Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Gonore merupakan Penyakit Menular Seksual (PMS) yang disebabkan oleh


Neisseria gonorrhoeae. Diantara PMS yang lain uretritis gonore paling sering
dijumpai, walaupun di beberapa negara kedudukan ini telah digeser oleh uretritis non
gonore. Penyakit ini dapat menginfeksi pria maupun wanita, biasanya menyerang
daerah kelamin, tapi juga dapat menyerang bagian tubuh yang lain. Pada umumnya,
penularan gonore melalui hubungan kelamin yaitu secara genito-genital, oro-genital,
dan ano-genital. Tetapi dapat juga menular melalui alat-alat, pakaian, handuk, dan
sebagainya. Oleh karena itu secara garis besar dikenal gonore genital dan ekstra
genital. 1
Manifestasi yang sering muncul pada laki-laki adalah uretritis akut, sedangkan
pada wanita biasanya berupa servisitis, yang dapat asimptomatis. Pada uretritis,
keluhan subjektif yang muncul adalah rasa panas, gatal di bagian distal uretra di
sekitar orifisium uretra eksternum, disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung
uretra yang kadang-kadang disertai darah, dan disertai perasaan nyeri waktu ereksi.
Uretritis gonore dan penatalaksanaannya penting diketahui karena gonore merupakan
penyakit yang mempunyai insidensi tinggi di antara penyakit menular seksual.

BAB II
KOMPLIKASI URETRITIS GONORE
2.1 Definisi
Uretritis gonore adalah penyakit kelamin, peradangan pada uretra yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, suatu diplokokus Gram negatif yang

reservoir alaminya adalah manusia, ditandai dengan adanya pus yang keluar dari
orifisium uretra eksternum. Infeksi ini hampir selalu menular melalui aktivitas
seksual.
2.2 Faktor Risiko
Pada umumnya, penularan gonore melalui hubungan kelamin yaitu secara
genito-genital, oro-genital, dan ano-genital. Tetapi dapat juga menular melalui alatalat, pakaian, handuk, dan sebagainya.
Beberapa faktor risiko infeksi ini:
Melakukan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi tanpa pelindung

dan partner seksual yang banyak.


Pada anak-anak infeksi ini dapat terjadi akibat pelecehan seksual yang

dilakukan oleh orang yang terinfeksi.


Pada bayi saat melewati jalan kelahiran dari ibu yang terinfeksi.

2.3 Etiologi dan Patogenesis


Penyebab uretritis gonore adalah Neisseria gonorrhoeae, suatu diplokokus
Gram negatif. Gonokok ini ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879 dan baru
diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut dimasukkan dalam kelompok
Neisseria, sebagai Neisseria gonorrhoeae. Selain spesies itu, terdapat 3 spesies lain,
yaitu N.meningitidis, dan 2 lainnya yang bersifat komensal N.catarrhalis serta
N.pharyngi sicca. Keempat spesies ini sukar dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi, yang memiliki
ukuran lebar 0,8 m dan panjang 1,6 m, bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung
dengan pewarnaan Gram bersifat Gram negatif, terlihat di luar dan di dalam leukosit,
tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di
atas 39C, dan tidak tahan zat disinfektan.

Gambar 2.1 Neisseria gonorrhoeae


Secara morfologik, gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili dan bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan
bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan
reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa
epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang, yaitu pada vagina wanita
sebelum pubertas.
Faktor virulensi lain adalah produksi kapsular in vivo, resistensi terhadap aksi
imun bakterisidal pada serum, dan kemampuan gonokok untuk bertahan di antara
berbagai organisme komensal yang bersaing. Semua Neisseria tahan terhadap
kelembaban membran mukosa. Akibat hal-hal tersebut, meningokokus dan gonokokus
dapat berproliferasi dengan cepat dan bahkan masuk ke aliran darah.

2.4 Manifestasi Klinis

Masa tunas gonore sangat singkat, pada pria umumnya bervariai antara 2-5 hari,
kadang-kadang lebih lama hal ini disebabkan karena penderita telah mengobati diri sendiri,
tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala yang sama sehingga tidak diperhatikan oleh
penderita. Pada wanita masa tunas sulit ditentukan karena pada umumnya asimtomatik.
Pada pria
Infeksi pertama
Uretritis

Komplikasi
Lokal: Tysonitis
Parauretritis
Littritis
Cowperitis
Asenden:
Prostatitis
Vesikulitis
Vas deferentitis/funikulitis
Vas deferntitis
Epididimitis
Trigonitis

Pada wanita
Infeksi pertama
Uretritis

Komplikasi
Lokal: Parauretritis
Bartholinitis
Asenden:
Salpingitis
PID (Pelvic Infalmmatory Disease)

Servisitis

Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa:


-

Artritis

- Perikarditis

Miokarditis

- Meningitis

Endokarditis

- Dermatitis

1. Pada pria
Uretritis
Yang paling sering dijumpai adalah uretritis anterior akuta dan dapat menjalar
ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komlikasi lokal, asenden, dan diseminata.
Keluhan subyejtif berupa rasa gatal, panas di bagian diatal uretra di sekitar orifisium
uretra eksternum, kemudian disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung
uretra yang kadang-kadang disertai darah, dan disertai perasaan nyeri pada waktu
ereksi.

Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum eritematosa, edematosa,


dan ektropion. Tampak duh tubuh mukopurulen dan dapat terjadi pembesaran
kelenjar getah bening inguinal unilateral dan bilateral.

