Anda di halaman 1dari 12

ASKEP SPONDILITIS TB

Definisi:
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Etiologi:
Spondilitis tuberculosis atau tuberculosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder
dari tuberkulosis di tempat lain, 90 95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik
2
( 3

dari tipe human dan

1
3

dari tipe bovin) dan 5 10% oleh mikobakterium

tuberkulosa atipik. Kuman mycobacterium tuberkulosa bersifat tahan asam, dan cepat mati
apabila terkena matahari langsung.
Patofisiologi:
Infeksi berawal dari bagian epifisial korpus vertebra. Kemudian, terjadi hiperemia dan
eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan pelunakan korpus. Selanjutnya terjadi
kerusakan pada korteks epifisis, diskus internertebra, dan vertebra sekitarnya. Kemudain
eksudat menyebar ke depan, di bawah longitudinal anterior. Eksudap ini dapat menembus
ligamen dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada
daerah vertebra servikalis, eksudat terkumpul di belakang paravertebral dan menyebar ke
lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protusi ke
depan dan ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal.
Perubahan struktur vertebra servikalis menyebabkan spasme otot dan kekakuan leher
yang merupakan stimulus keluhan nyeri pada leher. Pembentukan abses faringeal
menyebabkan nyeri tenggorokan dan gangguan menelan sehingga terjadi penurunan asupan
nutrisi dan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan. Kekakuan leher
menyebabkan keluhan mobilitas leher dan risiko tinggi trauma sekunder akibat tidak
optimalnya cara mobilisasi. Tindakan dekompresi dan stabilisasi servikal pada pasca bedah
menimbulkan port de entree luka pasca bedah risiko tinggi infeksi.

Manifestasi klinis:
Secara klinis gejala spondilitis TB hampir sama dengan penyakit TB yang lain, yaitu
badan lemah dan lesu, nafsu makan dan berat badan yang menurun, suhu tubuh meningkat
terutama pada malam hari, dan sakit pada daerah punggung. Pada anak kecil biasanya diikuti
dengan sering menangis dan rewel.
Pada awal gejala dapat dijumpai adanya nyeri radikuler di sekitar dada atau perut,
kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun kian memberat. Kemudian muncul
adanya spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan refleks babinski bilateral. Pada stadium awal
ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok
pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal,
dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan
neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang
menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan
di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tandatanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003)
Komplikasi:
Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB adalah Potts paraplegia. Pada
stadium awal spondilitis TB, munculnya Potts paraplegia disebabkan oleh tekanan
ekstradural pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan jika
Potts paraplegia muncul pada stadium lanjut spondilitis TB maka itu disebabkan oleh
terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang ( ankilosing ) di atas
kanalis spinalis.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke
dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal
maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold
abcess.
Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai mikrobakterium
2. Uji mantoux positif
3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional

5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkelPemeriksaan Radiologis


b. Pemeriksaan Radiologis
1. Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
2. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus
intervertebralis yang berada di korpus tersebut
3. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum
tulang
4. Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari lesi,
skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang
5. Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan osteomielitis
tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf.
Penatalaksanaan:
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin

untuk

menghentikan

progresivitas

penyakit

serta

mencegah

paraplegia.

Prinsip pengobatan paraplegia Pott adalah:


1.
2.
3.
4.

Pemberian obat antituberkulosis


Dekompresi medulla spinalis
Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Penatalaksanaan pada pasien spondilitis TB terdiri atas:


1. Terapi konservatif berupa:
Tirah baring (bed rest)
Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
Memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
a. Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-) / rontgen (+), diberikan dalam 2
tahap:
Tahap 1:
Rifampisin 450 mg + Etambutol 750 mg + INH 300 mg + Pirazinamid
1500 mg
Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2:

Rifampisin 450 mg + INH 600 mg


Diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali).
b. Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan,
termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam
2 tahap yaitu :
Tahap I
Streptomisin 750 mg + INH 300 mg + Rifampisin 450 mg + Pirazinamid
1500mg + Etambutol 750 mg
Obat ini diberikan setiap hari. Untuk Streptomisin injeksi hanya 2 bulan
pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
Tahap 2
INH 600 mg + Rifampisin 450 mg + Etambutol 1250 mg
Obat ini diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah
baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme
berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif
Indikasi dilakukannya tindakan operasi adalah:
Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah
semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan,

setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.


Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka

dan sekaligus debrideman serta bone graft.


Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun
pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada
medulla spinalis.

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita


tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan
penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi
tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
a. Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena
dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses
yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi
tuberkulosa, yaitu:

a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
b. Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.

Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata


Laminektomi
Kosto-transveresektomi
Operasi radikal
Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

c. Kifosis
Operasi pada pasien kifosis dilakukan dengan 2 cara:
1. Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,.
Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada
anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui
operasi radikal.
2. Operasi PSSW
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan
pengobatan tbc tulang belakang yang disebut total treatment.
Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah
dan bukan hanya sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua
dokter. Tujuannya, penyembuhan TBC tulang belakang dengan tulang
belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang
menyolok dan dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita
dapat kembali ke dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan
keluarganya.

