Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Kolesteatoma telah diakui selama beberapa dekade sebagai lesi destruktif dasar tengkorak
yang dapat mengikis dan menghancurkan struktur penting dalam tulang temporal. Potensinya
dalam menyebabkan komplikasi sistem saraf pusat (misalnya, abses otak, meningitis)
membuatnya menjadi lesi yang berpotensi fatal.1
Kolesteatoma pertama kali dijelaskan pada tahun 1829 oleh Cruveilhier, tetapi
dinamakan pertama kali oleh Muller pada tahun 1858. Sepanjang pertengahan awal abad ke-20,
kolesteatoma dikelola dengan eksteriorasi. Sel pneumatisasi mastoid dieksenterasi, dinding
posterior kanalis akustikus eksternus dihilangkan, dan membuka saluran telinga sehingga
menghasilkan rongga yang diperbesar untuk menjamin pertukaran udara yang memadai dan
untuk memudahkan melakukan inspeksi visual.1
Kolesteatoma (kadang-kadang disebut keratoma) adalah pertumbuhan abnormal dari
epitel skuamosa di telinga tengah dan mastoid. Mungkin secara progresif membesar, meliputi
dan menghancurkan osikel, mengakibatkan gangguan pendengaran konduktif. Gangguan
pendengaran juga dapat terjadi jika kolesteatoma yang menghalangi lubang tuba eustachius, yang
menyebabkan efusi telinga tengah. Terapi bedah diperlukan pada sebgian besar kolesteatoma.
Tingkat dan efektivitas operasi tergantung pada ukuran kolesteatoma. Diagnosis dini sangat
penting untuk hasil yang sukses.2
Kejadian kolesteatoma di Eropa utara adalah 9,2 per 100 000 penduduk dalam satu
tahun. Oleh karena itu dokter umum dengan ukuran praktek 2500 pasien akan diharapkan untuk
melihat rata-rata satu kasus baru setiap empat sampai lima tahun.3

BAB II

II.1

ANATOMI TELINGA4
Anatomi dan fisiologi telinga adalah modal untuk memahami fungsi, dan tentunya

patologi dan pengobatan telinga. Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan,
namun orientasi kita terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa
pada tendon dalam. Jadi telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan.
Secara anatomi, telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan,
dalam.
Telinga Luar
Telinga luar atau pinna (aurikula = daun telinga) merupakan gabungan dari rawan yang
diliputi kulit. Bentuk rawan ini unik dan dalam merawat trauma telinga luar harus diusahakan
untuk mempertahankan bangunan ini. Kulit dapat terlepas dari rawan di bawahnya oleh hematom
atau pus, dan rawan yang nekrosis dapat menimbulkan deformitas kosmetik pada pinna (telinga
kembang kol).
Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang di sebelah
medial. Seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan rawan ini. Sendi
temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang telinga sementara
prosesus

mastoideus

terletak

di belakangnya.

Saraf

fasialis

meninggalkan

foramen

stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju foramen stiloideus di posteroinferor liang telinga,
dan kemudian berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. Rawan liang
telinga merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk mencari saraf fasialis;
patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.
Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan
puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk
disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus
maleus dan unkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bawah ada

hipotimpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana timpani
tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana
tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di
atas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut
membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).

Gambar 1. Membran Timpani (Sumber: http://accessmedicine.net)

Telinga Tengah
Telinga tengah yang berisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam
sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk
baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membrana timpani
sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.
Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada bagian
atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di bawahnya adalah saraf
fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu
piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah
stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus teapi di medial maleus, untuk keluar dari
telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf
lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan
serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah.
Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah superolateral menjadi
sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena
utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya.
Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis ini, muara tuba eustakius

dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari
prosesus kokleariformis dan berinsersi pada leher maleus.
Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian atas,
membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah.
Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang
menutup lingkaran koklea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas prmontorium ini.
fenestra rotundum terletak di posteroinferior dari promontorium, sedangkan kaki stapes terletak
pada fenestra ovale pada batas posterosuperior promontorium. Kanalis falopii bertulang yang
dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus kokleariformis di anterior
hingga piramid stapedius di posterior.
Rongga mastoid berbentuk seperti piramid bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media, dinding medial adalah dinding lateral fossa
kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding
anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semisirkularis menonjol ke dalam
antrum. Di bawah ke dua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar
dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh
insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah
dpat dipalpasi di posterior aurikula.
Tuba Eustakius
Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba
eustakius adalah yang bertulang sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo
otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak
di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke
faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui
otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringealis dan
saraf mandibularis. Tuba eustakius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua
sisi membran timpani.

Gambar 2. Anatomi Telinga (Sumber: http://ahalfofdoctorgahul.wordpress.com/)

Telinga Dalam
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai labirin. Derivat
vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup, yaitu labirin membran yang terisi endolimfe,
satu-satunya cairan ekstraseluler dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin
membran dikelilingi oleh cairan perilimfe (tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam
kapsula otika bertulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan bagian
koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan keseimbangan, sementara
bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran kita.
Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan stau setengah putaran. Aksis dari
spiral tersebut dikenal sebagai modiulus, berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri
vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina tulang, yaitu lamina spiralis
oseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ Corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga
bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas adalah
skala vestibuli, berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrana Reissner
yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari
duktus koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membrana basalis. Perilimfe pada kedua skala
berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatu
celah yang dikenal sebagai helikotrema.

Terletak di atas membrana basilaris dari basis ke apeks adalah organ Corti, yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti
terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini
menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk
oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut.
Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya
yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aseluler, dikenal sebagai membrana tektoria.
membrana tektoria disekresi dan disokong oleh suatu punggung yang terletak di medial disebut
sebagai limbus.
Bagian vestibulum telinga dalam bentuk dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang ditutup oleh sel-sel rambut,
yang menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan
pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih
besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokan
silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan
suatu saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak
lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masingmasing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung selsel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe
dalam kanalis semisirkularis akan menggerakan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan
silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.

Gambar 3. Koklea (Sumber: http://www.britannica.com/EBchecked/media/534/A-crosssection-through-one-of-the-turns)

II.2

DEFINISI KOLESTEATOMA5
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).

Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma semakin bertambah besar.
Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller pada tahun 1838 karena
kolesteatoma disangka merupakan suatu tumor, namun ternyata bukan. Beberapa istilah lain
yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain adalah: keratoma (Schucknecht), squamous
epiteliosis (Birrel,1958), epidermoid koleteatoma (Friedman,1959), kista epidermoid (Ferlito,
1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).
II.3

EPIDEMIOLOGI
Insiden sebenarnya kolesteatoma tidak diketahui. Data retrospektif menunjukkan insiden

tahunan rata-rata 9,2 kasus per 100.000 orang dari segala usia (kisaran 3,7-13,9). Dalam
penelitian yang terbatas pada anak-anak, insiden berkisar dari sekitar 5 sampai 15 per 100.000
anak. Tingkat 1 persen terlihat dalam serangkaian retrospektif 45.980 anak-anak yang telah
menjalani penempatan tabung timpanostomi. Kolesteatoma kongenital pada 1 sampai 5 persen
dari kolesteatoma.2
Puncak kejadian adalah pada rentang usia 5-15 tahun, tetapi klesteatoma dapat muncul
dalam setiap kelompok usia. Insiden ini dilaporkan lebih tinggi pada kulit putih daripada
populasi kulit non-putih.3
II.4

KLASIFIKASI5

Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis:


1. Kolesteatoma kongenital

yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada

telinga dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma
biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle.
Kolesteatoma di cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli
bedah saraf.