Gambar 2.2 Uretritis gonore


2. Pada wanita
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dengan pria.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita.
Pada wanita, baik penyakitnya akut maupun kronik, gejala subyektif jarang
ditemukan dan hampir tidak pernah didapati kelainan obyektif. Pada umumnya
wanita datang kepada dokter apabila terdapat komplikasi. Sebagian besar penderita
ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana.
Di samping itu wanita menngalami tiga masa perkembangan:
1. Masa prepubertas: epitel vagina dalam keadaan belum berkembang (sangat tipis),
sehingga terjadi vaginitis gonore.
2. Masa reproduktif: lapisan selaput lendir vagina menjadi matang, dan tebal dengan
banyak gllikogen dan basil D derlein. Basil Dderlein akan memecahkan
glikogen sehingga suasana menjadi asam dan suasana ini tidak menguntungkan
untuk tumbuhnya kuman gonokok.
3. Masa menopause: selaput lendir vagina menjadi atrofi, kadar glikogen menurun,
dan basil Dderlein juga berkurang, sehingga suasana asam berkkurang dan
suasana ini menguntungkan untuk pertumbuhan kuman gonokok, jadi dapat
terjadi vaginitis gonore.

Pada mulanya hanya tampak serviks uteri yang terkena infeksi. Duh tubuh
yang mukopurulen dan mengandung banyak gonokok mengalir ke luar dan
menyerang uretra, duktus parauretra, kelenjar Bartholin, rektum, dan dapat juga naik
ke atas sampai pada daerah kandung telur.
Uretritis
Gejala utama adalah disuria, kadang-kadang poliuria. Pada pemeriksaan,
orifisium uretra eksternum tampak merah, edematosa dan ada sekret mukopurulen.

2.6 Diagnosis
Diagnosis dalam petalaksanaan kasus IMS dilakukan dengan menggunakan
bagan alur, jenis obat yang dianjurkan, dan untuk fasilitas kesehatan dengan
laboratorium disediakan bagan alur tersendiri. Diagnosis ditegakkan dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan laboratorium bila tersedia.
Kuman patogen penyebab utama duh tubuh uretra adalah Neisseria
gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. Oleh karena itu, pengobatan pasien dengan
duh tubuh uretra secara sindrom harus dilakukan terhadap kedua jenis kuman
penyebab utama tersebut bersama-sama. Bila ada fasilitas laboratorium yang
memadai, kedua kuman penyebab tersebut dapat dibedakan, dan selanjutnya
pengobatan secara lebih spesifik dapat dilakukan.
Pada pemeriksaan dengan pendekatan sindrom tanpa alat bantu dapat digunakan
bagan alur sebagai berikut :
Bagan Duh tubuh uretra pria3.

Bagan duh tubuh uretra pada pria dengan pemeriksaan mikroskop

Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan


pembantu yang terdiri atas 5 tahapan.:
A. Sediaan langsung
Pada uretritis gonore akut, sediaan langsung dengan pewarnaan Gram akan
ditemukan gonokok negatif-Gram intraselular. Bahan duh tubuh pada pria
diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra,
muara kelenjar Bartholin, serviks, dan rektum.

B. Kultur
Untuk indentifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur). Dua macam media yang
dapat digunakan:

1. media transpor
2. media pertumbuhan
Contoh media transpor:
-

Media Stuart
Hanya untuk transpor saja, sehingga perlu ditanam kembali pada media
pertumbuhan

Media Transgrow
Media ini selektif dan nutritif untuk N.gonorrhoeae dan N.meningitidis;
dalam perjalanan dapat bertahan hingga 96 jam dan merupakan gabungan
media transpor dan media pertumbuhan, sehingga tidka perlu ditanam pada
media pertumbuhan. Media ini merupakan modifikasi media Thayer Martin
dengan menambahkan trimetoprim untuk mematikan Proteus spp.

Contoh media pertumbuhan:


-

Mc Leods chocolate agar


Berisi agar coklat, agar serum, dan agar hidrokel. Selain kuman gonokok,
kuman-kuman yang lain juga dapat tumbuh.

Media Thayer Martin


Media ini selektif untuk mengisolasi gonokok. Mengandung vankomisin
untuk menekan pertumbuhan kuman positif-Gram, kolestimetat untuk
menekan pertumbuhan bakteri negatif-Gram, dan nistatin untuk menekan
pertumbuhan jamur.

Modified Thayer Martin agar


Isinya ditambah dengan trimetoprim untuk mencegah pertumbuhan kuman
Proteus spp.

C. Tes difinitif
1. Tes oksidasi

Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-fenilendiamin


hidroklorida 1% ditambahkan pada koloni gonokok tersangka. Semua
Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang
semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung.
2. Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa,
maltosa, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa.

D. Tes beta-laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase TM disc. BBL
961192 yang mengandung chromogenic cephalosporin, akan menyebabkan
perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim
beta-laktamase.

E. Tes Thomson
Tes Thomson ini berguna untuk mengetahui sampai di mana infeksi sudah
berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena pengobatan pada
waktu itu ialah pengobatan setempat.
Pada tes ini ada syarat yang perlu diperhatikan:
-

sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi

urin dibagi dalam dua gelas

tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II


Syarat mutlak adalah kandung kencing harus mengandung air seni paling
sedikit 80-10ml, jika air seni kurang dari 80 ml, maka gelas sukar dinilai
karena menguras uretra anterior.
Hasil pembacaan:
Gelas I
Gelas IIArti
Jernih
jernih
Keruh
jernih
Keruh
keruh
Jernih
keruh

tidak ada infeksi


infeksi uretritis anterior
panuretritis
tidak mungkin

Rekomendasi pemeriksaan laboratorium

Bagan Duh tubuh uretra pria dengan pemeriksaan mikroskop dan laboratorium
khusus

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari infeksi gonokokus genitourinari pada perempuan antara lain:
Infeksi Trichomonas vaginalis. Biasanya memberi gambaran salin positif untuk

protozoa.
Infeksi Candida albicans. Gambarannya gatal dengan eksudat kental atau curdy, dan

diagnosis ditentukan dari kultur/smear organisme.


Garnerella vaginalis/ bacterial vaginosis. Ditandai dnegan sindrom well define, sekret
malodorous, keabu-abuan dan acidic. Pada pemeriksaan smear ditemukan clue cell,
yields a fishy, amine odor pada alkalinisasi dengan potassium hidroksida. Semua
pasien dengan duh tubuh vagina harus dikultur untuk gonokokus. Walaupun inflamasi
vaginitis jarang terjadi bersamaan dengan gonorrhoe tetapi infeksi campuran sering
terjadi.

