Radikulopati
Radikulopati
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
DEFINISI...............................................................................................
ETIOLOGI.............................................................................................
TIPE-TIPE RADIKULOPATI
PATOFISIOLOGI.................................................................................
MANIFESTASI KLINIS.......................................................................
ANAMNESIS........................................................................................
PEMERIKSAAN FISIK.......................................................................
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSA BANDING.....................................................................
PENATALAKSANAAN......................................................................
2
4
5
5
12
17
18
21
22
22
RADIKULOPATI
A. Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan
struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal
belakang kepala, servikal ke-2
leher, servikal ke-3
area diatas pundak, servikal ke-4
area deltoid, servikal ke-5
lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6
telunjuk dan jari tengah , servikal ke-7
jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8 dan torakik ke-1
puting, torakik ke-5
umbilicus, torakik ke-10
selangkangan, lumbal ke-1
3
B. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses kompresif,
proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya
proses patologis.
1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah :
a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Dislokasi traumatik
c. Fraktur kompresif
d. Skoliosis
e. Tumor medulla spinalis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
h. Spondilolistesis dan Spondilolisis
i. Stenosis spinal
j. Spondilitis tuberkulosis
k. Spondilosis servikal
2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :
a. GuillainBarr syndrome
b. Herpes Zoster
3. Proses Degeneratif
Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah
Diabetes Mellitus.
C. Tipe-tipe Radikulopati
1. Radikulopati Lumbar
Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang
disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati lumbar
sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri punggung bawah
(low back pain) sering didapatkan.
2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan saraf terjepit merupakan kompresi
pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati servikal
seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
3. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada
4
daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan
sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri
pada infeksi herpes zoster.
D. Patofisiologi
1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih
sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk
menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan
lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai
pada usia lebih awal seperti pada masa remaja dengan degenerasi nukleus
pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat
penting adalah arah protusi ke posterior, medial, atau ke lateral yang
menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.
Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks.
Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan
riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat
terbentuk osteofit. Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh
berlebihan, kemudian terjadi penebalan dari ligamentum flavum.
Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang
vertebra lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan
membentuk trefoil axial shape. Pada tahap ini prosesnya berhubungan
dengan proses penuaan. Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering mengenai
laki-laki pekerja usia tua.
Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan
degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.
setiap level. Tersering muncul dari radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri
radikuler. Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosis diketahui dengan benar.
F. Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil
metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid,
ginjal, lambung, dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40
tahun. Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri
punggung.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan
tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat
berasal dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut
menyebabkan destruksi tulang dengan akibat wedge shape atau kolaps pada
vertebra yang terkena, satu atau beberapa radiks akan ikut terlibat.
G. Spondilosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia
bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang
terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah
dari annulus fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik
terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji.
Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami
subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan
oleh osteofit.
Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat
timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot
dan gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral
dari korpus vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena
kompresi pada daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa
sindrom kauda ekuina dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta
hilangnya kontrol sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat
terjadi dimana pasien mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri atau
berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.
H. Spondilolitesis dan Spondilolisis
Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus vertebra terhadap
korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi pada spondilolisis, yaitu
suatu kondisi dimana bagian posterior unit vertebra menjadi terpisah, menyebabkan
hilangnya kontinuitas antara prosesus artikularis superior dan inferior.
Spondilolistesis diduga disebabkan oleh fraktur arkus neural segera setelah lahir,
walaupun ini jarang simtomatis sampai dewasa; usia rata-rata pasien yang mencari
pengobatan adalah 35 tahun. Lokasi yang paling sering dari keterlibatan adalah L5,
7
yang mengalami subluksasi terhadap sakrum. Yang lebih jarang ialah terjadi akibat
penyakit degeneratif tulang belakang, ini biasanya meliputi L5 atau L4.
Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia
yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan
ekstensi. Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat
kompresi radiks saraf kurang sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda
ekuina dapat terkena kompresi.
I. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin
terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi
sendi faset, atau ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga
menekan saraf yang mengandung beberapa radiks.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena
kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik.
Kebanyakan kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan
dan usia tua.
2. Proses Kompresif pada Torakal dan Lumbal Spinalis
Spondilitis Tuberkulosa
Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra yang
sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering
terinfeksi dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri radikuler yang
dikenal sebagai nyeri interkostalis.
Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai setelah terjadinya fase hematogen atau reaktivasi
kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan penyebaran
berlangsung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam korpus
vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam korpus, arteri ini
berakhir sebagai end artery (tanpa anastomosis), sehingga perluasan infeksi korpus
vertebra sering dimulai pada daerah paradiskal.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan peridural.
Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada perivertebral. Vena dari
korpus keluar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomosis dengan vena dasar
otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena pelvis. Aliran retrograde yang dapat
terjadi akibat perubahan tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil
menyebar dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena tersebut.
Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar sepanjang
ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang berdekatan.
Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi sehingga pada
bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat trauma, sedangkan pada bentuk
paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi, dan nekrosis diskus. Pada bentuk
anterior, terjadi destruksi dari korpus di bagian anterior sehingga korpus vertebra menjadi
bentuk baji dan pada pasien terlihat adanya gibbus formation apabila proses ini telah
8
berjalan lama. Gangguan neurologis yang terjadi pada fase awal adalah akibat penekanan
oleh pus, perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang
muncul. Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri menjalar
sesuai saraf yang terkena.
3. Proses Kompresif pada Servikal
A. Spondilosis Servikal
Seiring dengan bertambahnya usia terjadi pula perubahan degeneratif pada tulang
punggung, seperti dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus, serta penonjolan annulus
fibrosus ke segala arah. Annulus menjadi kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi
pada pinggir korpus vertebral seperti osteofit, dengan penyempitan rongga
intervertebral. Dapat mengenai satu atau beberapa radiks, unilateral atau bilateral,
namun keluhannya tidak sehebat herniasi diskus.
B. Herniated nucleus pulposus (HNP)
Mekanisme herniasi diskus di servikal sama seperti pada bagian lumbal. Namun
insidensinya 15 kali lebih jarang dibandingkan HNP di daerah lumbar. Nyeri yang
terasa menjalar sepanjang lengan, yang dinamakan brakialgia, akibat lesi iritatif di
radiks posterior C4-T1.
4. Proses Inflamasi
A. GuillainBarr syndrome
Guillain-Barr syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang mana
menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari kelainan ini
derajatnya bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan pada kedua tungkai
kaki. Dalam banyak kasus kelemahan simetris dan sensasi abnormal menyebar ke
lengan dan tubuh bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan intensitas sampai otototot tertentu tidak dapat digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien GBS hampir
mengalami lumpuh total. Dalam kasus-kasus gangguan yang mengancam kehidupan berpotensi mengganggu pernapasan dan, pada saat yang bersamaan, dengan gangguan
tekanan darah atau denyut jantung - dan dianggap sebagai kegawatdaruratan medis.
Pasien GBS sering memakai ventilator untuk membantu pernapasan dan diawasi
dengan ketat untuk masalah seperti detak jantung yang tidak normal, infeksi,
pembekuan darah, dan tekanan darah tinggi atau rendah.
Guillain-Barr dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada usia
berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap gangguan tersebut.
Sindrom ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang sekitar satu orang dalam
100.000 populasi. Biasanya Guillain-Barr terjadi beberapa hari atau minggu setelah
pasien memiliki gejala infeksi virus pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang
operasi akan memicu sindrom. Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat
meningkatkan risiko GBS.
