Anda di halaman 1dari 59

Urine adalah bagian penting dari pembuangan tubuh karena banyak zat yang beredar di

dalam

tubuh. Urin atau

air

seni

atau

air

kencing

adalah

cairan

sisa

yang

diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses urinasi.

Eksreksi

urin

diperlukan

untuk

membuang

molekul-molekul

sisa

dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun,
ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin
disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang
keluar tubuh melalui uretra.
Urine bertugas membuang limbah dari ginjal, terutama untuk membuang racun-racun
atau zat-zat yang dapat mengakibatkan sesuatu yang buruk bagi tubuh. Urine juga dapat
mengungkapkan secara tepat apa yang telah kita makan, berapa banyak kita minum dan
penyakit apa yang kita miliki. Ekresi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul
sisa di dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Namun ada juga beberapa spesies yang menggunakan urine sebagai sarana komunikasi
olfaktori. Urine disaring di dalam ginjal, di bawa melalui ureter menuju kandung kemih, lalu
dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urine dan permasalahan urine telah digunakan selama
ratusan tahun oleh para dokter untuk melihat persoalan kesehatan manusia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang , rumusan masalah yang dapat kami angkat yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan retensi urine?
2. Bagaimana patofisiologi reteni urine?
3. Apa penyebab dari retensi urine?
4. Bagaimana tanda dan gejala retensi urine?
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan retensi urine
2. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari retensi urine.
3. Untuk mengetahu penyebab dari retensi urine.
4. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala dari retensi urine.
D. Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami
tentang retensi urine, inkontinensia urine, poliuri, anuri, dan hematuri sehingga mahasiswa
mampu meningkatkan kemampuan dalam memahami tanda dan gejala masalah eliminasi sisa
metabolisme serta mampu menguraikan penyakit dengan benar. Tidak hanya mampu
memahami tetapi juga mampu menguraikan dan menerapkan kemampuan dalam
menguraikan tanda dan gejala sisa metabolisme saat memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien/klien.

BAB II
TANDA DAN GEJALA RETENSI URINE

A. PENGERTIAN RETENSI URINE


Retensi urin merupakan penumpukan urin dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan
kandung kemih untuk menggosokkan kandung kemih. Retensio urine adalah kesulitan miksi
karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine
adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis.
(Depkes RI Pusdiknakes 1995).
Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat
keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth). Retensio urine adalah
suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan untuk
mengosongkannya secara sempurna. (PSIK UNIBRAW).
Urine terus berkumpul di kandung kemis, meregangkan dindingnya sehingga timbul
perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfibis pubis, gelisah, dan terjadi
diaphoresis (berkeringat). Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan
kedaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Dalam keadaan distesi, vesika urinia sebanyak 3000-4000 ml urine.
Pada kondisi normal, produksi urine mengisi kandung kemih dengan perlahan dan
mencegah aktivasi reseptor regangan sampai distensi kandung kemih meregang pada level
tertentu. Refleks berkemih terjadi dan kandung kemih menjadi kosong. Dalam kondisi

retensi urine, kandung kemih tidak mampu berespon terhadap refleks berkemih sehingga
tidak mampu untuk mengosongkan diri.
Seiring

dengan

berlanjutnya

retesi

urine,

retensi

tersebut

dapat

menyebabkanoverflow retensi (akibat tekanan urine yang tertahan dalam kandung kemih)
atau urine sisa. Urine sisa adalah urine yang tertinggal dalam kandung kemih setelah buang
air kecil. Tekanan dalam kandung kemih meningkat sampai suatu titik dimana sfiengter
uretra eksterna tidak mampu lagi menahan urine. Sfingter untuk sementara terbuka sehingga
memungkinkan sejumlah kecil urine (25 sampai 60 ml) keluar. Tekanan kandung kemih
cukup menurun sehingga sfingter memperoleh kembali kontrolnya dan menutup. Seiring
dengan overflow retensi, klien mengeluarkan sejumlah kecil urine dua atau tiga kali sejam
tanpa adanya penurunan distensi atau rasa nyaman yang jelas. Perawat harus mengetahu
volume urine dan frekuensi berkemih supaya dapat mengkajji kondisi ini pada klien. Spasme
kandung kemih dapat timbul ketika klien berkemih.
B. PATOFISIOLOGI
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan.
Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, faktor obat dan faktor lainnya seperti ansietas,
kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.
Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi :
a.

Supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi T12 L1
menyebabkan kerusakan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak
terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya
relaksasi otot spinkter internal,

b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi
prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi
urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi
abdomen.
c.

Faktor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan
filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun.

d. Faktor lain berupa kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang
dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi
dengan baik.
Dari semua faktor di atas menyebabkan urine mengalir lambat kemudian terjadi poliuria
karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan
distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi

urethra. Pada ibu yang selesai melakukan persalinan, retensi urine terjadi bila tekanan pada
pleksus sakrum menyebabkan terjadinya inhibisi implus. Kandung kemih penuh, tetapi tidak
timbul keinginan untuk berkemih. Hal ini disertai dengan distensi yang menghambat saraf
reseptor pada dinding kandung kemih. Tekanan dari bagian terendah janin terjadi pada
kandung kemih dan uretra, terutama pada daerah pertemuan keduanya. Tekanan ini mencegah
keluarnya urine, meskipun ada keinginan untuk berkemih. Kurangnya privasi atau postur
yang kurang baik juga mengakibatkan retensi urine.Kurang kesadaran akan kebutuhan
berkemih juga terjadi pada penggunaan anastesia regional, seperti anestesia epidural, blok
pundendal karena obat-obat tersebut menimbulkan paralisis termporer pada saraf-saraf yang
mempersarafi kandung kemih (Veralls, 1993).
Ibu harus dianjurkan untuk berkemih setiap 2 jam selama persalinan untuk meminimalkan
risiko retensi urine. Kandung kemih yang penuh akan memengaruhi proses kelahiran dengan
berbagai cara:
1. Menghambat penurunan bagian terendah janin, terutama bila berada di atas spina iskiadikus
(Gee & Glynn, 1997; Morrin, 1997)
2. Menurunkan efisiensi kontraksi uterus (Morrin, 1997; Verralls, 1993)
3. Menimbulkan nyeri yang tidak perlu (Verralls, 1993)
4. Meneteskan urine selama kontraksi yang kuat pada kala II (Verralls, 1993)
5. Memperlambat kelahiran plasenta (Gee dan Glynn, 1997)
6. Mencetuskan perdarahan pascapartum dengan menghambat kontraksi uterus (Verralls, 1993)
C. TANDA DAN GEJALA RETENSI URINE
Tanda-tanda utama retensi urine akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa
jam dan terdapat distensi kandung kemih. Klien yang berada di bawah pengaruh anestesi atau
analgesik mungkin hanya merasakan adanya tekanan, tetapi klien yang sadar akan merasakan
nyeri hebat karena distensi kandung kemih melampaui kapasitas normalnya. Pada retensi
urine yang berat, kadnung kemih dapat menahan 2000 sampai 3000 ml urine. Retensi terjadi
akibat obstruksi uretra, trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan motorik
kandung kemih, efek samping obat dan asietas.
Tanda klinis retensi:
a.

Ketidak nyamanan daerah pubis

b. Distensi vesika urinia.


c.

Ketidak sanggupan untuk berkemih.

d. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50ml)


e.

Ketidak seimbangan jumblah urin yang di keluarkan dengan asupannya.

f.

Meningkatkan keresahan dan keingginan berkemih

g. Adanya urin sebanyak 3000-4000ml dalam kandung kemih.

Retensi urine dapat menimbulkan infeksi yang bisa terjadi akibat distensi kandung kemih
yang berlebihan,, gangguan suplai darahpada dinding kandu kemih dan proliferasi bakteri.
Gangguan fungsi renal juga dapat terjadi, khususnya bila terdapat obstruksi saluran kemih.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Retensi urin merupakan penumpukan urin dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan
kandung kemih untuk menggosokkan kandung kemih. Tanda-tanda utama retensi urine akut
ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam dan terdapat distensi kandung
kemih. Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan.
Adapun penyebab dari penyakit retensio urine antara lain Supra vesikal, Vesikal, Intravesikal
dan beberapa obat serta faktor lain berupa kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan
lain sebagainya.Tanda-tanda utama retensi urine akut ialah tidak adanya haluaran urine
selama beberapa jam dan terdapat distensi kandung kemih. Klien yang berada di bawah
pengaruh anestesi atau analgesik mungkin hanya merasakan adanya tekanan, tetapi klien

yang sadar akan merasakan nyeri hebat karena distensi kandung kemih melampaui kapasitas
normalnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/retensi-urin-_9510001031242
Kozier&Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta. Hlm 499
Pierce A. Grace & Neil R. Borley.2006.At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga.Erlangga.Hlm
60, 61
George William. 2011. Dahsyatnya terapi Urine. Berlian Media. Hlm 11, 23
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.
Doenges. M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
http://id.wikipedia.org/wiki/Urin

PENDAHULUAN
Retensi Urin merupakan suatu keadaan darurat urologi yang paling sering ditemukan dan
dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Berarti bahwa seorang dokter atau perawat
dimanapun dia bertugas kemungkinan besar pernah atau akan menghadapi kelainan ini.
Oleh karena itu, yang bersangkutan harus bisa mendeteksi kelainan tersebut dan
selanjutnya dapat melakukan penanganan awal secara benar.
Bilamana retensi urin tidak ditangani sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan
terjadinya penyulit yang memperberat morbiditas penderita yang bersangkutan. Pada
dasarnya tidak diperlukan peralatan maupun ketrampilan yang khusus untuk mendeteksi
dan menangani penderita dengan retensi urin, apapun yang menyebabkan terjadinya
kelainan tersebut. Permasalahan yang sering dihadapi seorang dokter atau seorang
perawat adalah- Retensi urin tidak dideteksi karena kelainan ini tidak terpikirkan,
penderita tidak mengeluh atau mengatakan bahwa masih bisa kencing secara berkala
(inkontinensi paradoksa).
- Retensi menambah penderitaan atau menimbulkan penyulit yang merugikan, bahkan
bersifat permanen dan hal ini dapat terjadi karena dokter atau perawat menangani
kelainan tersebut tanpa
memperhatikan persyaratan yang ditentukan, belum berpengalaman atau peralatan yang
dibutuhkan tidak dimiliki.
Pada artikel ini akan diuraikan secara mendasar sebab-sebab terjadinya retensi urin, cara
mendeteksi dan cara melakukan penanganan secara benar dan akan diketengahkan pula
beberapa "pifalls" dan "tips" yang perlu diketahui oleh seorang dokter maupun seorang
perawat bila menghadapi kasus retensi urin.
Tujuan Umum
Setiap dokter dan perawat mampu mendeteksi dan melakukan tindakan awal secara benar
dimana
dan kapan saja pada setiap kejadian retensi urin.
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kuliah ini yang bersangkutan :

mengetahui mendeteksi terjadinya retensi urin, baik yang akut maupun yang
kronis.

memahami berbagai alternatif dan cara menanganai retensi urin secara benar

memiliki kemampuan untuk memilih alternatif penanganan yang tepat sesuai


dengan peralatan dan ketrampilan yang dimiliki.

mengetahui penyulit yang dapat terjadi bila penanganan awal tidak adekuat.

mengetahui cara merawat lanjutan termasuk bagaimana merujuk penderita yang


sudah dikelola pada fase awal.

PEMBAHASAN
Definisi
Retensi urin adalah keadaan dimana penderita tidak dapat mengeluarkan urin yang

terkumpul didalam buli-buli sehingga kapasitas maksimal dari buli-buli dilampaui.


Proses Miksi:
Buli-buli berfungsi ganda
1. Menampung urin sebagai "reservoir". Pada fase ini otot buli-buli (detrusor) dalam
keadaan relaksasi sedangkan sfmgter dalam keadaan tegang (menutup). Bila
volume urin mencapaib kapasitas fisiologis (pada orang dewasa berkisar antara 250400 ml), akan timbul rangsangan untuk miksi, namun proses miksi masih bisa
ditangguhkan karena ditahan oleh yang bersangkutan. Bila volume urin mencapai
kapasitas maksimal (pada orang dewasa berkisar antara 500-600 ml), rangsangan
untuk miksi makin meningkat, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan proses
miksi masih bisa ditahan sementara dengan menegangkan sfingter uretra
eksternum secara sadar (otot bergaris)
2. Mengosongkan isinya, disebut proses miksi. Peristiwa ini memerlukan kerja sama
yang terkoordinir secara harmonis antara detrusor yang berkontraksi dan sfmgter
yang mengalami relaksasi sehingga urin memancar keluar sampai buli-buli kosong.
Pada kedua fase tersebut diatas, buli-buli mencegah pengaliran urin kembali
kedalam ureter (mencegah terjadinya refluks).
Proses miksi akan berlangsung lancar bila detrusor dan sfingter dalam keadaan baik,
berfungsi
normal (terkoordinir secara harmonis) dan tidak terdapat hambatan di uretra. Penyebab
retensi urin .

Kelemahan detrusor.

cedera /gangguan pada sumsum tulang belakang, kerusakan serat saraf (diabetes
melitus), detrusor yang mengalami peregangan/dilatasi yang berlebihan untuk
waktu lama

Gangguan koordinasi detrusor-sfingter (dis-sinergi)

cedera /gangguan sumsum tulang belakang di daerah cauda equina.

Hambatan pada jalan keluar:

kelainan kelenjar prostat (BPH, Ca)

striktura uretra

batu uretra

kerusakan uretra (trauma)

gumpalan darah didalam lumen buli-buli (clot retention) dll.

Akibat retensi urin

Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga tekanan didalam


lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat.

Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam lumen akan
menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi hidroureter dan
hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal.