Pada laki-laki, uretritis dapat disebabkan oleh organisme multipel. T.vaginalis dan C.
Albicans dapat menginfeksi laki-laki dan dapat asimtomatik. Gonorrhoe dapat menyebabkan
urethritis pada populasi umum yang sering dikenal sebagai nongonococcal atau nonspecific
atau postgonococcal urethritis. Urethritis dengan idnetifikasi patogen (kecuali gonokokus)
disebut nongonococcal urethritis (NGU). NGU dikarakteristikan dengan adanya disuria, duh
tubuh uretra atau sering berkemih dan ditemukannya N.gonorrhoe.

2.8 Komplikasi
Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal
genitalia. Komplikasi lokal pada pria bisa berupa tisonitis (radang kelenjar Tyson),
parauretritis, littritis (radang kelnjar Littre), dan cowperitis (radang kelenjar Cowper). Namun,
penyulit yang paling sering adalah epididimoorkitis. Selain itu, infeksi dapat pula menjalar ke
atas (asendens), sehingga terjadi prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, yang dapat
menimbulkan infertilitas. Infeksi dari uretra pars posterior, dapat mengenai trigonum kandung
kemih menimbulkan trigonitis, yang memberi gejala poliuria, disuria terminal, dan hematuria.
Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis, miokarditis, endokarditis,
perikarditis, meningitis, dan dermatitis. Kelainan yang timbul akibat hubungan kelamin selain
cara genito-genital, pada pria dan wanita dapat berupa infeksi nongenital, yaitu orofaringitis,
proktitis, dan konjungtivitis.
Sedangkan untuk uretritis non gonore, komplikasi yang timbul biasanya berupa
tisonitis, cowperitis, abses periuretra, striktur uretra, epididimitis, dan mungkin prostatitis.

Tysonitis
Kelenjar Tyson adalah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi biasanya
terjadi pada penderita dengan preputium yang sangat panjang dan kebersihan yang
kurang baik. Diagnosis dibuat berdassarkan ditemukannnya butir pus atau
pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan
timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten.

Parauretritis

Sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau


hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara
parauretra.

Littritis
Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-benang atau
butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat, dapat terjadi abses folikular.
Didiagnosis dengan uretroskopi.
Cowperitis
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala. Kalau infeksi terjadi
pada kelenjar Cowper dapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan
pada daerha perineum disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi, dan
disuria. Jika tidak diobati abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra, atau
rektum dan mengakibatkan proktitis.

Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum
dan suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing samapi hematuri, spasme otot uretra
sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar, dan obstipasi.
Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal,
nyeri tekan, dan didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika tidak diobati, abses
akan pecah, masuk ke uretra posterior atau ke arah rektum mengakibatkan proktitis.
Bila prostatitis menjadi kronik, gejalanya ringan dan intermiten, tetapi
kadang-kadang menetap. Terasa tidka enak pada perineum bagian dalam dan rasa
tidak enak bila duduk terlalu lama. Pada pemeriksaan prostat terasa kenyal, berbentuk
nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan. Pemeriksaan dengan pengurutan prostat
biasanya sulit menemukan kuman diplokok atau gonokok.

Vesikulitis
Vesikulitis adalah radang akut yang mengenani vesikula seminalis dan duktus
ejakulatorius, dapat timbul menyertai protatitis akut atau epididimitis akut. Gejala
subyektif menyerupai gejala prostatitis akut, berupa demam, polakisuria, hematuria
terminal, nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi, dan spasme mengandung darah.

Pada pemeriksaan melalui rektum dapat diraba vesikula seminalis yang


membengkak dan keras seperti sosis, memanjang di atas prostat. Ada kalanya sulit
menemukan batas kelenjar prostat yang membesar.

Vas deferentitis atau funikulitis


Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi
yang sama.

Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral, dan setiapepididimitis biasanya disertai
derefentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis adalah trauma pada
uretra posterior yang disebabkan oleh salah penanganan atau kelalaian penderita
sendiri. Faktor yang mempenngaruhi keadaan ini antara lain irigasi yang terlalu
sering dilakukan, cairan irigator terlalu panas atau terlalu pekat, instrumentasi yang
kasar, pengurutan prostat yang berlebihan, atau aktivitas seksual dan jasmani yang
berlebihan.
Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan teraba panas, juga testis,
sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali. Bila
mengenai kedua epididimitis dapat menngakibatkan sterilitas.

Trigonitis
Infeksi asenden dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika
urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal, dan hematuria.

Parauretritis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
Servisitis
Dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada punggung
bawah. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen. Duh tubuh akan trelihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau
disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.
Bartholinitis

Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri tekan. Kelenjar
Bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita berjalan dan penderita sukar
duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses dan dapat pecah melalui
mukosa atau kulit. Kalau tidka diobati dapat terjadi rekuren atau menjadi kista.
Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa faktor
predisposisi, yaitu:
- masa puerpurium (nifas)
- dilatasi setelah kuretase
- pemakaian IUD, tindakan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Cara infeksi lanngsung dari serviks melalui tuba Fallopii sampai pada daerah
salping dan ovarium sehingga dapat menimbulkan penyakit radang panggul (PRP).
Infeksi PRP ini dapat menimbulkan kehamilan ektopik dan sterilitas. Kira-kira 10%
wanita dengan gonore akan berakhir dengan PRP. Gejalanya terasa nyeri pada
abdomen bawah, duh tubuh vagina, disuria, dan menstruasi yang tidak teratur dan
abnormal.
Harus dibuat diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain yang
menimbulkan gejala hampir sama, misalnya: kehamilan di luar kandungan,
apendisitis akut, abortus septik, endometriosis, ileitis regional, dan divertikulitis.
Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan pungsi kavum Douglas dan dilanjutkan
kultur atau dengan laparoskopi mikroorganisme.
Selain mengenai alat-alat genital, gonore juga dapat menyebabkan infeksi
nongenital yang akan diuraikan berikut ini:
Proktitis
Proktitis pada pria dan wanita umumnya asimtomatik. Pada wanita dapat
terjadi karena kontaminasi dari vagina dan kadang-kadang karena hubungan
genitoanal pada pria. Keluhan pada wanita biasanya lebih ringan daripada pria, terasa
seperti terbakar pada daerah anus dan pada pemeriksaan mukosa eritematosa,
edematosa, dan tertutup pus mukopurulen.
Orofaringitis
Cara infeksi melalui kontak secara orogenital. Faringitis dan tonsilitis gonore
lebih sering daripada gingivitis, stomatitis, atau laringitis. Keluhan sering bersifat
asimtomatik. Bila ada keluhan sukar dibedakan dengan infeksi tenggorokan yang
disebabkan kuman lain. Pada pemeriksaan daerah orofaring tampak eksudat
mukopurulen yag ringan atau sedang.
Konjungtivitis
Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang menserita
servisitis gonore. Pada orang dewasa infeksi terjadi karena penularan pada

