Anda di halaman 1dari 51

RETENSIO URINE

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Retensi Urin merupakan suatu keadaan darurat urologi yang paling sering ditemukan dan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Berarti bahwa seorang dokter atau perawat dimanapun dia bertugas kemungkinan besar pernah atau akan menghadapi kelainan ini. Oleh karena itu, yang bersangkutan harus bisa mendeteksi kelainan tersebut dan selanjutnya dapat melakukan penanganan awal secara benar. Residu urine setelah berkemih normalnya kurang atau sama dengan 50 ml, jika residu urine ini lebih dari 200 ml dikatakan abnormal dan dapat juga dikatakan retensi urine. Bilamana retensi urin tidak ditangani sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan terjadinya penyulit yang memperberat morbiditas penderita yang bersangkutan. Pada dasarnya tidak diperlukan peralatan maupun ketrampilan yang khusus untuk mendeteksi dan menangani penderita dengan retensi urin, apapun yang menyebabkan terjadinya kelainan tersebut. Permasalahan yang sering dihadapi seorang dokter atau seorang perawat adalah Retensi urin tidak dideteksi karena kelainan ini tidak terpikirkan, penderita tidak mengeluh atau mengatakan bahwa masih bisa kencing secara berkala (inkontinensi paradoksa). Retensi menambah penderitaan atau menimbulkan penyulit yang merugikan, bahkan bersifat permanen .1.2. TUJUAN PENULISAN Tujuan Penulisan Tujuan penulisan responsi ini adalah untuk memenuhi tugas Dokter Muda di bidang bedah RSU Haji Surabaya, serta membahas kasus tentang retensi urin
1

RETENSIO URINE
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. RETENSIO URIN 2.2.1 Definisi Retensio Urine Adalah kesulitan BAK atau miksi karena kegagalan mengeluarkan urine dari vesika urinaria (kapita selecta) Retensio Urine Adalah proses menahan urine yang secara normal diekresi oleh tubuh (kamus kedokteran) Retensio Urine Merupakan urine dalam kandung kemih akibat

ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih sehingga menyebabkan distensi vesika urania atau keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Keadaan dimana pasien tidak dapat mengeluarkan urin yang terkumpul didalam buli-buli sehingga melampaui kapasitas maksimal buli-buli. Retensi urin adalah keadaan di mana seseorang tidak dapat berkemih spontan sesuai kehendak. Retensi urin bisa dibagi menjadi 2 keadaan yaitu akut dan kronik Hematuria Penyakit yang ditandai sel darah merah pada urine. Disebabkan adanya peradangan pada organ urinaria atau karena iriakibat gesekan batu ginjal. Gejalanya adalah berubahnya warna urin pada penderita. Anuria Penyakit anuria adalah penyakit dimana penderitanya tidak dapat mengeluarkan air seni lebih dari 50 mililiter Anuria biasanya merupakan tanda dari gagal ginjal. Penyebab anuria adalah tidak lengkapnya preneral dalam

RETENSIO URINE
produksi urine. Gejala penyakit ini adalah tidak dapat memproduksi urine lebih dari 100 mililiter dalam 24 jam. Polyuria Polyuri adalah penyadimana eksresi urine yang besar dalam periode tertentu. Penyebabnya adalah pada medula ginjal. Gejala penyakit ini adalah banyaknya melakukan eksresi. Oliguria Keluaran urin kurang dari seharusnya pada penOliguria merupakan salah satu tanda dari gagal ginjal. Oluguria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh fungsi ginjal menurungagal ginjal intrinsik dan gagal postrenal.Penyakit oliguria ditdengan eksresi urin kurang daro 1 ml / kg/ hari pada bayi, 0,5 ml / kg /jam pada anak dan 400 ml / hari pada orang dewasa.

2.2.2. ETIOLOGI Retensio Urine dapat dibagi menjadi 3 lokasi yaitu : 1) Supravesikal Kelemahan detrusor. Berupa kerusakan pada pusat miski di medulla spinalis S2 S4 setinggi T12-L1 : keruasakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian atau seluruhnya. 2) Vesikal Gangguan koordinasi detrusor-sfingter (dis-sinergi). Berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang. 3) Infravesikal

RETENSIO URINE
Hambatan pada jalan keluar: Kelainan kelenjar prostat (BPH, Ca) Striktura uretra Batu uretra Kerusakan uretra (trauma) Gumpalan darah didalam lumen buli-buli (clot retention) dll.

Akibat retensi urin 1. Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga tekanan didalam lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat. Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam lumen akan menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi hidroureter dan hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal. 2. Bila tekanan didalam buli-buli meningkat dan melebihi besarnya hambatan di daerah uretra, urin akan memancar berulang-ulang (dalam jumlah sedikit) tanpa bisa ditahan oleh penderita, sementara itu buli-buli tetap penuh dengan urin. Keadaan ini disebut : inkontinensi paradoksa atau "overflow incontinence" 3. Tegangan dari dinding buli-buli terns meningkat sampai tercapai batas toleransi dan setelah batas ini dilewati, otot buli-buli akan mengalami dilatasi sehingga kapasitas buli-buli melebihi kapasitas maksimumnya, dengan akibat kekuatan kontraksi otot buli-buli akan menyusut. 4. Retensi urin merupakan predileksi untuk terjadinya infeksi saluran kemih (ISK) dan bila ini terjadi, dapat menimbulkan keadaan gawat yang serius seperti pielonefritis, urosepsis, khususnya pada penderita usia lanjut. 2.2.3. KLASIFIKASI Retensi urin akut

RETENSIO URINE
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih yang tiba-tiba dan disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Berbeda dengan kronis, tidak ada rasa sakit karena sedikit2 nimbunnya. Kondisi yang terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali, kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan dalam urologi. Kalau tidak dapat berkemih sama sekali segera dipasang kateter.

Retensi urin kronik Retensi urin kronik adalah retensi urin tanpa rasa nyeri yang disebabkan oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap. Misalnya lama-lama tidak bisa kencing. pada pembesaran prostat, pembesaran sedikit-sedikit, bisa kencing sedikit tapi bukan karena keinginannya sendiri tapi keluar sendiri karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar , sulit memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih dengan sempurna (tidak lampias). Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari. 2.2.4. EPIDEMIOLOGI Insidens retensi urin di AS: o laki-laki usia 40-83 thn: 4,5 6,8/1000 laki-laki/tahun o usia 70-an: 10% o usia 80-an: 30% o Insidens retensi urin akut: 3/1000 laki-laki/tahun o Insidens pada wanita: 3/100.000 wanita/tahun

RETENSIO URINE
Perhatikan bahwa pada retensi urin akut, laki-laki lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 3/1000 : 3/100000. Berdasarkan data juga dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya umur pada laki-laki, kejadian retensi urin juga akan semakin meningkat.

