Anda di halaman 1dari 13

Kajian Kebijakan Pengadaan Lahan Dalam

Rangka Optimalisasi
Investasi Dan Percepatan Pembangunan
Infrastruktur PU
1.

Latar Belakang
Hambatan utama berinvestasi di Indonesia adalah
pengadaan lahan. Pengadaan lahan selalu menjadi masalah
dalam pelaksanaan proyek pembangunan yang dilakukan
pemerintah. Banyak kasus pengadaan lahan yang mandek,
sehingga membuat proyek pembangunan pun tersendat.
Padahalpengadaan
lahan
merupakan
dasar
dari
seluruh
proses
pembangunan
infrastruktur Bidang PU. Pembangunan infrastruktur baru
bisa dilaksanakan bila seluruh atau sebagian besar lahan
sudah tersedia. Pengadaan lahan untuk kepentingan umum
dilaksanakan berdasar azas musyawarah dan harga
berlaku.
Dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur yang handal,
pemerintah mengajak pihak swasta untuk lebih mengambil
peran dalam investasi infrastruktur. Kerumitan mekanisme
pengadaan lahan hingga perhitungan harga dalam
kerangka investasi tidak jarang mempengaruhi minat
investor untuk
menanamkan
modalnya
di
sektor
infrastruktur.
Padahal,
dalam rangka pengaturan terkait pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum, Pemerintah telah
menerbitkan peraturan secara berturut-turut adalah
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 15
Tahun 1975 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata
Cara Pembebasan Tanah, Keputusan Presiden (Keppres)
Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum,
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 yang
kemudian diubah menjadi Perpres Nomor 65 Tahun 2006
tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum.
Peraturan perundang-undangan diatas selama ini dianggap
belum memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang kehilangan
tanahnya. Bagi pemerintah yang memerlukan tanah,
peraturan perundang-undangan yang telah diterbitkan
tersebut dipandang masih menghambat atau kurang
untuk memenuhi kelancaran pelaksanaan pembangunan
sesuai rencana.
Kemudian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum disahkan, undang- undang ini diharapkan mampu
menjadi solusi dari UU sebelumnya yang dinilai tidak
efektif. Alasan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 2
Tahun
2012 karena pelaksanaan pengadaan tanah pada saat ini
masih lambat

dalam
mendukung
pembangunan
infrastruktur.
Pelaksanaan pengadaan tanah selama ini masih dilakukan
secara ad hoc dan menimbulkan banyak permasalahan
serta belum menjamin kepastian waktu dalam pembebasan
tanahnya. Sebagai peraturan pelaksana dari UndangUndang Nomor 2
Tahun 2012 yang mengatur teknis pengadaan lahan, maka
pada tanggal 7
Agustus 2012 yang lalu, Presiden telah menerbitkan
Perpres Nomor 71
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan
Tanah
bagi
Pembangunan untuk Kepentingan
Umum.
UU baru ini juga diharapkan mampu menaikkan
iklim
investasi infrastruktur di Indonesia. Iklim investasi
merupakan kunci untuk menarik investasi asing yang
lebih
berkesinambungan ke
dalam negeri.
Hal ini
diyakini akan mendorong perbaikan defisit necara berjalan
dalam jangka panjang, sekaligus mendorong inovasi
teknologi yang berdampak positif pada produktivitas dan
daya saing.
Dalam draf Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN)
2015-2019 kebutuhan investasi prioritas di sektor
infrastruktur mencapai Rp 5.452 triliun. Investasi tersebut
diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi yang
ditargetkan sekitar 6%-8%. Dan dari seluruh skenario yang
ada, alokasi pendanaan infrastruktur tidak mungkin cukup
jika hanya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD), dana tersebut harus bersumber dari Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), kerja sama pemerintah swasta (KPS),
off balance sheet, pinjaman, obligasi dan lainnya. Jika
berdasarkan proyeksi alokasi pendanaan infrastruktur
RPJMN 2015-2019 terlihat persentase APBN dan APBD
hanya sekitar 22% sedangkan selisih atau gap pendanaan
dari yang direncanakan mencapai lebih dari 70%. Adapun
skema pembiayaan alternatifnya bisa dari BUMN, KPS, of
balance sheet, pinjaman, obligasi dan lainnya.
Kementerian PU membutuhkan lahan dalam jumlah yang
signifikan untuk membangun infrastruktur seperti jalan,
jembatan, bangunan gedung, bangunan pengairan, dan
pembangunan infrastruktur lainnya.
Operasionalisasi UU Pengadaan Tanah begitu penting
dalam percepatan penyediaan
infrastrukturPU
dan
permukiman.
Berkaitan
dengan permasalahan dan isu-isu penting diatas,
perlu dilakukan sebuah kajian mengenai pengadaan lahan
dalam rangka optimalisasi investasi dan percepatan

pembangunan infrastruktur PU.


