
terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan
hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
146

1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah


Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya
Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam
pelaksanaan KLHS;
2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana
dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk
menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang
pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.
Tabel 6.2 Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat
dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat dan Pemangku


Kepentingan
Pembuat keputusan

Contoh Lembaga

a. Bupati/Walikota
b. DPRD
Penyusun kebijakan, rencana Dinas PU-Cipta Karya
dan/atau program
Instansi
a. Dinas PU-Cipta Karya
b. BPLHD
Masyarakat yang memiliki a. Perguruan tinggi atau lembaga
informasi dan/atau keahlian penelitian lainnya
(perorangan/tokoh/ kelompok) b. Asosiasi profesi
c. Forum-forum pembangunan
berkelanjutan dan lingkungan hidup
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Perorangan/tokoh
f. kelompok yang memiliki data dan
informasi berkaitan dengan SDA
Masyarakat terkena Dampak

a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha
c. Tokoh masyarakat
d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu
(nelayan, petani dll)
147

b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan


Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek
sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga
aspek tersebut;
2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tabel 6.3 Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Bidang Cipta Karya

Pengelompokan Isu-isu Pembangunan


Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum
Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas
air
Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh
infrastruktur yang tidak berfungsi
maksimal
Contoh: pencemaran tanah oleh
septictank yang bocor, pencemaran
badan air oleh air limbah permukiman
Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap
kualitas lingkungan
Contoh: kawasan kumuh menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan
Ekonomi
Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan
kerusakan lingkungan
Contoh: pencemaran air mengurangi
kesejahteraan nelayan di pesisir
Sosial
Isu 5: Pencemaran menyebabkan
berkembangnya wabah penyakit
Contoh: menyebarnya penyakit diare di
permukiman kumuh

Penjelasan Singkat*
Kota ... mempunyai sumber air
baku dari sungai ... yang sudah
tercemar

*) meliputi deskripsi lokasi, penyebab, intensitas dan sebaran dampak

148

c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)


Tabel 6.4 Contoh Tabel Identifikasi KRP
No.
1.

2.

3.

4.

Komponen kebijakan,
rencana / program

Kegiatan

Lokasi
(Kelurahan)

Pengembangan
Permukiman
1).
2).
Dst
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
1).
2).
Dst
Pengembangan
Air
Minum
1).
2).
Dst
Pengembangan
Penyehatan Lingkungan
Permukiman
1).
2).
Dst

d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

149

Tabel 6.5 Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

No.

Komponen
kebijakan,
rencana
dan/atau
program*

Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek-Aspek


Pembangunan Berkelanjutan**
Bobot Lingkungan
Bobot
Bobot Sosial
Total
Hidup Permukiman
Ekonomi
Bobot
Isu 1: Isu 2:
Isu 1: Isu 2:
***
Isu 1:
Isu 2:

1.

Pengembangan
Permukiman
1).
2).
Dst
2.
Penataan
Bangunan dan
Lingkungan
.
1).
2).
Dst
3.
Pengembangan
Air minum
1).
2).
Dst
4.
Pengembangan
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
1).
2).
Dst
Ket: *) Program sesuai dengan Renstra Cipta Karya
**) ditentukan melalui argumen/logika sederhana melalui diskusi antar pemangku kepentingan,
dengan melihat data dan kondisi eksisting seperti peta, data angka, dll.
***) pembobotan ditentukan dari nilai -3 sd. +3, yang menunjukkan besaran pengaruh keterkaitan
yang merugikan (-) maupun menguntungkan atau bernilai positif (+). Bobot dengan nilai negatif
merupakan prioritas untuk ditentukan alternatif penyempurnaan KRPnya.

150

2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP


Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau
program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan kebijakan,
rencana, dan/atau program dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah
dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang
dikaji potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan berkelanjutan,
maka dilakukan pengembangan beberapa alternatif untuk menyempurnakan
rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada.
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan
kebijakan, rencana dan/atau program ini dengan mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan,
rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak
lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana,
dan/atau program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
Tabel 6.6

No.
1.

2.

3.

4.

Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

Komponen kebijakan,
rencana dan/atau program
Pengembangan Permukiman
1).
2).
Dst
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
1).
2).
Dst
Pengembangan Air minum
1).
2).
Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
1)
2)
151

Alternatif Penyempurnaan KRP

3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS


Tabel 6.7 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

No.
1.
2.
3.
4.

Komponen Kebijakan,
Rencana dan/atau Program
Pengembangan Permukiman
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
Pengembangan Air minum
Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman

Rekomendasi Perbaikan KRP dan


Pengintegrasian Hasil KLHS

Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW
Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan
masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPIJM.
KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencanaprogram. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih
tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH. Tabel 6.8 menjelaskan
beberapa perbedaan antara KLHS dan Amdal.

152

Deskripsi
a)Rujukan
Peraturan
Perundangan

b)Pengertian
Umum

153

c) Kewajiban
pelaksanaan
d)Keterkaitan
studi
lingkungan
dengan:
e)Mekanisme
pelaksanaan

Tabel 6.8 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL


Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan
KLHS
bidang PU wajib UKL UPL
iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan Wajib AMDAL
Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau
dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat
menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup
serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk
kriteria sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)
i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan
RPIM
ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko
lingkungan
i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten
atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di
sebagai penyusun AMDAL
suatu wilayah;
ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang
dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
ii. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan,
sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.
rencana, dan/atau program; dan
iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi
keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program
berupa kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada
yang mengintegrasikan prinsip pembangunan
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan
berkelanjutan.
kewenangannya.

Deskripsi

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

f) Muatan Studi
Lingkungan

i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan


ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan isuisu strategis terkait pembangunan berkelanjutan
iii. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program

Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program


pembangunan dalam suatu wilayah.

h)Outcome

i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk


melakukan
perbaikan
kebijakan,
rencana,
dan/atau program pembangunan yang melampaui
daya dukung dan daya tampung lingkungan.
ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah
melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak
diperbolehkan lagi.

i) Pendanaan

APBD Kabupaten/Kota

154

g)Output

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)


iv. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan
rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan
Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan lingkungan
i. Kerangka acuan;
ii. Andal; dan
iii. RKL-RPL.
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKLRPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai
kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan.
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak
layakan lingkungan
ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan
iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang
tercantum dalam RKL RPL.

i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-RPL)


didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan
sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi
AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada
anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan
kabupaten/kota

Deskripsi
j) Partisipasi
Masyarakat

155

k) Atribut
Lainnya:
a. Posisi
b. Pendekatan
c. Fokus
analisis
d. Dampak
kumulatif
e. Titik berat
telaahan
f. Alternatif
g. Kedalaman
h. Deskripsi
proses
i. Fokus
pengendali
an dampak
j. Institusi
Penilai
Sumber:

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)


Masyarakat adalah salah satu komponen dalam
kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen
pelaksanaan KLHS

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)


Masyarakat yang dilibatkan adalah:
i. Yang terkena dampak;
ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam
proses AMDAL

Hulu siklus pengambilan keputusan

Akhir sklus pengambilan keputusan

Cenderung pro aktif


Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan
Peringatan dini atas adanya dampak komulatif

Cenderung bersifat reaktif


Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan

Memelihara keseimbangan alam, pembangunan


berkelanjutan
Banyak alternatif
Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk
mengarahkan visi dan kerangka umum
Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP
merupakan proses iteratif dan kontinu
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan

Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative

Tidak
diperlukan
institusi
yang
berwenang
memberikan penilaian dan persetujuan KLHS

Diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian


dan persetujuan AMDAL

Amat terbatas

Alternatif terbatas jumlahnya


Sempit, dalam dan rinci
Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan
akhir
Menangani gejala kerusakan lingkungan

hasil analisa
Triarko Nurlambang dalam KLHS Penyeberangan Selat Sunda; Identifikasi Awal

6.1.2 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH


Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang
Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi
dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel 6.9 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

No.
A.

Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Persampahan:
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dg sistem
Control landfill/sanitary landfill:
- luas kawasan TPA, atau
> 10 ha
- Kapasitas Total
> 100.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut:
- luas landfill, atau
semua
- Kapasitas Total
kapasitas/besaran
c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah
terpadu:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas
semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
156

No.
B.

C.

D.

E.

Jenis Kegiatan
Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan, luas
b. Kota besar, luas
c. Kota sedang dan kecil, luas
d. keperluan settlement transmigrasi
Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:
- Luas, atau
- Kapasitasnya
b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk
fasilitas penunjangnya:
- Luas, atau
- Kapasitasnya
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
- Luas layanan, atau
- Debit air limbah
Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau
sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang:
b. Kota sedang, panjang:
Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
- Luas layanan
b. Pembangunan jaringan transmisi
- panjang
Sumber:

Skala/Besaran
> 25 ha
> 50 ha
> 100 ha
> 2.000 ha

> 2 ha
> 11 m3/hari

> 3 ha
> 2,4 ton/hari
> 500 ha
> 16.000 m3/hari

> 5 km
> 10 km

> 500 ha
> 10 km

Permen LH 5/2012

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib
dilengkapi dokumen AMDAL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL
tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya
dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam
tabel 6.10

157

Tabel 6.10 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL

Sektor Teknis CK
i.

ii.

a. Persampahan

iii.
iv.
v.
vi.
i.

b. Air Limbah
Domestik/
Permukiman

ii.

iii.

i.
c. Drainase
Permukaan
Perkotaan

ii.

i.
d. Air Minum

ii.

Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya


Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem controlled
landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang:
Luas kawasan, atau < 10 Ha
Kapasitas total < 10.000 ton
TPA daerah pasang surut
Luas landfill, atau < 5 Ha
Kapasitas total < 5.000 ton
Pembangunan Transfer Station
Kapasitas < 1.000 ton/hari
Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu
Kapasitas < 500 ton
Pembangunan Incenerator
Kapasitas < 500 ton/hari
Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos
Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
termasuk fasilitas penunjang
Luas < 2 ha
Atau kapasitas < 11 m3/hari
Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Luas < 3 ha
Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/offsite sanitation system) diperkotaan/permukiman
Luas < 500 ha
Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari
Pembangunan saluran primer dan sekunder
Panjang < 5 km
Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan
pemukiman
Luas kolam retensi/polder (1 5) ha
Pembangunan jaringan distribusi:
luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha
Pembangunan jaringan pipa transmisi
Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km
158

Sektor Teknis CK

e. Pembangunan
Gedung

Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya


Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km
Pedesaan, Panjang : iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air
permukaan lainnya (debit)
Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps
Mata air
: 2,5 lps s.d. < 250 lps
iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap
Debit
: > 50 lps s.d. < 100 lps
v. Pengambilan air tanah dalam (debit) untuk kebutuhan:
Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5
lps - < 50 lps
Kegiatan lain dengan tujuan komersil: 1,0 lps - < 50 lps
i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan
pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000
m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung
pelayanan
pendidikan,
pelayanan
kesehatan,
keudayaan,
laboratorium,
dan
bangunangedung
pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang
ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal
maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
ii. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang
melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2

159

Sektor Teknis CK

f.

Pengembangan
kawasan
permukiman
baru

Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya


2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan
pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000
m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung
pelayanan
pendidikan,
pelayanan
kesehatan,
keudayaan,
laboratorium,
dan
bangunangedung
pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang
ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal
maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan
pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000
m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung
pelayanan
pendidikan,
pelayanan
kesehatan,
kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung
pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang
ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal
maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI,
buruh/pekerja;

Jumlah hunian: < 500 unit rumah;

Luas kawasan: < 10 ha

160

Sektor Teknis CK

g. Peningkatan
Kualitas
Permukiman

h. Penanganan
Kawasan
Kumuh
Perkotaan
Sumber :

Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya


ii. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat
kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu
Mandiri KTM eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB
di perbatasan);

Jumlah hunian: < 500 unit rumah;

Luas kawasan: < 10 ha


iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan
pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/
Lingkungan Siap Bangun)

Jumlah hunian: < 500 unit rumah;

Luas kawasan: < 10 ha


i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan
pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need)
pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;
Luas kawasan: < 10 ha
ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan
perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
Luas kawasan: < 10 ha
iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan
ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan
terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat
pertumbuhan DPP)
Luas kawasan: < 10 ha
i.
Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat
di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan
pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai
dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan
dengan penyediaan bangunan rumah susun
Luas kawasan: < 5 ha

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib
dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKLUPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).

161

Tabel 6.11 Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan


pada Program Cipta Karya

No.
1.

2.

3.

4.

Komponen Kegiatan

Lokasi

Amdal

UKL/UPL

SPPLH

Pengembangan
Permukiman
1).
2).
Dst
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
1).
2).
Dst
Pengembangan
Air
minum
1).
2).
Pengembangan
Penyehatan Lingkungan
Permukiman
1)
2)
Keterangan: Beri tanda centang (v) dalam kolom Amdal, UKL-UPL atau SPPLH

6.2 Aspek Sosial


Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya
kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur
permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai
dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta
pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan
masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan
penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada
pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan
infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf
hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

162

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan


aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan
dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang
kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di
wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di
tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan
tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program
pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan
kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan
percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan
partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil,
serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan
gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional
yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta
kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
163

1. Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat
strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang
Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat
regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya
untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender,
khususnya untuk bidang Cipta Karya.

164

6.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya


Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu
melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindaklanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya
sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data
eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya, seperti
tertuang pada tabel 6.12berikut.
Tabel 6.12 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kota/Kabupaten
No.

Lokasi

1.

Kawasan ...
Kelurahan

Kecamatan
..

2.

Dst. ..

Jumlah
Penduduk
Miskin
Jml
Penduduk:

Jml KK:

Kondisi Umum
Mata Pencaharian
secara umum:
Kondisi lingkungan:

Kondisi hunian
umum:
Status kepemilikan
hunian secara
umum:

Permasal
ahan

Bentuk
Penanganan
yang Sudah
Dilakukan
Program /
Kegiatan:
Tahun:.
Bentuk
Penanganan:
.

Kebutuhan
Penangan
an

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan


keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1.
2.
3.

Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.


Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok
tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
165

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.


12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500
m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan
lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.
500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau
barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai
rumah tangga miskin.
Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan
bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang
Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP),
Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum
dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis
Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi
Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.
Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui
bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan
yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di daerah.

166

Tabel 6.13 Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi
Pengarusutamaan Gender di Kota/Kabupaten

No.

Program /
Kegiatan

Loka
si

Tahu
n

Bentuk
Keterlibat
an/ Akses

1
a

Pemberdayaan Masyarakat
PNPM
Perkotaan

PISEW

PAMSIMAS

PPIP

e.

RIS PNPM

f.

SANIMAS

2
a

Non Pemberdayaan Masyarakat


Penyusuna
n RTBL

b.

Dll.

Tingkat
Partisipasi
Perempuan
(jumlah)

Kontrol
Pangambilan
Keputusan
oleh
Perempuan

Manfa
at

Permasalahan
yang Perlu
Diantisipasi di
Masa Datang

6.2.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya


Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan
durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik
dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah
antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk
tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

167

1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat
pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk
menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk
bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu
dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan
pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan
bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas
tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat
selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa
semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau
memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak
akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan
adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.
Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman
kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang
terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk
mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam
pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru.
Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk
yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

168

No.

1.

2.

3.

4.

