Status Epileptikus
Status Epileptikus
Status Epileptikus
Disusun Oleh:
Andreas Tedi S. Karo-Karo (0910015001)
Pembimbing:
dr. William S. Tjeng, Sp.A
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Status Epileptikus merupakan masalah kesehatan umum yang diakui
1.2
Tujuan
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
-
Nama
: An. YS
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 10 tahun
Alamat
Anak ke
: I dari I bersaudara
MRS
: 17 OKtober 2014
Nama Ayah
: Tn. AS
Umur
: 55 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Petani
Pendidikan Terakhir : SD
Ayah perkawinan ke : I
Nama Ibu
: Ny. L
Umur
: 42 tahun
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan Terakhir : SD
Ibu perkawinan ke
:I
Anamnesa
Anamnesa dilakukan pada tanggal 22 OKtober 2014 pukul 12.00 WITA, di
ruang Melati RSUD AW. Sjahranie Samarinda. Anaamnesa dilakukan secara
Autoanamnesa dan Alloanamnesa oleh orangtua pasien.
Keluhan Utama
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan kejang. Keluhan ini dialami Sekitar
4 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami kejang sebanyak 2x, dengan
sela waktu antara kejang pertama dengan kejang ke dua sekitar 2 jam. Setelah
kejang yang pertama pasien terlihat lemas dan kemudian tertidur namun saat
kejang kedua berakhir, pasien tidak sadarkan diri. Kejang yang dialami pasien
berlangsung sekitar 30 menit, kejang bersifat seluruh tubuh, tangan pasien
mencengkeram, mata menghadap ke atas, pandangan lurus, demam (-), berbuih,
keluar air liur dari pinggir mulut, setelah kejang pasien kemudian tidak sadarkan
diri dan dilarikan kerumah sakit oleh keluarga pasien. Setelah tiba di rumah sakit
kemudian pasien dipindahkan ke ruang PICU untuk mendapatkan perawatan
secara intensif. Setelah 5 hari dirawat di PICU dan kondisi pasien sudah membaik,
kemudian pasien dipindahkan ke ruangan melati untuk mendapat perawatan
lanjutan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami kejang sekitar 2 tahun yang lalu namun setelah
kejang tersebut pasien langsung sadar kembali. Ibu pasien mengaku telah
membawa pasien untuk diperiksa EEG dan hasil EEG pasien saat diperiksakan ke
dokter spesialis syaraf ditemukan adanya gelomang epileptogenik. Pasien sedang
dalam pengobatan epilepsy sejak hampir 2 tahun..
Riwayat Penyakit Keluarga
Paman pasien punya riwayat step.
: 2.900gr
: 47cm
: 41 kg
: 123cm
Gigi keluar
: ibu lupa
Tersenyum
: 4 bulan
Miring
: ibu lupa
Tengkurap
: 6 ulan
Duduk
: ibu lupa
Merangkak
: ibu lupa
Berdiri
: 12 bulan
Berjalan
: ibu lupa
Berbicara 2 kata
: ibu lupa
Masuk TK
: 4 tahun
Masuk SD
: 6 Tahun
Sekarang kelas
: 4 SD
Susu formula/sapi
Buah
:-
Bubur sayur
:-
Makanan padat+lauk
Pemeriksaan Prenatal
Periksa di
: Bidan
Penyakit kehamilan
:-
: Vitamin
Riwayat Kelahiran
Lahir di
: Klinik
Ditolong oleh
: Bidan
: 9 bulan 2 minggu
Jenis partus
: Spontan
Pemeliharaan Postnatal
6
Periksa di
: Puskesmas
Keadaan anak
: Sehat
Keluarga Berencana
Keluarga Berencana
: Menggunakan KB pil.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap.
Imunisasi
BCG
Polio
Campak
DPT
Hepatitis B
III
/////////
+
////////////
+
+
IV
//////////
+
//////////
//////////
//////////
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2014
Kesan umum
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
-
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
: 28 x/menit
Temperatur
: 36,7o C
Antropometri
Berat badan
: 41 kg
Panjang Badan
: 123 cm
Status Gizi
: Gizi lebih
Kepala
Rambut
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas jantung
Cor:
Abdomen
Inspeksi
: cembung
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Ekstremitas
Status Neurologicus
-
Kesadaran
Compos mentis.