2.2.5. GAMBARAN KLINIS Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk

diantaranya kesulitan buang air kecil; pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus; ada rasa tidak puas, dan keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada suprapubik saat berkemih. Suatu penelitian melaporkan bahwa gejala yang paling bermakna dalam memprediksikan adanya gangguan berkemih adalah pancaran kencing yang lemah, pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, mengedan saat berkemih, dan nokturia. 2.2.6. PATOFISIOLOGI Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas
6

RETENSIO URINE
kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra. Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor. Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalis menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen.

RETENSIO URINE
Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien.Selanjutnya terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi urethra. 2.2.7. DIAGNOSIS Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan neurologik, jumlah urine yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan urinalisis dan kultur urine, pengukuran volume residu urine, sangat dibutuhkan. Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat digunakan uroflowmetry, pemeriksaan tekanan saat berkemih, atau dengan voiding cystourethrography. 1. Anamnesis Tidak bisa kencing atau kencing menetes /sedikit-sedikit Nyeri dan benjolan/massa pada perut bagian bawah Riwayat trauma: "straddle", perut bagian bawah/panggul, ruas tulang belakang. Pada kasus kronis, keluhan uremia

2. Pemeriksaan Fisik Inspeksi: Penderita gelisah Benjolan/massa perut bagian bawah

RETENSIO URINE
Tergantung penyebab : batu dimeatus eksternum, pembengkakan dengan/tanpa fistulae didaerah penis dan skrotum akibat striktura uretra, perdarahan per uretra pada kerobekan akibat trauma. Palpasi dan perkusi: Teraba benjolan/massa kistik-kenyal (undulasi) pada perut bagian bawah. Bila ditekan menimbulkan perasaan nyeri pada pangkal penis atau menimbulkan perasaan ingin kencing yang sangat mengganggu. Terdapat keredupan pada perkusi. Dari palpasi dan perkusi dapat ditetapkan batas atas buli-buli yang penuh, dikaitkan dengan jarak antara simfisis-umbilikus. Tergantung penyebab : Teraba batu di uretra anterior sampai dengan meatus eksternum. Teraba dengan keras (indurasi) dari uretra pada striktura yang panjang Teraba pembesaran kelenjar prostat pada pemeriksaan colok dubur. Teraba kelenjar prostat letaknya tinggi bila terdapat ruptur total uretra posterior.

3. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto polos abdomen dan genitalia: Terlihat bayangan buli-buli yang penuh dan membesar. Adanya batu (opaque) di uretra atau orifisium internum.

2. Uretrografi untuk melihat adanya striktura, kerobekan uretra, tumor uretra.


9

RETENSIO URINE
3. Ultrasonografi untuk melihat volume buli-buli, adanya batu, adanya pembesaran kelenjar prostat. 4. Pada retensi kronik, pemeriksaan yang diperlukan antara lain: Urinalisis : untuk melihat adanya infeksi Sistoskopi yaitu penggunaan kamera fiberoptik pada uretra. Dengan sitoskopi dapat dilihat penyebab striktur, letaknya, dan karakter dari striktur. PSA Adalah tumor marker yang paling penting saat ini untuk deteksi dini, menentukan staging, dan monitoring pada penderita kanker prostat.7,9 PSA terdiri dari protein yang diproduksi oleh sel prostat untuk menjaga viskositas cairan semen. Pertama dideteksi di cairan vesikula seminalis pada tahun 1971. PSA diproduksi baik dalam sel prostat yang sehat maupun pada sel maligna prostat dengan jumlah yang lebih banyak. Pemeriksaan PSA di Negara Barat mempunyai hasil yang sangat sensitif namun tidak spesifik, yakni ratarata mencapai tingkat sensitivitas lebih dari 90% dan spesifisitas kurang dari 25%, untuk kadar nilai ambang PSA 4ng/ml. Dan pada peningkatan nilai ambang PSA 10ng/ml terjadi penurunan sensitivitas menjadi lebih dari 75% sementara pada spesifisitas meningkat hampir dua kali lipat menjadi 48%.

10

RETENSIO URINE
Urodinamik Adalah suatu perangkat pemeriksaan obyektif untuk

mengetahui fungsi kandungan kemih dan merupakan pemeriksaan penunjang yang cukup akurat untuk menentukkan jenis dan penyebab gangguan pada saluran kemih bagiian bawah, seperti inkontinensia (beser kemih) atau retensio urin ( kesulitan berkemih ). Pemeriksaan urodinamika simpel meliputi: Uroflowmetry, Cystometrography dan pengukuran volume residual urine. Dengan memasukan kateter berisi transduser untuk mengukur tekanan ke dalam kandungan kemih dan rektum dan kateter tersebut ddihubungkan dengan komputer. Kemudian memasukan cairan steril ke dalam kandungan kemih. Selama fase pengisian tersebut komputer akan memberikan informasi mengenai tekanan kandung kemih, dan rektum, refleks kandungan kemih dan kapasitas kandungan kemih. Setelah kandung kemih penuh, semua perlengkapan dilepas dan dilanjutkan dengan pemeriksaan uroflowmetry, dimana pasien berkemih dan ditampung pada sebuah alat khusus untuk mengukur laju pancaran urine. Dan terakhir sisa urin yang masih tersisa di kandung kemih diukur volumennya. Rangkaian pemeriksaan ini relatif tidak lama, hanya memerlukan waktu 30 menit. Cystometrography. Tes dengan sinar-X ini untuk memeriksa kandung kemih dan uretra setelah penyuntikan cairan kontras khusus melalui kateter pada kandung kemih. Cairan kontras berisi sifat-sifat khusus yang dapat dilihat melalui sinar-X yang diambil pada orang dalam berbagai posisi. Sinar-X juga diambil pada akhir tes. Selama urinasi.

2.2.8. PENATALAKSANAAN

11

RETENSIO URINE
Bila diagnosis retensi urin sudah ditegakkan secara benar, penatalaksanaan ditetapkan berdasarkan masalah yang berkaitan dengan penyebab retensi urinnya. Pilihannya adalah:
1. 2.

Kateterisasi Sistostomi suprapubik: Trokar Terbuka

3.

Pungsi suprapubik

1. Kateterisasi Dengan pemasangan kateter atau para sentries kandung kemih Kesulitan memasukkan kateter biasanya terjadi ketika melalui pars bulbosa dan membrananesa. Bila terjadi keslulitan jangan dipaksakan mungkin terdapat striktur, spasme yang terutama terjadi di pars membrananesa atau batu pada uretra. Bila ujung kateter terhalang oleh lobus tengah prostate maka memasukkan kateter dapat dibantu dengan mendorong ujung kateter kea rah atas lewat R-T. Syarat-syarat: Dilakukan dengan prinsip aseptik Digunakan kateter nelaton/sejenis yang tidak terlalu besar, jenis foley Diusahakan tidak nyeri agar tidak terjadi spasme dari sfingter. Diusahakan dengan sistem tertutup bila dipasang kateter tetap.

