Anda di halaman 1dari 92

ISSN 1411 - 6340

Volume 1 Nomor 3, November 2011

Jurnal

Teknik Industri
JURNAL KEILMUAN TEKNIK INDUSTRI

PENENTUAN LOKET YANG OPTIMAL PADA GERBANG SELATAN TOL PONDOK


GEDE BARAT DENGAN MENGGUNAKAN TEORI ANTRIAN UNTUK MEMINIMASI
BIAYA
Ririn Regiana Dwi Satya
RANCANG BANGUN MODEL PRAKIRAAN DAN PERINGATAN DINI UNTUK
PASOKAN DAN HARGA BERAS DI PROPINSI DKI JAKARTA MENGGUNAKAN
JARINGAN SYARAF TIRUAN
Dadang Surjasa, E. Gumbira Said, Bustanul Arifin, Sukardi
STUDI KELAYAKAN INDUSTRI PENGOLAHAN ROTAN DI KECAMATAN
PEMATANG KARAU KABUPATEN BARITO TIMUR PROVINSI KALIMANTAN
TENGAH
Saputera, Ahim S.Rusan, Dedi Takari dan Lelo Sintani
INTERVENSI ERGONOMI KOGNITIF UNTUK MENGURANGI KESALAHAN KERJA
OPERATOR DI STASIUN KERJA CUTTING DAN SEWING PT. ABC
Dian Mardi Safitri, Winnie Septiani, Astrida Destianty Kemala Putri
ANALISA TATA LETAK PABRIK UNTUK MEMINIMALISASI MATERIAL HANDLING
DI PABRIK SHEET METAL DENGAN SOFTWARE PROMODEL
Sri Lestari
USULAN PERANCANGAN PROSES PRODUKSI TEROTOMASI UNTUK PERAKITAN
CABIN TRUCK COLT DIESEL (TD) DI PT. KYRM
Aditya Kristi Saputra, Amal Witonohadi
ANALISA MODEL ROUTING CORE DENGAN ROUTING INFORMATION PROTOCOL
(RIP) PADA JARINGAN DATA
Sukamto Bernat G
USAHA PENINGKATAN MUTU KAIN GREY TS-8151 DI DEPARTEMEN WEAVING PT.
ISTEM
Dorina Hetharia, Kathy Angriani Sunandar
ENGINEERING SYSTEM BERBASISKAN LEAN MANUFACTURING
Tumbur Francisco
MODEL SIMULASI UNTUK MENGHITUNG JUMLAH TENAGA KERJA YANG
OPTIMAL PADA LINE 21 PT PANCAPRIMA EKABROTHERS
Zeny Fatimah Hunusalela

Diterbitkan oleh :
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI, FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS TRISAKTI
Jurnal TI

Vol. 1

No.3

Halaman 224-311

Jakarta, November 2011

ISSN 1411-6340

ISSN 1411 6340

Jurnal
Teknik Industri
JURNAL KEILMUAN TEKNIK INDUSTRI
Volume 1 Nomor 3, November 2011
Penanggung Jawab

: Prof Dr. Ir. Dadan UD, DEA

Dewan Penyunting:
Ketua
Wakil Ketua

: Parwadi Moengin, Ph.D


: Rahmi Maulidya ST, MT

Mitra Bestari :
1. Dr. Ferry Jie (RMIT, AUSTRALIA)
2. Prof. DR. Zuraidah Mohd. Zain (UNIMAP, MALAYSIA)
3. Prof. Dr. Ir. Abdul Hakim Halim (Institut Teknologi Bandung, INDONESIA)
4. Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE (Institut Pertanian Bogor, INDONESIA)
5. Ir. Sritomo Wignjosoebroto, MSc (Institut Teknologi Sepuluh Nopember, INDONESIA)
6. Dr. Pudji Asuti (Universitas Trisakti, INDONESIA)
7. Prof. Ir. Nyoman Pujawan, Ph.D (ITS, Surabaya)
8. Prof. Dr. Ir. Yuri T Zagloel (Universitas Indonesia, INDONESIA)
9. Prof. Dr. Ir. Marimin (Institut Pertanian Bogor, INDONESIA)
10. Dr. Ir. The Jin Ai (Universitas Atma Jaya Yogyakarta, INDONESIA)
Anggota Sidang Penyunting :
1. Dr. Ir. Docki Saraswati, M.Eng
2. Ir. Didien Suhardini, Ph.D
3. Dr. Ir. Tiena G. Amran
Penyunting Pelaksana :
1. Ir. Iveline Anne Marie, MT
2. Rina Fitriana, ST, MM
3. Dian Mardi Safitri, ST, MT

4. Ir. Sumiharni Batubara, M.Sc


5. Ir. Triwulandari SD, MM
6. Dedy Sugiarto, SSi, MM
4.
5.
7.
8.

Dadang Surjasa, SSi, MT


Ir. Nora Azmi, MT
Dra. Nurlailah Badariah, MM
Wisnu Sakti Dewobroto, ST, MSc

Sekretaris
Layout
Sirkulasi

: Wijie Junarwati, ST
: Sonny Sugiarto
: Helmy Fauzan

Penerbit

: Jurusan Teknik Industri


Fakultas Teknologi Industri-Universitas Trisakti

Alamat Penerbit/Redaksi

: Gedung Heri Hartanto Lantai 5


JL. Kyai Tapa no 1, Grogol, Jakarta Barat-11440
Telp.(021)5663232 ext.8407, Fax.(021)5605841
Email : jurnalti@trisakti.ac.id

Jurnal Teknik Industri diterbitkan sejak bulan Oktober 2000 oleh Jurusan Teknik Industri, Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Trisakti.
Terbit tiga kali dalam setahun yaitu Maret, Juli dan Nopember.
Redaksi menerima karangan ilmiah berupa hasil penelitian, survey dan telaah pustaka yang erat
kaitannya dengan Bidang Teknik Industri. Ketentuan penulisan naskah dapat dilihat pada halaman
belakang.

ISSN 1411 6340

Jurnal
Teknik Industri
JURNAL KEILMUAN TEKNIK INDUSTRI
Volume 1 Nomor 3, November 2011

DAFTAR ISI
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.
10.

Penentuan Loket Yang Optimal Pada Gerbang Selatan Tol Pondok


Gede Barat Dengan Menggunakan Teori Antrian Untuk Meminimasi
Biaya
Ririn Regiana Dwi Satya
Rancang Bangun Model Prakiraan Dan Peringatan Dini Untuk Pasokan
Dan Harga Beras Di Propinsi Dki Jakarta Menggunakan Jaringan
Syaraf Tiruan
Dadang Surjasa, E. Gumbira Said, Bustanul Arifin, Sukardi
Studi Kelayakan Industri Pengolahan Rotan Di Kecamatan Pematang
Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah
Saputera, Ahim S.Rusan, Dedi Takari dan Lelo Sintani
Intervensi Ergonomi Kognitif Untuk Mengurangi Kesalahan Kerja
Operator Di Stasiun Kerja Cutting Dan Sewing PT. ABC
Dian Mardi Safitri, Winnie Septiani, Astrida Destianty Kemala Putri
Analisa Tata Letak Pabrik Untuk Meminimalisasi Material Handling Di
Pabrik Sheet Metal Dengan Software Promodel
Sri Lestari
Usulan Perancangan Proses Produksi Terotomasi Untuk Perakitan
Cabin Truck Colt Diesel (TD) DI PT. KYRM
Aditya Kristi Saputra, Amal Witonohadi
Analisa Model Routing Core Dengan Routing Information Protocol
(RIP) Pada Jaringan Data
Sukamto Bernat G
Usaha Peningkatan Mutu Kain Grey TS-8151 Di Departemen Weaving
PT. ISTEM
Dorina Hetharia, Kathy Angriani Sunandar
Engineering System Berbasiskan Lean Manufacturing
Tumbur Francisco
Model Simulasi Untuk Menghitung Jumlah Tenaga Kerja Yang Optimal
Pada Line 21 PT Pancaprima Ekabrothers
Zeny Fatimah Hunusalela

224

230

231

240

241

250

251

255

256

260

261

269

270

277

278

291

292

298

299

311

Diterbitkan oleh :
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti
Jurnal TI

Vol. 1

No.3

Halaman 224-311

Jakarta, November 2011

ISSN 1411-6340

PENENTUAN LOKET YANG OPTIMAL PADA GERBANG


SELATAN TOL PONDOK GEDE BARAT DENGAN
MENGGUNAKAN TEORI ANTRIAN UNTUK MEMINIMASI
BIAYA
Ririn Regiana Dwi Satya
Internal Control Division, PT. KMK Global Sport

ABSTRACT
The paper discusses the optimum arrangement of ticket window on the south gate of
Pondok Gede Barat Toll in order to minimize the cost. This is because when the congestion
occurs, the highway road users would be disadvantageous because their money is not
compensated with the services provided by the highway management. The queue model at the
toll gates are (M/M/4), (FCFS / / ). To solve this problem, we use queuing theory so that it
can result in the following statement: for shift 1, condition 1, the optimal shelter is three
shelters with the customer waiting time in queue (WQ) of 5.819 seconds and the idle time of
employees (X) of 19.667%. For shift 1, condition 2, the optimum shelter is 2 shelters with
consumers waiting time in queue (WQ) of 7.274 seconds and idle time employees (X) of 22.5%.
For shift 2, the optimum shelter is 2 shelters with consumers waiting time in queue (WQ) of
0.995 seconds and idle time employees (X) of 57%. For shift 3, the optimum shelter is 1 shelters
with consumers waiting time in queue (WQ) of 3.28 seconds and idle time employees (X) of
58.6%. After improvement, the cost of services incurred by the company was Rp 243,043.9 so
the company can minimize the cost in amount of Rp 154,664.3.
Keywords: Queue model, cost minimization

1.

PENDAHULUAN1

Seiring
dengan
pertambahan
penduduk dan pemerataan pembangunan
didaerah, maka semakin banyak penduduk
yang menetap dan bekerja di Jakarta.
Dengan adanya hal tersebut, lahan di
Jakarta menjadi semakin sempit, baik lahan
untuk perumahan maupun tempat usaha
didalam kota Jakarta. Oleh karena itu, para
pengusaha mulai melirik daerah pinggiran
Jakarta seperti: Tangerang, Bekasi dan
Bogor sebagai tempat menanamkan modal
dibidang property baik itu perumahan
murah sampai real estate maupun tempat
usaha.
Karena semakin banyak penduduk
yang menetap dan bekerja di daerah
pinggiran Jakarta atau tinggal di daerah
tersebut tetapi bekerja di Jakarta, maka
diperlukan jalan yang dapat mempersingkat
waktu perjalanan. Dan jalan tol sebagai
Korespondensi :
Ririn Regiana Dwi Satya
E-mail : ririn_regiana@yahoo.com

224

jalan yang bebas hambatan merupakan jalan


alternatif
yang
sangat
diharapkan
kehadirannya untuk dapat membantu
mempersingkat waktu perjalanan ketempat
yang dituju. Kondisi kemacetan yang
dialami jika menggunakan jalan biasa,
sangat tidak diharapkan para pengguna
jalan tol.
Dengan adanya kemacetan, maka
para pengguna jalan tol tentu merasa
dirugikan karena uang yang dikeluarkan
tidak sepadan dengan pelayanan yang
diberikan oleh pihak jalan tol. Bila tidak
dilakukan suatu upaya untuk mengurangi
kemacetan dijalan tol, tentunya akan
mengakibatkan
menurunnya
jumlah
pengguna jalan tol. Karena yang terpikir
adalah buat apa mengeluarkan uang untuk
membayar uang masuk jika kondisi yang
dihadapi ternyata sama dengan jalan biasa
yang tidak perlu bayar. Hal ini tentunya
akan berakibat buruk bagi pihak perusahaan
karena pengembalian modal yang telah
dikeluarkan untuk modal pembangunan
terhambat.

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Kejadian garis tunggu timbul


disebabkan oleh kebutuhan akan layanan
melebihi kemampuan pelayanan atau
fasilitas pelayanan, sehingga pelayanan
akan tertunda dan pelanggan yang baru
datang tidak dapat langsung dilayani. Akan
tetapi bila yang terjadi adalah sebaliknya,
maka akan terjadi ketidakefisienan dimana
waktu menganggur para pelayan menjadi
lebih besar dan pengeluaran perusahaan
juga
menjadi
lebih
besar
yang
mengakibatkan kerugian perusahaan dalam
pengeluaran keuangan. Oleh karena itu
diperlukan fasilitas pelayanan yang optimal
agar pelayanan tidak tertunda dan tidak
menimbulkan pengeluaran biaya yang
berlebihan. Atas dasar itulah ingin dianalisa
mengenai teori antrian dan minimasi biaya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :

2.

Untuk menganalisa dan mengetahui


berapa jumlah gardu yang optimal yang
seharusnya digunakan.
Untuk menentukan suatu bentuk sistem
biaya minimum yang menghasilkan
tercapainya sasaran-sasaran optimum.
Untuk memperdalam pengetahuan
mengenai hubungan antara teori antrian
dan biaya operasional.

KAJIAN PUSTAKA

Teori
antrian
pertama
kali
dikemukakan oleh A.K. Erlang, seorang
insinyur bangsa Denmark pada tahun 1910
dalam bukunya Solution of Some Problem
in The Theory of Probability of Significant
in Automatic Telephone Exchange. Beliau
melakukan eksperimen tentang fluktuasi
permintaan
fasilitas
telepon
yang
berhubungan dengan automatic dialing
equipment, yaitu peralatan penyambung
telepon otomatis.
Dalam waktu yang sangat sibuk
operator sangat kewalahan untuk melayani
para penelepon secepatnya, sehingga para
penelepon harus antri menunggu gilirannya.
Persoalan aslinya A.K. Erlang hanya
melakukan perhitungan keterlambatan
(delay) dari seorang operator yang
kemudian dilanjutkan dengan penelitian
untuk menghitung kesibukan beberapa
operator.

Kemudian penelitian tentang teori


antrian juga dilakukan oleh Molina (1927)
dan Thornton (1928). Dan sebelum perang
dunia berakhir, teori ini telah diperluas ke
masalah-masalah
umum
dengan
memasukkan unsur-unsur antrian atau garis
tunggu. Tentunya pasti sering melihat
bahkan mengalami situasi-situasi berikut
ini:
a. Deretan mobil yang berhenti karena
traffic light
b. Truk-truk yang menunggu muatan
c. Pesawat-pesawat menunggu untuk take
off di lapangan udara
d. Pembelanja yang menunggu dilayani
e. Mesin-mesin rusak yang menunggu
untuk diperbaiki oleh mekanik
f. Mahasiswa-mahasiswa
suatu
universitas yang mengantri untuk
registrasi
g. Mobil-mobil yang menunggu di gardu
tol
Situasi-situasi tersebut adalah suatu
fenomena menunggu. Akan tetapi situasi
menunggu dapat dikurangi jika ada suatu
pelayanan yang baik tanpa ada gangguan
dalam menunggu. Tapi suka atau tidak,
menunggu adalah bagian dari kehidupan
sehari-hari dan seharusnya berusaha untuk
dikurangi.
Tujuan
dalam
mempelajari
pengoperasian sebuah sarana pelayanan
dalam kondisi acak adalah untuk
memperoleh beberapa karakteristik yang
mengukur kinerja sistem tersebut. Misalnya
satu ukuran yang logis dari kinerja adalah
seberapa
lama
seorang
pelanggan
diperkirakan harus menunggu sebelum
dilayani. Satu ukuran lain adalah persentase
waktu sarana tersebut tidak dipergunakan.
Ukuran pertama memandang sistem
dari sudut pandang pelanggan, sementara
ukuran kedua memandang sistem dengan
mengevaluasi derajat pemanfaatan sarana
tersebut. Secara intuitif dapat dilihat bahwa
semakin
lama
seorang
pelanggan
menunggu, semakin kecil persentase waktu
sarana tersebut tidak dipergunakan dan
sebaliknya. Kedua ukuran kinerja ini
dipergunakan untuk memilih tingkat
pelayanan atau laju pelayanan yang akan

Penentuan Loket Yang Optimal (Ririn Regiana Dwi Satya)

225

menghasilkan keseimbangan yang wajar


antara kedua situasi yang bertentangan ini.
Menurut R. Bronson dan H.J.
Wospakrik tentang masalah antrian adalah
sebagai berikut: Proses antrian (queueing
process) adalah suatu proses yang
berhubungan dengan kedatangan seorang
pelanggan pada suatu fasilitas pelayanan,
kemudian menunggu dalam suatu barisan
(antrian) bila fasilitas pelayanan sedang
sibuk dan meninggalkan fasilitas pelayanan
tersebut setelah mendapatkan pelayanan.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah
data
diolah
melalui
serangkaian uji statistik, didapat data-data
yang berkaitan dengan sistem antrian
sebagai berikut:
1. Laju rata-rata kedatangan kendaraan
yang melalui gerbang selatan tol
Pondok Gede Barat adalah :
- Shift 1 kondisi 1 jam 05.30-09.30 :
4,580 kendaraan per 10 detik
- Shift 1 kondisi 2 jam 09.30-13.30 :
3,210 kendaraan per 10 detik
- Shift 2 jam 13.30-21.30
1,961 kendaraan per 10 detik

- Shift 3 jam 21.30-05.30


0,890 kendaraan per 10 detik

2. Waktu rata-rata pelayanan kendaraan


yang melalui gerbang selatan Pondok
Gede Barat adalah sebagai berikut:
-

Shift 1 kondisi 1 jam 05.30-09.30


5,270kendaraan per 10 detik
Shift 1 kondisi 2 jam 09.30-13.30
4,826 kendaraan per 10 detik
Shift 2 jam 13.30-21.30
4,390 kendaraan per 10 detik
Shift 3 jam 21.30-05.30
4,650 kendaraan per 10 detik

:
:
:
:

Selain
data
laju
kedatangan
kendaraan dan waktu pelayanan, diketahui
juga bahwa pelayanan yang diberikan
melalaui saluran paralel (multi channel)
dengan fasilitas pelayanan berjumlah 4
buah gardu pelayanan, disiplin antrian
adalah FCFS (First Come First Service)
dengan jumlah kandaraan yang dapat
dilayani didalam sistem antrian tidak
terbatas, serta populasi input atau jumlah
kendaraan yang mungkin keluar dari
gerbang selatan tol Pondok Gede Barat
tidak terbatas.
Berdasarkan data-data diatas, maka
model antrian pada sistem antrian gerbang
selatan tol Pondok Gede Barat dapat
dinyatakan sebagai berikut:

(M/M/4):(FCFS//)

Gambar 1. Model antrian pada gerbang selatan tol Pondok Gede Barat

Penetuan Jumlah Gardu yang Optimal


Berdasarkan tingkat Aspirasi

226

Dalam
pengambilan
keputusan
mengenai berapa jumlah gardu yang
optimal, maka perlu diperhatikan

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

beberapa kriteria yang diberikan oleh


perusahaan, yaitu:
- Waktu
menunggu
rata-rata
kendaraan dalam sistem (Ws) yang
diperbolehkan adalah 15 detik
- Persentase waktu menganggur
pelayan (X) yang diperbolehkan
oleh perusahaan untuk shift 1
kondisi 1 dan shift 1 kondisi 2
adalah 23 % dan untuk shift 2 dan
shift 3 adalah 59%.
Tabel 1 berikut ini adalah hasil
perhitungan untuk menentukan jumlah
gardu yang optimal.

Keterangan tabel :
C : Jumlah gardu
: / : Tingkat kegunaan fasilitas
Po : Probabilitas tidak ada konsumen
dalam sistem antrian
Lq : Rata-rata jumlah konsumen dalam
antrian (kendaraan)
Ls : Rata-rata jumlah konsumen dalam
sistem antrian (kendaraan)
Wq : Waktu
menunggu
rata-rata
konsumen dalam antrian (detik)
Ws : Waktu
menunggu
rata-rata
konsumen dalam sistem antrian
(detik)
X : Persentase waktu menganggur
karyawan (%)

Shift 1 kondisi 1 jam 05.30-09.30


Diketahui:
Rata-rata tingkat kedatangan () = 4,580 kendaraan/10 detik = 0,458 kendaraan/detik
Rata-rata waktu pelayanan (t) = 5,270 detik/kendaraan
Tingkat pelayanan rata-rata () = 1/5,270 = 0,190 kendaraan/detik.

Tabel 1. Hasil Perhitungan untuk Shift 1 Kondisi 1


C

Po
Lq
Ls
1
0.458 0.19 2.41
*
*
*
2
0.458 0.19 2.41
*
*
*
3
0.458 0.19 2.41 0.06 2.665 5.075
4
0.458 0.19 2.41 0.08 0.439 2.849

Wq
*
*
5.819
0.959

Ws
*
*
11.082
6.222

X
*
*
19.667
39.75

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah gardu yang optimal dan sesuai dengan
kriteria perusahaan untuk shift 1 kondisi 1 adalah sebanyak 3 (tiga) buah gardu.

Shift 1 kondisi 2 jam 09.30-13.30


Diketahui:
Rata-rata tingkat kedatangan () = 3,210 kendaraan/10 detik = 0,321 kendaraan/detik
Rata-rata waktu pelayanan (t) = 4,826 detik/kendaraan
Tingkat pelayanan rata-rata () = 1/4,826 = 0,207 kendaraan/detik

Tabel 2. Hasil Perhitungan untuk Shift 1 Kondisi 2


C

Po
Lq
Ls
1
0.321 0.207 1.55
*
*
*
2
0.321 0.207 1.55 0.13 2.335 3.885
3
0.321 0.207 1.55 0.2 0.273 1.823
4
0.321 0.207 1.55 0.21 0.052 1.602

Wq
*
7.274
0.85
0.163

Ws
*
12.105
5.681
4.993

X(
*
22.5
48.333
61.25

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah gardu yang optimal dan sesuai dengan
kriteria perusahaan untuk shift 1 kondisi 2 adalah sebanyak 2 (dua) buah gardu.

Shift 2 jam 13.30-21.30


Diketahui:
Rata-rata tingkat kedatangan () = 1,961 kendaraan/10 detik = 0,196 kendaraan/detik
Rata-rata waktu pelayanan (t) = 4,390 detik/kendaraan
Tingkat pelayanan rata-rata () = 1/4,390 = 0,228 kendaraan/detik

Penentuan Loket Yang Optimal (Ririn Regiana Dwi Satya)

227

Tabel 3. Hasil Perhitungan untuk Shift 2


C

Po
Lq
1
0.196 0.228 0.86 0.14 5.283
2
0.196 0.228 0.86 0.4 0.195
3
0.196 0.228 0.86 0.42 0.025
4
0.196 0.228 0.86 0.42 0.003

Ls
6.143
1.055
0.855
0.863

Wq
26.94
0.995
0.128
0.017

Ws
31.326
5.381
4.514
4.403

X
14
57
71.333
78.5

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah gardu yang optimal dan sesuai dengan
kriteria perusahaan untuk shift 2 adalah sebanyak 2 (dua) buah gardu.

Shift 3 jam 21.30-05.30


Diketahui:
Rata-rata tingkat kedatangan () = 0,890 kendaraan/10 detik = 0,089 kendaraan/detik
Rata-rata waktu pelayanan (t) = 4,650 detik/kendaraan
Tingkat pelayanan rata-rata () = 1/4,650 = 0,215 kendaraan/detik

Tabel 4. Hasil Perhitungan untuk Shift 3


C

Po
Lq
1
0.089 0.215 0.414 0.59
0.292
2
0.089 0.215 0.414 0.66
0.019
3
0.089 0.215 0.414 0.66
0.001
4
0.089 0.215 0.414 0.66 0.0001

Ls
0.706
0.433
0.415
0.4141

Wq
3.286
0.208
0.011
0.001

Ws
7.938
4.859
4.662
4.652

X
58.6
79.3
86.2
89.65

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah gardu yang optimal dan sesuai dengan
kriteria perusahaan untuk shift 3 adalah sebanyak 1 (satu) buah gardu.

Perhitungan Biaya
Perhitungan waktu kerja karyawan :
Diasumsikan :
- 1 tahun : 12 bulan : 20 hari kerja
- Waktu kerja/hari : 8 jam dengan allowance 10% dimana ada 3 shift per hari
- Total 1 hari kerja adalah : ( 8 jam ( 8jam * 10%)) * 3 : 21,6 jam
- Total 1 bulan : 21,6 jam * 20 hari : 432 jam
Perincian biaya diperkirakan secara umum (kurang lebih). Perincian tidak dapat diberikan
secara nyata karena pihak perusahaan tidak memperbolehkan untuk mendapatkan data biaya
ataupun gaji yang bersifat sangat rahasia dan pribadi. Berikut ini adalah perincian biaya
penyediaan pelayanan :
-

Gaji 1 pengumpul tol (secara umum) tiap bulan


Seragam 1 Pengumpul tol : Rp 300.000
Rp 300.000/12 bulan
Printer Struk (susut 4 tahun) : Rp 5.500.000
Rp 5.500.000/48 bulan
Sensor dan peralatan lainnya (susut 5 tahun): Rp 13.000.000
Rp 13.000.000/60 bulan
Peralatan kantor dan lainnya tiap bulan

: Rp 2.000.000
: Rp

25.000

: Rp 114.583
: Rp 216.667
: Rp 30.000 +
Rp 2.386.250

E (service cost) = Rp 2.386.250 /432 jam = Rp 5.523,726/jam


Dari hasil pengamatan dan perhitungan dengan menggunakan tingkat aspirasi didapat
jumlah gardu yang dibutuhkan tiap shift adalah sebagai berikut:

228

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Tabel 5. Jumlah Gardu yang Dibutuhkan Tiap Shift


Shift
Interval Waktu
Jumlah Gardu yang Dibuka
Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan
Shift 1 Kondisi 1
05.30 - 09.30
4
3
Shift 1 Kondisi 2
09.30 - 13.30
4
2
Shift 2
13.30 - 21.30
3
2
Shift 3
21.30 - 05.30
2
1

Setelah didapatkan ekspektasi biaya


pelayanan yaitu sebesar Rp 5.523,726 dan
jumlah gardu yang dibutuhkan, langkah
selanjutnya adalah membandingkan biaya
pelayanan sebelum dan sesudah perbaikan.
Setelah dilakukan perbaikan dengan
mengoptimalkan jumlah gardu, biaya
pelayanan dapat diminimalkan. Semula
biaya pelayanan adalah sebesar Rp
397.708/hari, akan tetapi setelah dilakukan
perbaikan
biaya
pelayanan
yang
dikeluarkan menjadi Rp 243.043,9/hari
Tabel 7. Kebutuhan Tenaga Kerja
Interval Waktu Jumlah Pengumpul Tol
05.30 - 09.30
3
09.30 - 13.30
2
13.30 17.30
2
17.30 - 21.30
2
21.30 - 01.30
1
01.30 - 05.30
1

Variabel keputusan :
X1 : jumlah karyawan yang bertugas
pada jam 05.30 09.30
X2 : jumlah karyawan yang bertugas
pada jam 09.30 13.30
X3 : jumlah karyawan yang bertugas
pada jam 13.30 17.30
X4 : jumlah karyawan yang bertugas
pada jam 17.30 21.30
X5 : jumlah karyawan yang bertugas
pada jam 21.30 01.30
X6 : jumlah karyawan yang bertugas
pada jam 01.30 05.30
Tujuan :
Meminimalkan jumlah karyawan yang
dibutuhkan. Berikut ini adalah fungsi
tujuannya :
Min Z : X1 + X2 + X3 + X4 + X5 + X6
Kendala :
1. X1 + X2 4
2. X2 + X3 3
3. X3 + X4 3

berarti perusahaan dapat menghemat


sebesar Rp 154.664,3/hari.
Penjadwalan Kerja Karyawan
Shift 1 dibagi menjadi 2 yaitu kondisi 1
dan 2. Dimana tiap kondisi mempunyai
interval waktu 4 jam. Oleh karena itu, shift
2 dan shift 3 akan dibagi menjadi 2,
sehingga didapat interval waktu 4 jam. Hal
ini
dilakukan
agar
mempermudah
perhitungan. Berikut ini adalah jumlah
karyawan yang dibutuhkan :

Jumlah Pengawas
1
1
1
1
1
1

Jumlah Karyawan
4
3
3
3
2
2

4. X4 + X5 3
5. X5 + X6 2
6. X1 + X6 2
Adapun formulasi matematis linier
programing adalah sebagai berikut :
Minimumkan Z : X1 + X2 + X3 + X4
+ X5 + X6
Dengan kendala :
1. X1 + X2 4
2. X2 + X3 3
3. X3 + X4 3
4. X4 + X5 3
5. X5 + X6 2
6. X1 + X6 2
X1, X2, X3, X4, X5, X6 0
Setelah didapat formulasi matematis seperti
di atas, langkah selanjutnya adalah
penyelesaian dengan menggunakan metode
simpleks. Tabel iterasi yang dilakukan
adalah iterasi 1 sampai iterasi 7 dan hasil
yang didapat adalah jumlah karyawan yang

Penentuan Loket Yang Optimal (Ririn Regiana Dwi Satya)

229

bertugas tiap interval waktu seperti terlihat


pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Jumlah Karyawan yang Bertugas
Interval Waktu Jumlah Karyawan
05.30 - 09.30
2
09.30 - 13.30
2
13.30 - 1730
2
17.30 - 21.30
1
21.30 - 01.30
2
01.30 - 05.30
0
Jadi
kebutuhan
jumlah
karyawan
seluruhnya adalah sebesar 9 tenaga kerja.
4.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisa dan pembahasan, maka


dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Disiplin antrian pada gerbang selatan
tol pondok gede barat adalah FCFS
(First Come First Service) dengan
jumlah gardu 4 (empat) dan tingkat
kedatangan tidak terbatas.
2. Pada shift 1 kondisi 1 gardu yang
optimal adalah 3 gardu dengan waktu
menunggu konsumen dalam antrian
(Wq) sebesar 5,819 detik dan waktu
menganggur karyawan (X) sebesar
19,667%.
3. Pada shift 1 kondisi 2 gardu yang
optimal adalah 2 gardu dengan waktu
menunggu konsumen dalam antrian
(Wq) sebesar 7,274 detik dan waktu
menganggur karyawan (X) sebesar
22,5%.
4. Pada shift 2 gardu yang optimal adalah
2 gardu dengan waktu menunggu
konsumen dalam antrian (Wq) sebesar

230

0,995 detik dan waktu menganggur


karyawan (X) sebesar 57%.
5. Pada shift 3 gardu yang optimal adalah
1 gardu dengan waktu menunggu
konsumen dalam antrian (Wq) sebesar
3,28 detik dan waktu menganggur
karyawan (X) sebesar 58,6%.
6. Setelah dilakukan perbaikan, biaya
pelayanan yang dikeluarkan perusahaan
adalah
Rp
243.043,9
sehingga
perusahaan dapat meminimalkan biaya
sebesar Rp 397.908 Rp 243.043,9 =
Rp 154.664,3
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] Bronson, R., Waspakrik, H.J. 1988.
Teori dan Soal-Soal Operation
Research Seri buku Schaums, Penerbit
Erlangga.
[2] Dimyati, Tjutju Tarliah, Ahmad
Dimyati.
1992.
Operation
Research:Model-model Pengambilan
Keputusan. Penerbit PT. Sinar Baru,
[3] Subagyo, P. 1986, Dasar-dasar
Operations
Research.
BPFE,
Jogjakarta,
[4] Supranto, J. 1989., Statistik Teori dan
Aplikasi Jilid 2. Penerbit Erlangga,
Jakarta
[5] Sutalaksana I.Z. 1986, Tehnik Tata
Cara Kerja. Penerbit ITB, Bandung.
[6] Siagian,
P.
1987.
Penelitian
Operasional. Teori & Praktek, UI
Press.
[7] Taha, Hamdy A, 1987. Operations
Research, An Introduction Edisi
Macmillah Publishing Compani, New
York.

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

RANCANG BANGUN MODEL PRAKIRAAN DAN PERINGATAN


DINI UNTUK PASOKAN DAN HARGA BERAS DI PROPINSI DKI
JAKARTA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN
1)

Dadang Surjasa1), E. Gumbira Said2), Bustanul Arifin3), Sukardi4)


Dosen Program Studi Teknik Industri - Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti
2)
Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Pertanian - Institut Pertanian Bogor
3)
Guru Besar Fakultas Pertanian - Universitas Lampung
4)
Dosen Fakultas Teknologi Industri Pertanian - Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT
DKI Jakarta is a region which has a very large population but it is not supported directly
by the rice field area that can meet the needs of rice for its population. Cipinang rice market
center (PIBC) managed by PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) is expected to be a party
that can manage and control the supply of rice for food security, especially in the Jakarta area.
One important aspect of rice for regulating and controlling of food security in DKI Jakarta is
the aspect of supply and price of rice.
Artificial neural network is one of the methods which can be used to solve many
problems, especially in complex and difficult mathematical modelling. One of the problems that
can be solved by using artificial neural networks is the forecasting of time series data. The
purpose of this study was to forecast supply and price of rice in DKI Jakarta province.
Forecasting was made to anticipate rice supply scarcity and rice price increases that could
disrupt the availability and buying power of DKI Jakarta's residents.
Time series data which was used as input data in this study was the weekly data of
supply rice and rice price for the period of January 2009 up to July 2010. Training was
conducted using several network models as well as several network parameters to determine the
capabilities of artificial neural network in forecasting the most accurate value. To obtain the
optimum network, some number of nodes were tried. The number of input was used in the input
layer was four nodes, the number of nodes in the hidden layer was tried with four, six and eight
nodes, while the number of output nodes was two nodes. This network also used a learning rate
of 0.2 and momentum of 0.05 and activation function was logsig.
Experiments have shown that the optimal network for supply and rice price forecasting
can be obtained by using four input nodes, eight hidden nodes and two output nodes. Result of
the study show that the accuracy of forecasting models to forecast the supply of rice and to
forecast rice prices had reached more than 90%. From the results of forecasting, the models
can provide also early warning for the supply and price of rice in the form of statement "safe",
"cautious" or "prone".
Keywords: Artificial Neural Network, Forecasting, Early Warning System, Rice, DKI Jakarta

1.

