Anda di halaman 1dari 2

Untuk mendiagnosa Anemia Defisiensi Besi harus dilakukan:

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisis
3. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorium yang
meliputi pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, leukosit, trombosit ditambah
pemeriksaan morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, Total iron
binding capacity (TIBC), saturasi transferin, feritin).
Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar Hb merupakan hal pertama
yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan
diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun
sejajar dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada
keadaan berat karena perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah
tepi ditemukan keadaan hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikilositosis (dapat
ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel fragmen)
Diperlukan juga:

Diagnosa Banding

Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia
hipokrom mikrositik lain (Tabel 3). Keadaan yang sering memberi gambaran klinis dan
laboratorium hampir sama dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia karena penyakit
kronis. Sedangkan lainnya adalah lead poisoning/ keracunan timbal dan anemia
sideroblastik. Untuk membedakannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium
Diagnosis Anemia Defisiensi Besi (ADB) juga dapat ditegakkan melalui:
1. Pemeriksaan hematologi : Pemeriksaan hematologi (Hemoglobin) merupakan
prediktor awal anemia karena lebih tersedia dan lebih murah dibandingkan
pemeriksaan biokimia.
2. Pemeriksaan biokimia status besi : Pemeriksaan biokimia status besi juga diperlukan
untuk mendeteksi kekurangan zat besi sebelum terjadinya anemia
3. Pemeriksaan sumsum tulang : Gold standard diagnosis ADB saat ini adalah aspirasi
sumsum tulang,namun sangatlah invasif sehingga jarang digunakan.

Pemeriksaan feritin serum dikerjakan untuk menentukan diagnosis defisiensi besi, karena
terbukti sebagai indikator paling dini apabila cadangan besi menurun.

DEFINISI
Anemia : keadaan dimana berkurangnya jumlah eritrosit atau haemoglobin
(protein pembawa

O2

dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat

memenuhi fungsinya untuk membawa


jaringan perifer sehingga pengiriman

O2 dalam jumlah yang cukup ke


O2 ke jaringan menurun

Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar haemoglobin


serta hitung eritrodit dan hematokrit dibawah normal.
Anemia dibagi menjadi 3 jenis :
1. Anemia hipokromatik mikrositik
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang kurang dari normal(MCV kurang; MCHC kurang). Anemia
mikrositik hipokrom adalah suatu keadaan kekurangan besi (Fe) dalam
tubuh yang mengakibatkan pembentukan eritrosit atau sel darah merah
mengalami ketidakmatangan (imatur). Hal ini umumnya menggambarkan
insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi,
keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan
sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal
kongenital)
2. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal
tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV
meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat B12 dan/atau asam folat. Ini dapat juga
terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan
mengganggu metabolisme sel.
3. Anemia normositik normokrom.
Dimana ukuran dan bertuk sel darah merah normal serta mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang normal. (MCV dan MCHC normal atau
normal rendah) tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemai jenis
ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk
infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang,
dan penyakit-penyakit infiltrat metastatik pada susum tulang.

Anda mungkin juga menyukai