Anda di halaman 1dari 31

4.2.

Fluida Perekah dan Additive


Fluida perekah atau fracturing fluids adalah fluida yang digunakan pada
proyek perekahan perekahan. Fluida perekah tersebut akan dipompakan pada
beberapa tingkat (stages) yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri.
Pad adalah jenis fluida perekah yang tidak diberi proppant. Gunanya adalah untuk
memulai perekahan perekahan sekaligus memperluasnya. Sementara rekahan
berkembang, terjadi fluid loss atau leak-off ke dalam formasi, dan dianggap tegak
lurus dengan pada dinding formasi, sambil membentuk filter cake. Volume leakoff ini akan sebanding dengan akar dua dari waktu cairan bersatu. Jadi, pad ini
akan dikorbankan sehingga leak-off oleh slurry dengan proppant akan berkurang.
Setelah pad, slurry dengan proppant akan mulai ditambahkan pada fluida perekah
yang akan naik terus sampai pada harga maksimum yang telah ditentukan. Harga
ini tergantung dari kemampuan fluida dalam membawa proppant dan/atau
kapasitas reservoir dan rekahan yang terbentuk.
Secara

umum,

leak-off yang

berlebihan

dapat

disebabkan

oleh

ketidakseragaman (heterogeneities) reservoirnya, seperti adanya rekahan alamiah


(natural fissures). Hal lain yang bisa terjadi adalah meluasnya rekahan karena
rekahan bergerak ke luar dari zona produktif yang diinginkan. Bisa saja terjadi
bila di antara dua formasi produktif terdapat lapisan shale yang tipis, maka
rekahan akan bergerak melewati shale tersebut walaupun di shale rekahan akan
menipis dan ini mungkin tidak akan bisa dilewati oleh proppant sehingga akan
terjadi screen out (proppant berkumpul tertahan karena cairannya hilang). Slurry
tidak bisa mentransport proppant, dan tekanan injeksi akan naik tinggi sehingga
perekahan lebih lanjut ke dalam formasi tidak bisa dilakukan. Secara umum, bila
rekahan kurang dari tiga kali diameter proppant, makan proppant akan tertahan.
Setelah slurry dipompakan, maka paling belakang akan diberi flush, agar slurry
dengan proppant akan masuk ke dalam formasi dan tidak tertinggal di dalam
sumur. Dalam prakteknya, harus ada proppant slurry yang tertinggal di sumur,
karena kalau flush terlalu banyak maka akan menyebabkan sumur rekahan di
sekitarnya akan menutup kembali sehingga peningkatan produktivitas tidak efektif
(disebut choked fracture).

4.2.1. Mekanika Fluida Perekahan Hidrolik


Fluida yang dipompakan pada perekahan hidrolik pertama kali adalah
adalah fluida perekah pertama yang disebut pad. Tekanan di mana batuan pertama
kali pecah disebut breakdown pressure. Selanjutnya fluida perekah (fracturing
fluids) digunakan untuk membuat rekahan dengan cukup lebar sehingga proppant
dapat masuk tanpa terjadi pemampatan (bridging) dan juga tidak mengendap
(settling). Untuk itu fluida perekah tersebut haruslah berviskositas besar. Selain itu
kehilangan fluida (fluid loss) harus diperkecil dengan sifat wall building
properties dengan menggunakan polymer.
4.2.1.1. Flow Regime
Sifat dari fluida perekah bergantung dari flow regime. Pada perekahan,
fluida mengalir pada beberapa bentuk geometri dengan kondisi shear dan
temperatur yang bermacam-macam, misalnya kalau di frac tank, statik dengan
temperatur sekeliling. Kalau dipompa shearnya tinggi, waktunya singkat saja.
Kalau di tubing, biasanya turbulent dan sering berhenti dari waktu ke waktu
sekitar 1 10 menit dengan terkena panas dari sekelilingnya, shear rate-nya
berkisar 500 3000 sec-1. Bila di perforasi, shear akan tinggi dan waktu
pemompaan pendek. Di rekahannya, aliran akan laminer yang terjadi dalam waktu
cukup lama yakni sampai 3 4 jam lebih.
Rheology
Pada perekahan hidrolik, rheology digunakan untuk mendapatkan viskositas yang
cukup. Fluida dikenal ada tiga macam yaitu Newtonian, Bingham Plastic, dan
Power Law.
Untuk fluida Newtonian :
(du / dy ) ......................................................................(4-42)

di mana dalam cp adalah viskositas, dan untuk air = 1 cp, untuk minyak
bermacam-macam sampai lebih dari 50 cp. Plot grafik (shear rate) vs (shear
stress) untuk fluida Newtonian diberikan pada Gambar 4.20. Pada gambar

tersebut terlihat bahwa pada keadaan I ( 1) viskositasnya akan lebih besar dari
keadaan II ( 2).

Gambar 4.20.
Shear Stress vs. Shear Rate pada Fluida Newtonian 4)
Untuk fluida non-Newtonian, viskositasnya bergantung pada laju aliran.
Gambar 4.21. memperlihatkan plot vs. untuk tiga macam fluida.