12

RETENSIO URINE
Diberikan antibiotika profilaksis sebelum pemasangan kateter 1 x saja (biasanya tidak diperlukan antibiotika sama sekali). Kateter tetap dipertahankan sesingkat mungkin, hanya sepanjang masih dibutuhkan. Teknik kateterisasi Kateter Foley steril, untuk orang dewasa ukuran 16-18 F. Desinfeksi dengan desinfektans yang efektif, tidak mengiritasi kulit genitalia (tidak mengandung alkohol) Anestesi topikal pada penderita yang peka dengan jelly xylocaine 24% yang dimasukkan dengan semperit 20cc serta "nipple uretra" diujungnya. Jelly tersebut sekaligus berperan sebagai pelicin. (Pada batu atau striktura uretra, akan dirasakan hambatan pada saat memasukkan jelly tersebut) Kateter yang diolesi jelly K-Y steril dimasukkan kedalam uretra. Pada penderita wanita biasanya tidak ada masalah. Pada penderita pria, kateter dimasukkan dengan halus sampai urin mengalir (selalu dicatat jumlah dan warna / aspek urin), kemudian balon dikembangkan sebesar 5-10 ml. Bila diputuskan untuk menetap, kateter dihubungkan dengan kantong penampung steril dan dipertahankan sebagai sistem tertutup. Kateter di fiksasi dengan plester pada kulit paha proksimal atau didaerah inguinal dan diusahakan agar penis mengarah kelateral, hal ini untuk mencegah terjadinya nekrosis akibat tekanan pada bagian ventral uretra di daerah penoskrotal. Perawatan Kateter tetap Penderita dengan kateter tetap harus:
13

RETENSIO URINE
Minum banyak untuk menjamin diuresis Melaksanakan kegiatan sehari-hari secepatnya bila keadaan

mengijinkan Membersihkan ujung uretra dari sekrit dan darah yang mengering agar pengaliran sekrit dan lumen uretra terjamin. Mengusahakan kantong penampung urin tidak melampaui ketinggian buli-buli agar urin tidak mengalir kembali kedalamnya. Mengganti kateter (nelaton) setiap dua minggu bila memang masih diperlukan untuk mencegah pembentukan batu (kateter silikon : penggantian setiap 6-8 minggu sekali).

2. Sistostomi Suatu tindakan pembedahan untuk mengalirkan kencing melalui lubang yang dibuat supra pubik untuk mengatasi retensi urin dan menghindari komplikasi. Macam: sistostomi trokar dan sistostomi terbuka. Semua penderita yang datang dengan keluhan berupa tidak bisa kencing, keluar darah lewat uretra, ekstravasasi urin sekitar uretra, hematom pada perineum atau prostat melayang. Trauma uretra adalah trauma yang mengenai uretra berupa trauma tajam, trauma tumpul atau akibat instrumentasi uretra seperti pemasangan kateter dan sistoskopi. Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait antara lain Patologi Klinik dan Radiologi. a. Sistostomi Trokar Indikasi:
14

RETENSIO URINE
Kateterisasi gagal : striktura, batu uretra yang menancap (impacted). Kateterisasi tidak dibenarkan : kerobekan uretra path trauma. Sebagian ahli berpendapat bahwa sistostomi pada pria lebih aman daripada kateter tetap karena penyulit akibat pemakaian kateter pada uretra dapat ditiadakan (uretritis, striktura, fistula) Syarat-syarat: Retensi urin dan bull-buli penuh, kutub atas lebih tinggi pertengahan jarak antara simfisis- umbilikus. Ukuran kateter Foley lebih kecil daripada celah dalam trokar (< > 20F) b. Sistostomi Terbuka Indikasi: Lihat sistostomi trokar Bila sistostomi trokar gagal Bila akan melakukan tindakan tambahan seperti mengambil batu di dalam bull-buli, evaluasi gumpalan darah, memasang "drain" di rongga retzii, dan sebagainya. Perawatan kateter sistostomi jauh lebih sederhana daripada kateter tetap melalui uretra. Demikian pula penggantian kateter sistostomi setiap dua minggu, lebih mudah dan tidak menimbulkan nyeri yang berarti. Kadang-kadang saja urin merembes di sekitar kateter. 3. Pungsi Buli-Buli Merupakan tindakan darurat sementara bila keteterisasi tidak berhasil dan fasilitas / sarana untuk sistostomi baik trokar maupun terbuka
15

RETENSIO URINE
tidak tersedia. Digunakan jarum pungsi dan penderita segera dirujuk ke pusat pelayanan dimana dapat dilakukan sistostomi. Penderita dan keluarga harus diberi informasi yang jelas tentang prosedur ini karena tanpa tindakan susulan sistostomi, buli-buli akan terisi penuh kembali dan sebagian urin merembes melalui lubang bekas pungsi. 2.2.8. KOMPLIKASI Karena terjadinya retensi urine yang berkepanjangan, maka kemampuan elastisitas vesica urinaria menurun, dan terjadi peningkatan tekanan intra vesika yang menyebabkan terjadinya reflux, yang dapat menebabkan terjadinya infeksi saluran kemih bagian atas. Kemudian akibat terdapata residu urin yang tidak keluar secara tuntas akan menimbulkan kecenderungan untuk terbentuknya batu kandung kemih akibat kristalisasi dari urin. Adapun komplikasi lainnya seperti sistitis, uremia, sepsis, gagal ginjal. Sehingga penting untuk dilakukan pemeriksaan USG pada ginjal dan ureter atau dapat juga dilakukan foto BNOIVP. 2.3 HIPERPLASIA PROSTAT 1. Definisi BPH ( Benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker. BPH dapat menyebabkan penekanan pada uretra di tempat uretra menembus prostat sehingga berkemih menjadi sulit. 2. Etiologi Etiologi BPH belum jelas, mungkin berkaitan dengan ketidakseimbangan antara estrogen dan progesteron di prostat. 3. Manifestasi Klinis Biasanya gejala- gejala prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Track Symtoms ( LUTS ) dibedskan menjadi gejala iritatif dan obstruktif
16

RETENSIO URINE
a. Gejala iritatif - Sering miksi - Terbangun untuk miksi pada malam hari ( Nokturia ) - Persaan ingin miksi yang sangat mendesak ( Urgensi ) - Nyeri pada miksi ( Disuria) b. Gejala Obstruktif - Pancaran urin melemah - Rasa tidak puas sehabis miksi - Ketika mau miksi harus menunggu lama (Hesitancy) - Harus mengedan ketika miksi (straining) - Kencing terputus- putus (intermittency) - Waktu miksi memenjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow 4. Komplikasi Seiring dengan makin banyaknya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak di obati, terjadi gagal ginjal 5. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain : a. Anamnesa Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.
17

RETENSIO URINE
b. Pemeriksaan Fisik Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok septik. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis c. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu : - Derajat I = beratnya 20 gram. - Derajat II = beratnya antara 20 40 gram. - Derajat III = beratnya > 40 gram. d. Pemeriksaan Laboratorium - Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. - Pemeriksaan urin lengkap dan kultur. - PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai

kewaspadaan adanya keganasan.