konjungtiva melalui tangan atau alat-alat. Keluhannya berupa fotofobi, konjungtiva


bengkak, dan merah dan keluar eksudat mukopurulen. Bila tidak diobati dapat
berakibat terjadinya ulkus kornea, panoftalmitis ampai timbul kebutaan.
Gonore diseminata
Kira-kira 1% kasus gonore akan berlanjut menjadi gonore akan berlanjut
menjadi gonore diseminata. Penyakit ini banyak didapat pada penderita gonore
asimtomatik sebelumnya, terutama pada wanita. Gejala yang timbul dapat berupa:
artritis (terutama monoartritis), miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan
dermatitis.

2.9 Pengobatan
Obat yang digunakan untuk IMS disemua fasilitas pelayanan kesehatan sekurangkurangnya harus mempunyai tingkat efektifitas 90-95%.
Pemilihan obat-obatan untuk IMS harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

Angka kesembuhan/ kemanjuran tinggi (sekurang-kurangnya 90-95% diwilayahnya.

Harga murah

Toksisitas dan toleransi yang masih dapat diterima

Diberikan dalam dosis tunggal

Cara pemberian peroral

Tidak merupakan kontraindikasi pada ibu hamil atau ibu menyusui


Obat-obatan yang digunakan sebaiknya termasuk dalam Daftar Obat Esensial

Nasional (DOEN), dan dalam memilih obat-obatan tersebut harus dipertimbangkan tingkat
kemampuan dan pengalaman dari tenaga kesehatan yang ada.

PENGOBATAN IMS MENGGUNAKAN PENDEKATAN SINDROM


Keberhasilan penatalaksanaan IMS memerlukan sikap petugas yang menghormati
dan tidak menghakimi pasien. Pemeriksaan agar dilakukan dalam suasana yang bersahabat
dengan menjaga perasaan pribadi maupun kerahasiaan pasien.
Untuk duh tubuh uretra pengobatan yang dianjurkan adalah sebagai berikut :

Pengobatan untuk gonore tanpa komplikasi

DITAMBAH

Pengobatan untuk klamidiosis

Penderita dianjurkan untuk pengobatan kembali bilamana gejala tetap ada sesudah 7
hari.

Rincian pengobatan duh tubuh uretra


Pengobatan uretritis gonore

Pengobatan uretritis non-gonore

Pilihlah salah satu dari beberapa cara

pengobatan yang dianjurkan dibawah ini

Tiamfenikol* 3,5 mg per oral, dosis tunggal atau

Doksisiklin** 100mg peroral,2x1 selama 7hari,


atau

Ofloksasin*

400mg per oral, dosis tunggal, atau

Kanamisin

2 g i.m. dosis tunggal, atau

Azitromisin 1 g per oral, dosis tunggal

Spektinomisin 2 g i.m. dosis tunggal


Pilihan pengobatan

lain

Siprofloksasin 500mg per oral, dosis tunggal,

Tetrasiklin**500mg peroral, 4x1 selama 7hari,

atau

atau

Seftriakson

250mg i.m. , dosis tunggal

(bila ada kontraindikasi tetrasiklin)

atau
Sefiksim

Eritromisin 500mg peroral, 4x1 selama 7hari,

400mg per oral, dosis tunggal

* Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak dibawah 12 tahun dan remaja.

** Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak dibawah 12 tahun

WHO merekomendasikan agar menggunakan dosis tunggal untuk gonore, dan dosis
ganda untuk klamidiosis.

Duh Tubuh Uretra Persisten/ Rekuren


Gejala uretritis yang persisten (setelah pengobatan satu kur selesai)) atau rekuren (setelah
dinyatakan sembuh, muncul lagi dalam waktu 1 minggu tanpa hibungan seksual) mungkin
disebabkan oleh resiostensi obat, atau sebagai akibat kekurang-patuhan meminum obat atau
reinfeksi. Namun pada beberpa kasus hal ini mungkin akibat infeksi oleh Trichomonas
vaginalis (Tv). Sebagai protozoa diperkirakan bahwa Tv memakan kuman gonokokus
tersebut (fagositosis), sehingga kuman gonokokus tersebut terhindar dari pengaruh
pengobatan, setelah Tv-nya mati maka kuman gonokokus tersebut kembali bisa melepaskan
diri dan berkembang biak.
Ada temuan baru yang menunjukan bahwa disuatu daerah tertentu bisa di jumpai
prevalens Tv yang tinggi pada laki-laki dengan keluhan duh tubuh uretra. Bilamana gejala
duh tubuh tetap ada atau timbul gejala kambuhan setelah pemberian pengobatan secara benar
terhadap gonore maupun klamidiosis pada kasus indeks dan mitra seksualnya, maka pasien
tersebut harus diobati untuk infeksi Tv. Hal ini hanya dilakukan bila ditunjang data
epidemiologis setempat. Bilamana simptom tersebut masih ada sesudah pengobatan Tv, maka
pasien tersebut harus dirujuk. Sampai saat ini data epidemiologi trikomoniasis pada pria di
Indonesia sangat sedikit, oleh karena itu, bila gejala duh tubuh uretra masih ada setelah
pemberian terapi awal sebaiknya penderita dirujuk pada tempat dengan fasilitas laboratorium
yang lengkap.