Tabel 6.14 Kegiatan Pembangunan Cipta Karya yang membutuhkan Konsultasi,


Pemindahan Penduduk dan Pemberian Kompensasi serta Permukiman Kembali
Tahap I
Tahap II
Arahan Lokasi
Komponen
Pemindahan
Program dan
Penduduk / Permukiman
Sebelum
Setelah
Konsultasi
Kegiatan
Pemberian
Kembali
Pemindahan Pemindahan
Kompensasi
Pengembangan
Permukiman
1).
2).
Dst
Penataan
Bangunan dan
Lingkungan
1).
2).
Dst
Pengembangan
Air minum
1).
2).
Pengembangan
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
1)
2)

Keterangan: Untuk kolom konsultasi, pemindahan penduduk dan permukiman kembali diberi tanda
centang (v) apabila telah dilaksanakan.
*) Informasi Kegiatan Mencakup Lokasi

6.2.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata
dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan
infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya
yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

169

Tabel 6.15 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan


Pembangunan Bidang Cipta Karya
Jumlah
Program/
Tahun
Penduduk
No.
Sektor
Lokasi
Keterangan
Kegiatan
Pelaksanaan
yang
memanfaatkan
1. Pengembangan
Permukiman
2.

3.

4.

Penataan
Bangunan dan
Lingkungan
Pengembangan
Air Minum
Pengembangan
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman

170

BAB VII
ASPEK PEMBIAYAAN
Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya
merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah
Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana
Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping
membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan
anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang
telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal
dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah
cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami
bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai
stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif
pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk
mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah.
Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun
langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.
Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPIJM pada dasarnya bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan
pembangunan bidang Cipta Karya,
b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan
sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,
c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta
Karya.
7.1

Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam


peraturan dan perundangan terkait, antara lain:
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah
daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang
171

2.

3.

4.

5.

menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan,


keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi
daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta
Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk
mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana
Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana
Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang
ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai
kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional.
Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria
khusus, dan kriteria teknis.
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26
urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan
minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan
wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada
daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana,
serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber
pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga
Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak
dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan
melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib
memenuhi persyaratan:
a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan
APBD tahun sebelumnya;
b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk
mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;
c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;
172

d.

6.

7.

8.

tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber


dari pemerintah;
e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan
persetujuan DPRD.
Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan
Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat
bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis
infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha
adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan
prasarana persampahan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan
Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.
b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan
Pengeluaran.
Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU
menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya,
Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai
berikut:
a. Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem
penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di
kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan
permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk
program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/
target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:
Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;
Tingkat kerawanan air minum.
b. Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air
limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada
masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan
melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk
173

9.

program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi


sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:
kerawanan sanitasi;
cakupan pelayanan sanitasi.
Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan
Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang
dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker
Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal
Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan
Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah
disepakati.
Gubernur
sebagai
wakil
Pemerintah mengkoordinasikan
penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam
rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.

Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup


sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPIJM
meliputi:
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan
Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus
bidang Air Minum dan Sanitasi.
2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan
dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan
infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.
3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama
(DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk
pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.
4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan
swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).
5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.
6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan
prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan
direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesarbesarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

174

7.2

Profil APBD Kabupaten/Kota

Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten/Kota selama 3-5 tahun terakhir
dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir.
Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006
adalah sebagai berikut:
a. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung.
b. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan
Pengeluaran.
Tabel 7.1 Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun - 4 Tahun - 5
PENDAPATAN DAERAH
Rp
% Rp
% Rp
% Rp
% Rp
%
Pendapatan Asli Daerah
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang
dipisahkan
Lain-Lain PAD
Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Lain-Lain Pendapatan
Daerah yang Sah
Pendapatan Hibah
Dana Darurat
DBH Pajak dari Pemda
Lainnya
Dana Penyesuaian &
Otonomi Khusus
Bantuan Keuangan
Provinsi/ Pemda Lain
Pendapatan Lainnya
Total Pendapatan
Keterangan: % persentase komponen pendapatan terhadap total pendapatan daerah

175

Tabel 7.2 Perkembangan Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir


Tahun - 1
Tahun - 2
Tahun - 3
Tahun - 4
BELANJA DAERAH
Rp
%
Rp
%
Rp
%
Rp
%
Belanja Tidak Langsung

Tahun - 5
Rp

Belanja Pegawai
Belanja Bunga
Belanja Subsidi
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Bantuan Pemda lain
Belanja Tidak Terduga
Belanja Langsung
Belanja Pegawai
Belanja Barang & Jasa
Belanja Modal
Total Belanja
Keterangan: % persentase komponen belanja terhadap total belanja daerah
Tabel 7.3 Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
Tahun - 1
Tahun - 2 Tahun - 3
Tahun - 4
Tahun - 5
PEMBIAYAAN DAERAH
Rp
% Rp
% Rp
% Rp
% Rp
%
Penerimaan Pembiayaan
Penggunaan SiLPA
Pencairan Dana
Cadangan
Hasil Penjualan Kekayaan
Daerah
Penerimaan Pinjaman dan
Obligasi Daerah
Penerimaan Kembali
Pinjaman
Piutang Daerah
Pengeluaran Pembiayaan
Pembentukan Dana
Cadangan
Penyertaan Modal
Pembayaran Pokok
Pinjaman
Pemberian Pinjaman
Daerah
Keterangan: % persentase komponen pembiayaan terhadap total pembiayaan

176

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

10
18
2

18
5

10

40

22

20

10

Persentase Belanja daerah (%)

Persentase Penapatan daerah (%)

Pos-pos pendapatan dan belanja perlu diolah ke dalam bentuk grafik proporsi untuk
melihat perkembangan proporsi sumber penerimaan dan pengeluaran selama lima
tahun terakhir berdasarkan Standar Akuntasi Pemerintah (PP No. 71 Tahun 2010)
seperti gambar 7.1. Apabila ada kenaikan atau penurunan komponen pendapatan dan
belanja yang signifikan atau terkait dengan bidang Cipta Karya, perlu dianalisis secara
deskriptif dan ditulis penjelasan rincinya.

30

35

50

45

30

32

40

35

40

Tahun-1

Tahun-2

Tahun-3

Tahun-4

Tahun-5

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

5
5

11
4

20

17
3

17
8

20
30
35

20
10

25

70

65

50

40

45

Tahun-1

Tahun-2

Tahun-3

Tahun-4

Tahun-5

PAD

Transfer Pusat

Belanja Operasi

Belanja Modal

Transfer Provinsi

Pendapatan Lain yang Sah

Belanja Tak Terduga

Transfer ke Desa

Gambar 7.1 Contoh Grafik Perkembangan Proporsi Pendapatan dan Belanja dalam APBD

7.3

Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi
pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir
yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta.
7.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN
dalam 5 Tahun Terakhir
Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda,
Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan
kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan
Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal
(SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data
dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend
alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.

177

Tabel 7.4 Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten/Kota dalam 5 Tahun Terakhir
Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi
Sektor
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
Pengembangan Air Minum
Pengembangan PLP
Pengembangan
Permukiman
Penataan Bangunan &
Lingkungan
Total

Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk
mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui
penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan
ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah sesuai prioritas nasional.
Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air
minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan
sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan
kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan.
Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air
limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses
pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan
berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu
dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.
Tabel 7.5 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten/Kota
dalam 5 Tahun Terakhir

Jenis DAK
Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun 4 Tahun -5
DAK Air Minum
DAK Sanitasi
7.3.2

Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari


APBD dalam 5 Tahun Terakhir

Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman


di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan
178

pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan


Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja
Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan
infrastruktur yang sudah ada. Perlu disusun tabel proporsi berdasarkan sektor-sektor
Cipta Karya yang ada.
Tabel 7.6 Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya
dalam 5 Tahun Terakhir

Tahun - 1

Sektor

Alokasi

%
APBD

Tahun - 2
Alokasi

%
APBD

Tahun 3
Alokasi

%
APBD

Tahun - 4
Alokasi

%
APBD

Tahun - 5
Alokasi

Pengembangan Air
Minum
Pengembangan PPLP
Pengembangan
Permukiman
Penataan Bangunan
dan Lingkungan
Total Belanja APBD
Bidang Cipta Karya
Total Belanja APBD
Setelah didapatkan proporsi pendanaan pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya maka dapat dihasilkan grafik seperti gambar 7.2.
Belanja daerah