Bila tekanan didalam buli-buli meningkat dan melebihi besarnya hambatan di


daerah uretra, urin akan memancar berulang-ulang (dalam jumlah sedikit) tanpa
bisa ditahan oleh penderita, sementara itu buli-buli tetap penuh dengan urin.
Keadaan ini disebut : inkontinensi paradoksa atau "overflow incontinence"

Tegangan dari dinding buli-buli terns meningkat sampai tercapai batas toleransi dan
setelah batas ini dilewati, otot buli-buli akan mengalami dilatasi sehingga kapasitas
buli-buli melebihi kapasitas maksimumnya, dengan akibat kekuatan kontraksi otot
buli-buli akan menyusut.

Retensi urin merupakan predileksi untuk terjadinya infeksi saluran kemih (ISK) dan
bila ini terjadi, dapat menimbulkan keadaan gawat yang serius seperti
pielonefritis, urosepsis, khususnya pada penderita usia lanjut. Gambaran Klinis

Rasa tidak nyaman hingga rasa nyeri yang hebat pada perut bagian bawah hingga
daerah genital.

Tumor pada perut bagian bawah.

- Tidak dapat kencing.

Kadang-kadang urin keluar sedikit-sedikit, sering, tanpa disadari, tanpa bisa


ditahan (inkontinensi paradoksa).

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Anamnesis
Tidak bisa kencing atau kencing menetes /sedikit-sedikit
Nyeri dan benjolan/massa pada perut bagian bawah
Riwayat trauma: "straddle", perut bagian bawah/panggul, ruas tulang belakang.
Pada kasus kronis, keluhan uremia
Pitfalk
Retensi urin pada:
penderita cedera pada sumsum tulang belakang (paraplegi), tidak merasakan nyeri bila
bulibuli
penuh.
penderita trauma tulang panggul yang disertai kerobekan uretra, rasa nyeri kabur karena
juga
dirasakan nyeri akibat kerusakan struktur lainnya.
Inspeksi:
Penderita gelisah
Benjolan/massa perut bagian bawah
Tergantung penyebab : batu dimeatus eksternum, pembengkakan dengan/tanpa fistulae
didaerah

penis dan skrotum akibat striktura uretra, perdarahan per uretra pada kerobekan akibat
trauma.
Palpasi dan perkusi
Teraba benjolan/massa kistik-kenyal (undulasi) pada perut bagian bawah.
Bila ditekan menimbulkan perasaan nyeri pada pangkal penis atau menimbulkan
perasaan
ingin kencing yang sangat mengganggu.
Terdapat keredupan pada perkusi.
Dari palpasi dan perkusi dapat ditetapkan batas atas buli-buli yang penuh, dikaitkan
dengan jarak
antara simfisis-umbilikus.
Tergantung penyebab
- teraba batu di uretra anterior sampai dengan meatus eksternum.
- teraba dengan keras (indurasi) dari uretra pada striktura yang panjang
- teraba pembesaran kelenjar prostat pada pemeriksaan colok dubur.
- teraba kelenjar prostat letaknya tinggi bila terdapat ruptur total uretra posterior.
Kepastian diagnosis
Foto polos abdomen dan genitalia
- terlihat bayangan buli-buli yang penuh dan membesar.
- adanya batu (opaque) di uretra atau orifisium internum.
Uretrografi untuk melihat adanya striktura, kerobekan uretra, tumor uretra.
Ultrasonografi untuk melihat volume buli-buli, adanya batu, adanya pembesaran kelenjar
prostat.
Pitfall
Pada wanita dewasa massa di perut bagian bawah harus dibedakan antara buli-buli yang
penuh akibat retensi urin, uterus yang membesar karena kehamilan atau sistoma ovarii
yang
besar.
Tips
Tanpa adanya fasilitas radiologi, disarankan untuk melakukan kateterisasi (kateter
nelaton
16F) untuk memastikan diagnosis sekaligus untuk menanggulangi retensi urinnya (lihat
syarat-syarat dan tehnik kateterisasi)
Pada pria tidak dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dan menangani retensi urin
dengan
kateter logam.
PENATALAKSANAAN:
Bila diagnosis retensi urin sudah ditegakkan secara benar, penatalaksanaan ditetapkan
berdasarkan masalah yang berkaitan dengan penyebab retensi urinnya.
Pilihannya adalah
1. Kateterisasi
2. Sistostomi suprapubik
- trokar
- terbuka
3. Pungsi suprapubik
1. Kateterisasi

Syarat-syarat
- dilakukan dengan prinsip aseptik
- digunakan kateter nelaton/sejenis yang tidak terlalu besar, jenis Foley
- diusahakan tidak nyeri agar tidak terjadi spasme dari sfingter.
- diusahakan dengan sistem tertutup bila dipasang kateter tetap.
- diberikan antibiotika profilaksis sebelum pemasangan kateter 1 X saja (biasanya tidak
diperlukan
antibiotika sama sekali). Kateter tetap dipertahankan sesingkat mungkin, hanya sepanjang
masih
dibutuhkan.
Teknik kateterisasi
- Kateter Foley steril, untuk orang dewasa ukuran 16-18 F.
- Desinfeksi dengan desinfektans yang efektif, tidak mengiritasi kulit genitalia (tidak
mengandung
alkohol)
- Anestesi topikal pada penderita yang peka dengan jelly xylocaine 2-4% yang dimasukkan
dengan
semperit 20cc serta "nipple uretra" diujungnya. Jelly tersebut sekaligus berperan sebagai
pelicin.
(Pada batu atau striktura uretra, akan dirasakan hambatan pada saat memasukkan jelly
tersebut)
- Kateter yang diolesi jelly K-Y steril dimasukkan kedalam uretra. Pada penderita wanita
biasanya
tidak ada masalah. Pada penderita pria, kateter dimasukkan dengan halus sampai urin
mengalir
(selalu dicatat jumlah dan warna / aspek urin), kemudian balon dikembangkan sebesar 510 ml. .
- Bila diputuskan untuk menetap, kateter dihubungkan dengan kantong penampung steril
dan
dipertahankan sebagai sistem tertutup.
- Kateter di fiksasi dengan plester pada kulit paha proksimal atau didaerah inguinal dan
diusahakan
agar penis mengarah kelateral, hal ini untuk mencegah terjadinya nekrosis akibat tekanan
pada
bagian ventral uretra di daerah penoskrotal
Perawatan Kateter tetap
Penderita dengan kateter tetap harus
- Minum banyak untuk menjamin diuresis
- Melaksanakan kegiatan sehari-hari secepatnya bila keadaan mengijinkan Membersihkan
ujung
uretra dari sekrit dan darah yang mengering agar pengaliran sekrit dan lumen uretra
terjamin.
- Mengusahakan kantong penampung urin tidak melampaui ketinggian buli-buli agar urin
tidak
mengalir kembali kedalamnya
- Mengganti kateter (nelaton) setiap dua minggu bila memang masih diperlukan untuk
mencegah

pembentukan batu (kateter silikon : penggantian setiap 6-8 minggu sekali)


Pitfalls :
Ukuran kateter yang terlalu besar akan menekan mukosa uretra dan menghambat
pengaliran
sekrit yang diproduksi sehingga mengundang terjadinya uretritis dengan segala
konsekuensinya (a.l striktura)
Mengembangkan balon dan kateter yang ujungnya belum masuk sempuma di dalam
lumen
buli-buli akan menimbulkan nyeri dan bila dipaksakan dapat menimbulkan lesi pada
uretra.
Melakukan kateterisasi secara kasar akan menimbulkan nyeri dan terjadi spasme dan
sfingter
sehingga kateter tidak dapat masuk
Tips :
Menggunakan jelly dari bahan yang larut dalam air dan tidak menimbulkan iritasi pada
mukosa uretra (jelly K-Y').
Menghindari penggunaan antibiotika pada pemasangan kateter tetap karena akan
mengandung tumbuhnya kuman yang kebal. Penggunaan antibiotika hanya dibenarkan bila
terjadi bakteriemia atau terdapat ancaman sepsis.
Mengusahakan pengaliran urin selalu lancar (bebas dari tekukan selang kantong
penampung
dan gumpalan darah, dan debris dan sebagainya) dengan mengusahakan diuresis yang
memadai dan mengusahakan sistem tertutup yang tidak mengganggu.
Mengatasi spasrne sfingter dengan menekan tempat tersebut selama beberapa menit
dengan
ujung kateter sehingga begitu terjadi relaksasi, kateter akan masuk dengan lancar (perlu
kesabaran)
Mencegah balon dikembangkan di dalam lumen uretra dengan cara memasukkan kateter
sedalam mungkin kedalam bull-buh, balon dikembangkan dan setelah itu kateter ditarik
kembali sehingga balon terletak tepat pada orifisium internum.
2. Sistostomi Trokar
Indikasi
1. Kateterisasi gagal : striktura, batu uretra yang menancap (impacted).
2. Kateterisasi tidak dibenarkan : kerobekan uretra path trauma.
Sebagian ahli berpendapat bahwa sistostomi pada pria lebih aman daripada kateter tetap
karena
penyulit akibat pemakaian kateter pada uretra dapat ditiadakan (uretritis, striktura,
fistula)
Syarat-syarat:
- Retensi urin dan bull-buli penuh, kutub atas lebih tinggi pertengahan jarak antara
simfisis umbilikus
- Ukuran kateter Foley lebih kecil daripada celah dalam trokar (< - > 20F)
Pitfalls
Cara kerja yang tidak sistematis dan kurang cepat bisa berakibat buli-buli sudah
menguncup

(karena semua urin mengalir keluar) sebelum berhasil masuk kedalam lumen buli-buli.
Kekuatan besar untuk mengatasi tahanan dan kulit dan fasia dapat menyebabkan
dorongan
kelewatan sehingga trokar menembus dinding belakang buli-buli.
Tips
Siapkan segala peralatan sebelum mulai melakukan sistostomi sehingga dapat bekerja
cepat.
Dicek ukuran kateter dan balon dites terlebih dahulu.
Untuk menghindari tahanan dari kulit dan fasia, kedua struktur tersebut ditusuk/disayat
terlebih dahulu dengan pisau tajam sehingga trokar dapat menembus dinding buli-buli
dengan mulus
Ujung kateter Foley dipotong beberapa milimeter distal dari balon, sehingga segmen
kateter
yang masuk lumen buli-buli tidak terlalu panjang.
Sistostomi Terbuka
Indikasi
- lihat sistostomi trokar
- bila sistostomi trokar gagal
- bila akan melakukan tindakan tambahan seperti mengambil batu di dalam bull-buli,
evaluasi
gumpalan darah, memasang "drain" di rongga Retzii, dan sebagainya.
Perawatan kateter sistostomi jauh lebih sederhana daripada kateter tetap melalui uretra.
Demikian

RETENSIURINE

A. Definisi
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah
kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara
akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995). Retensio urine adalah ketidakmampuan
untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal
tersebut. (Brunner & Suddarth). Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di
kandung kemih dan tidak punya kemampuanuntuk mengosongkannya secara
sempurna. (PSIK UNIBRAW)
B.
1.
2.
3.
4.

Etiologi
Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis
Vesikalberupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang
Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan tumor
Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,kelainan patologi uretra, trauma,
disfungsi neurogenik kandung kemih.

C. Manifestasi Klinis
1. Urine mengalir lambat
2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan kandung kemih tidak
efisien
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih

4.
a.
b.
c.
D.

kemih tidak efisien


Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc.
Patofisiologi
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan.Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti
ansietas,kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi
menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi menyebabkan
kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehinggatidak terjadi koneksi
dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot
spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal
berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu
kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian
distensi
abdomen.
Factor
obat
dapat
mempengaruhi
proses BAK, menurunkan
tekanan darah,
menurunkan
filtrasi
glumerolus
sehinggamenyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa kecemasan, kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot perut, peri
anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik.
Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria
karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan
distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi urethra
1.

Definisi

BPH (Benigna Prostatic Hyperplasia) adalah pembesaran kelenjar prostat yang menuju
ke dalam kandung kemih dan mengakibatkan obstruksi pada saluran urine atau
pembesaran kelenjar dan jaringan prostat berhubungan dengan perubahan endokrin.
(Brunner and Suddarth, 2002, hal. 1625). BPH adalah pertumbuhan dari nodula-nodula
fibrioadenomatosa majemuk dalam prostat. (Sylvia A. Price, 1995, hal. 1154).

2.

Anatomi Fisiologi

Struktur reproduksi pria terdiri dari penis, testis dalam kantong skrotum, sistem ductus
yang terdiri dari epididimis, vas deferens, duktus ejakulatoris, dan uretra. Selain itu
reproduksi pria juga memiliki glandula asesoria yang terdiri dari vesikula seminalis,
kelenjar prostat dan kelenjar bulbouretralis.
Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel
sertoli, dan sel-sel leydig. Tempat produksi sperma terjadi pada tubulus seminiferus. Selsel leydig mensekresi testosteron. Tubulus koligentes mengirimkan sperma ke dalam
epididimis, suatu struktur seperti topi yang terletak pada testis dan mengandung duktus
yang melebar yang mengarah ke dalam vas deferens. Struktur tubulus yang keras ini
menjalar ke arah atas melewati kanalis inguinalis untuk memasuki rongga abdomen di
belakang peritoneum dan kemudian memanjang ke bawah ke arah basal kandung
kemih. Suatu tonjolan berkantong dari struktur ini disebut vesika seminalis yang
bertugas sebagai wadah untuk sekresi testikuler. Traktus ini berlanjut sebagai duktus
ejakulatorius yang kemudian menjalar melalui kelenjar prostat untuk masuk ke dalam
uretra yang merupakan saluran keluar sperma maupun urine.
Fungsi glandular: Testis mempunyai fungsi ganda : pembentukan spermatozoa dari selsel germinal tubulus seminiferus dan sekresi hormon seks pria yaitu testosteron, yang
menyebabkan dan memelihara karakteristik seks pria.
Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang terletak di bawah vesika urinaria melekat
pada dinding bawah vesika urinaria di sekitar uretra bagian atas. Bentuk prostat
menyerupai buah kenari dengan ukuran 4x3x2 cm. Berat prostat + 20 gram dan terdiri
dari 4 lobus yaitu 1 lobus posterior, 1 lobus lateral, 1 lobus anterior, 1 lobus medial.
Prostat mengeluarkan sekret cairan yang bercampur sekret dari testis. Perbesaran
prostat akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urine. Kelenjar bulbouretral
terletak di sebelah bawah dari kelenjar prostat, panjangnya 2-5 cm.
Fungsi kelenjar prostat :
1.