Pengobatan uretritis gonore

Pengobatan uretritis non-gonore

Pilihlah salah satu dari beberapa cara

pengobatan yang dianjurkan dibawah ini

Tiamfenikol* 3,5 mg per oral, dosis tunggal

Doksisiklin** 100mg peroral,2x1 selama 7hari,

atau
Ofloksasin* 400mg per oral, dosis tunggal,

atau
Azitromisin

1 g per oral, dosis tunggal

atau
Kanamisin

2 g i.m. dosis tunggal,

atau
Spektinomisin 2 g i.m. dosis tunggal
Pilihan pengobatan

lain

Siprofloksasin 500mg per oral, dosis tunggal,

Tetrasiklin**500mg peroral, 4x1 selama 7hari,

atau

atau

Seftriakson 250mg i.m. , dosis tunggal

Eritromisin 500mg peroral, 4x1 selama 7hari,

atau

(bila ada kontraindikasi tetrasiklin)

Sefiksim 400mg per oral, dosis tunggal


Pengobatan Trichomonas vaginalis
Pengobatan yang dianjurkan

Pilihan pengobatan lain

Metronidazol 2 g per oral, dosis tunggal

Metronidazol 400 atau 500 mg per oral, 2x sehari,


selama 7 hari, atau

atau
Tinidazol500 mg per oral, 2x sehari, selama 5 hari

Tinidazol 2 g per oral, dosis tunggal

* Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak dibawah 12 tahun dan remaja.
** Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak dibawah 12 tahun

PERTIMBANGAN PENTING YANG MENDASARI PENGOBATAN


Menentukan Pilihan Antimikroba
Tingkat Kemanjuran
Tingkat kemanjuran merupakan kriteria paling penting dalam menentukan pilihan
pengobatan. Pengobatan IMS yang ideal harus memiliki angka penyembuhan sekurangkurangnya 95% untuk IMS dengan penyebab bakteri. Pengobatan dengan antimikroba dengan
cure rate lebih rendah dari 85% sama sekali tidak boleh digunakan.

Dalam upaya menurunkan resiko terjadinya dan menyebarnya galur kuman IMS yang
resisten di masyarakat umum, satu program khusus untuk penatalaksanaan kasus IMS yang
efektif perlu dirancang untuk kelompok berperilaku resiko tinggi, seperti misalnya pada
kelompok penjaja seks beserta para pelanggannya. Rejimen pengobatan untuk kelompok ini
sekurang-kurangnya harus memiliki efektivitas mendekati 100%, dan upaya pencarian
pengobatan bagi kelompok populasi ini perlu ditingkatkan, dengan menggunakan cara peran
aktif (participatory approach) oleh kelompok sebaya, dan petugas kesehatan sebaya (peer
health aducators).
Untuk menjamin tingkat kemanjuran, para dokter tidak diperbolehkan untuk
menggunakan dosis obat lebih rendah dari dosis yang dianjurkan.

Tingkat Keamanan
Toksisitas merupakan pertimbangan kedua untuk pengobatan IMS, karena seringnya
pasien mengalami infeksi ulang, sehingga perlu diberi pengobatan antimikroba berulang kali.
Disamping itu, pengobatan terhadap kuman penyebab IMS yang resisten sering
memerlukan pencapaian kadar serum antimikroba yang relatif tinggi selama 7 hari atau lebih.
Sedangkan pemberian obat kombinasi akan lebih meningkatkan resiko timbulnya efek
samping obat. Dibeberapa tempat, doksisiklin tidak digunakan karena mungkin bisa
menyebabkan fotosensitisasi.
Munculnya sefalosporin generasi ketiga dalam rejimen yang dianjurkan, karena
tingkat kemanjurannya tinggi bahkan untuk organisme yang relatif resisten, serta tingkat
toksisitasnya yang rendah.

Pembiayaan
Dalam memperhitungkan biaya dari bermacam-macam rejimen pengobatan yang ada,
penting untuk dipertimbangkan bahwa biaya tersebut akan berpengaruh pada kemanjuran
pengobatan yang akan diperoleh, yaitu resiko pengulangan pengobatan, resiko terjadinya
penyebaran penyakit yang semakin luas, dan resiko terjadinya peningkatan resistensi
mikroba.

Penerimaan dan Kepatuhan Berobat

Kepatuhan berobat pasien merupakan masalah serius yang membatasi kemanjuran


pengobatan multidoses, misalnya pengobatan dengan eritromisin dan tetrasiklin. Oleh karena
itu cara yang paling dianjurkan adalah dengan pengobatan dosis tunggal atau pengobatan
dengan jangka waktu sangat pendek. Pelaksanaan konseling dan penyuluhan kesehatan akan
meningkatkan kepatuhan berobat dan dianjurkan agar kegiatan ini dilaksanakan sebagai salah
satu bagian dari penatalaksanaan klinis pengobatan IMS.
Pada kelompok masyarakat tertentu, pengobatan per oral lebih disukai daripada
pengobatan secara injeksi, sebaliknya ada kelompok lain yang melihat cara injeksi merupakan
bentuk pengobatan yang lebih cocok bagi mereka.
Dengan adanya infeksi HIV, pilihan yang paling tepat adalah cara pengobatan per oral
dalam kaitan untuk mengurangi resiko yang berhubungan dengan penggunaan peralatan
injeksi yang tidak steril.
Penyediaan Obat
Ketersediaan beberapa obat yang bermutu perlu ditingkatkan dengan memasukannya
kedalam Daftar Obat Esensial Nasional.

