Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.

DEFINISI...............................................................................................
ETIOLOGI.............................................................................................
TIPE-TIPE RADIKULOPATI
PATOFISIOLOGI.................................................................................
MANIFESTASI KLINIS.......................................................................
ANAMNESIS........................................................................................
PEMERIKSAAN FISIK.......................................................................
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSA BANDING.....................................................................
PENATALAKSANAAN......................................................................

2
4
5
5
12
17
18
21
22
22

RADIKULOPATI
A. Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan
struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
dengan pola gangguan bersifat dermatomal.

Hal ini berguna untuk mengingat bahwa :


-

struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal
belakang kepala, servikal ke-2
leher, servikal ke-3
area diatas pundak, servikal ke-4
area deltoid, servikal ke-5
lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6
telunjuk dan jari tengah , servikal ke-7
jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8 dan torakik ke-1
puting, torakik ke-5
umbilicus, torakik ke-10
selangkangan, lumbal ke-1
3

sisi medial lutut, lumbal ke-3


jari kaki besar, lumbal ke-5
jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1
belakang paha, sakrum ke-2
area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5

B. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses kompresif,
proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya
proses patologis.
1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah :
a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Dislokasi traumatik
c. Fraktur kompresif
d. Skoliosis
e. Tumor medulla spinalis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
h. Spondilolistesis dan Spondilolisis
i. Stenosis spinal
j. Spondilitis tuberkulosis
k. Spondilosis servikal
2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :
a. GuillainBarr syndrome
b. Herpes Zoster
3. Proses Degeneratif
Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah
Diabetes Mellitus.
C. Tipe-tipe Radikulopati
1. Radikulopati Lumbar
Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang
disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati lumbar
sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri punggung bawah
(low back pain) sering didapatkan.
2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan saraf terjepit merupakan kompresi
pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati servikal
seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
3. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada
4

daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan
sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri
pada infeksi herpes zoster.
D. Patofisiologi
1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih
sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk
menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan
lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai
pada usia lebih awal seperti pada masa remaja dengan degenerasi nukleus
pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat
penting adalah arah protusi ke posterior, medial, atau ke lateral yang
menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.
Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks.
Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan
riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat
terbentuk osteofit. Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh
berlebihan, kemudian terjadi penebalan dari ligamentum flavum.
Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang
vertebra lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan
membentuk trefoil axial shape. Pada tahap ini prosesnya berhubungan
dengan proses penuaan. Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering mengenai
laki-laki pekerja usia tua.
Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan
degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

A. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus


Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed
atau protruded disc, diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri
tungkai berulang. Herniasi nukleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu
waktu mengalami perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan
kalsifikasi. HNP kebanyakan terjadi diantara vertebra L5-S1, jarang terjadi pada
L4-L5, L3-L4, L2-L3, L1-L2, dan vertebra torakal. Frekuensi yang sering juga
terjadi pada vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebabnya biasanya ialah trauma fleksi,
tetapi pada beberapa kasus bias juga tanpa adanya trauma.
Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi diskus intervertebralis, yang mana
meningkat sesuai dengan peningkatan umur, dapat mengenai daerah servikal dan
lumbal pada penderita yang sama.
Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun dan kejadian tersering ialah
pada usia 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun, frekuensinya menurun. Laki-laki
memiliki dua kali lipat kemungkinan untuk menderita HNP dibandingkan wanita.
Nukleus pulposus yang menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya
terjadi pada satu sisi dorsolateral atau sisi lainnya (terkadang pada bagian
dorsomedial) akan menyebabkan penekanan pada satu atau lebih radiks saraf.
B. Dislokasi Traumatik
Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan
menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan
penyempitan foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang berdekatan
mengalami iritasi dan kompresi di dalam kanalnya dengan gejala-gejala radikuler.
C. Fraktur Kompresif
Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau
penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih
radiks saraf akan menimbulkan defisit neurologi.
D. Skoliosis
Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri
punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan
torakolumbal. Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif pada sendi
faset lengkungan itu sendiri.
E. Tumor Medulla Spinalis
Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda ekuina.
Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim
yang terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor ini timbulnya
lambat, hanya sebagian kecil yang berasal dari konus, sebagian besarnya ialah
berasal dari filum terminale yang kemudian mengenai radiks saraf.
Selain ependioma, terdapat tumor primer intraspinal yang sering ditemukan yang
terdiri dari sel-sel Schwann atau disebut dengan schwannoma. Schwannoma
merupakan tumor ekstramedular intradural dan dapat muncul dari saraf spinal pada