Menambah cairan alkalis pada cairan seminalis, berguna untuk melindungi

spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada uretra.


2. Menghasilkan cairan prostat yang merupakan salah satu komponen dan cairan
3.

3.

ejakulat.
Cairan prostat bersifat anti bakteri.

Etiologi

Penyebab pasti tidak diketahui.

Faktor yang mempengaruhi adalah :

Usia (penuaan), di atas 50 tahun.

Sistem hormonal, diit/nutrisi.


Efek dari peradangan kronis pada kelenjar prostat.

Stimulasi rangsangan estrogen.


Akumulasi berlebihan dari DHT.

4.

Patofisiologi

Penyebab BPH tidak diketahui secara pasti. Biasanya BPH timbulnya dipengaruhi oleh
penuaan usia yang menyebabkan perubahan endokrin, sehingga terjadi peningkatan sel
normal/hiperplasia. Pembesaran jaringan prostat periuretral menyebabkan obstruksi
leher kandung kemih dan uretra purs prostatica. Lobus yang mengalami hipertrofi dapat
menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatik. Dengan demikian menyebabkan
pengosongan urine inkomplit atau retensi urine. Berkurangnya aliran kemih ini dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih dan terbentuknya batu pada saluran kemih. Selain
itu karena retensi urine dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan kandung kemih
sehingga pembuluh darah pada kandung kemih rusak dan terjadilah hematuri. Akibat
tekanan kandung kemih meningkat bisa terjadi refluks urine. Jika keadaan ini berlanjut
dapat terjadi dilatasi pada ureter (hidroureter) dan ginjal (hydroneprosis) secara
bertahap. Hal ini yang menyebabkan gangguan fungsi ginjal.
click here to download pathway BPH

5.

Tanda dan Gejala

Sering berkemih

Nokturia

Hesistensi/anyang-anyangan.

Rasa ingin berkemih

Abdomen tegang

Volume urine menurun

Harus mengejan saat berkemih

Aliran urine tidak lancar

Disuria

Dribling (urine terus menetes setelah berkemih)

Retensi urine

Pengosongan kandung kemih tidak maksimal

Anoreksia, mual, muntah

Rasa tidak lampias saat buang air kecil

Azotemia (peningkatan ureum dalam darah)

Renal failure.

6.

Test Diagnostik

PF : palpasi rectum teraba pembesaran prostat

Urinalisis : PBC meningkat hematuri : WBC meningkat infeksi, berat jenis

meningkat.

PSA : (prostat spesifik antigen) untuk mengetahui adanya kanker prostat.

BUN (blood urine nitrogen) : untuk deteksi fungsi ginjal.

BNO IVP : untuk mengetahui derajat obstruksi prostat.

Cystoureroscopy : untuk mengevaluasi obstruksi leher kandung kemih

Darah rutin

EMG (electromyography)

Pengukuran serum asam fosfat : meningkat pada kanker

Radiografi

Urine kultur.

7.

Komplikasi
1.

Pre Operasi

Hydroureter

Hydroneprosis

Infeksi saluran kemih

Uremia

Pyelonefritis, karena adanya statis urine dalam saluran perkemihan

Gagal ginjal.
1.

Post Operasi

Perdarahan akibat insisi pembedahan

Infeksi adanya luka baru

Inkontinensia urine, terutama yang diakibatkan pembedahan menyebabkan

spasme pada spincter uretra.

Gangguan ereksi dan disfungsi seksual terjadi kerusakan saraf pada waktu

pembedahan.

Epididimis, shock.

8.

Therapy dan Pengelolaan Medik


1.

Konservatif
Therapi obat

hormonal

untuk

mengurangi

hiperplasia

jaringan

dengan

menurunkan endogren.

Finasteride (proscar) block, enzim 5 reduktase.

Penyekat reseptor alfa adrenergik, misalnya minipres, cardura, hytrin dan flamox
untuk melemaskan otot halus kolum kandung kemih dan prostat.

Kateterisasi (menetap/sementara) gunakan kateter lembut sesuai dengan


instruksi medik.
Antibiotika bila ada infeksi.
Intake cairan ditingkatkan.
1.

Pembedahan

Indikasi dilakukan pembedahan adalah :

Gangguan rasa nyaman yang hebat.

Obstruksi urine yang lama.


Retensi urine akut dan kronik karena obstruksi dengan penyumbatan yang

irreversible yang dapat menyebabkan hydroneprosis.


Infeksi saluran kemih

Hematuri hebat/lama.
Prosedur pembedahan tergantung pada :

Kondisi pasien
Usia pasien

Adanya penyakit yang berkaitan


Ukuran kelenjar

Keparahan obstruksi.

Prosedur pembedahan
1)

TURP (Trans Uretral Resection Prostate)

Untuk mengangkat jaringan prostat melalui uretra. Instrumen bedah dimasukkan secara
langsung melalui uretra ke dalam prostat, yang kemudian dapat dilihat secara langsung.
Keuntungannya : menghindari insisi abdomen, lebih aman pada pasien dengan resiko
bedah, hospitalisasi dan periode penyembuhan lebih cepat, angka morbiditas lebih
rendah dan menimbulkan sedikit nyeri. Kerugiannya : membutuhkan dokter bedah yang
ahli, trauma rectal, dan dapat terjadi striktur dan perdarahan lama dapat terjadi.
2)

Suprapubic prostatectomy

Mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat pada garis tengah bawah
abdomen sampai kandung kemih dan mengarah ke prostat. Keuntungannya : secara
teknis sederhana memberikan area eksplorasi yang lebih luas, memungkinkan
pengobatan lesi kandung kemih. Kerugiannya : membutuhkan pembedahan melalui
kandung kemih, urine dapat bocor di sekitar tuba suprapubis dan pemulihan mungkin
lama.
3)

Retropubic prostatectomy

Menentukan lokasi masa yang besar pada daerah pelvis. Pembedahan dilakukan dengan
membuat insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkus pubis
dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih, memungkinkan dokter bedah
untuk melihat dan mengontrol perdarahan, periode pemulihan lebih singkat.
Kerugiannya: tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan.

4)

Perineal prostatectomy

Mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Insisi dilakukan di antara
scrotum dan anus. Keuntungannya : memberikan pendekatan anatomis langsung, angka
mortalitas rendah, insiden shock lebih rendah, ideal bagi pasien dengan prostat yang
besar. Kerugiannya: insiden impotensi dan inkontinensia urine pasca operatif tinggi,
kemungkinan kerusakan pada rectum dan spincter eksternal, potensial terhadap infeksi
lebih besar.

1.
2.

TUIP (Trans Uretral Incision of the Prostate)


TUPP (Trans Uretral Prostate Dilation)

3.

Trans Uretral Ultrasound-guided laser.

B.

Konsep Asuhan Keperawatan

1.

Pengkajian

Pre-Operasi
1.

Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

Riwayat ginjal, hipertensi, kanker

Riwayat penyakit keluarga

Pernah mendapat pengobatan dan perawatan BPH

Penggunaan antibiotik

Pengetahuan pasien tentang kondisinya.


1.

Pola nutrisi metabolik

Anoreksia

Penurunan BB

Mual, muntah, konjungtiva pucat/anemik.


1.

Pola eliminasi

Kemampuan klien mengosongkan kandung kemih

Sering berkemih dan aliran urine tidak lancar

Nokturia, disuria, retensi urine, hematuria.

Inkontinensia urine

Infeksi saluran kemih berulang

Anyang-anyangan/hesistancy

Urine menetes.
1.

Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas sesuai usia

Keluhan lemas, cepat lelah dalam beraktivitas

Apakah pasien dapat turun dari tempat tidur dan kembali ke tempat tidur tanpa
bantuan
1.

Pola tidur dan istirahat

Tidur terganggu karena sering terbangun untuk berkemih

Tidur terganggu karena nyeri, nokturia.


1.

Pola persepsi kognitif

Rasa tidak nyaman pada abdomen

Nyeri pinggang dan nyeri punggung

Nyeri tekan kandung kemih, dysuria, perasaan tidak puas berkemih.


1.

Pola koping dan toleransi stres

Depresi

Kecemasan.
1.

Pola reproduksi dan seksual

Adanya pembesaran dan nyeri tekan prostat.

Penurunan kekuatan konstriksi ejakulasi.

Takut inkontinensia selama hubungan intim.

Post-Operasi
1.

Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

Kaji pemberian terapi antibiotik.

Adanya gangguan kardiovaskuler, paru-paru.


1.

Pola nutrisi metabolik

Adanya penurunan berat badan.

Mual, muntah, anoreksia.


1.

Pola eliminasi

Retensi urine, nokturia, hematuri.

Dysuria, inkontinensia urine.


1.

Pola aktivitas dan latihan

Penurunan aktivitas dengan adanya nyeri.

Kelelahan/keletihan.
1.

Pola tidur dan istirahat


Gangguan tidur karena nyeri, nokturia, inkontinensia urine.

1.

Pola seksualitas

Impoten

Peran seksual post operasi terhadap pasangannya.


1.

Koping stress

Depresi

Kecemasan.

2.

Diagnosa Keperawatan

Pre-Operasi
1.
2.

Perubahan pola eliminasi urine : retensi urine b.d pembesaran prostat.


Nyeri b.d distensi kandung kemih.

3.
4.

Intoleransi aktivitas b.d cepat lelah dan lemas.


Kecemasan b.d tindakan prosedur pembedahan.

Post-Operasi
1.

Nyeri b.d insisi bedah, pemasangan kateter, spasme kandung kemih.

2.
3.

Perdarahan b.d prostatectomy.


Perubahan eliminasi urine : inkontinensia urine b.d trauma leher kandung kemih,

kehilangan kontrol sphincter.


4. Resiko tinggi infeksi b.d insisi bedah.

3.

Perencanaan Keperawatan

Pre-Operasi
1.

Perubahan pola eliminasi urine : retensi urine b.d pembesaran prostat.

HYD :

Pengosongan kandung kemih lancar.

Pola eliminasi urine normal tanpa terjadi retensi.

Pasien mampu berkemih secara spontan.

Intervensi.

Kaji kebiasaan berkemih.

R/ Untuk menentukan intervensi lebih lanjut.

Kaji keluaran urine (warna, jumlah, kekuatan).

R/ Mengidentifikasi adanya obstruksi dan perdarahan, k/p palpasi kandung kemih setiap
menit.

Intake dan output cairan tiap 4-8 jam.

R/ Mengidentifikasi keseimbangan cairan.

Anjurkan pasien untuk berkemih saat ada rasa ingin berkemih.

R/ Mempertahankan pola eliminasi dengan normal.

Observasi TTV tiap 4 jam.

R/ Mengetahui keadekuatan fungsi ginjal.

Pasang kateter sesuai dengan instruksi medik.

R/ Dengan pemasangan kateter, urine keluar dengan lancar.

Berikan obat anti spasmodik sesuai indikasi.

R/ Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter.

1.
HYD :

Nyeri b.d distensi kandung kemih.


Nyeri berkurang sampai dengan hilang ditandai dengan ekspresi wajah tampak

rileks.
Intervensi :

Monitor intake-output.

R/ Mengidentifikasi keadekuatan cairan.

Berikan posisi yang nyaman.

R/ Mengurangi nyeri.

Bantu eliminasi urine dengan pemasangan kateter.

R/ Mengurangi nyeri.

Pertahankan kepatenan kateter.

R/ Memastikan kelancaran aliran urine.

Kaji karakteristik nyeri (sifat, intensitas, lokasi dan lama).

R/ Mengetahui karakteristik nyeri sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.

Ajarkan teknik relaksasi : tarik napas dalam.

R/ Mengurangi nyeri.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik.

R/ Mengurangi nyeri.

1.

Intoleransi aktivitas b.d cepat lelah dan lemas.

HYD :
Pasien dapat berpartisipasi meningkatkan aktivitas ditandai dengan pasien
mampu beraktivitas secara bertahap selama 3 hari.
Intervensi :

Kaji kemampuan aktivitas klien.

R/ Memberikan intervensi yang tepat.

Bantu kebutuhan klien.

R/ Memenuhi kebutuhan klien.

Dorong klien untuk melakukan aktivitas sendiri.

R/ Meningkatkan toleransi klien.

Beri umpan balik terhadap aktivitas yang telah dicapai.

R/ Memberi support agar pasien meningkatkan kemampuan secara bertahap.

1.
HYD :

Cemas b.d tindakan prosedur pembedahan.


Kecemasan berkurang sampai dengan hilang.

Intervensi :

Kaji tingkat kecemasan klien.

R/ Untuk mengetahui seberapa jauh kecemasan yang dirasakan.

Beri kesempatan klien mengungkapkan kecemasan yang dirasakan.

R/ Untuk mengetahui hal-hal apa yang menyebabkan cemas.

Ajarkan teknik relaksasi dengan tarik napas dalam.

R/ Membantu klien mengontrol emosinya.

Jelaskan tentang rencana asuhan dan proses pengobatan.

R/ Pengetahuan klien bertambah sehingga berpartisipasi aktif dalam setiap asuhan dan
proses pengobatan.

Post-Operasi
1.

Nyeri b.d insisi bedah, pemasangan kateter, spasme kandung kemih.

HYD :

Nyeri berkurang sampai dengan hilang.

Klien tampak rileks.

Klien dapat tidur/istirahat dengan nyenyak.

Intervensi.

Pertahankan kepatenan kateter.

R/ Clot dapat menyebabkan obstruksi aliran urine sehingga terjadi distensi kandung
kemih.