0.1
0.2

Belanja lainnya
PAM

8.2

0.7

PPLP
0.3

Bangkim
PBL

0.1

Gambar 7.2 Contoh Grafik Proporsi Belanja Cipta Karya terhadap APBD

179

%
APBD

Selain itu, pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan Dana Daerah untuk
Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan APBN di
kabupaten/kota. DDUB ini menunjukan besaran komitmen pemerintah daerah dalam
melakukan pembangunan bidang Cipta Karya. Oleh sebab itu, perkembangan besaran
DDUB dalam 3-5 tahun terakhir perlu diketahui untuk melihat komitmen pemerintah
daerah. Perkembangan DDUB dapat dijabarkan dalam tabel 7.7.
Tabel 7.7 Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir

Sektor

Tahun - 1

Tahun - 2

Tahun 3

Tahun - 4

Tahun - 5

Alokasi
APBN

Alokasi
APBN

Alokasi
APBN

Alokasi
APBN

Alokasi
APBN

DD
UB

DD
UB

DD
UB

DD
UB

DD
UB

Pengembangan Air
Minum
Pengembangan
PPLP
Pengembangan
Permukiman
Penataan Bangunan
dan Lingkungan
Total
7.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5
Tahun Terakhir
Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk
menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus
untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan
pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak
dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan
dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami
untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan
kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat
menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.
Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta
Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek
sumber daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPPSPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat
atau sakit.
180

Di samping itu, pada bagian ini dicantumkan juga nilai dan volume kegiatan
pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana secara umum yang dilaksanakan
oleh perusahaan daerah yang ada di kabupaten/kota dalam 3-5 tahun terakhir.
7.3.4

Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari


Swasta dalam 5 Tahun Terakhir

Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah,


maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta
Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang
berpotensi cost-recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan
non-cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No.
67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur serta PermenPPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan
Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam
UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal.
Di beberapa daerah, skema pembiayaan alternatif ini sudah banyak dilakukan untuk
menunjang pembangunan Cipta Karya di daerah. Informasi kegiatan-kegiatan eksisting
perlu dipahami untuk melihat potensi pembiayaan dari dunia usaha di daerah tersebut.
Tabel 7.8 Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir
Komponen
Nilai
Skema
Kegiatan
Tahun
Satuan Volume
KPS
(Rp)
Pembiayaan*
Pengembangan Air Minum
-
-
Pengembangan PPLP
-
-
Pengembangan Permukiman
-
-
Penataan Bangunan dan Lingkungan
-
-
*) dapat dipilih bentuk KPS berupa BOT/Konsesi/lainnya
181

Ket.

7.4

Proyeksi dan Rencana Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan


bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPIJM) maka
dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan
daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.
7.4.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan
Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan
regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan
asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka
diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan
dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya.
Adapun langkah-langkah proyeksi APBD ke depan adalah sebagai berikut sebagai
berikut:
1. Menentukan presentase pertumbuhan per pos pendapatan
Setiap pos pendapatan dihitung rata-rata pertumbuhannya dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

2.

Y0 = Nilai tahun ini


Y-1 = Nilai 1 tahun sebelumnya
Y-2 = Nilai 2 tahun sebelumnya
Dalam menentukan presentase pertumbuhan dihitung setiap pos pendapatan
yang terdiri dari PAD, Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH), dan Lain-lain
pendapatan yang sah.
Menghitung proyeksi sumber pendapatan dalam 5 tahun ke depan
Setelah diketahui tingkat pertumbuhan pos pendapatan maka dapat dihitung nilai
proyeksi pada 5 tahun ke depan dengan menggunakan rumus proyeksi
geometris sebagai berikut:

Keterangan:

3.

Yn = Nilai pada tahun n


r = % pertumbuhan
Y0 = Nilai pada tahun ini
n = tahun ke n (1-5)
Menjumlahkan Pendapatan dalam APBD tiap tahun dan menghitung kapasitas
daerah dalam pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya.
182

Setelah didapatkan nilai untuk setiap pos pendapatan, dapat dihitung total
pendapatan. Apabila diasumsikan bahwa total pendapatan sama dengan total
belanja dan diasumsikan pula bahwa proporsi belanja bidang Cipta Karya
terhadap APBD sama dengan eksisting (Tabel 7.6) maka dapat diketahui
proyeksi kapasitas daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk bidang Cipta
Karya dalam lima tahun ke depan.
Adapun hasil dari proses perhitungan tersebut, disajikan dalam tabel 7.9.
Tabel 7.9 Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan

Y-2

Y-1

Y0

Persentase
Pertumbuha
n

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx

xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx

xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx

%
%
%
%
%
%

xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx

xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx

xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx

xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx

xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

Realisasi
Komponen APBD
Pendapatan Asli
Daerah
Dana Perimbangan
DAU
DBH
DAK
- DAK Air Minum
- DAK SAnitasi
Lain Lain Pendapatan
yang Sah
Total APBD

Proyeksi
Y1

Y2

Y3

Y4

Y5

Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan
metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR).
Net Public Saving
Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan
daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata
lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya
NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya.
Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk
melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya.
Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut:

183

Net Public Saving = Total Penerimaan daerah - Belanja Wajib


NPS = (PAD+DAU+DBH+DAK) - (Belanja mengikat + Kewajiban Daerah)
- Belanja mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindari oleh
Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran bersangkutan seperti belanja
pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil
serta belanja lain yang mengikat sesuai peraturan daerah yang berlaku.
- Kewajiban daerah antara lain pembayaran pokok pinjaman, pembayaran
kegiatan lanjutan, serta kewajiban daerah lain sesuai dengan peraturan daerah
yang berlaku.
Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio)
Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk
menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman
Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan
bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No.
30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak
melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan
pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.
d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah
juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas
pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.
Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan
keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt Service
Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5.
DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus
memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah. Oleh karena itu, DSCR dalam
3-5 tahun ke depan perlu dianalisis dalam RPIJM dengan rumus sebagai berikut:

184

PAD
DBH

= Pendapatan Asli Daerah


= Dana Bagi Hasil

DAU
= Dana Alokasi Umum
DBHDR = DBH Dana Reboisasi

7.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah


Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang
pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan.
Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima
tahun ke depan dalam bentuk business plan. Informasi ini dibutuhkan untuk
mengetahui kontribusi perusahaan daerah untuk pendanaan pembangunan bidang
Cipta Karya dalam lima tahun ke depan sesuai jangka waktu RPIJM.
7.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya
Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu
menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama
pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta.
Daftar proyek potensial tersebut disusun berdasarkan identifikasi usulan program dan
kegiatan setiap sektor serta tingkat kelayakan ekonomi dan finansial dari program
tersebut. Rencana kerjasama pemerintah dan swasta bidang Cipta Karya terangkum
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 7.10 Proyek Potensial yang Dapat Dibiayai dengan KPS dalam 5 Tahun Ke Depan
Biaya Kegiatan
Kelayakan
Nama Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Keterangan
(Rp)
Finansial
IRR = ...

Keterangan IRR: Internal Rate of Return

7.5

Analisis Tingkat Ketersediaan Dana dan Strategi Peningkatan Investasi


Pembangunan Bidang Cipta Karya

Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat


ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya
yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta
185

dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan


investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan
pendanaan dari berbagai sumber.
7.5.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah
Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan
kegiatan yang ada dalam RPIJM dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah
dilakukan dengan penjabaran sebagai berikut:
a. Proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dengan menggunakan asumsi
trend historis maksimal 10% dari tahun sebelumnya.
b. Proyeksi dana dari pemerintah daerah (APBD) berdasarkan hasil perhtungan
pada bagian 7.4.1
c. Rencana pembiayaan dari perusahaan daerah berdasarkan analisis pada bagian
7.4.2
d. Hasil identifikasi kegiatan potensial untuk dibiayai melalui skema Kerjasama
Pemerintah dan Swasta berdasarkan bagian 7.4.3.
7.5.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya
Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk
memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada
dalam RPIJM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk
meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Oleh karena
itu pada bagian ini, Satgas RPIJM daerah agar merumuskan strategi peningkatan
investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, yang meliputi beberapa
aspek antara lain:
1. Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten/kota dan provinsi;
2. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi pengunaan anggaran;
3. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah;
4. Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan
pembangunan bidang Cipta Karya;
5. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabiltasi infrastruktur
permukiman yang sudah ada;
6. Strategi pengembangan infrastruktur skala regional.

186

BAB VIII
ASPEK KELEMBAGAAN
Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang
optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak
RPIJM agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan
sumber daya manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi
yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang menggerakkan
organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumber daya manusia
sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk
meningkatkan kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus
dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai satu kesatuan.
8.1 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya
Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan
peningkatan kapasitas kelembagaan RPIJM pada pemerintahan kabupaten/kota.
1.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya,
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan
daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan
otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui
Pemerintah Daerah.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah
adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.
Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan
faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi
sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah
kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang
bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana
penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah
bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

187

2.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan


Pemerintahan
PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang
wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban
untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.
PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada
Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta
Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi
(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan
pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.
(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya
adalah bidang pekerjaan umum.
Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang
wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPIJM
sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

3.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah


Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga,
Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan
urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1
sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 subbagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.
Bupati/
Walikota

DPRD

Sekretaris
Daerah

Dinas

Lembaga/
Badan
Sumber: PP 41/2007

Gambar 8.1 Keorganisasian Pemerintah Kabupaten/Kota


188

4.

Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014


Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan
kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan
kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia
aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan
sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya.
Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh
upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi
pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan
e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen
kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah
diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan
menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan
mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.

5.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand


Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan
Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini,
reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012,
dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan
pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai
mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan
pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah.
Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah
dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3
(tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya
Manusia (SDM).
Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan
disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari
sembilan program, yaitu :

189

1.

2.

3.

4.
5.

6.

7.

8.
9.

Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen


perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan
internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;
Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan
berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh
K/L dan Pemda;
Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas
dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi,
tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;
Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas
dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-government;
Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem
rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar
kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi;
Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP);
Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan
penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);
Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada
unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.
Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

190

Pola pikir Reformasi Birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dapat dilihat pada
gambar 8.2 berikut ini.

POLA PIKIR PENYUSUNAN


REFORMASI BIROKRASI PU
2010-2014
RPJPN 2002-2025
UU 17/2007

RENSTRA PU 2010-14
PERMEN PU 2/2010

RPJMN 2010-2014
PP 5/2010

IKU PU 2010-14
PERMEN PU 3/2010

GDRB 2010-2025
PERPRES 81/2010

SASARAN & INDIKATOR


KEBERHASILAN RB
2014

RMRB 2010-2014
PERMENPAN 20/2010

9 PROGRAM & 27
KEGIATAN RB

RMRBPU-2010-14

9 PROGRAM RB

EVALUASI
KINERJA
ORGANISASI
PERMENPAN
19/2008

CAPAIAN
PROGRAM &
KEGIATAN RB
SD 2010

9 PEDOMAN
PELAKSANAN RB

1. Manajemen
perubahan
2. Penataan peraturan
per-U-Uan
3. Penguatan &
penataan org.
4. Penataan tata
laksana
5. Penataan sistem
manajemen SDM
aparatur
6. Penguatan
pengawasan
7. Penguatan
akuntabilitas
8. Peningkatan
pelayanan publik
9. Monitoring, evaluasi
& pelaporan

3 SASARAN
KEBERHASILAN
REFORMASI
BIROKRASI
1. Birokrasi
bersih &
bebas KKN
2. Peningkatan
kualitas
pelayanan
3. Peningkatan
kapasitas &
akuntabilitas
kinerja
birokrasi

QUICK WINS
Dit.Bina Program : RPIJM
Dit.Air Minum : PAMSIMAS
Dit.PLP : SANIMAS
Dit. Bangkim : SPPIP
Dit. PBL : P2KP

Sumber: Road Map Reformasi Birokrasi

Gambar 8.2 Pola Pikir Penyusunan Reformasi Birokrasi PU 2010-2014 Cipta Karya

6.

Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender


dalam Pembangunan Nasional
Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh
proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan
fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah.
Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna
191

terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan


evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang
berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta
kewenangan masing-masing.
Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai
menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Keciptakaryaan. Untuk itu perlu
diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk
memasukkan prinsip-prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPIJM
Bidang Cipta Karya.
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar
Pelayanan Minimum
Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU
yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar
yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai
bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang kePU-an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam
dokumen RPIJM.
Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam
koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan
Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar
bidang PU. Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab
di Bidang PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun kabupaten/kota.
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah
Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat
daerah. Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerah
adalah Peraturan Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD
Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan Perbup/Perwali.
9.

Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan


Perkotaan
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar
untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar
pelayanan minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan
192

perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis


pelayanan bidang keciptakaryaan, seperti perumahan, air minum, drainase,
prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.
10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan
Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan
Formasi Pegawai Negeri Sipil
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam
menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka
penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai, aspek pokok
yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata-rata, dan
waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan
pengendalian pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan
dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan.
Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan
peraturan daerah untuk
pemantapan dan pengembangan perangkat daerah,
khususnya untuk urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan lebih khusus lagi
tentang urusan pemerintahan pada sub bidang Cipta Karya. Dengan adanya suatu
kelembagaan yang definitif untuk menangani urusan pemerintah pada bidang/sub
bidang Cipta Karya maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan
kelembagaan.
8.2

Kondisi Kelembagaan Saat Ini

Bagian ini menguraikan secara sistematis tentang kondisi eksisting kelembagaan


Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya.
8.2.1 Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya
Penataan dan penguatan organisasi merupakan Program ke-3 dari Sembilan Program
Reformasi Birokrasi. Keorganisasian yang dimaksud dalam pedoman ini adalah
struktur, tugas, dan fungsi pemerintah daerah yang menangani bidang Cipta Karya.
Untuk mengetahui kondisi dari keorganisasian bidang cipta karya, informasi yang perlu
disajikan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Daerah yang menjadi dasar penetapan Struktur Organisasi
Pemerintah Kabupaten/Kota.
2. Gambaran struktur organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota saat ini.
193

3. Gambaran struktur organisasi instansi yang menangani urusan bidang Cipta


Karya saat ini.
4. Penjelasan tentang tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya dalam
Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota.
8.2.2 Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya
Sebagaimana ditetapkan dalam Program RB, penataan tata laksana merupakan salah
satu prioritas program untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Tata laksana
organisasi yang perlu dikembangkan adalah menciptakan hubungan kerja antar
perangkat daerah dengan menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan
dalam melaksanakan beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas
dan kinerja.
Secara internal, keorganisasian urusan pemerintah bidang keciptakaryaan, perlu
mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan kemandirian
dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing-masing bidang/seksi.
Selanjutnya juga perlu dikembangkan hubungan kerja yang koordinatif baik antar
bidang/seksi di dalam keorganisasian urusan keciptakaryaan, maupun untuk hubungan
kerja lintas dinas/bidang dalam rangka menghindari tumpang tindih atau duplikasi
program dan kegiatan secara substansial dan menjamin keselarasan program dan
kegiatan antar perangkat daerah.
Prinsip-prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di dalam
Peraturan Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten/kota, khususnya
menyangkut tupoksi dari masing-masing instansi pemerintah bidang keciptakaryaan.
Dengan mengacu pada tabel berikut, dapat dicantumkan penjabaran peran masingmasing instansi dalam pembangunan bidang Cipta Karya.
Tabel 8.1 Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya
No.

Instansi

1.

Bappeda

2.

Dinas PU

3.
4.
5.