Figure 4. Kolesteatoma kongenital (Sumber:


http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMicm0911270)

2. Kolesteatoma akuisita yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi atas dua:
a. Kolesteatoma akuisita primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.
Kolesteatoma timbul akibat terjadinya proses invaginasi

membran timpani pars

flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (teori
invaginasi)

Figure 5. Kolesteatoma akuisita primer1

b. Kolesteatoma akuisita sekunder


Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatoma
terbentuk sebagai akibat dari masuksnya epitel kulit dari liang telinga atau dari

pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi
akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung
lama (teori metaplasia).
II.5

ETIOLOGI6
Penyebab kolesteatom didapat primer masih diperdebatkan sejak akhir abad 19. Banyak

teori yang diajukan tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukkan penyebab yang
sebenarnya. Teori-teori itu, antara lain:
1. Tekanan negatif di dalam atik, menyebabkan invaginasi pars flasida dan pembentukan
kista (Habermann, Bezold, Tumarkin, Shambaugh, Jordan)
2. Metaplasia mukosa telinga tengah dan atik akibat infeksi (Tumarkin)
3. Hiperplasia invasif diikuti terbentuknya kista di lapisan basal epidermis pars flasida,
akibat iritasi oleh infeksi (Habermann, Nager, Hauze, Ruedi)
4. Sisa-sisa epidermis kongenital yang terdapat di daerah atik (Mc Kenzie, Diamant, Teed<
Cawthorn)
5. Hiperkeratosis invasif dari kulit liang telinga bagian dalam (Mc Gukin)
Faktor yang penting adalah kemampuan epitel membran timpani berproliferasi secara
cepat, khususnya pars flasida dan bagian superior pars tensa.
II.5

PATOGENESIS5
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain

adalah: teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi.
Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila memperhatikan definisi kolesteatoma
menurut Gray (1964) yang mengatakan bahwa kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada di
tempat yang salah, atau menurut pemahaman penulis, kolesteatoma dapat terjadi oleh karena
adanya epitel kulit yang terperangkap.
Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamous
epitelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka atau terpapar ke dunia luar. Epitel
kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen
padat di liang telinga pada waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari
serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.

Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatoma terjadi akibat implantasi epitel kulit
secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blush injury, pemasangan pipa
ventilasi atau setelah miringotomi.
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), yang
paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu
respon imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai
sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL1), interleukin-6, tumor necrosis factor- (TNF-), dan transforming growth factor (TGF). Zatzat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat hiperproliferatif,
destruktif, dan mampu berangiogenesis.
II.6

MANIFESTASI KLINIS
Otore menjadi gejala utama kolesteatoma. Sekret ini khas berbau busuk dan sering

berwarna hijau. Ciri kolesteatoma adalah otore yang tidak sakit, baik tak henti-hentinya atau
sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, infeksi mungkin sangat sulit untuk diberantas.
Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah, antibiotik sistemik tidak dapat dikirim ke pusat
kolesteatoma. Antibiotik topikal sering mengelilingi sebuah kolesteatoma, menekan infeksi, dan
menembus beberapa milimeter ke arah pusat, namun sebuah kolesteatoma besar terinfeksi, tahan
terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otorrhea baik menetap atau berulang,
meskipun pengobatan sering dan agresif dengan antibiotik.1,7
Biasanya terdapat gangguan pendengaran dengan atau tanpa tinitus, tetapi dapat timbul
suatu kolesteatoma akuisita primer yang besar tanpa ketulian yang jelas. Umumnya nyeri telinga
bukan suatu masalah. Bila nyeri telinga hebat timbul mendadak, berarti timbul mastoiditis
akuisita sekunder dan pasien mungkin menderita komplikasi yang gawat.7
Pusing adalah gejala yang relatif jarang pada kolesteatoma, tapi itu terjadi jika erosi
tulang menghasilkan fistula labirin atau jika kolesteatoma yang terdapat langsung pada kaki dari
stapes. Pusing adalah gejala mengkhawatirkan karena mungkin pertanda perkembangan
komplikasi lebih serius.1
II.7
II.7.1

DIAGNOSIS
Anamnesis

Riwayat keluhan pada telinga sebelumnya harus diselidiki untuk memperoleh gejala
awal kolesteatoma. Gejala yang sering dikeluhkan adalah otore, otalgia, obstruksi nasal, tinitus
dan vertigo. Riwayat penyakit dahulu menderita penyakit pada telinga tengah seperti otitis
media dan atau perforasi membrana timpani harus ditanyakan, kehilangan pendengaran
unilateral progresif dengan otore yang berbau busuk, dan riwayat operasi sebelumnya.
II.7.2 Pemeriksaan Fisik
Tak diragukan lagi, pemeriksaan dengan otoskopi, terutama dengan pembesaran,
merupakan cara terbaik untuk membuat diagnosis yang tepat pada penyakit telinga kronik.
Dengan cara ini, dapat dinilai luasnya kerusakan membran timpani, tulang-tulang pendengaran
dan dinding tulang telinga tengah.6
Pemeriksaan yang lengkap harus mencakup penanganan yang teliti terhadap daerahdaerah berikut ini:
1.

2.
3.
4.

5.

6.
7.

8.
9.

Liang telinga dan membran timpani harus dibersihkan dari serumen dan debris yang
menghalangi pandangan ke membran timpani.
Semua kuadran pars tensa diamati dan perhatikan lokasi dan ukuran perforasi, bila ada.
Cari apakah ada retraksi atau perforasi pars flaksida.
Perhatikan bila ada epitel skuamosa di telinga tengah. Keadaan patologis ini ditandai
oleh adanya debris di belakang membran timpani.
Keadaan mukosa yang mengalami perforasi harus dicatat. Bila ada sekret di teringa
tengah dihisap sampai bersih untuk mendapatkan lapangan pandangan yang jelas.
Sifat sekret diperhatikan
Dinding liang telinga bagian tulang harus diobservasi untuk melihat adanya destruksi.
pelebaran lekuk Rivinus merupakan penemuan dini adanya kolesteatoma.
Perhatikan adanya granulasi atau polip serta lokasinya.
Terakhir, daerah muara tuba Eustachius diperiksa, perhatikan apakah tuba paten. baik
juga pasien diminta melakukan perasat Valsava sambil telinga diamati.6
Pemeriksaan telinga akan menunjukan cacat atik, atau perforasi membrana tampani.

kadang-kadang terdapat keduanya. Cacat atik mungkin kecil dan sulit dilihat, dan kehadirannya
mungkin ditunjukan oleh noda nanah. Sering bisa terlihat timbul polip jaringan granulasi
hemoragik yang timbul dari cacat atik atau dari perforasi membran timpani. Ia dapat sedemikin
besar sehingga mengaburkan gambaran membran timpani, dalam kasus mana pasien harus
dianggap menderita kolesteatoma sampai dapat dibuktikan bukan. Massa kolesteatoma yang
putih mungkin terlihat pada cacat atik, di telinga tengah melalui peforasi membran timpani
atau di belakang membran yang utuh.7

II.7.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Tes laboratorium
Harus diambil contoh nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotika.
walaupun terdapat banyak jenis organisme yang terkultur dari telinga ini, tiga bakteri
patogen tersering ditemukan meliputi P.aeruginosa, S.aureus, dan P.vulgaris.7
2. Evaluasi audiometri
Evaluasi audiometri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi
koklea. dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang
serta penilaian diskriminasi tutur, besarnya kerusakan tulang-tulag pendengaran dapat
diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstrusi telinga tengah untuk
perbaikan pendengarannya.
Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu:

Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20
dB.
Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif
30-50 dB apabila disertai perforasi.
Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tak peduli bagaimanapun keadaan

hantaran tulang, menunjukan kerusakan koklea yang parah.6


3. Radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan audiografi yang dikontrol dengan teliti bisa sangat berguna untuk
mendiagnosis kolesteatoma kongenital, osteitis dan osteomielitis. Keadaan sistem
tulang-tulang pedengaran dapat juga diperlihatkan menggunakan teknik yang cermat.
proyeksi radiografi yang biasa digunakan adalah:
Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah
lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan
posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang sklerotik, gambaran
radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk mengenai dura atau sinus
lateral.

Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah atas dan anterior telinga tengah.
akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat

diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur ini.


Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan
yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan
kanalis semisirkularis. Proyeksi ini juga menempatkan antrum dalam potongan

melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatoma


Proyeksi Chause III, memberikan gambaran atik secara longitudinal sehingga
dapat memperlihatkan kerusakan dinding lateral atik.6

II.8

PENATALAKSANAAN

Terapi Medis
Terapi medis bukanlah pengobatan yang bermakna untuk kolesteatoma. Pasien yang
menolak pembedahan atau kondisi medis yang membuat anestesi umum terlalu berbahaya harus
membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat membantu
pengendalian infeksi dan dapat memperlambat pertumbuhan, tetapi tidak menghentikan ekspansi
lebih jauh dan tidak menghilangkan risiko. Terapi antimikroba yang utama adalah terapi topikal,
akan tetapi terapi sistemik juga dapat membantu sebagai terapi tambahan.1
Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih baik
hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap fase
aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat langsung
dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta riwayat
pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret kuning pekat
seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali disebabkan oleh
golongan anaerob.8
Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai apabila curiga
Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob, dapat
dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman penyebab,
dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat. Antibitotik
topikal yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping terhadap
pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin harus sangat
hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.8

Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik, seperti asam asetat 12%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan garam fisiologis. Larutan harus
dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu dikeringkan
dengan lidi kapas.8
Terapi Pembedahan
Sebagaimana prosedur pembedahan lainnya, konseling preoperatif dianjurkan. Konseling
meliputi penjelasan tujuan pembedahan, resiko pembedahan (paralisis fasial, vertigo, tinnitus,
kehilangan pendengaran), memerlukan follow up lebih lanjut dan aural toilet.
Prosedur pembedahan meliputi:
a.
b.
c.
d.

Canal Wall Down Procedure (CWD)


Canal Wall Up Procedure (CWU)
Transcanal Anterior Atticotomi
Bondy Modified Radical Procedure
Berbagai macam faktor turut menentukan operasi yang terbaik untuk pasien. Prosedur

canal-wall-down prosedur memiliki probabilitas yang tinggi membersihkan permanen


kolesteatomanya. Prosedur canal-wall-up memiliki keuntungan yaitu mempertahankan
penampilan normal, tetapi resiko tinggi terjadinya rekurensi dan persisten kolestatoma. Resiko
rekurensi cukup tinggi sehingga ahli bedah disarankan melakukan timpanomastoidektomi setelah
6 bulan sampai 1 tahun setelah operasi pertama.9
Dalam keadaan tertentu, ahli bedah dapat membuat keputusan untuk menggunakan teknik
canal wall up atau canal wall down. Jika pasien memiliki beberapa episode kekambuhan dari
kolesteatoma dan keinginan untuk menghindari operasi di masa datang, teknik canal wall down
adalah yang paling sesuai. Bagi mereka yang tidak mau atau tidak dapat untuk kembali untuk
prosedur yang kedua, operasi canal-wall down lebih aman.1
Komplikasi5

Komplikasi operasi pada mastoidektomi dan timpanoplasti dibagi berdasarkan komplikasi segera dan
komplikasi lambat. Komplikasi segera termasuk parese nervus fasialis, kerusakan korda timpani, tuli saraf,
gangguan keseimbangan, fistel labirin, trauma pada sinus sigmoid, bulbus jugularis, likuor serebrospinal.
Infeksi pasca-operasi juga dapat dimasukkan sebagai komplikasi segera.