setiap level. Tersering muncul dari radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri
radikuler. Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosis diketahui dengan benar.
F. Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil
metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid,
ginjal, lambung, dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40
tahun. Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri
punggung.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan
tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat
berasal dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut
menyebabkan destruksi tulang dengan akibat wedge shape atau kolaps pada
vertebra yang terkena, satu atau beberapa radiks akan ikut terlibat.
G. Spondilosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia
bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang
terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah
dari annulus fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik
terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji.
Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami
subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan
oleh osteofit.
Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat
timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot
dan gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral
dari korpus vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena
kompresi pada daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa
sindrom kauda ekuina dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta
hilangnya kontrol sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat
terjadi dimana pasien mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri atau
berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.
H. Spondilolitesis dan Spondilolisis
Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus vertebra terhadap
korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi pada spondilolisis, yaitu
suatu kondisi dimana bagian posterior unit vertebra menjadi terpisah, menyebabkan
hilangnya kontinuitas antara prosesus artikularis superior dan inferior.
Spondilolistesis diduga disebabkan oleh fraktur arkus neural segera setelah lahir,
walaupun ini jarang simtomatis sampai dewasa; usia rata-rata pasien yang mencari
pengobatan adalah 35 tahun. Lokasi yang paling sering dari keterlibatan adalah L5,
7

yang mengalami subluksasi terhadap sakrum. Yang lebih jarang ialah terjadi akibat
penyakit degeneratif tulang belakang, ini biasanya meliputi L5 atau L4.
Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia
yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan
ekstensi. Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat
kompresi radiks saraf kurang sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda
ekuina dapat terkena kompresi.
I. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin
terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi
sendi faset, atau ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga
menekan saraf yang mengandung beberapa radiks.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena
kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik.
Kebanyakan kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan
dan usia tua.
2. Proses Kompresif pada Torakal dan Lumbal Spinalis
Spondilitis Tuberkulosa
Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra yang
sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering
terinfeksi dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri radikuler yang
dikenal sebagai nyeri interkostalis.
Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai setelah terjadinya fase hematogen atau reaktivasi
kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan penyebaran
berlangsung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam korpus
vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam korpus, arteri ini
berakhir sebagai end artery (tanpa anastomosis), sehingga perluasan infeksi korpus
vertebra sering dimulai pada daerah paradiskal.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan peridural.
Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada perivertebral. Vena dari
korpus keluar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomosis dengan vena dasar
otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena pelvis. Aliran retrograde yang dapat
terjadi akibat perubahan tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil
menyebar dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena tersebut.
Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar sepanjang
ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang berdekatan.
Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi sehingga pada
bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat trauma, sedangkan pada bentuk
paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi, dan nekrosis diskus. Pada bentuk
anterior, terjadi destruksi dari korpus di bagian anterior sehingga korpus vertebra menjadi
bentuk baji dan pada pasien terlihat adanya gibbus formation apabila proses ini telah
8