Gambar 4.21.
Harga Shear Rate vs. Shear stress pada Fluida Newtonian
dan Non-Newtonian 4)
Untuk fluida perekah, yang berlaku adalah power law, sehingga :
K ' n ......................................................................................(4-43)

dan pada plot pada Gambar 4.22. di bagian sebelah kiri adalah pada kertas biasa
sedangkan yang kanan adalah pada kertas log-log. K = consistency index, lbfsecn /ft2 dan n = power law index. Untuk n = 1, maka fluidanya Newtonian. Untuk
log-log plot,
log log K n log '

................................................................(4-44)

Gambar 4.22.
Plot dari Fluida Power Law dengan Linier dan Log-log 4)
Dalam pengukuran dengan alat di laboratorium di mana kalau aliran
terjadi di sekitar silinder (misalnya di annulus) maka dibuat faktor K yang
berhubungan dengan flow behavior index, n = n. Bila B = r cup/rbob adalah radius
dalam (misalnya tubing O.D.) dan rbob = radius cup yang luar (misalnya casing
I.D.) maka :
B 2 / n ' ( B 2 1)

2 / n'
1) B
n' ( B

K K'

n'

.......................................................... (4-45)

dengan demikian untuk pipa :


3n'1

4 n'

K ' pipa K

n'

...................................................................(4-46)

dan untuk slot (antara dua pipa, annulus) :

2n'1

3n'

K 'slot K

n'

....................................................................(4-47)

Gambar 4.23. sampai Gambar 4.26. memperlihatkan grafik harga


consistency index (K) dan flow behavior index (n) untuk bermacam-macam gel
untuk fluida perekah. Untuk memudahkan perhitungan maka viscosity apparent
diberikan sebagai berikut :

app

47,880 K '
cp .................................................................(4-48)
' 1 n '

di mana = 8V / D sec-1

Gambar 4.23.
Harga n' untuk 40 lb/1000 gal Zicronate-Crosslinked 4)

Gambar 4.24.
Harga K' untuk 40 lb/1000 gal Zicronate-Crosslinked 4)

Gambar 4.25.
Harga n' untuk 40 lb/1000 gal Borate-Crosslinked 4)

Gambar 4.26.
Harga K' untuk 40 lb/1000 gal Borate-Crosslinked 4)
Untuk menghitung shear rate pada pipa :
3n'1

4 n'

'

8u
d

........................................................................(4-49)

di mana d = diameter pipa dan u = superficial velocity = q/A


untuk slot, yang menyerupai geometri rekahan,q
2n'1

3 n'

'

6u
w

........................................................................(4-50)

di mana :
w

= lebar slot atau rekahan

= (qi/2)(5.615)/(60)(h)(w/12) = 0.5615 qi/w

= laju injeksi dalam bbl/men (bpm),

= tinggin rekahan, ft,

= lebar rekahan, in.,

Perlu diketahui bahwa qi/2 karena ada dua sayap dari rekahan.
Untuk foam fluids, Valko et al (1992) menunjukkan bahwa consistency
index pada Persamaan (4-49) dapat dinyatakan sebagai :
K K foam 1 n ...............................................................................(4-51)

di mana adalah specific volume expansion ratio :

v ' foam
v 'liquid

liquid
........................................................................(4-52)
foam

dan Kfoam dan n adalah karakteristik yang dimiliki oleh campuran air dan gas pada
temperatur tertentu. Pada suatu sumur, superficial velocity dari foam tersebut
berubah dengan kedalaman, karena temperatur juga berubah menyebabkan variasi
dari densitas. Persamaan (4-51) penting karena terlihat bahwa K akan
mengkompensasikan variasi densitas sehingga friction factor akan konstan
sepanjang pipa baik di laminer maupun turbulen. Persamaan (4-51) disebut juga
volume equalized power law.
Fluida perekah yang bersifat fluida power law adalah sangat sensitif
terhadap temperatur tinggi. Polymer dapat mengalami degradasi dengan cepat dan
viskositas turun karena temperatur. Karena itu perlu dilihat berapakah harga
temperatur kerja polymer yang bersangkutan yang dapat dilihat dari setiap buku
service companies (kontraktor). Gambar 4.27. memperlihatkan efek temperatur
pada viskositas untuk 40 lb/1000 gal HPG.

Gambar 4.27.
Efek Temperatur pada Viskositas untuk 40 lb/1000 gal HPG 4)
Gambar 4.28. memperlihatkan harga viskositas untuk bermacam-macam
kadar proppant pada macam-macam harga n.

Gambar 4.28.
Harga Viskositas Beberapa Harga Proppant
untuk Bermacam Harga n' 4)
4.2.1.2. Fluid Loss
Fluid loss (leak-off, kebocoran) adalah kehilangan fluida karena fluidanya
masuk meresap ke dalam formasi karena tingginya tekanan di formasi dan dapat
mengakibatkan volume rekahan yang terjadi akan berkurang serta proppant akan
bridging atau screen-out (terhenti atau mengendap). Jadi laju leak-off ini
merupakan faktor terpenting dalam menentukan geometri rekahan nantinya. Ada
dua macam penilaian terhadap fluid loss, yakni :
1. Fluid efficiency (pengukuran total/global)

volume rekahan
volume yang dipompakan

.....................................................(4-53)

30 50 % umumnya.

2. Koefisien leak-off (pengukuran setempat).


VL

C tot
t

spurt .............................................................................(4-54)

Q L C tot A f

...........................................................................(4-55)

Cooper dan kawan-kawan memperkenalkan total leak-off coefient (Ctot) yang


terdiri dari tiga mekanisme terpisah, yakni :
1). CI : viscosity controlled (dipengaruhi oleh viskositas, ft/min 1/2), merupakan
pengontrol filtrat yang masuk ke formasi, yang dihitung dengan hukum
Darcy.

kp

C1 0,0469
L

1/ 2

ft / min ....................................................(4-56)

di mana :
k

= permeabilitas relatif formasi terhadap material yang leak-off, Darcy.

p = perbedaan tekanan antara fluida di depan dinding dengan tekanan di


pori-pori, psi.

L = viskositas filtrat fluida perekah pada kondisi suhu formasi, cp.


= porositas batuan, fraksi.
2). CII : compressibility controlled, bila viskositas filtrat sama dengan fluida
reservoir dan tanpa filter cake yang dihitung dengan persamaan
diffusivitas

dan

terutama

dikontrol

oleh

kompressibilitas

formasi/reservoir.
kC t

C II 0,0374 p

1/ 2

ft / min

di mana :
C t = kompressibilitas total formasi, psi-1

.................................... (4-57)

= viskositas fluida formasi yang mobil (dapat bergerak) pada kondisi


reservoir,cp.
Dalam banyak perhitungan, CI dan CII sering dikombinasikan menjadi Cvc :

C vc

2 C I C II
2

C I (C I 4 C II )1 / 2

......................................................... (4-58)

3). CIII : wall building mechanism (mekanisme penutup dinding). Terbentuk dari
residu polymer di dinding formasi yang menghalangi aliran masuk ke
dalam formasi. Hal in sangat penting dan sengaja dibuat demikian agar
tidak banyak fluida yang hilang. Tidak bisa dihitung dengan baik dan
harus diukur di laboratorium.
Gambar 4.29. memperlihatkan suatu polt hasil analisa laboratorium
terutama penting untuk formasi dengan permeabilitas tinggi. Dari
gambar tersebut, CIII = Cw = kemiringan garis (dilaporkan dalam
ft/men1/2).
Spurt adalah fluida yang masuk pertama kali dalam jumlah relatif besar
karena bertemu media berpori sebelum terbentuk filter cake yang didapat
dari perpotongan dengan sumbu tegak, gal/ft2.

Gambar 4.29.
Plot Hasil Laboratorium untuk Mencari Cw = CIII 4)
Spurt time adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai bagian plot
yang lurus,

menit

dan hasil seperti ini sering dipakai pada

perencanaan perekahan, di mana :

Cw

(0,0164) m
......................................................................(4-59)
A

di mana :
m = kemiringan
A = luas core yang dipakai
Cara lain adalah dengan menggunakan sistem grafik dan koreksinya
diberikan pada Gambar 4.30. dan Gambar 4.31. Pada gambar tersebut misalnya
permeabilitas 30 md, 40 lb/1000 gal complexed HPG pada 1250F, maka spurt loss
= 0,32 gal/ft2. Andaikan diperlukan koreksi temperatur misalnya 2000F, maka dari
Gambar 4.31. didapat faktor koreksi sebesar 1,4 sehingga spurt loss = 1,4 x 0,32
gal/ft2 = 0,45 gal/ft2. Gambar 4.32. memperlihatkan harga spurt loss dan Cw
untuk fluida Versagel dan WAC-9 (Halliburton).

Gambar 4.30.
Mencari Harga Cw atau CIII 4)

Gambar 4.31.
Koreksi Temperatur untuk Cw atau CIII 4)

Gambar 4.32.
Spurt Loss dan CIII (Cw) untuk Versagel dan WAC-9 4)
Selanjutnya akan dicari hubungan antara fracture stiffness (S), laju
penurunan tekanan (p dan C), dan koefisien fluid loss. Dengan asumsi bahwa
aliran linier Carter untuk fluid loss berlaku, dan kembali ke Persamaan (4-50),
maka :
qloss

2Cda

A t (a)

............................................................ (4-60)

Dalam hal ini diintegrasikan untuk seluruh daerah luas rekahan


dikalikan dua karena terdapat dua sayap. Dari persamaan tersebut (a ) , yang
merupakan waktu setiap elemen rekahan terbentuk) haruslah diketahui namun
biasanya akan sulit untuk ditentukan. Solusinya adalah dengan membatasi antara
dua limit teratas, sperti yang dilakukan oleh Nordgren, Geerstma, dan lain-lain,
bahwa untuk fluid loss yang sangat lambat maka :
A t , (loss 0) ..........................................................................(4-61)

sedangkan untuk fluid loss yang besar sekali, luas rekahan akan meluas sesuai
dengan akar dari waktu :
t , (loss ) .......................................................................(4-62)

dan hal ini dapat dilukiskan seperti pada Gambar 4.33.

Gambar 4.33.
Pertumbuhan Rekahan vs Waktu4)

Sebagai contoh bila loss kecil A t, maka :


a

.........................................................................................(4-63)
A tp

di mana A adalah luas rekahan pada seluruh waktu pemompaan sampai akhir, tp,
dan a adalah pertambahan incremental kecil luas rekahan yang terjadi pada waktu
, < tp dan ini akan memberikan :
a
t p ...................................................................................(4-64)
A

atau

q loss

2Cda

.............................................................(4-65)
a
A t tp
A

yang kalau diintegrasikan dari luas 0 ke A akan memberikan laju fluid loss, q loss ,
untuk waktu tp, maka :

qloss

2 AC
2
tp

t t

.........................................................(4-66)

atau
q loss

2 AC
2 1 ...........................................................(4-67)
tp

di mana t = waktu, sama dengan tp + ts (pumping time + shut-in time) dan = ts/tp.
Dengan jalan yang sama, untuk fluid loss yang besar, Persamaan (4-51) dan
Persamaan (4-52) dapat diintegrasikan untuk mendapatkan :

qloss

2 AC

tp

1
sin

..........................................................(4-68)
1

dan secara umum,


q loss

2Cr p Af ( )
tp

.......................................................................(4-69)

4.2.1.3. Horsepower Pompa.


Harga horsepower pompa dihitung dengan rumus :
HHP

q i p tr
..................................................................................(4-70)
40,8

di mana :
qi

= laju injeksi (barel per menit, bpm)

Ptr

= P treatment yang bergantung pada fracture propagation pressure, psi

(Pbd untuk breakdown dan p sementara rekahan bergerak) dan tekanan hidrostatis
serta friksi pf.

4.2.2. Sifat Fluida Perekah.


Selain digunakan untuk memulai perekahan dan memperluas rekahan,
fluida perekah juga harus dapat memperlebar rekahan, mentranspor dan
menempatkan proppant, mempunyai sifat low fluid loss (kehilangan fluidanya
sedikit) waktu crosslink-nya terkontrol, dan tidak mahal. Juga tidak menyebabkan
friksi yang besar di tubing, mudah dibersihkan dengan clean-up (memulainya
produksi kembali), kompatibel dengan formasi dan fluidanya, mudah dicampur,
aman untuk personalia, dan relatif murah. Gambar 4.34. memperlihatkan sejarah
dari penggunaan fluida perekah, mulai dari oil-base, guar, crosslinker, dan lainlain.
Pada masa sekarang yang populer hanya guar dan HPG. Guar membentuk
sisa padatan (residu) sekitar 8 12 %. HPG dibuat dari reaksi guar dengan
propylene oksida dan residunya sekitar 1 4 %. Residu ini dianggap sebagai
penyebab plugging dari bagian pori-pori. HPG dianggap lebih baik karena karena
lebih tahan terhadap temperatur. Biasanya residu membantu untuk menahan fluid
loss dipermeabilitas yang besar. Maka guar guar lebih banyak digunakan untuk
formasi yang permeabilitas-nya lebih besar (karena residunya banyak), asalkan
temperatur bukan menjadi persoalan.. CMHPG dibentuk dari reaksi HPG dengan
Natrium Monochloroacetat di mana produk ini hanya digunakan untuk
crosslinked gel. Karena biayanya tinggi maka jarang dipakai dan hanya digunakan
untuk non-linear gel dengan temperatur tinggi. Zat lain seperti HEC, CMC,
CMHEC, adalah termasuk jenis sintesis (kalau guar adalah tanaman). Polymer
demikian didapat dari reaksi antara cellulose dari produk kapas atau kayu untuk
bisa membentuk zat tersebut.. HEC didapat dari cellulose ditambah Natrium
Hidroksida yang direaksikan dengan Ethylene Oxyde dan dengan mencampur
Hydroxyethyl maka akan membentuk Hydroxyethyl Ether. CMC dibuat dari reaksi
Alkali Cellulose dengan Natrium Chloroacetate dan produk ini tidak membentuk
residu. Selain itu biayanya tinggi dan tidak mudah bersatu dengan crosslink
sehingga jarang dipakai. Pada saat ini HEC hanya dipakai untuk pelaksanaan
proyek gravel pack saja. CMC juga tidak dipakai lagi karena sensitif terhadap

konsentrasi garam. Sebagai pengganti CMC maka digunakan CMHEC, yang tidak
sensitif terhadap garam dan tetap mudah di crosslink terutama untuk temperatur
yang rendah. Xanthan dapat digunakan untuk linier atau crosslink gel dan
umumnya digunakan untuk memperkental lumpur pemboran. Polycrylamides
lebih digunakan sebagai friction reducer (pengurang friksi) daripada sebagai
pengental HCl. Sifatnya adalah stabil pada temperatur tinggi namun sangat mahal
biayanya, bisa dicrosslinked, dan digunakan terutama pada fracture acidizing.