Infeksi Ganda/ Campuran


Bilaman beberapa IMS lazim ditemukan pada suatu populasi tertentu, maka infeksi
ganda tentu sering ditemukan juga. Namun, sangat disayangkan bahwa kemampuan
pengobatan infeksi ganda dengan dosis tunggal terus menurun akibat terjadinya resistensi
N.gonorrhoeae terhadap tetrasiklin. Pada saat ini pemberian pengobatan ganda hanya
dilakukan terhadap infeksi N. gonorrhoeae dan C. trachomatis bersama-sama. Infeksi ganda
chancroid dan sifilis memerlukan cara pengobatan ganda pula. Tingkat keparahan penyakit
yang disebabkan oleh beberapa kuman menular seksual patogen (misalnya virus Herpes
simpleks, H. ducreyi, T. Pallidum) akan meningkat dengan adanya infeksi HIV dan AIDS,
sehingga pengobatan perlu lebih ditingkatkan dan diperpanjang masa pengobatannya.

Resiko Penurunan Kemanjuran Obat karena Penggunaan Terhadap Indikasi Lain.


Pengobatan ganda terhadap beberapa penyakit telah digunakan untuk mencegah
terjadinya resistensi pada tuberkulosis. Kemanjuran cara ini dalam mencegah timbulnya
resistensi terhadap IMS hingga saat ini belum diketahui. Sayangnya resistensi terhadap

sejumlah antimikroba dapat terjadi secara bersamaan pada N.gonorrhoeae. Penggunaan


beberapa macam obat dalam penatalaksanaan pengobatan penyakit dengan penyebab
polimikrobial (misalnya penyakit radang panggul) atau pengobatan presumptive secara
simultan terhadap beberapa infeksi (misalnya penggunaan tetrasiklin terhadap klamidiosis
bila dicurigai adanya gonore), adalah sangat praktis dan dianjurkan.

Uraian Masing-Masing Obat


Sefalosporin
Beberapa generasi ketiga sefalosporin menunjukan efektivitas dalam pengobatan
gonore. Sefiksim memiliki kelebihan karena dapat diberikan per oral. Sedangkan kemanjuran
pengobatan seftriakson terhadap gonore dan chancroid tetah terbukti.
Selain untuk pengobatan gonore ano- genital tanpa komplikasi, pemberian seftriakson
dosis tunggal juga efektif untuk oftalmia neonatorum dan konjungtivitis, serta infeksi farings
yang disebabkan oleh gonokokus. Oleh karena harganya yang mahal, orang cenderung
menggunakan seftriakson dengan dosis kurang dari 125 mg. Namun hal ini akan
mempercepat terjadinya resistensi dan cara pengobatan demikian tidak dianjurkan.
Makrolid
Azitromisin merupakan derivat terbaru yang pada saat ini dianggap sebagai obat
pilihan utama untuk pengobatan klamidiosis. Obat ini memiliki bioavailabilitas yang panjang
dan dapat terakumulasi dalam sel tubuh, sehingga memungkinkan untuk diberikan dalam
dosis tunggal. Azitromisisn 1 g dalam dosis tunggal menunjukkanefektivitas yang setara
dengan pemberian doksisiklin 100 mg dua kali sehari selama seminggu untuk pengobatan
klamidiosis. Walaupun demikian, pengobatan dengan azitromisin menjadi lebih mahal
dibandingkan dengan pengobatan kombinasi ganda untuk pengobatan gonore dosis tunggal
dan pengobatan klamidiosis dengan doksisiklin selama seminggu.
Sulfonamid
Penambahan trimetoprim pada sulfonamid tidak akan meningkatkan aktivitas anti
klamidianya. Pemberian tiga hari pengobatan dengan sulfametoksasol dan trimetoprim tidak
cukup adekust untuk pengobatan klamidiosis.

Kuinolon
Beberapa kuinolon baru cukup baik untuk digunakan sebagai pengobatan per oral
terhadap gonore. Penggunaan kuinolon merupakan kontraindikasi pada kehamilan dan tidak
dianjurkan untuk anak-anak dan dewasa muda. Siprofloksasin dianggap memiliki aktivitas
terbaik dalam mengobati N. Gonorrhoeae.
Resistensi gonokokus terhadap flourukuinolon secara umum meningkat sejak tahun
1992, khususnya di kawasan Asia-Pasifik. Perlu dilakukan evaluasi terus-menerus terhadap
resistensi kuinolon, karena kelompok obat ini masih tetap efektif di sebagian besar belahan
dunia.
Berdasarkan hasil penelitian terakhir, ofloksasin memiliki potensi yang cukup baik
bila diberikan dalam dosis 300 mg dua kali sehari selama 7 hari. Cara ini cukup efektif untuk
pengobatan baik terhadap gonore maupun klamidiosis, namun penggunaan obat-obat ini
menjadi terbatas mengingat mahalnya obat-obat ini dan lamanya waktu pengobatan yang akan
mempengaruhi kepatuhan pasien.
Tetrasiklin
Berbagai jenis tetrasiklin dengan tingkat kemanjuran yang setara sudah cukup
tersedia, dan obat-obat ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk doksisiklin dan
tetrasiklin hidroklorid.
RESISTENSI N. gonorrhoeae TERHADAP ANTIMIKROBA
Terdapat dua tipe utama bentuk resistensi antimikroba terhadap gonokokus: resistensi
kromosomal dan plasmid mediated. Resistensi kromosomal menyangkut penisilin dan
beberapa obat lainnya yang digunakan secara luas seperti tetrasiklin, spektinomisin,
eritromisin, kuinolon, tiamfenikol, dan sefalosporin; sedangkan resistensi plasmid mediated
menyangkut peanisilin dan tetrasiklin. Resistensi kromosomal terhadap N. gonorrhoeae,
pembentukan penisilinase oleh N. gonorrhoeae, dan resistensi plasmid mediated yang
menimbulkan galur-galur yang resisten tehadap tetrasiklin, semuanya telah meningkat dan
memberikan dampak besar tehadap kemanjuran rejimen pengobatan yang bersifat tradisional
dalam pengobatan gonore.

PENGOBATAN SPESIFIK INFEKSI MENULAR SEKSUAL


1. Infeksi Gonokokus
Sebagian besar gonokokus yang berhasil diisolasi pada saat ini telah resisten
terhadap penisilin, tetrasiklin, dan antimikroba terdahulu lainnya, sehingga obat-obat
ini tidak bisa digunakan lagi untuk pengobatan gonore. Di Indonesia, kanamisin dan
tiamfenikol telah menunjukkan keampuhannya kembali setelah lama ditinggalkan.