18

RETENSIO URINE
d. Pemeriksaan Uroflowmetri Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter = non obstruktif = obstruktif dengan penilaian : Flow rate maksimal > 15 ml / dtk Flow rate maksimal < 10 ml / dtk e. Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik. IVP (Pyelografi Intravena) Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis. Pemeriksaan Panendoskop Untuk 6. a. mengetahui keadaan uretra dan buli buli. Penatalaksanaan Observasi ( Watchfull Waiting ) Biasanaya dilakukan pada pasein dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberika ialah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat- obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. b. Terapi medika mentosa penghambat adrenerjik a: obat- obat yang sering dipakai adalah prazosin,

doxazosin, afluzosin, atau yang lebih selektif a 1a (transolusin). Fungsinya untuk

19

RETENSIO URINE
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala- gejala berkurang penghambat enzim 5- a reduktase:obat yang dipakai adalah finasteride

( proscar ) dengan dosis 1,5 mg/ hari, yang berfungsi mengecilkan prostat yang mmembesar c. Fitoterapi: Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat Terapi bedah

Penangan untuk tiap pasien berpariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu: retensio urin berulang, hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal, ISK berulang, tanda- tanda obstruksi berat, dan ada batu saluran kemih

Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi: Transurethral Resection of the Prostate ( TUR P ) merupakan pembedahan BPH yang paling sering

TURP

dilakukan.Endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Keuntungan dari TURP adalah tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi. 88% penderita yang menjalani TURP mengalami perbaikan yang berlangsung selama 10-15 tahun. Impotensi terjadi pada 13,6% penderita dan 1% penderita mengalami inkontinensia urin.

20

RETENSIO URINE
Transurethral Insision of the Prostate ( TUIP )

TUIP menyerupai TURP, tetapi biasanya dilakukan pada penderita yang memiliki prostat relatif kecil. Pada jaringan prostat dibuat sebuah sayatan kecil untuk melebarkan lubang uretra dan lubang pada kandung kemih, sehingga terjadi perbaikan laju aliran air kemih dan gejala berkurang. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi, penyempitan uretra dan impotensi Prostatektomi terbuka

Sebuah sayatan bisa dibuat di perut (melalui struktur di belakang tulang kemaluan/retropubik dan diatas tulang kemaluan/suprapubik) atau di

daerah perineum (dasar panggul yang meliputi daerah skrotum sampai anus). Pendekatan melalui perineum saat ini jarangn digunakan lagi karena angka kejadian impotensi setelah pembedahan mencapai 50%.

Pembedahan ini memerlukan waktu dan biasanya penderita harus dirawat selama 510hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah impotensi (16-32%, tergantung kepada pendekatan pembedahan) dan inkontinensia uri (kurang dari 1%). Prostatektomi dengan laser

Namun pembedahan tidak mengobati penyebab BPH jadi biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8- 10 tahun kemudian.

21

RETENSIO URINE

BAB III LAPORAN KASUS

Pembimbing Oleh I.

: dr. Samsul Islam, Sp.U : Samirah

IDENTITAS PASIEN Nama Umur : Tn. Abdullah : 71 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat Status Pendidikan Pekerjaan Suku UGD No telepon : wisma lidah kulon blok xb 109 sby : sudah menikah : TNI AL : Pensiunan purnawirawan PNS TNI AL : jawa : 03 juni 2013 pukul 17.20 : 085731987768

No rekam medik : 579308 II. ANAMNESA 1. Keluhan Utama : buang air kecil tidak tuntas 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke ugd dengan keluhan apabila kencing tidak tuntas dan

pada kateter terdapat darah, sebelumnya pada pagi harinya pasien datang

22

RETENSIO URINE
ke poli urologi dengan keluhan apabila kencing tidak tuntas, gejala ini dirasakan sudah lama lebih dari 7 tahun, selama 7 tahun pasien hanya berobat ke puskesmas dan dirasakan setelah berobat ke puskesmas keluhan sudah berkurang, tetapi 3 hari terakhir ini pasien merasakan kencingnya semakin sulit dan kaki bengkak. pada saat kencing awalnya hanya berupa tetesan tersendat sendat/ terputus putus (intermitency) setelah itu baru keluar hanya sedikit dan pancaran nya lemah setelah itu menetes (Terminal dribbling), apabila kencing harus menunggu lama(+) dan mengejan (hestitancy), setelah kencing pasien merasa tidak puas (Sensation of incomplete bladder emptying ), kencing tidak terasa sakit dan panas(-),Karena kencing tidak lancar, Px selalu merasa ingin kencing dan terkadang tidak bisa menahan (inkontinence). Kencing malam hari sering lebih dari 4x (nokturia). pasien juga mengeluhkan perut tengah bawah terasa tegang dan keras, Nyeri pinggang (-), demam (-),kencing batu (-), BAB tidak lancar (+), pasien merasa bengkak pada kaki (+) Setelah datang ke poli urologi pasien dipasang kateter keluar 1300 cc dan pasien pulang, saat dirumah pada bag kateter terdapat darah pasien membuang urine 4x saat ke igd terdapat darah pada kateter 200 cc 3. Riwayat Penyakit Dahulu : HT disangkal, DM disangkal, operasi katarak (+), batu ginjal (-), 4. Riwayat Penyakit Keluarga : 5. Riwayat Penyakit Sosial : Px punya kebiasaan minum kopi 3 gelas perhari, air putih jarang, jamu jamuan (-), obat yang diminum rutin setiap hari (-) III HASIL PEMERIKSAAN Pemeriksaan Umum Keadaan umum : cukup

Kesadaran / GCS : compos mentis / 4-5-6 Vital sign : Tensi : 130/80 mmHg RR : 20x/menit

23

RETENSIO URINE
Nadi Status Generalis Kepala/wajah : Bentuk simetris A/I/C/D -/-/-/-, pharynk hiperemi (-) Leher Thorax : Pembesaran KGB dan kelenjar Thyroid (-) : Gerak nafas simetris, retraksi (-) Jantung : S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Rh -/-, Wh -/Abdomen : I : cembung, simetris : 80x/menit Tax : 36,5C

P : supel, nyeri tekan pada R. hipogastrika, H/L/R ttb P : pekak R. Hipogastrica A : BU (+) N Ekstremitas : akral hangat (+), oedem (-)

Status urologi: - Flank pain -/- Flank mass -/- Nyeri ketok ren -/- Nyeri tekan -/- VU: kesan penuh nyeri tekan (+) - GE: sirkumsisi (+), penis dan testis normal terpasang kateter (+) clot (+) - RT setelah terpasang DC: tonus sphingter ani (+) normal, BCR (+) normal, teraba prostat membesar, sulcus medianus teraba mendatar, pole atas masih