PENDAHULUAN2

Pengadaan beras nasional dari dulu


sampai
sekarang
masih
menjadi
permasalahan nasional yang sangat pelik.
Salah satu diantaranya terjadi karena
Korespondensi :
1
Dadang Surjasa
E-mail :

masyarakat Indonesia terlanjur menganggap


beras sebagai bahan makanan pokok yang
harus ada dalam pola pangan sehari-hari.
Dengan demikian sebagai komoditas
pangan utama, permasalahan beras bukan
hanya merupakan permasalahan ekonomi
saja tetapi juga bersifat politis (GumbiraSaid, 2007).
Masalah utama yang terkait dengan
perberasan nasional adalah masalah harga

Penentuan Loket Yang Optimal (Ririn Regiana Dwi Satya)

231

dan non harga beras. Masalah yang paling


kontroversial terkait dengan masalah harga
beras adalah fluktuasi harga beras
(Nainggolan, 2007), sedangkan masalah
non harga beras yang paling merugikan
perberasan nasional adalah masalah susut
pascapanen yang dapat mencapai 20% dari
jumlah total panen dalam satu tahun
(Hasbullah, 2007). Harga beras seringkali
muncul dan menjadi masalah kontroversial
antara kepentingan petani dan kepentingan
masyarakat. Di satu sisi pemerintah sebagai
regulator ingin menjaga kepentingan dan
ingin memberikan kesejahteraan yang
optimal bagi petani, tetapi di sisi lain
pemerintah juga ingin memberikan
perlindungan agar harga beras dapat
terjangkau oleh sebagian besar masyarakat,
bahkan dapat terjangkau oleh petani padi
sendiri yang pada waktu tertentu harus
menjadi konsumen beras (Suhardi, 2009).
Provinsi DKI Jakarta memiliki pasar
induk perberasan bernama Pasar Induk
Beras Cipinang (PIBC) yang dikelola oleh
PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ).
Pengelola FSTJ yang berada di bawah
Pemda DKI Jakarta diharapkan dapat
menjadi pihak yang dapat mengatur dan
mengendalikan
persediaan
pangan,
khususnya untuk komoditas beras di
wilayah DKI Jakarta. Tahun 2009, menurut
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
propinsi DKI Jakarta, jumlah penduduk
DKI Jakarta adalah 8.523.157 orang
2011),
(www.kependudukancapil.go.id,
namun tidak didukung langsung oleh area
persawahan yang dapat mencukupi
kebutuhan beras bagi penduduknya.
Apabila konsumsi per orang per tahun
sebesar 120 kg beras maka kebutuhan beras
untuk jumlah penduduk DKI Jakarta
tersebut sekitar 1 juta ton, sedangkan
produksi beras dari wilayah DKI Jakarta
sendiri pada tahun 2009 hanya 11.013 ton
(http://www.deptan.go.id/, 2011).
1.1 Perumusan Masalah Perberasan di
Provinsi DKI Jakarta
Dari
permasalahan
perberasan
nasional di atas terdapat beberapa aspek
penting yang perlu dikaji lebih lanjut
khususnya yang berhubungan dengan
masalah rantai pasokan beras di Provinsi

232

DKI Jakarta. Aspek-aspek yang perlu dikaji


tersebut adalah sebagai berikut :
1. Aspek pasokan beras. Melalui aspek
tersebut, Pemda DKI Jakarta yang
diwakili oleh FSTJ perlu mengelola
pasokan beras baik yang masuk ke
PIBC maupun pasokan beras yang ke
luar dari PIBC baik ke wilayah DKI
Jakarta maupun ke luar wilayah DKI
Jakarta.
2. Aspek harga beras. Melalui aspek
tersebut, FSTJ perlu mengantisipasi
harga beras yang berfluktuasi guna
menjaga harga yang dapat terjangkau
sehingga kelangsungan pasokan beras
kepada warga DKI Jakarta dapat
terjaga.
1.2 Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan
perberasan di Provinsi DKI Jakarta
tersebut, penelitian ini memiliki tujuan
untuk menghasilkan model dalam bentuk
program komputasi yang dapat digunakan
(1) untuk memperkirakan jumlah pasokan
beras dari PIBC ke wilayah di propinsi DKI
Jakarta, (2) untuk memperkirakan harga
beras jenis Muncul/ III dan IR 64/ III di
PIBC Jakarta dan (3) sebagai suatu sistem
peringatan dini dalam mengantisipasi
pasokan dan harga beras yang tidak
dikehendaki.
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini
mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Beras yang diteliti untuk model
prakiraan pasokan adalah semua jenis
beras yang terdapat di PIBC,
sedangkan
beras
untuk
model
prakiraan harga dibatasi untuk jenis
beras varietas IR 64/ III dan varietas
Muncul/ III.
2. Tempat penelitian dilakukan di
Provinsi DKI Jakarta dengan focal
company adalah PT. Station Food
Tjipinang Jaya (FSTJ).
3. Pasokan beras yang diteliti adalah
pasokan beras yang didistribusikan ke
seluruh wilayah DKI Jakarta.
4. Data diperoleh melalui wawancara dan
data sekunder yang dilaksanakan
selama 18 bulan dari bulan Januari
2009 sampai dengan bulan Juli 2010.

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

2.

METODE
DAN
TAHAPAN
PERANCANGAN PENELITIAN

Pada
penelitian
ini,
model
dikembangkan
dengan
menggunakan
metode jaringan syaraf tiruan (JST)
backpropagation (Patuelli, 2006), untuk
memperkirakan pasokan beras dan harga
beras . Tahapan perancangan JST untuk
prakiraan pasokan dan harga beras dapat
dilihat pada Gambar 1. JST dirancang
dengan
arsitektur
JST
tiga
lapis
(Kahfourushan, 2010). JST tersebut

diperoleh dengan cara uji coba berbagai


parameter JST. Jumlah neuron yang dicoba
adalah jumlah neuron dalam hidden layer,
sedangkan parameter lain yang diuji coba
adalah fungsi aktivasi, algoritma pelatihan
dan momentum. Pada penelitian ini jumlah
neuron yang diujicoba pada lapisan
tersembunyi (hidden layer) jumlahnya
berbeda-beda yaitu sebanyak empat,
delapan dan dua belas buah. Parameter
output yang dihasilkan adalah MSE (mean
square error), jumlah iterasi (epoch) dan
koefisien korelasi (R).

Gambar 1. Tahapan Perancangan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prakiraan serta Peringatan Dini
dari Pasokan dan Harga Beras di DKI Jakarta.

Rancang Bangun Model Prakiraan (Dadang Surjasa)

233

3.

PERANCANGAN
PENELITIAN

MODEL

Pada penelitian ini dirancang JST


dengan satu hidden layer dengan
menggunakan algoritma backpropagation.
Menurut
Seminar,
et al.
(2010),
backpropagation merupakan salah satu
algoritma pembelajaran terawasi. Menurut
Munakata
(2008),
algoritma
JST
backpropagation memiliki tiga fase:
1. Fase
feedforward
untuk
input
pembelajaran/pelatihan
2. Fase kalkulasi dan backpropagation
error
3. Fase penyesuaian bobot untuk
memperbaiki output mendekati target.
Algoritma
backpropagation
menggunakan
error
output
untuk
mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah
mundur (backward). Untuk mendapatkan
error ini, tahap forward propagasi harus
dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat
forward
propagation,
neuron-neuron
diaktifkan dengan menggunakan fungsi
aktivasi.
Pada fase feedforward, pelatihan
dilakukan dalam rangka melakukan
pengaturan bobot, sehingga pada akhir
pelatihan diperoleh bobot-bobot terbaik.
Selama proses pelatihan, bobot-bobot diatur
secara iteratif untuk meminimumkan fungsi
kinerja jaringan. Fungsi kinerja yang sering
digunakan untuk backpropagation adalah
mean square error (MSE). Fungsi ini
mengambil rata-rata kuadrat error yang
terjadi antara output jaringan dan target.
Sebagian besar algoritma pelatihan untuk
jaringan feedforward menggunakan gradien
dari fungsi kinerja untuk menentukan
bagaimana mengatur bobot dalam rangka
meminimumkan kinerja. Gradien ini
ditentukan dengan menggunakan suatu
teknik yang disebut dengan nama
backpropagation. Pada dasarnya algoritma
backpropagation menggerakkan bobot
dengan arah gradien negatif, algoritma ini
memiliki prinsip dasar memperbaiki
jaringan dengan arah yang membuat fungsi
kinerja menjadi turun dengan cepat
(Seminar et al., 2010).
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk
memperoleh rancangan arsitektur JST
backpropagation yang dapat menghasilkan

234

kinerja sistem terbaik adalah sebagai


berikut (Silvia, 2007):
a.

Penentuan Fungsi Aktivasi


Beberapa alternatif fungsi aktivasi
JST yang dicobakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Fungsi sigmoid bipolar (tansig)
Notasinya :
tansig(n) = 2/(1+exp(-2*n))-1)
Fungsi sigmoid biner (logsig)
Notasinya :
logsig(n) = 1/(1+exp(-n))
Fungsi identitas (purelin)
Notasinya :
purelin(n) = n
b.

Penentuan Algoritma Training


Proses
pelatihan
jaringan
backpropagation standar dengan metode
penurunan gradien (traingd) seringkali
lambat. Beberapa alternatif yang dicoba
untuk mempercepat proses belajar JST
pada penelitian ini dengan menggunakan :
Metode penurunan gradien dengan
penambahan momentum (traingdm).
Metode penurunan gradien dengan
momentum
dan
learning
rate
(traingdx).
Metode Levenberg-Marquadt (trainlm)
c.

Penentuan Nilai Momentum


Nilai
momentum
yang
baik
ditentukan dengan cara trial and error
(Silvia, 2007). Beberapa alternatif nilai
momentum yang dicobakan pada penelitian
ini adalah 0.005, 0.05, 0.1, 0.5 dan 0.9.
Nilai-nilai ini diambil secara sembarang
dengan syarat berada di antara 0 dan 1.
d.

Penentuan Target Toleransi Error.


Target error yang dicoba adalah
0.01, 0.001 dan 0.0001. Nilai tersebut
merupakan batas toleransi nilai error yang
ditentukan agar iterasi dihentikan pada saat
nilai error lebih kecil dari batas yang
ditentukan atau jumlah epoch telah
mencapai batas yang ditentukan.
e.

Penentuan Arsitektur Hidden Layer


Penentuan arsitektur hidden layer
terdiri dari dua bagian, yaitu penentuan
jumlah layer dan ukuran layer (jumlah
neuron dalam hidden layer). Menurut

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Seminar et al. (2010), secara umum satu


lapisan tersembunyi sudah cukup untuk
sembarang pemetaan dari pola input ke pola
output pada sembarang tingkat akurasi.
Trial dan error dilakukan pada beberapa
alternatif jumlah neuron dalam hidden layer
kemudian dipilih alternatif yang memiliki
kinerja yang terbaik. Pada spesifikasi
pertama dicoba arsitektur dengan beberapa

alternatif jumlah neuron, yaitu empat


neuron, delapan neuron dan dua belas
neuron. Arsitektur hidden layer dengan
kinerja terbaik dipilih untuk rancangan,
pelatihan dan pengujian JST. Tabel 1
adalah contoh pemilihan fungsi aktivasi dan
algoritma pelatihan untuk JST prakiraan
harga beras jenis IR64/ III.

Tabel 1. Pemilihan Fungsi Aktivasi dan Algoritma Pelatihan Untuk JST IR64/III
Spesifikasi
Fungsi
Algoritma
MSE
Epoch
R
JST
Aktivasi
Pelatihan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Tansig

Logsig

Purelin

traingd
traingdm
traingdx
trainlm
traingd
traingdm
traingdx
trainlm
traingd
traingdm
traingdx
trainlm

Berdasarkan spesifikasi JST dari


Tabel 1, diperoleh arsitektur JST terbaik
untuk beras tipe IR64/III dengan parameter
fungsi aktivasi adalah logsig dan algoritma
pelatihan adalah trainlm. Dari spesifikasi

0.002630
0.002330
0.001980
0.000999
0.008420
0.004860
0.001440
0.000987
0.004500
0.004580
0.004480
0.004480

5000
5000
5000
76
5000
5000
5000
10
5000
5000
5000
4

0.954
0.960
0.974
0.983
0.852
0.914
0.975
0.983
0.920
0.919
0.921
0.921

tersebut diperoleh nilai MSE sebesar


0.000987. Selanjutnya dilakukan uji coba
pemilihan parameter lain yaitu parameter
momentum seperti dapat dilihat pada Tabel
2.

Tabel 2. Pemilihan Momentum Untuk JST Prakiraan Harga Beras IR 64/ III
Spesifikasi JST

Nilai Momentum

MSE

Epoch

8.1
8.2
8.3
8.4
8.5

0.005
0.05
0.1
0.5
0.9

0.00088
0.000999
0.000987
0.000987
0.001

19
23
10
10
15

0.98494
0.98297
0.98309
0.98309
0.98288

Berdasarkan spesifikasi dari Tabel 2,


diperoleh arsitektur JST terbaik untuk beras
tipe IR64/ III dengan nilai momentum

0.005. Selanjutnya dilakukan uji coba


pemilihan parameter toleransi error yang
dapat dilihat pada Tabel 3.

Rancang Bangun Model Prakiraan (Dadang Surjasa)

235

Tabel 3. Pemilihan Toleransi Error Untuk JST Prakiraan Harga Beras IR 64/ III
Spesifikasi JST

Toleransi error

MSE

Epoch

8.1.1
8.1.2
8.1.3

0.0001
0.001
0.01

0.0508
0.00088
0.00413

1808
19
2

0.46821
0.98494
0.94048

Berdasarkan spesifikasi JST dari


Tabel 3, diperoleh arsitektur JST terbaik
dengan toleransi error sebesar 0.001. Dari
spesifikasi tersebut diperoleh nilai MSE
sebesar 0.00088, jumlah iterasi (epoch)

adalah 19 dan nilai regresi adalah 0.98494.


Selanjutnya dilakukan uji coba pemilihan
parameter lain yaitu parameter jumlah
neuron untuk hidden layer seperti dapat
dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pemilihan Jumlah Hidden Neuron Untuk JST Prakiraan


Harga Beras IR 64/ III
Jumlah Hidden
MSE
Spesifikasi JST
Neuron
8.1.2.1
8.1.2.2
8.1.2.3

4
8
12

0.000999
0.00088
0.000997

Dengan cara yang sama, setelah


dirancang JST untuk prakiraan harga beras
IR64/ III maka dihasilkan juga JST terbaik
untuk prakiraan pasokan beras dan JST
prakiraan harga beras Muncul/ III.
Data Penelitian
Data
yang
digunakan
dalam
pengembangan JST tersebut diperoleh dari
PIBC. Data tersebut adalah data pasokan
dan data harga beras harian yang
dikumpulkan dari mulai tanggal 1 Januari
2009 sampai dengan 24 Juli 2010. Data
harian diubah menjadi data mingguan yang
selanjutnya dijadikan data input jaringan
untuk memperkirakan pasokan beras dan
harga beras selama dua minggu ke depan.
Data input yang digunakan adalah data
pasokan beras dan data harga beras selama
empat minggu terakhir. Data yang
diperoleh dibuat pola yang selanjutnya
dimasukkan ke dalam jaringan. Pola yang
dibuat adalah empat input dan dua output.
Pola yang diperoleh adalah sebanyak 75
pola, dengan rincian 50 pola digunakan
untuk pelatihan dan 25 pola lagi digunakan
untuk pengujian.

236

Epoch

92
19
2308

0.98290
0.98494
0.98290

Proses Pengujian
Proses pengujian dilakukan dengan
menggunakan arsitektur JST hasil pelatihan
yang memiliki kinerja terbaik yaitu yang
menghasilkan nilai error dan epoch
terkecil. Arsitektur JST terbaik yang
dihasilkan dalam penelitian ini adalah JST
untuk pasokan beras, JST untuk prakiraan
harga beras tipe IR64/III dan JST untuk
prakiraan harga beras tipe Muncul/ III.
Spesifikasi dari masing-masing JST
tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Aturan Untuk Peringatan Dini
Sebagai contoh untuk JST prakiraan
harga beras, aturan peringatan dini
diperoleh dari diskusi dengan pakar dan
dapat dinyatakan sebagai berikut:
Input :  harga untuk minggu ke-i, i = 1, 2,
3,4
Output :  prakiraan harga untuk minggu
ke-j, j = 5, 6.

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340


 
4

 

dan

 




4

  

Dengan aturan peringatan dini dapat dilihat pada Tabel 5.


Tabel 5. Aturan Peringatan Dini Untuk Harga Beras
Peringatan Dini Minggu Ke Lima
Jika    0.05
maka harga beras aman
Jika   0.05     0.1
maka harga beras harus diwaspadai
Jika    0.1
maka harga beras rawan

Peringatan Dini Minggu Ke Enam


Jika     0.05
maka harga beras aman
Jika   0.05      0.1
maka harga beras harus diwaspadai
Jika     0.1
maka harga beras rawan

Tabel 6. Arsitektur JST Terbaik Dengan Metode Backpropagation.


JST
JST Harga Beras
Pasokan
Muncul/ III
Beras
Karakteristik

JST Harga
Beras
IR 64/ III

Jumlah neuron pada input


layer

4 neuron

4 neuron

4 neuron

Jumlah neuron pada output


layer

2 neuron

2 neuron

2 neuron

Fungsi Aktivasi

logsig

logsig

logsig

Algoritma pelatihan

trainlm

trainrp

trainlm

0.005

0.005

0.005

0.2

0.2

0.2

0.001

0.001

0.001

8 neuron

8 neuron

8 neuron

Momentum
Learning rate
Goal error
Neuron hidden layer
4.

PRAKIRAAN
DAN
PERINGATAN DINI PASOKAN
DAN HARGA BERAS

JST terbaik yang dihasilkan adalah


JST untuk prakiraan pasokan beras dan JST
untuk prakiraan harga beras IR64/III dan
harga beras Muncul/ III di provinsi DKI
Jakarta. Hasil dari prakiraan pasokan beras,
selanjutnya
dibandingkan
dengan
kebutuhan beras dari penduduk DKI Jakarta
pada saat itu. Dari perbandingan tersebut
diperoleh suatu peringatan dini untuk
pasokan beras di provinsi DKI Jakarta,
apakah pasokan beras aman atau pasokan

beras perlu diwaspadai atau pasokan beras


rawan. Hasil dari prakiraan harga beras,
selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata
harga beras pada bulan tersebut. Dari
perbandingan tersebut juga diperoleh suatu
peringatan dini untuk harga beras di
provinsi DKI Jakarta, apakah harga beras
aman atau harga beras perlu diwaspadai
atau harga beras rawan. Proses pengujian
pada JST yang dihasilkan, dilakukan
dengan menggunakan 25 data uji.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh
tingkat akurasi JST dalam mengenali pola
yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Tingkat Akurasi Hasil Pengujian JST Terhadap Data Aktual

Rancang Bangun Model Prakiraan (Dadang Surjasa)

237

Jaringan Syaraf Tiruan


Prakiraan Pasokan Beras
Prakiraan Harga Beras Muncul/ III
Prakiraan Harga Beras IR 64/ III

Tingkat Akurasi (%)


91.96
93.05
98.63

JST yang dihasilkan memiliki tingkat


akurasi tertentu sesuai dengan keberhasilan
jaringan dalam mengenali pola. Dari Tabel
6 tersebut, untuk prakiraan harga beras tipe
IR 64/III berarti bahwa 98.63% hasil
pengujian sesuai dengan data aktual di
lapangan. Sebagai contoh, implementasi
dilakukan pada JST untuk memperkirakan
pasokan beras dan harga beras. Gambar 2

menunjukkan tampilan JST untuk prakiraan


pasokan beras dari PIBC ke DKI Jakarta,
sedangkan Gambar 3 menunjukkan
tampilan JST untuk prakiraan harga beras
tipe Muncul/ III. Tampilan gambar tersebut
dihasilkan melalui proses perancangan GUI
(graphical
user
interface)
dengan
menggunakan software Matlab versi
R2009a.

Gambar 2. Tampilan JST Prakiraan Pasokan Beras dari PIBC Ke DKI Jakarta

Gambar 3. Tampilan JST Prakiraan Harga Beras Muncul III

238

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Menurut Badan Pusat Statistik


(2009), jumlah penduduk DKI Jakarta
adalah 9.416.200 orang, sehingga pada
Gambar 2 dapat dilihat bahwa hasil
prakiraan pasokan beras lebih kecil dari
pada kebutuhan beras penduduk DKI
Jakarta sehingga pasokan rawan. Dalam
kondisi seperti itu, pihak PIBC dapat
meminta bantuan pihak Badan Urusan
Logistik DKI Jakarta untuk melakukan
operasi pasar. Bentuk informasi tersebut
dapat dipandang sebagai bentuk peringatan
dini untuk pasokan beras. Menurut Suku
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota (2011), apabila jumlah penduduk DKI
Jakarta pada tahun yang sama adalah
8.527.000 orang, maka jumlah kebutuhan
beras penduduk pada minggu ke lima
adalah 9.526 ton dan pada minggu ke enam
adalah 9.527 ton sehingga peringatan dini
yang muncul baik pada minggu ke lima
atau pada minggu ke enam adalah pasokan
beras rawan. Pada Gambar 3, untuk
prakiraan
harga
beras
Muncul/III,
berdasarkan perhitungan pada bagian
peringatan dini, untuk minggu ke lima dan
minggu ke enam diperoleh pernyataan
bahwa harga beras Muncul/III aman

5.

KESIMPULAN

Dari penelitian ini, dapat ditarik dua


kesimpulan berikut :
1. Model prakiraan pasokan beras,
prakiraan harga beras Muncul/III dan
prakiraan harga beras IR64/III untuk
DKI Jakarta mampu memberikan
informasi peringatan dini aman,
waspada dan rawan.
2. Tingkat akurasi untuk model prakiraan
pasokan beras adalah 91.96%, tingkat
akurasi untuk model prakiraan harga
beras Muncul/III adalah 93.05% dan
tingkat akurasi untuk model prakiraan
harga beras IR64/III adalah 98.63%.
6.

DAFTAR PUSTAKA

[1]

Badan
Pusat
Statistik.
2009.
Perkembangan Beberapa Indikator
Utama Sosial-Ekonomi Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi
Padi Menurut Provinsi dalam
http://www.deptan.go.id/infoeksekuti

[2]

f/tan/ARAM-I-2011/prod-padi.htm.
Diakses tanggal 14.03 2011.
[3] Gumbira-Sa'id, E., T. Bantacut, R.
Hasbullah. 2007. Manajemen Rantai
Pasok Beras dan Fitur Terminal
Agribisnis Biji-Bijian. Agrimedia,
Majalah Agribisnis, Manajemen dan
Teknologi. Desember Vol.12 No.2.
[4] Hasbullah, R. 2007. Gerakan
Nasional
Penurunan
Susut
Pascapanen. Agrimedia, Majalah
Agribisnis,
Manajemen
dan
Teknologi. Desember Vol.12 No.2.
[5] Kahforoushan, E. , M. Zarif, E. B.
Mashahir. 2010. Prediction of Added
Value of Agricultural Subsections
Using Artificial Neural Networks:
Box-Jenkins
and
Holt-Winters
Methods. Journal of Development
and Agricultural Economics Vol.
2(4), pp. 115-121.
[6] Munakata, T. 2008. Fundamentals of
the New Artificial Intelligence :
Neural, Evolutionary, Fuzzy and
More. Second Edition. SpringerVerlag, London.
[7] Nainggolan, K. 2007. Perberasan
Sebagai Bagian Dari Ketahanan
Pangan
Nasional.
Agrimedia,
Majalah Agribisnis, Manajemen dan
Teknologi. Desember Vol.12 No.2.
[8] Patuelli, R., A.
Reggiani, P.
Nijkamp, U. Blien. 2006. New
Neural Network Methods for
Forecasting Regional Employment.
The Tinbergen Institute, The Institute
for Economic Research of The
Erasmus Universiteit Rotterdam,
Universiteit van Amsterdam, and
Vrije Universiteit Amsterdam.
[9] Seminar, K. B., Marimin dan N.
Andarwulan. 2010. Sistem Deteksi
Dini untuk Manajemen Krisis Pangan
dengan Simulasi Model Dinamik dan
Komputasi
Cerdas. Manajemen
Krisis. ISBN: 978-979-493-246-5
hal. 127-162. IPB Press. Bogor.
[10] Silvia, E. 2007. Disain Jaringan
Syaraf Tiruan Untuk Prediksi
Kualitas Gula Kristal Putih di
Indonesia. Tesis Magister Sains,
Program Studi Teknologi Industri
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
[11] Suhardi, B., Sutrisno. 2009. Dalam
http://litbang.patikab.go.id/index.php

Rancang Bangun Model Prakiraan (Dadang Surjasa)

239

?option=com_content&view=article
&id=64:dilematis-kebijakan-hargaberas-di-tingkatpetani&catid=71:dilematiskebijakan-harga-beras-di-tingkatpetani&Itemid=109.
Dilematis
Kebijakan Harga Beras di tingkat
Petani. Diakses tanggal 27.11.09.
[12] Suku Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota. 2011. Jumlah
Penduduk Provinsi DKI Jakarta
dalam
http://www.kependudukancapil.go.id/
index.php?
option=com_content&view=article&i
d=4&Itemid=63. Diakses tanggal
10.03. 2011.

240

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

STUDI KELAYAKAN INDUSTRI PENGOLAHAN ROTAN


DI KECAMATAN PEMATANG KARAU KABUPATEN BARITO
TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Saputera1), Ahim S.Rusan2), Dedi Takari3), Lelo Sintani4)
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya
2,3
Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas palangka Raya
4
Jurusan Manajeman, Fakultas Ekonomi Universitas Palangka Raya
1

ABSTRACT
East Barito Regency as one of the areas established under Law No. 5 of 2002, with an
area defined area of 3834 km2 or 383,400 hectares, has a natural richness of the forest are
sufficient so that the potential for the development of rattan. The feasibility study aims to (1)
explore the potential of data sought by cane farmers and people in some villages and districts in
East Barito Regency expected to be suppliers of raw materials (suppliers) for Rattan Processing
Industry Business Unit natinya, and (2) reviewed feasibility of developing Rattan Processing
Industry Business Unit which includes the feasibility of: (a) markets and marketing, (b)
technical and technological, and (c) Financial. Financial feasibility analysis was conducted on
the NPV, IRR, net B / C, PP and sensitivity analysis (sensitivity). Based on the results of the
investment feasibility analysis showed that the rattan processing industry in developed
Bambulung feasible. This was proved by the B / C ratio> 1, positive NPV, IRR> 12%, Net Cash
Flow positive in year 5 means Payback Period <economical machine age (10 years) and
building (10 years). Based on the results of sensitivity analysis of the price increase of raw
materials, auxiliary materials and transportation costs up to 10% of sales, decreased 8%
maximum sales price, interest rate (Discount Factor) rose 5%, rattan processing industry is still
feasible to be developed, it is proven with NPV positive, the IRR exceeds the interest rate the
Bank and B / C ratio> 1 and the payback period is still <economic life of buildings and
machinery.
Keywords: Development, industry, rattan, feasibility, financial

1.

PENDAHULUAN3

Indonesia memiliki potensi bahan


baku rotan terbesar di dunia (+ 80 persen
dari seluruh bahan baku rotan di dunia
berasal dari Indonesia). Namun potensi ini
belum bisa dimanfaatkan secara maksimal,
karena produk rotan olahan dunia justru
dikuasai oleh negara-negara yang tidak
memiliki potensi bahan baku, seperti :
China dan Italia. Saat ini di Indonesia
berdasarkan
data
dari
Departemen
Perindustrian tahun 2009 terdapat sekitar
614 unit usaha industri rotan olahan dengan
Korespondensi :
1
Saputera
E-mail : putracondo@yahoo.com
2
Ahim S.Rusan
E-mail : ahrusan@gmail.com
4
Lelo Sintani
E-mail : lelo_sn@yahoo.com

kapasitas 0,55 juta ton per tahun dan


menyerap tenaga kerja langsung sebanyak
276.584 orang. Lokasi industri pengolahan
rotan tersebar di beberapa daerah, seperti:
Jawa Barat (terutama Cirebon), Jawa
Tengah (khususnya Sukoharjo), Jawa
Timur (Gresik dan Pasuruan), Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah dan daerah
lainnya.
Kabupaten Barito Timur sebagai
salah satu daerah yang dibentuk
berdasarkan Undang Undang Nomor 5
Tahun 2002, dengan luas wilayah
ditetapkan seluas 3.834 km2 atau 383.400
Hektar, memiliki potensi kekayaan alam
berupa hutan yang cukup memadai
sehingga
berpotensi
terhadap
pengembangan
pengusahaan
rotan.
Berdasarkan penggunaan lahan, Kabupaten
Barito Timur memiliki 2 tipe lahan, yaitu

Rancang Bangun Model Prakiraan (Dadang Surjasa)

241

lahan kering dan lahan basah. Data dari


RTRWK
Barito Timur
2007-2027,
menunjukkan
bahwa
lahan
kering
merupakan lahan yang paling luas yakni
325.485 hektar atau sekitar 84,89% dan
lahan basah sekitar 57.915 hektar atau
sekitar 15,11% (BPS, 2008).
Pengusahaan rotan di Kabupaten
Barito Timur banyak dilakukan oleh
masyarakat/petani
dengan
melakukan
budidaya rotan secara khusus terutama di
wilayah kecamatan Pematang Karau dan
yang lain menanamnya secara tumpang sari
dengan tanaman karet terutama di daerah
kecamatan Karusen Janang dan kecamatan
Paku. Sejalan dengan kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk
mengembangkan industri pengolahan rotan
dalam negeri maka melalui Departemen
Perindustrian
Republik
Indonesia,
Pemerintah Kabupaten Barito Timur telah
mendapat
bantuan
mesin/peralatan
pengolahan rotan dalam rangka pendirian
dan fasilitasi UPT rotan pada tahun 2005
dan tahun 2008. Atas dasar tersebut
Pemerintah Kabupaten Barito Timur
melalui
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan Kabupaten Barito Timur
menetapkan daerah Hayuput kilometer 21
Bambulung Kecamatan Pematang Karau
sebagai lokasi UPT Rotan Kabupaten
Barito Timur dan mulai tahun 2005
berbagai infrastruktur pendukung telah
dibangun untuk menunjang keberadaan
industri pengolahan rotan tersebut.
Sedangkan secara khusus tujuan
kegiatan
studi
kelayakan
industri
pengolahan rotan di Kecamatan Pematang
Karau Kabupaten Barito Timur adalah (1)
menggali data potensi rotan yang
diusahakan oleh petani/rakyat pada
beberapa desa dan kecamatan di Kabupaten
Barito Timur yang diperkirakan menjadi
pensuplai bahan baku (supplier) bagi Unit
Usaha Industri Pengolahan Rotan di
Bambulung, dan (2) melakukan kajian
kelayakan Pembangunan Unit Usaha
Industri Pengolahan Rotan di Bambulung,
meliputi kelayakan: (a) Pasar dan
Pemasaran, (b) Teknis dan Teknologi, (c)
Finansial, (d) Profitabilitas Ekonomi dan
Sosial. Lingkup kegiatan kajian studi
kelayakan industri pengolahan rotan di
Kecamatan Pematang Karau Kabupaten

242

Barito Timur adalah (1) kajian terhadap


lokasi pembangunan industri pengolahan
rotan di Kecamatan Pematang Karau
Kabupaten Barito Timur, dan (2) kajian
kelayakan usaha, meliputi aspek pasar dan
pemasaran, teknis dan teknologi, finansial
unit usaha industri pengolahan rotan
Bambulung.
2.

TINJAUAN PUSTAKA

Kabupaten Barito Timur sendiri


memiliki bentangan hutan alam yang luas
dan kaya berbagai macam jenis pohon dan
hasil hutan ikutan lainnya (rotan) yang
memiliki potensi ekonomi cukup tinggi.
Ada beberapa jenis rotan yang terdapat di
Kabupaten Barito Timur. Dari 128 jenis
rotan yang telah teridentifikasi digunakan
secara lokal dan diperdagangkan secara
komersial di Indonesia, jenis rotan yang
paling banyak dari 7 marga yang ada adalah
marga Calamus yaitu 73 jenis, sedangkan
pada marga yang lain masing-masing
Daemonorops 31 jenis, marga Korthalsia
14 jenis, marga Plectocomia 2 jenis, marga
Plepcomiopsis 3 jenis, marga Myrialepis 2
jenis dan marga Ceratolobus sebanyak 3
jenis. Dari beberapa marga yang disebutkan
diatas, marga Calamus dan marga
Daemonorops merupakan marga yang
bernilai ekonomis tinggi.
Selama ini jalur pemasaran, dari
petani rotan dijual kepada pedagang
pengumpul dalam bentuk rotan basah,
kemudian pedagang pengumpul melakukan
proses
pengolahan
selanjutnya
dan
menjualnya dalam bentuk rotan kering
dengan berbagai ukuran dan kualitas
kepada industri pengolahan rotan dan
pedagang besar yang berada di wilayah
Provinsi Kalimantan Selatan. Konsentrasi
terbesar pengusahaan rotan di Kabupaten
Barito Timur berada di Kecamatan
Pematang Karau, Kecamatan Paku dan
Kecamatan Karusen Janang. Menurut
Porter (2003) beberapa kekuatan yang
mempengaruhi persaingan dalam sebuah
industri, yaitu: pemasok (Supplier), pembeli
(Buyers), barang substitusi (Substitutes),
pendatang baru potensial (Potential
Entrance), dan para pesaing industri, yaitu
persaingan di antara perusahaan yang ada
dalam industri (Industry Competitors).

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Lima kekuatan persaingan ini disebut The


Five Competitive Force That Determine
Industry/Firm Profitability. Skema lima

kekuatan persaingan dalam sebuah industri


(Gambar 1).

Potential
Entrance

Bargaining Power Of Supplier

Threat of New Entrances

INDUSTRY
COMPETITORS
Supplier

Buyers
Rivalry Among
Excisting Firm

Threat of New Products or Services

Bargaining Power off Buyer

Substitutes

Gambar 1.
1 Lima Kekuatan Persaingan
Permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan
unit
usaha
industri
pengolahan rotan di Kecamatan Pematang
Karau Kabupaten Barito Timur tersebut
adalah sampai seberapa jauh industri
pengolahan rotan tersebut memberi nilai
tambah dari produk yang dihasilkan.
Dengan demikian diharapkan hasil Studi
Kelayakan (Feasibility
Feasibility Study) ini dapat
memberi gambaran yang jelas tentang
kelayakan
pengembangan
industri
pengolahan rotan di Bambulung Kecamatan
Pematang Karau Kabupaten
paten Barito Timur.
Untuk meminimalkan risiko kegagalan
keputusan pendirian usaha atau unit industri
pengolahan rotan di suatu lokasi terpilih,
diperlukan suatu studi atau kajian yang
menganalisis kelayakannya dan disertai
perencanaannya. Dalam kajian kelayakan
kela
ini harus dipertimbangkan beberapa aspek
penting meliputi aspek pasar dan
pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek
finansial, aspek kelembagaan dan legalitas,
aspek sosial budaya dan politik. Hasil dari
analisis terhadap aspek-aspek
aspek tersebut dapat
memberikan
emberikan
gambaran
mengenai
permasalahan dan kendala yang mungkin
ada dan bakal terjadi, yang selanjutnya
dapat
disusun
rekomendasi
pengembangannya.

Pengoperasian
UPT
Rotan
Bambulung tentunya memerlukan kajian
yang lebih mendalam terhadap berbagai
aspek
yang
ang
saling
terkait
dalam
mengembangkan sebuah industri atau
pabrik
pengolahan.
Dalam
rangka
mengembangkan industri pengolahan rotan
paling tidak harus mempertimbangan (1)
aspek ekonomi/pasar; (2) aspek teknis dan
teknologis; (3) aspek finansial; dan (4)
aspek
pek kelembagaan. Keseluruhan aspek
tersebut
akan
menentukan
dan
mempengaruhi kelayakan pendirian industri
pengolahan rotan di Kabupaten Barito
Timur. Keberadaan industri pengolahan
rotan
tersebut
hendaknya
dapat
menghasilkan produk yang berkualitas
dengan nilai tambah yang tinggi. Di sisi
lain, keberadaannya sekaligus dapat
menjadi sumber pemasukan pendapatan
bagi Pemerintah Daerah.
Perolehan
olehan pendapatan ini akan
memperkecil jurang (kesenjangan) ekonomi
di dalam masyarakat. Semakin
Sem
rendah
kesenjangan ekonomi didalam masyarakat,
maka akan semakin memperkecil pula
kesenjangan sosial dan berbagai penyakit
sosial
dan
akan
meningkatkan
kesejahteraan sosial (Rusan at al, 2010).
Mengingat
bahwa
lokasi
industri

Studi Kelayakan Industri


ndustri Pengolahan Rotan (Saputera)
(

243

pengolahan rotan belum ditetapkan


tetapkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Barito
Timur
dan
mesin/peralatan
serta
infrastruktur pendukung sebagian sudah ada
maka studi kelayakan (Feasibility
Feasibility study)
study
yang dilakukan adalah bertujuan untuk
melakukan kajian terhadap lokasi industri
pengolahan
rotan
yang
didirikan
berdasarkan ketersediaan bahan baku,
pasar/pemasaran, teknis dan teknologis,

aspek organisasi, aspek finansial dan aspek


kelembagaan. Dengan demikian diharapkan
hasil studi kelayakan ini dapat memberikan
gambaran yang jelas tentang kelayakan
kel
pengembangan industri pengolahan rotan di
Bambulung Kecamatan Pematang Karau
Kabupaten Barito Timur. Distribusi
pemasaran rotan yang dilakukan oleh petani
di Kabupaten Barito Timur khususnya di 3
Kecamatan penghasil rotan (Gambar 2).
2)

Petani

Pabrik/
Pengumpul
Provinsi di
Kalsel

Pengumpul
Kecamatan

Pengumpul
Kabupaten

Ekspor

Gambar 2.
2 Saluran Distribusi Pemasaran Rotan

3.