Secara umum dianjurkan pada semua pasien gonore juga diberikan pengobatan
bersamaan dengan obat anti klamidiosis, oleh karena infeksi campuran antara
klamidiosis dan gonore sering dijumpai. Cara pengobatan demikian tidak dilakukan
terhadap pasien klamidiosis yang telah didiagnosis berdasarkan pemeriksaan khusus
dengan tes laboratorium.
Pemilihan rejimen pengobatan sebaiknya mempertimbangkan pula tempat
infeksi, resistensi galur N.gonorrhoeae terhadap antimikrobial, dan kemungkinan
infeksi Chlamydia trachomatis yang terjadi bersamaan. Oleh karena seringkali terjadi
koinfeksi dengan C.trachomatis, maka pada seorang dengan gonore dianjurkan pula
untuk diberi pengobatan secara bersamaan dengan rejimen yang sesuai untuk
C.trachomatis.
Macam-macam obat yang dapat dipakai antara lain :
Penisilin
Ampisilin dan amoksisilin
Sefalosporin
Spektinomisin
Kanamisin
Tiamfenikol
Kuinolon

Infeksi Anogenital tanpa Komplikasi


Cara pengobatan yang dianjurkan
-

Tiamfenikol, 3,5 g, per oral, dosis tunggal, atau

Ofloksasin, 400 mg, per oral, dosis tunggal, atau

Kanamisin, 2 g, intra muskuler, dosis tunggal, atau

Spektinomisin, 2 g, intramuskuler, dosis tunggal.

Pilihan pengobatan lain


-

Siprofloksasin, 500 mg, peroral, dosis tunggal, atau

Seftriakson, 250 mg, intramuskuler, dosis tunggal, atau

Sefiksim, 400 mg, per oral, dosis tunggal.

Siprofloksasin, ofloksasin, dan tiamfenikol merupakan kontraindikasi untuk


kehamilan dan tidak dianjurkan diberikan kepada anak dan dewasa muda/remaja.
Data yang masih kontroversial menunjukkan bahwa angka penyembuhan azitromisin

terhadap infeksi gonokokus menunjukkan hasil tebaik dengan menggunakkan 2 gram


dosis tunggal. Pemberian dengan dosis 1 gram memberikan efek tetapi lebih rendah
yang mungkin dapat menyebabkan resistensi secara cepat.
Secara individual terdapat beberapa perbedaan aktivitas anti gonokokal dari
kuinolon, dan dianjurkan untuk menggunakan obat yang paling efektif.

2. Infeksi yang Menyebar


Gonore dengan Komplikasi
Gonore dengan komplikasi seperti bartolinitis, epididimitis, orkitis dan lainlain, harus diobati dengan rejimen dosis ganda (multipel dose).
Cara pengobatan yang dianjurkan
Lama pengobatan per oral 5 hari, dan per injeksi 3 hari :
- Tiamfenikol, 3,5 g, per oral, sekali sehari, atau
- Ofloksasin, 400 mg, per oral, sekali sehari, atau
- Kanamisin, 2 g, intramuskuler, sekali sehari, atau
- Spektinomisin, 2 g, intramuskuler, sekali sehari.
Pilihan pengobatan lain
Lama pengobatan per oral 5 hari, dan per injeksi 3 hari :
- Siprofloksasin, 500 mg, per oral, sekali sehari, atau
- Seftriakson, 1 g, intramuskuler atau intravena, sekali sehari, (sebagai
alternatif generasi ketiga sefalosporin dapat digunakan, bila
seftriakson tidak tersedia, namun perlu pemberian yang lebih sering),
atau
- Sefiksim, 400 mg, per oral, sekali sehari
Untuk meningitis dan endokarditis yang disebabkan oleh gonokokus dapat
diberikan dalam dosis yang sama, namun memerlukan jangka waktu pemberian yang
lebih lama, yaitu selama 4 minggu untuk endokarditis.
3. Oftalmia akibat Infeksi Gonokokus
Oftalmia gonore merupakan kasus serius sehingga memerlukan pengobatan
sistemik disertai irigasi lokal menggunakan larutan NaCl 0,9% fisiologis atau larutan

lainnya.
Konjungtivitis Gonore pada Usia Dewasa
Cara pengobatan yang dianjurkan
- Seftriakson, 250 mg, intramuskuler, dosis tunggal, atau
- Spektinomisisn, 2 g, intramuskuler, dosis tunggal, atau
- Siprofloksasin, 500 mg, per oral, dosis tunggal, atau
- Ofloksasin, 400 mg, per oral, dosis tunggal

Tindak lanjut
Observasi terhadap gejala klinis perlu dilakukan secara cermat.

Konjungtivitis Gonore pada Neonatus


Cara pengobatan yang dianjurkan
Seftriakson, 50-100 mg/KgBb, intramuskuler, dosis tunggal, dosis maksimum
125 mg.
Pilihan pengobatan lain
Kanamisin, 25 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tunggal (dosis maksimum 75
-

mg), atau
Spektinomisisn, 25 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tunggal (dosis maksimum

75 mg).
Tindak lanjut
Pasien agar dipantau kembali sesudah 48 jam
Pencegahan Oftalmia Neonatorum
Pengobatan pencegahan yang diberikan pada saat yang tepat akan mencegah
timbulnya oftalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonokokus. Mata bayi yang
baru lahir agar dibersihkan secepatnya segera sesudah lahir, dan kemudian ditetesi
dengan larutan nitras argenti 1% atau salep tetrasiklin 1% sebagai upaya pencegahan.
Bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi gonokokus agar diberikan pengobatan
pencegahan sebagai berikut :
Cara pengobatan yang dianjurkan :
Seftriakson 50 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tunggal (dosis maksimum 125
mg).
Pilihan pengobatan lain :
Kanamisin, 25 mg/KgBB, intramuskuler, dosis tumggal, (dosis maksimum 75
-