Gambar 4.34.
Sejarah Penggunaan Fluida Perekah dan Jumlah Penggunaannnya4)

4.2.3. Komposisi Fluida Perekah


Fluida Perekah mempunyai komposisi sebagai berikut :
1. Fluida dasar (base fluid), misalnya air atau minyak ditambah polymer.
2. Crosslinker (penyatu atau pengikat molekul sehingga rantai menjadi
panjang).
3. Breaker (pemecah).
4. Viscosity stabilizer (penstabil viskositas).

5. Fluid loss additive (zat tambahan untuk mencegah kehilangan fluida).


6. Surfactant (surface active agent).
7. Buffers (pengontrol pH).
8. Radioactive tracers.
9. Biocides (anti bakteri).
10. Friction reducer (pengecil friksi).
11. Clay stabilizers (penstabil clay).
12. Crosslinker control agents (mengontrol zat untuk pengikat molekul).
13. Iron control agents (pencegah pengendapan besi di formasi).
14. Paraffin control.
15. Scale inhibitors (pencegah scale).
16. Extenders, clean up, dan energizing agents (mempermudah produksi
kembali).
4.2.4. Pemilihan Fluida Dasar
Fluida dasar terutama dipilih kerena sifat formasi, kandungan clay, jenis
reservoir (minyak atau gas), ada parafin (asphaltene), tekanan reservoir, dan
pengalaman masa lalu sukses atau tidak, serta harganya. Secara umum, fluida
dasar bisa berupa air, hidrokarbon, campuran air atau alkohol, emulsi, foam, dan
kombinasi dari bahan-bahan tersebut. Fluida dasar ini hasus diperkental dengan
polymer sebagai thickener (pengental) dan mulai dari yang termurah adalah guar
(index biaya relatif, IBR = 1,00), HPG (Hydroxypropyl Guar Gum, IBR = 1,29),
CMHPG

(Carboxymethyl

Hydroxypropyl

Guar,

IBR

1,40),

HEC

(Hydroxyethylcellulose, IBR = 1,62) dan Xanthan Gum (IBR = 2,65). IBR di atas
adalah berlaku di Amerika Serikat sedangkan di Indonesia IBR tersebut tidak akan
sejauh itu bedanya dikarenakan biaya transportasi. Misalnya Xanthan Gum hanya
akan sekitar 2,26 IBR-nya di Indonesia (dengan anggapan biaya transportasi
sekitar 30 % dari biaya dasar dan guar = 1,0).
Gambar 4.35. memperlihatkan buah guar yang dihasilkan di Pakistan.

Gambar 4.35.
Buah Guar dari Pakistan4).

Economides memberikan arahan mengenai pemilihan fluida perekah


berdasarkan temperatur formasi, sensitif terhadap air, permeabilitas, tekanan
reservoir, dan tinggi rekahan, serta sumur minyak ataukah gas. Gambar 4.36. dan
Gambar 4.37. memberikan arahan untuk sumur gas dan minyak. Dalam
prakteknya borate crosslinked adalah yang paling umum digunakan.
Crosslink
Crosslink diperlukan untuk meningkatkan viskositas dengan pengikatan
satu molekul atau lebih. Fluida linier akan mengalami penurunan viskositas
karena temperatur atau kalau shear bertambah (misalnya untuk rekahan yang
menyempit). Kalau viskositas berkurang dari 100 cp dan 170 det-1, maka proppant

dapat mengendap (turun ke bawah). Dalam beberapa hal viskositas bisa turun
sanpai hanya 20 cp saja pada 1750F karena itu harus digunakan crosslink agent
yakni organometalic atau transition metal compunds yang biasanya borate, titan,
dan zircon.

Gambar 4.38.
Crosslink Borate 4)

Metal ini membentuk ikatan dengan rantai guar dan HPG yang
menghasilkan polymer dengan viskositas besar. Viskositas pada 170 det -1 untuk
crosslink borate 40 lb/1000 gal bisa mencapai viskositas di atas 2000 cp pada
1000F dan 250 cp pada 2000F .
Gambar 4.38. menunjukkan borate crosslink dan Gambar 4.39.
menunjukkan organometalic crosslink.

Gambar 4.39.
Crosslink Organometalic 4)
Crosslink borate tahan sampai temperatur 2250F sedangkan crosslink
zircon dan titan dapat mencapai 3250F. Kalau crosslink borate tidak sensitif
terhadap shear (karena yang terlepas dapat terikat kembali), maka di crosslink
zircon maupun titan, sekali lepas maka tidak akan dapat diregenerasi kembali.
Karena itu kadua jenis ini hanya dipakai untuk di formasi saja, tidak di permukaan
atau tubing yang mungkin akan memberikan shear di pompa, pipa, dan lain-lain.
Suatu fluida perekah seharusnya menghasilkan friksi tekanan yang kecil
dan tetap berviskositas besar agar dapat menahan proppant serta bisa turun
kembali viskositasnya setelah selesai pelaksanaan perekahan dan penempatan
proppant agar dapat memproduksi dari formasi dengan mudah. Agar dapat
memenuhi syarat tersebut maka additive perlu ditambahkan seperti :
1. Buffers (pengontrol pH).
Pada pencampuran di tempat, polymer dalam bentuk powder ditambahkan
pada fluid dasar. Untuk bisa terpisah dengan baik, pH harus sekitar 9 yang didapat
dari pencampuran dengan basa, seperti NaOH, NH 4OH, Na-acetat atau Asam
Asetat, Natrium Carbonat atau Asam Fumaric (C4H4O4) dan Asam Sulfamic
(HSO3NH2).
2. Bactericides/biocides.
Bakteri yang menyerang organic polymer akan merusak ikatannya dan
mengurangi viskositasnya sehingga perlu ditambahkan antibakteri seperti
glutaraldehyde, chloropenates, quaternary amines, dan isothiazoline. Zat tersebut
perlu ditambahkan di tanki sebelum air ditambahkan, karena enzim yang terlanjur

dihasilkan (walaupun bakterinya sudah mati) bisa memecahkan polymer. Bila


minyak sebagai fluida dasar (oil base), maka bactericides tidak perlu dipakai lagi.
3. Pencampur Gel.
Untuk menghindarkan terjadinya fish-eye (menggumpalnya gel) maka
sering gel tersebut dicampur dahulu dengan 5 % methanol atau isopropanol.
Penggunaan zat ini bisa diperbesar kadarnya untuk formasi yang sensitif, bahkan
pernah dengan 100 % methanol.
4. Fluid Loss Additives.
Fluid loss sangat penting untuk dikurangi. Untuk formasi yang homogen
biasanya filter cake saja sudah cukup. Fluid loss bisa menembus matriks, ke
microfracture, bahkan sampai ke macrofracture. Di sini material yang dipakai
antara lain :

Pasir 100-Mesh.

Silika Fluor (325-Mesh) baik untuk rekahan kecil alamiah (Silika Fluor
200-Mesh untuk rekahan kecil akan kurang dari 50 micron dan 100-Mesh
untuk yang lebih besar dari 50 micron).

Oil soluble resins.

Adomite regain (corn starch).

Diesel 2 5 % (diemulsikan).

Unrefined guar.

Karaya gums.

5. Breakers.
Polymer breakers, yaitu untuk memecahkan rantai polymer sehingga
kembali menjadi encer (kecil viskositasnya) setelah slesai penempatan proppant
agar produksi aliran minyak kembali mudah untuk dilakukan. Di sini breaker

harus bekerja cepat. Konsentrasinya pada polymer harus cukup untuk


mengencerkan polymer yang ada. Polymer biasanya pecah sendiri pada
temperatur kerja di atas 2250F. Untuk temperatur rendah digunakan zat kimia. Ada
juga breaker yang dimasukan ke dalam kapsul. Breaker ini bekerja karena aksi
secara fisika atau kimia dan yang umum dipakai antara lain Oxidizer seperti
Peroxydisulfate (S2O8=).
Thermal

decomposition

dari

Peroxydisulfate

selanjutnya

akan

memproduksikan radikal sulfate yang sangat reaktif dan bisa menyerang inti
polymer. Pada temperatur di bawah 1250F thermal decomposition akan lambat
namun bisa dipercepat dengan menambahkan amines. Di atas 1250F reaksi akan
cepat sehingga hanya akan diperlukan 0,25 lb/1000 gal. Di sini mula-mula
breaker ditambahkan sedikit saja pad, kemudian ditambah lagi sesuai dengan
bertambahnya proppant. Selanjutnya Natrium atau Ammonium Persulfate (SP atau
AP) yang memberikan radikal bebas juga dipakai. Material ini tidak memproduksi
radikal sampai temperatur mendekati 2000F.
Dalam prakteknya, kontaminan seperti ion metal bisa mempercepat
dekomposisi dari peroxides sehingga kinerjanya sukar untuk diperhitungkan.
Selain itu material ini juga berbahaya bagi manusia. Enzim seperti Hemicellulase
atau protein dipakai sebagai breaker yang akan mulai memecahkan polymer
selama pH 3,5 8 dan akan di non-aktifkan oleh temperatur saat kurang dari
1250F. Enzim ini sama dengan bakteri yang digunakan untuk menekan polymer.
B.J. (SPE Paper No.28513, 1994) menyatakan bahwa enzim pada perkembangan
terakhir dpat digunakan untuk 1500F bahkan ada yang lebih dari 3000F.
Holditch (Hydraulic Fracture Treatment Design and Excution, Tech.
Paper 13th Petroleum Conference by Egyptian General Petroleum Corp., 1997)
memberikan range pemakaian breakers sebagai berikut :
Tabel IV-4.
Breakers yang Umum Digunakan 4)
Jenis
Breakers

Range pH

Range Temperatur
(oF)

Conventional Enzyme
High Temperature Enzyme
pH Tolerant Enzyme
Oxidizer
Catalist Oxidizer
High Temperature Oxidizer
Encapsulated Oxidizer
Delay Oxidizer
Weak Acids

3 - 7,5
3 - 7,5
3 - 14
3 - 14
3 - 14
3 - 14
3 - 14
3 - 14
-

70 - 130
100 - 250
100 - 250
130 - 260*
70 - 120
180 - 250
100 - 300
100 - 300
200*

* Sangat mudah pecah dan sensitif di atas 180oF


**Tidak cocok untuk reservoir karbonat

Breaker yang digunakan pada fluida perekah dapat sangat mempengaruhi


sifat fluida walaupun pada konsentrasi yang sangat rendah. Gambar 4.40.
menunjukkan pengaruh dari oxidizer pada viskositas gel (digunakan AP-Amonium
Persulfate lb/1000 gal).

Gambar 4.40.
Pengaruh Oxidizer (AP) pada Viskositas 4)
Untuk minyak sebagai fluida dasar maka breaker-nya akan berbeda, asam
dan basa bisa memecahkan gel aluminium phospate ester. Jadi biasanya asam atau
basa yang terlarut dengan lambat ditambahkan ke gel-nya. Gel bisa pecah
karenanya dan biasanya tidak akan bekerja dengan temperatur di bawah 100 0F.
Gambar 4.41. menunjukkan oxydizers.

Gambar 4.41.
Oxidizer 4)

6. Viscosity Stabilizers.
Suatu

zat

tambahan

untuk

menjaga

penurunan

viskositas

pada

Polysaccharide gels (fluida perekah) yang dilakukan pada temperatur tinggi untuk
waktu yang lama di atas 2000F. Umumnya digunakan methanol dan Natrium
Thiosulfate (Na2S2O3). Ethanol berbahaya karena mudah terbakar dan di mana
dipakai 5 10 % volume. Sodium Thiosulfate dipakai sebanyak 20 lb/1000 gal
dan lebih efektif dan diperkirakan bekerja dengan mengikat oksigen. Gambar
4.42. menunjukkan skematik dari kerja stabilizer.

Gambar 4.42.
Stabilizer 4)
7. Surfactant.
Surfactant akan bekerja pada konsentrasi yang rendah dan akan
menyerap dua permukaan antara dua fluida yang yang tidak bercampur.
Surfactant mempunyai dua sisi di mana satu sisi menghadap ke fluida pertama
dan sisi yang lain menhadap ke fluida kedua sehingga antara kedua fluida tersebut
dapat bercampur. Penggunaannya antara lain pada pembentukan foam. Selain itu
fluorocarbon surfactant akan mengurangi tekanan permukaan (surface tension)
dan

mempermudah

menghilangkan

air

dari

permukaan

formasi

dan

mempermudah terjadinya rekahan (SPE Monograph hal. 141). Selain itu


fluorosurfactant tersebut adalah bersifat nonionoc yang bisa mencegah terjadinya
emulsi.
8. Extenders, Clean-Up, dan Energizing Agents.
Biasanya berupa nitrogen, karbon dioksida, alkohol, atau EGMBE (mutual
solvent). Zat-zat tersebut digunakan untuk mempermudah produksi kembali
setelah fase perekahan selesai dilaksanakan, terutama bila tekanan dasar sumur
kecil. Energi yang ada akan lebih cepat dalam mengeluarkan kembali sisa material
untuk perekahan tersebut sehingga tidak menyebabkan terjadinya formation
damage. Selain itu, Ely4) menyatakan bahwa gas tersebut akan mengurangi
terjadinya fluid loss. Mutual solvent dapat mempermudah aliran fase minyak dari
formasi. Tabel IV-5 menunjukkan skematik dari penggunaan foam CO2 dan N2
serta kerugian dan keuntungannya.

Tabel IV-5.
Kerugian dan Keuntungan Penggunaan Foam CO2 dan N2 4)
CO2 FOAM

N2 FOAM

pH 3 3,5
Terlarut di air, minyak,
dan alkohol
Friksi tekanan tinggi
Dipompakan sebagai cairan
Tekanan hidrostatik tinggi

pH sama seperti fluida dasar


Inert

Sangat kompresibel
Baik untuk mencegah

Friksi tekanan rendah


Dipompakan sebagai gas
Tekanan hidrostatik rendah
< 50% = energized, 50-90% =
foam, >90% = mist (kabut)
Kompresibel
Baik untuk mencegah

fluid loss

fluid loss

Emulsi di permukaan

4.2.5. Zat Tambahan Lain


Selain material tambahan di atas, di bawah ini akan diberikan secara
singkat material lain yang dipakai dalam proyek perekahan hidrolik.
1. Friction Reducing Agents.
Semua polymer akan berlaku sebagai zat yang menghalangi terjadinya
turbulensi. Turbulensi akan menyebabkan kehilangan tekanan yang besar. Dengan
adanya polymer maka kehilangan tekanan juga relatif akan mengecil. Material
yang digunakan untuk mengurangi kehilangan tekanan seperti misalnya anionic
dan cationic polyacrylamide untuk fluida dasar air, air tawar, atau asam (1/4 1
gal/1000 gal). Terdapat pula dalam bentuk serbuk puder anionic atau cationic
untuk asam, air, dan air garam (1/4 2 lb/1000 gal). Selain itu ada juga khusus
friction reducer untuk fluida dasar hidrokarbon dengan polysodecylmethacryalate
(7 10 gal/1000 gal) di mana akan diperlukan activator atau aluminium phospate
ester gel (2 gal/1000 gal). Friction reducer hanya dipakai kalau aliran mungkin
akan turbulen sehingga untuk aliran laminer tidak akan diperlukan.