METODOLOGI PENELITIAN

Kajian ini menggunakan metode


survei guna menjaring data dan informasi
langsung dari masyarakat, di samping
metode desk research.. Adapun pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan
ekonomi, lingkungan, dan pendekatan
sosial. Pendekatan ekonomi digunakan
untuk menilai kelayakan pendirian industri
pengolahan rotan
ditinjau dari aspek
finansial, pasar dan manajemen. Adapun
pendekatan lingkungan dimanfaatkan untuk
menganalisis sejauh mana
keadaan
lingkungan
menunjang
perwujudan
pendirian industri pengolahan rotan,
terutama sumberdaya yang diperlukan
seperti: air, energi, manusia dan ancaman
alam sekitar. Sedangkan pendekatan sosial
digunakan
unakan untuk mencermati sejauhmana
kehidupan
sosial
kemasyarakatan
terpengaruh oleh adanya pabrik tersebut.

244

3.1. Analisis Kelayakan


Pemasaran

Pasar

dan

Analisis kelayakan pasar dan


pemasaran dilakukan dengan melakukan
penelusuran dan penghimpunan informasi
melalui data primer dan sekunder serta
kegiatan survei lapang meliputi; permintaan
dan penawaran saat ini dan akan datang,
harga jual, target pasar, kendala pemasaran,
distribusi pemasaran, daerah pemasaran,
strategi pembentukan dan pengembangan
pasar rotann olahan, serta strategi terhadap
bauran
pemasaran
(produk,
harga,
distribusi, dan promosi).
3.2. Analisis Kelayakan
Teknologi

Teknis

dan

Analisis Kelayakan Teknis mencakup


pemilihan lokasi usaha, sumber bahan baku,
proses
produksi,
bahan
penolong,
perancangan neraca massa (kapasitas
produksi), penentuan kebutuhan mesin dan
peralatan (teknologi yang digunakan).
Kajian lokasi dilakukan untuk melakukan

Jurnal Teknik Industri,, ISSN:1411-6340


ISSN:1411

evaluasi
terhadap
penetapan
lokasi
pembangunan
unit
usaha
industri
pengolahan rotan yang sudah ada di
Bambulung Kecamatan Pematang Karau
Kabupaten Barito Timur, apakah cocok
ditetapkan sebagai lokasi pengembangan
industri pengolahan rotan di Kabupaten
Barito Timur. Pendekatan yang digunakan
adalah Metode Perbandingan Eksponensial
(MPE).
Kajian pemilihan teknologi proses
dilakukan dengan metode heuristik antara
lain dengan pertimbangan sebagai berikut:
besarnya harga pokok produksi rotan
dengan teknologi tersebut, sumberdaya
pendukung, daya terima masyarakat
pengguna hasil olahan rotan, kemudahan
dan kelayakan dalam pengadaan mesin dan
peralatan, kemudahan dalam operasional
produksi dan harga alat yang ditawarkan.
Pada prinsipnya pertimbangan tersebut
dilakukan dengan masukan pertimbangan
oleh pakar yang sesuai atas kriteria-kriteria
pemilihan yang disebutkan di atas. Selain
itu, Pemilihan teknologi dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi spesifik di
lokasi
studi
dibandingkan
dengan
kebutuhan yang dipersyaratkan oleh
masing-masing jenis teknologi yang ada.
Hasil kajian akan merekomendasikan jenis
teknologi pengolahan rotan yang cocok
untuk dikembangkan di lokasi studi. Selain
keandalan teknologi dan ramah lingkungan,
pertimbangan ekonomis (harga) teknologi
tersebut menjadi kriteria-kriteria utama.
3.3. Analisis Kelayakan Finansial
Analisis
kelayakan
finansial
mencakup jumlah/kebutuhan investasi
untuk tanah dan bangunan, mesin, peralatan
dan biaya-biaya lainnya, modal kerja, biaya
tetap, biaya tidak tetap dan sumber
pembiayaan. Analisis kelayakan finansial
diperlukan untuk mengkaji jumlah dana
yang diperlukan untuk mendirikan industri
pengolahan rotan di Bambulung Kecamatan
Pematang Karau Kabupaten Barito Timur
dan biaya mengoperasikannya. Kajian
aspek finansial meliputi penentuan jenis
pembiayaan, besaran biaya (modal) yang
dibutuhkan baik investasi maupun modal
kerja serta perhitungan kriteria kelayakan
finansialnya sehingga diketahui layak atau
tidaknya usaha industri pengolahan rotan di

Bambulung secara finansial. Analisis


kelayakan finansial menggunakan metode
penghitungan: Benefit-Cost Ratio (B/C
Ratio), NPV (Net Present Value), IRR
(Internal Rate of Return), waktu
pengembalian modal (PP, payback period)
serta analisis sensitivitas.
3.4. Metode Pengumpulan dan Analisis
Data
Dalam rangka penyusunan Studi
Kelayakan
Pengembangan
Industri
Pengolahan
Rotan
di
Bambulung
Kecamatan Pematang Karau Kabupaten
Barito Timur dilakukan pengumpulan data
(a) data primer, diperoleh melalui
wawancara dengan narasumber antara lain:
petani dan kelompok tani rotan, pengrajin
dan pedagang pengumpul serta calon
pengguna hasil olahan rotan yang ada di
lokasi dan dari lokasi lain melalui studi
banding, dan (b) data sekunder, antara lain
data kuantitatif dan kualitatif yang terkait
dan diperoleh dari dinas dan instansi
terkait, internet, literatur dan bahan
referensi lainnya.
Instrumen
pengumpulan
data
menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner)
dan daftar kebutuhan data sekunder.
Kuesioner ditujukan kepada beberapa
kelompok responden, yaitu : pejabat terkait
di Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan dan
Kehutanan dan Dinas Perindustrian dan
Perdagangan di tingkat kabupaten Barito
Timur, Camat dan Kepala Desa di lokasi
terpilih, pengurus kelompok tani, petani
rotan, dan pihak-pihak yang mewakili
pengguna hasil olahan rotan seperti
pengrajin, pedagang pengumpul rotan,
pengolah rotan yang ada selama ini.
Analisis data dilakukan terhadap (a)
Kelayakan Pasar dan Pemasaran, dilakukan
dengan teknik analisis deskriptif meliputi
kecendrungan (trend) produksi, potensi
pemasaran dan lain-lain. Sedangkan analisis
kelembagaan dan Legalitas, Kelayakan
Operasional/SDM dan Aspek Sosial dan
Politik
dilakukan
secara
deskriptif
berdasarkan data primer dan sekunder yang
diperoleh, kelayakan teknis dan teknologi
serta ekonomi dan sosial. Analisis
Pemilihan Lokasi Lokasi pendirian pabrik
(industri pengolahan rotan) ditentukan
dengan
menggunakan
Metode

Studi Kelayakan Industri Pengolahan Rotan (Saputera)

245

Perbandingan
Eksponensial.
Metode
Perbandingan Eksponsial (MPE) digunakan
untuk pengambilan keputusan dalam
pemilihan lokasi. Langkah yang ditempuh
adalah (a).penyusunan pilihan lokasi yang
akan dipilih, (b).penyusunan kritria
keputusan yang akan dikaji, (c).penentuan
rating, yaitu derajat kepentingan relatif
setiap kriteria dengan menggunakan skala
konversi tertentu sesuai dengan keinginan
pengambil keputusan, dan (d).penentuan
bobot, yaitu derajat kepentingan relatif
dalam setiap pilihan keputusan pada setiap
kriteria keputusan. Perhitungan total nilai
setiap pilihan keputusan menggunakan
rumus (Marimin,2008) :
m

NilaiTotal (NT) = ( R , K .... n )

TKK

j =1

(1)

Dimana:
RK
= derajat kepentingan relatif
kriteria ke j pada pilihan
keputusan ke i
TKK = derajat kepentingan kriteria ke j
n
= jumlah pilihan keputusan
m
= jumlah kriteria keputusan
i
= 1,2,3, ..........n
j
= 1,2,3,...........m
Urutan prioritas keputusan dilakukan
dengan mengurutkan nilai total masingmasing alternatif yang dimulai dari
alternatif dengan nilai tertinggi sampai
dengan nilai yang terendah.
4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kelayakan Pasar dan Pemasaran


Melihat
lokasi
pemasaran,
penyebaran hasil dan pengolahan rotan
menjadi barang setengah jadi maupun
barang jadi yang terjadi, diketahui bahwa
masyarakat Kabupaten Barito Timur tidak
memperoleh nilai tambah dari mata rantai
komoditas rotan. Maka sangat potensial
untuk
memperpendek
mata
rantai
pemasaran dan jarak tempuh pemasaran
serta pengolahan rotan selanjutnya,
mengingat biaya yang digunakan untuk
operasional cukup besar. Pengembangan
industri
pengolahan
rotan
akan
menguntungkan para petani rotan di sekitar
wilayah
Barito
Timur
mengingat
keberadaan industri pengolahan rotan akan

246

memunculkan multiplier effects bagi


aktivitas perekonomian lainnya (Saputera at
al, 2008). Selanjutnya, apabila industri
pengolahan rotan di Bambulung Kecamatan
Pematang Karau Kabupaten Barito Timur
dapat beroperasi, diharapkan hasil industri
pengolahan rotan dapat di jual kepada
konsumen, baik bagi penggunaan pengrajin
yang ada diwilayah Kabupaten Barito
Timur, maupun untuk industri di luar
Kabupaten Barito Timur.
4.2. Kelayakan Teknis dan Teknologi
Berdasarkan analisis sumber bahan
baku potensial di Kabupaten Barito Timur
terdapat di 3 (tiga) Kecamatan, yaitu
Kecamatan Pematang Karau, Kecamatan
Paku dan Kecamatan Karusen Janang.
Selama ini ketiga Kecamatan tersebut
merupakan pemasok utama bahan baku
rotan ke pabrik pengolahan rotan yang ada
di daerah Kalimantan Selatan. Kabupaten
Barito Timur memiliki luas kebun sekitar
55.000 Ha dengan potensi produksi 50.000
ton/th atau sekitar 3,57% dari total produksi
Kalimantan Tengah. (Disperindag Kab.
Bartim, 2008). Daerah lain yang dekat
dengan Kabupaten Barito Timur adalah
Kabupaten Barito Selatan yang memiliki
luas kebun rotan 325.000 Ha dengan
perkiraan produksi rotan 300.000 ton/tahun
dan Kabupaten Barito Utara seluas 105.000
ha dengan potensi produksi 100.000/tahun
(Disperindag Prov. Kalteng, 2008). Di
samping itu kedua Kabupaten tetangga
tersebut
belum
memiliki
industri
pengolahan rotan. Dengan demikian
dimungkinkan kedua Kabupaten tersebut
termasuk pensuplai bahan baku untuk
kebutuhan industri pengolahan rotan di
Bambulung.
Berdasarkan hasil penentuan lokasi
menggunakan metode MPE pada ketiga
calon lokasi tersebut setelah dilakukan
perhitungan skor terbobot, Kecamatan
Pematang Karau merupakan daerah yang
mempunyai total skor tertinggi yaitu
sebesar 106 diikuti Kecamatan Karusen
Janang sebesar 92 dan Kecamatan Paku
sebesar 86. Berdasarkan kriteria tersebut
lokasi yang terpilih adalah Kecamatan
Pematang Karau dengan jumlah skor
sebesar 106. Ini berarti lokasi industri

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

pengolahan rotan di Kecamatan Pematang


Karau (Bumbulung) adalah lokasi yang
sudah tepat dijadikan lokasi industri
pengolahan rotan.
Mengingat mesin peralatan telah
tersedia, maka penentuan kebutuhan mesin
peralatan yang ideal berdasarkan bahan
baku yang tersedia di Kabupaten Barito
Timur dilakukan menggunakan persamaan
matematis. Di samping itu penyusunan
kebutuhan mesin dan peralatan berguna

Tabel 1 Jumlah Kebutuhan Mesin dan Peralatan


No.
Jenis Mesin
Jlh.Bahan
Waktu
Peralatan
Baku (Pij)
Tersedia
(Cij)
1. Mesin Pembelah
1.500 kg
8 jam
Rotan
2. Mesin Penyerut
1.500 kg
8 jam
Rotan
3. Mesin Pelurus Rotan
1.500 kg
8 jam
4. Mesin Webbing
850 kg
8 jam
(Penganyam)
5. Mesin Dowel
1.500 kg
8 jam
6. Mesin Ketam
400 mm
8 jam
7. Mesin Pompa Air
1512 m3/h
8 jam
8. Genset
640 KVA
8 jam

Dari data Tabel 1, memperlihatkan


bahwa mesin peralatan yang telah ada di
industri pengolahan rotan di Bambulung
memenuhi
persyaratan
berdasarkan
ketersediaan bahan baku dan kapasitas
produksi yang ditentukan. Dengan kapasitas
produksi 1 ton/hari, agar sesuai dengan
tingkat pelayanan yang optimal pada
alokasi waktu yang tersedia, maka jumlah
jam kerja pada industri pengolahan rotan di
Bambulung ditetapkan selama 8 jam per
shift. Kemudian dalam proses pencucian
bahan baku rotan sebanyak 1.150 Kg/hari
menggunakan mesin pompa air yang
berkapasitas 189 m3/h selama 8 jam dengan
jumlah kebutuhan air sebanyak 1.512 m3/h.
4.3. Kelayakan Finansial
Kelayakan finansial yang dikaji
dalam penelitian ini adalah kelayakan
finansial untuk kegiatan pabrik pengolahan
rotan menjadi barang setengah jadi (kulit
rotan, dan hati rotan terdiri dari filtrit dan

untuk mencari tingkat kapasitas produksi


yang sesuai dengan tingkat pelayanan yang
optimal dengan alokasi waktu yang
tersedia. Jumlah jam kerja dalam industri
pengolahan rotan di Bambulung adalah 8
jam per hari dan 6 hari kerja dalam
seminggu, sehingga rata-rata 25 hari kerja
per bulan. Hasil perhitungan penentuan
kebutuhan mesin dan peralatan untuk
industri pengolahan rotan berdasarkan data
yang telah diolah (Tabel 1).

Kapasitas
(1/Tij)

Kebutuhan
Mesin

31,25 kg/jam

Waktu
Produksi
(Tij)
0.032

15.62 kg/jam

0.064

12

46,87 kg/jam
53.13 kg/jam

0.022
0.019

4
2

93,75 kg/jam
50 mm/jam
189 m3/h
40 KVA

0.011
0.020
0.005
0.025

2
1
1
2

core). Alat analisis yang digunakan untuk


mengkaji kelayakan investasi di atas
meliputi Benefit Cost Ratio (B/C Rasio),
Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Cash Flow (CF), dan
Payback Period (PP). Evaluasi finansial
dilakukan dengan tingkat Discount Factor
(DF) atau tingkat suku bunga sebesar 12%.
Penentuan tingkat suku bunga ini
digunakan berdasarkan tingkat suku bunga
pinjaman yang berlaku pada bank yang ada
di Kalimantan Tengah. Sedangkan umur
ekonomis mesin pengolah rotan selama 10
tahun.
Beberapa komponen biaya yang
diperhitungkan sebagai investasi dalam
pabrik pengolah rotan menjadi barang
setengah jadi, meliputi pra-investasi
(pembelian tanah, sertifikasi, IMB,
proposal, studi kelayakan, Amdal, SIUP,
instalasi pabrik, instalasi listrik), investasi
untuk bangunan sipil (kantor, gudang dan
bangunan
pabrik),
investasi
untuk
perlengkapan umum (genset, timbangan,

Studi Kelayakan Industri Pengolahan Rotan (Saputera)

247

terpal, pompa air, dirigen dan tower),


investasi untuk pembelian mesin pabrik
(Splitting, Corring, dan Sheeting), dan
biaya pra-operasional (biaya pembelian
bahan baku, biaya tenaga kerja, gaji
karyawan, listrik dan bahan penunjang
lainnya). Besarnya biaya yang dibutuhkan
sebelum memperoleh penerimaan (investasi
awal
dan
pra-operasional),
yaitu
Rp.2.901.931.594.- (dua milyar sembilan

ratus satu juta sembilan ratus tiga puluh


satu ribu lima ratus sembilan puluh empat
rupiah). Karena investasi tersebut sumber
pembiayaannya berasal dari Pemerintah
maka dalam penelitian ini hanya
diperhitungkan biaya bunga sebesar
12%/tahun sebagai proxy dari opportunity
cost selama 10 tahun. Lebih rinci nilai
kelayakan usaha pabrik pengolahan rotan
(Tabel 2).

Tabel 2. Nilai Kelayakan Usaha Pabrik Pengolahan Rotan


No.
Alat Analisa
Nilai
Interpretasi
1
B/C Ratio
1,298
>1
2
NPV
Rp. 4.581.128.722
Positif
3
IRR
45,725%
> 12%
4
Net CF
Rp. 63.233.837
Positif
5
PP
Tahun ke-5
< usia ekonomis (10 tahun)
Sumber: Analisis Data Primer, 2010.
Nilai kelayakan beserta interpretasi
yang
disajikan
pada
Tabel
2,
mengindikasikan bahwa usaha pabrik
pengolahan rotan layak dilaksanakan/
diusahakan (go). Penilaian investasi
menggunakan payback period atau Periode
Pengembalian merupakan cara penilaian
investasi yang paling sederhana dan paling
banyak digunakan.
Metode ini tidak
memasukkan unsur nilai waktu uang di
dalam
perhitungannya.
Periode
pengembalian
didefinisikan
sebagai
banyaknya periode (tahun) yang diperlukan
untuk menutup pengeluaran investasi yang
dilakukan. Investasi dapat dilakukan jika
periode pengembalian lebih pendek dari
jangka usia ekonomis pabrik. Karena usia
ekonomis pabrik dihitung selama 10 tahun,
dan payback period dapat dicapai pada
tahun ke-5, maka investasi ini dapat atau
layak untuk dilanjutkan. Secara terperinci
penjelasan kelayakan finansial usaha
industri pengolahan rotan sebagai berikut:
Nilai Net Present Value (NPV) yang
dihasilkan usaha pabrik pengolahan rotan
adalah Rp. 4.581.128.722,-. Nilai NPV
usaha pabrik pengolahan rotan lebih besar
dari 0. Sesuai dengan kriteria NPV maka
usaha pabrik pengolahan rotan layak untuk
diterima. Hasil perhitungan kriteria
investasi untuk usaha pabrik pengolahan
rotan besarnya nilai IRR adalah 45,725%.
Ini berarti IRR usaha pabrik pengolahan

248

layak
layak
layak
layak
layak

rotan lebih besar dari tingkat bunga


(Discount Factor) yaitu sebesar 12%.
Berdasarkan kriteria investasi, usaha pabrik
pengolahan rotan layak untuk diterima.
Dari hasil perhitungan, nilai B/C R yang
dihasilkan untuk usaha pabrik pengolahan
rotan adalah sebesar 1,298. Hasil B/C R ini
lebih besar dari 1 (B/C R 1). Sesuai
kriteria investasi, maka usaha pabrik
pengolahan rotan layak untuk diterima.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
Payback Period untuk usaha pabrik
pengolahan rotan periode pengembalian
investasi (payback period) adalah Tahun
ke-5. Hasil Payback Period usaha pabrik
pengolahan rotan ini lebih singkat dari
umur ekonomis mesin pengolah rotan,
sehingga sesuai kriteria investasi, maka
usaha pabrik pengolahan rotan layak untuk
diterima.
4.4. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk
melihat
kepekaan
proyek
terhadap
penurunan harga jual produk atau kenaikan
biaya bahan baku, input dan utilitas.
Menurut Gray at al, (1992), analisis
sensitivitas
diperlukan
untuk
mengantisipasi kemungkinan kesalahan
dalam menilai biaya atau manfaat serta
untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi
perubahan suatu unsur harga pada saat

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

proyek tersebut dilaksanakan. Perubahan


yang mungkin terjadi adalah kenaikan
dalam biaya konstruksi (cost over run),
perubahan dalam harga hasil produksi,
terjadi penurunan pelaksanaan pekerjaan,

dan lain-lain. Hasil analisis sensitivitas


pendirian industri pengolahan rotan (Tabel
3).

Tabel 3. Analisis Sensitivitas Pendirian Industri Pengolahan Rotan


Kenaikan Harga Bahan Baku,
Harga Jual
No.
Kriteria Investasi
Bhn Penolong dan by angkut
Turun 8%
Penjualan 10%
1.
NPV (Rp)
3.907.033.295
2.982.850.134
2.
IRR (%)
41,055
34,723
3.
B/C Ratio
1,243
1,194
4.
PP (tahun)
7 tahun
9 tahun
Sumber: Analisis Data Primer, 2010
Hasil analisis sensitivitas pada Tabel
3, diketahui kondisi biaya operasional
industri
pengolahan
rotan
layak
dikembangkan. Pada kondisi kenaikan
harga bahan baku, bahan penolong dan
biaya angkut penjualan sebesar 10% dan
penurunan harga jual 8% serta discount
factor (DF) menjadi 17%, pendirian pabrik
ini masih layak dengan nilai NPV positif,
IRR lebih besar dari suku bunga Bank, B/C
R lebih dari satu, dan Payback Period/PP
di bawah umur ekonomis.
Mengingat
perhitungan
yang
digunakan pada analisis ini hanya
menggunakan tiga jenis produk yang
dihasilkan yaitu kulit, filtrit dan core, maka
industri ini akan lebih efektif bila
menggunakan beberapa hasil produk olahan
dalam bentuk jadi dengan kombinasi
beberapa produk yang dihasilkan. Dengan
demikian efesiensi penggunaan tenaga
kerja, proses produksi dan kapasitas mesin
akan dapat lebih optimal. Pada akhirnya
akan berpengaruh terhadap jangka waktu
pengembalian investasi (Payback Period)
tentunya akan lebih cepat, sehingga
keuntungan akan lebih cepat pula diperoleh.
5.

(2)

(3)

(4)

(5)

KESIMPULAN

Berdasarkan studi kelayakan industri


pengolahan rotan di Kecamatan Pematang
Karau Kabupaten Barito Timur dapat
disimpulkan sebagai berikut :
(1) Rantai pemasaran rotan rakyat di
Barito Timur selama ini yaitu hasil
usaha rotan rakyat dijual kepada
pedagang pengumpul. Selanjutnya

(6)

DF Naik 5%
atau DF 17%
3.282.995.124
45,726
1,249
5 Tahun

pedagang
pengumpul
mengolah
sampai menjadi rotan kering kemudian
dijual ke wilayah Kalimantan Selatan
dengan harga yang berfluktuasi sesuai
dengan kondisi pasar di Kalimantan
Selatan.
Berdasarkan hasil survey baik dari data
sekunder maupun data primer (hasil
wawancara dan kuesioner) ditemukan
bahwa bahan baku rotan yang ada di
Kabupaten Barito Timur mampu
memenuhi
kebutuhan
industri
pengolahan rotan di Bambulung
Kecamatan
Pematang
Karau
Kabupaten Barito Timur.
Berdasarkan hasil analisis Metode
Perbandingan Eksponensial (MPE)
sesuai beberapa kreteria keputusan,
lokasi industri pengolahan rotan di
Bambulung sudah tepat.
Terhadap
semua
mesin
sudah
dilakukan uji coba dan ternyata
berfungsi dengan baik kecuali mesin
webbing karena ada bagian dari
peralatan mesin (sparepart) yang tidak
terpasang.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan
investasi menunjukkan bahwa industri
pengolahan rotan di Bambulung layak
dikembangkan. Hal ini terbukti dengan
nilai B/C ratio > 1, NPV positif, IRR >
12 %, Net Cash Flow positif pada
tahun ke 5 berarti Payback Period <
usia ekonomis mesin (10 tahun) dan
gedung (10 tahun).
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas
kenaikan harga bahan baku, bahan
penolong dan biaya angkut penjualan

Studi Kelayakan Industri Pengolahan Rotan (Saputera)

249

maksimal 10%, penurunan harga jual


maksimal 8%, tingkat bunga (Discount
Factor) naik 5%, industri pengolahan
rotan
masih
layak
untuk
dikembangkan, hal ini terbukti dengan
nilai NPV positif, IRR melebihi suku
bunga Bank dan B/C Ratio > 1 dan
Payback Period masih < umur
ekonomis gedung dan mesin.
6.

[5]
[6]

DAFTAR PUSTAKA

[1] Rusan, A.S, Bambang S.L, Eddy,L.


Muses E. Saputera. Ewal,H. dan
Palentina.
2010. Laporan Evaluasi
Kinerja Pembangunn Daerah Provinsi
Kalimantan Tengah. Kerjasama Deputi
Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan
Kementerian
Perencanaan
Pembangunan Nasional/BAPPENAS
dengan Universitas Palangka Raya.
[2] Disperindag, Prov. Kalteng. 2008.
Laporan Tahunan Disperindag Provinsi
Kalimantan Tengah Tahun 2007.
Palangka Raya.
[3] Disperindag,
Kab.Bartim.
2008.
Laporan Tahunan Dinas Perindustrian

250

[4]

[7]

[8]

dan Perdagangan Kabupaten Barito


Timur. Provinsi Kalimantan Tengah.
BPS. 2008. Barito Timur dalam Angka.
Kerjasama BPS Kabupaten Barito
Timur dengan Badan Perencanaan
Pembangunan dan Penanaman Modal
Daerah Kabupatn Barito Timur,
Provinsi Kalimantan Tengah.
Porter, Michael E. 2003. Strategi
Bersaing. Erlangga. Jakarta.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi
Pengambilan
Kepuusan
Kroteria
Majemuk. Grassindo. Jakarta.
Gray C, Simanjuntak, Maspaitela dan
Varley. 1992. Pengantar Evaluasi
Proyek. PT.Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Saputera dan Rajudinnor. 2008.
Penyusunan
Peta
Panduan
Pengembangan Sentra IKM Kerajinan
Anyaman di Kabupaten Barito Selatan
dan Kabupaten Kapuas. Kerjasama
Pusat Penelitian Perdesaan dan
Ekonomi Kerakyatan Lemlit Unpar
dengan Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Kalimantan
Tengah.

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

INTERVENSI ERGONOMI KOGNITIF


UNTUK MENGURANGI KESALAHAN KERJA OPERATOR
DI STASIUN KERJA CUTTING DAN SEWING PT. ABC
1,2,3

Dian Mardi Safitri1), Winnie Septiani2), Astrida Destianty Kemala Putri 3)


Laboratorium Desain Sistem Kerja dan Ergonomi, Jurusan Teknik Industri, FTI, Universitas Trisakti

ABSTRACT
Standard Operating Procedures (SOPs) are made simpler to be more easily understood
and implemented. In cutting and sewing station of PT. ABC, there is still a lot of work error
allegedly caused by operator error, although the mechanism of action is tightly regulated step
by step in accordance with SOPs. Preliminary studies indicate that defects in the cutting and
sewing station amounted to 3 and 2% of the total units of production. This research was
conducted to identify the cognitive aspects of workers and provide suggestions ergonomic
intervention to reduce processing errors due to human factors. The study begins with the
identification of significant factors suspected to affect cognitive workload of the operator. The
results include working conditions, work activities, and the type of work error. The proposed
ergonomic intervention are design of form material requisition for warehouse, a special
marking on the roll of fabric, marking images / dress code pattern on the material, and the
provision of board size (size pack) for the sewing operator. Short-term memory span tests were
performed to measure the short-term memory ability of the operator after work. Observation of
operator errors, speed work and also performed in this study. Results of the measurements were
used as parameters of success ergonomic intervention undertaken. Implementation of this
improvement showed a decreasing number of working errors, increased operating speed, and
reduced errors in the tests given the short-term memory span.
Keywords: short term memory span, cognitive ergonomics

1.

PENDAHULUAN4

PT. ABC adalah perusahaan garmen


yang memproduksi blouse, kemeja, blazer,
jaket, celana panjang, dan rok. Proses
produksi garmen bermula dari Stasiun
cutting yang memotong bahan baku dan
membuat pola untuk dilanjutkan ke bagian
sewing. Stasiun sewing kemudian menjahit
bahan tersebut sesuai pola. Bahan yang
telah dijahit kemudian diserahkan kepada
stasiun quality control yang bertugas
memeriksa seluruh bahan yang telah jadi
tersebut. Setelah lolos quality control,
kegiatan produksi dilanjutkan ke bagian
ironing, pakaian jadi tersebut disetrika
dengan menggunakan setrika uap. Pada
bagian terakhir adalah finishing yang
bertugas untuk mengepak produk-produk
yang telah jadi. Identifikasi awal
permasalahan menunjukkan banyaknya
Korespondensi :
1
Dian Mardi Safitri
E-mail : dianne_ms@yahoo.com

kesalahan yang terjadi pada bagian cutting


dan sewing. Di bagian cutting, pekerja
harus mengingat banyak sekali jenis bahan
dan pola yang berbeda. Akibatnya, pekerja
di bagian cutting sering melakukan
kesalahan dalam memotong bahan dan
membuat pola. Sedangkan di bagian sewing
sering terjadi kesalahan dalam menjahit
seperti jahitan yang terlepas atau benang
yang menggumpal.
Produksi
pakaian
wanita
di
perusahaan ini mencapai 3500 pieces/bulan,
pada kondisi awal, jumlah produk cacat di
stasiun cutting mencapai 3% atau sebesar
105 bahan yang cacat dan di bagian sewing
2% atau sebesar 70 pieces pakaian yang
cacat. Penyebab utama dari kecacatan ini
adalah human error, yaitu kesalahan
pemotongan bahan, pembuatan pola dan
saat penjahitan. Kesalahan-kesalahan ini
terkait
dengan
kapasitas
kognitif,
khususnya memori, para pekerja. Ergonomi
kognitif, dalam lingkup penelitian ini
berkaitan dengan proses mental manusia,

Studi Kelayakan Industri Pengolahan Rotan (Saputera)

251

termasuk di dalamnya persepsi, ingatan,


dan reaksi, sebagai akibat dari interaksi
manusia terhadap pemakaian elemen
sistem.
Stasiun cutting dan sewing memiliki
peranan yang sangat besar dalam
keseluruhan rangkaian proses produksi
garmen. Operator cutting bertugas untuk
mengambil bahan baku di gudang dan
membawanya ke stasiun cutting, kemudian
memotong kain, membuat pola dan
menggunting kain berdasarkan pola.
Sedangkan operator sewing bertugas
mengambil kain yang telah dipotong dari
stasiun cutting dan membawanya ke stasiun
sewing, kemudian menjahitnya sesuai pola,
memasang kancing dan retsleting, dan
membordir serta memasang payet jika
diperlukan. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi,
mengukur
dan
menganalisis aspek kognitif para pekerja
yang mempengaruhi hasil produksi dan
memberikan usulan perbaikan berkaitan
dengan
ergonomi
kognitif
untuk
meminimasi kesalahan kerja operator.
2.

TINJAUAN PUSTAKA

Kognisi,
yang
dalam
bahasa
latin disebut cognitio (pengenalan), adalah
istilah yang mengacu pada perbuatan atau
proses mengetahui maupun pengetahuan
sendiri, Kognisi ini melibatkan persepsi,
memori, intuisi dan putusan .
Prinsip-prinsip belajar (secara umum)
dapat diterapkan pada manusia dan
binatang, tetapi memori hanya terjadi
pada human learning yang merupakan
proses krusial bagi manusia. Hal ini
merujuk pada cara mengalirkan informasi
yang ditangkap indra, diteruskan, direduksi,
dielaborasi, ditemukan kembali, dan
dimanfaatkan.
Informasi adalah sensori input yang
berasal dari lingkungan yang memberikan
petunjuk tentang sesuatu yang terjadi.
Proses kognitif adalah proses-proses mental
yang meliputi mengetahui tentang dunia,
seperti,
persepsi-atensi-berpikirmemecahkan masalah dan memori. Karena
proses kognitif ini adalah mata rantai dari
proses-proses mental.
Teori information-processing adalah
teori tentang memori yang didasarkan

252

kepada kesamaan antara proses otak


manusia dengan komputer. Bukan berarti,
otak manusia dengan komputer itu cara
kerjanya sama. Akan tetapi, secara umum
ada kesamaan, sehingga teori ini menjadi
bermanfaat.
3.