Komplikasi lambat termasuk kolesteatoma rekuren, reperforasi, lateralisasi tandur, stenosis liangg
telinga luar, displasi atau lepasnya prostesis tulang pendengaran yang dipasang. Pada kebanyakan, kasus
trauma nervus fasialis tidak disadari pada waktu operasi. Trauma nervus fasialis yang paling sering terjadi
adalah pada pars vertikalis waktu melakukan mastoidektomi, bisa juga terjadi pada pars horizontal waktu
manipulasi daerah di dekat stapes atau mengorek daerah bawah inkus baik dari arah mastoid ataupun dari arah
kavum timpani. Trauma dapat lebih mudah terjadi bila tpografi daerah sekitarnya sudah tidak dikenali dengan
baik, misalnya pada kelainan letak kongenital, jaringan parut karena operasi sebelumnya, destruksi kanalis
fasialis karean kolesteatoma.
Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut klasifikasi House- Bregmann.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk melihat derajat kerusakan pada saraf dan menentukan prognosis
penyembuhan spontan.
Trauma operasi terhadap labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo pasca- operasi dapat
terjadi hanya karena iritasi selam operasi, belum tentu karena cedera operasi. Trauma terhadap labirin bisa
menyebabkan tuli saraf total. Manipulasi di daerah aditus ad
18

antrum dan sekitarnya pada lapangan operasi yang ditutupi oleh jaringa kolesteatoma dan
matriks koleteatoma dapat menyebabkan fistel labirin.
Trauma terhadap tulang pendengaran diperkirakan akan memperbuuk sistem konduksi telinga tengah
sedapat mungkin langsung rekonstruksi. Trauma terhadap dinding sinus dan duramater sehingga terjadi
perdarahan dan bocornya cairan otak, bila tidak luas dapat ditungggu sebentar dan langsung ditutup dengan
tandu komposit sampai kebocoran berhenti. Trauma pada sinus lateralis, sinus sigmoid, bulbus jugularis, dan
vena emissari dapat menyebabkan perdarahan besar.

II.9

PROGNOSIS1
Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin memerlukan

beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya pembedahan berhasil, komplikasi dari
pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma sekarang ini jarang terjadi.
Timpanoplasti dinding runtuh menjanjikan tingkat kekambuhan yang sangat rendah dari
kolesteatoma. Pembedahan ulang pada kolesteatoma terjadi pada 5% kasus atau kurang, yang

cukup menguntungkan bila dibandingkan tingkat kekambuhan timpanoplasti dinding utuh yang
20- 40%.
Meskipun demikian, karena rantai osikular dan atau membran timpani tidak selalu dapat
sepenuhnya direstorasi kembali normal, maka kolesteatoma tetaplah menjadi penyebab umum
relatif tuli konduktif permanen.
`Terapi kolesteatoma dengan pembedahan, dan jenis operasi yang menawarkan
kesempatan terbaik bagi penyembuhan menetap adalah modifikasi mastoidektomi radikal dan
mastoidektomi radikal. Modifikasi mastoidektomi radikal menjadi operasi terpilih karena ia
menawarkan kesempatan melindungi pendengaran yang berguna; tetapi pada penyakit yang luas,
mungkin diindikasikan operasi radikal.
Sebelum pembedahan, harus diberikan terapi medis yang serupa dengan yang digunakan
pada infeksi tanpa kolesteatoma untuk menghilangkan infeksi atau mengontrol semaksimum
mungkin infeksi tersebut.

BAB III
III.1 Kesimpulan
1. Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma semakin bertambah
besar.
2. Etiologi kolesteatoma sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukkan penyebab
yang sebenarnya tetapi banyak teori yang diajukan .
3. Otore menjadi gejala utama kolesteatoma. Sekret ini khas berbau busuk dan sering
berwarna hijau. Ciri kolesteatoma adalah otore yang tidak sakit, baik tak henti-hentinya
atau sering berulang.
4. Penatalaksanaan kolesteatoma meliputi terapi medis dan terapi pembedahan
5. Prognosis terapi kolesteatoma dengan jenis operasi yang menawarkan kesempatan terbaik
bagi penyembuhan menetap adalah modifikasi mastoidektomi radikal dan mastoidektomi
radikal karena menawarkan kesempatan melindungi pendengaran yang berguna.
III.2 Saran
1. Menjaga kebersihan telinga
2. Jika telinga terasa sakit atau keluar cairan tanpa sebab yang pasti segera ke dokter THT
3. Bila menderita Infeksi saluran pernapasan atas sebaiknya diobati secara tuntas.

Anda mungkin juga menyukai