24

RETENSIO URINE
dapat diraba, batas lateral kanan kiri tidak teraba, konsistensi padat lunak, darah (-), lendir (-), feces (-) IV. RESUME Dari pemeriksaan fisik didapatkan : Keadaan umum : cukup

Kesadaran/GCS : compos mentis / 4-5-6 Vital sign : Tensi : 130/80 mmHg Nadi Status Generalis : dbn Status urologi Regio flank - Flank pain -/- Flank mass -/- Nyeri ketok ren -/- Nyeri tekan -/- VU: kesan penuh teraba nyeri tekan (+) - GE: sirkumsisi (+), penis dan testis normal terpasang kateter (+) clot (+) -RT setelah terpasang DC : tonus sphingter ani (+) normal, BCR (+) normal, teraba prostat membesar, sulcus medianus teraba mendatar, pole atas masih dapat diraba, batas lateral kanan dan kiri tidak teraba, konsistensi padat lunak, darah (-), lendir (-), feces (-) V. DIAGNOSIS : Kerja Primer : Retensio Urine : BPH Grade 2 : : 78x/menit RR : 20x/menit

Tax : 36,5C

25

RETENSIO URINE
Sekunder Komplikasi :: gross hematuri

Dasar diagnosis : Anamnesis : kencing tidak tuntas 7 bulan, adanya gejala LUTS ( lower urinary tract syndrome meliputi (intermitency), (Terminal dribbling), apabila kencing (hestitancy), (Sensation of incomplete bladder emptying ), (inkontinence). Kencing (nokturia) dan retensi urin Pemeriksaan fisik : Buli buli kesan penuh dan pada RT didapatkan BPH grade 2 Score IPSS ( intrenasional prostate symptom score) Dalam terakhir Tidak Kurang dari sekali dalam lima hari Seberap 0 a sering anda merasa masih ada sisa selesai kencing Seberap 0 a sering anda harus 26 1 2 3 4 5 3 1 2 Kurang dari seteng ah Kadan g kadan g ( sekit ar 50%) 3 4 5 4 Lebih dari seteng ah Hampir scor selalu

1 bulan pernah

RETENSIO URINE
kembali kencing dalam waktu kurang dari jam setelah selesai kencing Seberap 0 a sering anda mendap at bahwa anda kencing terputu s putus Seberap 0 a sering tidak dapat menaha n keingin an untuk kencing Seberap 0 a sering pancara n 1 2 3 4 5 4 1 2 3 4 5 3 1 2 3 4 5 4 2

27

RETENSIO URINE
kencing anda lemah Seberap 0 a sering anda harus mengej an untuk memual i kencing Seberap 0 a sering anda harus bangun untuk kencing sejak mulai tidur pada malam hari hingga pagi hari total 24 1 2 3 4 5 3 1 2 3 4 5 3

Scor ipss pertanyaan 1-7 adalah denganb score 24 Kategori berat

VI . PENATALAKSANAAN 28

RETENSIO URINE
Tx emergency : terpasang DK Tx causatif : PRO TURP inf RL 15 tts/menit Inj ketorolac 3x1 gram Inj vit k 3x1 gram Inj ceftriaxone 2x1 gram iv dengan pz 100 cc Inj antrain 3x1 gram Diet tkt VII. PLANNING Dx : - DL - FH - LFT - RFT - BOF - THORAX -ECG Tx : sistoskopi+ turp/open prostatectomy Monitoring : - Keluhan - Vital sign - Input-output cairan Edukasi : - menjelaskan tentang penyakit dan prognosanya 29

RETENSIO URINE
- menjelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan - dirawat di marwah 1c

VIII FOLLOW UP SOAP HARI KE 1 DIRUANG 1C Tanggal 04-06-2013 S: pusing (-), mual(-), muntah (-), BAB (-), terpasang kateter darah keluar (+) O: Keadaan umum : cukup Kesadaran / GCS : compos mentis / 4-5-6 Vital sign : Tensi : 130/80 mmHg Nadi Status Generalis Kepala/wajah : Bentuk simetris A/I/C/D -/-/-/-, pharynk hiperemi (-) Leher Thorax : Pembesaran KGB dan kelenjar Thyroid (-) : Gerak nafas simetris, retraksi (-) Jantung : S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Rh -/-, Wh -/Abdomen : I : cembung, simetris : 88x/menit RR : 20x/menit

Tax : 36,5C

P : supel, nyeri tekan pada R. hipogastrika, H/L/R ttb P : pekak R. Hipogastrica A : BU (+) N

30

RETENSIO URINE
Ekstremitas : akral hangat (+), oedem (-)

Status urologi: - Flank pain -/- Flank mass -/- Nyeri ketok ren -/- Nyeri tekan -/- VU: kesan tidak penuh - GE: sirkumsisi (+), penis dan testis normal terpasang kateter (+) clot (+) A : retensi urin ec bph grade 2 P : CEK LAB LENGKAP DL, SE RFT,LFT, ALBUMIN, FH, GDA, UL DIET TKTP Tanggal 5-06-2013 S: pusing (-), mual(-), muntah (-), bab (-), terpasang kateter darah keluar (+) O : Keadaan umum : cukup

Kesadaran / GCS : compos mentis / 4-5-6 Vital sign : Tensi : 100/70 mmHg Nadi Status Generalis Kepala/wajah : Bentuk simetris A/I/C/D -/-/-/-, pharynk hiperemi (-) Leher : Pembesaran KGB dan kelenjar Thyroid (-) : 88x/menit RR : 20x/menit

Tax : 36,5C

31

RETENSIO URINE
Thorax : Gerak nafas simetris, retraksi (-) Jantung : S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Rh -/-, Wh -/Abdomen : I : cembung, simetris

P : supel, nyeri tekan pada R. hipogastrika, H/L/R ttb P : pekak R. Hipogastrica A : BU (+) N Ekstremitas Status urologi: - Flank pain -/- Flank mass -/- Nyeri ketok ren -/- Nyeri tekan -/- VU: kesan tidak penuh - GE: sirkumsisi (+), penis dan testis normal terpasang kateter (+) clot (+) A: retensi urin ec bph grade 2 P : INJ ASAM TRANEKSAMAT 3X1 AMP DIET BEBAS TKTP, PERTAHANKAN KATETER PRO OPERASI JUMAT TANGGAL 7 JUNI 2013 KONSUL JANTUNG. TANGGAL 6-06-2013 S : pusing (-), mual(-), muntah (-), bab (-), terpasang kateter darah (-) : akral hangat (+), oedem (-)

32

RETENSIO URINE
O : O: Keadaan umum : cukup

Kesadaran / GCS : compos mentis / 4-5-6 Vital sign : Tensi : 120/80 mmHg Nadi Status Generalis Kepala/wajah : Bentuk simetris A/I/C/D -/-/-/-, pharynk hiperemi (-) Leher Thorax : Pembesaran KGB dan kelenjar Thyroid (-) : Gerak nafas simetris, retraksi (-) Jantung : S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Rh -/-, Wh -/Abdomen : I : cembung, simetris : 80x/menit RR : 20x/menit