Ajarkan teknik relaksasi bila ada nyeri.

R/ Dapat mengurangi nyeri.

Ajarkan teknik relaksasi bila ada nyeri.

R/ Dapat mengurangi nyeri.

1.

Perdarahan b.d prostatectomy.

HYD : Klien tidak mengalami perdarahan ditandai dengan tidak adanya perdarahan
dan pertahanan urine.

Output minimal 30 cc/jam.

Intervensi.

Kaji tanda-tanda vital.

R/ Mengetahui jika terjadi shock.

Observasi luka, balutan.

R/ Mengidentifikasi adanya perdarahan.

Pastikan posisi kateter tepat pada tempatnya dan mengalir.

R/ Sumbatan dapat menghambat aliran urine sehingga mempengaruhi hasil operasi.

1.

Perubahan eliminasi urine : inkontinensia urine b.d trauma leher kandung kemih,
kehilangan kontrol sphincter.

HYD :

Eliminasi urine kembali normal.

Tidak ada retensi urine.

Dribling berkurang sampai dengan hilang.

Intervensi.

Berikan banyak minum bila tidak ada kontraindikasi.

R/ Mempertahankan hidrasi dan perfusi ginjal untuk aliran urine.

Kaji pengeluaran urine per kateter.

R/ Indikator keadekuatan cairan yang keluar.

Klem kateter tiap 3 jam sekali selama 10 menit.

R/ Kesiapan kandung kemih dan refleks berkemih spontan bila kateter dilepas.

1.

Resiko tinggi infeksi b.d insisi bedah pemasangan kateter.

HYD :

Tidak terjadi infeksi.

TTV dalam batas normal.

Intervensi.

Observasi TTV tiap 4-6 jam.

R/ Perubahan TTV dapat mengidentifikasi adanya infeksi.

Anjurkan pasien banyak minum bila tidak ada kontraindikasi.

R/ Mempertahankan aliran dan delusi urine.

Gunakan teknik aseptik untuk perawatan kateter.

R/ Meminimalkan kontaminasi silang.

Kaji apakah ada demam, kurang cairan.

R/ Memastikan jika terjadi faktor resiko/tanda dan gejala infeksi.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotika.

R/ Antibiotika dapat menghambat dan mengontrol pertumbuhan mikroorganisme.

4.

Perencanaan Pulang
1.
2.

Perhatikan pemasukan cairan 2-3 liter/24 jam bila tidak ada kontraindikasi.
Diet tinggi serat (buah dan sayuran).

3.
4.

Tidak boleh menahan bak.


Tidak boleh mengejan saat bak dan bab.

5.
6.

Tidak boleh melakukan aktivitas berlebihan / berat.


Anjurkan pasien untuk membiasakan melakukan medical check up.

7.

Anjurkan pasien untuk minum obat secara teratur.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E. Marilyn. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Untuk

Lewis, Sharon Mantic. 1987. Medical Surgical Nursing. 2nd Edition. USA : Mc.Graw, Inc.

Smeltzer, Suzanne C., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Syaifuddin, H. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Sylvia A. Price. 1995. Patofisiologi. Edisi A. Jakarta : EGC.

A.
Pengertian
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih
sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of
Medical Surgical Nursing 12th Edition. Hal 1370 ).
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah
kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara
akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes, 1995).

B.

Etiologi
Penyebab dari retensi urine antara lain diabetes, pembesaran kelenjar prostat, kelainan
uretra ( tumor, infeksi, kalkulus), trauma, melahirkan atau gangguan persyarafan ( stroke,
cidera tulang belakang, multiple sklerosis dan parkinson). Beberapa pengobatan dapat
menyebabkan retensi urine baik dengan menghambat kontraksi kandung kemih atau
peningkatan resistensi kandung kemih. (Karch, 2008)
C.

1.
2.

3.

Patofisiologi dan Patoflow


Patofisiologi penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber penyebabnya
antara lain :
Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik dan sensorik. Misalnya DM
berat sehingga terjadi neuropati yang mengakibatkan otot tidak mau berkontraksi.
Gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung kemih, obat
antimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang rendah) menyebabkan
kelemahan pada otot detrusor..
Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat (kanker, prostatitis), tumor pada
leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma uretra, batu
uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder neck sclerosis).

pula penggantian kateter sistostomi setiap dua minggu, lebih mudah dan tidak
menimbulkan nyeri
yang berarti. Kadang-kadang saja urin merembes di sekitar kateter.
3. Pungsi Buli-Buli
Merupakan tindakan darurat sementara bila keteterisasi tidak berhasil dan fasilitas /
sarana untuk
sistostomi baik trokar maupun terbuka tidak tersedia. Digunakan jarum pungsi dan
penderita
segera dirujuk ke pusat pelayanan dimana dapat dilakukan sistostomi.
Penderita dan keluarga harus drberi informasi yang jelas tentang prosedur ini karena
tanpa
tindakan susulan sistostomi, buli-buli akan terisi penuh kembali dan sebagian urin
merembes
melalui lubang bekas pungsi.
CARA MERUJUK PENDERITA
Rujukan ditentukan oleh masalah atau diagnosis yang dihadapi, karena tindakan awal

(kateterisasi,
sistostomi maupun pungsi suprapubik), harus diikuti dengan evaluasi lanjutan dan
tindakan
definitif.
KESIMPULAN
Untuk mendeteksi retensi urin tidaklah sulit. Diperlukan perhatian dan kewaspadaan
dari
dokter maupun perawat yang bersangkutan.
Untuk menangani retensi urin tidak dibutuhkan keahlian maupun ketrampilan khusus.

D.
1.
2.
3.
4.
5.

Tanda dan Gejala

Diawali dengan urine mengalir lambat.


Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan kandung
kemih tidak efisien.
Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.
E.

1.
2.
3.
4.
5.

Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah
sebagai berikut:
Pemeriksaan specimen urine.
Pengambilan: steril, random, midstream
Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan Nitrit.
Sistoskopi ( pemeriksaan kandung kemih )
IVP ( Intravena Pielogram ) / Rontgen dengan bahan kontras.

1.
2.
3.

F.
Penatalaksanaan Medis
Kateterisasi urethra.
Dilatasi urethra dengan boudy.
Drainase suprapubik.

1.
2.
3.
4.
5.

G.
Komplikasi
Urolitiasis atau nefrolitiasis
pielonefritis
hydronefrosis
Pendarahan
Ekstravasasi urine

1.
a.
b.

H.
Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
Kaji kapan klien terakhir kali buang air kecil dan berapa banyak urin yang keluar.
Kaji adanya nyeri pada daerah abdomen.

c.

Perkusi pada area supra pubik, apakah menghasilkan bunyi pekak yang menunjukkan
distensi kandung kemih.
d.
Kaji pola nutrisi dan cairan.
2.
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a.
Retensi urin berhubungan dengan ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi
dengan adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah retensi urine dapat
teratasi.
Kriteria hasil : - Berkemih dengan jumlah yang cukup
- Tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi :
1)
Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R : Meminimalkan retensi urin dan distensi berlebihan pada kandung kemih.
2)
Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.
R : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas.
3)
Perkusi/palpasi area suprapubik
R: Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik.
b.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi pada kandung kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil : - Menyatakan nyeri hilang / terkontrol
- Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitas dengan tepat
Intervensi :
1)
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri.
R : Memberikan informasi untuk membantu dalam menetukan intervensi.
2)
Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen.
R : Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal.
3)
Pertahankan tirah baring bila diindikasikannyeri.
R : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
4)
Berikan tindakan kenyamanan
R : Meningktakan relaksasi dan mekanisme koping.
c.

1)
2)

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, nyeri, kelemahan otot.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah intoleransi aktivitas
dapat teratasi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan tidak adanya dispnea, kelemahan, tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.
R : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
R : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

3)

4)

Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan


aktivitas dan istirahat.
R : Tirah baring dapat menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan.
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
R : Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas.

I.
Daftar Pustaka
Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. China : LWW.
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Diperlukan pemahaman akan syarat-syarat dan tekniknya serta cara-cara merawatnya.
Di informasikan pula mekanisme rujukan.
Dengan memperhatikan pitfalls dan tips, penanganan retensi urin sebagai tindakan awal
akan
mengurangi penderitaan clan mencegah terjadinya penyulit yang lebih serius.

Anamnesa Dan Pemeriksaan Fisik Gangguan Perkemihan

Sistem Urogenitalia
Urologi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari penyakit
dan kelainan traktus urogenitalia pria dan traktus urinaria wanita. Organ urinaria
terdiri atas ginjal dan salurannya, ureter, buli-buli dan uretra. Organ reproduksi
pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat dan
penis. Kebanyakan organ urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal, kecuali
testis, epididimis, vas deferens, penis dan uretra.
Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitonial bagian atas, berbentuk mirip kacang dengan sisi cekung
menghadap ke medial. Pada hilus terdapat pembuluh darah, sistem limfatik,
sistem saraf dan ureter meninggalkan ginjal. Secara anatomis ginjal terbagi
menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Di dalam korteks terdapat
berjuta-juta nefron, sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal.
Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus
kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis dan duktus kolegentes. Urin yang
terbentuk di dalam nefron akan disalurkan melalui piramida ke sistem pelivaklises
ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalises ginjal terdiri
atas kalis minor, infundibulum, kalis major dan pielum/pelvis renalis.
Fungsi ginjal, selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melaljui urine, ginjal
berfungsi juga dalam (1) mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan
ADH (anti diuretic hormone) dalam mengatur jumlah cairan tubuh, (2) mengatur
metabolisme ion kalsium dan vitamin D, (3) menghasilkan beberapa hormon,
antara lain eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah,

renin yang berperan


prostaglandin.

dalam

mengatur

tekanan

darah,

serta

hormone

Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan
urine dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Jika terjadi sumbatan pada aliran urine,
terjadi kontraksi otot polos yang berlebihian yang bertujuan untuk
mendorong/mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu
dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama
peristaltik ureter. Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli,
secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih
sempit daripada di tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang
berasal dari gunjal seringkali tersangkut di tempat itu. Penyempitan tersebut
adalah (1) perbatasan antara pelvis renalis dan ureter, atau pelvi-ureter junction,
(2) tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan (3) pada saat ureter
masuk ke buli-buli.
Buli-Buli
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu (1)
permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritonium, (2) dua
permukaan inferiolateral, dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior
merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli. Buli-buli berfungsi
menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkan melalui uretra dalam
mekanisme miksi (berkemih). Kapasitas buli-buli dalam menampung urin pada
orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli
pada anak menurut formula dari Koff adalah:
Kapasitas buli-buli = {Umur (tahun) + 2} x 30 ml.
Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat
penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalplasi dan diperkusi.
Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke laur dari buli buli melalui
proses miksi, dan secara anatomis dibagi menjadi uretra posterior dan uretra
anterior. Panjang uretra pada wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan pada pria
kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan hambatan
pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pria terdiri atas
uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat,
dan uretra pars membranacea. Uretra anterior adalah bagian uretra yang
dibungkus oleh korpus spngiosum penis, dan terdiri atas (1) pars bulbosa, (2)
pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna. Di dalam
lumen anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses
reproduksi.
Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8 mm, dan berada di
bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra
bermuara kelenjar periuretra, di antaranya kelenjar skene.

Kelenjar Prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di
depan rektum dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk sebagai buah
kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Prostat
menghasilkan suatu cairan yang meruapakn salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior dan dikeluarkan berasama cairan semen lain saat ejakulasi. Jika
kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas,
dapat mengobstruksi uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi
saluran kemih.
Testis
Testis adalah organ genetalia pria yang terletak dalam skrotum. Ukuran pada
orang dewasa adalah 4x3x2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Di
luar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis
dan parietalis serta tunika dartos. Secara histopatologis, testis terdiri atas 250
lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Testis mendapatkan darah dari
beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri spermatika interna yang merupakan
cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan
(3) arteri kremastika yang merupakan arteri epigastrika.
Epididimis
Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput, korpus
dan kauda epididimis. Kauda epididimis terhubung dengan testis melalui duktus
eferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri testikularis dan arteri
deferensialis. Di sebelah kaudal, epididimis berhubungan dengan vasa deferens.
Vas Deferens
Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30-35 cm,
bermula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di uretra
posterior. Dalam perjalanannya menuju duktus ejakulatorius, duktus deferens
dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu (1) pars tunika vaginalis, (2) pars skrotalis,
(3) pars inguinalis, (4) pars pelvikum dan (5) pars ampularis. Duktus ini terdiri
atas otot polos yang mendapatkan persarafan dari sistem simpatik sehingga
dapat berkontraksi untuk menyalurkan sperma dari epididimis ke uretra posterior.

Vesikula seminalis
Vesikula seminalis terletak di dasar buli buli dan disebelah kranial dari kelenjar.
Panjangnya kurang lebih 6 cm berbentuk sakula-sakula. Vesikula smeinlais
menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen.
Penis
Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora
kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang
berada di sebelah ventralnya. Korpus spongiosum membungkus uretra mulai dari

diafragma urogenitalis dan dis sebelah distal dilapisi oleh otot bulbo-kavernosis.
Korpus spongiosum ini berakhir pada sebelah distal sebagai glans penis. Korpus
kavernosa dibungkus oleh jaringan fibroelastik tunika albuginea menjadi satu
kesatuan, sedangkan di sebelah proksimal terpisah menjadi duda sebagai krura
penis. Di dalam setiap korpus yang terbungkus tunika albugenia terdapat
jaringan erektil yang berupa jaringan kavernus. Jaringan ini terdiri atas sinusoid
atau rongga lakuna yang dilapisi oleh endotelium dan otot polos kavernosis, dan
dapat menampung darah yang cukup banyak sehingga terjadi ketegangan
batang penis. Ketiga korpora itu dibungkus oleh fasia Buck dan lebih superfisial
lagi oleh fasia Colles atau fasia Dartos.