berjalan lama. Gangguan neurologis yang terjadi pada fase awal adalah akibat penekanan
oleh pus, perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang
muncul. Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri menjalar
sesuai saraf yang terkena.
3. Proses Kompresif pada Servikal
A. Spondilosis Servikal
Seiring dengan bertambahnya usia terjadi pula perubahan degeneratif pada tulang
punggung, seperti dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus, serta penonjolan annulus
fibrosus ke segala arah. Annulus menjadi kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi
pada pinggir korpus vertebral seperti osteofit, dengan penyempitan rongga
intervertebral. Dapat mengenai satu atau beberapa radiks, unilateral atau bilateral,
namun keluhannya tidak sehebat herniasi diskus.
B. Herniated nucleus pulposus (HNP)
Mekanisme herniasi diskus di servikal sama seperti pada bagian lumbal. Namun
insidensinya 15 kali lebih jarang dibandingkan HNP di daerah lumbar. Nyeri yang
terasa menjalar sepanjang lengan, yang dinamakan brakialgia, akibat lesi iritatif di
radiks posterior C4-T1.
4. Proses Inflamasi
A. GuillainBarr syndrome
Guillain-Barr syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang mana
menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari kelainan ini
derajatnya bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan pada kedua tungkai
kaki. Dalam banyak kasus kelemahan simetris dan sensasi abnormal menyebar ke
lengan dan tubuh bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan intensitas sampai otototot tertentu tidak dapat digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien GBS hampir
mengalami lumpuh total. Dalam kasus-kasus gangguan yang mengancam kehidupan berpotensi mengganggu pernapasan dan, pada saat yang bersamaan, dengan gangguan
tekanan darah atau denyut jantung - dan dianggap sebagai kegawatdaruratan medis.
Pasien GBS sering memakai ventilator untuk membantu pernapasan dan diawasi
dengan ketat untuk masalah seperti detak jantung yang tidak normal, infeksi,
pembekuan darah, dan tekanan darah tinggi atau rendah.
Guillain-Barr dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada usia
berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap gangguan tersebut.
Sindrom ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang sekitar satu orang dalam
100.000 populasi. Biasanya Guillain-Barr terjadi beberapa hari atau minggu setelah
pasien memiliki gejala infeksi virus pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang
operasi akan memicu sindrom. Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat
meningkatkan risiko GBS.
9

Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang selama
beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai tahap kelemahan
terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul. Gejala-gejala yang dapat
timbul pada pasien GBS adalah kehilangan sensitivitas, seperti kesemutan, kebas
(mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur dan
dapat berubah-ubah. Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya terjadi dari bagian
tubuh bawah ke atas atau dari luar ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu
yang bervariasi. Pada pasien GBS parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-paru
dan melemahkan otot-otot pernapasan sehingga diperlukan ventilator untuk menjaga
pasien agar tetap bertahan. Kondisi pasien dapat bertambah parah karena kemungkin
terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat berkurangnya kemampuan pertukaran gas
dan kemampuan membersihkan saluran pernapasan. Kematian umumnya terjadi
karena kegagalan pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan.
Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang
menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Biasanya selsel dari sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material asing dan organisme yang
masuk tubuh atau kita sebut sebagai antigen. Pada sindrom Guillain-Barr, sistem
kekebalan tubuh mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson
dari saraf perifer, atau bahkan menyerang akson itu sendiri.
Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer yang injuri atau rusak, saraf
tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot mulai
kehilangan kemampuan mereka untuk merespon perintah otak, perintah yang harus
dilakukan melalui jaringan saraf. Otak juga menerima sinyal sensorik lebih sedikit
dari seluruh tubuh, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merasakan tekstur,
panas, nyeri, dan sensasi lainnya. Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang
tidak tepat yang mengakibatkan kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri.
Karena sinyal menuju dan dari lengan serta kaki harus melakukan perjalanan jarak
terpanjang mereka yang paling rentan terhadap gangguan, sehingga kelemahan otot
dan sensasi kesemutan biasanya pertama kali muncul di tangan dan kaki kemudian
mulai dirasakan kebagian atas tubuh.
Ketika Guillain-Barr didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka kemungkinan
virus atau bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam sistem saraf sehingga
sistem kekebalan tubuh memperlakukan mereka sebagai sel asing. Hal ini juga
memungkinkan bahwa virus membuat sistem kekebalan tubuh menjadi kurang
mengenali sel myelin dan akson sebagai sel tubuhnya sendiri , yang memungkinkan
beberapa sel-sel kekebalan, seperti beberapa jenis limfosit dan makrofag, untuk
menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bekerja sama dengan limfosit B