Dinas
Dinas
Dinas

Peran Instansi dalam


Pembangunan Bidang CK

194

Unit / Bagian yang Menangani


Pembangunan Bidang CK

Selain itu, guna memperjelas pelaksanaan tugas pada setiap satuan kerja, perlu
dilengkapi dengan tatalaksana dan tata hubungan kerja antar satuan kerja, serta
Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap pelaksanaan tugas, yang dapat
dijadikan pedoman bagi pegawai dalam melakukan tugasnya. Dengan mengisi tabel
berikut bisa dicantumkan inventarisasi SOP Bidang Cipta Karya di daerah.
Tabel 8.2 Inventarisasi SOP Bidang Cipta Karya

No.

Nama SOP

Instansi yang Terlibat

Tugas dan Fungsi


Instansi dalam SOP

Pengembangan Permukiman
1
dst
Penataan Bangunan dan Lingkungan
1
dst
Pengembangan Air Minum
1
dst
Pengembangan PLP
1
dst
SOP Non-Teknis
1
dst
8.2.3

Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

Dalam kaitannya dengan Reformasi Birokrasi, penataan sistem manajemen SDM


aparatur merupakan program ke-5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi, yang
perlu ditingkatkan tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Bagian ini
menguraikan kondisi SDM di keorganisasian instansi yang menangani bidang Cipta
Karya, yang dapat dilakukan dengan mengisi tabel berikut mengenai komposisi
pegawai dalam unit kerja bidang Cipta Karya

195

Tabel 8.3 Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya

Unit Kerja

Golongan

Dinas PU

Gol I : ... orang


Gol II: ... orang
Gol III: ... orang
Gol IV: ,,, orang

Jenis
Kelamin
Pria : ...
orang
Wanita : ...
orang

Latar Belakang
Pendidikan
< SMA : ... orang
SMA : ... orang
D3 : ... orang
S1 : ... orang
S2 : ... orang
S3 : ... orang

Jabatan
Fungsional
Jafung TBP: ...
orang
Jafung TPL: ..
dst.

Bappeda
Dinas
Dinas
Dst.
Dapat dilampirkan juga tambahan informasi data kepegawaian lainnya bila tersedia.
8.3

Analisis Kelembagaan

Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah, bagian ini
menguraikan analisis permasalahan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang
menangani bidang Cipta Karya.
8.3.1 Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya
Tujuan analisis keorganisasian adalah untuk mengetahui permasalahan
keorganisasian bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi
maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Analisis deskriptif dapat
mengacu pada pertanyaan di bawah ini:
1. Apakah struktur organisasi perangkat kerja daerah sudah sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku?
2. Apakah tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya sudah sesuai dengan
tugas dan fungsi masing-masing instansi?
3. Apa saja faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi struktur organisasi?
4. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam keorganisasian perangkat kerja
daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
Salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis ini adalah dengan
melakukan diskusi antar anggota Tim RPIJM.

196

8.3.2 Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya


Tujuan analisis permasalahan ketatalaksanaan kelembagaan bidang cipta karya
adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi
maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Dalam proses analisis ini
beberapa pertanyaan kunci yang perlu mendapat jawaban adalah sebagai berikut:
1. Apakah Perda penetapan Organisasi Pemerintah Kabupaten/Kota telah
menguraikan tupoksi dari masing-masing dinas/unit kerja yang ada?
2. Bagaimana mekanisme hubungan kerja didalam dan antar instansi terkait
bidang cipta karya yang terjadi selama ini?
3. Apakah keorganisasian bidang cipta karya yang ada sudah mengikuti ketentuan
dalam PP 41 tahun 2007? Juga perlu dicermati apakah semua sektor bidang
cipta karya yaitu bidang air minum, pengembangan permukiman, penyehatan
lingkungan permukiman, dan penataan bangunan dan lingkungan sudah
tercantum dalam keorganisasian yang dibentuk?
4. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam ketatalaksanaan perangkat kerja
daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
5. Apa saja faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi ketatalaksanaan
perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
8.3.3

Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

Tujuan analisis Sumber Daya Manusia adalah untuk mengetahui permasalahan SDM
bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran
produk RPIJM Bidang Cipta Karya.
Dalam proses analisis SDM, beberapa pertanyaan kunci yang dapat dijawab adalah
sebagai berikut :
1. Apakah SDM yang tersedia sudah memenuhi kebutuhan baik dari segi jumlah
maupun kualitas dalam perangkat daerah, khususnya di bidang Cipta Karya?
2. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam manajemen SDM perangkat kerja
daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
3. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kualitas dan
kuantitas SDM organisasi, khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?

197

Tabel 8.4 Contoh Matriks Kebutuhan Sumber Daya Manusia

No.
1.

Instansi
Bappeda

Tingkat
Pendidikan
SMA/Sederajat

Jumlah Pegawai
yang Ada
..orang

Jumlah Pegawai
yang Diperlukan
..orang

.. orang
.. orang
.. orang

.. orang
.. orang
.. orang

S3

.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang

.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang

SMA/Sederajat

..orang

..orang

.. orang
.. orang
.. orang

.. orang
.. orang
.. orang

.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang

.. orang
.. orang
.. orang
.. orang
.. orang

Diploma
- D3 Teknik
- D3 Sekretaris
- dst
S1/Sederajat
- S1 Teknik
- S1 Ekonomi
- dst
S2
2.

Dinas PU

Diploma
- D3 Teknik
- D3 Sekretaris
- dst
S1/Sederajat
- S1 Teknik
- S1 Ekonomi
- dst
S2
S3
3.
4.
8.3.4

Dinas
Dinas
Analisis SWOT Kelembagaan

Analisis SWOT Kelembagaan merupakan suatu metode perencanaan strategis yang


digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses),
peluang (opportunities), dan ancaman (threats) di bidang kelembagaan. Analisis
SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang
mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam matriks SWOT.
Strategi yang digunakan adalah bagaimana kekuatan mampu mengambil keuntungan
dari peluang yang ada (strategi S-O); bagaimana cara mengatasi kelemahan yang
198

mencegah keuntungan dari peluang yang ada (strategi W-O); bagaimana kekuatan
mampu menghadapi ancaman yang ada (strategi S-T); dan terakhir adalah bagaimana
cara mengatasi kelemahan yang mampu membuat ancaman menjadi nyata atau
menciptakan sebuah ancaman baru (strategi W-T).
Berdasarkan informasi yang disusun dari pertanyaan serta analisis tentang
keorganisasian, tata laksana dan SDM bidang Cipta Karya pada sub-bab sebelumnya,
selanjutnya dapat dirumuskan Matriks Analisis SWOT Kelembagaan. Perumusan
strategi bidang kelembagaan berdasarkan Analisis SWOT diharapkan dapat menjadi
acuan dalam rencana pengembangan kelembagaan.
Tabel 8.5 Matriks Analisis SWOT Kelembagaan

Faktor
External
Faktor
Internal
KEKUATAN (S)
a.
b.
c.
KELEMAHAN (W)
a.
b.
c.

PELUANG (O)
a.
b.
c.
Strategi SO (Kuadran 1)

ANCAMAN (T)
a.
b.
c.
Strategi ST (Kuadran 2)

Strategi WO (Kuadran 3)

Strategi WT (Kuadran 4)

Berdasarkan tabel SWOT di atas, maka langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Menginventarisasi faktor-faktor dari metode SWOT yaitu kekuatan (internal),
kelemahan (internal), peluang (eksternal) dan ancaman (eksternal) kelembagaan
organisasi perangkat kerja daerah, khususnya terkait dengan bidang Cipta Karya.
b. Melakukan perumusan strategi berdasarkan kolaborasi dari faktor-faktor analisis
SWOT, yaitu sebagai berikut.
- Mengembangkan strategi SO (kuadran I), yaitu strategi agar kekuatan yang
dimiliki organisasi mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada
- Mengembangkan strategi ST (kuadran II), yaitu dengan kekuatan yang dimiliki
organisasi, dapat dirumuskan strategi untuk mengurangi dampak dari pengaruh
eksternal yang mempengaruhi kinerja organisasi.