Kepala
Bentuk normal, simetris, nyeri tekan (-)
Meningeal Sign
8
Nilai
Sela mata
(+/+)
Pergerakan
mata
kearah
superior,
medial, inferior
-
Strabismus
(+/+)
(-)
(+/+)
Troklearis (IV)
Pergerakan mata torsi superior
Trigeminus (V)
(+/+)
Membuka mulut
(+)
Mengunyah
Menggigit
(+)
(+)
Abdusens (VI)
-
Fasialis (VII)
-
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Sudut bibir
(+)
(+)
(+)
Simetris
Vestibulokoklearis (VIII)
-
SDE
Vagus (X)
-
Bicara
Menelan
SDE
Assesorius (XI)
Memalingkan kepala
Hipoglossus (XII)
SDE
(+)
Pergerakan lidah
Kanan
Kiri
- Tromner
(-)
(-)
- Hoffman
(-)
(-)
2. Pergerakan
3. Kekuatan
Refleks fisiologis
- Biseps
- Triceps
Refleks patologis
Kanan
Kiri
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
3. Kekuatan
Refleks fisiologis
- Patella
- Achilles
10
Refleks patologis
- Babinski
(+)
(+)
(-)
(-)
- Chaddock
11
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal
17/10/14
17/10/14
19/10/14
(PICU)
Darah Lengkap
Leukosit
15.200
11.360
Hb
12,2
12,5
Hct
38,5%
36,1%
Plt
121.000
92.000
Kimia Darah Lengkap
GDS
153
74
SGOT
18
SGPT
41
Bilirubin total
1,4
Bilirubin Direck
0,8
Bilirubin Indireck
0,6
Protein total
1,2
Albumin
4,1
Globulin
2,1
Cholesterol
76
Asam urat
9,2
Ureum
20,6
28,0
Creatinin
0,7
0,8
Elektrolit
Na
131
123
K
3,8
3,7
Cl
95
Serologis
CRP
+ 12
Dengue IgG
Negatif
Dengue IgM
Negatif
144
4,5
113
-
12
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS IGD
Status Epileptikus
DIAGNOSIS RUANGAN
Diagnosis Utama
: Status Epileptikus
Diagnosis Lain
:-
Diagnosis Komplikasi
:-
PENATALAKSANAAN IGD :
Co. Sp. A, advis :
-
Inj. Dilantin 2 x 1 iv
PCT 500mg 3 x1
13
Follow Up Ruangan
Tanggal
22/10/14
S
Demam (-),
O
Kesadaran : Komposmentis
A
Status
H-VI
kejang (-),
Tanda vital :
Epileptikus
BB=41 kg
nyeri perut
P
-
NS 200cc/ 24
-
(+),mual(-),
angkat
muntah (-),
napas : 28x/i
mimisan 1x
jam
Inj.
Cefotaxime 3
x 1gr i.v.
Depaken 2 x
cth I
Sukralfat 3 x
tadi malam,
batuk (+), pilek Anemis (-/-), ikt (-/-)
(-), BAK
normal
S1
S2
IVFD D5 1/2
tunggal
cth I
reguler,
usus
(+)
kesan
Demam (-),
Kesadaran : Komposmentis
Status
H-VII
kejang (-),
Tanda vital :
Epileptikus
nyeri
perut(+)
angkat
,mual(-),
napas : 28x/i
muntah (-),
NS 200cc/ 24
-
(-), BAB(-) 3
hari, BAK
normal
S1
tunggal
reguler,
usus
jam
Inj.
Cefotaxime 3
x 1gr i.v.
Depaken 2 x
cth I
Sukralfat 3 x
cth I
Aff cateter
Rencana
S2
IVFD D5 1/2
(+)
pulang besok
kesan
14
24/10/14
Demam (-),
Status
H-VIII
kejang (-),
Tanda vital :
epileptikus
nyeri
perut(-)
angkat
,mual(-),
napas : 24x/i
muntah (-),
Pasien pulang
BAK normal
S2
tunggal
reguler,
usus
(+)
kesan
15
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA) 15 tahun yang lalu, status
epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang
tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung
lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang
persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus
dipertimbangkan sebagai status epileptikus.
3.1.2
Epidemiologi
Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angka kejadian
kira-kira 60.000 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik umum yang terjadi di
Amerika Serikat setiap tahunnya. 3 Pada sepertiga kasus, status epileptikus merupakan gejala
yang timbul pada pasien yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada
pasien yang didiagnosa epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam memakan obat
antikonvulsan. Mortalitas yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen, tetapi
mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status epileptikus kira-kira
10 persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu distribusi bimodal dengan puncak pada
neonatus, anak-anak dan usia tua.
Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari Status Epileptikus dapat
dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua Status Epileptikus kebanyakan
sekunder karena adanya penyakit serebrovaskuler, disfungsi jantung, dementia. Pada Negara
miskin, epilepsy merupakan kejadian yang tak tertangani dan merupakan angka kejadian yang
paling tinggi.
3.1.3
Etiologi
16
Status epileptikus dapat disebabkan oleh berbagai hal (tabel 1). Secara klinis dan
berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase pertama terjadi mekanisme
kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac output, peningkatan oksigenase
jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa
serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf reversibel pada
tahap ini. Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi
berkurang dimana tekanan darah, pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf
irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada
terjadinya hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan
syaraf yang irreversibel.
Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat, ketika
peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan ini diikuti
oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan
syaraf dan kehilangan otak berlanjut.
Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi maksimal
pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks serebri, serebellum,
hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus mungkin paling sensitif akibat
efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf maksimal dalam zona Summer.
Komplikasi terjadinya status epileptikus dapat dilihat dari tabel 2
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks dan
melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan meningkatkan
pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion Natrium dan
Kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium.
Alkohol
17
Anoksia
Antikonvulsan-withdrawal
Penyakit cerebrovaskular
Epilepsi kronik
Infeksi SSP
Toksisitas obat-obatan
Metabolik
Trauma
tumor
Tabel 2. Komplikasi status epileptikus
Otak
Oedema serebri
Disfungsi kognitif
Gagal Ginjal
Myoglobinuria, rhabdomiolisis
Gagal Nafas
Apnoe
Pneumonia
Hipoksia, hiperkapni
Gagal nafas
Pelepasan Katekolamin
Hipertensi
Oedema paru
Aritmia
Hipersekresi, hiperpireksia
Jantung
Dehidrasi
Asidosis
Hiper/hipoglikemia
Hiperkalemia, hiponatremia
Kegagalan multiorgan
Idiopatik
3.1.4
Gambaran klinik
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah
19
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang
melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien
menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi
dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia
dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan
asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam
pertama pada kasus yang tidak tertangani.
dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik,
infeksi atau kondisi degeneratif.
21
Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jarijari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan
berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang
mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG
sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform
discharges
pada hemisfer
yang
sering
berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari
status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau
gangguan berbahasa (status afasik).
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik
unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.
3.1.5
lakukan adalah:
anamnesis
riwayat epilepsi, riwayat menderita tumor, infeksi obat, alkohol, penyakit
serebrovaskular lain, dan gangguan metabolit. Perhatikan lama kejang, sifat kejang
(fokal, umum, tonik/klonik), tingkat kesadaran diantara kejang, riwayat kejang
22
hipestesia, anestesia.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal dengan
urin analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka dilakukan kultur darah
b. imaging yaitu CT Scan dan MRI untuk mengevaluasi lesi struktural di otak
c. EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak dan dilakukan secepat mungkin
jika pasien mengalami gangguan mental
d. Pungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau perdarahan
subarachnoid.
3.1.6
Diagnosis banding
1. Reaksi konversi
2. syncope
3.1.7
penatalaksanaan
Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan
anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan segera.
Mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Protokol penatalaksanaan status
epileptikus pada makalah ini diambil berdasarkan konsensus Epilepsy Foundation of America
(EFA). Lini pertama dalam penanganan status epileptikus menggunakan Benzodiazepin.
Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan),
dan Midazolam (Versed).
Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA)
oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat. Berdasarkan
penelitian Randomized Controlled Trials (RCT) pada 570 pasien yang mengalami status
epileptikus yang dibagi berdasarkan empat kelompok (pada tabel di bawah), dimana
Lorazepam 0,1 mg/kg merupakan obat terbanyak yang berhasil menghentikan kejang
sebanyak 65 persen.
23
Nama obat
Dosis (mg/kg)
Persentase
1. Lorazepam
2. Phenobarbitone
3. Diazepam + Fenitoin
4. Fenitoin
0,1
15
0.15 + 18
18
65 %
59 %
56 %
44 %
24
tidak ada kativitas kejang, maka dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan
dosis awal.
26
3.1.8
Prognosis
Prognosis status epileptikus adalah tergantung pada penyebab yang mendasari status
epileptikus. Pasien dengan status epileptikus akibat penggunaan antikonvulsan atau akibat
alkohol biasanya prognosisnya lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan dengan cepat dan
dilakukan pencegahan terjadi komplikasi. Pasien dengan meningitis sebagai etiologi maka
prognosis tergantung dari meningitis tersebut
27
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. Epilepsi
Teori
Anamnesis
Fakta
- Riwayat epilepsi
Herediter
Kejang Demam
Trauma Kepala
kejang
- Pasien dalam masa pengobatan epilepsi
- Paman pasien punya riwayat step
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
- Tindakan
resusitasi
segera
airway,
breathing,circulation
- Pengendalian kejang
Fase Pramonitor - diazepam
Status awal-benzodiazepine
Status menetap-fenobarbital, fenintoin
Status refrakter tiopenton infus
Dubia
Prognosis
Dubia
Pasien ini didiagnosis sebagai status epileptikus karena dari anamnesa didapatkan
keluhan kejang berulang tanpa disertai demam dan terjadi lebih dari 30menit dengan
adanya penurunan kesadaran setelah kejang. Menurut pengakuan ibu pasien hasil EEG
28
yang diperiksakan ke dokter spesialis syaraf menunjukkan adanya kelainan atau adanya
gelombang epileptogenik dan pasien sudah didiagnosa epilepsi dan telah menjalani
pengobatan epilepsi, sehingga dari anamnesa tersebut cukup mendukung diagnosis dari
status epileptikus.