10

untuk memproduksi antibodi terhadap komponen selubung mielin dan dapat


berkontribusi pada kerusakan myelin.
B. Herpes Zoster
Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau lebih ganglia vertebra
posterior atau ganglia sensoris kranial, kemungkinan karena partikel virus yang
menetap dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode awal varicella.
Hal ini menyebabkan rasa sakit dan temuan karakteristik kutaneus sepanjang
dermatom sensoris yang sesuai dari ganglia yang terlibat. Jarang melibatkan sel kornu
anterior dan posterior, leptomeninges, dan saraf perifer, jarang dengan adanya
kelemahan otot atau kelumpuhan, pleocytosis (terdapat 20-50 limfosit) cairan spinal,
dan / atau kehilangan sensori. Jarang terjadi myelitis, meningitis, atau ensefalitis,
keterlibatan visceral mungkin juga terjadi.
5. Proses Degeneratif
Penyakit Diabetes Mellitus
Pasien DM merupakan predisposisi dari berbagai macam gangguan saraf perifer berupa
peripheral neuropathy yang cenderung progresif dan ireversibel. Keluhan pada pasien
DM terutama ialah polineuropati distal sensoris yang simetris.
Mekanisme biokimia yang berkontribusi penting dalam perkembangan bentuk-bentuk
simetris paling umum dari polineuropati diabetes kemungkin besar meliputi jalur poliol,
produk akhir glikasi lanjut, dan stres oksidatif.
a. Jalur Poliol
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar glukosa intraseluler dalam saraf,
menyebabkan saturasi pada jalur glikolisis normal. Glukosa ekstra masuk ke dalam
proses jalur poliol dan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldosa
reduktase dan sorbitol dehidrogenase. Akumulasi dari sorbitol dan fruktosa
menyebabkan myoinositol saraf berkurang, menurunkan aktivitas membran Na+/ K+ATPase, mengganggu transportasi aksonal, dan terjadi gangguan struktural saraf,
menyebabkan potensial aksi menjadi abnormal.
b. Produk Akhir Glikasi Lanjut (Advanced Glycation End Products-AGE)
Reaksi nonenzimatik dari glukosa berlebih dengan protein, nukleotida, dan hasil lipid
pada produk akhir glikasi lanjut (AGE), kemungkinan memiliki peran dalam
mengganggu integritas neuronal dan mekanisme perbaikan melalui gangguan
metabolisme sel saraf dan transportasi aksonal.
c. Stress Oksidatif
Peningkatan produksi radikal bebas pada diabetes dapat merugikan melalui beberapa
mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami. Ini termasuk kerusakan langsung pada
pembuluh darah yang menyebabkan iskemia saraf dan memfasilitasi dari reaksi AGE.
Gejala Neuropati Diabetik
a. Gejala Sensoris
Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi stokingdan-sarung tangan (stocking-and-glove distribution) di ekstremitas distal. Gejala
11

sensorik mungkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala sensorik negatif
termasuk baal atau mati rasa, yang mana pasien dapat menggambarkannya seperti
mengenakan sarung tangan atau kaus kaki. Kehilangan keseimbangan, terutama
dengan mata tertutup, dan luka tanpa rasa sakit akibat hilangnya sensasi yang umum.
Gejala positif dapat digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk,
kesemutan, perasaan seperti tersengat listrik, sakit, adanya keketatan, atau
hipersensitivitas terhadap sentuhan.
b. Gejala Motorik
Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa kelemahan
yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal meliputi gangguan
koordinasi halus pada tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci pintu. Kaki
sering terpeleset atau jatuh dan lecet kemungkinan merupakan gejala awal dari
kelemahan kaki. Gejala kelemahan anggota gerak bawah proksimal meliputi kesulitan
menaiki atau meuruni tangga, atau sulit bangun dari posisi duduk atau terlentang.
Sedangkan gejala kelemahan anggota gerak atas proksimal ialah kesulitan dalam
mengangkat lengan atas.
E. Manifestasi Klinik Radikulopati
Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :
a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat
vertebra hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal.
Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun
atau bahkan menghilang
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada servikal,
torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di radiks posterior
tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai, dinamakan iskialgia,
karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus iskiadikus dan lanjutannya ke
perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi, karena segmen ini lebih rigid
daripada segmen servikal maupun lumbar. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen
torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.
1. Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Servikal
a. Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.
b. Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan pada
lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala tersebut, penderita seringkali
mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala.
12

c. Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius, berkurangnya
sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan atrofi otot deltoid. Lesi
ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan abduksi dan eksorotasi
lengan.
d. Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan menjalar
hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1 dan bagian
lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya refleks
biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.
e. Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri bahu, area pektoralis dan medial aksila,
posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan ke-3, atau
seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2, ke-3, dan juga jari
pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan otot pektoralis.
f. Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah. Lesi
ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari ke-4 dan 5
(seperti pada gangguan nervus ulnaris).