199

- Mengembangkan strategi WO (kuadran III), yaitu memperbaiki kelemahankelemahan organisasi yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada.
- Mengembangkan strategi WT (kuadran IV). Untuk strategi ini maka diperlukan
upaya yang sangat besar karena selain memperbaiki kelemahan-kelemahan
yang ada, juga harus melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir ancamanancaman yang berpotensi untuk melemahkan kinerja dari organisasi.
8.4

Rencana Pengembangan Kelembagaan

Bagian ini menguraikan rencana dan usulan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota


yang menangani bidang Cipta Karya.
Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT sebelumnya, maka dapat
dirumuskan tiga kelompok strategi meliputi strategi pengembangan organisasi, strategi
pengembangan tata laksana, dan strategi pengembangan sumber daya manusia.
Berdasarkan strategi-strategi tersebut, dapat dikembangkan rencana pengembangan
kelembagaan di daerah.
8.4.1 Rencana Pengembangan Keorganisasian
Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada
analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari
penataan struktur organisasi dan tupoksinya.
Rencana pengembangan keorganisasian dilakukan dengan mengacu pada analisis
dan evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi termasuk perumusan dan
pengembangan jabatan struktural dan fungsional di lingkungan Pemda, serta
menyusun analisis jabatan dan beban kerja dalam rangka mendayagunakan dan
meningkatkan kapasitas kelembagaan satuan organisasi di masing-masing unit kerja di
lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya bidang Cipta Karya.
8.4.2 Rencana Pengembangan Tata Laksana
Untuk merumuskan rencana pengembangan tata laksana, dengan mengacu pada
analisis SWOT sebelumnya, antara lain diperlukan evaluasi tata laksana,
pengembangan standar dan operasi prosedur, serta pembagian kerja dan program
yang jelas antar unit dalam instansi ataupun lintas instansi di lingkungan Pemerintah
Daerah, khususnya di bidang Cipta Karya.

200

8.4.3

Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu


pada analisis SWOT, antara lain diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai
dengan kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan
kepegawaian, maka perencanaan pegawai hendaknya mengacu pada analisis jabatan
yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang
pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. Sesuai
dengan lingkup kegiatan bidang keciptakaryaan, dalam rangka peningkatan kualitas
SDM terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian PU yang dapat menjadi referensi dipaparkan pada tabel 8.6

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Tabel 8.6 Pelatihan Bidang Cipta Karya


Jenis Pelatihan
Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Pusat,
Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis
Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara
Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan III
Training of Trainers (TOT) Bidang Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan
Lingkungan
Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundangan-undangan
Bangunan Gedung dan Lingkungan
Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Dit. PBL
Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan
Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi
Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan
Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Tata Persuratan
Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Pemeliharaan dan Pengamanan
Infrastruktur Publik Bidang Keciptakaryaan
Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalam Tanggap
Darurat Bencana
Pembinaan Teknis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang Milik Negara
Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN
Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai
Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai
Diklat Pejabat Inti Satker (PIS)
Diklat Jabatan Fungsional

201

202

BAB IX
MATRIKS RENCANA PROGRAM DAN INVESTASI
INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA
Program investasi Kabupaten/Kota yang merupakan rekapitulasi dari dokumen RPIJM
yang telah disusun dengan mempertimbangkan kemampuan Kabupaten/Kota dari
aspek teknis, aspek lingkungan dan sosial, aspek pendanaan, maupun aspek
kelembagaan. Selain itu, rencana program investasi harus dilengkapi dengan
kesepakatan pendanaan yang diwujudkan melalui persetujuan dan tanda tangan dari
Bupati/Walikota selaku kepala daerah. Matriks program dan investasi bidang Cipta
Karya disusun berdasarkan prioritas menurut kebutuhan Kabupaten/Kota untuk
memenuhi sasaran dan rencana pembangunan Kabupaten/Kota. Setiap daerah
diharapkan mempunyai prioritas yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
wilayahnya, sebagai contoh suatu Kabupaten/Kota memprioritaskan program investasi
air minum di tahun-tahun awal jangka menengah karena Kabupaten/Kota tersebut
mempunyai pertimbangan bahwa sebagian besar penduduknya tinggal di daerah
rawan air. Hal ini tentu saja tidak sama dengan daerah lain, disesuaikan dengan
karakteristik daerah masing-masing.
Dokumen rencana program investasi yang merupakan rekapitulasi dan intisari dari
RPIJM Kabupaten/Kota. Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat menyampaikan
rencana program dalam sebuah ringkasan rencana investasi dan sumber pembiayaan
yang merupakan bagian sinkronisasi dan prioritas program di Kabupaten/Kota.
9.1

Matriks Program Investasi RPIJM Kabupaten/Kota

Berdasarkan tabel usulan program dan kegiatan pada setiap aspek teknis, maka dapat
disusun sebuah tabel ringkas rencana program dan investasi bidang Cipta Karya.
Rencana ini harus menjabarkan skenario pengembangan kota dan pengembangan
sektor bidang Cipta karya, usulan kebutuhan investasi yang disusun dengan berbasis
demand ataupun target pencapaian sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan
daerah, mekanisme pendanaan atau pembiayaan, skala prioritas penanganan, dan
rencana pelaksanaan program investasi.

203

Tabel 9.1 Format Matriks Program dan Investasi Jangka Menengah Bidang Cipta Karya
Provinsi
:
Kabupaten/Kota :
Sumber Pembiayaan (Rp)
No.

Uraian Kegiatan

Pengembangan Air
Minum

Pengembangan PLP
204
Pengembangan
Permukiman

Penataan Bangunan
dan Lingkungan

Detail
Lokasi

Volume

Satuan

Tahun

APBN
Rupiah
Murni

PHLN

DAK

APBD
Provinsi

APBD
Kab/Kota

Perusahaan
Daerah

Swasta/
Masyarakat

CSR

9.2

Matriks Keterpaduan Program Investasi RPIJM Kabupaten/Kota

Sebagai rangkuman dari tabel 9.1, maka dapat disusun tabel berikut untuk
memperlihatkan ringkasan program investasi RPIJM setiap tahunnya. Oleh karena itu,
akan terbentuk 5 tabel matriks keterpaduan program tahunan sesuai jangka waktu
RPIJM.
Tabel 9.2 Format Ringkasan Matriks RPIJM Bidang Cipta Karya
:
:
:

Provinsi
Kabupaten/Kota
Tahun

Sumber Pembiayaan (Rp)

No

Sektor

APBN
Rupiah
Murni

Pengembangan
Air Minum

Pengembangan
PLP

Pengembangan
Permukiman

Penataan
Bangunan &
Lingkungan

PHLN

APBD
Prov.

APBD
Kab/
Kota

TOTAL

205

Perusahaan
Daerah

Swasta

Masyarakat

CSR

Ket

206

DAFTAR PERISTILAHAN DAN SINGKATAN


3R (Reduce,
Reuse, Recycle)

Upaya pengurangan sampah dari sumbernya dengan cara


mengurangi timbulan sampah, menggunakan kembali barang
yang bisa digunakan, dan mendaur ulang sampah menjadi
barang yang layak pakai.

Air baku

Air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan


air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu
tertentu sebagai air baku untuk air minum

Air limbah
permukiman

Air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa
mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan
permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak
mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).