Penatalaksanaan pengendalian kejang pada pasien ini diberikan Dilantin (fenitoin)
selama di PICU dan depakene (asam valproat) selama di ruangan. Penatalaksanaan ini
sudah sesuai dengan pedoman yang ada.
29
BAB 5
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Status Epileptikus secara fisiologis didefenisikan sebagai aktivitas epilepsi tanpa adanya
normalisasi lengkap dari neurokimia dan homeostasis fisiologis dan memiliki spektrum luas
dari gejala klinis dengan berbagai patofisiologi, anatomi dan dasar etiologi.
Status Epileptikus merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang harus ditangani segera
dan secepat mungkin, karena melibatkan proses fisiologis pada sistem homeostasis tubuh,
kerusakan syaraf dan otak yang dapat mengakibatkan kematian. Penanganannya tidak hanya
menghentikan kejang yang sedang berlangsung, tetapi juga harus mengidentifikasi penyakit
dasar dari status tersebut. Umur, jenis kejang, etiologi, jenis kelamin perempuan, durasi dari
status epileptikus, dan lamanya dari onset sampai penanganan merupakan faktor prognostik
penting.
Dengan ditetapkannya atau lebih dipahaminya dasar dari patofisologi penyakit ini dan
adanya konsensus mengenai penatalaksanaan Status Epileptikus, maka diharapkan prognosa
pasien yang mengalami kasus ini dapat menjadi lebih baik.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetomenggolo TS, lsmael S. Buku Ajar Neurologi Anak Ed. Pertama. Jakarta, BP IDAI.
1999
2. World Health Organization. Epidemiology, Prevalence, Incidence, Mortality of Epilepsy.
2001. Fact Sheet. URL http : // www. who.in/ inf-fs/ en/ fact 165. html.
3. Lamsudin R. Prognosis Epilepsi. Dalam : Lamsudin, dkk. Simposium Penatalaksanaan
Mutakhir Epilepsi.Yogyakarta. FK UGM.1999
4. Harsono. Epilepsi. Edisi pertama. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 2001
5. Damudoro N. Epilepsi Anak dan Kejang Demam. Simposium Penatalaksanaan Mutakhir
Epilepsi. Yogyakarta. FK UGM. 1992
6. Lumbantobing. Epilepsi pada Anak. Naskah Lengkap Kedokteran Berkelanjutan. Jakarta
.FK UI .1992
7. Budiarto.I. Beberapa Karateristik Kejang Demam Sebagai Faktor Risiko Terjadinya
Epilepsi. Tesis. Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf. FK
UNDIP, Semarang. 1999
8.Widiastuti. Simple Clinical symtoms and sign for Diagnosing spasmofilia. ToGraduate
program Gajah Mada University. Yogyakarta. 1995
9. Nelson. Texbook of Pediatric. Behrman Kliegman Arvin. 15th ed.1.1996
10. Harsono. Buku Ajar Neurologis Klinis . Edisi pertama. Yogyakarta. GadjahMada
University Press. 1996
11. Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga, Cetakan keempat. Yayasan BinaPustaka
Jakarta. 1997
12. Mardjono. M. Diagnosis Epilepsi dalam Seminar. Epilepsi dan UpayaPenanganannya.
Diselenggararakan oleh PERPERI, pp 1-9 , Yogyakarta. 1991.
13. Meliala L. Epilepsi pada Pendeita Stroke. Berita Kedokteran Masyarakat, FKUGM,
Yogyakarta.1999
14. Chandra B. Patofisiologi Epilepsi dalam Epilepsi. Semarang. BP UNDIP. 1993
15. Joesoef AA. Neurotransmmiter Kaitannya Dengan Patogenesa Epilepsi. Epilepsi,Edisi
Apr 1997: 23-35.
16. Asharto E, Hariadi. Aspek Perinatalogi dan Kehamilan Risiko Tinggi. KursusPenyegaran
Penyuluh Medis Kehamilan. Malang. FK. Unbraw. 1998
17. William. Obstetirc. Gunningham, Mac. Donald, Gant: WB Saunders Co. 1981
31
18. Suwitra IN. Kejang Demam Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Epilepsi PadaAnak.
Neurona, Mei 1992: 30-4.
19. Arthur C Guyton M D. BukuAjarFisiologiKedokteran. Sistem Saraf. Jakarta: ECG : 2004
32
DAFTAR PUSTAKA
1.
33