9
Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang selama
beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai tahap kelemahan
terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul. Gejala-gejala yang dapat
timbul pada pasien GBS adalah kehilangan sensitivitas, seperti kesemutan, kebas
(mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur dan
dapat berubah-ubah. Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya terjadi dari bagian
tubuh bawah ke atas atau dari luar ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu
yang bervariasi. Pada pasien GBS parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-paru
dan melemahkan otot-otot pernapasan sehingga diperlukan ventilator untuk menjaga
pasien agar tetap bertahan. Kondisi pasien dapat bertambah parah karena kemungkin
terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat berkurangnya kemampuan pertukaran gas
dan kemampuan membersihkan saluran pernapasan. Kematian umumnya terjadi
karena kegagalan pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan.
Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang
menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Biasanya selsel dari sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material asing dan organisme yang
masuk tubuh atau kita sebut sebagai antigen. Pada sindrom Guillain-Barr, sistem
kekebalan tubuh mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson
dari saraf perifer, atau bahkan menyerang akson itu sendiri.
Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer yang injuri atau rusak, saraf
tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot mulai
kehilangan kemampuan mereka untuk merespon perintah otak, perintah yang harus
dilakukan melalui jaringan saraf. Otak juga menerima sinyal sensorik lebih sedikit
dari seluruh tubuh, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merasakan tekstur,
panas, nyeri, dan sensasi lainnya. Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang
tidak tepat yang mengakibatkan kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri.
Karena sinyal menuju dan dari lengan serta kaki harus melakukan perjalanan jarak
terpanjang mereka yang paling rentan terhadap gangguan, sehingga kelemahan otot
dan sensasi kesemutan biasanya pertama kali muncul di tangan dan kaki kemudian
mulai dirasakan kebagian atas tubuh.
Ketika Guillain-Barr didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka kemungkinan
virus atau bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam sistem saraf sehingga
sistem kekebalan tubuh memperlakukan mereka sebagai sel asing. Hal ini juga
memungkinkan bahwa virus membuat sistem kekebalan tubuh menjadi kurang
mengenali sel myelin dan akson sebagai sel tubuhnya sendiri , yang memungkinkan
beberapa sel-sel kekebalan, seperti beberapa jenis limfosit dan makrofag, untuk
menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bekerja sama dengan limfosit B
10
sensorik mungkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala sensorik negatif
termasuk baal atau mati rasa, yang mana pasien dapat menggambarkannya seperti
mengenakan sarung tangan atau kaus kaki. Kehilangan keseimbangan, terutama
dengan mata tertutup, dan luka tanpa rasa sakit akibat hilangnya sensasi yang umum.
Gejala positif dapat digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk,
kesemutan, perasaan seperti tersengat listrik, sakit, adanya keketatan, atau
hipersensitivitas terhadap sentuhan.
b. Gejala Motorik
Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa kelemahan
yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal meliputi gangguan
koordinasi halus pada tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci pintu. Kaki
sering terpeleset atau jatuh dan lecet kemungkinan merupakan gejala awal dari
kelemahan kaki. Gejala kelemahan anggota gerak bawah proksimal meliputi kesulitan
menaiki atau meuruni tangga, atau sulit bangun dari posisi duduk atau terlentang.
Sedangkan gejala kelemahan anggota gerak atas proksimal ialah kesulitan dalam
mengangkat lengan atas.
E. Manifestasi Klinik Radikulopati
Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :
a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat
vertebra hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal.
Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun
atau bahkan menghilang
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada servikal,
torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di radiks posterior
tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai, dinamakan iskialgia,
karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus iskiadikus dan lanjutannya ke
perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi, karena segmen ini lebih rigid
daripada segmen servikal maupun lumbar. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen
torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.
1. Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Servikal
a. Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.
b. Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan pada
lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala tersebut, penderita seringkali
mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala.
12
c. Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius, berkurangnya
sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan atrofi otot deltoid. Lesi
ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan abduksi dan eksorotasi
lengan.
d. Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan menjalar
hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1 dan bagian
lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya refleks
biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.
e. Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri bahu, area pektoralis dan medial aksila,
posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan ke-3, atau
seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2, ke-3, dan juga jari
pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan otot pektoralis.
f. Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah. Lesi
ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari ke-4 dan 5
(seperti pada gangguan nervus ulnaris).
13
14
15
11. Banyak pasien yang menceritakan bahwa mereka dapat mengurangi gejala
radikularnya dengan mengabduksikan bahunya dan menempatkan tangannya
dibelakang kepala. Manuver ini diduga untuk meringankan gejala dengan mengurangi
ketegangan pada radiks saraf.
12. Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang dermatom radiks
saraf yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati rasa (baal), atau hilangnya sensasi.
13. Beberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. Sebagian kecil pasien akan
datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa sakit yang signifikan atau keluhan
sensorik.
Radikulopati Lumbal
1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radikulopati lumbosakral sering tiba-tiba dan
berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien menyatakan nyeri punggung
yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada kaki mulai terasa.
2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari bokong
turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju pergelangan kaki atau kaki.
3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan postur
tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk atau berbaring,
dan perubahan dalam posisi berjalan.
4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa terbakar)
dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.
5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu, indikator kondisi
medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa manajemen). Red flags
tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit yang memerlukan pemeriksaan
lebih lanjut (misalnya, tumor, infeksi). Adanya demam, penurunan berat badan, atau
menggigil memerlukan evaluasi menyeluruh. Usia pasien juga merupakan faktor
ketika mencari kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala pasien. Individu dengan
usia kurang dari 20 tahun dan yang lebih dari 50 tahun memiliki risiko keganasan
lebih tinggi yang dapat menyebabkan nyeri (misalnya, tumor, infeksi).
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting memperhatikan
abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan
neurologis harus diperhatikan :
Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan
saraf perifer dan segmental.
Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan spasme
otot).
Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya
neoplasma dan infeksi di luar vertebra.
Pemeriksaan Fisik Radikulopati Servikal
Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan :
1. Terbatasnya range of motion leher.
2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi).
17
3. Tes Lhermitte (Foramina Compression Test). Tes ini dilakukan dengan menekan
kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan radiasi nyeri ke
lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya penyempitan foramen
intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut sensorik di foramen intervertebra
yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.
Lhermittes Test
4. Tes Distraksi
Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian
terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi
penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.
Distraction Test
Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbar
1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi) pada
persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi.
c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).
d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan stretching
nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).
e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum timbul
rasa sakit dan tahanan.
18
f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum
tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada
radikulopati lumbal).
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragards Sign, Sicards Sign, dan Spurlings Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai dengan
dorsofleksi kaki (Bragards Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicards Sign).
Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi meningkat,
sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragards sign dan Sicards sign disebut
Spurlings sign.
a) Bragards sign
b) Spurlings sign
a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri) kemudian
lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.
b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa poplitea
hingga pasien mengeluh adanya nyeri.
c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau
sepanjang nervus iskiadikus.
5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan harus
dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi vena
jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40
mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan
intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat
menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan
radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular
pada radiks saraf yang bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau
berdiri.
H. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati
1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
structural.
2. MRI dan CT-Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla
spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya
perubahan degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan
dibandingkan dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat
memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang
jelas,sehingga MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan
diagnose banding gangguan structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.
CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan
baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra.
Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi
herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.
3. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen osseus
vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan penetrasi
pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes
preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.
4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
20
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal.
Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf.
Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka
pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.
5. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, dan kalsium.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
I. Diagnosis Banding
1. Radikulopati Servikal
- Cedera Pleksus Brakhialis
- Rotator Cuff Injury
2. Radikulopati Lumbar
- Cedera Diskus Lumbosakral
- Cedera Diskus Torakik
J. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
- NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara
menurunkan sintesis prostaglandin
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 800 mg
IV setiap 6 jam jika dibutuhkan
- Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
21
mengurangi
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition
2. Adams and Victors. Principle of Neurology 8th Edition
3. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6th Edition
4. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga
5. http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical . Cervical Radiculopathy Clinical
6. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview. Lumbosacral Radiculopathy.
23