Tax : 36,6C

P : supel, nyeri tekan pada R. hipogastrika, H/L/R ttb P : pekak R. Hipogastrica A : BU (+) N Ekstremitas : akral hangat (+), oedem (-)

Status urologi: - Flank pain -/- Flank mass -/- Nyeri ketok ren-/- Nyeri tekan -/- VU: kesan tidak penuh

33

RETENSIO URINE
- GE: sirkumsisi (+), penis dan testis normal terpasang kateter (+) clot (-) A : RETENSI URIN EC BPH GRADE2 P : INJ ASAM TRANEXAMAT 3X1 AMPUL : DIET BEBAS TKTP : CEK DL : INF TERFACEF 2X1 : INJ KALNEX 3X500 MG : LASIX 2X1 : PUASA Tanggal 7-06-2013 S : pusing (-), mual(-), muntah (-), bab (-), terpasang kateter darah (-) O : Keadaan umum : cukup

Kesadaran / GCS : compos mentis / 4-5-6 Vital sign : Tensi : 120/80 mmHg Nadi Status Generalis Kepala/wajah : Bentuk simetris A/I/C/D -/-/-/-, pharynk hiperemi (-) Leher Thorax : Pembesaran KGB dan kelenjar Thyroid (-) : Gerak nafas simetris, retraksi (-) Jantung : S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Rh -/-, Wh -/: 80x/menit RR : 20x/menit

Tax : 36,6C

34

RETENSIO URINE
Abdomen : I : cembung, simetris

P : supel, nyeri tekan pada R. hipogastrika, H/L/R ttb P : pekak R. Hipogastrica A : BU (+) N Ekstremitas : akral hangat (+), oedem (-)

Status urologi: - Flank pain -/- Flank mass -/- Nyeri ketok ren-/- Nyeri tekan -/- VU: kesan tidak penuh - GE: sirkumsisi (+), penis dan testis normal terpasang kateter (+) clot (-) A : RETENSI URIN EC BPH GRADE2 P : OPERASI HARI INI antibiotik profilaksis terfacef 2 gram. Tanggal 8 -06-2013 S : pusing (-), mual(-), muntah (-), bab (-), terpasang kateter darah (-), nyeri sehabis op (-) O : Kesadaran cm/456 Keadaan umum : cukup

Kesadaran / GCS : compos mentis / 4-5-6 Vital sign : Tensi : 120/60 mmHg Nadi : 80x/menit 35 RR : 20x/menit

Tax : 36,6C

RETENSIO URINE
Status Generalis Kepala/wajah : Bentuk simetris A/I/C/D -/-/-/-, pharynk hiperemi (-) Leher Thorax : Pembesaran KGB dan kelenjar Thyroid (-) : Gerak nafas simetris, retraksi (-) Jantung : S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Rh -/-, Wh -/Abdomen : I : cembung, simetris

P : supel, nyeri tekan pada R. hipogastrika, H/L/R ttb P : pekak R. Hipogastrica A : BU (+) N Ekstremitas : akral hangat (+), oedem (-)

Status urologi: - Flank pain -/- Flank mass -/- Nyeri ketok ren -/- Nyeri tekan -/- VU: kesan tidak penuh, - GE: sirkumsisi (+), penis dan testis normal terpasang kateter (+) clot (-) A: post op sistoskopi + turp HARI 1 P: inj asam tranexamat 3x1 Inj antrain 3x1

36

RETENSIO URINE
Ceftriaxone 2x1 Diet bebas Mobilisasi duduk Tanggal 9-06-2013 S: pusing (-), mual(-), muntah (-), bab (-), terpasang kateter darah (-), nyeri sehabis op (-) O: Kepala/wajah: Bentuk simetris A/I/C/D -/-/-/-, pharynk hiperemi (-) Leher Thorax : Pembesaran KGB dan kelenjar Thyroid (-) : Gerak nafas simetris, retraksi (-) Jantung : S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Rh -/-, Wh -/Abdomen : I : cembung, simetris

P : supel, nyeri tekan pada R. hipogastrika, H/L/R ttb P : pekak R. Hipogastrica A : BU (+) N Ekstremitas : akral hangat (+), oedem (-)

Status urologi: - Flank pain -/- Flank mass -/- Nyeri ketok ren -/- Nyeri tekan -/- VU: kesan tidak penuh 37

RETENSIO URINE
- GE: sirkumsisi (+), penis dan testis normal terpasang kateter (+) clot (-) A: post sistoskopi + turp hari ke 2 P: inj ceftriaxone 2x1 Inj asam tranexamat 3x1 Antrain 3x1 Tanggal 10-06-2013 S: pusing (-), mual(-), muntah (-), bab (-), terpasang kateter darah (-), nyeri sehabis op (-), sariawan (+) O : Keadaan umum : cukup

Kesadaran / GCS : compos mentis / 4-5-6 Vital sign : Tensi : 100/70 mmHg Nadi Status Generalis Kepala/wajah : Bentuk simetris A/I/C/D -/-/-/-, pharynk hiperemi (-) Leher Thorax : Pembesaran KGB dan kelenjar Thyroid (-) : Gerak nafas simetris, retraksi (-) Jantung : S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Rh -/-, Wh -/Abdomen : I : cembung, simetris : 88x/menit RR : 20x/menit

Tax : 36,5C

P : supel, nyeri tekan pada R. hipogastrika, H/L/R ttb P : pekak R. Hipogastrica A : BU (+) N 38

RETENSIO URINE
Ekstremitas : akral hangat (+), oedem (-)

Status urologi: - Flank pain -/- Flank mass -/- Nyeri ketok ren -/- Nyeri tekan -/- VU: kesan tidak enuh - GE: sirkumsisi (+), penis dan testis normal A : PRO SISTOSKOPI +TURP HARI KE 3 P: Aff venflon Ciprofloxaxin 2x500 mg Hernal 0,2 mg 0-0-1 Dulcolax 5 mg 1-0-0 Tanggal 11-06-2013 S : pusing (-), mual(-), muntah (-), bab (-), terpasang kateter darah (-), nyeri sehabis op (-) O: Keadaan umum : cukup Kesadaran / GCS : compos mentis / 4-5-6 Vital sign : Tensi : 110/70 mmHg Nadi Kepala/wajah : 80x/menit RR : 20x/menit

Tax : 36,5C

: Bentuk simetris A/I/C/D -/-/-/-, pharynk hiperemi (-)

Leher

: Pembesaran KGB dan kelenjar Thyroid (-) 39

RETENSIO URINE
Thorax : Gerak nafas simetris, retraksi (-) Jantung : S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Rh -/-, Wh -/Abdomen : I : cembung, simetris

P : supel, nyeri tekan pada R. hipogastrika, H/L/R ttb P : pekak R. Hipogastrica A : BU (+) N Ekstremitas : akral hangat (+), oedem (-)

Status urologi: - Flank pain -/- Flank mass -/- Nyeri ketok ren -/- Nyeri tekan -/- VU: kesan tidak penuh - GE: sirkumsisi (+), penis dan testis normal A: post sistoskopi + turp hari ke 4 P : KRS :AFF DK : ciprofloxaxin 2x 500 mg : hernal 0,2 mg 0-0-1 : dulcolax 5mg 1-0-0 : paratusin 3x1

40

RETENSIO URINE
: kontrol poli urologi tanggal 14-6-2013 jumat HASIL LAB : TANGGAL 3-06-2013 DARAH LENGKAP HB LEUKOSIT TROMBOSIT HEMATOKRIT PH (RI) PPT INR APTT KIMIA KLINIK GDA STIK BUN CREATININ SERUM SGOT SGPT K/NA/CL KALIUM NATRIUM CLORIDA

13,3 GR/DL 8900 MM3 276.000 MM3 29,3% 10,5 0,34 26,8 83 20 2,6 18 15 4,5 135 107

Hasil lab tanggal 4-06-2013 DARAH LENGKAP HB LEUKOSIT TROMBOSIT HEMATOKRIT FH (RI) PPT INR APTT KIMIA KLINIK BSN PUASA BUN 19 CREATININ SERUM SGOT SGPT ALBUMIN K/NA/CL KALIUM 41

11,2 7230 269.000 33,3% 109 C 110 0,97 33,1

122 2,0 17 11 3,4 4,3

RETENSIO URINE
NATRIUM CLORIDA URINE LENGKAP BJ PH NITRIT PROTEIN GLUKOSA KETON UROBILIN BILIRUBIN SEDIMEN ERYTROSIT LEUKOSIT CYLIND EPITEL BACTERI CRSYT LAIN LAIN 136 106 1015 5,0 NEGATIF 150 MG/DL NORMAL NORMAL NEGATIF NEGATIF 3-7 2-5 NORMAL 1-2 NORMAL NORMAL NORMAL

HASIL FOTO BOF TANGGAL 3 -06-2013 42

RETENSIO URINE

HASIL FOTO THORAX TANGGAL 3-06-2012

43

RETENSIO URINE

HASIL PA BPH

44

RETENSIO URINE
Foto pasien

BAB 4

45

RETENSIO URINE
PEMBAHASAN

Berdasarkan keterangan diatas pasien Tn. A tersebut didiagnosis pembesaran prostat jinak kategori berat hal ini berdasarkan data hal hal yang mendukung diagnosa tersebut berdasarkan data pasien menurut anamnesa buang air kecil tidak tuntas mulai 7 bulan yang lalu, dan terdapat gejala LUTS (lower urinary tract syndrome) yang meliputi : (intermitency), (Terminal dribbling), (hestitancy), (Sensation of incomplete bladder emptying), (inkontinence), (nokturia), hal ini sesuai dengan teori dimana dikatakan gejala yang ditimbulkan oleh BPH merupakan kumulasi akibat dari sumbatan aliran urin dan disfungsi serta iritasi kandung kemih. Gejala-gejala ini diistilahkan dengan lower urinary tract symptoms (LUTS), yang terdiri dari gejala obstruksi (sumbatan) berupa: aliran urin (air seni) terputus-putus (intermittency), mengejan saat berkemih (hesitancy), pancaran urin lemah dan kecil, kencing menetes (dribbling), perasaan masih adanya air seni yang tersisa dalam kandung kemih (residual urine), dan gejala iritasi : kencing dalam jumlah sedikit tetapi sering pada siang hari (frequency) dan malam hari (nocturia), keinginan yang sangat untuk berkemih yang muncul tiba-tiba (urgency), dan nyeri saat berkemih (dysuria). Pasien Tn A berumur 71 tahun hal ini sesuai berdasarkan teori dikatakan penderita BPH berusia lebih dari 50 tahun dianggap menjadi bagian dari proses penuaan yang normal. Sekitar sepertiga dari pria berusia diatas 50 tahun menderita gejala BPH. Dan secara histologis didapatkan bukti adanya BPH pada 90% pria yang mencapai usia 85 tahun. Tiga hari terakhir kaki bengkak dan semakin sulit untuk kencing pasien juga mengeluhkan perut tengah bawah terasa tegang dan keras, pasien merasa bengkak pada kaki pada kateter keluar 1300 cc sesaat setelah dipasang kateter, hal ini menunjukan gejala retensi urin dimana dikatakan menurut teori retensi urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urine yang terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui. Kapasitas buli buli normal pada orang dewasa adalah 100150 ml dan 200-400 ml dikatakan masih normal, Pada kasus ini urine yang keluar 1300
46

RETENSIO URINE
cc dan perut tenggah bawah terasa tegang, hal ini mengarah ke arah terjadinya retensi urin. Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan pada Regio flank didapatkan, Flank pain -/- Flank mass -/-, Nyeri ketok ren -/-, Nyeri tekan -/-, VU kesan penuh teraba nyeri tekan (+), GE: sirkumsisi (+), penis dan testis normal terpasang kateter (+) clot (+), RT setelah terpasang DC : tonus sphingter ani (+) normal, BCR (+) normal, teraba prostat membesar, sulcus medianus teraba mendatar, pole atas masih dapat diraba, batas lateral kanan dan kiri tidak teraba, konsistensi padat lunak, darah (-), lendir (-), feces (-) hal ini sesuai dengan teori dimana dikatakan bahwa pada pemeriksaan fisik BPH yang penting yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH yaitu colok dubur atau digital rectal examination dari colok dubur disimpulkan pasien mengalami BPH grade 2, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli dan regio costovertebra (CVA) untuk mencari kemungkinan adanya komplikasi ke ginjal akibat BPH. Pada pemeriksaan colok dubur ini tidak di dapatkan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat serta tidak ada nyeri tekan yang biasanya terdapat pada prostatitis sehingga penulis tidak mencantumkan diagnosis banding Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk meraba kelenjar prostat dan menentukan gradingnya, dilakukan pemeriksan darah untuk mengetahui fungsi ginjal dan untuk penyaringan kanker prostat dilakukan pemeriksaan PSA, dilakukan pemasangan kateter dan juga uroflowmetri, alat yang digunakan untuk mengukur laju air kemih, dengan usg bisa diketahui ukuran kelenjar dan penyebab terjadinya bp, Masalah pemeriksaan diagnostik pada kasus ini, jika dibandingkan dengan teori sesuai. Teori dan konsep menyebutkan bahwa ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendeteksi apakah seseorang terkena BPH atau tidak, seperti dari keluhan klien sendiri, pemeriksaan fisik, rectal touch untuk mengetahui diketahui derajat dari BPH, pemeriksaan radiologi, PSA, dll. Pada kasus ini ditemukan pemeriksaan diagnostic yang dilakukan adalah hanya dari keluhan pasien sendiri, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab, dan foto bof ginjal. Dimana hasil dari pemeriksaan tersebut menunjukkan BPH tanpa komplikasi spt hidronefrosis.
47