2.

Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara,
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional,
3. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka
Panjang (RPJPN) Tahun 2005-2025,
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum


5. Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum
6.

Tujuan dan Sasaran

a. Tujuan Pekerjaan
Tujuan dilaksanakannya pekerjaan ini adalah :

7.

Sedangkan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk


menghasilkan
rumusan
strategi/
rekomendasi
kebijakan terkait pengadaan lahan dalam rangka
optimalisasi investasi dan percepatan pembangunan
infrastruktur PU
Sasaran Pekerjaan
Sasaran dilaksanakannya pekerjaan ini adalah:
Sasaran dari kegiatan ini adalah tersusunnya rumusan
strategi rumusan strategi/ rekomendasi kebijakan
terkait pengadaan lahan dalam rangka optimalisasi
investasi dan percepatan pembangunan infrastruktur
PU

8.

Ruang Lingkup Kegiatan yang Dilaksanakan


Ruang lingkup kegiatan ini adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan
data dan
informasi kebijakan
terkait
kebijakan pengadaan lahan dalam
pembangunan infrastruktur PU.
b. Pengumpulan data melalui literatur, survei dan
wawancara dengan
sektor swasta mengenai kebijakan yang sudah ada
yang bersifat mendukung maupun menghambat
pembangunan bidang PU.
c. Melakukan evaluasi kebijakan yang sudah ada dan
menganalisis masukan dari
stakeholder
terkait
untuk
penerapan
kebijakan
pengadaan lahan dalam mendukung pembangunan
infrastruktur PU.
d. Melakukan Workshop untuk penyempurnaan masukan
kebijakan.
e.
Menyusun rekomendasi kebijakan terkait kebijakan
pengadaan lahan dalam pembangunan infrastruktur PU.

9.

Luaran dan Manfaat

a. Luaran

Rekomendasi kebijakan terkait kebijakan pengadaan


lahan dalam pembangunaan infrastruktur PU
b. Manfaat
Optimalnya pelaksanaan pengadaan lahan dalam
pembangunaan infrastruktur PU

10. Pelaksanaan Pekerjaan

a. Metode Pelaksanaan
Kegiatan ini akan dilaksanakan secara kontraktual yang
melibatkan tenaga-tenaga ahli sesuai dengan
bidangnya untuk mencapai tujuan dan sasaran dari
kegiatan ini.

b. Tahapan Kegiatan
Pekerjaan ini dilakukan dalam waktu 7 (tujuh) bulan.
Dalam waktu tujuh bulan tersebut terdapat 4 tahapan
kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu :
1. Tahap Persiapan, Identifikasi Kebutuhan dan aturan,
menggali
sumber-sumber literatur;
2. Tahap Survei, menyusun struktur data survei baik
primer

maupun

data

sekunder

dan

melakukan

pengumpulan informasi dengan menyusun daftar


pertanyaan kepada responden;
3. Tahap Analisis sintesis berdasarkan data dan hasil
survei yang telah
dilaksanakan dan diolah;
4. Tahap Diskusi
Stakeholder

Penyempurnaan Dengan

(FGD/Workshop).

c. Tempat Pelaksanaan
Kegiatan ini dilakukan di Jakarta dengan lokasi survei
lapangan di
Propinsi Kaltim, Jabar, Jatim, Sulawesi Utara, dan
Sumatera Utara.

11. Pelaksana Pekerjaan

Pelaksana

Pekerjaan

adalah

Tim

Konsultan.

Dalam

pelaksanaan pekerjaan ini dibutuhkan 5 (lima) orang tenaga


ahli dengan jumlah 25 MM, dan tenaga penunjang yaitu
sekretaris dan operator komputer. Adapun rincian tenaga
ahli dan penugasannya adalah sebagai berikut:
1. Team Leader, sebanyak 1 orang. Dengan persyaratan
sebagai berikut :
Memiliki pendidikan minimal Master (S2) dengan latar
belakang

Sipil;

Berpengalaman

dalam

pembangunan

evaluasi hasil pembangunan


modeling
Infrastruktur

wilayah,

Infrastruktur

dan

pembangunan

sekurang-kurangnya

24

(dua

puluh

empat) bulan dihitung sejak S2;

Team leader yang diusulkan memiliki SKA

2. Ahli Sipil, sebanyak 1 orang. Dengan persyaratan


sebagai berikut:
Memiliki pendidikan minimal Sarjana Teknik Sipil
Strata Satu (S1);
Memiliki pengalaman melaksanakanpekerjaan
dalam
infrastruktur

menganalisa

sekurang-kurangnya

pembangunan
24

(dua

puluh

empat) bulan;
3. Ahli Sumber Daya Air, sebanyak 1 orang. Dengan
persyaratan sebagai berikut:
Memiliki pendidikan minimal Strata Satu Sipil
Pengairan (S1);

Memiliki

pengalaman

menganalisa

melaksanakan

pembangunan

pekerjaan

infrastruktur

SDA

sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) bulan.


4. Ahli Hukum, sebanyak 1 orang. Dengan persyaratan
sebagai berikut:
Memiliki pendidikan minimal Strata Satu Hukum (S1);

Memiliki

pengalaman

melaksanakan

pekerjaan

menganalisa Hukum dalam konteks Pembangunan


infrastruktur sekurang- kurangnya 24 (dua puluh
empat) bulan.
5. Ahli Perencana Kota, sebanyak 1 orang. Dengan
persyaratan sebagai berikut:
Memiliki pendidikan minimal Strata Satu Planologi
(S1);

Memiliki pengalaman melaksanakan pekerjaan


perencanaan kota sekurang-kurangnya 24 (dua puluh
empat) bulan.
6. Untuk mendukung terlaksananya kegiatan ini
dibutuhkan tenaga pendukung antara lain : sekretaris
dan operator komputer.

12. Jenis dan Jumlah

Laporan
Laporan akan dibahas dalam forum tim teknis dan seluruh
stakeholder yang terkait, dengan tahapan pelaporan sebagai
berikut:
1. Laporan Pendahuluan;
Laporan

Pendahuluan

adalah

laporan

yang

berisi

metodologi/pola pikir pendekatan pelaksanaan kegiatan


yang dituangkan dalam program dan rencana kerja.
Laporan ini diserahkan sejumlah 10 (sepuluh) eksemplar
dan diserahkan paling lambat 2 (dua) bulan sejak
dikeluarkannya SPMK.
2. Laporan Bulanan;
Pada Laporan bulanan sebanyak 5 rangkap diserahkan
setiap bulan kepada tim teknis.
3. Laporan Antara (Interim);
Pada Laporan interim terdapatpenajaman
metodologi

dalam

pengumpulan

data

dan

analisa pelaksanaan pekerjaan infrastruktur bidang PU


PR. Laporan diserahkan sejumlah 10 (sepuluh) eksemplar
dan diserahkan 4 (empat) bulan setelah penerbitan
SPMK.
4. Draft Laporan Akhir;
Draft Laporan Akhir merupakan tahap akhir substansi
yang berisi berbagai keluaran sesuai dengan output yang
diharapkan

yakni

sistem

penilaian

kinerja

yang

terintegrasi. Laporan ini dibuat sebanyak 15 (lima belas)


eksemplar dan diserahkan 6 (enam) bulan setelah
penerbitan SPMK.
5. Ringkasan Eksekutif (Executive Summary dan Policy
Brief);
Ringkasan

Eksekutif

atau

Executive Summary dan

Policy Brief berisi ringkasan laporan akhir yang dibuat

dalam format buku sebanyak 20 (dua puluh) eksemplar


dan diserahkan paling lambat 7 (tujuh) bulan setelah
penerbitan SPMK.
6. Laporan Akhir;
Laporan Akhir merupakan penyempurnaan dari hasil
pembahasan Draft Laporan Akhir dalam forum dengan
tim

teknis
stekeholders

Kementerian
terkait, dimana

penyempurnaannya

menjadi

PUPR

dan

ketentuan yang harus diikuti dalam penyusunan laporan


akhir. Laporan Akhir ini diserahkan paling lambat 7
(tujuh) bulan setelah penerbitan SPMK.
7. Produk

seluruh

proses

kegiatan

disimpan

dalam

cakram/CD/DVD sebanyak 5 buah dan diserahkan paling


lambat 7 (tujuh) bulan setelah penerbitan SPMK.

13.

Biaya
Biaya pelaksanaan Pekerjaan ini sebesar Rp. 750.000.000,(tujuh ratus lima puluh juta rupiah) dari APBN Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Satuan Kerja Pusat
Kajian Strategis, Tahun Anggaran
2015
.

Anda mungkin juga menyukai