2. Clay Stabilizers.
Clay pada formasi batupasir seperti kaolinite, illite, dan chlorite atau
smectite, dapat menjadi masalah. Aliran dari fluida perekah dengan perubahan
tekanan atau temperatur atau lingkungan ion dapat menyebabkan clay terlepas dan
bermigrasi sehingga akan merusak formasi. Di sini, KCl mencegah menyebarnya
clay dengan memberikan sifat cationic untuk mencegah perpindahan ion, namun
KCl tidak dapat mencegah terjadinya migrasi bila hal tersebut sudah terjadi. KCl
juga dapat digunakan untuk mencegah pembengkakan clay. NH4Cl berfungsi
sama seperti KCl tetapi tidak digunakan dalam perekahan hidrolik melainkan pada
pengasaman. CaCl2 akan mengendap pada kondisi air formasi dengan sulfat atau
alkalin yang dominan. CaCl2 dapat digunakan untuk larutan air air atau methanol
di mana kelarutan KCl dan NH4Cl terbatas.
Garam Zicronimum Chloride juga digunakan untuk mengikat clay di
tempatnya tetapi umumnya digunakan pada tahap preflush. Semacam Polyamines,
Quarternary Amines juga digunakan untuk mencegah clay yang membengkak.
Yang lain seperti Polymeric Hydrohyxaluminium juga dapat digunakan namun
jarang sekali dipakai.
3. Iron Control Additives.
Sama seperti pada pengasaman, ion Fe3+ harus dicegah karena dapat
menimbulkan pengendapan. Material yang digunakan dari additives ini antara lain
Citric Acid dan EDTA, atau Acetic dengan Citric, Crythrobic, dan lain-lain.
4. Paraffin Control.
Dapat digunakan parafin dispersant atau dipanaskan untuk mencegah
terjadinya pengendapan parafin di tubing. Bisa juga digunakan kombinasi
paraffin inhibitor dan dispersant.
5. Crosslinker Control Agent.
Additive ini bertujuan untuk mengontrol waktu crosslink misalnya untuk
menghambat terjadinya crosslink, Acetinate yang dilarutkan, terutama pada Ti-

crosslink. Untuk temperatur rendah, waktu crosslink malah akan dipercepat. Atau
campuran keduanya untuk mengontrol waktu crosslink.
6. Radioactive Materials.
Zat radioaktif (Antimon, Iridium, dan Scandium) akan ditambahkan sekitar
0,5 sampai 1,0 millicuries / 1000 lb proppant) dengan maksud agar dapat
ditentukan zona rekahan yang dilakukan dengan gamma-ray log.
7. Scale Inhibitors.
Biasanya digunakan inhibitor Phosponate atau Acrylate.

4.2.6. Temperatur Injeksi


Bila diketahui :
o

Ts

= temperatur fluida di permukaan, oC

rw

= jari-jari sumur, m

Cp

= kapasitas panas fluida, kJ/kg-oC

= laju injeksi, m3/det

Cpf

= kapasitas panas formasi, kJ/kg-oC

= waktu injeksi, detik

Kf

= konduktivitas termal formasi, kJ/m-det-oC

= densitas fluida, kg/m3

= densitas formasi, kg/m3

= jarak vertikal dari permukaan, m

= gradien geothermal, oC/m

maka temperatur di tubing dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

T Ts e f

T
f

1 e

z
f

z ...................................... (4-71)

sedangkan
f

K f f C pf
.................................................................(4-72)
i

2rw
Cpi

Dengan mengetahui waktu injeksi t dan harga besaran yang lain, maka
temperatur di dasar sumur dapat dihitung. Untuk aliran di formasi, harga L bisa
diperkirakan dengan :

i t1 / 2
2Ch

...................................................................................(4-73)

dan koefisien v dapat dihitung dengan persamaan :

2
C C

K f f C pf
3

..............................................................(4-74)

dan harga T dicari dari :


Tg T

1
Tg T1
L

T Ts e

z
f

........................................................................(4-75)

T
f

1 e

z
f

z .........................................(4-76)

di mana :
TR = temperatur reservoir, oC
T = temperatur yang dicari, oC
L = panjang rekahan satu sayap, m
T1 = temperatur dasar sumur, oC
C = koefisien fluid loss, m/det1/2

Anda mungkin juga menyukai