13

2. Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Lumbal


a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha, betis,
dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers (seperti : batuk,
bersin, atau mengedan saat defekasi).
b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita
sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk,
penderita akan menjaga lututnya dalam keadaan
fleksi dan menumpukan berat badannya pada
bokong yang berlawanan. Ketika akan berdiri,
penderita menopang dirinya pada sisi yang sehat,
meletakkan tangannya di punggung, menekuk
tungkai yang terkena (Minors Sign).
Nyeri
mereda ketika pasien berbaring. Umumnya
penderita merasa nyaman dengan berbaring
terlentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut,
serta bahu disangga dengan bantal untuk
mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau
bahkan memburuk ketika berbaring.
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot
punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis
torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang
sakit, dan panggung akan bungkuk ke depan dan kearah yang sakit untung
menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat,
pasien akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada
jari kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga
memperburuk nyeri). Pasien membungkuk ke depan, berjalan dengan langkah
kecil dan semifleksi sendi lutut, disebut Neris Sign.
d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan
bukti keterlibatan radiks S1.
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus iskiadikus.
f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang
terjadi.
g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang unilateral.
Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan gejala pada
kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang air besar.

14

15

F. Anamnesis Riwayat Penyakit


Radikulopati Servikal
Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk
menegakkan diagnosis dari radikulopati servikal. Pemeriksa harus mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Pertama, apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa (baal), kelemahan
otot), dan lokasi dari gejala?
Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan tingkat nyeri
yang dirasakan oleh pasien.
Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam memberikan suatu
tinjauan singkat pola nyeri pada pasien.
2. Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau meringankan gejalanya?
Informasi ini dapat membantu baik untuk mendiagnosis maupun dalam
penatalaksanaannya.
3. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya, kapan terjadinya,
seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa yang dilakukan pada saat itu?
4. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya atau nyeri leher
yang terlokalisir?
5. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal, seperti perubahan
gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih, atau perubahan sensoris atau
kelemahan pada ekstremitas bawah?
6. Apa pengobatan sebelumnya yang telah dicoba oleh pasien (baik berupa resep dokter
atau mengobati sendiri) :
Penggunaan dari es dan/atau penghangat
Obat-obatan (seperti : acetaminophen, aspirin, nonsteroidal anti-inflammatory
drugs [NSAIDs])
Terapi fisik, traksi, atau manipulasi
Suntikan
Operasi
7. Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien, pekerjaan, dan
penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol.
8. Kekhasan pasien dengan radikulopati servikal ialah datang dengan mengeluh adanya
ketidaknyamanan pada leher dan lengan. Ketidaknyamanan tersebut dapat berupa
sakit tumpul sampai nyeri hebat seperti rasa terbakar. Biasanya, nyerinya ini menjalar
menuju batas medial skapula, dan keluhan utama pasien ialah nyeri bahu. Ketika
radikulopatinya sedang berlangsung, nyeri tersebut menjalar menuju lengan atas atau
bawah dan menuju tangan, sepanjang distribusi sensori dari radiks saraf yang terlibat.
9. Pasien yang lebih tua kemungkinan memiliki episode sakit leher sebelumnya atau
membeitahukan riwayat memiliki radang sendi tulang servikal atau leher.
10. Herniasi diskus akut dan penyempitan tiba-tiba foramen saraf juga dapat terjadi pada
cedera yang melibatkan ekstensi servikal, lateral bending, atau rotasi dan
pembebanan aksial. Pasien-pasien mengeluh peningkatan rasa sakit dengan posisi
leher yang menyebabkan penyempitan foraminal (misalnya, ekstensi, lateral bending,
atau rotasi menuju sisi yang bergejala).
16