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini dilakukan


pengamatan objektif dengan mengukur
kecepatan kerja dan kesalahan kerja. Untuk
pengukuran ini digunakan software Design
Tool. Studi awal yaitu melakukan
pengamatan
awal
untuk
mengukur
kecepatan kerja, kesalahan kerja dan waktu
respon dilakukan sebanyak 30 kali, lalu.
Pengkuran
ini
dilakukan
dengan
menggunakan tingkat ketelitian 5% dan
tingkat kepercayaan 95%.
Hasil studi awal menjadi dasar usulan
intervensi ergonomi yang akan dilakukan.
Pilihan alternatif jenis intervensi akan
ditetapkan dengan cara brainstorming
dengan PT ABC. Parameter keberhasilan
intervensi ergonomi adalah meningkatnya
kecepatan kerja, menurunnya kesalahan
kerja dan meningkatnya waktu respon
memori.
4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Studi Awal


Dalam studi awal, diindentifikasi
beberapa kesalahan kerja di stasiun cutting,
yaitu: kesalahan pengambilan bahan kain,
yaitu kesalahan warna dan motif kain di
gudang bahan baku, kesalahan dalam
pembuatan pola, dan kesalahan pemotongan
bahan berupa ketidaksesuaian dengan pola
dan ukuran bahan yang telah ditentukan.
Sedangkan di stasiun sewing terjadi
kesalahan pada pemasangan kancing atau
retsleting dimana ukuran kancing atau
retsleting yang dipasang tidak sesuai
dengan size pack yang ditentukan.
Hasil dari tes short term memory
span ini berupa data real dari memori para
operator cutting dan sewing. Dari hasil tes
ini, maka akan terbukti bahwa memori
jangka pendek (short term memory) para
operator tidak terlalu baik untuk mengingat
sesuatu yang beragam dan dalam waktu
yang singkat, semua itu dapat dilihat dari

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

berapa banyak kesalahan yang telah


terdeteksi pada hasil tes tersebut. Output
pengukuran menunjukkan bahwa masih
adanya kesalahan
ahan dalam menyebutkan
kembali deretan angka yang harus diingat.
Hasil dari tes short memory span ini
menunjukan bahwa memori jangka pendek
dari para operator tidak berjalan dengan
baik, dengan kata lain operator mempunyai
memori yang tidak stabil dan terkadang
ter
susah untuk mengingat dengan baik. Hasil
tes ini menguatkan dugaan bahwa
kesalahan kerja yang diidentifikasi karena
operator yang lupa akan ukuran bahan
menjadi terbukti dengan kapasitas short
term memory yang memang tidak stabil dan
terbatas.
sarkan
hasil
pengamatan
Berdasarkan
langsung dan
brainstorming
brainstorming,
dapat
diperoleh suatu kesalahan kerja yang
disebabkan oleh tidak stabilnya memori dan
pekerja yang tidak fokus. Beberapa
intervensi ergonomi yang akan dilakukan
adalah:
1. Pembuatan form untuk pengambilan
bahan
han di gudang agar meminimasi
kesalahan pengambilan bahan.
2. Pemberian tanda khusus pada roll
bahan kain.
3. Pemberian tanda gambar/kode
gambar
pola
pakaian pada bahan.
4. Memberikan papan ukuran (sizepack)
(
pada operator sewing agar ukuran
pakaian sebelum dan sesudah dijahit
dij
tidak berubah.
4.2 Form Pengambilan Bahan
Pada proses pengambilan bahan
kain dari gudang ke cutting station,
operator memang tidak terlalu banyak
membuat kesalahan, tetapi apabila terjadi
kesalahan pengambilan bahan kain maka
akan membuang-buang
buang waktu dan proses
produksi menjadi tidak maksimal. Form
F
pengambilan bahan ini dirancang untuk
mengurangi kesalahan pengambilan bahan
sampai tingkat tidak terjadi kesalahan.
Bahan yang akan diambil akan terdeteksi
dan diperiksa langsung tanpa adanya
kesalahan.
Gambar
mbar 1 menunjukkan form
pengambilan bahan yang dirancang sesuai
kebutuhan pengambilan bahan seperti
nomor pengambilan sampel, hari dan

tanggal pengambilan, nama operator yang


mengambil bahan, kode bahan yang
diambil, warna dan corak bahan yang akan
diambil, dan catatan.
PT. ABC
FORM PENGAMBILAN BAHAN KAIN

No. Form
Hari & Tanggal
Nama Operator
Kode Bahan
Warna Bahan
Corak Bahan

Catatan Lainnya

TTD Operator

TTD Pengawas

Gambar 1. Perancangan Form Pengambilan


Bahan
4.3 Pemberian Tanda Khusus Pada Roll
Bahan Kain
Tanda khusus yang diberikan pada
ujung roll bahan kain berfungsi sebagai
tanda yang akan membantu meningatkan
para operator akan ukuran kain dan jumlah
kain yang akan dipotong. Gambar 2
menunjukan perancangan tanda khusus
pada roll bahan untuk operator cutting, pada
tanda khusus ini tertera kode bahan, warna
bahan, contoh sampel bahan, ukuran kain
yang akan dipotong dan banyaknya kain
yang akan dipotong. Untuk meminimasi
kesalahan
operator,
tanda
khusus
ditambahkan contoh sampel kain.

Gambar 2. Tanda Khusus Pada Roll Bahan

Intervensi Ergonomi Kognitif (Dian Mardi Safitri)

253

4.4 Pemberian Tanda Gambar/Kode


Pola Pakaian Pada Bahan
Pemberian tanda pola pakaian
diberikan berfungsi hampir sama dengan
pemberian tanda khusus pada roll bahan
yaitu untuk membantu mengingatkan
operator akan pembuatan dan pemotongan
pola pada bahan kain. Pembuatan pola
pakaian dan pemotongannya sering
mengalami kesalahan kerja operator cutting
karena banyaknya rama dari bahan kain
yang akan dibentuk meskipun dari satu
bahan yang sama. Pada perancangan
gambar contoh pola tertera nomor kode
bahan, warna bahan, contoh sampel bahan
kain, banyaknya pola yang akan dibentuk
dan dipotong, dan contoh gambar pola,
seperti gambar 3.

Gambar 3. Tanda Gambar Pola Pakaian


4.5 Pemberian Papan Ukuran
Pemberian papan ukuran berfungsi
untuk memberikan keterangan tentang
sizepack yang sesuai dengan ukuran
standar, agar bahan yang akan diproses
sebelum dan sesudah dijahit tidak
melenceng dari ukuran standar. Operator
sewing banyak melakukan kesalahan
adanya
pengerutan
pakaian
yang
menyebabkan ukuran pakaian tidak sesuai
sizepack yang telah ditentukan. Pada
gambar 4 menunjukan gambar papan
ukuran yang dirancang untuk operator
sewing, dimana didalam papan ukuran itu
tertera nomor kode bahan, warna bahan,
tabel urutan sizepack standar, dan gambar
desain baju.

254

Gambar 4. Papan Ukuran Sizepack


4.6 Implementasi
Implementasi usulan ini dilakukan
untuk bagian cutting dan sewing di PT.
ABC selama 6 hari kerja pada shift 1 pada
tanggal 19 25 Oktober 2010. Usulan yang
akan diimplementasikan adalah pemakaian
form pengambilan bahan kain, tanda khusus
pada roll bahan-bahan kain yang akan
dipotong yaitu dengan menggunakan tanda
berwarna-warni di ujung roll bahan kain
dan contoh gambar pola yang akan
diproses. Selain itu pada tanda usulan juga
diberikan keterangan berapa meter bahan
yang akan dipotong dan berapa banyak
bahan yang akan dipotong dalam satu roll
serta berapa banyak model pakaian. Lalu
pemberian papan ukuran pada operator
sewing untuk meminimasi perubahan
ukuran pakaian.
Gambar 5 dan 6 menunjukan
perbandingan kesalahan kerja operator
cutting dan sewing sebelum dan sesudah
usulan perbaikan diimplementasikan.

Gambar 5. Perbandingan Kesalahan Kerja


Operator Cutting

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

menunjukkan penghematan waktu 8 menit


dalam kegiatan pemotongan oleh operator
cutting menjadi 4 empat menit. Sedangkan
waktu kerja operator sewing dalam
menyelesaikan satu piece pakaian tetap 15
menit.
5.

Gambar 6. Perbandingan Kesalahan Kerja


Operator Sewing Sebelum dan Sesudah
Usulan
Sementara hasil pengukuran dari
hasil tes short term memory span setelah
implementasi menunjukkan penurunan
kesalahan mengingat. Dalam tes, ketentuan
yang diberikan kepada operator pada tes
setelah
implementasi
sama
dengan
ketentuan
yang
diberikan
sebelum
implementasi yaitu time period (5sec), list
length (5), trials of each (3). Tes diberikan
kepada satu operator masing-masing bagian
cutting dan sewing. Tes ini dilakukan
selama 6 hari kerja dengan kapasitas soal
sebanyak tiga soal.
Dengan intervensi ergonomi ini,
didapatkan perbaikan pada kecepatan kerja.
Pengukuran waktu dengan teknik jam henti

KESIMPULAN

Implementasi
dari
perbaikan
yang
diusulkan menunjukkan adanya penurunan
jumlah kesalahan kerja, meningkatnya
kecepatan
kerja,
dan berkurangnya
kesalahan mengingat dalam tes short term
memory span.
6.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Bridger, R.S., 1995, Introduction to


Ergonomics, McGraw Hill, New York.
[2] Koetler, KHE,
et al.,
2001.
Ergonomics: How to Design for Ease
and Efficiency. Second Edition,
Prentice Hall, New Jersey.
[3] Robinson-Riegler, Gregory, Bridget
Robinson Riegler, 2009. Cognitive
Psychology: Appliying the Science of
The Mind. Second Edition, Pearson
Education, Inc., Boston.

Intervensi Ergonomi Kognitif (Dian Mardi Safitri)

255

ANALISA TATA LETAK PABRIK UNTUK MEMINIMALISASI


MATERIAL HANDLING DI PABRIK SHEET METAL
DENGAN SOFTWARE PROMODEL
Sri Lestari
Human Resources Division, PT. Sinar Inti Electrindo Raya

ABSTRACT
A manufacturing company that produces sheet metal product which based on job order.
The product is sheet metal to meet domestic demand and exports with the increasing scale of
demand, which needs to improve the production to meet the targets. In the initial observation,
the production target was found to be far from target. It is because of some factors, such as the
insufficient number of machinery and the inefficient layout of the factory.
The paper discusses about the analysis of factory layout using Promodel software to
achieve the fast and accurate calculation. The purpose of analysis of the factory layout is to
minimize the material handling so that it can optimize the realization of the production targets.
Keywords: Factory layout, Promodel Software, moment of transfer.

1.

PENDAHULUAN5

Tujuan dari suatu proses manufaktur


adalah menghasilkan produk dengan tingkat
efisiensi dan kualitas yang tinggi dengan
biaya minimum dan dapat segera memenuhi
kebutuhan dari konsumennya. Pada obyek
pengamatan ini, yaitu sebuah industri
manufaktur yang memproduksi produkproduk sheet metal seperti rak supermarket,
casing outdoor AC, panel server, panel
control, rak VCD/DVD, , filling cabinet dll.
Dengan makin meningkatnya jumlah
permintaan, diperlukan proses manufaktur
yang lebih efisien. Pada awal pengamatan,
ditemukan bahwa pabrik belum dapat
memenuhi permintaan yang ada dengan
optimal,
dimana
sering
terjadi
keterlambatan atau ketidak mampuan
memenuhi jadwal pengiriman. Hal ini
disebabkan oleh tata letak pabrik yang
kurang tepat, karena untukmelakukan
pemindahan material produksi antar
departemen kerja, jarak yang dibutuhkan
cukup jauh sehingga memerlukan waktu
yang lama.
Pada makalah ini akan dilakukan
perhitungan
dan
simulasi
untuk
mendapatkan tata letak pabrik yang optimal
dengan meminimalkan material handling
Korespondensi :
Sri Lestari
E-mail : lesta_ree26@yahoo.com

256

pada lantai produksi.Jika material handling


minimal, maka secara tidak langsung akan
menyebabkan
peningkatan
kapasitas,
peningkatan efisiensi, pengurangan biaya
produksi dan pengurangan kemacetan pada
proses produksi.
Adapun analisa ini dilakukan dengan
mengambil data dan ukuran tertentu yang
dianggap mewakili semua jenis produk
yaitu panel server. Metodologi yang
digunakan adalah :
Melakukan pengumpulan data, bahan
pustaka dan referensi
Melakukan pengambilan data di
lapangan dengan melakukan pengukuran
waktu proses pada masing-masing mesin
yang digunakan
Sebelum melakukan analisis awal pada
kondisi tata letak pabrik, dilakukan
perhitungan
jumlah
mesin
yang
dibutuhkan untuk memenuhi permintaan
yang ada, yaitu dengan cara menghitung
nilai efisiensi pada masing-masing
mesin dan jumlah produksi yang
seharusnya diproduksi oleh masingmasing mesin.
Menggunakan
simulasi
untuk
memperoleh tata letak pabrik yang
paling optimal dengan meminimalkan
material
handling,
yaitu
dengan
menggunakan software Promodel

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

2.

PROSES PRODUKSI PANEL


SERVER
2.1 Karakteristik Sheet Metal
Karakteristik yang penting dari sheet
metal dan plat adalah perbedaan bentuk
yang beraneka ragam seperti batang
(bars), strip, dan datar (flat).
Ketebalan relatif kecil dibandingkan
panjang dan lebarnya.
Perbedaan antara sheet metal dan plat
ditentukan dari ketebalannya.
Sheet Metal mempunyai ketebalan
kurang dari 5 mm (3/16). Plat
mempunyai ketebalan lebih dari 5
biasanya berbentuk coils (gulungan)
Material yang digunakan pada industri
sheet metal pada umumnya baja tapi
sering juga logam lain seperti
alumunium, tembaga, perak, dan emas.
2.2 Produk sheet metal mempunyai
karakteristik positif yaitu :
Ringan, material diperlukan kecil,
ekonomis dan pada saat pemotongan
kekuatan dan energi yang diperlukan
sedikit serta mudah dibentuk.
Lebih bervariasi ketebalannya.
Format pengiriman standar dari
bermacam-macam benda kerja dapat
diproses menjadi daftar barang yang
diperlukan relatif kecil.
Mudah dibentuk dengan press, bending,
deep drawing, dipress dan diroll.
Mudah
untuk dipotong dengan
pounching, nibbling, laser cutting,
plasma cutting
Dapat dsambung dengan berbagai cara
yaitu welding, rivetting, glueing,
screwing, joining dan folding.
Mudah untuk di packing dan di kirim.
Dapat didaur ulang dan aman untuk
lingkungan.
2.3 Proses Produksi
1. Proses Cutting
Adalah Proses dimana plat dipotong/
sesuai
dengan
gambar/design/
kebutuhan
atau
aktifitas
yang
menekankan pada pemrosesan raw
material (plat) yang masih berbentuk
lembaran untuk dibuatkan profil-profil
tertentu (bulat, elips, kotak, dan
sebagainya).
Mesin-mesin
yang

Analisa Tata Letak Pabrik (Sri Lestari)

2.

3.

4.

5.

digunakan adalah mesin laser, mesin


potong,
mesin
CNC
punching
(Euromac, Trumpf TC 200 & Trumpf
TC 5000), CNC-Laser (L-3050), CNC
Press Brake dan mesin-mesin press
lainnya.
Mesin Laser mengerjakan proses
cutting dengan menggunakan sistem
laser
dengan
bahan
utama
pemotongnya gas nitrogen dan oksigen.
Proses Punching
Adalah Proses dimana part dilubangi
sesuai
dengan
gambar/design/
kebutuhan.
Mesin
punching
mengerjakan proses cutting, nibbling &
forming, bahan pemotongnya memakai
tools berupa punch+alignment ring dan
stripper + dies. Saat ini mesin punching
telah berjumlah 4 unit.
Proses Bending
Adalah Proses dimana part ditekuk
sesuai gambar/design/kebutuhan atau
aktifitas yang melakukan proses
penekukan pada part-part hasil dari
proses flat processing dengan sudut
tertentu. Sudut yang dapat dibentuk
adalah sudut apa saja tergantung
toolsnya, hingga kini sudut yang dapat
dikerjakan adalah 30, 45, 90, 180
derajat. Mesin bending yang ada
sekarang adalah T-130, V-85S dan V130.
Proses Welding/Joining
Adalah
Proses
dimana
part
digabungkan dengan dua atau lebih
part lainnya menjadi satu sesuai dgn
gambar/design/kebutuhan atau aktifitas
untuk melakukan penyambungan dua
part menjadi satu dengan proses
pengelasan.
Mesin-mesin
yang
digunakan adalah saprom S3, MIG
(Metal Inner Gas), TIG, mesin las spot
dan stud.
Proses Painting
Adalah Proses dimana part dicat
dengan
powder
coating,
yang
sebelumnya part-part tersebut telah
proses
pre-treatment
dengan
gambar/design/kebutuhan.
Proses Pre-Treatment adalah aktifitas
untuk melakukan perendaman terhadap
part-part yang akan di powder coating
dengan cara degreasing, rinsing,
surface
conditioning,
phospating,
curing statis.

257

Proses Painting adalah aktifitas untuk


melakukan pengecatan part dengan
material powder coating dengan tujuan
produk terhindar dari karat. Warna
powder yang digunakan RAL 7032 dan
warna-warna lain. Untuk appearance
adalah texture dan non texture.
Temperatur ideal 200o C/10 menit.
Proses
painting
melalui
proses
spraying, curing conveyor, cooling
down.
6. Proses Assembling
Adalah Proses perakitan part-part
sesuai dengan gambar/design/keb.
menjadi satu produk atau aktifitas
untuk melakukan perakitan/assembly
dari part-part menjadi satu unit produk.
Alat-alat yang digunakan meliputi
Screw Driver, Riveter, mesin mur
tembak, kunci (seperti : kunci pas,
obeng plus, obeng minus),Rachet,
Drilling Machine, Tapping Machine.
7. Proses Quality Control
Adalah aktifitas untuk melakukan
pemeriksaan
di
awal/incoming,
tengah/inproses
dan
akhir/final,
sebagai panduan digunakan operation
standard dan hasil pemeriksaan dituang
ke dalam check sheet, jika ditemukan
ketidak- sesuaian dituang ke dalam
NCR/Non Conformances Report.
Jenis-jenis alat ukur yang digunakan
seperti Micrometer, Vernier Caliper,
Dial Indicator, Busur Derajat, Coating
Thickness Tester, dsb.
3.

PENGOLAHAN DATA DAN


ANALISA KONDISI AWAL
3.1. Pembagian Area Produksi
1. Area Raw Material
2. Area Cutting Machine
3. Area Punching Machine
4. Area Bending
5. Area Buffer setelah proses bending
6. Area Welding/Joining
7. Area Painting
8. Area Buffer setelah proses painting
9. Area Assembling
10. Warehouse
3.2. Analisa Perpindahan Material
Asumsi yang digunakan :

Jenis produk yang diamati panel server

258

Tahapan proses yang dilalui :


1. Proses Cutting
2. Proses Punching
3. Proses Bending
4. Proses Welding/Joining
5. Proses Painting
6. Proses Assembling
Replikasi sebanyak 3 kali
Waktu Produksi 8 jam

3.3. Data Awal


Tabel 1. Koordinat Masing-masing area
produksi

Dari hasil pengamatan tersebut didapatkan


asumsi momen perpindahan :
1.

Area Raw Material ke Area Cutting


Machine (N9 ke N1) : 2 meter
2. Area Cutting Machine ke Area Buffer
(N1 ke N2) : 2, 167 meter
3. Area Buffer ke Area Punching (N2 ke
N3) : 2, 387 meter
4. Area Punching Machine ke Area
Bending Machine (N3 ke N4) : 3,418
meter
5. Area Bending Machine ke Area Buffer
(N5 ke N6) : 2,335 meter
6. Area Buffer ke Area Welding Machine
(N6 ke N7) : 3, 028 meter
7. Area Welding Machine ke Area
Painting Machine (N7 ke N8) : 2,971
meter
8. Area Painting Machine ke Area
Buffer (N8 ke N10) : 2,346 meter
9. Area Buffer ke Area Assembling
(N10 ke N11) : 2,579 meter
10. Area Assembling ke Area Warehouse
(N11 ke N12) : 5,358 meter

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Dari rincian tersebut di atas didapatkan


jumlah momen : 28,589 meter
3.4. Data Pada Proses Iterasi 1
Tabel 1. Koordinat Masing-masing area
produksi Iterasi 1

3.

Area Buffer ke Area Punching (N2 ke


N3) : 1, 387 meter
4. Area Punching Machine ke Area
Bending Machine (N3 ke N4) : 3,112
meter
5. Area Bending Machine ke Area Buffer
(N5 ke N6) : 1,621 meter
6. Area Buffer ke Area Welding Machine
(N6 ke N7) : 1,606 meter
7. Area Welding Machine ke Area
Painting Machine (N7 ke N8) : 2,404
meter
8. Area Painting Machine ke Area
Buffer (N8 ke N10) : 1,887 meter
9. Area Buffer ke Area Assembling
(N10 ke N11) : 1,472 meter
10. Area Assembling ke Area Warehouse
(N11 ke N12) : 2,402 meter
Dari rincian tersebut di atas didapatkan
jumlah momen : 18, 058 meter

Dari hasil pengamatan tersebut didapatkan


asumsi momen perpindahan :
1. Area Raw Material ke Area Cutting
Machine (N9 ke N1) : 1 meter
2. Area Cutting Machine ke Area Buffer
(N1 ke N2) : 1, 167 meter

4.

ANALISA PERBAIKAN TATA


LETAK AREA PRODUKSI

Berdasarkan hasil pengamatan diatas


ternyata perubahan path network dapat
mempengaruhi terhadap jumlah total
momen.

Gambar 1. Tata Letak Awal

Dalam pelaksanaan analisa perbaikan


tata letak area produksi dapat menggunakan
software
Promodel
sehingga
dapat
melakukan simulasi sebelum melakukan
perbaikan.

Analisa Tata Letak Pabrik (Sri Lestari)

Keuntungan menggunakan software


Promodel adalah waktu perhitungan yang
lebih cepat dan praktis serta akurasi yang
baik.

259

Kelemahannya adalah software ini


hanya berpatokan pada bentuk tata letak
yang sesuai pada program awal sehingga
bentuk-bentuk yang dihasilkan tanpa
mempertimbangkan unsur-unsur yang

memudahkan operasional kerja. Selain itu


perubahan layout area produksi dapat
meminimasikan area yang dibutuhkan
dalam proses tersebut.

Gambar 2. Tata Letak Proses Iterasi 1

5.

PENUTUP

Produktivitas kerja dapat ditingkatkan


dengan melakukan penyusunan ulang
fasilitas-fasilitas
yang
ada.
Untuk
menghasilkan layout area produksi yang
lebih baik dapat menggunakan software
Promodel sehingga dapat melakukan
simulasi dan perhitungan untuk penyusunan
layout yang baru. Dengan menggabungkan
kedua cara ini diharapkan keakuratan dan
layout yang terbaik dapat diperoleh
sehingga dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya untuk perusahaan.

Institut Teknologi Sepuluh November.


Surabaya.
[4] Wignjosoebroto, S., 1996, Tata Letak
Pabrik dan Pemindahan Bahan, PT
Guna Widya, Jakarta.
[5] Wignjosoebroto, S., 1995, Ergonomi,
Studi Gerak dan Waktu, PT Guna
Widya. Jakarta.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Apple, J.M., 1962, Plant Layout and
Material Handling, The Macmillan
Company, New York.
[2] Tjakraatmadja, S.A., 1979, Teknik
Tata Cara Kerja, Jurusan Teknik
Industri, Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
[3] Wignjosoebroto, S., 1985, Teknik Tata
Cara dan Pengukuran Waktu Kerja,

260

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

USULAN PERANCANGAN PROSES PRODUKSI TEROTOMASI


UNTUK PERAKITAN CABIN TRUCK COLT DIESEL (TD)
DI PT. KYRM
1,2

Aditya Kristi Saputra1), Amal Witonohadi2)


Jurusan Teknik Industri, Fakultas Tehnologi Industri, Universitas Trisakti

ABSTRACT
PT KYRM is a commercial vehicle assembly company with the output product Colt Diesel
(TD) which will be the main focus in this research. The TD production process is done thru
certain stages, which are welding, painting, and trimming. This research is focused on welding
process with specialty in main body construction that combine all components in welding,
which are under body, back assy, front assy, roof assy, and door install.
The main issue is one of the production process stages which the spot welding, is
regularly done manually by using the manual portable spot welding. This process takes the
longer time in assembling the Cabin TD. Hence, the update work system is required. The idea to
minimize the assembly time is by planning the automatic production system thru certain stages.
The recommended robot to illustrate the spot welding process is an ABB IRB 6660 robot
or any other robot that comply the specific needs in spot welding process. Moreover, other
components in working area such as turn table, lamp indicator, and position sensor with optic
sensor are added.
The distance measurement evaluation estimates that the total time needed to assembly the
proposed main body system is 514.25 seconds, compare to initial system process which needs
220.87 seconds. With less system process efficiency 57.06% from the initial system process, the
production is estimated increase from 7 main body unit/hour up to 16 main body unit/hour.
Keywords: Automation, Main body Construction, Robotic System, sensor

1. PENDAHULUAN6
Sistem otomasi saat ini telah
berkembang pesat di berbagai bidang
terutama bidang industri. Hal ini
diakibatkan oleh meningkatnya permintaan
konsumen
serta
semakin
ketatnya
persaingan dalam dunia industri.
Sistem terotomasi mengacu pada
efisiensi waktu, efisiensi tenaga dan
efisiensi biaya. Otomasi dalam sistem
produksi memberikan banyak keuntungan,
antara lain: Menurunkan ongkos produksi,
meningkatkan
jumlah
produk,
meningkatkan
kualitas
produk,
mendapatkan mutu produk yang konstan,
mengurangi Manufacturing Lead Time.
Korespondensi :
1
Aditya Kristi Saputra
E-mail :akudandya@gmail.com
2
Amal Witonohadi
E-mail : amal@trisakti.ac.id

Analisa Tata Letak Pabrik (Sri Lestari)

PT. KYRM merupakan sebuah


perusahaan perseroan terbatas yang
bergerak dalam bidang perakitan kendaraan
bermotor jenis niaga atas dasar permintaan
konsumen yaitu; (1) Jenis Fuso, (2) Jenis
Colt Diesel (TD), (3) Jenis L-300, dan (4)
Jenis CJ-M. Dimana sampai saat ini
permintaan terbesar pada jenis Colt Diesel
(TD) yaitu 3768 unit per bulan dengan
kapasitas produksinya sebesar 18 unit/jam.
Dengan kondisi obyektif demikian
maka diperlukan perbaikan dalam proses
perakitan tipe TD agar dapat terpenuhi
target yang diharapkan.
Dalam perakitan TD terdapat
beberapa proses yaitu welding, painting,
dan trimming. Pada proses welding,
komponen-komponen untuk membuat cabin
TD dirakit dengan cara spot welding
sehingga menjadi unit cabin-body atau
bagian depan (kepala) TD yang sesuai

261

standar kualitas yang telah ditetapkan.


Setelah itu dilanjutkan ke proses painting
untuk pemberian warna dan yang terakhir
adalah masuk ke bagian trimming untuk
dirakit dengan komponen lain seperti
mesin, chassis, dan roda sehingga menjadi
suatu TD yang utuh. Dari ketiga proses
tersebut, hanya bagian welding yang masih
menggunakan sistem manual sepenuhnya
sehingga menghabiskan proses produksi
yang lama dan memiliki tingkat kecacatan
yang cukup tinggi. Maka penelitian akan
difokuskan pada proses welding.

Dalam proses welding, sebuah TD


memiliki beberapa komponen yang harus
disatukan sehingga menjadi sebuah cabin
TD. Komponen - komponen tersebut antara
lain roof assy, front assy, back assy, dan
under body. Keempat komponen ini akan
digabung menjadi main body yang terdiri
dari main body 1 dan main body 2. Proses
tersebut dilanjutkan dengan pemasangan
door sehingga menjadi suatu kesatuan cabin
TD. Proses pengerjaan main body akan
menjadi
pembahasan
utama
dalam
pengerjaan.

Tabel 1. Waktu Proses Spot Welding Cabin TD


Under body Back assy Front assy
Standar
160
135
155
Cacat dalam produksi terdiri dari ;
(1) penyok, (2) hasil spot menonjol, (3) spot
salah titik, dan (4) Spatter atau kerusakan
pada cat.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memperbaiki sistem kerja yang ada,
salah satunya adalah dengan merancang
proses
produksi
terotomasi
untuk
mempercepat
waktu
proses
dan
meminimasi jumlah produk cacat. Selain itu
proses produksi terotomasi ini diharapkan
dapat mengatasi beberapa permasalahan
yang terjadi selama ini.

Roof assy
130

Main body
339

Door Install
168

Berikut adalah alasan penggunaan


otomasi dalam suatu sistem manufaktur
(Groover, 2001, hal 16-17):
1. Untuk meningkatkan produkstivitas
tenaga kerja.
2. Untuk mengurangi biaya tenaga kerja.
3. Untuk mengurangi dan menghilangkan
tugas-tugas manual dan kasar.
4. Untuk memperbaiki keselamatan kerja.
5. Untuk memperbaiki kualitas produksi.
6. Untuk mengurangi waktu tunggu
(leadtime) manufaktur.
7. Untuk menghindari biaya yang tinggi
karena tidak terotomasi

Otomasi menyebabkan suatu proses


yang memiliki urutan proses tertentu dapat
dilakukan dengan sedikit atau tanpa
intervensi manusia (Groover, 2001, hal 75).
Berbagai
sistem
otomasi
telah
manggantikan peran manusia dalam
menjalankan proses manufaktur. Hal ini
dikarenakan persaingan yang ada didalam
dunia industri makin kompetitif dimana
suatu perusahaan harus memenuhi target
produksi seiring meningkatnya permintaan
konsumen tanpa mengabaikan kualitas
produk yang dihasilkan. Pekerjaan dengan
sistem terotomasi dilakukan dengan
menggunakan suatu program instruksi yang
dikombinasi
dengan
suatu
sistem
pengendali
yang
bertujuan
untuk
menjalankan
instruksi
yang
telah
ditentukan.

262

Product variety

2. TINJAUAN PUSTAKA

Programmable
automation
Flexible
automation
Fixed
automation
1

100

10,000

1,000,000

Production quantity

Gambar 1. Jenis Otomasi, Fungsi dari


Volume dan Variasi Produk

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

(1)

(5)

(6)

(2)

(3)

Input
parameter

Controller

Actuator

Process

Output
variable

(4)
Feedback
sensor

Gambar 2. Sistem Kontrol Kendali Tertutup


Robot industri terdiri dari lengan
(arm) dan pinggang yang dirakit
sedemikian rupa hingga dapat digunakan
untuk menjangkau benda kerja pada lokasi
tertentu yang masih berada di dalam
jangkauannya. Komponen utama robot
yaitu manipulator, sensor, aktuator dan
kontroler (Pitowarno, 2006 hal 15).
Joint 2

Joint 1
Link 1

Base

Link 2

End-of-arm

Link 0

Gambar 3. Diagram Konstruksi Robot


Daerah kerja robot (work envelope
robot) merupakan besarnya ruang yang
masih mungkin dapat dijangkau oleh ujung
pergelangan robot dan bukan oleh ujung
jepit (end gripper) dari robot. Daerah kerja
robot ditentukan berdasarkan karakteristik
fisiknya : struktur geometri, dimensi
komponen lengan robot serta batas dari
pergerakan persendiannya (Chang, 1991,
hal.431).

Gambar 4. Daerah kerja robot

Terdapat
tiga
metoda
dalam
melakukan suatu pemrograman untuk
sebuah robot : leadthrough programming,
robot programming languages dan
simulation and off-line programming
[Groover, 2001, hal 275-276]. Metode yang
umum digunakan untuk pemrograman robot
adalah leadthrough programming sehingga
dalam tugas akhir ini menggunakan
leadthrough programming.
Metode leadthrough programming
adalah metode pemrograman pergerakkan
robot sesuai lintasan gerakan yang
diinginkan melalui perantara memori
pengendali yang berisikan rekaman
lintasan. [Groover, 2001, hal 276].
Di dalam penggunaan sebuah robot
terdapat dua hal yang penting dari
karakterisitik suatu robot yaitu; (1) akurasi
dan (2) repeatability (pengulangan).
Tingkat akurasi dari sebuah sumbu axis
yang linier adalah 1.5 kali dari resolusi
control, ditambah mekanikal error. Dalam
sebuah koordinat kartersian robot, dimana
semua 3 sumbu axis dasarnya linier, tingkat
akurasinya dapat dianggap seragam (sama),
jika hanya pada daerah kerja robot saja.
Pengulangan (repeatability) merupakan
tahap statistikal Tahap ini tidak dijelaskan
bagaimana terjadinya kesalahan dalam
menentukan koordinat gerakan, akan tetapi
menjelaskan bagaimana suatu posisi pada
koordinat gerakan diulang ulang.
ManneQuin Pro V10.2 merupakan
salah satu software komputer yang dapat
digunakan untuk menganalisa prinsip
ergonomi, berdasarkan model manusia dan
desain program ergonomic. Software ini
juga
dapat
digunakan
untuk
mensimulasikan pekerjaan yang berkaitan
pekerja (manusia) dengan peralatan
kerjanya dengan penerapan prinsip-prinsip
ergonomi. Selain dapat mensimulasikan
kerja,
software
ini
juga
dapat
mengkreasikan bentuk manusia tiga
dimensi pada layar komputer yang
pengoperasiannya hanya dengan mengklik
mouse komputer.
Model Manusia tiga dimensi ini
dapat digerakkan dengan bermacam-macam
gaya dan dapat dilihat pada beberapa
tampilan, jarak atau perspektif. Hasil dari
tampilannya
dapat
di-print
atau

Usulan Perancangan Proses Produksi Terotomasi (Aditya Kristi Saputra)

263

dipindahkan ke software grafik lainnya.


ManneQuin dapat digunakan untuk
kegiatan berjalan, mengambil, menjangkau,
suatu obyek. Jadi kita dapat menggunakan
program ini untuk bermacam-macam
keperluan, seperti untuk membuat area
kerja di industri.

- p 1 bila operator bekerja dengan


lambat.
- p 1 bila operator bekerja dengan cepat.

Dalam mengamati suatu pekerjaan


waktu merupakan hal yang sangat penting
untuk dipastikan karena dengan waktu kita
bisa mengetahui berapa lama proses atau
lamanya suatu produksi. Pengukuran waktu
merupakan pekerjaan mengamati dan
mencatat waktu waktu kerja setiap proses.
Dalam mencatat waktu harus diperhatikan,
agar tidak menganggu kerja operator, baik
itu dari gerakan ataupun dari sisi
kecanggungan operator ketika diamati
(Sutalaksana, 1979, halaman 131).

Konsep sistem merupakan sebuah


gambaran
dan
perkiraan
mengenai
teknologi, prinsip kerja serta bentuk
produk. Konsep system adalah gambaran
singkat bagaimana sistem memuaskan
kebutuhan pemakai. Proses penyusunan
konsep dimulai dengan serangkaian
kebutuhan pemakai dan spesifikasi target
dan diakhiri dengan terciptanya beberapa
konsep produk.

Untuk mengetahui apakah data yang


diambil telah memenuhi syarat kecukupan,
maka jumlah data minimal yang diperlukan
dapat
dihitung
berdasarkan
rumus
(Sutalaksana, 1979, hal 134) :
z

N'= s

2
N x j ( x j ) 2

xj

(1)

Dimana :
s adalah persentase (%) tingkat ketelitian =
10%
Nadalah
jumlah
minimum
data
pengukuran yang dibutuhkan.
N adalah jumlah pengamatan pendahuluan
yang dilakukan.
Selanjutnya adalah mengolah data
untuk menghitung waktu baku, dapat
diperoleh dengan mengikuti langkahlangkah sebagai berikut :
1. Menghitung waktu siklus :

Ws

x
=
N

=x

(2)

2. Menghitung waktu normal :


Wn = Ws x p
(3)
dimana :
- p adalah faktor penyesuaian, faktor ini
dihitung bila operator bekerja dengan
tidak wajar, sehingga perhitungan waktu
perlu disesuaikan untuk mendapatkan
waktu penyelesaian pekerjaan yang
normal.
- p = 1 bila operator bekerja dengan wajar.

264

3. Menghitung waktu baku


Wb = Wn + (Wn x k)
dimana : k adalah faktor kelonggaran

(4)

Pengelasan adalah proses fabrikasi


atau patung yang menghubungkan bahanbahan, biasanya logam atau termoplastik,
dengan menyebabkan koalesensi. Hal ini
sering dilakukan dengan melelehkan benda
kerja dan menambahkan bahan pengisi
untuk membentuk kolam material cair
(kolam las) yang mendingin menjadi
bersama yang kuat, dengan tekanan
kadang-kadang digunakan bersama dengan
panas, atau dengan sendirinya, untuk
menghasilkan las. Hal ini berbeda dengan
solder dan mematri, yang melibatkan leleh
bahan rendah-leleh-titik antara benda kerja.
Las titik (Spot welding) adalah
pengelasan memakai metode resistansi
listrik dimana pelat lembaran dijepit dengan
dua elektroda. Ketika arus dialirkan maka
terjadi sambungan las pada posisi jepitan.

3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian pendahuluan merupakan
tahap awal yang dilakukan untuk mengenal
kondisi
perusahaan
sehingga
dapat
mengetahui permasalahan yang dihadapi
oleh perusahaan. Tahap awal ialah dengan
melakukan pengamatan pada proses
assembly cabin Truk Colt Diesel ( TD ) di
PT. KYRM.
Pengumpulan data dilakukan dengan
mengumpulkan semua data baik yang
berhubungan langsung dengan pengolahan
data dan analisis, maupun data-data lain

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

yang secara tidak langsung berhubungan


dengan pencapaian tujuan penelitian.
Pengolahan data dilakukan dengan
cara melakukan perhitungan waktu baku
terhadap proses spot welding. Selanjutnya
dari waktu siklus tersebut dilakukan
pengujian keseragaman, kecukupan dan
kenormalan data untuk mengetahui apakah
data tersebut layak atau tidak untuk
digunakan. Setelah itu, langkah berikutnya
adalah melakukan perhitungan penyesuaian
untuk mendapatkan waktu normal. Setelah
dilakukan perhitungan waktu normal maka
langkah terakhir adalah melakukan
perhitungan kelonggaran dan waktu baku.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5. Komponen Penyusun pada TD

Setelah
melakukan
analisis
kebutuhan, langkah berikutnya adalah
membuat suatu konsep sistem usulan. Pada
tahap ini juga dibuat suatu perancangan
sistem dari konsep sistem usulan tersebut.
Perancangan sistem meliputi perencanaan
proses dan perancangan komponen proses
sistem sesuai konsep yang terpilih.
Gambar 6. Posisi Awal Operasi

Evaluasi yang dilakukan adalah


dengan menampilkan secara visual gerakan
dari sistem usulan serta melakukan
perhitungan apakah sistem usulan lebih
baik daripada sistem awal. Langkah
selanjutnya
adalah
menganalisa
perancangan sistem usulan. Analisa berupa
analisa perbandingan sistem sekarang dan
sistem usulan, serta analisa kekurangan dan
kelebihan sistem.

Gambar 7. Posisi Akhir Operasi


Tabel 2. Waktu Siklus Spot Welding
No
O-2
Operasi :
Jenis Part:
Main Body
Sub-grup
1
2
3
4
5
6

86.33
87.11
87.33
85.67
86.66
86.78

Data Waktu Siklus


85.21 86.21 87.66
85.23 86.56 87.32
86.14 86.33 85.67
86.12 87.32 86.32
85.67 86.56 87.21
86.34 85.66 86.44

Stasiun Kerja :

Welding

Elemen Pekerjaan:

85.34
86.55
87.19
87.78
86.21
87.14

Jumlah
430.75
432.77
432.66
433.21
432.31
432.36
2594.06

Spot Welding 1
Rata-rata
86.15
86.55
86.53
86.64
86.46
86.47
518.81

Usulan Perancangan Proses Produksi Terotomasi (Aditya Kristi Saputra)

Jumlah Kuadrat
37112.97
37460.62
37440.94
37537.26
37379.69
37388.25
224319.73

265

Gambar 8 Grafik Kenormalan Spot Welding


Setelah data yang telah dihitung tadi
seragam, cukup dan normal, maka waktu
siklusnya dapat diketahui yaitu nilai rata
rata dari data data yang telah diambil,
untuk elemen kerja spot welding waktu
siklus / Ws = 86.47 detik. Hasil dari
perhitungan waktu normalnya sebagai
berikut :
Wn = Ws x p
Wn = 86.47 x 1.1433 = 98.86 detik

Setelah mendapatkan kelonggaran


maka
langkah
selanjutnya
adalah
menghitung waktu baku. Adapun rumus
yang digunakan untuk menghitung waktu
baku adalah sebagai berikut:
Waktu baku = waktu normal + (waktu
normal x persen kelonggaran)
= 98.86 + (98.86 x 0.32) = 130.49 detik
Berikut adalah hasil perhitungan
waktu baku untuk semua elemen kerjanya
pada proses pengerjaan main body

Meletakan part under body, front assy,


dan back assy pada jig kemudian
clamp. Wb = 72.81 detik

Spot back assy dengan under body.


Wb = 130.49 detik

Spot front assy dengan under body.


Wb = 143.39 detik

Meletakan part roof assy pada main


body 1 kemudian clamp. Wb = 54.39
detik

Spot roof assy dengan main body 1.


Wb = 113.17 detik

Tabel 3 Daftar Metrik Untuk Spesifikasi Sistem Usulan Main Body


Need No.
Metrik
Imp
Satuan
No.
1.
3,12,13
Panjang area kerja
4
cm
2.
3,12,13
Lebar area kerja
4
cm
3.
3,12,13
Tinggi area kerja
4
cm
4.
1
Panjang alat bantu
4
cm
5.
1
Lebar alat bantu
4
cm
6.
1
Tinggi alat bantu
4
cm
7.
2,9,12
Desain bentuk area kerja
4
Subjektif
8.
1,8,11,13 Desain alat bantu
4
Subjektif
9.
4,5,6,7,11 Desain spot gun
5
Subjektif
10.
2,8.11.13 Desain clamping
4
Subjektif
11.
9,10.11.13 Sistem actuator
4
Subjektif
12.
9,10.11.13 Sistem sensor
3
Subjektif
13.
9,10.11.13 Sistem controller
4
Subjektif
Tabel 4. Screeening Concept matrix Untuk Sistem Terotomasi Proses Spot Welding
Konsep
Kriteria
Ref
1
2
3
4
Desain fasilitas sistem
0
+
+
+
+
Sistem Terotomasi
0
+
+
+
+
Sistem ergonomis
0
+
+
Jumlah +
0
3
3
2
2
Jumlah 0
3
0
0
0
0
Jumlah 0
0
0
1
1
Nilai Bersih
0
3
3
1
1
Rangking
1
1
3
3
Lanjutkan
Ya Ya Tidak Tidak

266

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Dari
hasil
screening concept
didapatkan dua konsep yang berada pada
peringkat tertinggi yaitu konsep 1 dan
konsep 2. Langkah selanjutnya setelah
mendapatkan nilai dari screening concept
adalah melakukan konsep penilaian
(scoring concept) untuk menentukan
konsep terpilih.

menggambarkan proses kerja sistem usulan


serta dapat mewakili kondisi yang
diinginkan pada kondisi nyata. Hal ini
dilakukan untuk menghemat biaya.
Sedangkan
untuk
mengetahui
estimasi waktu proses pada sistem usulan
dilakukan beberapa langkah perhitungan
sehingga didapatkan estimasi waktu proses
yang dihasilkan oleh sistem usulan dan
akan dibandingkan dengan waktu yang
dihasilkan oleh sistem saat ini.
Tabel 4. Waktu Total Sistem Kerja Usulan

Gambar 7. Usulan Peletakan Robot dalam


Posisi Parkir

Elemen Kerja

Waktu (s)

1 (Clamping 1)
2 (Spot Welding 1)
3 (Spot Welding 2)
4 (Clamping 2)

46.95
49.69
21.69
54.39

5 (Spot Welding 3)

48.15

Total

220.87

Tabel 5. Perbandingan Waktu Total Sistem


Kerja
Persentase
Sistem
Sistem
Penurunan
Awal
Usulan
Waktu Proses
514.25
220.87
57.06 %
detik
detik

Gambar 8. Usulan
Peletakkan Robot

Area

Kerja

dan

Pada perancangan proses kerja,


sebagian besar sistem dikerjakan oleh
robot, namun dalam kondisi nyata sistem
ini membutuhkan manusia untuk memulai
proses kerjanya. Robot mengerjakan proses
spot welding sepenuhnya dan terintegrasi
dengan turn table. Sedangkan operator
bekerja untuk mengontrol clamp lewat
sebuah push button. Jadi bisa disebut sistem
usulan ini adalah sistem usulan semi
terotomasi karena masih terdapat peran
manusia dalam pengerjaannya walaupun
perannya tidak sebesar sistem awal.
Evaluasi terhadap usulan sistem
yang
dirancang
dilakukan
untuk

Dari tabel perbandingan diatas dapat


dilihat bahwa perbandingan sistem usulan
memiliki persentase penurunan waktu
proses sebesar 57.06 %. Jumlah main body
yang dihasilkan meningkat dari 7 unit main
body / jam menjadi 16 unit main body /
jam.
Perancangan
fasilitas
sistem
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
mempermudah penggunaan sistem yang
dirancang. Perancangan fasilitas sistem
dalam hal ini adalah perancangan area
kerja. Dalam penelitian ini dilakukan
penambahan beberapa komponen yaitu
sensor posisi jenis sensor optik, turn table,
dan lampu indikator. Penambahan sensor
posisi dan lampu indikator adalah untuk
mengubah proses clamping manual menjadi
clamping semi otomatis. Sedangkan
penambahan turn table untuk membantu
proses spot welding yang dilakukan robot.

Usulan Perancangan Proses Produksi Terotomasi (Aditya Kristi Saputra)

267

Tabel 5. Perbandingan Sistem Saat ini dan Sistem Usulan


Kebutuhan Primer
Sistem Awal
Sistem Usulan
Penggunaan sensor posisi yang terintegrasi
Proses clamping masih bersifat
dengan lampu indikator dan clamp melalui
Fasilitas sistem manual dan masih sepenuhnya
sistem pneumatic dan di kontrol oleh operator
di kontrol oleh operator
melalui sebuah push button.
Sistem spot welding yang
Sistem usulan bersifat otomasi. Proses spot
berjalan manual. Operator welding dilakukan secara otomasi menggunakan
Sistem Terotomasi melakukan proses spot welding robot yang terpilih setelah melalui langkahsecara manual menggunakan langkah perancangan produk. Peletakan robot
portable spot welding.
menggunakan metode centre cell.
Sistem yang ada saat ini
Sistem usulan bersifat semi otomasi dimana
mengakibatkan operator
proses spot welding yang dilakukan oleh robot
Sistem Ergonomis
melakukan banyak kegiatan sedangkan operator berperan mengontrol proses
yang tidak efektif.
clamping dan pemasangan roof assy

5. KESIMPULAN
1. Berdasarkan identifikasi kebutuhan
pemakai sistem ditemukan bahwa
sistem usulan dirancang mencakup tiga
kebutuhan utama yaitu adanya fasilitas
sistem, sistem terotomasi dan sistem
ergonomis
Fungsi utama adalah fasilitas
sistem
didukung
dengan
dilakukannya perancangan area
kerja yang dilengkapi dengan
penambahan beberapa komponen
yaitu turn table, lampu indikator,
dan sensor posisi.
Fungsi utama sistem terotomasi
didukung
dengan
pemilihan
kontroler berupa kontroller robot,
aktuator berupa end effector robot
tipe x-gun, dan sensor berupa
sensor posisi jenis sensor optik.
Fungsi utama sistem ergonomis
didukung dengan perancangan
sistem dan fasilitas yang membantu
pengurangan gerakan kerja operator
yang tidak efektif.
2. Sistem usulan dapat meminimasi waktu
proses pengerjaan perakitan main body
cabin TD. Dari evaluasi hasil
didapatkan bahwa sistem usulan
mampu meminimasi waktu total proses
perakitan dari 514.25 detik menjadi
220.87 detik.

268

6. DAFTAR PUSTAKA
[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[8]

[9]

Asfahl, C. Ray. 1992. Robots and


Manufacturing Automation. John
Wiley & Sons. New York.
Chang Tien, Richard A. Wysk, Hsu
Pin Wang. 1991. Computer Aided
Manufacturing. Prentice Hall. New
Jersey.
Groover,
Mikell
P.
2001.
Automation, Production Systems and
Computer Aided Manufacturing.
Englewood Cliffs, Prentice Hall Inc.
(Terjemahan). New Jersey.
Kalpakjian,
Serope.
2006.
Manufacturing Engineering and
TechnologyAddison
Wesley
Longman. Singapore.
Nurmianto, Eko. 1998. Ergonomi,
Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Guna Widya. Jakarta.
Sandin, Paul E. 2003. Robot
Mechanisms and Mechanical Devices
Illustrated. McGraw Hill. New York.
Sutalaksana, Iftikar Z. 1979. Teknik
Tata
Cara
Kerja.
Bandung.
Laboratorium Tata Cara Kerja &
Ergonomi, Departermen Teknik
Industri ITB.
Sutrisno. 1997. FISIKA DASAR.
Bandung.
Institut
Teknologi
Bandung.
Ulrich, Karl T. dan Eppinger, Steven
D.
2001.
Perancangan
&
Pengembangan Produk. Penerbit

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Salemba Teknika (Terjemahan).


Jakarta.
[10] Wignjosoebroto, Sritomo. 2000.
Studi Gerak dan Waktu: Teknik
Analisis
Untuk
Peningkatan
Produktivitas Kerja. PT Guna
Widya. Jakarta.
[11] http://www..abb.com/global/scot/scot
241.nsf/veritydisplay/63544e22dd7ec

bd9c125772e005a6ae3/$File/ROB00
53%20EN_C.pdf
[12] http://www.gurumuda.com/gerakmelingkar
[13] http://patihperkasa.wordpress.com/20
09/04/09/analisis-robot-pendukungindustri mobil
[14] http://www.wikipedia.org/welding

Usulan Perancangan Proses Produksi Terotomasi (Aditya Kristi Saputra)

269

ANALISA MODEL ROUTING CORE DENGAN ROUTING


INFORMATION PROTOCOL (RIP) PADA JARINGAN DATA
Sukamto Bernat G
Network Division, PT. Pasifik Satelit Nusantara
Program Studi Magister Teknik Industri Universitas Trisakti

ABSTRACT
In the TCP / IP network, each host has its unique IP address and in order to connect to
the host, the host IP address must be should be entered on the destination of the IP datagram
being sent. The process conducted by the datagram to reach the destination on a TCP/IP
network is called routing. The conecpt of routing is the primary aspect in the internet layer of
TCP/IP network. It is because in the internet layer, an addressing and routing arrangement is
occurred which in the end will determine the performance of a network.
The basic process in the router using RIP Routing Model is adjacency activation and
routing table calculation. The routers send the data packet to all networks connected to the
router periodically. If the data packet of a router is heard after a certain period of time, the
router is considered inactive.
Keywords: Jaringan, Routing Information Protocol, tabel routing.

1. PENDAHULUAN7
Saat ini pemakaian jaringan dalam
pengolahan data sudah sangat luas, tidak
hanya dipakai oleh perusahaan-perusahaan
besar atau lembaga pemerintah saja, tetapi
sudah diaplikasikan pada semua bidang.
Karena dengan jaringan mempermudah dan
memper-cepat selesainya suatu pekerjaan.
Fungsi utama dari jaringan adalah untuk
mengintegrasikan data sehingga dapat
diolah dengan tepat oleh komputer pusat
(server) dan mengirimkan informasi secara
lengkap dan cepat ke terminal-terminal
tujuan.
Meskipun tujuannya sederhana tetapi
terdapat beberapa masalah dalam jaringan,
antara
lain
:
mahal-nya
fasilitas
komunikasi, jalur transmisi yang digunakan yang sering terdapat kendala atau
gangguan
transmisi
(noise)
dan
keterbatasan baik dari jumlah maupun
kualitas sumber daya manusia yang
menguasai teknologi jaringan.
Dalam jaringan TCP/IP setiap host
memiliki IP address dan untuk berhubungan
Korespondensi :
Sukamto Bernat G
E-mail : sukamto7@yahoo.com

270

dengan host ter-sebut harus memasukkan IP


address host pada bagian tujuan dari
datagram IP yang dikirim. Proses yang
dialami datagram untuk mencapai tujuan di
jaringan TCP/IP disebut dengan routing.
Konsep routing merupakan hal yang utama
pada lapisan internet di jaringan TCP/IP.
Hal ini karena pada lapisan internet terjadi
pengalamatan (addressing) dan peng-aturan
routing dapat menentukan kinerja sebuah
jaringan. Setelah router mempunyai peta
jaringan, Pada Model RIP router akan
menghitung rute terbaik ke setiap jaringan
menggunakan algoritma distance-vector
atau yang biasa disebut algoritma BellmanFord. Model Routing Information Protocol
mendukung jaringan point to point, point to
multipoint dan jaringan multiakses.
Proses dasar dalam router RIP adalah
meng-hidupkan adjacency, proses flooding,
dan perhitungan tabel routing. Routerrouter mengirimkan paket data ke seluruh
jaringan yang terhubung dengan router
tersebut secara periodik. Jika paket data
sebuah router terdengar setelah selang
waktu tertentu, router ter-sebut dianggap
mati. Selang waktu ini secara default
ditentukan empat kali interval pengiriman
data.

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

2. METODE PENELITIAN
Melakukan kajian pustaka mengenai
topik yang berkaitan dengan penelitian ini,
yaitu mengenai routing yang meliputi
protocol routing dan tabel routing.
Membuat gambaran mengenai jaringan
yang akan dihitung jaraknya dengan Model
RIP (algoritma distance-vektor). Berapa
titik yang diperlukan dan gambaran lintasan
dari
jaringan
tersebut.
Setelah
direpresentasikan, digunakan RIP untuk
mendapatkan lintasan ter-pendek dari satu
titik ke titik yang lain dalam jaringan
tersebut. Lintasan terpendek akan diperoleh
setelah membandingkan beberapa tabel
routing yang dibuat.

2.1 Prinsip Packet Switching, Virtual


Circuit dan Datagram
Pada hubungan Circuit Switching,
koneksi biasanya terjadi secara fisik bersifat
point to point. Kerugian terbesar dari teknik
ini adalah penggunaan jalur yang
bertambah banyak untuk jumlah hubungan
yang meningkat. Efek yang timbul adalah
cost yang akan semakin meningkat di
samping pengaturan switching menjadi
sangat komplek. Kelemahan yang lain
adalah munculnya idle time bagi jalur yang
tidak digunakan. Hal ini tentu akan
menambah inefisiensi. Model circuit
switching, karena sifatnya, biasanya
mentransmisikan data dengan kecepatan
yang
konstan,
sehingga
untuk
menggabungkan suatu jaringan dengan
jaringan lain yang berbeda kecepatan tentu
akan sulit diwujudkan.
Pemecahan yang baik bisa digunakan
untuk mengatasi persoalan di atas adalah
dengan metoda data switching. Dengan
pendekatan ini, pesan yang dikirim
dipecah-pecah dengan besar tertentu dan
pada tiap pecahan data ditambahkan
informasi kendali. Informasi kendali ini,
dalam bentuk yang paling minim,
digunakan untuk membantu proses
pencarian rute dalam suatu jaringan
sehingga pesan dapat sampai ke alamat
tujuan. Contoh pemecahan data menjadi
paket-paket data ditunjukkan pada gambar
1 berikut.

Gambar 1. Pemecahan data menjadi paketpaket


Penggunaan
Data
Switching
mempunyai keuntungan dibandingkan
dengan penggunaan Circuit switching
antara lain :
1. Efisiensi jalur lebih besar karena
hubungan
antar
node
dapat
menggunakan jalur yang dipakai
bersama secara dinamis tergantung
banyaknya paket yang dikirm.
2. Bisa mengatasi permasalah data rate
yang berbeda antara dua jenis jaringan
yang berbeda data ratenya.
3. Saat beban lalulintas menignkat, pada
model circuit switching, beberapa pesan
yang
akan
ditransfer
dikenai
pemblokiran. Transmisi baru dapat
dilakukan apabila beban lalu lintas mulai
menurun. Sedangkan pada model data
switching, paket tetap bisa dikirimkan,
tetapi akan lambat sampai ke tujuan
(delivery delay meningkat).
4. Pengiriman dapat dilakukan berdasarkan
prioritas data. Jadi dalam suatu antrian
paket yang akan dikirim, sebuah paket
dapat diberi prioritas lebih tinggi untuk
dikirm dibanding paket yang lain.
Dalam hal ini, prioritas yang lebih tinggi
akan mempunyai delivery delay yang
lebih kecil diban-dingkan paket dengan
prioritas yang lebih rendah.
Routing
Untuk membentuk routing, maka
harus mengetahui unsur-unsur routing,
antara lain :
- Kriteria Kinerja :
- Jumlah hop
- Cost
- Delay
- Througput
- Decision Time

Analisa Model Routing Core (Sukamto Bernat G)

271

- Paket (datagram)
- Session (virtual Circuit)
Decision Place
- Each Node (terdistribusi)
- Central Node (terpusat )
- Originating Node
Network Information source
- None
- Local
- Adjacent nodes
- Nodes along route
- All Nodes
Routing Strategy
- Fixed
- Flooding
- Random
- Adaptive
Adaptive Routing Update Time
- Continuous
- Periodic
- Major load change
- Topology change

S
M

= node sumber
= himpunan
node
yang
dihasilkan oleh algoritma
l(I,J) = link cost dari node ke I sampi
node ke j, biaya bernilai
jika node tidak secara
langsung terhubung.
C1(n) = Biaya dari jalur biaya terkecil
dari S ke n yang dihasilkan
pada
saat
algoritma
dikerjakan.
Backward search algorithm
Menentukan jalur biaya terkecil yang
diberikan node tujuan dari semua node
yang ada. Algoritma ini juga diproses tiap
stage. Pada tiap stage, algoritma menunjuk
masing-masing node.
Definisi yang digunakan :
N

2.2 Algoritma Routing


Forward search algorithm
Forward-search algorithm dinyatakan
sebagai menentukan jarak terpendek dari
node awal yang ditentukan ke setiap node
yang ada. Algoritma di-ungkapkan dalam
stage. Dengan k buah stage, jalur terpendek
node k terhadap node sumber ditentukan.
Node-node ini ada dalam himpunan N.
Pada stage ke (k+1), node yang tidak ada
dalam M yang mem-punyai jarak terpendek
terhadap sumber ditambahkan ke M.
Sebagai sebuah node yang ditambahkan
dalam M, maka jalur dari sumber menjadi
terdefinisi.
Algoritma ini memiliki 3 tahapan :
1. Tetapkan M={S}. Untuk tiap node nNS, tetapkan C1(n)=l(S,n).
2. Cari WN-M sehingga C1(W) minimum
dan tambahkan ke M. Kemudian C1 (n)
= MIN[C1(n), C1(W) + l(W,n) untuk tiap
node nN-M. Apabila pada pernyataan
terakhir bernilai minimum, jalur dari S
ke n sebagai jalur S ke W memotong
link dari W ke n.
3. Ulang langkah 2 sampai M=N.
Keterangan :
N
= himpunan node dalam
jaringan

272

= Himpunan node yang terdapat pada


jaringan
D = node tujuan
l(i,j) = seperti keterangan di muka
C2(n)= biaya dari jalur biaya terkecil dari n
ke D yang dihasilkan saat algoritma
dikerjakan.
Algoritma ini juga terdiri dari 3 tahapan :
1. Tetapkan C2(D)=0. Untuk tiap node
nN-D, tetapkan C2(n) =.
2. Untuk tiap node nN-D, tetapkan
C2(n)=MIN WN[C2(n), C2(W) +
l(n,W)]. Apabila pada pernyataan
terakhir bernilai minimum, maka jalur
dari n ke D saat ini merupakan link dari
n ke W dan menggantikan jalur dari W
ke D.
3. Ulangi langkah ke-2 sampai tidak ada
cost yang berubah.

2.3 Strategi Routing


Terdapat beberapa strategi untuk
melakukan routing, antara lain :
- Fixed Routing
Merupakan cara routing yang paling
sederhana. Dalam hal ini rute bersifat
tetap, atau paling tidak rute hanya
diubah apabila topologi jaringan
berubah. Gambar berikut (mengacu dari

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

gambar 1) memperlihatkan bagaimana


sebuah rute yang tetap dikonfigurasikan.

Teknik routing yang lain yang dirasa


sederhana adalah flooding. Cara kerja
teknik ini adalah mengirimkan paket
dari suatu sumber ke seluruh node
tetangganya. Pada tiap node, setiap
paket yang datang akan ditransmisikan
kembali ke seluruh link yang dipunyai
kecuali link yang di-pakai untuk
menerima paket tersebut. Mengambil
contoh rute yang sama, sebutlah bahwa
node 1 akan mengirimkan paketnya ke
node 6. Pertama kali node 1 akan
mengirimkan
paket
keseluruh
tetangganya, yakni ke node 2, node 4
dan node 5 (Gambar 4).

Gambar 2. Direktori untuk fixed routing


Kemungkinan rute yang bisa dikonfigurasikan, ditabelkan sebagai berikut :

Gambar 4. Hop pertama

Gambar 3. Direktori masing-masing node


Tabel ini disusun berdasar rute terpendek
(meng-gunakan
least-cost
algorithm).
Sebagai misal direktori node 1. Dari node 1
untuk mencapai node 6, maka rute
terpendek yang bisa dilewati adalah rute
dari node 1,4,5,6. Maka pada tabel direktori
node 1 dituliskan destination =6, dan next
node =4.
Keuntungan konfigurasi dengan rute tetap
semacam ini adalah bahwa konfigurasi
menjadi sederhana. Pengunaan sirkit maya
atau datagram tidak dibedakan. Artinya
semua paket dari sumber menuju titik
tujuan akan melewati rute yang sama.
Kinerja yang bagus didapatkan apabila
beban bersifat tetap. Tetapi pada beban
yang bersifat dinamis, kinerja menjadi
turun. Sistem ini tidak memberi tanggapan
apabila terjadi error maupun kemacetan
jalur.
- Flooding

Selanjutnya operasi terjadi pada node 2, 3


dan 4. Node 2 mengirimkan paket ke
tetangganya yaitu ke node 3 dan node 4.
Sedangkan node 3 meneruskan paket ke
node 2,4,5 dan node 6. Node 4 meneruskan
paket ke node 2,3,5. Semua node ini tidak
mengirimkan paket ke node 1. Ilustrasi
tersebut digambarkan pada gambar 5.

Gambar 5. Hop kedua


Pada saat ini jumlah copy yang diciptakan
ber-jumlah 9 buah. Paket-paket yang
sampai ke titik tujuan, yakni node 6, tidak
lagi diteruskan. Posisi terakhir node-node
yang
menerima paket dan harus

Analisa Model Routing Core (Sukamto Bernat G)

273

meneruskan adalah node 2,3,4,5. Dengan


cara yang sama masing-masing node
tersebut membuat copy dan memberikan ke
mode tetangganya. Pada saat ini dihasilkan
copy sebanyak 22.

- Distributed Adaptive : informasi dari


node
yang
berdekatan,
kendali
terdistribusi.
- Centralized Adaptive : informasi dari
seluruh node, kendali terpusat.

Terdapat dua catatan penting dengan penggunaan teknik flooding ini, yaitu :

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Semua rute yang dimungkinkan akan


dicoba. Karena itu teknik ini memiliki
keandalan yang tinggi dan cenderung
memberi prioritas untuk pengirimanpengiriman paket tertentu.
2. Karena keseluruhan rute dicoba, maka
akan muncul paling tidak satu buah copy
paket di titik tujuan dengan waktu paling
minimum. Tetapi hal ini akan
menyebabkan naiknya beban lalulintas
yang pada akhirnya menambah delay
bagi rute-rute secara keseluruhan.

2.4 Adaptive Routing


Dua hal yang penting yang
menguntungkan dari adaptive routing
adalah :
- Strategi
routing
adaptif
dapat
meningkatkan performance seperti apa
yang keinginan user
- Strategi adaptif dapat membantu kendali
lalulintas.
Akan tetapi, strategi ini dapat
menimbul-kan beberapa akibat, misalnya :
- Proses pengambilan keputusan untuk
menetap-kan rute menjadi sangat rumit
akibatnya beban pemrosesan pada
jaringan meningkat.
- Pada kebanyakan kasus, strategi adaptif
tergantung pada informasi status yang
dikumpulkan pada satu tempat tetapi
digunakan di tempat lain. Akibatnya
beban lalu lintas meningkat.
- Strategi adaptif bisa memunculkan
masalah seperti kemacetan apabila reaksi
yang terjadi terlampau cepat, atau menjadi
tidak relevan apabila reaksi sangat lambat.
Kategori Strategi Adaptif dapat dibagi
menjadi :
- Isolated adaptive : informasi lokal,
kendali ter-distribusi.

274

3.1 Routing Dengan Model Routing


Information Protocol
Sebelum menentukan jenis router
yang akan dipakai terlebih dahulu
menentukan peta atau bentuk dari jaringan.
Setelah router mempunyai peta jaringan,
router menghitung rute terbaik ke setiap
tujuan di jaringan menggunakan RIP. RIP
cara kerjanya dengan membentuk tabel
routing di jaringan adalah dengan cara
setiap router memberikan informasi
mengenai keadaan jaringan yang diketahui
router tersebut kepada router-router
tetangganya setiap selang waktu tertentu.
Informasi keadaan jaringan tersebut adalah
dalam bentuk distance-vector (vektor
jarak), yaitu jumlah hop yang diperlukan
untuk mencapai suatu jaringan. Router
tetangga tersebut menyimpan dan mengolah
informasi
keadaan
jaringan
yang
diterimanya dan juga me-nyampaikan
informasi yang dimilikinya ke router-router
tetangga yang lain. Hal ini terus
berlangsung sampai seluruh router di
jaringan mengetahui keadaan jaringan.
Berikut contoh penggunaan RIP / Distance
Vector.

Gambar 6. Jaringan TCP/IP


Proses pengiriman datagram IP selalu
meng-gunakan tabel routing. Tabel routing
berisi informasi yang diperlukan untuk
menentukan kemana datagram harus
dikirim. Datagram dapat dikirim langsung
ke host tujuan atau harus melalui host lain
terlebih dahulu tergantung pada tabel

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

routing. Tabel routing terdiri dari entri-entri


rute dan setiap entri rute paling tidak terdiri
atas IP address, tanda untuk menunjukkan
routing langsung atau tidak langsung,
alamat router dan nomor interface. Untuk
menjelaskan tentang distance-vector maka
jaringan TCP/IP diatas dapat digambarkan
sebagai berikut :

Gambar 7. Jaringan komputer dengan 5


router
Diasumsikan bahwa semua router di
jaringan baru dinyalakan. Pada saat ini
semua router tidak memiliki informasi
distance-vector kecuali pada dirinya
sendiri. Informasi vektor jarak tersebut
disimpan dalam bentuk tabel routing. Pada
saat awal, tabel routing masing-masing
router mirip dengan tabel routing RIP A,
yaitu:
Tabel routing RIP A
Dari A ke
Jalur
A
lokal

Hop
0

Setelah router menjalankan algoritma


vektor-jarak,
router-router
mulai
memberikan informasi vektor-jarak ke
tetangganya. Diasumsikan bahwa router A
paling dulu mengirimkan informasi vektorjarak ke router-router tetangganya, B dan C.
Pada saat ini router A mengirimkan vektorjarak jalur 2 dan 8. Dalam waktu yang
hampir berdekatan router B juga
mengirimkan vektor-jarak ke jalur 8,3,4.

A=0
B=1
C=1
D=1
E=2

8
A

B
3 3

5
C

Gambar 8. Router A, D dan E mengirim


informasi vektor-jarak
Router C dan D menerima informasi
yang di-kirim oleh router A. Informasi
tersebut diinterpretasi-kan bahwa informasi
yang dikirimkan telah diterima. Vektorjarak yang dikirim oleh B juga diterima
oleh router A, D dan E. Router-router A, D
dan E me-meriksa vektor-jarak yang
diterima dan membanding-kannya dengan
tabel routing yang dimiliki oleh masingmasing router. Dari proses ini masingmasing router mengetahui bahwa informasi
yang diperoleh dari router pengirim belum
terdapat dalam tabel routing. Dengan
demikian, entri-entri tersebut di-masukkan
ke tabel routing setiap router. Setelah
proses diatas, tabel routing masing-masing
router seperti Tabel 1 berikut.
Tabel routing masing-masing router
Dari A ke Jalur
Hop
A
lokal
0
Dari B ke
B
A
D
E

Jalur
Lokal
8
3
4

Hop
0
1
1
1

Dari C ke
C
A
D

Jalur
Lokal
2
5

Hop
0
1
1

Dari D ke
D
B
C

Jalur
Lokal
3
5

Hop
0
1
1

Dari E ke
A
B

Jalur
Lokal
4

Hop
0
1

Pada bagian berikutnya, A, D dan E

E=0berturut-turut dalam waktu yang hampir


B=1bersamaan mengirim-kan vektor-jarak ke

tetangga masing-masing. Diasumsikan


bahwa router A terlebih dahulu menerima
vektor-jarak dari B sebelum mengirimkan
vektor-jarak.
Router
A
memeriksa
D=0, A=1, B=1, C=1, informasi
dari
B
tersebut
lalu
6

E=1
Analisa Model Routing Core (Sukamto Bernat G)

275

membandingkannya dengan entri tabel


routing yang sudah ada. Hasil pemeriksaan
menunjuk-kan entri B belum ada di tabel
routing. Dari vektor-jarak yang dikirim D,
router B mengetahui bahwa dapat mencapai
B melalui jalur 3 dengan jarak 2 hop.
Dengan demikian, informasi vektor-jarak
untuk C dari B tidak digunakan oleh D.
Pada saat yang hampir bersamaan pula
router C menerima vektor-jarak dari A dan
memperbaharui
tabel
routing
yang
dimilikinya.
Perubahan tabel routing adalah sebagai
berikut :
Dari D ke
Jalur
Hop
D
Lokal
0
B
3
1
C
5
1
Router D mengirimkan vektor-jarak
berdasar-kan tabel routing yang baru ke
semua jalur yang ter-hubung dengan router
D tersebut. Reouter-router yang menerima
vektor-jarak dari D termasuk router B,
kemudian memperbarui tabel routing
masing-masing menggunakan algoritma
vektor-jarak.
Kemudian
router
B
mengirimkan vektor-jarak berdasarkan
tabel routing terbaru yang dimilikinya.
Setelah tabel routing diperbarui, tabel
routing di jaringan menjadi stabil dan tidak
ada perubahan lagi sepanjang jaringannya
tetap.
Kondisi jaringan tidak akan stabil
untuk seterusnya, terkadang ada jalur yang
putus. Penyebab putusnyapun bermacammacam, mulai dari kabel yang digigit tikus
sampai yang terkena cangkul pada saat
proyek pembangunan fisik. Apapun
penyebab-nya,
jalur
yang
putus
menyebabkan kondisi jaringan berubah dan
akan tampak dalam tabel routing.

Gambar 9. Perubahan Jaringan


Setelah jalur 2 terputus, router A dan
C segera mendeteksi. Semua entri di tabel

276

routing yang menggunakan jalur 2 tidak


dapat lagi digunakan dan hop untuk jalur itu
diberi nilai tak terhingga.
Tabel routing yang baru untuk A dan C
adalah sebagai berikut :
Dari A ke
Jalur
Hop
A
Lokal
0
B
8
1
C
2

D
3
1
E
5
2
Dari C ke
C
A
B
D
E

Jalur
Lokal
2
5
5
5

Hop
0

2
1
2

Menghitung sampai tak terhingga


menjadi muncul dalam kasus ini karena
ketika router A meng-anggap router C telah
mati, router B belum meng-anggap C telah
mati atau sebaliknya. Pada jaringan diatas
dapat terjadi router A telah menganggap
router C mati dan menghapus entri C dari
tabel routing, sementara router B masih
belum menganggap router C mati.
4. KESIMPULAN
Pengaturan
routing
dapat
menentukan kinerja sebuah jaringan.
Routing adalah proses penyampaian
datagram di jaringan TCP/IP. Pembentukan
tabel routing di router-router dalam jaringan
dapat dilaku-kan secara manual atau secara
otomatis
melalui
protokol
routing.
Pembentukan tabel routing secara manual
(statik) digunakan pada jaringan yang kecil.
Untuk jaringan yang besar menggunakan
tabel routing secara otomatis (dinamik).
Dengan Model RIP / distance-vektor
dapat di-ketahui jarak antara satu titik
dengan titik yang lain pada jaringan
sehingga dapat diperhitungkan tentang
kecepatan yang bisa diakses oleh masingmasing titik tersebut.
Tabel routing sangat membantu
router untuk menentukan routing pada suatu
jaringan. Karena routing merupakan hal
yang penting pada suatu jaringan.

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

5. DAFTAR PUSTAKA
[1] Heywood Drew, 1996, Konsep &
Penerapan Microsoft TCP/IP, Penerbit
ANDI, Yogyakarta.
[2] Lukas Tanutama, 1995, Jaringan
Komputer,
PT.
Elexmedia
Komputindo, Jakarta.
[3] Rafiudin Rahmat, 2003, Panduan
Membangun Jaringan Komputer untuk

Pemula, PT. Elexmedia Komputindo,


Jakarta.
[4] Stallings, W., 1985, Local Networks,
Macmillan Publishing Company.
[5] W. Purbo Onno, Basalamah Adnan,
Fahmi Ismail, husni Thamrin Ahmad,
2001, Buku Pintar Internet TCP/IP
Standar, Desain dan Im-plementasi,
PT. Elexmedia Komputindo, Jakarta.

Analisa Model Routing Core (Sukamto Bernat G)

277

USAHA PENINGKATAN MUTU KAIN GREY TS-8151 DI


DEPARTEMEN WEAVING PT. ISTEM
1

Dorina Hetharia1), Kathy Angriani Sunandar2)


Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti
2
Alumnus Jurusan Teknik Industri, Universitas Trisakti

ABSTRACT
Weaving Department at PT. ISTEM is a department where yarns are weaved into grey
production. The process of weaving production must be done with extra care because the grade
of a fabric is determined by end product of weaving process. In providing the fabric with the
grade AAA, Weaving Department is facing quality problems where the percentage of defective
products per month in September 2008 is 4.53%. This value is far from the companys 4%
target. The research is focused on grey TS-8151 which is the mostly produced and also has the
largest percentage of product defects compared with other types of fabrics. The dominant
defects which are appeared in this product are yoko yurumi, gaibutsu ito and yoko nuke. Some
improvement suggestions were proposed to improve the quality of grey TS-8151. The
improvement suggestions that were proposed are the application of monitoring form, the
application to test the strength of yarn in raw material inspection, the application of optimum
machine setting using design of experiment (where sub-nozzle pressure is 4 kgf/m2 and mainnozzle pressure is 2 kgf/m2), the application of controlling part program, the application of
Standard Operation Procedure to improve loomings hygiene, the proposed addition of
ventilation with the equipment Automatic Cyclone Turbine Ventilator. Implementation phase
was implemented on all the proposed improvements given except the suggestion to test the
strength of yarn in raw material inspection and addition of ventilation equipment Automatic
Cyclone Turbine Ventilator. After the implementation was conducted, the measurement was
done again and there were increasing number of process cycle efficiency from 62.01% to
65.82% and the sigma level from 3.26 sigma to 3.57 sigma with the value of DPMO from
39,048 decrease to 19,127 per million opportunities.
Keywords: Quality, Continuous Improvement, Defect, Sigma Level

1.

PENDAHULUAN8

Latar Belakang
Mutu produk atau jasa merupakan
pemenuhan harapan konsumen atau
melebihi harapan konsumen, berdampak
kepada peningkatan profit bagi perusahaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
mutu produk merupakan hal penting bagi
perusahaan yang secara langsung atau tidak
langsung merupakan alat persaingan antar
perusahaan. Everett E Adam (1992)
menyatakan bahwa mutu adalah derajat
dimana
spesifikasi
desain
(design
spesification) suatu produk atau jasa
(service)
memenuhi
fungsi
dan

Korespondensi :
1
Dorina Hetharia
Alamat e-mail :deha_tita@yahoo.com

278

kegunaannya, dan derajat dimana produk


atau jasa dapat memenuhi spesifikasi
desainnya. Menurut Krajewski (2002), dari
sisi pelanggan (customer), mutu dapat
didefinisikan
sebagai
kemampuan
perusahaan
untuk
memenuhi
atau
melampaui harapan pelanggan. Definisi
singkat dari mutu adalah kepuasan dan
kesetiaan pelanggan dan definisi singkat
lainnya adalah cocok untuk digunakan
(Gryna, 2001). Kepuasan pelanggan
(customer satisfaction) saat ini merupakan
hal penting untuk diperhatikan, karena
menunjukkan mutu suatu produk atau jasa
yang dihasilkan oleh perusahaan atau
industri. Render (1997) menyatakan bahwa
peningkatan mutu merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi peningkatan
profit. Dalam usaha peningkatan mutu,
penerapan Manajemen Mutu Terpadu

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

(Total Quality Management) dalam industri


telah terbukti dapat memajukan industri,
seperti misalnya industri-industri di Jepang.
(Krajewski, 2002).
Lean Six Sigma yang didefinisikan
menurut Gasperz (2007) sebagai suatu
filosofi bisnis, pendekatan sistemik, dan
sistematik untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan aktivitas-aktivitas yang
tidak bernilai tambah melalui peningkatan
terus-menerus
secara
radikal
demi
mencapai tingkat kinerja enam sigma.
Penerapan Lean Six Sigma dilakukan
melalui tahapan-tahapan dalam Six Sigma
yaitu Define, Measure, Analyze, Improve,
Control (DMAIC) dengan menggunakan
berbagai macam tools dalam Six Sigma.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Lean Six Sigma dapat diaplikasikan untuk
pemecahan masalah mutu produk atau jasa.
Berdasarkan hal ini, PT. ISTEM
(Indonesia Synthetic Textile Mills) mulai
melakukan upaya-upaya peningkatan mutu
produk yang dihasilkannya. PT. ISTEM
merupakan perusahaan tekstil terpadu yang
terdiri dari departemen produksi Spinning,
Weaving dan Dyeing dengan produk
utamanya kain jadi polyester dan campuran
polyester-rayon, yang merupakan bahan
untuk membuat celana, seragam atau
pakaian wanita. Hasil produksi PT. ISTEM
20% dipasarkan untuk kebutuhan dalam
negeri dan 80% diekspor ke Timur Tengah,
Asia Tenggara, Timur Jauh, Eropa, Afrika
Selatan. Pemenuhan kebutuhan pasar luar
negeri menuntut produsen perlu memenuhi
mutu
yang
diinginkan
konsumen,
disamping
perlu
mengeliminasi
pemborosan-pemborosan yang tak perlu.

Perumusan Masalah
Sebagian
besar
produk
yang
dihasilkan diekspor ke luar negeri,
menuntut PT. ISTEM untuk menghasilkan
produk dengan kualitas sangat baik (Grade
AAA) dimana kain tidak memiliki cacat
atau cacat tidak tampak. Konsumen menilai
kualitas kain dari permukaan kain apakah
terdapat cacat atau tidak dan kualitas ini
ditentukan pada saat proses tenun di
Departemen Weaving. Namun dalam
pelaksanaan proses produksi kain grey, PT.

ISTEM
hampir
tidak
mungkin
menghasilkan seluruh produk dengan
kategori grade AAA. Saat penelitian
dilaksanakan persentase rata-rata jumlah
produk cacat kain grey per bulan melebihi
target perusahaan sebesar 4% dari kapasitas
produksi yakni sebesar 4.53 %.

Tujuan Penelitian
Penurunan cacat dan kecacatan pada
produk yang dihasilkan dan pengurangan
pemborosan pada proses produksi kain grey
TS-8151 pada Departemen Weaving PT.
melalui pemberian usulan perbaikan dengan
metode Lean Six Sigma dan melakukan
implementasi terhadap usulan perbaikan
yang diberikan.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Carreira&Trudell (2006) menyatakan


bahwa dalam arti strategik, Lean Six Sigma
merupakan sebuah filosofi organisasi yang
menerapkan usaha terus menerus untuk
mengurangi waste dari organisasi di seluruh
tingkat dan mengembangkan kualitas
produk menuju kepada tingkat hanya 3,4
DPMO (defect per million oppurtunities).
Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa
tujuan
Lean
Six
Sigma
adalah
kesempurnaan. Walaupun kesempurnaan
merupakan suatu hal yang sulit terjadi,
namun yang terpenting adalah perlu adanya
usaha yang konstan dan terus menerus
untuk mencapainya.
Dari sisi taktikal, Lean Six Sigma
merupakan sebuah pendekatan yang efektif
untuk mengkombinasikan prinsip-prinsip
dari Lean Manufacturing dan Six Sigma,
(Carreira&Trudell;2006). Penerapan Lean
Six Sigma dilakukan melalui tahapantahapan dalam Six Sigma yaitu Define,
Measure, Analyze, Improve dan Control
(DMAIC) dengan menggunakan berbagai
macam tools dalam Six Sigma.
Menurut Gaspersz (2007) Lean Six
Sigma merupakan kombinasi dari Lean dan
Six Sigma yang dapat didefinisikan sebagai
suatu filosofi bisnis, yang bertujuan untuk
menghilangkan pemborosan (waste) atau
aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai
tambah (non-value added activity) melalui

Usaha Peningkatan Mutu Kain Grey (Dorina Hetharia)

279

peningkatan yang terus menerus secara


radikal (radical continuous improvement)
untuk mencapai tingkat kinerja enam
sigma, dengan cara mengalirkan produk
(material, work-in-process, output) dan
informasi menggunakan sistem tarik (pull
system) dari pelanggan internal dan
eksternal untuk mengejar keunggulan dan
kesempurnaan dengan hanya memproduksi
3,4 kecacatan untuk setiap satu juta
kesempatan (3,4 DPMO). Integrasi dari
Lean dan Six Sigma akan meningkatkan
kinerja bisnis dan industri melalui
peningkatan kecepatan kerja dan akurasi
(zero defects).
Pendekatan Lean akan menyiapkan
Non-Value Added (NVA) dan Value Added
(VA) serta membuat Value Added mengalir
secara lancar sepanjang value stream
process, sedangkan Six Sigma akan
mereduksi variasi Value Added itu
(Gaspersz, 2007). Perbaikan Lean Six
Sigma bukan dengan meningkatkan
kecepatan pekerja atau mesin, tetapi dengan
mengurangi waktu tunggu yang tidak
dibutuhkan diantara langkah-langkah value
added, dan hal ini dapat membuat kemajuan
secara perlahan pada perusahaan.
Dalam tahapan lean Six Sigma
diperlukan pembuatan diagram Supplier-

Input-Process-Output-Customer
(SIPOC). Diagram SIPOC adalah peta yang
digunakan untuk menentukan batasan
proyek dengan cara mengidentifikasi proses
yang sedang dipelajari, input dan output
proses tersebut serta pemasok dan
pelanggannya.Pemahaman tentang jalannya
proses yang ada dari awal hingga akhir
dapat
dilakukan
melalui
perolehan
informasi yang cukup mengenai fungsifungsi yang terkait dalam perusahaan.
Dengan mengetahuinya, maka perbaikan
terhadap masalah yang ada di dalam proses
dapat dilakukan secara tepat. Pada metode
DMAIC, pembuatan diagram SIPOC
berada pada tahap define karena akan
digunakan sebagai dasar pada perbaikan
yang akan dilakukan. Beberapa penjelasan
yang berkaitan dengan diagram SIPOC
adalah:
- Pemasok (Supplier)

280

Dalam diagram SIPOC yang dimaksud


dengan supplier adalah orang, proses,
perusahaan
yang menyalurkan dan
menyediakan bahan dan segala sesuatu
yang akan dikerjakan di dalam proses.
Dalam hal ini dapat berupa supplier
eksternal dan supplier internal. Supplier
eksternal adalah supplier yang berasal
dari luar perusahaan, sedangkan supplier
internal adalah supplier dari dalam
perusahaan yang berasal dari proses
sebelumnya.
- Masukan (Input)
Input dalam diagram SIPOC tidak hanya
berupa material atau bahan mentah yang
diperlukan untuk proses produksi, akan
tetapi dapat pula berupa informasi.
- Proses (Process)
Proses dalam SIPOC adalah tahapan
yang diperlukan untuk membuat produk
mulai dari bahan mentah sampai
menjadi produk jadi,. baik yang
memberikan nilai tambah terhadap
produk maupun yang tidak memberikan
nilai tambah.
- Hasil (Output)
Output merupakan produk jadi, berupa
barang ataupun jasa atau informasi, yang
dihasilkan oleh suatu proses, dan
kemudian hasil ini dikirimkan kepada
konsumen.
- Konsumen (Customer)
Konsumen dalam duagram SIPOC dapat
berupa
konsumen
eksternal
dan
konsumen internal. Konsumen eksternal
adalah konsumen yang berasal dari luar
perusahaan yang biasanya membeli
produk jadi. Sedangkan yang dimaksud
dengan konsumen internal adalah
konsumen di dalam perusahaan yang
biasanya berupa proses selanjutnya yang
akan menerima hasil dari proses
sebelumnya.
Dalam proses bisnis dan manufaktur
terdapat pemborosan-pemborosan antara
lain (Liker, 2006):
1)Produksi berlebih (overproduction).
Memproduksi barang-barang yang belum
dipesan, akan menimbulkan pemborosan
seperti kelebihan tenaga kerja dan

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

kelebihan tempat penyimpanan dan biaya


transportasi yang meningkat karena adanya
persediaan berlebih; 2)Waktu menunggu.
Para pekerja hanya mengamati mesin
otomatis yang sedang berjalan atau berdiri
menunggu langkah proses selanjutnya, alat,
pasokan komponen dan lain sebagainya
atau menganggur saja karena kehabisan
material, keterlambatan proses, kerusakan
mesin dan bottleneck (penyumbatan)
kapasitas; 3)Transportasi yang tidak perlu.
Membawa barang dalam proses (WIP)
dalam jarak yang jauh, menciptakan
angkutan yang tidak efisien, atau
memindahkan material, komponen, atau
barang jadi ke dalam, ke luar gudang atau
antar proses; 4)Memproses secara berlebih
atau pemrosesan secara keliru. Melakukan
langkah yang tidak diperlukan untuk
memproses komponen. Melaksanakan
pemrosesan yang tidak efisien karena alat
dan rancangan produk yang buruk
menyebabkan gerakan yang tidak perlu dan
memproduksi barang cacat. Pemborosan
terjadi ketika membuat produk yang
memiliki kualitas lebih tinggi daripada yang
diperlukan;
5)Persediaan
berlebih.
Kelebihan material, barang dalam proses,
atau barang jadi menyebabkan lead time
yang panjang, barang kadaluarsa, barang
rusak, peningkatan biaya pengangkutan dan
penyimpanan,
dan
keterlambatan.
Persediaan berlebih juga menyembunyikan
masalah ketidakseimbangan produksi,
keterlambatan pengiriman dari pemasok,
produk cacat, mesin rusak dan waktu setup
yang panjang; 6) Gerakan yang tidak perlu.
Setiap gerakan karyawan yang mubazir saat
melakukan pekerjaannya, seperti mencari,
meraih, menumpuk komponen atau alat dan
sebagainya. Berjalan juga merupakan
pemborosan; 7)Produk cacat. Memproduksi
komponen cacat atau yang memerlukan
perbaikan. Perbaikan atau pengerjaan
ulang,
scrap,
memproduksi
barang
pengganti dan inspeksi berarti tambahan
penanganan, waktu dan upaya yang sia-sia;
8)Kreativitas
karyawan
yang
tidak
dimanfaatkan. Kehilangan waktu, gagasan,
keterampilan, peningkatan dan kesempatan
belajar karena tidak melibatkan atau
mendengarkan para karyawan.
Selain delapan macam pemborosan
terdapat pula time traps yang perlu

diperhatikan dalam mendesain sistem lean.


Time traps terjadi apabila material
menghabiskan 95% dari waktu produksinya
untuk menunggu, yang disebabkan oleh
waktu tunda (delay time) yang dihasilkan
kurang dari 20% dari stasiun-stasiun kerja
yang ada.
Kemudian muncul jawaban dengan
membandingkan jumlah dari value added
time (pekerjaan dimana seorang pelanggan
akan mengenalinya sebagai kegiatan yang
dibutuhkan untuk menghasilkan produk
atau jasa) dan total lead time (berapa lama
proses berjalan dari awal sampai akhir).
Keduanya bersamaan membentuk sebuah
metrik yang disebut process cycle
efficiency yang dapat kita gunakan untuk
mengukur potensi untuk reduksi biaya
(George, 2002)
Process

cycle efficiency

Value Added
Total
Lead

Time
Time

(1)
Dikatakan sebuah proses Lean, jika
value added time di dalam proses lebih
besar 25% dari total lead time dari proses
tersebut (Process Cycle Effieciency >25%).
Dengan mengurangi WIP 90%, akan
mengurangi keseluruhan waktu tunda 90%,
namun masih memproduksi jumlah produk
yang sama per jam. Ini mengikuti Hukum
Little, yang menyatakan bahwa (George,
2002):
Process Lead Time =

Number of "Things " in Pr ocess


Completion s Per Hour

(2)
Sebagai contoh, jika ada 10 hal yang
harus dilakukan di meja kerja dan
membutuhkan waktu rata-rata dua jam
untuk menyelesaikan setiap satunya, maka
ada 20 jam lead time untuk setiap tugas
baru.
Perhitungan jumlah stasiun kerja per
jam dimana produk bergerak dapat
diketahui
dengan
menggambarkan
kecepatan produk melalui proses.
Process velocity =

Number of Activities in The Pr ocess


Pr ocess Lead Time

(3)
Dalam sistem Lean, fokus dimulai
dengan
peta
value
stream
yang
menggambarkan seluruh proses langkahlangkah (termasuk rework) yang berkaitan
dengan perubahan permintaan pelanggan

Usaha Peningkatan Mutu Kain Grey (Dorina Hetharia)

281

menjadi produk atau jasa dan menunjukkan


berapa banyak nilai yang terdapat dalam
setiap langkah yang ditambahkan ke
produk. Setiap kegiatan yang menciptakan
suatu bentuk, fitur atau fungsi nilai untuk
pelanggan disebut value-added, sedangkan
yang tidak menciptakan disebut non-valueadded (George, 2002).
Pemetaan value stream memberikan
pemahaman yang jelas tentang proses saat
ini dengan:
- Gambaran beberapa tingkat proses.
- Menemukan pemborosan dan
sumbernya.
- Memperjelas poin-poin keputusan yang
"tersembunyi".
Pembuatan peta value stream dimulai
dengan membuat sketsa dari proses untuk
mengerti tentang aliran material dan
informasi
yang
dibutuhkan
untuk
memproduksi barang atau jasa. Diagram ini
secara visual menampilkan aliran produk
dari pelanggan sampai pemasok dan juga
menampilkan peta keadaan sekarang dan
visi masa depan.
Perhitungan DPMO dan Tingkat
Sigma untuk data atribut dapat dihitung
dengan mengikuti langkah-langkah berikut

1. Unit (U)
Jumlah produk yang diperiksa
inspeksi.
2. Opportunities (OP)
Karakteristik kritis bagi kualitas
karakteristik yang berpotensi
cacat.
3. Defect (D)
Jumlah kecacatan yang terjadi
produksi.
4. Defect per Unit (DPU)

DPU =

D
U

dalam

adalah
untuk

dalam

(4)

DPO =
7. Defect per
(DPMO)

D
TOP

Million

(6)
Opportunities

DPMO = DPO1000000

(7)
8. Tingkat Sigma
Tingkatan Sigma dapat dengan mudah
dihitung dengan Microsoft Excel
menggunakan formula (Evans dan
Lindsay, 2007) sebagai berikut.
Tingkat Sigma =NORMSINV (1dpmo/1.000.000) + SHIFT
(8)
3.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian
dilaksanakan
dengan
tahapan-tahapan yang mengikuti tahapan
Define-Measure-Analyze-Improve-Control
(DMAIC) dalam proses Six Sigma. Diawali
dengan mengidentifikasi Critical to Quality
(CTQ) sebagai karakteristik cacat yang
penting dalam menentukan mutu produk.
Demikian pula pembauatan diagram
Supplier-Input-Process-Output-Customer
(SIPOC). Pengumpulan data dilakukan
dengan melakukan pengukuran terhadap
karakteristik cacat yang telah ditentukan,
kemudian diolah untuk dibuatkan peta
kendali. Selanjutnya dilakukan analisis
kapabilitas proses, dan penentuan tingkat
sigma.
Penyebab
kecacatan
dan
pemborosan dianalisis dengan diagram
sebab akibat, dan sebagai tahapan
berikutnya adalah menentukan alternatif
perbaikan
untuk
diimplementasikan.
Penentuan tingkat sigma dilakukan kembali
untuk dibandingkan dengan keadaan
sebelum implementasi perbaikan. Tahapantahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar
1.

5. Total Opportunities (TOP)

TOP = U OP

(5)

6. Defect per Opportunities (DPO)

282

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Gambar 1. Tahapan dalam Six Sigma.


4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahapan dalam Lean Six Sigma


dengan
DMAIC
dilakukan
dalam
penyelesaian masalah mutu di Departemen
Weaving. Tahapan ini meliputi identifikasi
produk
bermasalah,
melakukan
pengukuran-pengukuran, mengolah data
secara statistikal, melakukan analisis,
mengusulkan perbaikan, implementasi
usulan perbaikan, dan mengevaluasi
kembali.
Tahap Define diawali dengan
pemilihan produk yang akan menjadi fokus
penelitian. Departemen Weaving PT.
ISTEM memproduksi berbagai jenis kain
grey single dan kain grey double, dengan
proses produksi yang hampir sama.
Berdasarkan data historis bulan September
2008, TS-8151 merupakan nomor grey
yang memiliki jumlah permintaan terbesar
dan tingkat persentase cacat tertinggi
dibandingkan dengan jenis kain grey
lainnya yakni sebesar 4,53 %, di atas target
perusahaan sebesar 4%. Oleh karena itu,

TS-8151 menjadi fokus permasalahan pada


penelitian ini. Pemilihan produk dilanjutkan
dengan pengamatan jenis cacat pada kain
grey TS-8151. Terdapat 6 kecacatan pada
bulan November 2008, dengan jumlah
kecacatan seperti terlihat pada Tabel 1.
Terlihat bahwa kecacatan terbesar adalah
yoko yurumi sebanyak 1703 kecacatan.
Tabel 1 Jumlah kecacatan Kain Grey TS8151 November 2008
Jenis cacat
Jumlah kecacatan
Gaibutsu ito
913
Yoko Nuke
523
Yoko Yurumi
1703
Tate Nuke
143
Usudan
87
Atsudan
105
Total
3474
Sumber: PT. ISTEM (2008)

Pembuatan diagram SIPOC yang


menggambarkan hubungan antara suppliers,
input, process, output dan customers pada
saat pembuatan kain grey TS-8151,

Usaha Peningkatan Mutu Kain Grey (Dorina Hetharia)

283

dilakukan sebagai kelanjutan dari proses


penentuan produk bermasalah. Hasil yg
diperoleh dari diagram ini adalah
terdapatnya supplier eksternal yaitu PT.
MIZOBATALAJU, sedangkan supplier
internal adalah Departemen Spinning. Para
supplier Departemen Weaving PT. ISTEM
harus
memenuhi
ketentuan
seperti
kedatangan bahan baku tepat waktu agar
tidak
mengganggu
jalannya
proses
produksi. Input berupa bahan baku yang
diperoleh dari supplier akan di proses untuk
menghasilkan output berupa produk jadi
yang akan dikirim ke customer eksternal
dan customer internal.
Sebagai bagian dari diagram SIPOC,
selanjutnya dibuatkan diagram alir proses
produksi kain grey TS-8151. Aliran proses
dalam pembuatan kain grey TS-8151
diawali dengan kedatangan bahan baku
benang pakan, bahan baku benang lusi dan
bahan baku kanji. Bahan baku ini
diinspeksi. Proses inspeksi ini dilakukan
secara visual untuk memeriksa kondisi fisik
benang. Apabila pada proses pemeriksaan
benang dinyatakan lolos, maka benang
dapat digunakan pada proses di mesin
warping.
Bila
tidak
lolos,
akan
dikembalikan ke departemen Spinning,
untuk diberikan penggantinya.
Proses produksi pembuatan kain grey
ini meliputi proses pada mesin warping
dimana benang-benang lusi dalam cones
digulung dalam gulungan beam warping.
Setelah
dilakukan
proses
warping,
dilanjutkan ke proses sizing yang
membutuhkan bahan baku kanji.
Pada proses sizing dibutuhkan dua
input yaitu benang-benang lusi dalam beam
warping dan larutan kanji. Proses sizing ini
bertujuan agar benang-benang lusi yang
dilapisi dengan larutan kanji tidak mudah
putus pada saat proses di looming. Setelah
mengalami proses sizing, benang-benang
lusi dalam beam didiamkan dalam beam
stocker
dengan
tujuan
mengurangi
kelembaban pada benang-benang lusi.
Proses selanjutnya yaitu proses
tyeing pada looming. Pada proses tyeing
dilakukan penyambungan benang-benang
baru dengan benang-benang lama untuk
nomor chop yang sama. Benang-benang
lama ini merupakan sisa benang-benang

284

pada proses looming. Setelah dilakukan


proses tyeing, kemudian dilanjutkan proses
penenunan pada looming. Hasil output dari
proses looming adalah kain grey TS-8151.
Kain-kain yang sudah ditenun kemudian
dibawa ke area inspeksi. Proses inspeksi
kain pada Departemen PT. ISTEM
mengikuti ketentuan TRS-251 dimana kainkain dikategorikan berdasarkan grade yang
menunjukkan mutu kain. Kain yang telah
lolos inspeksi akan diproses pada mesin
selanjutnya yaitu meisn folding. Proses
terakhir yaitu proses folding atau pelipatan
kain grey sehingga dihasilkan kain yang
sudah terlipat dengan dimensi alas 1.63 m x
2 m. Setelah itu, kain grey akan disimpan
dalam grey storage dan siap untuk
didistribusikan ke pasar dalam negri, pasar
luar negri dan Departemen Dyeing.
Tahap measure merupakan tahap
yang dilakukan untuk mengukur kinerja
proses pada saat sebelum perbaikan agar
dapat dibandingkan dengan target yang
ditetapkan. Pengukuran pada tahap ini
tebagi menjadi dua yaitu pengukuran
kecepatan proses produksi dan pengukuran
kualitas produk. Pengukuran kecepatan
proses produksi dimulai dengan langkahlangkah
perhitungan
waktu
baku,
identifikasi kegiatan value-added dan nonvalue-added, pemetaan value stream,
perhitungan process cycle efficiency, lead
time dan process velocity. Sedangkan
pengukuran kualitas produk dimulai dengan
langkah-langkah menetapkan karakteristik
kualitas atau CTQ (Critical to Quality),
membuat peta kendali P dan peta kendali U,
menghitung DPMO dan tingkat sigma.
Setelah penentuan waktu baku, maka
langkah berikutnya adalah identifikasi
kegiatan Value added dan non value added.
Kegiatan value-added adalah kegiatan yang
memberikan nilai tambah bagi produk dari
sudut pandang konsumen, sedangkan
kegiatan non-value-added adalah kegiatan
yang tidak memberikan nilai tambah bagi
produk dari sudut pandang konsumen,
sehingga kegiatan business value-added
dapat dikategorikan ke dalam kegiatan nonvalue-added. Diperoleh hasil bahwa waktu
non-value-added pada proses produksi kain
grey TS-8151 lebih kecil dari waktu valueadded, dimana waktu non-value-added

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

sebesar 37561.55 detik dan waktu valueadded sebesar 59817.73 detik.

Process Cycle Efficiency =

Setelah pemetaan value stream, maka


process cycle efficiency, lead time, dan
process velocity di hitung. Hasilnya adalah:

value - added time 58420.72 detik


=
=
total lead time
94218.26 detik

0.62005728

62.005728%

Perhitungan
Lead
Time
proses
menggunakan rumus sebagai berikut:
Waktu penyelesaian dalam satu jam=

Peta Kendali P untuk Jumlah Cacat


0.12
UCL=0.1094
0.10

1
= 0.091345batch/jam
10.94752jam/batch

0.08

_
P=0.0690

0.06

0.04

1
=
Total Lead Time (jam/batch)
=

19
= 0.192839aktivtas / jam
98.5277

Pengukuran
kualitas
produk
dilakukan dengan membuat peta kendali
untuk melihat proses produksi pembuatan
kain grey terkendali atau tidak. Pembuatan
peta kendali p dan peta kendali Udapat
dilihat hasilnya pada Gambar 2 dan Gambar
3.

Proportion

Dari perhitungan diatas, diketahui


bahwa process cycle efficiency pada
produksi kain grey TS-8151 sebesar
62.005728 % dan dapat disimpulkan
bahwa produksi kain grey TS-8151
pada PT. ISTEM termasuk dalam proses
lean. Walaupun sudah termasuk dalam
proses lean, namun PT. ISTEM
mempunyai keinginan untuk melakukan
peningkatan process cycle efficiency,
sehingga perlu dilakukan perbaikan
secara terus menerus untuk mencapai
hal tersebut.

LCL=0.0286
0.02
1

10

13

16
Sample

19

22

25

28

Tests performed with unequal sample sizes

Gambar 2. Peta kendali p


Peta Kendali U untuk Jumlah Kecacatan
5.0

Lead Time Proses =

Banyaknya produk di dalam proses


=
Waktu penyelesaian per jam
9
=
= 98.5277 jam
0.091345
Jumlah aktivitas di dalam proses = 19
aktivitas
Kecepatan Proses

Jumlah aktivitas di dalam proses


=
Lead Time Proses

4.5
Sample Count Per Unit

Banyaknya produk dalam proses = 9


batch

UCL=4.460

4.0
_
U=3.396

3.5
3.0
2.5

LCL=2.332
2.0
1

10

13

16
Sample

19

22

25

28

Tests performed with unequal sample sizes

Gambar 3. Peta kendali U


Perhitungan DPMO (Defect Per
Million Opportunities -- jumlah kecacatan
yang terjadi dalam satu juta kesempatan)
dengan tahapan sebagai berikut:
Unit (U) adalah jumlah
diperiksa dalam inspeksi

Usaha Peningkatan Mutu Kain Grey (Dorina Hetharia)

yang

harus

U = 14828

285

Opportunities (OP) merupakan karakteristik


kritis bagi kualitas yaitu karakteristik yang
berpotensi untuk menjadi cacat.
OP = 6

Defects Per Opportunities (DPO)

DPO =

Defect (D) adalah jumlah kecacatan yang


terjadi selama proses produksi. Data jumlah
kecacatan yang terjadi selama bulan
November 2008.

D
3474
=
= 0.0390477
TOP 88968

Defects Per Million Opportunities (DPMO)

= 0.0390477x1000000= 39048
Dari hasil perhitungan nilai DPMO
diketahui bahwa jumlah kecacatan dalam
proses produksi kain grey TS-8151 pada
bulan November 2008 sebesar 39.048
kecacatan per satu juta peluang dan nilai
DPMO ini masih jauh dari target Six
Sigma, dimana target Six Sigma adalah 3,4
kecacatan per satu juta peluang.

D = 3474
Defect per Unit (DPU)

DPU =

TOP = UxOP = 14828x6 = 88968

D 3474
=
= 0.2343
U 14828

Total Opportunities (TOP)

Tingkat sigma = (normsinv((1000000-DPMO)/1000000)+1,5)= 3,26184 sigma 3,26 sigma

Tahap Analyze dilakukan terhadap


penyebab cacat pada kain grey TS-8151
yang bertujuan untuk mengatasi jumlah
cacat yang timbul dan meningkatkan
produktivitas dengan mengurangi waktu
dari kegiatan yang tidak bernilai tambah.
Analisis dilakukan terhadap jenis penyebab
cacat yang dominan, kemudian dilakukan
identifikasi dan penelusuran yang lebih
mendalam terhadap penyebab cacat
dominan. Identifikasi dan analisis penyebab
permasalahan didapatkan melalui pencarian
fakta di lantai produksi serta wawancara
dengan pihak yang terkait di perusahaan.

yurumi adalah cacat pada kain dimana


terdapat
anyaman
benang
yang
menggelembung atau menyerupai kaitan
pada bagian pakan sehingga permukaan
kain tidak rata. Untuk mengetahui
penyebab yoko yurumi dilakukan analisa
yang mendalam dengan pihak terkait,
kemudian
dilakukan
penggambaran
diagram sebab akibat seperti yang tampak
pada gambar 5.
Diagram Sebab-Akibat untuk Cacat Yoko Yurumi
Personnel

Operator looming
lalai pada saat
mengawasi proses

Cacat
Yoko
Yurumi

Diagram Pareto Cacat Atribut Kain grey TS-8151


3500

Suhu udara yang tinggi

100

3000

Banyaknya fly-waste yang


berterbangan

80

Tekanan angin
pada bagian
profile rendah

60

2000
1500

40

Percent

Count

2500

1000
20

Environment

Machines

Gambar 5. Diagram Sebab Akibat Kecacatan


Yoko yurumi

500
0
C1
Count
Percent
Cum %

0
Yoko Yurumi
1703
49.0
49.0

Gaibutsu Ito
913
26.3
75.3

Yoko Nuke
523
15.1
90.4

Other
335
9.6
100.0

Gambar 4. Diagram Pareto Jenis Cacat Kain


Grey TS-8151

Yoko yurumi merupakan jenis


cacat yang paling dominan yakni 49%,
sehingga
perbaikan
difokuskan
ke
pengurangan jenis cacat tersebut. Yoko

286

Terdapat tiga faktor yang merupakan


penyebab dari cacat yoko yurumi, yaitu:
Manusia (Personnel)
Faktor manusia yang mempengaruhi
timbulnya cacat yoko yurumi yaitu
kelalaian operator looming pada saat
mengawasi proses di mesin tenun. Operator
yang mengawasi proses tenun bertanggung
jawab untuk melakukan pengawasan proses

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

dengan berjalan mengelilingi mesin dengan


rute jalan angka 8 seperti yang ditunjukkan
pada gambar 5.8. Pengawasan ini bertujuan
agar operator menemukan cacat sedini
mungkin dan menghentikan proses
sehingga cacat yoko yurumi tidak
berkelanjutan dan dapat ditangani lebih
awal. Lalainya operator pada saat
pengawasan ini tentu saja menyebabkan
kualitas kain menurun.

Mesin (Machines)
Faktor
mesin
yang
mempengaruhi
timbulnya cacat yoko yurumi yaitu
kurangnya tekanan angin pada bagian
profile. Pada bagian profile terdapat
tekanan angin yang menjaga arah
pergerakan benang, sehingga benang yang
dilontarkan dapat sampai ke tujuan.
Terdapat 2 pengaturan yang mempengaruhi
tekanan angin pada bagian profile yaitu
tekanan main nozzle dan tekanan subnozzle. Posisi main nozzle dan sub-nozzle
dapat dilihat pada gambar 5.9 Pengaturan
tekanan yang tidak tepat dan kotornya
saluran
angin
dapat
menyebabkan
rendahnya tekanan angin. Apabila tekanan
pada bagian profile rendah, maka benang
menjadi longgar, sehingga timbul cacat
seperti kaitan.

Gambar 6 Pengawasan Route 8

Gambar 7. Posisi Sub-nozzle dan Main Nozzle


Lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan yang mempengaruhi
timbulnya cacat yoko yurumi yaitu
banyaknya debu yang berterbangan dan
suhu udara yang tinggi. Banyaknya debu
yang berterbangan dan suhu yang tinggi
menyebabkan kotoran-kotoran tersebut
melekat pada tubuh operator. Kondisi ini
mempengaruhi
kenyamanan
operator
sehingga mengurangi efisiensi operator
dalam bekerja.
Penelusuran penyebab terjadinya
kecacatan dilakukan dengan diagram 5-

Why,
untuk
perbaikan.

memperoleh

alternatif

Tahap Improve merupakan tahap


dimana dilakukan perbaikan, setelah
diperoleh
penyebab
terjadinya
permasalahan.
Perbaikan
meliputi
pengurangan
waktu
proses
atau
menghilangkan pemborosan waktu, serta
perbaikan
proses
produksi
untuk
mengurangi terjadinya kecacatan produk.
Berdasarkan
perhitungan
pada
pengolahan data diketahui bahwa waktu
terpanjang untuk memproduksi 1 batch (80

Usaha Peningkatan Mutu Kain Grey (Dorina Hetharia)

287

pieces) kain grey TS-8151 yaitu pada


proses inspeksi akhir sebesar 20714.01
detik atau 5.75 jam. Kegiatan inspeksi ini
merupakan kegiatan non-value-added yang
tidak dapat dihilangkan, sehingga fokus
perbaikan pada penelitian ini untuk
mereduksi waktu pada proses inspeksi agar
proses dapat berjalan lebih efisien.
Oleh karena itu, usulan yang
diberikan untuk mengatasi masalah ini
adalah pengurangan waktu rework melalui
pengurangan
frekuensi
kemunculan
kecacatan.
Pengurangan
frekuensi
kemunculan kecacatan akan tercapai
dengan melakukan usulan perbaikan
kualitas seperti mengatur setting optimum,
meningkatkan
pengawasan
dan
meningkatkan
pembersihan.
Dengan
mengurangi waktu rework, diharapkan
waktu pada proses inspeksi akhir dapat
direduksi.
Monitoring Form adalah selembar
form yang dirancang untuk operator
looming,
sehingga
kepala
shift
mendapatkan kemudahan dalam mengawasi
kegiatan operator looming. Perancangan
monitoring form ini bertujuan untuk
mengatasi permasalahan pada operator
looming yang kurang memiliki rasa
tanggung jawab pada saat pengawasan dan
tidak melakukan pengecekan pada leno
falls.
Pada tahap analyze, diketahui bahwa
salah satu penyebab cacat yoko yurumi
adalah pengaturan tekanan mesin pada
bagian profile masih menggunakan metode
trial and error. Untuk mengatasi masalah
ini, maka dilakukan perancangan percobaan
untuk mendapatkan setting optimum.
Perancangan percobaan ini dilakukan
pada mesin tenun AJL T-610 untuk
memproduksi kain grey TS-8151. Setelah
dilakukan analisa terhadap cacat yang
terjadi pada kain grey TS-8151, diketahui
bahwa kurangnya tekanan pada bagian
profile menjadi penyebab munculnya cacat.
Tekanan pada bagian profile dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor A = Tekanan sub-nozzle (Ps)


Tekanan sub-nozzle merupakan tekanan
angin yang diberikan kepada benang,

288

sehingga benang tetap berada pada jalur


profile.

2. Faktor B = Tekanan main-nozzle (Pm)


Tekanan
main-nozzle
merupakan
tekanan angin yang diberikan kepada
benang,
sehingga
benang
dapat
meluncur pada jalur profile.
Hasil setting optimum dengan
melakukan desain eksperimen pada mesin
AJL T-610 berdasarkan main effects plot
untuk faktor tekanan sub-nozzle dan faktor
tekanan
main-nozzle
agar
dapat
mengurangi timbulnya frekuensi kecacatan
adalah 4 kgf/cm2 dan 2 kgf/cm2.
Tindakan pembersihan telah diatur
oleh Departemen Weaving PT. ISTEM
dimana operator cleaning service bertugas
membersihkan kotoran pada lantai area
looming sementara operator maintenance
bertugas membersihkan mesin tenun pada
saat
pergantian
produksi.
Namun
berdasarkan analisis pada tahapan analyze,
diketahui bahwa kelalaian operator
maintenance
dalam
membersihkan
menyebabkan bagian pada mesin kotor dan
tersumbat.
Untuk mengatasi masalah tersebut
diusulkanan
perancangan
Standard
Operation
Procedure
(SOP)
untuk
meningkatkan kebersihan pada exhaust
pipe, sub-nozzle dan area looming
khususnya di mesin tenun. Tujuan
perancangan SOP ini yaitu memperjelas
alur tugas, wewenang dan tanggung jawab
dari operator maintenance sehingga
kegagalan atau kesalahan dan inefisiensi
dapat dihindari. Rancangan SOP yang telah
dibuat akan dicetak pada selembar kertas.
Kemudian operator maintenance akan
diberi pengarahan mengenai SOP oleh
peneliti dan Kepala Bagian Maitenance,
sehingga operator maintenance dapat
memahami SOP.
Tahap Control merupakan tahap
dimana
dilakukan
evaluasi
berupa
pengukuran-pengukuran untuk melihat hasil
perbaikan yang telah diimplementasikan.
Dari hasil pengamatan maka waktu
terpanjang untuk lini pertama terdapat pada
elemen kerja 3 dan waktu terpanjang untuk

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Process cycle efficiency =

value - added time


total lead time
58420.72 detik
=
88764.60 detik
=

= 0.65815 atau 65.82 %


Dari hasil perhitungan diketahui
bahwa nilai process cycle efficiency setelah
dilakukan implementasi adalah 65.82%.
Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
process cycle efficiency dari proses
sebelumnya sebesar 62.01%. Peningkatan
nilai ini menunjukkan bahwa proses
implementasi yang dilakukan memberikan
peningkatan dengan mereduksi pemborosan
waktu yang terjadi pada kegiatan yang tidak
bernilai tambah.
Gambar
8
dan
Gambar
9
menunjukkan peta kendali p dan peta
kendali U yang diperoleh dari data yang
diambil setelah implementasi usulan
perbaikan.

Peta Kendali U untuk Jumlah Kecacatan


5

Sample Count Per Unit

lini kedua terdapat pada elemen kerja 5 dan


elemen kerja 6. Didapatkan total lead time
atau
waktu
untuk
menyelesaikan
keseluruhan proses sebesar 88764.60 detik
yang didapatkan dengan menjumlahkan
total waktu value-added sebesar 58420.72
detik dan total waktu non-value-added
sebesar
30343.88
detik.
Kemudian
dilakukan perhitungan process cycle
efficiency
menggunakan
perhitungan
sebagai berikut:

UCL=3.803

3
_
U=2.401
2

LCL=1.000

0
1

11
Sample

13

15

17

19

Gambar 9 Peta Kendali U setelah


implementasi
Perhitungan DPMO (Defect Per
Million Opportunities -- jumlah kecacatan
yang terjadi dalam satu juta kesempatan)
dengan tahapan sebagai berikut:
Unit (U)
Unit adalah jumlah yang harus diperiksa
dalam inspeksi
U = 3076
Opportunities (OP)
Karakteristik kritis bagi kualitas yaitu
karakteristik yang berpotensi untuk menjadi
cacat.
OP = 6
Defect (D)
Defect adalah jumlah kecacatan yang
terjadi selama proses produksi. Data jumlah
kecacatan yang terjadi selama implementasi
(dapat kita lihat pada tabel 6.19).
D = 353
Defect per Unit (DPU)

Peta Kendali P untuk Jumlah Cacat

D 353
=
= 0.1148
U 3076

Total Opportunities (TOP)

0.10

UCL=0.0970

0.08
Proportion

Tests performed with unequal sample sizes

DPU =
0.12

0.06

_
P=0.0478

TOP = UxOP = 3076x6 = 18456


Defects Per Opportunities (DPO)

0.04

DPO =

0.02
0.00

LCL=0
1

11
Sample

13

15

17

19

Tests performed with unequal sample sizes

Gambar 8. Peta kendali p setelah


implementasi

D
353
=
= 0.019127
TOP 18456

Defects Per Million Opportunities (DPMO)

DPMO = DPOx1000000
DPMO = 0.019127 x1000000 = 19127
Dari hasil perhitungan nilai DPMO
diketahui bahwa jumlah kecacatan dalam
proses produksi kain grey TS-8151 pada
tanggal 25 April 2009 sampai tanggal 1 Mei

Usaha Peningkatan Mutu Kain Grey (Dorina Hetharia)

289

2009 sebesar 19.127 kecacatan per satu juta


peluang dan nilai DPMO.
Perhitungan tingkat sigma dapat
diketahui dengan menggunakan tabel
konversi Six Sigma yang terdapat pada
lampiran D. Tingkat sigma yang didapat

memberikan toleransi faktor pergeseran


(shift) dari nilai rata-rata yaitu sebesar 1,5
sigma. Selain itu, nilai konversi DPMO
dapat dihitung dengan menggunakan
software Microsoft Excel sebagai berikut:

Tingkat sigma = (normsinv((100000019127)/1000000)+1,5) = 3,57212 sigma 3,57 sigma


5.

Kesimpulan
yang
penelitian ini adalah:

KESIMPULAN
diperoleh

dalam

Produk
yang
menjadi
prioritas
penanganan masalah dalam penelitian
ini yaitu kain grey TS-8151.
Berdasarkan data historis bulan
September 2008 terdapat enam jenis
kecacatan pada kain grey TS-8151 yaitu
yoko yurumi, gaibutsu ito, yoko nuke,
tate nuke, atsudan dan usudan.
Pengukuran kecepatan proses produksi
untuk memproduksi kain grey TS-8151
pada Departemen Weaving PT. ISTEM
diukur dengan process cycle efficiency,
lead time process dan kecepatan proses
dengan nilai process cycle efficiency
sebesar 62,01 %, lead time process
sebesar 98,53 jam dan kecepatan proses
sebesar 0,19 aktivitas/jam.
Pengukuran kualitas produk pada kain
grey TS-8151 pada Departemen
Weaving PT. ISTEM diukur dengan
perhitungan nilai DPMO dan tingkat
sigma, dari perhitungan pada tahap
measure didapatkan nilai DPMO
sebanyak 39.048 kecacatan per satu juta
peluang dan tingkat sigma sebesar 3,26
sigma.
Analisa penyebab jenis kecacatan
dilakukan dengan analisis pareto,
dimana
hasil
dari
analisis
memprioritaskan penanganan terhadap
tiga jenis kecacatan yaitu yoko yurumi.
Hasil analisis mengenai penyebab jenis
kecacatan adalah sebagai berikut:
o Operator kurang memiliki rasa
tanggung jawab; belum adanya
standar yang pasti untuk pengaturan
tekanan angin pada bagian profile;
frekuensi pembersihan part rendah.

290

6.
[1]

[2]

Usulan perbaikan dirancang untuk


menangani cacat yoko yurumi yaitu:
o Menerapkan
monitoring
form
sehingga operator looming merasa
memiliki
tugas
yang
harus
dikerjakan
o Menerapkan setting optimum untuk
mengurangi frekuensi kemunculan
kecacatan, dimana didapatkan
setting tekanan sub-nozzle sebesar 4
kgf/m2 dan tekanan main-nozzle
sebesar 2 kgf/m2; menerapkan
program
pengontrolan
part;
meningkatkan kebersihan looming
dengan pelaksanaan rancangan
SOP.
Usulan-usulan perbaikan ini kemudian
diimplementasikan pada tanggal 25
April 2009 sampai dengan 1 Mei 2009.
Hasil pengukuran yang dilakukan
setelah implementasi menunjukkan
adanya
peningkatan
terhadap
performansi Departemen Weaving yaitu
sebagai berikut:
o Pada perhitungan kecepatan proses
produksi diperoleh nilai process
cycle efficiency sebesar 65.82%.
o Pada
perhitungan
perbaikan
kualitas diperoleh nilai DPMO
sebesar 19.127 kecacatan per satu
juta peluang dan tingkat sigma
sebesar 3,57 sigma.
DAFTAR PUSTAKA
Adam Everett E, Ronald J. Ebert,
1992, Production and Operation
Management 5th ed., Prentice Hall,
New Jersey.
Carreira, Bill dan Trudell. 2006.
Lean Six Sigma That Works.
AMACOM. New York.

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

[3]

Evans dan Lindsay. 2007. Six Sigma.


Salemba Empat. Jakarta.
[4] Gasperz, Vincent. 1997. Manajemen
Kualitas, Penerapan Konsep-Konsep
Kualitas dalam Manajemen Bisnis
Total. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
[5] Gasperz, Vincent. 2006. Continuous
[sic] Cost Reduction through LeanSigma Approach. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
[6] Gasperz, Vincent. 2007. Lean Six
Sigma for Manufacturing and Service
Industries. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
[7] Gasperz, Vincent. 2008. The
Executive Guide to Implementing
Lean Six Sigma. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
[8] George, Michael L. 2002. Lean Six
Sigma. Mc Graw-Hill. New York.
[9] Gryna Frank M., 2001, Quality
Planning and Analysis, from product
development through use, 4th ed.,
McGraw Hill International Edition,
Industrial Engineering Series
[10] Krajewski L.J., Larry P. Ritzman,
2002,
Operation
management,

[11]
[12]

[13]

[14]
[15]

[16]

[17]

[18]

[19]

Strategy and Analysis, 6th ed.,


Prentice Hall International, Inc.
Liker, Jeffrey K. 2006. The Toyota
Way. Erlangga. Jakarta.
Montgomery, Douglas C. 2005.
Design and Analysis Of Experiments
6th ed. John Wiley & Sons. Canada.
Nasution, M.Nur. 2005. Manajemen
Mutu Terpadu.Gahlia Indonesia.
Bogor
Pande, Peter S dan Holpp. 2002. The
Six Sigma Way.ANDI. Yogyakarta
Render Barry, et.al., 1997, Principles
of Operations Management, 2nd ed.,
Prentice Hall. Inc., New Jersey
Sugian, Syahu. 2006. Kamus
Manajemen Mutu. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Sudjana. 2002. Desain dan Analisis
Eksperimen Edisi IV. Tarsito,
Bandung.
Sutalaksana. 1979. Teknik Tata Cara
Kerja. Departemen Teknik Industri.
Institut
Teknologi
Bandung.
Bandung.
Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar
Statistika. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Usaha Peningkatan Mutu Kain Grey (Dorina Hetharia)

291

ENGINEERING SYSTEM BERBASISKAN LEAN


MANUFACTURING
Tumbur Francisco
Engineering Division PT. ALSTOM Indonesia
Mahasiswa MTI Universitas Trisakti

ABSTRACT
The research tries to model the performance measurement by describing the process,
strength, and weakness which possible to occur. In this research, we design a system to produce
the workflow processes which is expected to increasingly optimal and developed (kaizen) and
reduce those aspects that inhibit the production processes (waste) by using the concept of lean
engineering or lean manufacturing. The research is implemented in the Enginering Design (ED)
Division, a company in Jakarta which has three units of Power Plant, Transportation, and
Transmission. In this research the unit used as the subject matter is Transmission unit.
Transmission Unit or commonly known as the Transmission System Units (TUS) is one of the
business units that produces a transmission system used in electric power networks in form of
transmission substations. UTS construction management system has a division that plays a very
important role of engineering design (ED) where the division is very supportive in the
production process that produces designs to simplify the process of procurement and
construction.
Keywords: Lean, workflow, construction management system

1. PENDAHULUAN9
Dalam lingkungan bisnis global
khususnya yang bergerak di bidang sistem
energi listrik saat ini memiliki iklim
persaingan
yang
kian
meningkat,
perusahaan dituntut untuk meningkatkan
produksi yang berkualitas dengan tingkat
kepuasan klien yang tinggi yang mana akan
berdampak pada peningkatan margin atau
keuntungan dalam sebuah proyek. Banyak
teknik manajemen yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mencapai keunggulan
dan semakin berkompetitif melalui proses
optimasi dalam proses bisnis. Salah satu
tindakan
efisiensi
tersebut
adalah
perusahaan menerapkan cara-cara yang
sangat
mungkin
dilakukan
dimana
memberikan hasil yang efisien dan efektif
pada manajemen yang dilakukan dalam
proses produksi. Dalam penelitian ini
lingkup yang akan dibuat pembahasannya
adalah di divisi engineering design (ED).
Teknik manajemen yang dilakukan ini
adalah
menggunakan
konsep
lean
Korespondensi :
Tumbur Francisco
E-mail : coisto220984@yahoo.co.id

292

engineering atau lean manufacturing


dimana intisari dari konsep ini adalah
merancang proses sistem yang optimal dan
berkesinambungan serta mengurangi halhal yang tidak perlu (waste) [Liker, 2004].
Dari konsep ini diharapkan menghasilkan
workflow yang tepat, berkesinambungan,
dan menuju kepada adanya peningkatan
termasuk tujuan utama perusahaan untuk
meningkatkan
keuntungan
menjadi
tercapai.
PT Alstom Indonesia adalah sebuah
perusahaan manajemen konstruksi dimana
aktifitasnya terdiri dari tiga aspek yaitu :
engineering,
procurement,
dan
construction. Engineering di PT Alstom
memiliki
deskripsi
pekerjaan
yang
menunjang proses berjalannya suatu proyek
mulai dari fase tendering, project execution,
hingga ke tahap realisasi di lapangannya.
Pada aspek ini sangatlah penting untuk
mengetahui kriteria-kriteria supplied goods
dimana berupa high voltage apparatus
(peralatan tegangan tinggi). Informasi yang
dibutuhkan didapatkan dari berbagai
sumber, yaitu :
1. data-data dari dokumen kontrak

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

2. site survey (survey lapangan)


3. data-data teknis dari sistem manajemen
informasi yang berupa jaringan intranet
atau learning inventory lainnya.
Procurement memiliki deskripsi
pekerjaan yang merealisasikan atau
pengadaan
material-material
yang
dibutuhkan dalam pembangunan sebuah
gardu induk atau substation. Materialmaterial ini termasuk HV Equipment (high
voltage apparatus), supporting material
yang
berfungsi
untuk
menunjang
penggunaan HV apparatus, dan bulk
material.
Construction memiliki deskripsi
pekerjaan yang merealisasikan dari
pekerjaan-pekerjaan design yang dilakukan
oleh engineer. Pada aspek ini pekerjaan
yang dilakukan adalah
berdasarkan
rancangan atau rekayasa yang telah dibuat
oleh engineer. Pada proses ini dapat juga
dikatakan bahwa pekerjaan construction
adalah validasi dari pekerjaan engineering.
Dari
penjelasan
aspek-aspek
manajemen PT Alstom Indonesia maka
dapat dijelaskan bahwa produk yang
dihasilkan adalah berupa barang dan jasa.
Namun begitu produk yang dominan adalah
jasa. Barang-barang yang dihasilkan adalah
berupa gambar (technical drawing) mulai
dari fase basic preliminary hingga status for
construction hingga pada akhir sebuah
proyek drawing tersebut berstatus as built
dan siap untuk diserah terima kepada klien.
Jasa yang yang diproduksi dalam
manajemen konstruksi PT. Alstom dapat
berupa pengadaan barang atau procurement
dan installation. Untuk pengadaan barang
ini harus sesuai dengan spesifikasi yang
diharapkan oleh klien dan tentunya
berdasarkan standar internasional. Standar
internasional yang sering digunakan adalah
IEC
(International
Electrotechnical
Commision), ASTM (American Society for
Testing and Material), dan juga standar
lokal dimana proyek itu berada seperti
SPLN (Standar Perusahaan Umum Listrik
Negara) untuk proyek di Indonesia.
Barang material yang akan disuplai
dalam proses procurement memiliki konsep
supply chain walaupun sebagian besar
brand yang disuplai adalah berasal dari

grup Alstom. Material yang disuplai ini


haruslah berdasarkan standar internasional.
Untuk menunjang proses produksi barang
dan jasa maka dibutuhkan manajemen yang
kokoh. Alstom grup khususnya PT Alstom
Indonesia membuat suatu inovasi internal
untuk memperkuat manajemen sehingga
tujuan jangka pendek yang harus
didapatkan yaitu quality engineering dan on
time delivery. Tujuan jangka pendek ini
tidak hanya berlaku untuk divisi ED namun
berlaku untuk divisi lainnya seperti
commercial division, field activity division,
dan sebagainya.
Seperti telah disebut sebelumnya
bahwa kinerja dari tiap sub sistem perlu
diselaraskan dengan beban yang imbang,
untuk memperolehnya perlu dimulai dari
identifikasi keinginan para pemangku
kepentingan yang dirumuskan dalam
bentuk target; kemampuan; dan aktifitasaktifitas pendukung di semua bagian rantai
pasok sehingga nantinya bisa diperoleh
pemetaan aktifitas-aktifitas kunci dan
besaran target sesuai dengan misi
perusahaan.

2. METODOLOGI
Untuk mencapai proses produksi
yang optimal yang berarti jumlah beban
pekerjaan yang harus seimbangan dengan
waktu pada project schedule dan nilai
mandays yang tersedia maka dibutuhkan
teknik manajemen yang bersifat efektif dan
efisien.
Teknik manajemen akan
dimodelkan dalam sebuah kerangka proses
kerja (workflow) yang diaplikasikan ke
setiap bagian-bagian atau fase-fase dalam
sebuah proyek.
Mendapatkan model pengukuran
kinerja dalam proses produksi untuk
mendukung tercapainya target perusahaan
yaitu quality design, on time delivery, dan
margin increasement. Tujuan tersebut
masuk dalam bagian aspek kinerja yaitu
efektifitas dan efisiensi.
Kerangka Pemikiran
Penelitian dimulai dari pemetaan
terhadap kondisi riil sistem proses produksi
(workflow), interaksi antara bagian, dan
aktifitas-aktifitas (Gambar 3). Selanjutnya

Engineering System Berbasiskan Lean Manufacturing (Tumbur Francisco)

293

mempelajari sekaligus mengkritisi konsepkonsep pengukuran kinerja yang lazim


dipakai dari jurnal ilmiah atau pendapat
para pakar. Masukan dari variabel tersebut
selanjutnya dipakai untuk menganalisa
sistem yang terdiri dari analisa kebutuhan
yaitu
mengidentifikasi
pemangku
kepentingan
(stakeholder),
memformulasikan masalah dan membuat

bagan Input-Proses-Output, seperti terlihat


pada Gambar 1 dan 2.
Tahapan selanjutnya membangun
model kinerja di semua bagian yang terkait
langsung dengan rantai pasok dan pada
tahap
terakhir
memverifikasi
dan
memvalidasi model tersebut dengan
mensimulasikan di perusahaan.

Gambar 1. Model Penelitian

Diagram
input-proses-output
memetakan data-data masukan ke sistem,
yang setelah dimodelkan, akan diperoleh
keluaran KPI tiap bagian. Masukan (Input)
terdiri dari yang terkendali, tidak terkendali,
dan
peraturan
pemerintah/perundangundangan, sedangkan Keluaran (Hasil)
terdiri dari yang diinginkan dan yang tidak
diinginkan.

294

Proses produksi dimulai dari


mengetahui beban pekerjaan permintaan
dari klien mengenai scope proyek sesuai
dengan kontrak pada saat tertentu, data-data
tersebut akan menjadi referensi untuk
dibuatkan model teknik manajemen sesuai
dengan konsep lean engineering atau lean
manufacturing.

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Gambar 2. Diagram Input-Output Penelitian

Teknik manajemen yang akan dimodelkan akan diaplikasikan kepada contoh alur proses
produksi yang terjadi pada section ED pada fase tendering yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 (a). Bagan workflow divisi ED selama fase tendering

Engineering System Berbasiskan Lean Manufacturing (Tumbur Francisco)

295

Gambar 3 (b). Diagram Alir proses produksi ED saat fase tendering


Gambar di atas menunjukkan proses atau diagram alir perancangan/design yang
dilakukan engineering design saat proyek berada pada tahap tendering.

Gambar 4 (a). Diagram Alir proses produksi ED saat fase project realization

296

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Gambar 4 (b).
). Diagram Alir proses produksi ED saat fase project realization
Gambar di atas menunjukkan proses
prose
atau diagram alir perancangan/design
perancangan
yang
dilakukan engineering design saat proyek
berada pada tahap project realization.
realization
Penggunaan proses produksi ini diharapkan
dapat mengoptimalkan kegiatan produksi

sehingga lebih efisien, efektif, dan


meningkatkan kualitasnya. Hal-hal
Hal
yang
dapat mengganggu proses produksi design
oleh ED dapat digambarkan pada Gambar
5.

Gambar 5. Bagan hal-hal


hal
yang teridentifikasi sebagai waste

Engineering System Berbasiskan Lean Manufacturing (Tumbur


umbur Francisco)
Francisco

297

Tabel 1. Item-item yang teridentifikasi sebagai waste


Producing, distributing more information than needed. Too much
detail, un-necessary information, redundant development, over
Over Production
dissemination, phusing data
Information created too early or un-available, late delivery,
Waiting
suspect quality
Information incompatibility, communication failure, multiple
Transportation
sources, security issues
Information processing beyond requirements, unneccessary data
Over Processing
conversions, excessive verification
Too much information, poor configuration management,
Inventory
complicated retrieval
Unnecessary human movement (physical or user movement
Unnecessary Motion between tools or system), required manual intervention, lack of
direct access, reformating
Lacking
quality,
conversion
errors,
incomplete/ambiguous/inaccurate information, lacking required
Defect
test/verification

3. KESIMPULAN
Dalam proses
produksi
pada
engineering design (ED) dibutuhkan teknik
manajemen untuk mendapatkan hasil yang
optimal di mana berarti juga efisien, efektif,
dan meningkatkan kualitasnya. Terdapat
hal-hal yang teridentifikasi sebagai waste
(hal yang sia-sia) yang harus dihilangkan
agar mampu meningkatkan produktifitas
produksi.
4. DAFTAR PUSTAKA

The Replenishment Strategy for The


Supplier Based on Genetic Algorithm.
International
Business
and
Management Vol 6, No.1; January
2011. hal : 218 - 222
[2] Miroljub K, Igor B.K, Uros B. 2003.
Production Planning Using Simulation
and Genetic Algorithms in Multicriteria Scheduling Optimation. Journal
of the Operational Research Society.
Vol 58 No. 7, hal. 15.
[3] Mitchell, M. 1996. An Introduction to
Genetic Algorithms. Cambridge, MA:
MIT Press.

[1] Ke Zhu, Hengshan Wang, Yuanyuan


Kong, Sheng Li, 2011. Optimization of

298

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

MODEL SIMULASI UNTUK MENGHITUNG


JUMLAH TENAGA KERJA YANG OPTIMAL
PADA LINE 21 PT PANCAPRIMA EKABROTHERS
Zeny Fatimah Hunusalela
PPIC Division PT. JAPFA SANTORI Indonesia

ABSTRACT
PT Pancaprima Ekabrother is a garment company. In order to guarantee the effective
production process, the input should be managed well. One of the inputs in the production
system is the workforce. Excess workforce raises unemployment which affects the expenditure of
workforce costs that are not productive and in the long term and can lead to the lack of
motivation and job skills and in the end will decrease productivity. On the other hand,
workforce shortages will result in the non-fulfillment of product demand (lost sale),
expenditures for overtime, and decrease in product quality because workers have to work
longer than normal working hours. The optimal number of work force is to minimize the loss in
totality. Therefore, it needs a simulation model to determine the optimal number of workforce.
Keywords: Simulation model, number of workforce.

1.

PENDAHULUAN10

Pesatnya perkembangan IPTEK


berdampak pada ketatnya persaingan di
dunia industri serta cepatnya terjadi
perubahan di dunia usaha. Oleh karena itu
perusahaan-perusahaan saling berlombalomba untuk memenangkan persaingan
tersebut. Sehingga produk-produk dalam
negeri harus siap untuk berkompetisi
dengan produk luar negeri. Untuk
membangun daya saing yang berkelanjutan,
diperlukan upaya pemanfaatan seluruh
potensi sumber daya yang dimiliki. Setiap
perusahaan memiliki suatu proses yang
merubah input menjadi output yang
mempunyai
nilai
tambah.
Dalam
melakukan hal tersebut dilibatkan semua
sumber daya yang tersedia pada perusahaan
tersebut, seperti sumber Daya Manusia
(SDM) dan fasilitas produksi lainnya.
Dengan adanya persaingan yang
cukup ketat maka setiap perusahaan harus
memiliki komitmen yang kuat untuk dapat
tetap memenuhi keinginan dari para
pelanggan. Untuk dapat memenuhi
permintaan pelanggan tersebut, perusahaan
harus memiliki perencanaan produksi yang
Korespondensi :
Zeny Fatimah Hunusalela
E-mail : zennie_fh@yahoo.com

matang. Perencanaan ini tidak hanya


memikirkan
kualitas
produk
yang
dihasilkan, akan tetapi perencanaan ini juga
harus mencakup ketepatan produksi dan
pencapaian target produksi. PT. Pancaprima
Ekabrothers adalah perusahaan manufaktur
di bidang garment, dimana salah satu kunci
keberhasilannya terletak pada lancar atau
tidaknya aliran produksi. Untuk mengetahui
aliran produksi berjalan lancar atau tidak,
dapat diketahui dengan melihat kemampuan
lintasan tersebut dalam menghasilkan
output apakah dapat memenuhi target
produksi atau tidak.Untuk mencapai target
produksi tersebut, maka diperlukan suatu
pengelolahan pada sistem produksi yang
terdapat pada lantai produksi secara efektif
dan efisien. Salah satu dari input proses
produksi yaitu tenaga kerja. Menentukan
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
merupakan hal terpenting dalam sistem
produksi. Karena apabila jumlah tenaga
kerja tidak efektif dan efisien, maka dapat
menurunkan
produkstivitas
dari
perusahaan.
Menentukan tenaga kerja yang
dibutuhkan dilihat dari parameter yang ada
pada lantai produksi. Parameter sistem yang
dianggap
dapat
didekati
secara
deterministik adalah keuntungan penjualan
per unit produk, ongkos tenaga kerja per
hari per orang, dan biaya lembur per jam

Model Simulasi Untuk Menghitung Jumlah (Zeny Fatimah Hunusalela)

299

per orang. Parameter sistem yang bisa


diestiminasikan secara probabilistik adalah
jumlah unit yang dapat diproduksi per jam,
penurunan kualitas produk karena kelelahan
(lembur) per hari, dan penurunan
produktivitas kerja sebagai dampak dari
keadaan menganggur dalam waktu lama per
orang per hari. Fenomena seperti ini
menyebabkan model simulasi menjadi
semakin menarik untuk dikaji lanjut.
Dibandingkan dengan model
yang
berasumsi bahwa parameter sistem semua
bersifat deterministik, maka model yang
dikembangkan di dalam penelitian ini lebih
bersifat
kompleks,
namun
besar
kemungkinan bahwa model yang didapat
lebih mendekati perilaku sistem nyata.

Secara garis besar proses produksinya


berjalan sebagai berikut: (1) Di bagian
cutting (potong), operator meletakkan
bahan yang akan dipotong pada sebuah
meja kerja, lalu mengarahkan mesin potong
pada bagian yang akan dipotong dengan
maksud bahan kulit yang terbuang
seminimal mungkin, (2) Di bagian sewing
(jahit), bahan yang sudah digunting di
bagian cutting dijahit sesuai dengan
polanya, logo dan terakhir dijahit
elastis/karet, (3) Di bagian finishing dan
packing (penyelesaian dan pengepakan), di
mana operator bertugas melakukan kegiatan
untuk memasang kancing, menggosok atau
setrika, untuk selanjutnya dikemas ke
dalam sejenis amplop plastik.

Di samping itu, kondisi optimal pada


sistem yang bersifat deterministik memiliki
kerumitan yang rendah, tetapi ternyata
memiliki ongkos produksi yang relatif lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
model
probabilistik. Hal ini dirasakan lebih rendah
manfaatnya manakala disadari bahwa
secara substansial sesungguhnya jauh dari
kenyataan yang dihadapi, sehingga
keputusan manajemennya bisa lebih bersifat
kaya. Sebaliknya dengan model sistem yang
probabilistik lebih realistik bagi keperluan
keputusaan manajemen dan nilai harapan
ongkos
yang ditimbulkannya dalam
kondisi optimal lebih rendah dari pada
model yang bersifat deterministik. Hal
inilah yang merupakan harga atau ongkos
suatu
analisis
yang
bersifat
penyederhanaan. Tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk mendapatkan simulasi model
kebutuhan tenaga kerja yang optimal.
Sehingga dapat meningkatkan produktivitas
dari perusahaan.

Memperhatikan gambar mengenai


aliran bahan dan informasi di dalam proses
pembuatan sosis tersebut, dapat dikenali
bahwa proses produksi mengikuti ban
berjalan; di mana bahan bergerak
mengikuti aliran pada stasiun-stasiun kerja
yang terpasang secara permanen. Dengan
mengikuti pemahaman seperti itu, maka
efektivitas (dan efisiensi) berjalannya
proses produksi sangat tergantung pada
beberapa faktor, antara lain yang sangat
dominan adalah: (1) Ketersediaan kapasitas
mesin yang cukup sesuai dengan kebutuhan
jam operasi mesin, (2) Ketersediaan tenaga
kerja yang cukup sesuai dengan jam kerja
manusia (man hour) yang dibutuhkan, (3)
Ketersediaan bahan baku dan bahan
penolong yang cukup sesuai dengan jumlah
dan kualitas yang dibutuhkan. Bertitik tolak
dari asumsi yang dipergunakan di dalam
merumuskan model analisis, maka untuk
kepentingan operasi produksi sehari-hari
letak permasalahannya terletak pada
bagaimana menentukan jumlah tenaga kerja
optimal yang dapat memenuhi kebutuhan
jam kerja manusia (man hour) secara
efektif tetapi efisien dalam arti kerugian
atau ongkos yang ditimbulkannya berada
dalam tingkat yang minimal.

2.

MODEL PEMECAHAN
MASALAH

2.1

Proses Produksi celana NIKE style


268015

Peralatan utama yang digunakan


adalah mesin potong dan mesin jahit. Mesin
potong sudah menyediakan bentuk pola
dengan bermacam-macam ukuran. Mesin
jahit merupakan alat yang paling banyak
digunakan, karena sebagian besar waktu
proses adalah bentuk kegiatan menjahit.

300

2.2

Kelebihan atau Kekurangan


Tenaga Kerja

Data-data
yang
diambil
dan
digunakan dalam penelitian ini adalah
dalam perspektif jangka waktu 1 (satu)
bulan. Aliran kegiatan dan informasi dalam

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

lingkup kajian atau penelitian pembuatan


celana nike style 268015 dapat dilihat pada
Gambar 1. Hal ini mengandung pengertian
bahwa perilaku data diamati selama kurun
waktu satu bulan. Untuk menyelesaikan X
unit pesanan diperlukan jam orang bagian
cutting, sewing, dan finishing masingmasing sebesar BLc, BLs, dan BLf.
Sementara itu kapasitas jam orang pada
masing-masing stasiun kerja tersebut adalah
KLc, KLs, dan KLf. Kapasitas jam orang
inilah yang akan diatur besar kecilnya agar
memenuhi besaran yang sedekat mungkin
dengan kebutuhan.