WOC
Invasi hematogen ke korpus dekat diskus invertebra daerah servikal

Gangguan Citr
Kerusakan dan penjalaran ke vertebra yang berdekatan
Perubahan struktur vertebra servikalis

Spasme Otot
Kompresi diskus dan kompresi radiks saraf di sisinya

Tindakan dekompresi dan stabilisasi

Port de entree
Resiko tinggi Infeksi

Kurang Penge
Pembentukan abses faringeal

kekakuan leher
Nyeri tenggorokan dan gangguan menela
Nyeri

Ketidak seimbangan nurisi : Kurang dari ke


Gangguan Mobilitas Fisik

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Keluhan utama
Keluhan utama pada klien spondiitis TB terdapat nyeri punggung bagian bawah.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada awal dapat dijumpai nyeri redikuler yang mengelilingi dada dan perut. nyeri
dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat
pergerakan tulang belakang.
Data Subjektif yang mungkin adalah : badan terasa lemah dan lesu, nafsu makan
berkurang serta sakit pada punggung, pada anak-anak sering disertai dengan menangis
pada malam hari, berat badan menurun, nyeri spinal yang menetap, nyeri radikuler yang
mengelilingi dada atau perut.
Data Ojektif yang mungkin adalah : suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada
malam hari, paraplegia, paraparesis, kifosis (gibbus), bengkak pada daerah
paravertebra.
Riwayat Kesehatan Dahulu
menurut R. Sjamsu Hidajat, 1997 : 20 tentang terjadinya spondilitis tuberkulosa
biasanya pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit
tuberculosis paru.
Riwayat Penyakit Keluarga
Salah satu penyebab timbulnya spondilitis tuberkulosa adalah klien pernah atau masih
kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit TB atau lingkungan keluarga ada
yang menderita penyakit tersebut
Psikososial
Klien akan merasa cemas, sehingga terlihat sedih dengan kurangnya pengetahuan
mengenai penyakit TB, pengobatan dan perawatannya sehingga membuat emosinya
tidak stabil dan mempengaruhi sosialisasi penderita.
Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : terlihat lemah, pucat dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis
b. Palpasi : Sesuai yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat
adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi
c. Perkusi : Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok
d. Auskultasi : Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak ditemukan kelainaj
e. Review of System (ROS)
1. B1 (Breating).

2.
3.
4.
5.
6.

B2 (Blood).
B3 (Brain).
B4 (bladder).
B5 (Bowel).
B6 (Bone).

Pengkajian diagnostic
a. Laboratorium
- Laju Endap darah meningkat
b. Pemeriksaan Diagnostik lain
- Radiologi : terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior,
sangat jarang menyerang area posterior ; terdapat penyempitan diskus ;
-

gambaran abses para vertebral


Tes Tuberkulin : Reaksi Tuberkulin biasanya positif

Diagnosis keperawatan
1.
2.
3.
4.

Nyeri berhubungan dengan kompresi radiks saraf servikal, spasme otot servikal
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal dan nyeri
Gangguang citra tubuh berhubungan dengan gangguan struktur tubuh
Ketidak seimbangan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
asupan nutrisi tidak adekuat sekunder akibat nyeri tenggorokan dan gangguan

menelan
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan port de entre luka pasca-bedah
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit,
pengobatan dan perawatan
Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi radiks saraf servikal, spasme otot servikal
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang 3 x 24 jam
Kriteria Hasil :
- Klien melaporkan penurunan nyeri
- skala nyeri 0 - 1
- dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
-

menurunkan nyeri
klien menunjukan perilaku yang lebih rileks

Intervensi :
1) kaji lokasi, intensitas dan tupe nyeri sebagi observasi penyebaran nyeri
rasional : nyeri merupakan pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan
oleh klien sendiri
2) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologis dan non
invasive
Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologis
lainnya telah menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

3) istirahatkan leher, atur posisi fisiologis dan pasang ban leher


rasional : posisi fisiologis akan mengurangi kompresi saraf leher
4) lakukan masase pada otot leher
rasional : masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri leher
5) Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam ketika nyeri muncul
rasional : meningkatkan asupan oksigen sehingga menurunkan nyeri sekunder
akibat iskemia
6) ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
rasional : distraksi dapat menurunkan stimulus nyeri
7) Berikan analgesic sesuai terapi dokter dan kaji keefektivitasannya
rasional : analgesic mampu mnegurasngi rasa nyeri; bagaimana reaksi terhadap
nyeri yang diderita klien
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal dan nyeri
Tujuan : klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal dan mampu teradaptasi
dalam waktu 7 x 24 jam
Kriteria Hasil :
- klien dapat ikut serta dalam program latihan
- klien terlihat mampu melakukan mobilisasi secara bertahap
- mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat
optimal
Intervensi
1) kaji kemampuan mobilitas dan observasi terhadap peningkatan kerusakan
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
2) bantu klien melakukan ROM, dan perawatan diri sesuai toleransi
Rasional : latihan ROM yang optimal mampu menurunkan atrofi otot,
memperbaiki sirkulasi perifer dan mencegah kontraktur
3) pantau keluhan nyeri dan adanya tanda-tanda deficit neurologis
rasional : peran perawat dalam pemantauan dapat mencegah terjadinya hal yang
lebih parah seperti henti jantung paru akibat kompresi batang otak dan korda
4) kolaborasi dengan dokter untuk pemberian OAT
Rasional : OAT akan mengobati penyebab dasar spondilitis TB
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan struktur tubuh
Tujuan : Klien dapat mengekpresikan perasaanya dan dapat menggunakan koping
adaptif
Kriteria Hasil :
-

Klien

dapat

mengungkapkan

perasaannya

dan

dapat

menggunakan keterampilan koping yang poeotif dalam


mengatasi perubahan citra
Intervensi :
1) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.
Rasional : meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya
dengan mengungkapkan perasaan dapat membantu penerimaan diri

2) bersama-sama klien mencari alternatif koping yang positif


Rasional : dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri
klien
3) kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien kluarga dan teman serta
berikan aktifitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image
Rasional : memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara
positif dan tidak merasa rendah diri
4. Ketidak seimbangan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
asupan nutrisi tidak adekuat sekunder akibat nyeri tenggorokan dan gangguan
menelan
Tujuan : dalam waktu 7 x 24 jam keseimbangan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria Hasil :
- klien terlihat mampu melakukan pemenuhan nutrisi per oral
-

secara bertahap
proporsi berat badan dan tinggi badan ideal

Intervensi :
1) pantau persentase asupan makanan yang dikonsumsi setiap makan, timbang berat
badan tiap hari
Rasional : mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang
diharapkan
2) berikan perawatan mulutu tiap 6 jam. pertahankan kesegaran ruangan
Rasional : perasaan tidak nyaman pada mulut dan bau yang tidak nyaman dari
lingkungan dapat mempengaruhi selera makan
3) beri makanan lunak dalam kondisi hangat, sedikit tapi sering
Rasional : peran perawat dalam memberi dukungan sangat diperlukan pada klien
yang membutuhkan energy dan protein untuk proses pengembalian fungsi yang
optimal
4) dorong klien untuk ikut serta dalam pemenuhan nutrisi tinggi kalori dan tinggi
protein
Rasional : peran perawat dalam member dukungan sangat diperlukan pada klien
yang pada fase inflamasi sangat banyak membutuhkan energy dan protein untuk
proses pengembalian fungsi yang optimal
5) kolaborasi dengan ahli diet untuk pemenuhan nutrisi yang ideal
Rasional : dalam kondisi akut, ahli diet dapat mencari jenis makanan yang dapat
membantu klien dalam memenuhi kebutuhan akan energy dan perbaikan
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan port de entre luka pasca-bedah
Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil :
- terbebas dari tanda atau gejala infeksi
- menunjukan hygiene yang adekuat
- menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi

Intervensi :
1) pantau tanda/ gejala infeksi
Rasional : mengidentifikasi dini infeksi
2) kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi
Rasional : Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
3) berikan terapi antibiotik, bila diperlukan
Rasional : Mencegah Infeksi
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit,
pengobatan dan perawatan
Tujuan : Klien dan Keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah
Kriteria Hasil :
-

Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace


atau korset

mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan

klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit,


rencana pengobatan dan gejala kemajuan penyakit

Intervensi :
1) Diskusikan tentang pengobatan
Rasional : meminimalisasi kesalahan klien dan keluarga dalam
penggunaan obat
2) Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur
Rasional : Meningkatkan kewaspadaan klien maupun keluarga terhadap
faktor faktor resiko yang dapat memperparah kondisi klien
3) Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter
Rasional : mendeteksi kondisi perkembangan klien secara dini
Evaluasi
1.
2.
3.
4.
5.

Pasien menyatakan nyeri berkurang dan atau hilang


pasien menunjukan kondisi yang rileks dan dapat beristirahat
pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
pasien mendiskusikan perannya dalam mencegah kekambuhan
pasien mampu mengerti penjelasan yang diberikan tentang proses penyakit dan

pengobatannya
6. pasien mampu mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langka untuk
menghindarinya
7. pasien dapat menggunakan obat yang diresepkan dengan baik
8. pasien dapat melakukan pola hidup sehat dengan baik

Daftar pustaka
Muttaqin, A. (2008). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta: EGC.
http://qittun.blogspot.com/2008/10/asuhan-keperawatan-dengan-spondilitis.html
http://childfever.blogspot.com/2009/03/askep-muskoskletalspondilitis.html
http://qittun.blogspot.com/2008/10/asuhan-keperawatan-dengan-spondilitis.html
Qittun on Sunday, October 12, 2008

Anda mungkin juga menyukai