Pemeriksaan Urologi
Untuk menegakkan diagnosis kelainan-kelainan urologi, seorang dokter dituntut
untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dasar urologi dengan
seksama dan sistematik mulai dari:
1.
Pemeriksaan subyektif untuk mencermati keluhan yang disampaikan oleh
pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik,
2.
Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisis terhadap pasien
untuk mencari data-data objektif mengenai keadaan pasien,
3.
Pemeriksaan penunjuang yaitu melalui pemeriksaan-pemeriksaan
laboratorium, radiologi atau imaging, uroflometri atau urodinamika,
elektromiografi, endourologi, dan laparoskopi.
Anamnesis dan Riwayat Penyakit
Anamnesis yang sistematik mencakup (1) keluhan utama pasien, (2) riwayat
penyakit lain yang pernah dideritanya maupun pernah diderita keluarganya, dan
(3) riwayat penyakit yang diderita saat ini. Pasien datang ke dokter mungkin
dengan keluhan (1) sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi,
seperti malaise, pucat, uremia yang merupakan gejala gagal ginjal, atau demam
akibat infeksi, dan (2) lokal, seperti nyeri, keluhan miksi, disfungsi seksual, atau
infertilitas.
Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia
dirasakan sebagai nyeri lokal (nyeri yang dirasakan di sekitar organ tersebut)
atau berupa referred pain (nyari yang dirasakan jauh dari tempat organ yang
sakit). Inflamasi akut pada organ padat traktus urogenitalia seringkali dirasakan
sangat nyeri, hal ini disebabkan karena regangan kapsul yang melingkupi organ
tersebut. Maka dari itu, pielonefritis, prostatitis, maupun epididimitis akut
dirasakan sangat nyeri, berbeda dengan organ berongga sperti buli-buli atau
uretra, dirasakan sebagai kurang nyaman/discomfort.

Nyeri Ginjal

Nyeri ginjal terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan kapsul ini dapat
terjadi pada pielonefritis akut yang menumbulkan edema, pada obstruksi saluran
kemih yang menjadi penyebab hidronefritis, atau pada tumor ginjal.
Nyeri Kolik
Nyeri kolik terjadi pada spasmus otot polos ureter karena gerakan peristaltik
yang terhambat oleh batu, bekuan darah atau corpus alienum lain. Nyeri ini
sangat sakit, namun hilang timbul bergantung dari gerakan perilstaltik ureter.
Nyeri tersebut dapat dirasakan pertama tama di daerah sudut kosto-vertebra,
kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal hingga ke
daerah kemalian. Sering nyeri ini diikuti keluhan pada sistem pencernaan, seperti
mual dan muntah.
Nyeri Vesika
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis. Nyeri terjadi akibat
overdistensi vesika urinaria yang mengalami retensi urin atau terdapatnya
inflamasi pada buli buli. Nyeri muncul apabila buli-buli terisi penuh dan nyeri akan
berkurang pada saat selesai miksi. Stranguria adalah keadaan dimana pasien
merasakan nyeri sangat hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan kadang
disertai hematuria.
Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema kelenjar
postat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri sulit ditentukan, namun umunya
diaraskan pada abdomen bawah, inguinal, perineal, lumbosakral atau nyeri
rektum. Nyeri prostat ini sering diikuti keluhan miksi seperti frekuensi, disuria dan
bahkan retensi urine.
Nyeri testis/epididimis
Nyeri dirasakan pada kantong skrotum dapat berupa nyeri primer (yakni berasal
dari kelainan organ di kantong skrotum) atau refered pain (berasal dari organ di
luar skrotum). Nyeri akut primer dapat disebabkan oleh toriso testis atau torsio
apendiks testis, epididimitis/orkitis akut, atau trauma pada testis. Inflamasi akut
pada testis atau epididimis menyebabkan pergangan pada kapsulnya dan sangat
nyeri. Nyeri testis sering dirasakan pada daerah abdomen, sehingga sering
dianggap disebabkan kelainan organ abdominal. Blunt pain disekitar testis dapat
disebabkan varikokel, hidrokel, maupun tumor testis.
Nyeri penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid (tidak ereksi) biasanya
merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli buli atau ueretra,
terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada ujung penis dapat
disebabkan parafimosis atau keradangan pada prepusium atau glans penis.
Sedangkan nyeri yang terasa pada saat ereksi mungkin disebabkan oleh
penyakit Peyronie atau priapismus (ereksi terus menerus tanpa diikuti ereksi
glans).
Keluhan miksi

Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan iritasi,
obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi, poakisuria
atau drekuensi, nokturia dan disuria; sedangkan keluhan obstruksi meluiputi
hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine melemah, intermitensi dan
menentes serta masih terasa ada sisa urine sehabis miksi. Keluhan iritasi dan
obstruksi dikenal sebagai lower urinary tract syndrome.

Gejala iritasi
Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, merupakan akibat
hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi, terdapat benda
asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi intravesika atau karena kelainan bulibuli nerogen. Frekuensi, atau polaksuria, adalah frekuensi berkemih yang lebih
dari normal (keluhan ini paling sering ditemukan pada pasien urologi). Hal ini
dapat disebabkan karena produksi urine yang berlebihan atau karena kapasitas
buli buli yang menurun. Nokturia adalah polaksuria yang terjadi pada malam hari.
Pada malam hari, produksi urin meningkat pada pasien-pasien gagal jantung
kongestif dan odem perifer karena berada pada posisi supinasi. Pada pasien usia
tua juga dapat ditemukan produksi urine pada malam hari meningkat karena
kegagalan ginjal melakukan konsenstrasi urine.
Gejala Obstruksi
Normalnya, relaksasi sfingter uretra eksternum akan diikuti pengeluaran urin.
Apabila terdapat obstruksi infravesika, awal keluarnya urine menjadi lebih lama
dan sering pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah urine keluar,
seringkali pancarannya lemah dan tidak jauh, bahkan urine jatuh dekat kaki
pasien. Di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar
lagi (disebut dengan intermiten), dan miksi diakhiri dengan perasaan masih
terasa ada sisa urine di dalam buli buli dengan masih keluar tetesan urine
(terminal dribbling). Apabila buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya,
akan terasa nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi
yang sakit (urgensi). Lama kelamaan, buli-buli isinya makin penuh hingga keluar
urin yang menetes tanpa disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa.
Obstruksi uretra karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan
pancaran kecil, deras, bercabang dan kadang berputar putar.
Inkontinensia urine
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk menahan urine
yang keluar dari buli buli, baik disadari ataupun tidak disadari. Terdapat beberapa
macam inkontinensia urine, yaitu inkontinensia true atau continuous (urine selalu
keluar), inkontinensia stress (Tekanan abdomen meningkat), inkontinensia urge
(ada keinginan untuk kencing) dan inkontinensia paradoksa (Buli-buli penuh).
Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam urine. Hal
ini perlu dibedakan dengan bloody urethral discharge, yaitu adanya perdarahan
per uretram yang keluar tanpa proses miksi. Porsi hematuria perlu diperhatikan

apakah terjadi pada awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi
(hematuria total) atau akhir miksi (hematuria terminal). Hematuria dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih, mulai dari infeksi hingga
keganasan.
Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih yang tercampur dengan udara, dapat terjadi
karena adanya fistula antara buli-buli dengan usus, atau terdapat proses
fermentasi glukosa menjadi gas karbondioksida di dalam urine, seperti pada
pasien diabetes mellitus.
Hematospermia
Hematospermia atau hemospermia adlah adanya darah di dalam ejakulat, biasa
ditemukan pada pasien usia ubertas dan paling banyak pada usia 30-40 tahun.
Kurang lebih 85-90% mengeluhkan hematospermia berulang. Hematospermia
paling sering disebabkan oleh kelainan pada prostat dan vesikula seminalis.
Paling banyak hematospermia tidak diketahui penyebabnya dan dapat sembuh
sendiri. Hematospermia sekunder dapat disebabkan oleh paska biopsi prostat,
adanya ingeksi vesikula seminalis atau prostat, atau oleh karsinoma prostat.
Cloudy urine
Cloudy urine adalah urine bewarna keruh dan berbau busuk akibat adanya
infeksi saluran kemih.
Keluhan pada skrotum dan isinya
Keluhan pada daerah ini yang menyebabkan pasien datang berobat ke dokter
adalah, pembesaran buah akar, varikokel, atau kriptorkismus. Pembesaran
skrotum dapat disebabkan tumor testis, hidrokel, spermatokel, hematokel atau
hernia skrotalis.
Keluhan disfungsi seksual
Termasuk disfungsi seksual adalah penurunan libido, kekuatan ereksi menurun,
disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd (air mani tidak keluar pada saat ejakulasi ),
tidak pernah merasakan orgasmus atau ejakulasi dini.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum
pasien dan pemeriksaan urologi. Kalainan-kelainan pada sistem urogenitalia
dapat memberikan manifestasi sistemik, atau tidak jarang pasien-pasien dengan
kelainan di bidang urogenitalia kebetulan menderita penyakit lain. Hipertensi,
edema tungkai, dan ginekomasti dapat merupakan tanda dari kelainan sistem
urogenitalia.
Pemeriksaan Ginjal
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomean sebelah atas harus
diperhatikan saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran ini dapat
disebabkan oleh hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitonial. Palpasi
dilakukan secara bimanual (dengan dua tangan). Tangan kiri diletakkan di sudut

kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas, sedangkan tangan kanan


meraba ginjal dari depan. Perkusi, yaitu dengan pemeriksaan ketok ginjal
dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kostovertebra.
Pemeriksaan Buli-buli
Pemeriksaan buli buli harus memperhatikan adanya benjolan atau jaringan parut
bekas irisan/operasi di suprasiimfisis. Mass di daerah tersebut dapat merupakan
tumor ganas buli buli atau adanya buli buli yang terisi penuh oleh adanya retensi
urine. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli buli.
Pemeriksaan genetalia eksterna
Pada inspeksi genetalia eksterna diperhatikan ada kelainan penis seperti
mikropenis, makropensi, hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus
uretra eksterna, fimosis, fistel uretro kutan, dan tumor penis. Striktura uretra
anterior yang berat dapat menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang teraba
pada palpasi di sebelah ventral penis, berupa jaringan keras yang dikenal
sebagai spongiofibrosis.
Pemeriksaan skrotum dan isinya
Perhatikan adanya pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri saat diraba, atau
adanya hipoplasia pada kulit skrotum yang sering dijumpai pada kriptokismus.
Untuk membedakan antara massa padat dengan massa kistus pada isi skrotum
dapat dilakukan pemeriksaan transiluminasi pada isi skrotum.
Colok dubur (Rectal Toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk (yang sudah
diberikan pelicin) ke dalam lubang dubur. Pada pemeriksaan ini, dinilai (1) tonus
sfingter ani dan refleks bulbo-kavernous (BCR), (2) adanya massa di lumen
rektum, dan (3) menilai keadaan prostat. Penilaian refleks bulbo-kavernosus
dinilai dengan merasakan adanya reflek jepitan ani pada jari akibat rangsangan
sakit yang diberikan pada glans penis. Pada wanita yang sudah berkeluarga
dapat dilakukan pula colok vagina untuk menilai kemungkinan adanya kelainan
pada alat kelamin wanita, seperti massa di serviks, darah di vagina, dan massa
di buli-buli.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan neurologi ditujukan mencari kemungkinan adanya kelainan
neurologik yang berakibat kelainan pada sistem urogenitalia, seperti lesi motor
neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab dari buli buli neurogen.
Referensi:
Purnomo, B.B. 2008. Dasar-dasar Urologi (edisi kedua). Sagung Seto, Jakarta.

Sistem Reproduksi Pria


Genitalia Eksterna Pria

Genetalia eksterna pria terdiri dari penis, skrotum, dan isi skrotum. Publisitas
media telah meningkatkan meningkatkan kesadaran pria muda tentang
kemungkinan buruk benjolan diatas testis. Sebagian besar benjolan diskrotum
dapat dipastikan bersifat jinak hanya dengan periksaan klinis, tetapi kadang
diperlukan pemeriksaan khusus. Kelainan penis tersering adalah fimosis
(menyempitnya orivisium prepusium), yang dapat disebabkan oleh infeksi
sekaligus memudahkan terjadinya infeksi dan dapat menyebabkan nyeri pada
saat ereksi. Berbagai kelainan kulit dapat mengenai penis, termasuk karsinoma
sel skuamosa (lihat bawah).
Penyakit Pada Genetalia Pria
Pembengkakan Skrotum Yang Tidak Nyeri
Hidrokel
Kista epididimis
Hernia inguinoskrotalis
Lesi dikulit skrotum
Edema skrotum idiopatik (remaja pria)
Tumor testis
Nyeri Skrotum
Torsio testis
Torsi apendiks testis
Epididimitis (lokal dan generalisata)
Orkitis, epididimo-orkitis
Trauma
Lesi Prepusium
Fimoses
Pelekatan prepusium (normal sampai 9 tahun)
Parafimosis
Balanitis
Kondiloma akuminata, herpes, chancre
Lesi kulit lain
Karsinoma sel skuamosa
Penyakit Penis Lainnya
Hipospadia (minor atau mayor)
Penyakit Peyrronie
Duh uretra (gonorea, uretritis non spesifik)

