Anda di halaman 1dari 3

Diagnosis :

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis anemia
defisiensi besi. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria WHO atau kriteria klinik.
Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah
menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi2.

Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemiia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua)
dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai
berikut :
Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31 % dengan
salah satu dari a, b, c atau d :
a. Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl, Saturasi transferin < 15% atau

b. Serum feritinin < 20 g/dl atau

c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan cadangan besi (butir-butir
hemosiderin) negatif atau

d. Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4
minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl 2.

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini
merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap
yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat
menemukan sumber pendarahan yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik,
sekitar 20 % kasus anemia defisiensi besi tidak diketahui penyebabnya 2.
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang disebabkan
oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat
cacing tambang dijumpai pada 3,3 % pasien infeksi cacing tambang atau 12,2% dari 123 kasus
anemia defisiensi besi yang dijumpai. Jika tidak ditemukan pendarahan yang nyata, dapat dilakukan
tes darah samar (occult blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi
saluran cerna atas atau bawah3.

Pada pemeriksaan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah 1 :
1. Pengukuran kadar hemoglobin dan indeks eritrosit didapatkan anemia hipokromik mikrositer
dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat

MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan
thalasemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. RDW
(red cell distribution witdh) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Anisositosis
merupakan tanda awal defisiensi besi. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa
menimbulkan gejala anemia yang menyolok karena anemia timbul perlahan-lahan.
Hapusan darah mennunjukan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel
target dan sel pensil. Leukosit dan trombosit normal. Pada kasus ankilostomiasis sering disertai
eosinofilia.
2. Kadar besi serum menurun < 50 g/dl, TIBC meningkat > 350 g/dl, dan saturasi transferin < 15
%

3. Kadar serum feritinin < 20 g/dl.

4. Protoforfirin eritrosit meningkat ( > 100 g/dl)

5. Sumsum tulang menunjukan hiperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil


(micronormoblast) dominan.

6. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferin kadar reseptor transferin
meningkat.

7. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan cadangan besi yang
negatif (butir hemosiderin negatif).

8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi antara lain :

- Pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato
Katz)

- Pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake dan barium inloop.
1. Aru W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi kelima. Jakarta. Interna
Publishing.

2. Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

3. Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai