Anda di halaman 1dari 9

Aspek Asuhan Kefarmasian http://farmatika.blogspot.com/2012/06/aspek-asuhankefarmasian.

html#ixzz3DHo08dGv

ASUHAN KEFARMASIAN
Definisi Pharmaceutical Care dan Pharmaceutical Public Health
Pharmaceutical care adalah patient centered practice yang mana merupakan praktisi
yang bertangung jawab terhadap kebutuhan terapi obat pasien dan memegang tanggung
jawab terhadap komitmen (Cipole dkk, 1998). Menurut American Society of Hospital
Pharmacists (1993), asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) merupakan tanggung jawab
langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan
tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan
kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat
pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan
pemilihan obat, dosis, rute dan metode pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian
informasi dan konseling pada pasien. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang melibatkan
tanggung jawab farmasis yang menuju keberhasilan outcome tertentu sehingga pasien
membaik dan kualitas hidupnya meningkat (Heppler and Strand, 1990).
Outcome yang dimaksud adalah (Heppler and strand, 1990) :
1. Merawat Penyakit
2. Menghilangkan atau menurunkan gejala
3. Menghambat atau memperlama proses penyakit
4. Mencegah penyakit atau gejala
Pharmautical public health didefinisikan bahwa apoteker dapat menerapkan ketrampilan
farmasi, pengetahuan dan sumber daya untuk mendukung data-data objektif dengan tujuan
menetapkan, menangani dan memantau kebutuhan kesehatan yang nyata dari populasi.
(Armstrong dkk,2005)
Pharmaceutical Public Health juga didefinisikan sebagai penerapan dari pengetahuan,
ketrampilan dan sumber daya dari ilmu pengetahuan dan seni dalam pencegahan penyakit,
memperpanjang hidup, mendukung, melindungi dan memperbaiki kesehatan dalam suatu
komunitas (WHO, 2006)

Tanggung Jawab Apoteker dalam Ruang Lingkup Pharmaceutical Care


Fungsi dari asuhan kefarmasian adalah (Heppler and strand, 1990) :
1. Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan dengan obat.
2. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat / Drug Related Problem (DRP).
3. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dangan obat.
Apoteker bertanggung jawab dalam menjalankan Pharmaceutical Care, antara lain :
1.

Menetapkan kebutuhan terapi obat pasien sepanjang waktu, yang artinya (a) semua
kebutuhan terapi obat pasien digunakan sewajarnya dalam segala kondisi, (b) Terapi obat
oleh pasien adalah yang paling efektif, (c) Terapi obat yang diterima oleh pasien adalah yang
paling aman, dan (d) pasien sanggup dan mau untuk menjalankan medikasi.

2.

Tanggung jawab apoteker termasuk dalam menjalankan identifikasi, resolusi, dan


pencegahan kesalahan terapi obat (drug therapy problems)

3. Menjamin bahwa tujuan terapi dapat digunakan baik untuk pasien. Praktisi pharmaceutical
care bertanggung jawab untuk memantau kondisi pasien untuk memastikan bahwa
pengobatan mencapai hasil yang diinginkan
4. These responsibilities are fulfilled by caring for each patient as an individual in a way that
benefits the patient, minimizes harm, and is honest, fair, and ethical.
5.

Praktisi pharmaceutical care memenuhi tanggung jawab Klinis dengan cara menemukan
standar professional dan ethical behavior prescribed dalam filsafat dari Praktik Asuhan
Kefarmasian.

6. Standar dalam sikap frofesional termasuk menyediakan asuhan kefarmasian dalam specified
standard of care, membuat keputusan secara etis, menunjukan collegiality, kolaborasi,
memelihara kompetensi, menerapkan research findings where appropriate, and being
sensitive to limited resources
7. It is the pharmaceutical care practitioner's responsibility to hold colleagues accountable to the
same standards of professional performance. The success of the practice will depend upon it.
8.

Melakukan yang terbaik untuk pasien. Dalam segala kasus, tidak membuat kesalahan.
Mengatakan yang sebenarnya pada pasien. Be fair. Setia. Mengakui that the patient is the
ultimate decision maker. Selalu menjaga prifasi pasien.
Berdasarkan hasil kongres WHO di New Delhi (1988), maka pada tahun 1990, badan
dunia di bidang kesehatan tersebut mengakui/merekomendasi/menetapkan kemampuan untuk
diserahi tanggung jawab kepada farmasis yang secara garis besar adalah sebagai berikut
(Anonim, 1990) :

1.

Memahami prinsip-prinsip jaminan mutu (quality assurance) obat sehingga dapat


mempertanggung jawabkan dan fungsi kontrol.

2. Menguasai masalah-masalah jalur distribusi obat (dan pengawasannya), serta paham prinsipprinsip penyediaannya.
3. Mengenal dengan baik struktur harga obat (sediaan obat).
4. Mengelola informasi obat dan siap melaksanakan pelayanan informasi.
5.

Mampu memberi advice yang informatif kepada pasien tentang penyakit ringan (minor
illnesses), dan tidak jarang kepada pasien dengan penyakit kronik yang telah ditentukan
dengan jelas pengobatannya.

6. Mampu menjaga keharmonisan hubungan antara fungsi pelayanan medik dengan pelayanan
farmasi
Manajemen risiko adalah bagian yang mendasar dari tanggung jawab apoteker. Dalam
upaya pengendalian risiko, praktek konvensional farmasi telah berhasil menurunkan biaya
obat tapi belum menyelesaikan masalah sehubungan dengan penggunaan obat. Pesatnya
perkembangan teknologi farmasi yang menghasilkan obat-obat baru juga membutuhkan
perhatian akan kemungkinan terjadinya risiko pada pasien.
Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication errors, baik
dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan.
Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan antara lain dengan meningkatkan pelaporan,
pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan
keberlangsungan rejimen pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan
pengobatan pasien di rumah. Data yang dapat dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%)
tingkat keseriusan penyakit pasien anak, meningkatnya insiden berstatus nyaris cedera (dari
9% menjadi 8-51%) dan meningkatnya tingkat pelaporan insiden dua sampai enam kali lipat.
(effect of pharmacist-led pediatrics medication safety team on medication-error reporting
(Am J Health-Sist Pharm, 2007, vol64;1422-26)).
Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas penggunaan
obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama Apoteker dalam hal keselamatan
pasien adalah memastikan bahwa semua pasien mendapatkan pengobatan yang optimal. Hal
ini telah dikuatkan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi Apoteker
dapat menurunkan medication errors.
Dalam relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagai penyedia obat
(pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya terhadap hasil dari farmakoterapi. Dengan
berubahnya situasi secara cepat di sistem kesehatan, praktek asuhan kefarmasian diasumsikan

apoteker bertanggung jawab terhadap pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi
tersebut.
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu aspek
manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian
(misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek klinik meliputi skrining permintaan obat
(resep atau bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi
obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama
pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam
tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi
klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan insiden/kesalahan.
Dengan demikian apoteker bertanggung jawab langsung pada pasien tentang biaya,
kualitas, hasil pelayanan kefarmasian.
Implementasi Asuhan Kefarmasian
Pelaksanaan dan Tanggung Jawab Pharmacetical care meliputi
Assesment

Bertemu dengan pasien


Memperoleh informasi yang

Menetapkan hubungan terapi


Menetapkan siapa pasien anda dengan

relevan dari pasien

cara mempelajari alasan untuk menemui,


demografi pasien, pengobatan dan

Care plan

Membuat keputusan terapi

informasi klinis yang lainnya.


Menetapkan kebutuhan obat pasien yang

rasional menggunakan

dijumpai

Pharmacotherapy Workup

(indikasi,efektifitas,keamanan,kepatuhan)

Menetapkan tujuan terapi

, identifikasi DRP.
Negosiasi dan and agree upon endpoints
and timeframe for pharmacotherapies

Memilih intervensi yang tepat

with the patient


Mempertimbangkan alternative terapi

untuk : resolusi DRP

Memilih Farmakoterapi yang specifik


untuk pasien

Menghargai goal terapi

Memilih intervensi tanpa obat

Mencegah masalah terapi obat


Membuat jadwal follow-up

Edukasi pasien
Menetapkan jadwal secara tepat dan

evaluation

sesuai secara klinis untuk pasien

Follow-up

Menetapkan bukti klinis/ lab

evaluation

pasien outcome terbaru dan

Evaluasi efektifitas farmakoterapi

mebandingkan terhadap tujuan


terapi yang ditetapkan sebagai
efektifitas terapi obat
Menetakan bukti klinis/lab

Evaluasi keamanan farmakoterapi

adverse effect untuk mnetapkan

Menetapkan kepatuhan pasien

keamanan terapi obat


Status dokumen klinis dan

Membuat keputusan sebagai yang diatur

perubahan dalam farmakoterapi

dengan terapi obat.

yang diperlukan
Menilai pasien untuk DRP terbaru

Identifikasi DRP yang baru dan

Jadwalkan evaluasi selanjutnya

penyebabnya
Sediakan perawatan lanjutan
(Cipole dkk, 1998)

Asuhan Kefarmasian Sebagai Ruh Good Pharmacy Practice (GPP)


WHO & FIP telah menerbitkan panduan Good Pharmacy Practice (GPP) dan
menghimbau semua negara untuk mengembangkan standar minimal praktik farmasi.
Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam
mewujudkan pelayanan kefarmasian yg berkualitas.
Good Pharmacy Practice (GPP) atau Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB)
adalah cara untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian yang baik secara komprehensif,
berupa panduan yang berisi sejumlah standar bagi para Apoteker dalam menjalankan praktik
profesinya di sarana pelayanan kefarmasian. Good Pharmacy Practice (GPP) merupakan
praktek kefarmasian yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang menggunakan jasa
apoteker untuk memberikan pelayanan yang optimal, asuhan berbasis bukti.
Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik [CPFB] (=Good Pharmacy Practice [GPP])
adalah suatu pedoman, sebagai perangkat untuk memastikan Apoteker dalam memberikan
setiap pelayanan kepada pasien di Apotek, Puskesmas, Klinik maupun Rumah Sakit agar
memenuhi standar mutu dan merupakan cara untuk menerapkan Pharmaceutical Care
(Asuhan Kefarmasian).

Pelaksanaan konteks Good Pharmacy Practice (GPP) yang berlandaskan konsep asuhan
kefarmasian (pharmaceutical care) memerlukan persyaratan-persyaratan sebagai berikut
(Sudjaswadi, 2001):
1.

GPP mensyaratkan bahwa perhatian pertama dan utama seorang apoteker di semua aspek
adalah mengenai kesejahteraan pasien.

2.

GPP mensyaratkan bahwa inti dari kegiatan farmasi adalah untuk membantu pasien
menggunakan obat-obatan terbaik, meliputi persediaan obat dan produk perawatan kesehatan
lainnya dengan kualitas terjamin, menyediakan informasi dan saran yang tepat, pemberian
obat, kapan saat membutuhkan obat, dan pemantauan efek penggunaan obat-obatan.

3. GPP mensyaratkan bahwa bagian integral dari kontribusi apoteker adalah mempromosikan
peresepan yang rasional dan ekonomis, termasuk proses dispensing.
4. GPP mensyaratkan bahwa tujuan dari setiap elemen pelayanan kefarmasian relevan dengan
pasien, didefinisikan secara jelas dan dikomunikasikan secara efektif pada semua yang
terlibat. Kolaborasi multidisiplin antara kesehatan-asuhan secara professional adalah faktor
kunci untuk keberhasilan meningkatkan keselamatan pasien.

SUMBER
Amstrong dkk, 2005, The contribution of community pharmacy to improving the publics health,
Report 3: An overview of evidence-base from 1990 2002 and recommendations for
action.
Anonim. 1990. The Role of the Pharmacist in Health Care System
Cipolle dkk, 1998, Pharmaceutical Care Practice: The Clinician's Guide, 2nd Edition.
Hepler and Strand , 1990, Opportunities and Responsibilities in Pharmaceutical Care
Sudjaswadi, 2001, Farmasi, Farmasis, dan Farmasi Sosial (Pharmacy, Pharmacist, and Social
Pharmacy)
World Health Organitation, 2006, Developing pharmacy practice A focus on patient care
HANDBOOK 2006 EDITION. World Health Organitation

http://ifahkadrie.blogspot.com/2013/06/asuhan-kefarmasian.html

Pharmaceutical Care
Terkait Pengertian Pharmaceutical care (asuhan kefarmasian) adalah,
elemen dari pharmaceutical care dan
perbedaan pharmaceutical care dengan farmasi klinik

1. Pengertian pharmaceutical care (PC)


Menurut Linda Strand :
Pharmaceutical care (PC) adalah sebuah praktek dimana praktikan langsung mengambil
tanggung jawab pengobatan pasien dan memegang kebutuhan tanggung jawab untuk
komitmen ini.
Menurut Hepler and strand :
Pharmaceutical care (PC) adalah tanggung jawab dari terapi obat untuk mendapatkan
outcome yang pasti yaitu peningkatan hidup pasien.
Menurut ASHP :
Pharmaceutical care (PC) adalah menunjukkan fungsi dari apoteker dalam penggunaan obat
yang optimal untuk mendapatkan outcome yaitu peningkatan kualitas hidup pasien
Elemen dari Pharmaceutical Care :
1. tanggung jawab
bertanggung jawab penuh, menganggap pasien yang datang adalah pasien ku
2. interaksi langsung
fokus, kontak dan berinteraksi langsung dengan pasien
3. kepedulian
menunjukkan rasa kepedulian terhadap apa yang dialami pasien, menganggap mereka adalah
orang yang kita sayangi, dan menerapkan patient oriented (orientasi terhadap pasien), untuk
menerapkan patient oriented ini kita harus terus mengupdate skill./keterampilan, pengetahuan
dan komunikasi
4.
mendapatkan
tujuan
positif
(outcome)
:
penyembuhan penyakit, mengurangi dan menghilangkan penyakit dan gejala, mencegah
gejala, dan mencegah perkembangan penyakit.
5. meningkatkan kualitas hidup pasien
6.
resolusi
dari
medication-related
problem
(MRP's)
DRP seperti : dosis terlalu besar/kecil, obat yang salah, obat tanpa indikasi, ADR, IO,
kegagalan
menerima
obat
dll.
Perbedaan

Pharmaceutical

care

dan

farmasi

klinik

Pharmaceutical
care
patient
berinteraksi
langsung
dengan
berdasarkan
kualitas
diterapkan
pada
semua
harus
dilakukan
semua
Farmasi
klinik
- drug
tidak
berinteraksi
langsung
dengan
berdasarkan
kualitas
dari
siklus
diterapkan
pada
kasus
- dilakukan hanya oleh sebagian APT

:
oriented
pasien
kepedulian
hidup
tatanan
APT
:
oriented
pasien
kompetensi
kepedulian
kronik

http://ilmu-kefarmasian.blogspot.com/2013/07/pharmaceutical-care.html

SEVEN STARS PHARMACIST PLUS


Posted on March 18, 2011 by farmasiqt

1. Leader
Farmasis harus memiliki karakter seorang pemimpin. Kepemimpinan sangat berkaitan
dengan kesadaran akan arti diri, dan penetapan tujuan bersama. Bagaimana membawa
kelompok yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama.
2. Decision Maker
Farmasis harus dapat mengambil keputusan dengan bijak, tepat dan cepat.Pengambilan
keputusan memerlukan kemampuan untuk memahami persoalan dengan utuh, menentukan
keputusan di antara pilihan-pilihan, serta ketegasan setelah menetapkan keputusan.
3. Communicator
Farmasis harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik.Komunikasi yang baik harus
mencakup perkataan yang jelas dan ringkas. Memberikan konsultasi, informasi dan edukasi
dengan cara yang bijak.
4. Teacher
Farmasis harus mendidik calon farmasis atau farmasis muda.Pembinaan pada penerus harus
terus dilakukan. Regenerasi profesi farmasi adalah sesuatu yang harus berjalan. Bagaimana
membimbing dan mengarahkan calon farmasis dalam mengembangkan diri.

5. Long Life Learner


Farmasis harus senantiasa mengembangkan sikap mencari ilmu sepanjang hayat.Mengikuti
perkembangan ilmu kefarmasian. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Semangat
untuk terus belajar seumur hidup.
6. Care Giver
Farmasis harus memberikan pelayanan dan perhatian kepada sesama.Mengembangkan sikap
altruis dalam menjalankan profesi. Meningkatkan Quality of Life masyarakat.
Mengedepankan aspek sosial daripada aspek bisnis dalam berprofesi.
7. Manager
Farmasis harus mampu mengevaluasi, memanage yg sudah ada, menjalankan sistem yang
sudah ada dan mengontrol sistem yang sudah ada.
8. Researcher
Seorang Farmasis harus harus mampu melakukan penelitian dibidang kesehatan.
http://farmasiqt.wordpress.com/2011/03/18/seven-stars-pharmacist-plus/

Anda mungkin juga menyukai