Anatomi dan Fisiologi Terapan


Penis terdiri dari sepasang korpus kavernosum dan satu korpus spongiosum
yang mengelilingi uretra dan membesar disebelah distal sebagai glens. Bersama
batang penis, struktur-struktur ini dibungkus oleh selubung fibrosa dan dilapisi
oleh kulit yang sangat mobil dan elastik, yang memanjang dibagian distal sebagai
prepusium atau kulup. Korpus melekat dibagian proksimal ramus pubis inferior
(214)
Testis turun dari abdomen melalui kanalis inguinalis untuk mencapai
skrotum pada usia gestasi sekitar 38 minggu. Vas deferen dan pembuluh testis
berjalan melalui kanalis inguinalis didalam funikulus spermatikus yang
memeproleh selubung dari setiap lapisan yang ditembus oleh testis.
Fasia kremasterika mengandung otot yang kontraksinya dapat
menyebabkan testis tertarik dari skrotum, terutama pada anak sehingga sering
disangka undesensus testis. Selama testis dapat dimanipulasi ke dasar skrotum
maka testis akan berada di skrotum permanen setelah pubertas. Sewaktu turun,
testis ikut menarik peritonium, prosesus vaginalis yang normalnya mengalami
oblite-rasi pada usia 1-2 tahun, kecuali bagian yang membungkus testis.
Disekeliling testis, peritoneum tersebut menetap sebagai rongga serosa
yang mengelilingi tiga perempat dari testis (kecuali bagian testis yang berkontak
dengan epididimis), yang dikenal sebagai tunika vaginalis.
Epididimis terletak menutupi seluruh bagian posterior testis dan
merupakan bagian khusus dari aparatus pengumpul tempat spermatozoa
mengalami pematangan dan disimpan sebelum dialirkan melalui vas deferens ke
fesikula seminalis. Normalnya, epididimis tidak terbungkus oleh tunika vaginalis
seluruhnya dan permukaan posteriornya melekat kebagian belakang skrotum.
Perlekatan tersebut mencegah testis terpuntir pada tangkai vaskularnya.
Apendiks testis, atau hidatid morgagni, mungkin adalah sisa embriologis
duktus mulleri yang berkembang menjadi tuba falopii pada wanita. Apendiks
testis adalah struktur kecil bertangkai yang terletak di kutub atas testis, tepat di
depan epididimis. Struktur ini dapat mengalami torsio, dan menimbulkan nyeri
skrotum akut menyerupai torsio testis.
Pemeriksaan dan Diagnosis
Anamnesis

Pasien sering merasa malu dengan masalah genitalia mereka. Oleh karena itu
pertanyaan yang harus diajukan dengan hati-hati.
Keluhan Utama
Pembengkaan tidak Nyeri pembengkakan skrotum yang tidak nyeri pada bayi
mungkin terjadi akibat hernia atau hidrokel. Hidrokel terjadi akibat obliterasi
prosesus vaginalis parsial yang membentuk katup sehingga cairan peritoneum
dapat mengalir disekeliling testis, tetapi tidak mudah kembali ke abdomen.
Tekanan intra-abdomen menjadi lebih tinggi dari pada tekanan intraskrotum.
Ukuran pembengkakan dapat bervariasi, dan berkurang setelah tidur malam.
Hidrokel infantil dapat muncul setiap saat sejak lahir sampai usia 18 bulan, dan
sering hilang sendiri sebelum usia 2 tahun, seiring dengan lengkapnya obliterasi
prosesus vaginalis. Hidrikel yang menetap setelah usia 2 tahun merupakan
indikasi bedah ligasi prosesus vaginalis.
Orang tua anak yang mengalami hernia inguinalis akan mengeluhkan
melihat benjolan dilipat paha (kadang dilipat kedua paha) yang hilang, dan dapat
meluas kesekrotum. Benjolan tidak menyebabkan nyeri, tetapi besar
kemungkinan muncul saat anak mengalami distres karena menangis
meningkatkan tekanan intra-abdomen. Sering kali hernia tidak muncul saat
pemeriksaan, tetapi dapat didiagnosis pasti hanya berdasarkan anamnesis.
Hernia inguinalis lebih sering dijumpai pada anak laki-laki dari pada perempuan,
tetapi pada anak perempuan 25% hernia inguinalis adalah hernia bilateral.
Hernia femoralis pada anak sangat jarang dijumpai (kurang dari 1%).

varikokel
Hidrokel dan kista epididimis pada orang dewasa terbentuk dalam
beberapa bulan sampai tahun, dan bermanifestasi sebagai benjolan skrotum
yang tidak nyeri. Pasien datang karena khawatir benjolan tersebut berbahaya
atau karena benjolan tersebut membuatnya tidak nyaman. Mungkin terdapat
riwayat pembedahan lipat paha ipsilateral, biasanya tidak ada faktor predisposisi.
Tidak seperti hernia, hidrokel dan kista epididimis tidak berubah ukuranya dari
hari-kehari.
Pasien varikokel (215) mungkin mengeluhkan pembengkakan dibagian
atas skrotum (disisi kiri pada 95% kasus ) yang dapat mengakibatkan pegal
ringan, tetapi sering kali pasien tudak mengeluhkan gejala apa pun. Farikokel
perlu mendapatkan perhatian khusus terutama karena menyebabkan penurunan
fertilitas.

Benjolan pada testis kemungkinan adalah keganasan (216). Tidak seperti


sebagian besar keganasan padat, tumor testis terjadi pada pria muda, misalnya
insiden teratoma memuncak pada usia 20-30 tahun, dan seminoma 1 dekade
kemudian. Biasanya tidak timbul nyeri, walau pun mungkin ada rasa pegal.
Riwayat trauma pada skrotum bukan jaminan tidak ada keganasan karena
kadang benjolan baru diketahui karena ada trauma. Saat datang pasien biasanya
belum menunjukan gejala penyebaran keganasan. Karsinoma testis yang telah
dieksisi diperlihatkan di 217.
Nyeri Skrotum Torsio testis menimbulkan nyeri unilateral hebat yang
timbul mendadak dan biasanya menyebabkan pasien berobat dalam beberapa
jam. Mungkin dijumpai riwayat serangan serupa yang lebih ringan, tetapi
menghilang spontan. Torsio terutama mengenai remaja pria. Nyeri skrotum
unilateral juga dapat disebabkan oleh torsio apendiks testis atau trauma, walau
pun nyeri traumatik cepat mereda kecuali pada kasus yang parah. Pada pria
yang lebih tua, nyeri testis menetap biasanya disebabkan oleh epididimo-orkitis
karena terjadi pembengkakan, nyeri tekan dan mungkin demam. Mungkin
dijumpai riwayat gejala frekwensi dan disuria yang terjadi akhir-akhir ini, yang
mengisaratkan infeksi saluran kemih, disertai gejala frekwensi, nokturia,
gangguan aliran kemih dan terminal dribbling yang kronis mengisaratkan
obstruksi aliran kandung kemih
Lesi Prepusium Biasanya perpusium baru dapat ditarik kebelakang
setelah usia 9 tahun. Sebelumnya, prepusium yang tidak dapat ditarik, penis
kembung saat berkemih, dan lecet disekitar lubang prepusium bukan indikasi
sirkumsisi, kecuali bila ada riwayat infeksi yang nyata dengan duh purulen yang
keluar dari prepusium disertai parut (fimosis fibrosa). Pada orang dewasa,
prepusium yang tidak dapat ditarik merupakan keadaan abnormal, menimbulkan
masalah higiene, sering menggangu aktivitas seksual, dan merupakan indikasi
sirkumsisi
Parafimosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan edema
nyata di sebelah distal prepusium yang dibiarkan tertarik. Parafimosis
menimbulkan rasa tidak nyaman, memalukan, dan dapat menyebabkan ulserasi.
Bila perpusium tidak berkurang setelah cairan edema diperas kearah proksimal,
sirkumsisi darurat mungkin tidak dapat dihindari.
Semua lesi kulit umum dapat terjadi di penis. Pada kasus veruka atau
kemungkinan chancer sifilis antara glans dan perpusium. Kelainan ini jarang
dijumpai di negara barat dan pria yang disunat. Karsinoma penis dapat berupa
benjolan atau duh berdarah atau berbau dari balik prepusium yang biasanya
tidak dapat ditarik. Kelainan prepusium tersebut lebih sering merupakan
penyebab daripada penyulit penyakit.

karsinoma testis yang sudah di eksisi

parafimosis

Lesi penis lainnya Pertanyaan mengenai lesi penis harus diajukan


dengan hati-hati karena sering kali pasien sangat malu.
Hipospadia adalah suatu anomali kongenital yang ditandai dengan
adanya muara uretra lebih proksimal daripada normal. Hipospadia minor
mungkin tidak menimbulkan masalah, atau menyebabkan urine berpencar.
Lubang dibatang penis, atau bahkan skrotum, menyebabkan kesulitan miksi dan
fungsi seksual yang serius. Kelainan ini disertai oleh chordee (kurvatura penis).
Pasien hipospadia sering memiliki prepusium dorsal yang abnormal yang tidak
boleh disirkumsisi karena perpusium tersebut mungkin diperlikan untuk bedah
rekontruksi.
Penyakit Peyronie adalah fibromatosis lokal pada batang penis yang
menyebakan penis melengkung saat ereksi dan menyebakan kesulitan seksual.
Terdapat keterkaitan dengan kontraktur Dupuytren, tetapi belum diketahui
adanya faktor kausal.
Duh uretra biasanya disertai dengan disuria dan disebabkan oleh infeksi
klamidia atau gonore. Riwayat seksual harus ditanyakan dan pasien seyogyanya
dirujuk ke klinik penyakit menular seksual.
Pemeriksaan
Mula-mula pasien diperiksa dalam keadaan terlentang dengan abdomen dan
genetalia terbuka penuh.

Inspeksi
Inspeksi harus mencakup abdomen (massa, distensi kandung kemih) dan lipat
paha (hernia, kelenjar limfe), serta penis dan skrotum. Sering kali, penyakit yang
dikeluhkan dapat dilihat dengan mudah. Pada remaja dan dewasa, prepusium
harus ditarik untuk memastikan tidak ada fimosis atau kelainan lain. Bila fimosis
menghambat penarikan prepusium, dianjurkan dilakukan sirkumsisi.
Palpasi
Pada palpasi penis dapat diidentifikasi adanya fibrosis dibatang penis pada
penyakit Peyronie, tetapi umumnya tidak banyak bermanfaat. Palpasi isi skrotum
ditujukan untuk mengidentifikasi struktur normal dan hubungan kelainan dengan
struktur-struktur tersebut. Dengan menggunakan kedua tangan, tiap-tiap testis
dipegang bergantian. Testis sangat sensitif sehingga harus dipegang dengan
hati-hati. Konsistensinya harus seragam dan kenyal tanpa benjolan diskret atau
indurasi yang mungkin mengisyaratkan tumor. Pembesaran difusi dan nyeri tekan
hebat pada testis pria berumur mengisyaratkan orkitis, sedangkan testis yang
sangat nyeri, tertarik kearah pangkal skrotum, terletak melintang pada remaja
kemungkinan besar mengalami torsio.
Epididimis harus dipalpasi dibelakang testis. Epididimis normal teraba lunak,
tetapi dapat membengkak, memadat, dan nyeri pada epididimitis. Perubahanperubahan tersebut mungkin bersifat lokal bila ringnan. Nodus nyeri dikutub atas
epididimis kemungkinan adalah torsio apendiks testis.
Pada pasien hidrokel, cairan didalam tunika vaginalis dapat menghalangi
perabaan testis. Epididimis normal seharusnya dapat dipalpasi diposterior. Kista
epididimis muncul dibelakang testis dan menyebabkan perabaan bagian
epididimis lainnya lebih sulit, tetapi testis normal seharusnya dapat teraba
dianterior. Mula-mula, hidrokel dan kista epididimis mungkin rancu dengan hernia
inguinoskrotalis, tetapi dapat dibedakan dengan palpasi korda spermatika. Kita
tidak mungkin mencapai bagian atas pembengkakan yang disebabkan oleh
hernia inguinoskrotalis, sedangkan korda sprematika normal selalu dapat diraba
antara jari dan ibu jari diatas hidrokel dan kista epididimis.
Selain palpasi, pembengkakan skrotum seharusnya diberikan dengan
transiluminasi (219) menggunakan senter pena diruang gelap. Hidrokel dan kista
epididimis menyala terang saat cahaya diletakkan dibelakangnya, membuktikan
isi pembengkakan adalah cairan. Pemeriksaan tersebut juga memungkinkan kita
membedakan dari testis normal didekatnya, dan hidrokel dan kista epididimis dari
hernia (walaupun seharusnya sudah bisa dibedakan dari palpasi), kecuali pada
hernia bayi yang mungkin memperlihatkan transiluminasi karena volumenya yang
relatif kecil.

memeriksa pembengkakan skrotum dengan transiluminasi


Pada kasus yang dicurigai torsio testis, periksa kembali pasien dalam posisi
berdiri. Dalam posisi tersebut, testis yang mengalami torsio akan tertarik keatas,
dan bila ada perdis posisi kongenital, testis kontralateral akan tampak melintang.
Kelanjar limfe inguinal harus selalu di palpasi sebagai bagian dari
pemeriksaan genitalia pria. Biasanya satu dari 2 kelenjar limfe yang menyerupai
untaian mutiara dapat teraba di tiap-tiap lipat paha, tetapi pembesaran yang
lebih generalisata dapat terjadi pada penyakit peradangan dan karsinoma penis.
Tumor testis bermetastasis ke kelenjar aorto-iliaka, bukan ke lipat paha, sehingga
abdomen harus dipalpasi bila dicurigai ada metastasis.
Pemeriksaan prostat per rektum diindikasikan bila pasien memperlihatkan gejala
obstruksi aliran kandung kemih.
Keterampilan Terapeutik dan Intervensional
Kateterisasi kandungan kemih pria
Kateterisasi kandung kemih paling sering dilakukan pada pasien retensi urine
akut. Pasien biasanya adalah pria tua yang mungkin memiliki riwayat gejala
prostat. Anda harus ingat bahwa pasien yang memerlukan kateterisasi darurat
kemungkinan besar merasa sangat tidak nyaman. Lakukan pendekatan dengan
penuh perhatian.
Selalu perkenalkan diri Anda, jelaskan prosedur yang akan Anda lakukan,
dan alasannya. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya dan pastikan Anda
mendapatkan persetujuan lisan pasien.
Sebelum memulai setiap prosedur, pastikan semua peralatan yang
diperlukan telah tersedia, dan periksa troli. Daftar peralatan diperlihatkan
dibawah.

Peralatan kateterisasi Kandung Kemih Pria


Gel liknokain

Bahan pembersih

Set kateter

Tabung suntik

Kateter steril

Air steri untuk balon

Kantong drainase kateter

Kateterisasi Kandung Kemih


Buka baju putih Anda, masukkan dasi, dan cuci tangan pada awal
prosedur untuk mengurangi resiko infeksi. Buka set kateter tanpa menyentuh
bagian dalam kertas/duk. Minta asisten untuk membuka sepasang sarung tangan
yang ukurannya sesuai, dan biarkan jatuh didaerah steril, yaitu dipermukaan
dalam set kateter. Kenakan sarung tangan tanpa menyentuh permukaan luarnya
yang steril.
Tata peralatan di troli sehingga semua mudah diakses dengan tetap
mempertahankan teknik aseptik. Minta asisten membuka tabung suntik dan jarun
ukuran 21, biarkan jatuh di daerah steril, dan hubungkan keduanya. Sedot air
steril dalam jumlah yang pas untuk mengisi balon di kateter (volume tertulis di
samping kemasan kateter) dan letakkan didaerah steril. Minta asisten membuka
kateter yang sesuai. Biarkan jatuh di daerah steril. Minta asisten mengisi pot kecil
dengan cairan pembersih yang sesuai (biasanya klorheksidin).
Bersihkan penis pasien dengan teknik tanpa-sentuh dengan cara
memegang penis melalui perantara kassa steril (dengan tangan non dominan
Anda). Ambil satu kassa steril dari set kateter dengan forseps. Celupkan kedalam
cairan pembersih dan bersihkan glens lebih dulu. Ulangi dengan kassa baru,
mulai dari bulbus (bagian terbersih) kesepanjang batang penis. Mungkin Anda
harus menarik prepusium pada awal prosedur dan mengembalikannya pada
akhir prosedur. Buang kassa setiap kali selesai melakukan pembersihan, dan
mulai lagi dibulbus dengan kasa baru. Setelah dirasa cukup bersih, ambil duk
steril dari set kateter dan lubangi dibagian tengah. Masukkan penis melalui
lubang tersebut dan biarkan penis berada diatas duk steril.
Anestesi daerah tersebut dengan menghubungkan ujung slang dari set
kateter ketube gel anastetik. Angkat penis ke posisi hampir tegak lurus dengan
menggunakan tangan nondominan Anda melalui sebuah perantara kassa seperti
sebelumnya. Dorong ujung slang ke dalam meatus, dan peras isinya (anestetik
lokal) ke dalam uretra.
Ambil kateter dari daerah steril. Kateter terletak dalam pembungkus politen
yang tertutup sampai ujung kateter. Buka ujung politen sambil memegang kateter
melalui pembungkus tersebut, tetapi jangan menyentuh ujung kateter.
Celupkan ujung kateter ke dalam gel (diletakkan di kassa oleh asisten) dan
masukkan ke meatus. Pastikan ujung distal kateter terletak di bengkok dari set
kateter atau Anda akan kebasahan. Angkat penis, dan dorong kateter dengan
kuat sampai terasa belokan prostat (Anda mungkin perlu mengubah posisi penis
ditahap ini). Lewati belokan tersebut pelan-pelan tanpa memaksa dan dorong
kateter kedalam kandung kemih. Anda akan tahu bila sudah in situkarena urine
mulai keluar.
Masukkan tabung suntik yang sudah terisi ke lengan samping kateter, dan
suntikkan air steril dalam jumlah yang sesuai. Kemudian, tarik kateter sampai

Anda merasakan tahanan. Sambung slang drainase ke kantong kateter, dan


pastikan sambungan tetap steril.

Sebelum Anda pergi, upayakan pasien nyaman dengan membuat


lengkungan di kateter dan menempelkannya di tungkai. Ingat, kembalikan
prepusium! Pastikan pasien sudah tertutup sebelum Anda pergi.
Hernia
Hernia adalah kelemahan dinding rongga tubuh sehingga isi rongga dapat lewat
dan menonjol. Walaupun biasanya hernia menonjol kepermukaan tubuh,
penonjolan juga dapat terjadi diantara dua rongga tubuh yang bersebelahan
(hernia diafragmatika, hernia hiatus), dan kadang antara kopartemenkompartemen yang berbeda didalam rongga utama yang sama (hernia internal
terjadi akibat pelekatan intra abdomen atau defek pada mesenterium).
Hernia paling sering terjadi di tempat kelemahan intrinsik, misalnya kanalis
inguinalis, kanalis femoralis, serta umbilikus. Kadang kelemahan disebabkan
oleh trauma, terutama karena pembedahan (hernia insisional). Pada orang
dewasa, pembentukan dan pembesaran hernia abdominalis dan inguinalis lebih
mudah terjadi bila tekanan intra abdomen terlalu besar, misalnya akibat obesitas
atau mengejan saat mengangkat benda berat. Selain itu, diperkirakan batuk
kronis, konstipasi, dan retensi urine kronis ikut berperan.
Hernia dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan kecacatan tetapi
makna klinis hernia yang terutama kecenderungannya menyebabkan usus
terperangkap. Hernia yang isinya tidak dapat didorong kembali kedalam
abdomen disebut hernia ireponibilis. Usus yang terperangkap didalam hernia
dapat mengalami obstruksi yang menimbulkan gambaran klinis abstruksi usus
berupa nyeri kolik abdomen, distensi abdomen, muntah, dan kostipasi absolut.
Usus yang abstruksi mengalami edema sehingga tekanan didalam hernia
meningkat. Akibat pasokan darah terhenti dan timbul infark pada usus yang
terperangkap (strangulasi). Tetapi bedah setelah obstruksi atau srangulasi lebih
sulit dan lebih berbahaya daripada pembedahan elektif sehingga sebagian besar
hernia harus diperbaiki secara elektif.

Hernia Dinding Abdomen


Hernia dinding abdomen (220) mencakup:
Hernia obturator melalui foramen obturator
Hernia spigelian melalui bagian bawah selubung otot rektus
abdominis (yang mengalami defisiasi di bagian posterior).
Hernia lumbalis melalui trigonum lumbal petit
Hernia glutealis melalui iasisura iskiadika mayor.

Anatomi Terapan
Hernia diafragmatika mungkin merupakan anomali kongental dan
bermanifesatasi pada masa neonatus sebagi distres pernafasan. Pada masa
selanjutnya, hernia diafragmatika dapat terjadi akibat trauma tumpul pada batang
badan. Hernia hiatus, yang menyebabkan taut gastro-esofagus mengalami
herniasi ke dalam toraks, sangat mengkhawatirkan terutama karena esofagitis
refluks yang ditimbulkannya. Keduanya tidak dibahas lebih lanjut.
Hernia inguinalis Hernia inguinalis adalah jenis hernia yang paling sering
dijumpai. Terdapat dua varian hernia inguinalis yang secara anatomis berbeda,
tetapi secara klinis sulit dibedakan, disebut herhia inguinalis direk dan indirek.
Kegaglan prosesus vaginalis mengalami obliterasi menghasilkan kantung
hernia inguinalis indirek yang dapat segera tampak pada masa bayi atau tetap
kolaps sampai akhirnya mengalami pelemahan dan peregangan pada usia
selanjutnya.
Hernia inguinalis indirek berjalan melalui annulus inguinalis interna (profunda),
sepanjang kanalis inguinalis, melalui analis inguinalis eksterna dan dapat
mencapai skrotum (221)
Hernia inguinalis direk sebaliknya terjadi akibat kelemahan dinding posterior
kanalis inguinalis yang didapat. Oleh karena itu hernia tersebut muncul disebelah
medial annulus inguinalis interna, biasanya tetap terbatas didalam kanalis dan

tidak pernah meluas ke skrotum. Hernia direk sering memiliki cincin hernia yang
lebih lebar dan jarang mengalami strangulasi dibanding hernia indirek dengan
cincin indirek yang biasanya lebih kecil. Secara klinis hernia direk tidak mungkin
dibedakan dari hernia inguinalis indirek yang kecil.
Hernia femoralis Hernia femoralis keluar melalui kanalis femoralis yang terletak
disebelah medial vasa femoralis dan muncul tepat diatas lengkungan lipat paha
(222). Sebagian besar kanalis femoralis dikelilingi oleh struktur yang kuat
(ligamentum inguinal, periosteum, yang menutupi ramus pubis superior). Oleh
karena itu, hernia femoralis memiliki cincin hernia ynag ketat dan sering terjadi
strangulasi usus halus yang masuk kedalamnya.

Hernia Umbilikalis/Para-Umbilikalis, Epigastrium, dan Ventralis lain


Hernia umbilikalis adalah kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan
umbilikus mengalami obliterasi pada awal kehidupan. Hernia umbilikalis tidak
pernah mengalami strangulasi dan sebagian besar menutup secara spontan
pada usia 3-6 tahun. Namun orang tua sering kali mengkhawatirkan tampilam
pusar anaknya yang aneh sehingga bedah penutupan setelah usia 3 tahun dapat
dibenarkan atas alasan ini.
Hernia para-umbilikalis adalah defek dapatan yang terletak tepat diatas
umbilikus pada orang dewasa yang gemuk. Hernia ini mudah membesar seiring
dengan waktu dan tidak jarang mengalami strangulasi. Walaupun pasien sering
berusia lanjut dan tidak sehat, perbaikan efektif tetap harus dilakukan kecuali
kontraindikasi pembedahan terlalu kuat.
Hernia epigastrium dapat muncul pada masa kanak-kanak sebagai benjolan
kecil yang nyeri di garis tengah. Kadang hernia tidak teraba sama sekali dan
anak hanya mengeluh nyeri epigastrium yang sering diperparah oleh olahraga.
Hernia ini adalah defek kongenital kecil di linea alba sehingga lemak
praperitonium menonjol. Perlu tidaknya bedah ditentukan oleh gejala yang ada.
Orang dewasa juga dapat mengalami hernia abdominalis garis-tengah,
walaupun penonjolan biasanya disebabkan oleh pemisahan otot rektus
abdominis dan melemahnya linea alba (divarication of the recti). Hernia garis
tengah dengan cincin hernia nyata dari tepi fibrosa harus diperbaiki karena
cenderung
membesar
menjadi
masif
dan
mengalami
strangulasi.
Namun, divarication of the recti tidak berbahaya dan hasil terapi bedah sering
buruk.
Hernia insisional paling sering dijumpai setelah insisi abdomen garis tengah
yang panjang, walaupun dapat juga terjadi ditempat lain. Infeksi luka pasca
operasi dan kegemukan adalah predisposisi utama (bersama dengan teknik
bedah yang buruk). Herniasi terjadi akibat memisah atau melemahnya lapisan
muskulofasial. Hernia insisional cenderung membesar kadang menjadi masif dan
dapat mengalami srtangulasi, oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan bedah
sejak dini.
Pemeriksaan dan Diagnosis HerniaAbdominalis eksterna
Anamnesis

Keluhan utama
Pasien hernia biasanya mengalami benjolan nyeri yang muncul atau membesar
saat batuk. Dapat timbul rasa tidak nyaman terutama saat mengejan. Walaupun
jarang pada hernia ireponibilis dapat terjadi gangguan fungsi usus. Pasien yang
mengalami obstruksi usus kemungkinan datang di ruangan unit gawat darurat
dengan sebagian atau semua keluhan berikut; nyeri kolik abdomen, distensi
abdomen, muntah, dan konstipasi absolut (tidak flatus maupun buang air besar).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pentakit yang pernah atau sedang diderita beserta pengobatannya harus
ditanyakan karena kemungkinan besar pasien memerlukan pembedahan dan
riwayat tersebut mempengaruhi resiko perioperasi dan teknik anestesik.
Sebagian pasien mengalami hernia berulang dan pernah menjalani perbaikan di
bagian tubuh yang sama sehingga pembedahan menjadi lebih sulit dan mungkin
tidak dapat ditangani sebagai day-care surgery.
Pemeriksaan Hernia Lipat Paha
Sistem kardiovaskuler dan pernafasan harus diperiksa untuk mendeteksi
penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi penerimaan anastesi.
Bila tampak selagi pasien berbaring, mula-mula periksalah hernia pada posisi
tersebut.

Perhatikan letak dan ukuran hernia. Pada kasus akut, adanya peradangan
kulit diatas hernia menandakan strangulasi usus di dalamnya. Namun, inspeksi
saja tidak dapat membedakan hernia inguinalis dan hernia femoralis pada lipat
paha.