Air minum

Air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau


tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan
dan dapat diminum langsung

AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup)

Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau


kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan

Analisis Jabatan

Proses, metode dan teknik untuk mendapatkan data jabatan


yang diolah menjadi informasi jabatan

Analisis SWOT

Metode perencanaan strategis yang digunakan untuk


mengevaluasi kekuatan (strength), kelemahan (weakness),
peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu
pembangunan

APBD (Anggaran
Pendapatan dan
Belanja Daerah)

Rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang


ditetapkan dengan peraturan daerah

APBN (Anggaran
Pendapatan dan
Belanja Negara)

Rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang


ditetapkan melalui Undang-Undang

Belanja Daerah

Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang


nilai kekayaan bersih

Black water

Air limbah yang berasal dari WC atau tinja manusia

207

BUMD

Badan usaha yang pendirianya diprakarsai oleh pemerintah


daerah dan seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan daerah yang dipisahkan yang dibentuk khusus
sebagai penyelenggara

BUMN

Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya


dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan yang dibentuk
khusus sebagai penyelenggara

CSR (Corporate
Social
Responsibility)

Tindakan yang dilakukan suatu perusahaan sebagai bentuk


tanggungjawab terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana
perusahaan itu berada

DAK (Dana
Alokasi Khusus)

Dana Alokasi Khusus / dana yang bersumber dari pendapatan


APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan Daerah dan sesuaidengan prioritas nasional

DED

Detailed Engineering Design

DDUB (Dana
Daerah Untuk
Urusan Bersama)

Dana yang bersumber dari APBD yang digunakan untuk


mendanai program/kegiatan bersama Pemerintah dan
pemerintah daerah

Drainase
perkotaan

Drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan


mengendalikan air permukaan sehingga tidak mengganggu
dan/atau merugikan masyarakat.

DSCR (Debt
Service Cost
Ratio)

Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan


pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah

Grey Water

Air limbah yang berasal dari sisa mandi, masak, dan cuci

HSBGN

Harga Standar Bangunan Gedung Negara

IMB

Izin Mendirikan Bangunan

IPAL (Instalasi
Pengolahan Air
Limbah)

Sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan


dengan batas jarak atau tanah yang menggunakan perpipaan
untuk mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara
bersamaan dan kemudian dialirkan ke IPAL.

IPL (Instalasi
Pengolahan
Leacheate)

Instalasi pengolahan yang berada di TPA dan dirancang untuk


mengolah air lindi/leacheate agar aman bagi lingkungan ketika
dibuang ke lingkungan.

208

IPLT (Instalasi
Pengolahan
Lumpur Tinja)

Instalasi pengolahan air limbah yang dirancang untuk hanya


menerima dan mengolah lumpur tinja yang diangkut oleh truk
tinja atau gerobak tinja.

Kebijakan

Arah/tindakan yang diambil Pemerintah untuk mencapai tujuan

Kegiatan

Bagian dari program yang dilaksanakan

KLHS (Kajian
Lingkungan Hidup
Strategis)

Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif


untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program

Konsultasi Publik

Proses komunikasi dialogis atau musyawarah antar pihak yang


berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan
kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum

KPS (Kerjasama
Pemerintah dan
Swasta)

Penyediaan infrastruktur yang dilakukan melalui perjanjian


kerjasama atau pemberian izin pengusahaan antara
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha

KSPD

Kebijakan Strategi Pembangunan Daerah

NPS (Net Public


Saving)

Sisa dari total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan


belanja/pengeluaran yang mengikat yang dapat dimanfaatkan
pemerintah daerah untuk pembangunan

Organisasi

Kesatuan yang dikoordinasikan secara sadar dengan batasan


yang relatif dapat diidentifikasi, dan bekerja terus menerus
untuk mencapai tujuan bersama.

P2KP

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

PAD (Pendapatan
Asli Daerah)

Penerimaan yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah,


hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah.

PBL

Penataan Bangunan dan Lingkungan

Pembiayaan
Daerah

Semua penerimaan daerah yang perlu dibayar kembali


dan/atau pengeluaran daerah yang akan diterima kembali

Pemerintah daerah Gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur


penyelenggara pemerintahan daerah
Pendapatan
Daerah

Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai


kekayaan

209

Perda BG

Peraturan Daerah Bangunan Gedung

Permukiman

Bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di
kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Permukiman
kumuh

Permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan


bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan
kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak
memenuhi syarat.

Perubahan iklim

Berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak


langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan
perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga
berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada
kurun waktu yang dapat dibandingkan

PIP2B

Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan

PNPM

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Program

Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang


dilaksanakan oleh instansi pemerintah untuk mencapai sasaran
dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan
masyarakat yang dikoordinasikan instasi pemerintah

PSD

Prasarana Sarana Dasar

PUG
Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi
(Pengarusutamaan satu dimensi integral dari perencanaan, penganggaran,
Gender)
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan
Readiness Criteria

Kriteria Kesiapan

Reformasi
Birokrasi

Upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan


mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek-aspek organisasi),
ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur

RI-SPAM

Rencana Induk Sistem Pengembangan Air Minum

RISPK

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

RSH (Rumah
Sehat Sederhana)

Rumah yang dibangun dengan standar bahan bangunan dan


konstruksi sederhana namun tetap dengan kualifikasi layak huni
dan sehat ditempati untuk memenuhi kebutuhan rumah
masyarakat kelas menengah ke bawah

210

RPKPP

Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas

RSPK

Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran (untuk Propinsi selain


DKI Jakarta)

RTBL

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

RTH (Ruang
Terbuka Hijau)

Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam

RTH Privat

Ruang Terbuka Hijau yang disediakan oleh Swasta/ Pribadi

RTH Publik

Ruang Terbuka Hijau yang disediakan oleh Pemerintah dan


dimiliki masyarakat publik

RTRW

Rencana Tata Ruang Wilayah

Rumah susun

Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu


lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama
untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama

Saluran Drainase
primer

Saluran yang menerima masukan dari saluran sekunder.


Saluran ini relatif besar dan terletak paling hilir. Aliran dari
drainase primer langsung disalurkan ke badan air.

Saluran Drainase
Sekunder

Saluran yang menerima masukan dari saluran tersier dan


meneruskan aliran ke saluran primer.

Sampah B3

Sampah yang bermuatan Bahan Beracun Berbahaya yang


dalam penanganannya perlu penanganan khusus.

Sanitasi sistem
setempat (on-site)

Sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam


batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi
individual

Sanitasi sistem
terpusat (offsite)

Sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan


dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumahrumah menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Satgas RPIJM

Satuan Tugas Penyusun Rencana Program Investasi Jangka


Menengah

211

SNVT (Satuan
Kerja Non Vertikal
Tertentu)

Satuan kerja yang melaksanakan urusan pemerintahan yang


menjadi kewenangan Kementerian yang dilaksanakan sendiri
dan tidak dilaksanakan oleh Satker Tetap Pusat dan Satker
UPT Pusat

SOP (Standar
Operasi Prosedur)

Serangkaian petunjuk tertulis yang dibakukan mengenai proses


penyelenggaraan tugas-tugas Pemerintah Daerah

SPM (Standar
Pelayanan
Minimal)

Ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang


merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal

SPPIP

Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur


Perkotaan

SSK

Strategi Sanitasi Kota

Strategi

Langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan


visi dan misi

Tangki septik

Bangunan pengolah dan pengurai kotoran tinja manusia cara


setempat (onsite) dengan menggunakan bantuan bakteri.
Tangki ini dibuat kedap air sehingga air dalam tangki septik
tidak dapat meresap ke dalam tanah dan akan mengalir keluar
melalui saluran yang disediakan.

Tangki septik
komunal

Bangunan tangki septic yang digunakan secara bersama-sama


oleh 2 atau lebih KK

Tata Laksana

Sekumpulan aktivitas kerja terstruktur dan saling terkait yang


menghasilkan keluaran yang sesuai dengan kebutuhan

TPA (tempat
pemrosesan akhir)

Tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak


menimbulkan gangguan terhadap lingkungan disekitarnya.

TPA Regional

Tempat pemrosesan akhir sampah yang digunakan oleh lebih


dari 1 kab/kota secara bersama-sama.

TPS 3R

Tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,


penggunaan ulang, dan pendauran ulang sampah skala
kawasan.

UKL- UPL (Upaya


pengelolaan
lingkungan dan
upaya
pemantauan
lingkungan)

Pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau


kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraanusaha dan/atau kegiatan

212

Anda mungkin juga menyukai