RETENSIO URINE
Indikasi dilakukan pembedahan pada pasien bph karena 1. Tidak menunjukan perbaikan setelah terapi medikamentosa, 2. Mengalami retensi urin, 3. Infeksi saluran kemih berulang, 4. Hematuria, 5. Gagal ginjal, 6. Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah, pada pasien ini pasien tidak mengalami perbaikan setelah dilakukannya terapi medikamentosa, mengalami retensi urin dan hematuri, pemilihan terapi pembedahan pada BPH meliputi 1. Pembedahan terbuka/ open prostatectomy open prostatectomy dianjurkan untuk BPH yang sangat besar > 100 gram, 2. Pembedahan endo urologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik turp , insisi TUIP atau evaporasi, insisi leher buli buli /BNI ( bladder neck incition) TURP adalah tindakan pembedahan minimal invasive dilakukan dengan cara bedah elektro (electrosurgical) atau metode alternative lain yang bertujuan untuk mengurangi perdarahan, masa rawat inap, dan absorbsi cairan saat operasi,operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, pada pasien ini dipilih tindakan pemedahan TURP karena merupakan tindakan invasif minimal Cara dilakukanya turp alat yang dipersiapkan : Cold light fountain standard (lampu endoskopi), Kabel cahaya fiber optic, Pipa air dengan luerlock, Alat koagulasi dan reseksi listrik. Working element yang terdiri dari : atau 30Sheath : No.24 F atau 27 F Teleskope : Optik Obturator : No. 24 F atau 27 F Cutting loop : No. 24 F atau 27 F, urethral Bougie ukuran 25 F,27 F, dan 29 F, Desinfeksi klem, Sarung tangan steril 2 pasang, Linen set terdiri dari : penutup meja instrumen, sarung kaki 2 buah, doek besar berlubang, baju dan skort operasi. Tehnik Operasi Pasang foto-foto pada light box, Setelah dilakukan anestesi regional penderita diletakkan dalam posisi lithotomi, Untuk menghindari komplikasi orchitis dilakukan Vasektomi tanpa Pisau (VTP) , Dilakukan desinfeksi dengan povidone jodine didaerah penis scrotum dan sebagian dari kedua paha dan perut sebatas umbilicus, Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki dan doek panjang berlubang untuk bagian supra pubis ke kranial.Dilatasi uretra dengan bougie roser 25 F sampai 29 Sheath 24F / 27F dengan obturator dimasukkan lewat uretra sampai masuk buli-buli dan cutting loop sesuai dengan ukuran sheatnya.Obturator dilepas, diganti optik 30, Evaluasi buli-buli apakah ada tumor, batu, trabekulasi dan divertikel buli, Working element ditarik keluar untuk mengevaluasi prostat ( panjangnya
48

RETENSIO URINE
prostat yang menutup uretra, leher buli dan verumontanum ), Selanjutnya dilakukan reseksi prostat sambil merawat perdarahan Sebaiknya adenoma prostat dapat direseksi semuanya, waktu reseksi paling lama 60 menit (bila menggunakan irigan aquades) dan waktu bisa lebih lama bila menggunakan irigan glisin. Hal ini untuk menghindari terjadinya Sindroma TUR.Bila terjadi pembukaan sinus, operasi dihentikan, untuk menghindari sindroma TUR, Chips prostat dikeluarkan dengan menggunakan ellik evakuator sampai bersih, selanjutnya dilakukan perawatan perdarahan, Setelah selesai, dipasang three way kateter 24F dan dipasang Spoel NaCl 0,9% atau Aquades, Kateter ditraksi selama 6 jam, dan dilepas 3-5 hari. Flowmetri dilakukan setelah lepas kateter dan penderita dapat miksi spontan.Penderita dapat pulang sambil menunggu hasil Patologi Anatominya. Syarat dilakukannya operasi Lengkap : DL, turp periode Pre Operatif : Pemeriksaan lab.

UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, elektrolit , Pemeriksaan EKG,

Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG, Pemeriksaan Uroflowmetri Bagi penderita yang tidak memakai kateter. Pemasangan infus dan puasa, Pencukuran rambut pubis dan lavemen.Pemberian Anti Biotik, Surat Persetujuan Operasi (Informed Concern).

49

RETENSIO URINE
DAFTAR PUSTAKA
1. Abrams, Paul. 2007. Pathophysiology and Classification of Voiding Dysfunction. Campbell-Walsh Urology, ninth edition. Philadelphia : Saunders Elseviers. 2088-2131. 2. Babayan, Richard K. 2004. Instrumentation of The Lower Urinary Tract. Handbook of Urology : Diagnosis & Therapy, third edition. Boston : Lippin Coff Williams & Wilkins. 3. Guyton, Artur C & John E wall. 1997. Miksi, Diuretik, dan Penyakit Ginjal. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9. Jakarta : EGC. 505-508. 4. Meny, Maxwell V. 2008. Physical Examination of Genitourinary Tract. Smiths General Urology, seventeenth edition. California : The McGrow Hill companies. 30-104.
5. Nursing

Begin.

2011.

Prosedur

Kateterisasi

Urine Diakses

pada tanggal

Pria. 19

http://nursingbegin.com/prosedur-kateterisasi-urine-pada-pria/. November 2011 pukul 18.30.


6. Nursing

Begin.

2011.

Prosedur

Kateterisasi

Urine

pada

Wanita.

http://nursingbegin.com/prosedur-kateterisasi-urine-pada-wanita/. Diakses tanggal 19 November 2011 pukul 18.45. 7. Pieter, John, Ign Riwanto. 2003. Saluran Kemih. Buku Ajar Ilmu Bedah Syamsuhidayat & Wim De Jong, edisi 2. Jakarta : EGC. 704-807. 8. Purnomo, Basuki P. 2011. Dasar Dasar Urologi, edisi 3. Jakarta : Sagung Seto. 120146. 9. Reynard, John. 2005. Lower Urinary Tract Emergencies. Urological Emergencies. London : Springer. 9-16. 10. Scribd Inc. 2011. Retensi Urine. http://www.scribd.com/doc/53615849/Refrat-RetensiUrine. diakses tanggal 18 November 2011 pukul 16.25 11. Sjukur, Abdus, Harun Al Rasjid, Soetamto Wibowo, Soetrisno Alibasah. 1994. Radang Akut Usus Buntu. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/ UPF Ilmu Bedah. Surabaya : RSUD dokter Soetomo.76-79.
50

RETENSIO URINE

12. Tanangho, Emil A. 2008. Anatomy of the Genitourinary Tract. Smiths General Urology, seventeenth edition. California : The McGrow Hill companies. 1-16 13. Yoshimura, Naoki, Michael B. Chancellor. 2007. Physiology and Pharmacology of the Bladder. Campbell-Walsh Urology, ninth edition. Philadelphia : Saunders Elseviers. 1922-1972.

51

Anda mungkin juga menyukai