mg), atau
Spektinomisin,

25

mg/KgBB,

intramuskuler, dosis

tumggal,

(dosis

maksimum 75 mg).
4. Infeksi Chlamidia trachomatis (bukan limfogranuloma venereum)
Infeksi Anogenital tanpa Komplikasi
Dianjurkan bahwa pengobatan infeksi klamidiosis harus diberikan pada
semua laki-laki dengan keluhan duh tubuh uretra dan mitra seksualnya.
Cara pengobatan yang dianjurkan
- Doksisiklin** 100 mg, per oral, 2 kali sehari, selam 7 hari, atau
- Azitromisin, 1 g, per oral, dosis tunggal
Pilihan pengobatan lain
- Amoksisilin, 500 mg, per oral, 3 kali perhari, selama 7 hari, atau
- Eritromisin, 500 mg, per oral, 4 kali perhari, selama 7 hari, atau
- Ofloksasin, 200 mg, per oral, 2 kali perhari, selama 9 hari, atau
- Tetrasiklin, 500 mg, per oral, 4 kali perhari, selama 7 hari.
Catatan :
-

Doksisiklin (dan tetrasiklin lainnya) merupakan kontraindikasi pada

masa kehamilan dan masa menyusui.


Kenyataan saat ini mengindikasikan bahwa 1 gram azitromisin yang
diberikan dalam dosis tunggal cukup manjur untuk infeksi
klamidiosis

Telah terbukti bahwa pengobatan yang melebihi 7 hari merupakan hal yang
kritis. Sampai saat ini belum pernah dijumpai adanya resistensi C. trachomatis
terhadap pengobatan yang sesuai dengan rejimen yang dianjurkan.
Tetrasiklin sampai saat ini masih efektif untuk pengobatan Chlamydia dan
Ureaplasma urelyticum. Eritromisin lebih efektif terhadap Ureaplasma dibandingkan
terhadap Chlamydia. Obat ini dipakai untuk mengobati wanita hamil dengan IGNS.
Doksisiklin merupakan obat yang paling banyak dianjurkan, karena cara
pemakaian yang lebih mudah dan dosis lebih. Azithromisin merupakan suatu
terobosan baru dalam pengobatan masa sekarang, dengan dosis tunggal 1 gram sekali
minum dan juga efektif untuk gonore.

5. Infeksi Trichomonas vaginalis pada uretritis


Pengobatan yang dianjurkan
Pengobatan

trikomoniasis

harus

diberikan

kepada

penderita

yang

menunjukkan gejala maupun tidak. Rejimen yang dianjurkan untuk pengobatan


adalah Metronidazol 2 gram oral dosis tunggal, atau 5-nitroimidazol 2 gram oral dosis
tunggal. Rejimen alternatif adalah Metronidazol 2x0,5 gram oral selama 7 hari.
Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan metronidasol harus
menghentikan minum alkohol. Berbagai laporan menunjukkan angka kesembuhan
antara 82-88% pada wanita dan angaka ini meningkat menjadi 95% bila mitra seksual
penderita diberi pengobatan pula. Bila keluhan menetap penderita diharuskan datang
untuk pemeriksaan ulang 7 hari setelah pengobata. Pemeriksaan dilakukan seperti
pada pemeriksaan pertama. Penderita dinyatakan sembuh bila keluhan dan gejala
telah menghilang, serta parasit tidak ditemukan lagi pada pemeriksaan sediaan
langsung.
Bila terjadi kegagalan pengobatan, maka tahapan pengobatan berikut dapat
dilaksanakan : Metronidazol 2 x 0,5 gram oral selama 7 hari. Dan bila masih gagal,
dapat diberikan Metronidazol 2 gram oral dosis tunggal selama 3-7 hari ditambah
Metronidazol tablet vaginal 0,5 gram, malam hari selama 3-7 hari. Bila ternyata
masih gagal pula, hendaknya dilakukan biakan dan tes resistensi.

Pengobatan mitra seksual

Mitra seksual penderita harus diobati sesuai dengan rejimen penderita. Dosis
yang dianjurkan untuk mitra seksual pria adalah dosis multipel selama 7 hari.

Empat Komponen Utama dalam Pencegahan dan Penanggulangan IMS :

Memberikan penyuluhan terhadap setiap orang yang berperilaku resiko tinggi


terhadap penularan penyakit untuk mengurangi resiko penularan,

Mendeteksi infeksi baik yang asimtomatik maupun yang simtomatik yang tidak mau
memeriksakan dirinya untuk mendapatkan pengobatan yang tepat,

Penatalaksanaan yang efektif untuk mereka yang terinfeksi,

Pemberian pengobatan dan penyuluhan terhadap mitraseksual dari mereka yang


terinfeksi.

Upaya pencegahan IMS terutama didasarkan pada upaya untuk melakukan perubahan
perilaku seksual seseorang yang beresiko tertular IMS dan promosi penggunaan kondom.

BAB III
KESIMPULAN

Gonore merupakan penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi di antara P.M.S.
Pada pengobatannya terjadi pula perubahan karena sebagian disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae yanng telah resisten terhadap penisilin dan disebut Penicillinase Producing
Neisseria gonorrhoeae (P.P.N.G.). Kuman ini meningkat di banyak negeri termasuk
Indonesia. Pada umumnya penularannya melalui hubungan kelamin yaitu secara genitogenital, orogenital dan ano-genital. Tetapi, di samping itu dapat juga terjadi secara manual

melalui alat-alat, pakaian, handuk, termometer, dan sebagainya. Oleh karena itu secara garis
besar dikenal gonore genital dan gonore ekstra genital.

Manifestasi gonore genital yang sering muncul pada laki-laki adalah uretritis
akut, sedangkan pada wanita biasanya berupa servisitis, yang dapat asimptomatis.
Pada uretritis, keluhan subjektif yang muncul adalah rasa panas, gatal di bagian distal
uretra di sekitar orifisium uretra eksternum, disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari
ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah, dan disertai perasaan nyeri waktu
ereksi. Penegakan diagnosis yang cepat sangat penting dalam menunjang
penatalaksanaan uretritis gonore yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai