PERTAMINA EP -PPGM
Bab-2
PENDEKATAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
Program
pengelolaan
lingkungan
terhadap
komponen
lingkungan
yang
desain
proses
atau
pemilihan
peralatan
yang
ramah
lingkungan.
based mud) dan lumpur bor berbahan dasar minyak sintetik (synthetic oil based
mud) yang terbuat dari minyak kelapa sawit (crude palm oil = CPO), sehingga
kedua
jenis
lumpur
tersebut
dikategorikan
sebagai
lumpur
non-toksik.
II-1
Penggunaan
lumpur
bor
non-toksik
ini
juga
mengurangi
kemungkinan
pencemaran air tanah apabila terjadi limpasan air hujan dari mud pit.
Dampak dari kegiatan operasi pemboran sumur pengembangan terhadap kualitas
air terjadi pada tahap operasi. Sumber dampak tersebut berasal dari kegiatan:
Limbah pemboran berupa air bekas pemboran, lumpur sisa pemboran dan
serbuk bor.
Air sisa pemboran yang berasal dari pencucian: peralatan pemboran dan
lantai rig selama kegiatan berlangsung diperkirakan 2.916 m3 (90 hari x
32,4 m3/hari).
Pengelolaan lumpur bor yang sudah tidak terpakai lagi atau lumpur yang
telah berulangkali disirkulasi ke dalam sumur bor, sehingga mencapai tingkat
toleransi kandungan padatan yang tidak dapat dipisahkan lagi dengan alatalat pemisah (solids control). Berkurangnya lumpur akibat hilang lumpur
(partial loss atau total loss circulation) ke dalam formasi selama lumpur
disirkulasikan melewati anulus yang belum dipasang selubung dan saat
penyambungan pipa diperkirakan 10% dari jumlah total lumpur awal, maka
sisa lumpur bor pada kegiatan pemboran sumur pengembangan adalah
970,1 m3.
Limbah padat berupa serbuk bor (cutting ) yang dihasilkan dari proses
pemboran yang diperkirakan sebanyak 538,9 m3, dihitung mulai dari
permukaan sebagai berikut:
-
Trayek 30 (0-30 m), dihasilkan serbuk bor sebanyak 3,14 x (18 x 0,0254
m)2 x 30 m = 19,7 m3
Volume bak penampung 1.500 m3 cukup untuk menampung bila terjadi curah
3
hujan sebanyak 612 m (luas tanah penangkap air hujan 10.000 m , curah
hujan maksimum 68 mm, durasi hujan satu jam dan koefisien limpasan
bangunan bak penampung = 0,9). Skema pengelolaan limbah padat dan cair ini
disajikan pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-2
B. Penanganan/Pengelolaan
Setelah pemboran selesai, cuttings material diuji Toxicity Characteristic Leaching
Procedure (TCLP) dengan parameter Ba, Cd, Hg, Pb, Ag, Cr 6+, Zn dan Cu. Jika
berdasarkan uji TCLP menunjukkan limbah padat memenuhi syarat untuk
dibuang maka used mud akan dicampur dengan limestone (batugamping) dan
bak penampung akan ditutup dengan tanah pucuk (top soil). Jika berdasarkan uji
TCLP menunjukkan bahwa limbah padat tidak memenuhi syarat, maka
pengelolaan limbah akan mengacu pada PP No. 18/1999 jo PP No. 85/1999 dan
peraturan pelaksanaannya.
Pengelolaan limbah pemboran:
a. Pengelolaan lumpur bor segar (fresh mud) yang akan dilakukan adalah
menggunakan MSDS dan menganalisis tingkat racun (toksisitas) lumpur
segar sebelum dipergunakan untuk pemboran.
b. Pengelolaan terhadap limbah pemboran yang terdiri dari cair dan padat (air
limbah, lumpur sisa dan serbuk bor) mengacu pada Peraturan ESDM No.
045 Tahun 2006.
Beberapa bak atau kolam yang akan digunakan antara lain:
Kolam pengendapan cutting/Ground Pit 1 (15 m x 4,5 m x 4 m) digunakan
untuk memisahkan limbah padat (serbok bor).
Bak Oil Cathcher/Ground Pit 2 (5,6 m x 4,6 m x 1,5 m) berfungsi sebagai
tempat memisahkan minyak dan limbah air pemboran. Apabila bak
terdapat minyak maka minyak tersebut diambil/diisap dengan skimmer dan
dibakar di burn pit.
Bak koagulasi/Ground Pit 3 (4,2 m x 35 m x 1,5 m) yang berfungsi sebagai
bak untuk membantu proses penggumpalan material, dimana pada kondisi
tertenti ditaburkan kapur tohor dan tawas.
Bak Water Disposal/Ground Pit 4 (11 m x 3 m x 1 m), pada bak ini
terdapat ijuk, kerikil dan arang kayu yang digunakan untuk menghilangkan
partikel padat yang lebih halus dan menghilangkan bau serta menjernihkan
air.
Setelah kegiatan selesai, air limbah terakhir yang dihasilkan akan dianalisa
TCLP, dimana dari hasil analisa bila air limbah terakhir tersebut mengandung
limbah B3 maka akan dikelola sesuai ketentuan yang berlaku, tetapi apabila
air limbah tidak mengandung limbah B3 atau masih berada di dalam baku
mutu maka air akan dibuang ke aliran sungai terdekat. Sedangkan padatan
II-3
yang ada di kolam cutting dan bak pengolahan akan ditimbun dengan tanah
dan di atasnya dilakukan revegetasi.
Skema pengelolaan lumpur bor secara lebih detil ditunjukkan pada Gambar
2.1, sedangkan desain detil Ground pit , bak oil carcher, bak koagulasi, dan
bak water sisposal disajikan pada Lampiran 3.
c.
Di
darat
Pemboran
sumur
PT
yang
PERTAMINA-EP
menggunakan
No.
lumpur
C-003/EP5000/2006-S0.
bor
berbahan
dasar
Limbah domestik baik cair maupun padat berasal dari kegiatan hunian dan
aktivitas tenaga kerja serta bekas pembungkus ( packing) makan, minuman dan
material pemboran. Upaya pengelolaan terhadap limbah tersebut adalah dengan
membuat tempat penampungan yaitu:
Untuk limbah biologis tenaga kerja (MCK) akan ditampung di septic tank (1,5
m x 2 m x 2 m)
Untuk
limbah
padat
dari
aktivitas
tenaga
kerja
dan
bekas
II-4
dan dibakar di bak sampah (0,75 m x 0,75 m x 1 m). Sedang untuk material
yang tidak mudah terurai (drum plastik dan plastik) dikumpulkan pada
tempat tertentu di lokasi kegiatan. Setelah kegiatan selesai pada bak-bak
tersebut dilakukan penimbunan dan untuk bekas pembungkus material yang
tidak mudah terurai dibawa keluar lokasi untuk dibuang pada tempat
pembuangan akhir (TPA) terdekat.
E. Emisi gas
Emisi gas dari kegiatan uji kandung lapisan (DST) akan dikelola dengan cara
sebagai berikut :
Pembakaran gas di flare pit setelah dipisahkan melalui separator, sehingga
gas yang bersifat racun seperti H2 S akan terurai dan tidak bersifat toksik.
Kondensat/minyak yang terproduksi disalurkan ke tangki penampung.
II-5
II-6
6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Ground Pit #1
Oil Catcher
Ground Pit #2
Bak Koagulasi
Ground Pit #3
Bak Filtrasi
Ground Pit #4
Bak Air Bersih
VSP
Flare Pit
Bak Cadangan
5
4
WELL
WELL
10
11
Upaya pencegahan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya gas H2S bebas
sedini mungkin adalah :
Melengkapi instalasi pemboran dengan alat penghembus udara yang besar
II-7
tank.
II-8
B. Limbah padat
Limbah padat seperti kemasan bekas makanan, kaleng dan lainnya akan
dikumpulkan dan dibuang pada tempat pembuangan akhir (TPA) terdekat di
wilayah Kabupaten Banggai. Limbah domestik para pekerja di Gas Processing
Facilities (GPF) akan ditampung dalam septic tank. Limbah padat sisa
pembangunan Gas Processing Facilities (GPF) akan dikumpulkan dan dibawa
kembali oleh kontraktor PT. PERTAMINA EP - PPGM.
C. Emisi gas
Fasilitas produksi Gas Processing Facilities (GPF) mempunyai 5 sumber buangan
gas, yaitu compressor gas, Low Pressure (LP) vent, High Pressure (HP) flare ,
heating medium heater dan power plant . Dari kelima sumber tersebut, HP flare
merupakan sumber yang bersifat intermiten (tidak terus menerus). Akan tetapi
berdasarkan jenis polutannya hanya LP vent yang mengandung gas H 2S,
sedangkan yang lain mengandung CO2.
Upaya pengelolaan dilakukan melalui desain peralatan proses yang disesuaikan
dengan standar gas buang yang berlaku (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No. 129 tahun 2003).
Empat hal berikut merupakan bahan pertimbangan didalam merancang flare :
1. Kecepatan gas keluar, yang langsung berkaitan dengan diameter atas
untuk mendapatkan kecepatan antara flashback dan blow out atau pada lift-
off tertentu;
2. Intensitas radiasi, yang berkaitan dengan lokasi penyebaran kalor
pembakaran;
3. Dispersi gas sisa pembakaran, yang berkaitan dengan lokasi penyebaran
gas sisa pembakaran;
4. Posisi dari peralatan proses yang berkaitan dengan letak peralatan
proses dengan minimum jarak sejauh 90 m dari sumber bahaya.
D.
removal akan menghasilkan gas buang yang sebagian besar terdiri dari gas CO2
dan H2 S, oleh karena gas H2 S merupakan gas beracun maka perlu dibangun
Sulphur Recovery Unit (SRU) yang akan mengolah gas H2 S menjadi sulphur
dalam bentuk padat atau tepung (powder). Diperkirakan jumlah sulphur yang
dihasilkan per hari adalah 110 ton. Sulphur tersebut akan ditampung di tempat
khusus penampungan sulphur selanjutnya dipasarkan.
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-9
Gas Processing Facilities (GPF) akan ditampung dan diproses dalam waste water
treatment. Kondensat/minyak yang terperangkap dalam waste water treatment
akan dihisap dan dipompakan kembali ke tangki. Air limbah dari waste water
treatment akan dibuang ke kolam di sekeliling Gas Processing Facilities (GPF), Air
yang telah diproses memenuhi standar baku mutu yang berlaku (Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2007) sebelum dibuang ke lingkungan.
F. Fire fighting agents
Bahan pemadam kebakaran yang akan digunakan adalah bahan yang tidak
mengandung unsur halon (Non-Ozone Depleting Substances/Non-ODS ) karena
dapat merusak lapisan ozon.
G. Spent completion fluid dari production wells and completion activities
Limbah cair dari air terproduksi yang mengandung garam-garam anorganik dan
hidrokarbon akan disalurkan ke waste water treatment dan dibuang ke
lingkungan setelah memenuhi baku mutu yang berlaku (Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2007).
H. Lumpur minyak ( oily sludge)
Sesuai dengan SK Pertamina No. Kpts-074/C00000/2001-S0 tentang Pedoman
Pengelolaan Limbah Sludge pada Kegiatan Operasi Pertamina, bahwa lumpur
minyak dapat dimanfaatkan kembali, diolah atau dijual dengan persetujuan dari
Pertamina. Pengolahan lumpur minyak dengan kandungan minyak diatas 20%
berat dilakukan secara fisika-kimia, dimana minyak hasil pemisahan dapat
dimanfaatkan kembali, sedangkan padatannya terlebih dahulu dilakukan TCLP.
Bila hasil dari TCLP di bawah baku mutu akan dilakukan solidifikasi atau land fill ,
dan kalau di atas ambang batas akan diolah oleh pihak ke tiga.
II-10
diwajibkan
untuk
membuat
atau
menyediakan
tempat-tempat
penampungan limbah padat konstruksi dan tenaga kerja. Limbah yang tidak mudah
terurai dikumpulkan terlebih dahulu di tempat tertentu untuk kemudian dibuang di
TPA bekerjasama dengan pihak Pemerintah Kabupaten setempat.
2.1.2. Teknologi untuk Mengatasi Kerusakan J alan
Sebelum kegiatan mobilisasi kendaraan berat untuk mengangkut peralatan dan
material pemboran, PT. PERTAMINA EP - PPGM dengan instansi Pemda terkait akan
melakukan survei jalan untuk memastikan klas, kondisi dan stabilitas jalan yang akan
dilalui kendaraan berat. Jalan/jembatan yang kondisinya kurang memadai, akan
ditingkatkan kondisinya sehingga sesuai dengan beban kendaraan dan muatannya seperti
Jembatan Sungai Batui dan jembatan kecil lainnya yang menuju areal pemboran. Hal ini
dilakukan sebagai upaya preventif mencegah kerusakan jalan. Bila terjadi kerusakan
jalan/jembatan akibat kegiatan PT. PERTAMINA EP - PPGM, maka jalan/jembatan
tersebut akan diperbaiki, sehingga kembali seperti kondisi semula.
2.1.3. Teknologi Pemasangan Pipa pada Perlintasan Sungai
Pipa darat yang melintasi sungai dan jalan raya akan dipasang menggunakan
sistem pemboran horizontal/memanjang ( horizontal directional drilling). Jarak dari tepi
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-11
sungai ke awal dan akhir pipa keluar adalah 100 - 150 m. Pipa akan ditanam di dasar
sungai dengan kedalaman 2 m tergantung dari kondisi material dasar sungai. Dengan
diameter pipa 26 inchi, ketebalan pipa mencapai 0,456 inchi dan penggunaan selubung
luar (casing), diharapkan kemungkinan terjadinya kebocoran sangat kecil. Untuk
melindungi pipa dari proses korosi, maka akan dipasang internal dan external corrotion
Gambar 2.3.
2.1.4. Teknologi Pendeteksian Kebocoran pada Pipa
Untuk mendeteksi adanya kebocoran pipa pada saat operasi, akan digunakan
metode normal untuk pendeteksian kebocoran melalui instrumentasi yang dapat
memonitor tekanan aliran dan suhu, yaitu leak detection system yang terinterkoneksi
dengan sistem SCADA ( Supervisory Control and Data Acquisition). Operator akan
memantau kondisi ini, sehingga bila terjadi fluktuasi aliran gas yang tidak normal, akan
segera diinvestigasi untuk memastikan adanya kebocoran.
2.1.5. Pengendalian Kebisingan dan Emisi
Kebisingan selama kegiatan operasional Gas Processing Facilities (GPF) dapat
berasal dari kompresor gas, power plant dan alat proses lainnya. Secara teknis,
pengendalian kebisingan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Mengatur jarak fasilitas pemrosesan dengan pemukiman terdekat,
Sedapat mungkin menggunakan peralatan yang lower noise emission,
Membangun housing yang dapat meredam kebisingan pada peralatan yang
menjadi sumber kebisingan,
Menggunakan pengkedap suara (silencer) yang dipasang pada saluran
pembuangan (exhaust) mesin-mesin pembakaran (combustion engine) dan
turbin gas,
Memasang insulator akustik ( acoustic insulation) pada cerobong asap dan
pipa,
Menanami zona penyangga dengan tanaman yang mampu menyerap
kebisingan.
II-12
Sheet);
Tata cara penyimpanan, pengumpulan, pengolahan dan penimbunan bahan
kimia bekas sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Keputusan Kepala
BAPEDAL
No.
Kep-01/BAPEDAL/09/1995
sampai
dengan
Kep-
II-13
II-14
dapat
meningkatkan prestasi
siswa
selaras
dengan
II-15
program
Community
Development
tersebut
dilaksanakan
II-16
Banggai
terkait
dengan
kegiatan
rencana
pemboran
sumur
II-17