11. Banyak pasien yang menceritakan bahwa mereka dapat mengurangi gejala
radikularnya dengan mengabduksikan bahunya dan menempatkan tangannya
dibelakang kepala. Manuver ini diduga untuk meringankan gejala dengan mengurangi
ketegangan pada radiks saraf.
12. Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang dermatom radiks
saraf yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati rasa (baal), atau hilangnya sensasi.
13. Beberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. Sebagian kecil pasien akan
datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa sakit yang signifikan atau keluhan
sensorik.
Radikulopati Lumbal
1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radikulopati lumbosakral sering tiba-tiba dan
berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien menyatakan nyeri punggung
yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada kaki mulai terasa.
2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari bokong
turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju pergelangan kaki atau kaki.
3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan postur
tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk atau berbaring,
dan perubahan dalam posisi berjalan.
4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa terbakar)
dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.
5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu, indikator kondisi
medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa manajemen). Red flags
tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit yang memerlukan pemeriksaan
lebih lanjut (misalnya, tumor, infeksi). Adanya demam, penurunan berat badan, atau
menggigil memerlukan evaluasi menyeluruh. Usia pasien juga merupakan faktor
ketika mencari kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala pasien. Individu dengan
usia kurang dari 20 tahun dan yang lebih dari 50 tahun memiliki risiko keganasan
lebih tinggi yang dapat menyebabkan nyeri (misalnya, tumor, infeksi).
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting memperhatikan
abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan
neurologis harus diperhatikan :
Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan
saraf perifer dan segmental.
Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan spasme
otot).
Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya
neoplasma dan infeksi di luar vertebra.
Pemeriksaan Fisik Radikulopati Servikal
Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan :
1. Terbatasnya range of motion leher.
2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi).
17

3. Tes Lhermitte (Foramina Compression Test). Tes ini dilakukan dengan menekan
kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan radiasi nyeri ke
lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya penyempitan foramen
intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut sensorik di foramen intervertebra
yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.

Lhermittes Test
4. Tes Distraksi
Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian
terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi
penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.

Distraction Test
Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbar
1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi) pada
persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi.
c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).
d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan stretching
nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).
e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum timbul
rasa sakit dan tahanan.

18

f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum
tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada
radikulopati lumbal).
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragards Sign, Sicards Sign, dan Spurlings Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai dengan
dorsofleksi kaki (Bragards Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicards Sign).
Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi meningkat,
sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragards sign dan Sicards sign disebut
Spurlings sign.

Lasegues Sign (SLRs Test)

a) Bragards sign

b) Spurlings sign

3. Tes Lasegue Silang atau OConell Test


Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes positif bila
timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih besar
untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).
4. Nerve Pressure Sign
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
19

a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri) kemudian
lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.
b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa poplitea
hingga pasien mengeluh adanya nyeri.
c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau
sepanjang nervus iskiadikus.
5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan harus
dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi vena
jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40
mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan
intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat
menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan
radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular
pada radiks saraf yang bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau
berdiri.
H. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati
1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
structural.
2. MRI dan CT-Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla
spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya
perubahan degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan
dibandingkan dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat
memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang
jelas,sehingga MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan
diagnose banding gangguan structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.
CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan
baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra.
Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi
herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.
3. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen osseus
vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan penetrasi
pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes
preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.
4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
20

NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal.
Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf.
Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka
pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.
5. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, dan kalsium.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
I. Diagnosis Banding
1. Radikulopati Servikal
- Cedera Pleksus Brakhialis
- Rotator Cuff Injury
2. Radikulopati Lumbar
- Cedera Diskus Lumbosakral
- Cedera Diskus Torakik
J. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
- NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara
menurunkan sintesis prostaglandin
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 800 mg
IV setiap 6 jam jika dibutuhkan
- Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline

21

Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau norepinefrin


oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik
dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik
tertentu.
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 100 300 mg 1x1 hari pada malam hari
Muscle Relaxants
Contoh : Cyclobenzaprine
Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral dan
menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang
mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.
Dosis :
Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
Analgesik
Contoh : Tramadol (Ultram)
Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah persepsi
serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake norepinefrin dan
serotonin
Dosis :
Dewasa : 50 100 mg per oral setiap 4 6 jam (4x1 hari) jika diperlukan
Antikonvulsan
Contoh : Gabapentin (Neurontin)
Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari
penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang
mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.
Dosis :
Dewasa : Neurontin
Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)

3. Invasif Non Bedah


- Blok saraf dengan anestesi local
- Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk
pembengkakan sehingga menurunkan kompresi radiks saraf

mengurangi

4. Bedah (pada HNP)


Indikasi :
skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat, menetap, dan
progresif
defisit neurologis memburuk
sindroma kauda
22

stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)


terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologis dan
radiologi

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition
2. Adams and Victors. Principle of Neurology 8th Edition
3. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6th Edition
4. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga
5. http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical . Cervical Radiculopathy Clinical
6. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview. Lumbosacral Radiculopathy.

23

Anda mungkin juga menyukai