Palpasi hernia dengan hati-hati untuk menilai nyeri tekan, dan coba
mengurangi ukurannya. Tentukan tuberkulum pubis dan pastikan hubungan
hernia dengannya (214). Hernia femoralis muncul dibawah ligamentum inguinal
sehingga letaknya dibawah dan lateral tuberkulum pubis. Hernia inguinalis
berasal dari kanalis inguinalis yang terletak di atas ligamentum inguinalis dan
tuberkulum pubis, dan bila meluas sampai atau melebihi pangkal skrotum, mulamula hernia berjalan di atas dan kemudian, di medial tuberkulum. Perhatikan
bahwa ligamentum inguinal yang berjalan dari spina iliaka anterior superior ke
tuberkulum pubis, terletak + 3 cm diatas lipat paha. Oleh karena itu, hernia
femoralis terletak diatas lipat paha, walaupun di bawah ligamentum inguinal.
Walaupun beberapa buku teks berpendapat lain, kita tak dapat membedakan
hernia inguinal direk dan indirek dengan pemeriksaan fisik, kecuali bila hernianya
meluas ke skrotum (yaitu hernia indirek).
Kadang hernia tidak tampak saat pasien berbaring sehingga pasien harus
diminta berdiri, dan bila perlu, batuk agar hernianya keluar. Perasat ini juga
digunakan untuk memastikan tidak ada hernia kecil kontralateral yang mungkin
tidak disadari oleh pasien (walaupun impuls batuk pada lipat paha asimtomatik
mungkin merupakan temuan normal dan oleh karena itu, bukan bukti yang cukup
memadai untuk mendiagnosis hernia). Tuberkulum pubis sulit diraba bila pasien
berdiri sehingga bila pada pemeriksaan berdiri ditemukan hernia, harus diperiksa
sekali lagi dalam keadaan berbaring untuk menentukan hubungan hernia dengan

tuberkulum pubis. Pada pria, pemeriksaan hernia lipat paha harus dilengkapi
dengan pemeriksaan genitalia eksterna.
Kadang pada orang dewasa dan biasanya pada anak hernia tidak tampak di
tempat praktik, walaupun pasien sudah berupaya batuk atau mengejan sekuat
mungkin. Namun riwayat benjolan dilipat paha yang muncul saat berdiri dan
mengejan, serta lenyap saat berbaring sudah cukup untuk menegangkan
diagnosis hernia dan dapat menjadi alasan pembedahan. Anatomi yang pasti
dapat ditentukan intraoperasi.
Riwayat Pribadi dan Sosial
Pekerjaan harus ditanyakan kerena pasien seyogianya mampu melakukan
kembali semua pekerjaan, kecuali yang sangat berat, setelah hernia diperbaiki.
Karena sebagian besar hernia dapat diperbaiki sebagai day-care surgery, harus
ada anggota keluarga atau teman yang menemani pasien pulang dan akomodasi
yang tidak membuat pasien naik turun tangga. Kenyataan bahwa pasien sudah
pensiun tidak mengurangi indikasi pembedahan karena srtangulasi dapat terjadi
pada semua usia dan sangat berbahaya pada usia lanjut.
Hernia abdomen lainnya (223)
Sistem kardiovaskular dan pernafasan juga harus diperiksa lagi. Pemeriksaan
abdomen dimulai dengan inspeksi :
Saat pasien terlentang perhatikan adakah hernia yang muncul dan jaringan
parut yang menandai hernia insisional. Bila hernia tidak tampak, minta pasien
mengangkat kepala dan bahu dari bantal untuk mengencangkan otot,
meningkatkan tekanan intraabdomen dan biasanya menyebabkan hernia
menonjol. Bila gagal, minta pasien berdiri dan inspeksi abdomennya.
Palpasi hernia dengan hati-hati untuk mendeteksi nyeri tekan. Lalu coba
kecilkan hernia yang lembut. Raba tepi fibrosa defek yang hanya seujung jari
pada hernia umbilikus infantile, tetapi sangat lebar pada hernia insisional atau
ventralis lain.Terakhir, lengkapi dengan pemeriksaan abdomen umum.
Ilustrasi Tanda Fisik
Dua foto menggambarkan defek hernia: hernia inguinalis bilateral besar (224)
dan hernia insisional (225).

hernia inguinalis bilateral

hernia insisional

Perawatan Pasien Hernia

Pasien dewasa harus disarankan untuk menjalani perbaikan hernia,


kecuali hernia inguinalis direk dengan cincin hernia yang lebar.
Penopang dapat menghilangkan nyeri tapi tidak mencegah
strangulasi.
Sebagian besar hernia nonkomplikata dapat diperbaiki sebagai
kasus bedah sehari.
Keadaan ireponibilis tidak selalu mengisaratkan obstruksi.
Hernia yang mengalami obstruksi adalah suatu keadaan darurat.

Anatomi dan Fisiologi Traktus Urogenital


Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus-menerus menghasilkan urine, dan berbagai
saluran dan reservoar yang dibutuhkan untuk membawa urine keluar tubuh. Ginjal
merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna
vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan ke
bawah oleh hepar. Kutub atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan kutub atas
ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. (Wilson, 2006)

Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin,
menahan bahan-bahan tertentu dan mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan ke
dalam urin. Setelah terbentuk, urin mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral, pelvis

ginjal, yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat kedua ginjal. Dari situ urin
disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang keluar dari batas
medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena renalis. Terdapat dua ureter
yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke sebuah kandung kemih. (Sherwood, 2001)
2. Gangguan Miksi
a. Anuria dan Oligouria
Artisesungguhnyaadalahsuatukeadaandimanatidakadaproduksiurinedariseorang
penderita.Dalampemakaianklinisdiartikankeadaandimanaproduksiurinedalam24jam
kurangdari100ml.Keadaaninimenggambarkangangguanfungsiginjalyangcukupberat
danhalinidapatterjadisecarapelanpelanatauyangdatangsecaramendadak.Yangdatang
pelanpelan umumnya menyertai gangguan ginjal kronik dan biasanya menunjukkan
gangguanyangsudahlanjut.Yangtimbulmendadaksebagianbesardisebabkangagalginjal
akut,yangsecaraklinisdipakaibersamasamadengankeadaanyangdisebutoliguria,yaitu
keadaandimanaproduksiurinedalam24jamantara100400ml.Sebabsebabanuria/oliguria
dapatdikelompokkandalam3golonganyaitu:sebabsebabprerenal,sebabsebabrenaldan
sebabsebabpostrenal.
Anuriaprerenalmisalnyaterjadipadakeadaanhipoperfusisepertiakibatdehidrasi,
combustio,perdarahan,traumayangmassiveatausepsis.Anuriaprerenalinidapatjuga
disebabkan oleh obstruksi arteri renalis misalnya oleh akibat emboli (fibrilasi atrium),
thrombus (atherosclerosis), dan trauma arteri renalis bilateralis. Bendungan kedua vena
renalis dapat juga menyebabkan penurunan produksi urine, misalnya akibat kelainan
koagulasi,ataupenyebarantumor.
Anuriarenaldidapatkanpadanekrosistubulerakut,glumerulonefritisakut,danpada
beberapa keadaan glumerulopati. Sedang anuria postrenal dapat terjadi akibat obstruksi
urethraolehkarenastriktura,pembesaranprostat,sumbatankeduauretermisalnyakarena
traumaataulaparatomi,proseskeganasandalamronggapelvisdanbatupadasalurankemih.
(Rahardjo,1982)
b. Poliuria
Poliuria dapat terjadi setelah transplantasi ginjal (Hoang et al, 2010), tirotoksikosis
(Wang et al, 2007), atau karena sebab lain. Penyebab lain dari Poliuria adalah:

Minum sejumlah besar cairan, terutama yang mengandung kafein atau alkohol

Certain medications, especially diuretics Obat tertentu, terutama diuretik

Diabetes mellitus

Diabetes insipidus

Psikogenik polidipsia , paling umum pada wanita di atas usia 30

Gagal ginjal

Anemia sel sabit

Tes yang melibatkan suntikan pewarna khusus (media kontras) ke dalam pembuluh
darah

(Gerber GS, 2007)


c. Retensi Urin
Retensi urin adalah keadaan dimana penderita tidak dapat mengeluarkan urin yang
terkumpul di dalam buli-buli sehingga kapasitas maksimal dari buli-buli dilampaui. (Gardjito,
1994)
Dari studi yang dilakukan oleh Mustonen et al (2001), diketahui bahwa selama terjadi
retensi urin akut, serta setelah 1 sampai 6 bulan, albuminuri dapat terdeteksi pada 100%,
92%, dan 54% pasien, dan peningkatan sekresi dari a1-microglobulin pada 52%, 36%, dan
58%. Rata-rata GFR normal selama retensi dan selama follow-up.
3. Striktur Urethra
Studi yang telah dilakukan oleh Santucci (2004) menunjukkan bahwa 90% pria dengan
striktur uretra mengalami komplikasi. Anger et al (2010) melaporkan bahwa terjadi
peningkatan persentase pasien dengan striktur uretra yang juga terdiagnosis infeksi traktus
urinarius. Selain itu, persentase inkontinensia urin juga meningkat pada pasien dengan
striktur uretra.
Striktur uretra dapat disebabkan oleh peradangan atau jaringan parut dari operasi,
penyakit, atau cedera. Hal ini juga bisa disebabkan oleh tekanan dari tumor memperbesar
dekat urethra, meskipun hal ini jarang terjadi.
Risiko lainnya termasuk:

Sebuah riwayat penyakit menular seksual (PMS)

Setiap alat dimasukkan ke dalam uretra (seperti kateter atau cystoscope)

Benign Prostatic Hiperplasia (BPH)

Luka atau trauma pada daerah panggul

Episode berulang uretritis

Gejala

Darah di air mani

Penurunan output urin

Kesulitan buang air kecil

Discharge dari uretra

Sering buang air kecil atau mendesak

Ketidakmampuan untuk buang air kecil (retensi kemih)

Nyeri buang air kecil ( disuria )

Nyeri di perut bagian bawah

Sakit panggul

Swelling of the penis Pembengkakan penis

Pemeriksaan fisik bisa menunjukkan sebagai berikut:

Penurunan pancaran kencing

urethra Discharge dari uretra

Membesar (buncit) kandung kemih

Pembesaran atau tender kelenjar getah bening di selangkangan (inguinal) area

Pembesaran atau prostat tender

Kekerasan (indurasi) di bawah permukaan penis

Kemerahan atau pembengkakan penis

Kadang-kadang ujian tidak menunjukkan kelainan.


Tes meliputi:

Cystoscopy

volume Pasca-void sisa (PVR) volume

Retrograde urethrogram

Tes untuk klamidia dan gonore

Urinalysis

Laju aliran kemih

Kultur urin

(Linda J Vorvik, 2010)


Hasil sukses dalam bedah rekonstruksi untuk penyempitan uretra tetap menjadimasalah y
ang
menantang. Untuk dapat
memberikan
penatalaksanaan yang
tepat, pentinguntuk menentukan etiologi dan karakteristik dari penyempitan. (Koraitim, 2004)
4. Kateter
Sebuah kateter urin adalah tabung yang
digunakan untuk mengeringkan kandungkemih ketika seseorang tidak
mampu untuk
mengosongkan kandung
kemih merekasendiri. Kateter terbuat dari berbagai bahan, termasuk beberapa yang mengand
ung lateksdan lain-lain. Kateter ini fleksibel dan paling sering ditempatkan ke dalam kandung
kemih melalui uretra. (Boyt, 2004)
Kateter urin per uretra adalah pemasangan kateter yang dimasukkan ke dalam buli-buli
(bladder pasien) melalui urethra. Kateter digunakan sebagai alat untuk menghubungkan
drainase urin dari bladder ke urin bag atau container.

Indikasi Pemasangan Kateter


Kateterisasi uretra dapat dilakukan untuk diagnosis ataupun sebagai prosedur terapi.
Untuk terapi, kateter dimasukkan untuk dekompressi bladder pada pasien dengan retensi urin
yang akut atau kronik akibat dari keadaan seperti intravesicular obstruction dari traktus
urinarius atau neurogenic bladder. Kateterisasi dan irigasi secara kontinyu mungkin juga
diperlukan pada pasien dengan gross hematuria untuk menghilangkan darah dari jendalan
darah dari kandung kencing.
Untuk keperluan diagnosis, kateterisasi urethra dilakukan untuk mendapatkan sampel
urin yang tak terkotaminasi terutama untuk tes mikrobiologi, untuk mengukur pengeluaran
urin pada pasien dengan kondisi kritis, atau pada tindakan operasi, atau untuk mengukur
volume residual urin sesudah tindakan invasive, di mana tindakan non-invasif tidak bisa
dilakukan. Kateter seharusnya tidak digunakan untuk terapi rutin kontinensia urine, jika

mungkin penggunaan tindakan yang non invasive seperti incontinence pads, intermittent
catheterization, atau penile-sheath cathethers harus dilakukan untuk menghindari komplikasi
dari penggunaan indwelling catheter (kateter menetap). tindakan seperti operasi untuk
memperbaiki inkontinensia urin lebih efektif untuk pasien.
Kontraindikasi Pemasangan Kateter
Kontraindikasi kateterisasi uretra adalah adanya urethral injury. Biasanya adanya trauma
pada uretra terjadi pada pasien dengan trauma pelvis atau fraktur pelvis. Trauma pada uretra
ditandai dengan adanya perdarahan pada meatus uretra, perineal hematoma, dan a highriding prostate gland. Jika dicurigai adanya trauma pada uretra perlu dilakukan
urethrography sebelum dilakukan kateterisasi. Kontraindikasi relatif pemasangan kateter
uretra adalah adanya striktur uretra, pembedahan uretra atau bladder, atau pada pasien yang
tidak kooperatif. (Tim SL FK UNS, 2010)
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang diperlukan dapat berupa pemeriksaan laboratorium, endoskopi, maupun
pencitraan:
Ultrasound of the Urethra (USG)
USG dari uretra adalah salah satu metode radiologis dalam
mengevaluasi striktururetra. Sebuah probe USG bisa ditempatkan di
sepanjang penis untuk menentukanukuran dari penyempitan, derajat penyempitan, dan panjan
g dari penyempitan. Iniadalah metode non-invasif dan biasanya tidak memerlukan persiapan
khusus.(Medicinenet, 2011)
Retrograde Urethrogram
Sebuah urethrogram retrograde memungkinkan kita untuk
mengevaluasi kelainanstruktural dalam uretra termasuk penyempitan atau kontraktur dan dive
rtikulum. Tesdiagnostik ini umum
dilakukan
pada pasien
laki-laki yang
diduga
mengalamipenyempitan uretra. (Latini et al, 2006)
6. Cuci Darah (Dialisis)
Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam larutan melintasi membransemipe
rmeabel sepanjang konsentrasi gradien elektrokimia. Tujuan utama darihemodialisis adalah u
ntuk mengembalikan lingkungan cairan intraselular danekstraselular yang sesuai karakteristik
dari fungsi ginjal normal. Hal
ini dilakukandengan pengangkutan zat
terlarut seperti urea dari darah ke dialisat dan pengangkutanzat
terlarut seperti bikarbonat dari dialisat ke darah. (Himmelfarb, 2010)

Anda mungkin juga menyukai