Nilai efektivitas tenaga kerja. Nilai


efektivitas kerja menyatakan persentasi jam
kerja nyata yang dilakukan secara efektif
oleh tenaga kerja relatif terhadap jam kerja
yang seharusnya tersedia (potensial) bagi
tenaga kerja untuk melakukan kegiatan
kerja. Bila Efc, Efs, dan Eff menyatakan
besaran nilai efektivitas tenaga kerja pada
bagian cutting, sewing, dan finishing, maka
range (kisaran rentang) besaran nilai
variabel itu adalah:

Urut-urutan kegiatan dan aliran


informasi
dalam
proses
produksi
pembuatan produk tersebut, diawali dengan
adanya pesanan yang datang, karena itu
proses produksinya bersifat job order.
Secara umum urut-urutan kegiatan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:

Variabel kapasitas jam orang. Kapasitas


jam orang pada bagian cutting, sewing, dan
finishing yang dinyatakan dengan simbol
KLc, KLs, dan KLf dihitung dengan cara
mengalihkan jumlah tenaga kerja pada
bagian cutting, sewing, dan finishing
dengan nilai efektivitasnya masing-masing
dan jumlah jam kerja selama sehari (h),
sehingga rumusan menjadi sebagai berikut:

Variabel kedatangan pesanan. Jumlah


pesanan yang datang selama 1 (satu) bulan
dihitung dari nilai rata-rata setiap
kedatangannya. Karena pola kedatangannya
yang bersifat acak maka jumlah pesanan
dinyatakan dengan variabel x. Distribusi
statistik
untuk
menirukan
perilaku
kedatangan pesanan dipilih sesuai dengan
pola dari data melalui pengujian kesesuaian
distribusinya.

Variabel kebutuhan jam orang tenaga


kerja (man hours). Bila c, s, dan f,
menyatakan nilai rata-rata jam orang yang
dibutuhkan pada bagian cutting (c), sewing
(s), dan finishing (f) untuk menyelesaikan 1
(satu) unit produk celana nike; maka
kebutuhan jam orang (BL) untuk membuat
X unit produk tersebut adalah:

0 Efc, Efs, Eff 100

KLi = Efi. H. Li , di mana i = c,s,f

(2)

(3)

Variabel kelebihan dan kekurangan jam


orang. Kelebihan dan kekurangan jam
orang dihitung dengan cara mengurangi
kapasitas jam orang yang ada bagian
cutting, sewing, dan finishing dengan
kebutuhan jam orang pada masing-masing
bagian tersebut. Kelebihan dan kekurangan
jam orang dinyatakan dengan simbol Dc,
Ds, dan Df masing-masing untuk bagian
cutting, sewing, dan finishing.
Di = (KLi - BLi), di mana i = c,s,f

(4)

Bila diilustrasikan ke dalam bentuk


diagram, maka proses yang terjadi
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.

BLi = i.X = [ X/ Ui ] , di mana i = c,s,f


(1)

Model Simulasi Untuk Menghitung Jumlah (Zeny Fatimah Hunusalela)

301

Gambar 1. Lingkup kajian studi pembuatan Celana Nike style 268015.


2.3

Implikasi dari
Kelebihan/Kekurangan Tenaga
Kerja

Kelebihan tenaga kerja (L-Lo>0)


mengakibatkan ongkos tenaga kerja
langsung menjadi lebih besar. Bila upah
rata-rata tenaga kerja per hari perorangan
adalah rupiah, maka R (+) = * (L-Lo).
Selain itu keadaan menganggur seperti itu,
terutama untuk jangka yang relatif lama
bisa menimbulkan penurunan motivasi dan
ketrampilan tenaga kerja yang secara
totalitas
mengakibatkan
penurunan
produktivitas tenaga kerja. Bila rata-rata
produktivitas tenaga kerja perhari dalam
keadaan normal adalah Yn produk perhari,
dan setelah mengalami pengangguran
mengakibatkan produktivitasnya turun
menjadi Ytn perhari, maka besarnya
kerugian pertenaga kerja perhari dihitung
dengan cara mengalihkan besarnya nilai
keuntungan per produk (p) dengan
penurunan produktivitas rata-rata tenaga
kerja dan jumlah tenaga kerja (L). Nilai
kerugian total akibat kelebihan tenaga
kerja:
R (+) = * (L-Lo) + p * L * (Yn - Ytn) (5)

Kekurangan tenaga kerja ((L-Lo < 0)


mengakibatkan ongkos kerja lembur (over
time) dan ongkos kehilangan kesempatan
menjual produk (lost sale) bila jumlah
pesanan tidak bisa dipenuhi walaupun
sudah ditempuh upaya kerja lembur. Upah
lembur per jam dihitung dengan rumus
sesuai dengan kebijaksanaan manajemen,
misalnya ov rupiah perjam. Ongkos
kehilangan kesempatan menjual perunit
produk adalah keuntungan kotor dibagi
dengan jumlah unit yang dapat diproduksi.
Di samping itu terjadi pula kerugian karena
terjadinya penurunan kualitas produk (PQ).
Hal ini sangat lazim terjadi bila kegiatan
lembur terjadi dalam kurun waktu yang
relatif panjang. Bila keuntungan normal per
unit produk adalah p sedangkan kerugian
akibat adanya penurunan kualitas produk
adalah p, dan jumlah produk dengan
kualitas baik bila dikerjakan secara normal
pada kapasitas jam orang yang cukup tanpa
lembur adalah Yn sedangkan jumlah
produk yang kualitasnya kurang akibat
harus diselesaikan dengan kerja lembur
adalah Ytn; maka PQ = [p-p]*[Yn-Ytn].
Ongkos total akibat kekurangan tenaga
kerja adalah :

R (+) = ov * Ot * (L-Lo) + p * (X-Yn)+ [p-p]*(Yn - Ytn)

302

(6)

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Dimana :
Ot = Jumlah jam over time per tenaga
kerja
X = Jumlah unit produk yang dipesan
Yn = Jumlah unit produk yang dapat
diproduksi atau dipenuhi
Ytn = Jumlah produk dengan kualitas
yang kurang memadai
Dalam kurun waktu 1 (satu) bulan
ada kemungkinan berlangsung suatu
keadaan di mana pada hari-hari tertentu
terjadi kekurangan jumlah tenaga kerja.
Sebaliknya pada hari-hari tertentu pada
waktu lain yang tersisa dalam bulan
tersebut terjadi kelebihan jumlah tenaga
kerja. Sehingga ongkos total merupakan
penjumlahan ongkos yang diakibatkan oleh
terjadinya kekurangan jumlah tenaga kerja
dan ongkos yang diakibatkan oleh
terjadinya kelebihan jumlah tenaga kerja.
R = R (+) + R (-)

(7)

Bila diilustrasikan ke dalam bentuk


diagram alir, maka dampak terjadinya
kelebihan dan/atau kekurangan tenaga kerja

KEKURANGAN
JAM ORANG

adalah sebagaimana dapat dilihat pada


Gambar 2, di mana:
X
Unit merupakan jumlah unit sarung
tangan dipesan oleh konsumen ratarata per bulan.
LS Menyatakan
kerugian
akibat
kehilangan
kesempatan
untuk
menjual produk yang telah dipesan
(lost sale).
OT Menyatakan kerugian yang harus
ditanggung karena mempekerjakan
tenaga kerja melebihi waktu normal
jam kerjanya (over time)
PQ Menyatakan penurunan kualitas
produksi karena dipaksa untuk kerja
lembur dan menimbulkan kelelahan
yang
pada
gilirannya
dapat
mengurangi kualitas produk.
PR Menyatakan penurunan produktifitas
tenaga
karena
terlalu
sering
menganggur yang berdampak pada
penurunan keterampilan dan motivasi
kerjanya.
ON Menyatakan kerugian atau ongkos
yang harus dikeluarkan untuk
membayar tenaga kerja yang
menganggur.

LOST SALE
TAK TERPENUHI
PESANAN

OVERTIME
LEMBUR

KEBUTUHAN
JAM ORANG

PENURUNAN
KUALITAS
PRODUK

JUMLAH
PESANAN
BARANG

KERUGIAN AKIBAT
KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN
JAM ORANG

PENURUNAN
PRODUKTIVITAS
NAKER

KAPASITAS
JAM ORANG
KELEBIHAN
JAM ORANG

ONGKOS
NAKER
NGANGGUR

Gambar 2. Proses terjadinya kekurangan jam orang pada proses produksi.

Model Simulasi Untuk Menghitung Jumlah (Zeny Fatimah Hunusalela)

303

2.4

Langkah Pemecahan Masalah

Langkah pemecahan masalah dapat


diilustarikan secara diagram pada Gambar
3, dengan penjelasan sebagai berikut:
Langkah pertama. Masukan data-data
jumlah tenaga kerja pada masing-masing
bagian atau stasiun kerja yaitu cutting,
sewing, dan finishing [Lc, Ls, dan Lf].
Besaran
nilai
inilah
yang
akan
disimulasikan untuk dapat menentukan
jumlah tenaga kerja optimal.
Langkah kedua. Hitung kapasitas jam
orang pada masing-masing stasiun kerja per
hari selama satu bulan [KLc, KLs, dan
KLf], yang ditentukan berdasarkan jumlah
tenaga kerja [Lc, Ls, Lf], efektivitas tenaga
kerja per hari [Etc, Ets,Etf], dan jumlah jam
kerja per hari kerja [h].
Langkah ketiga. Simulasikan jumlah
kedatangan pesanan (X) berdasarkan
distribusi statistiknya (Fx), yang dihitung
sebagai berikut:
X = FX

[-1]

(AR)

(8)

Langkah keempat. Hitung kebutuhan jam


orang pada masing-masing stasiun kerja
[BLc, BLs, BLf], berdasarkan jumlah unit
pesanan [X], jumlah tenaga kerja
[Lc,Ls,Lf], dan waktu penyelesaian satu
unit produk per jam orang [c, s, f],
dengan menggunakan persamaan 1.
Langkah kelima. Hitung selisih kapasitas
jam orang dengan kebutuhan jam orang
pada masing-masing stasiun kerja [Dc, Ds,
Df] menggunakan rumusan pada persamaan
(4). Jika hasil yang didapat minus (-),
terjadi kehilangan kesempatan menjual
[LS], ongkos lembur [OT], dan ongkos
akibat penurunan kualitas produk [PQ].
Jika hasil yang didapat plus (+) berarti ada
ongkos untuk membiayai tenaga kerja yang
menganggur [ON] dan ongkos yang harus
ditanggung karena terjadinya penurunan
produktivitas kerja dari tenaga kerja [PR].
Langkah keenam. Perbedaan antara
ketersediaan dan kebutuhan jam orang
mendekati atau sama dengan nol sangat
sulit dicapai, sehingga yang terpenting
adalah meminimalkan jumlah ongkos atau
kerugian
yang
ditimbulkan
karena

304

terjadinya kelebihan dan/atau kekurangan


tenaga kerja seperti dirumuskan pada
persamaan (5), (6), (7) ditambah dengan
ongkos reguler (R(0)) yaitu:
(R(0)) = [ BLc * ORc * + BLs * ORs + BLf
* Of]
(9)
R

= R(0) + R (+) + R(-)

(10)

Pada langkah ini juga perlu dilakukan


simulasi mengenai jumlah jam orang yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit
produk pada masing-masing stasiun kerja
[c, s, f], dan jumlah produk yang
kurang memenuhi kualitas yang dipesan
(Ytn) dari keseluruhan unit yang dipesan
(Yn).
= F (-1) (AR)

(11)

Ytn = FYtn (1) (AR)

(12)

Langkah ketujuh. Bila jumlah observasi


(replikasi simulasi) dianggap cukup
memadai, selanjutnya pada setiap observasi
dicatat besaran nilai variabel ongkos total
[R] dan besaran nilai variabel tenaga kerja
yang disimulasikan (Lc, Ls, Lf). Jika
observasi dianggap belum cukup, maka
dilakukan pengulangan melalui langkah
pertama kembali.
Langkah kedelapan. Menentukan jumlah
tenaga kerja yang optimal yaitu pasangan
nilai variabel (Lc, Ls, Lf) yang
mengakibatkan nilai kerugian total [R]
terkecil,
selanjutnya
masing-masing
disebutkan dengan (Lc , Ls*,Lf*) dan (R*).
3.

PROSES SIMULASI

Proses simulasi menggunakan 1


(satu) program utama dan 7 (tujuh)
prosedur
masing-masing
untuk
mensimulasikan
jumlah
pesanan,
menghitung kebutuhan jam orang tenaga
kerja, mensimulasikan jumlah tenaga kerja
yang
perlu
disiapkan,
menghitung
kapasitas, menghitung kelebihan dan orang
tenaga
kerja
yang
disimulasikan,
menghitung kelebihan dan kekurangan jam
orang tenaga kerja, menghitung ongkosongkos yang ditimbulkan, memilih
komposisi tenaga kerja yang menghasilkan
ongkos total minimum, dan mencetak hasil

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

simulasi. Struktur program dan modulmodulnya ditunjukkan pada Gambar 4.

bulan penuh yaitu sebagaimana disajikan


pada Tabel 1.

Data kedatangan
pesanan (X)
diperoleh dari pengamatan selama tiga

Gambar 3. Metodologi Penelitian

Model Simulasi Untuk Menghitung Jumlah (Zeny Fatimah Hunusalela)

305

PROGRAM
UTAMA

KEDATANGAN
PESANAN

JAM ORANG
PER UNIT

JML NAKER
DI STASIUN KERJA

KEBUTUHAN
JAM-ORANG

KAPASITAS
JAM-ORANG
KELEBIHAN /
KEKURANGAN NAKER

HITUNG ONGKOS
PRODUKSI

PILIH ALTERNATIF
TERBAIK

CETAK HASIL
SIMULASI

Gambar 4. Struktur program

Tabel 1. Data Kedatangan Pesanan


MINGGU KE
SENIN
SELASA
1
2011
2009
2
2012
2015
3
2015
1998
4
2020
2003
1
2102
1999
2
2110
2024
3
2122
2026
4
2125
2032
1
2155
2029
2
2025
1998
3
2030
1986
4
2133
1990
TOTAL
24860
24109

RABU
1997
1999
2000
2002
2010
2012
2022
2020
2018
2000
1997
1995
24072

KAMIS
2013
2015
2017
2020
1904
2026
1998
2025
2012
2002
1985
1988
24005

JUMAT
2003
2005
2010
2015
2022
2030
2022
2013
1984
1925
1972
1988
23989

SABTU
1987
1990
1995
1898
1920
1955
1999
2003
2008
2010
2012
2022
23799

TOTAL
12021
12038
12038
11962
11958
12159
12192
12222
12207
11962
11985
12120
144864

Data kebutuhan jam orang per unit produk pada stasiun kerja potong (cutting) c,
diperoleh dari pengamatan selama tiga bulan penuh yaitu sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

306

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Tabel 2. Data Kebutuhan Jam Orang Per Unit Produk pada Stasiun Kerja Potong (Cutting)
MINGGU KE
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
TOTAL

SENIN
0,201
0,202
0,182
0,168
0,193
0,155
0,190
0,175
0,180
0,200
0,147
0,142
2,135

SELASA
0,169
0,184
0,197
0,168
0,186
0,023
0,125
0,170
0,151
0,187
0,188
0,169
1,917

RABU
0,192
0,185
0,201
0,205
0,202
0,202
0,208
0,201
0,195
0,150
0,149
0,171
2,259

KAMIS
0,195
0,160
0,181
0,170
0,183
0,160
0,198
0,192
0,208
0,202
0,203
0,200
2,252

JUMAT
0,170
0,185
0,150
0,166
0,181
0,155
0,198
0,192
0,185
0,172
0,168
0,170
2,092

SABTU
0,178
0,199
0,181
0,165
0,179
0,162
0,174
0,182
0,152
0,193
0,172
0,200
2,137

TOTAL
2,105
3,115
4,092
5,042
2,124
2,855
4,093
5,112
2,071
3,104
4,027
5,052
42,792

Data kebutuhan jam orang per unit produk pada stasiun kerja jahit (sewing) s,
diperoleh dari pengamatan selama tiga bulan penuh yaitu sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Kebutuhan Jam Orang Per Unit Produk pada Stasiun Kerja Jahit (Sewing)
MINGGU KE
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
TOTAL

SENIN
0,505
0,498
0,430
0,487
0,512
0,500
0,510
0,477
0,506
0,522
0,412
0,500
5,859

SELASA
0,568
0,502
0,430
0,625
0,412
0,505
0,500
0,402
0,510
0,480
0,495
0,602
6,031

RABU
0,556
0,600
0,477
0,532
0,510
0,500
0,535
0,530
0,520
0,492
0,525
0,530
6,307

KAMIS
0,545
0,506
0,510
0,513
0,519
0,504
0,475
0,495
0,500
0,512
0,501
0,522
6,102

JUMAT
0,523
0,508
0,506
0,512
0,520
0,514
0,493
0,490
0,482
0,477
0,472
0,500
5,997

SABTU
0,535
0,506
0,510
0,513
0,519
0,504
0,500
0,420
0,522
0,512
0,511
0,465
6,017

TOTAL
4,232
5,120
5,863
7,182
3,992
5,027
6,013
6,814
4,040
4,995
5,916
7,119
66,313

Data kebutuhan jam orang per unit produk pada stasiun kerja finishing f, diperoleh
dari pengamatan selama tiga bulan penuh yaitu sebagaimana disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Kebutuhan Jam Orang Per Unit Produk pada Stasiun Kerja Finishing
MINGGU KE
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
TOTAL

SENIN
0,233
0,239
0,301
0,304
0,212
0,233
0,300
0,399
0,253
0,235
0,234
0,255
3,207

SELASA
0,240
0,238
0,210
0,244
0,260
O,233
0,235
0,299
0,253
0,234
0,234
0,255
2,944

RABU
0,242
0,239
0,240
0,234
0,212
0,302
0,233
0,229
0,253
0,235
0,234
0,255
2,917

KAMIS
0,233
0,234
0,202
0,225
0,311
0,323
0,303
0,289
0,300
0,247
0,259
0,235
3,161

JUMAT
0,223
0,229
0,302
0,214
0,210
0,243
0,302
0,299
0,253
0,233
0,234
0,255
3,006

SABTU
0,233
0,240
0,301
0,309
0,222
0,233
0,221
0,378
0,254
0,265
0,244
0,235
3,135

Model Simulasi Untuk Menghitung Jumlah (Zeny Fatimah Hunusalela)

TOTAL
2,404
3,419
4,556
5,530
2,427
3,567
4,594
5,893
2,566
3,449
4,475
5,490
48,370

307

Data jumlah produk yang kualitasnya baik [Yn] diperoleh dari pengamatan selama tiga
bulan penuh yaitu sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Data Persentase Jumlah Produk yang Kualitasnya Baik.
MINGGU KE
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
TOTAL

SENIN
0,815
0,819
0,814
0,829
0,903
0,799
0,900
0,975
0,977
0,999
0,968
0,897
10,695

SELASA
0,820
0,825
0,819
0,823
0,905
0,788
0,791
0,775
0,786
0,890
0,967
0,887
10,076

RABU
0,718
0,720
0,735
0,801
0,813
0,816
0,825
0,887
0,976
0,959
0,964
0,867
10,081

Setelah dilakukan uji kesesuaian data,


data pada kelima tabel tersebut mengikuti
distribusi normal dengan nilai rata-rata dan
standard deviasi masing-masing adalah:
x = 2012 unit, x = 43.44 n(2012,
43.44) untuk kedatangan pesanan per
hari dan dinyatakan dalam jumlah unit
produk.
c = 0.178 jam, c = 0.026 n(0.178,
0.026) untuk kebutuhan jam orang per
unit produk di stasiun kerja cutting.
s = 0.504 jam, s = 0.038 n(0.178,
0.038) untuk kebutuhan jam orang per
unit produk di stasiun kerja sewing.
f = 0.255 jam, s = 0.037 n(0,255,
0.037) untuk kebutuhan jam orang per
unit produk di stasiun kerja finishing.
yn = 86.3 jam, s = 6.9 n(0.863,
0.069 ) untuk persentase produk yang
berkualitas
baik
sesuai
dengan
spesifikasi rancangan relatif terhadap
jumlah produksi.

4.

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1.

Perhitungan hasil simulasi

Perhitungan hasil simulasi pada


kondisi optimal baik yang didasarkan pada
asumsi bahwa parameter sistem bersifat
acak maupun yang berasumsi bahwa
parameter sistem bersifat deterministik
dapat dilihat pada Tabel 1. Perbedaan
komposisi tenaga kerja optimal pada
masing-masing stasiun kerja dan ongkos

308

KAMIS
0,821
0,818
0,817
0,888
0,905
0,910
0,900
0,985
0,878
0,899
0,908
0,910
10,639

JUMAT
0,822
0,816
0,812
0,800
0,799
0,785
0,777
0,885
0,888
0,899
0,910
0,915
10,108

SABTU
0,778
0,799
0,800
0,812
0,814
0,885
0,898
0,910
0,955
0,952
0,930
0,925
10.458

TOTAL
5,774
6,797
7,797
8,953
6,139
6,983
8,091
9,417
6,460
7,598
8,647
9,401
92,057

yang ditimbulkannya antara hasil simulasi


yang didasarkan pada asumsi bahwa
parameter sistem bersifat probabilistik dan
parameter sistem bersifat deterministik,
disajikan pada Tabel 2.

4.2.

Analisis Hasil Simulasi

Model deterministik berasumsi bahwa


semua
parameter
sistem
dapat
diestimasikan secara tepat dan bersifat
konstan/deterministik. Dalam model ini
tiada toleransi terjadinya variasi atau
perubahan terhadap besaran parameter
sistem. Pada kenyataannya sangat sulit
terjadi bahwa jumlah jam orang per unit
produk merupakan besaran yang bersifat
pasti, karena adanya variabilitas faktor
manusia dan variabilitas yang bersumber
dari sistem kerja alat atau mesin yang
digunakan. Variabilitas yang bersumber
dari faktor manusia terutama terjadi pada
saat manusia telah mengalami kelelahan
dan atau kebosanan dalam melaksanakan
kegiatan kerjanya. Variabilitas yang
bersumber dari mesin atau peralatan kerja
biasanya terjadi sejalan dengan usia pakai
dan tingkat pemeliharaannya serta operator
yang mengawakinya. Ditinjau dari hasil
keluaran proses produksi, maka sangat
tidak mungkin terjadi hal dimana produk
yang dihasilkannya selalu baik dan
memenuhi kebutuhan/selera konsumen atau
pemesan, karena adanya variabilitas dari
kualitas kerja personil dan performasi kerja

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

dari mesin dan alat kerja. Faktor yang lebih


menonjol bersumber dari variabilitas
tingkat ketelitian dan tingkat konsistensi
personil (tenaga kerja) dalam melaksanakan
dan mengontrol kegiatan kerjanya dan
proses berjalannya kerja dari mesin-alat
kerja yang digunakannya. Faktor kelelahan
akibat lembur yang berkepanjangan dan
atau faktor kejenuhan yang ditimbulkannya
sangat mungkin menimbulkan tingkat
variabilitas yang tinggi. Dengan demikian
model yang berasumsi bahwa jumlah jam
orang per unit produk bersifat tetap dan
proses produksi selalu menghasilkan
produk yang selalu baik dan selalu
memenuhi
kebutuhan
konsumen,
sesungguhnya
merupakan
langkah
penyerhanaan yang relatif berlebih. Dalam
keadaan semacam ini sangat sulit
diharapkan
bahwa
model
yang
dikembangkan
bisa
sangat
dekat
kemiripannya dengan realitas yang ingin
ditirukan perilakunya. Dengan model
deterministik ini dihasilkan kondisi
komposisi tenaga kerja yang optimal
dengan susunan 148 orang di stasiun kerja
cutting, 182 orang di stasiun kerja sewing,
dan 136 orang di stasiun kerja finishing,
serta ongkos minimalnya adalah 8,945.932
ribu rupiah.
Model probabilistik berasumsi bahwa
beberapa parameter sistem tidak dapat
diestimasikan secara tepat dan bersifat
variabel atau probabilistik. Dimungkinkan
adanya toleransi terhadap terjadinya variasi
atau perubahan terhadap besaran parameter
sistem tertentu. Jumlah jam orang per unit
produk baik di stasiun kerja cutting, sewing,
maupun finishing merupakan besaran yang
bersifat variabel, karena adanya variabilitas
faktor manusia dan variabilitas yang
bersumber dari sistem kerja alat atau mesin
yang
digunakan.
Variabilitas
yang
bersumber dari faktor manusia terutama
terjadi pada saat manusia telah mengalami
kelelahan dan atau kebosanan dalam
melaksanakan
kegiatan
kerjanya.
Variabilitas yang bersumber dari mesin atau
peralatan kerja biasanya terjadi sejalan
dengan
usia
pakai
dan
tingkat
pemeliharaannya serta operator yang
mengawakinya. Ditinjau dari hasil keluaran
proses produksi, maka diakomodasikan
kemungkinan terjadinya produk yang

tidak/kurang baik dan belum bisa


memenuhi kebutuhan/selera konsumen atau
pemesan. Dalam hal ini disebabkan adanya
pemahaman tentang kenyataan terjadinya
variabilitas dari kualitas kerja personil dan
performasi kerja dari mesin dan alat kerja.
Dalam model ini juga disadari bahwa faktor
yang menonjol bersumber dari variabilitas
tingkat ketelitian dan tingkat konsistensi
personil (tenaga kerja) dalam melaksanakan
dan mengontrol kegiatan kerjanya dan
proses berjalannya kerja dari mesin-alat
kerja yang digunakannya. Faktor kelelahan
akibat kerja lembur yang berkepanjangan
dan
atau
faktor
kejenuhan
yang
ditimbulkannya
sangat
mungkin
menimbulkan tingkat variabilitas yang
tinggi. Oleh karena itu, model yang
berasumsi bahwa jumlah jam orang per unit
produksi bersifat probabilistik dan proses
produksi tidak selalu menghasilkan produk
yang baik dan memenuhi kebutuhan
konsumen,
sesungguhnya
merupakan
langkah pengembangan model yang relatif
bersifat realistik. Dengan model ini,
diharapkan
bahwa
model
yang
dikembangkan bisa memiliki tingkat
kedekatan dan atau kemiripan yang tinggi
dengan realitas yang ingin ditirukan
perilakunya. Dengan model probabilistik
ini dihasilkan kondisi komposisi tenaga
kerja yang optimal dengan susunan 138
orang di stasiun kerja cutting, 167 orang di
stasiun kerja sewing, dan 123 orang di
stasiun kerja finishing, serta ongkos
minimalnya adalah 5,457.231 ribu rupiah.
Analisis
perbandingan
model
deterministik versus model probabilistik,
ditujukan untuk melihat apakah analisis
secara apriori berdasarkan aspek substansial
sebagaimana telah disampaikan pada uraian
di atas memang mengandung tingkat
kebenaran yang memadai dalam pengertian
didukung pula dengan data empirik yang
dihasilkan dari proses simulasi model
sistem yang dibangun. Untuk keperluan ini,
dianalisis dilihat dari segi ongkos total,
ongkos produksi per unit, jumlah kebutuhan
tenaga kerja, dan segi pemodelannya.
Analisis dari segi ongkos total. Dengan 20
kelompok iterasi dapat diketahui bahwa
rata-rata ongkos total dari model
deterministik adalah 11,856,037 rupiah.
Sedangkan untuk model probabilistik rata-

Model Simulasi Untuk Menghitung Jumlah (Zeny Fatimah Hunusalela)

309

rata ongkos totalnya hanya 9,709,962 yang


berarti lebih rendah sekitar 2,147,000
rupiah dari model deterministik untuk
setiap hari jam kerja perusahaan. Dengan
demikian terjadi kenaikan ongkos total
sebesar lebih dari 36 persen, suatu jumlah
yang tidak kecil untuk suatu perusahaan di
bidang produksi sarung tangan. Kondisi
optimal terjadi pada saat ongkos totalnya
mencapai
5,457,231
untuk
model
probabilistik. Boleh jadi opportunity cost
bila tidak melakukan pendekatan dengan
model
probabilistik
adalah
sebesar
3,488,701 rupiah atau mencapai sekitar 50
persen dari ongkos yang dihasilkan dengan
model probabilistik tersebut, suatu jumlah
yang sangat signifikan.

produk dari model deterministik adalah


4,980 rupiah dan untuk model probabilistik
hanya 3,661 rupiah saja. Berarti model
probabilistik lebih rendah sekitar 1,319
rupiah dari model deterministik untuk
setiap unit produk yang dihasilkan. Sama
artinya dengan kenaikan ongkos per unit
produk sebesar + 37 persen. Kondisi
optimal terjadi pada saat ongkos per unit
produk mencapai 4,446 rupiah untuk model
deterministik dan mencapai 2,712 rupiah
untuk model probabilistik.
Berarti
opportunity cost bila tidak melakukan
pendekatan dengan model probabilistik
adalah sebesar 4,488,701 rupiah atau
hampir mencapai 54 persen dari ongkos
yang dihasilkan dengan model tersebut.

Analisis dari segi ongkos produksi per


unit produk. Rata-rata ongkos per unit
Tabel 6. Resume Komposisi Tenaga Kerja dan Ongkos pada Kondisi Optimal.
POK
NK
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

PROB OPTIMAL
CUT
SEW
FIN
44
89
53
47
97
59
56
103
69
65
107
74
78
114
84
120
76
88
85
132
97
92
138
100
99
140
109
106
151
118
111
155
120
119
163
129
123
167
138
130
178
145
134
184
149
145
157
189
195
152
164
157
203
174
163
179
210
184
215
170

JUMLAH
TOTAL
186
203
228
246
276
284
314
330
348
375
386
411
428
453
467
491
511
534
552
569

DET OPTIMAL
CUT
SEW
FIN
43
90
54
50
97
57
59
104
69
63
107
72
76
118
87
125
76
89
82
132
99
89
137
102
95
145
107
102
151
115
108
158
121
116
162
130
122
172
135
133
179
141
136
182
148
141
156
190
194
149
163
154
200
168
162
181
210
182
214
168

Analisis dari segi jumlah penggunaan


tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja
mencapai jumlah rata-rata sebesar 378
orang untuk model deterministik dan
mencapai jumlah 380 untuk model
probabilistik. Dengan model deterministik
perbedaan jumlahnya mencapai 7 (tujuh)
orang lebih rendah atau sekitar 1,85 persen
lebih rendah dari model probabilistik.
Akan
tetapi
ongkos
total
yang
ditimbulkannya justru lebih tinggi dari
model probabilistik, yang antara lain
terletak pada ketidak sesuaian komposisi

310

JUMLAH
TOTAL
187
204
232
242
281
290
313
328
347
368
387
408
429
453
466
487
506
522
553
564

ONGKOS TOTAL
PROB
DET
11,613.659
10,152.650
11,045.525
8.942.886
10,696.762
9,328.816
10,284.727
8,246.400
10,150.742
7,839.610
9,758.557
7,749.246
9,604.412
7,277.713
9,787.077
6,845.921
9,745.894
6,265.373
9,443.754
6,497.093
9,273.878
5,576.231
9,349.910
6,064.856
9,021.809
5,457.231
9,307.059
5,569.754
8,945.932
7,136.216
6,546.640
9,390.755
9,768.900
7,356.502
10,209.209
7,634.175
7,109.08
11,143.127
9,709.96
11,856.037

ONGKOS/UNIT
PROB
DET
5.772
5.046
5.490
4.445
5.316
4.637
5.112
4.099
5.045
3.896
4.850
3.852
4.774
3.617
4.864
3.403
4.844
3.114
4.694
3.229
4.609
2.772
4.647
3.014
4.484
2.712
4.626
2.768
3.547
4.446
4.667
3.254
3.656
4.855
3.794
5.074
5.538
3.533
5.893
4.826

kebutuhan pada masing-masing stasiun


kerja. Dari segi inipun dapat diketahui
bahwa model probabilistik memiliki tingkat
keunggulan
yang
cukup
berarti
dibandingkan dengan model deterministik.
Analisis dari segi biaya pemodelan.
Model probabilistik memerlukan upaya
yang lebih rumit baik dalam hal pemodelan,
jabaran operasional, maupun dalam
pembuatan program komputernya. Di
samping
itu
model
probabilistik
mensyaratkan adanya informasi yang akurat

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

dan berkesinambungan terutama untuk


kebutuhan jam orang per unit produk baik
di stasiun kerja cutting, sewing, maupun
finishing, serta data dan informasi tentang
jumlah produk yang berkualitas kurang
memenuhi kebutuhan konsumen. Data
tersebut dipersyaratkan tersedia dalam
bentuk data series harian. Dalam kaitan ini
dibutuhkan
sistem
pencatatan,
pengadministrasian dan penataan yang
teratur dan berlanjut. Semua hal tersebut di
atas membutuhkan waktu, tenaga, dan
pikiran yang pada akhirnya membutuhkan
ongkos yang mungkin tidak sedikit
jumlahnya. Pilihan keputusan apakah
menggunakan model probabilistik atau
deterministik, harus dipertimbangkan pula
ongkos-ongkos tersebut. Walaupun secara
apriori dapat diduga bahwa model
probabilistik lebih memiliki keunggulan
dibandingkan dengan model deterministik.

5.

KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI

Berdasarkan uraian pada proses


pemodelan sistemnya, pengolahan data, dan
pada tahap analisis hasil simulasi dapat
ditarik beberapa kesimpulan penting, antara
lain adalah:
1.

2.

3.

Pengembangan model simulasi yang


lebih memperhatikan aspek variatif
dari parameter sistem ternyata lebih
mendekati perilaku sistem nyata akan
memberikan masukan yang lebih
realistik
dan
terbukti
dapat
meminimalkan
ongkos-ongkos
produksi.
Meskipun penggunaan tenaga kerjanya
secara total bisa lebih besar atau sama
dengan model yang lebih sederhana
(bersifat
deterministik),
namun
komposisi personil yang dihasilkan
dengan
model
probabilistik
memberikan hasil optimal yang lebih
baik untuk semua jenis pasangan
kombinasi personil
Bila diperhatikan jumlah penghematan
yang mencapai angka persentase
mencapai kurang lebih 36 persen,
berarti dapat diduga bahwa kendatipun
model probabilistik membutuhkan

adanya sistem informasi yang lebih


akurat yang berarti menimbulkan
ongkos tambahan, namun secara
totalitas tetap lebih menguntungkan
4. Ditinjau dari segi jumlah ongkos
produksi secara total, ongkos produksi
per unit produk, penggunaan tenaga
kerja, dan biaya pemodelan sistemnya;
dapat disimpulkan bahwa model
probabilistik
juga
memiliki
keunggulan yang cukup berarti
dibandingkan
dengan
model
deterministik.
Sehubungan dengan kesimpulan
tersebut di atas, perlu disampaikan
rekomendasi bahwa pada dalam tataran
yang bersifat operasional, maka manajemen
sistem informasi dan manajemen kualitas
pada semua aspek proses produksi menjadi
semakin penting artinya dalam rangka
untuk mengatministrasikan data dan
informasi produksi serta mengendalikan
aspek-aspek yang bersifat variatif sehingga
proses produksi dapat dikelola secara lebih
jelas dan terarah.
6.
[1]

[2]

[3]

[4]
[5]

[6]

[7]

DAFTAR PUSTAKA
Bronson, R., Waspakrik, H.J. 1988.
Teori dan Soal-Soal Operation
Research Seri buku Schaums,
Penerbit Erlangga.
Dimyati, Tjutju Tarliah, Ahmad
Dimyati, 1992, Operation Research:
Model-model
Pengambilan
Keputusan. Penerbit PT. Sinar Baru.
Subagyo, P., 1986, Dasar-dasar
Operations
Research
BPFE,
Jogjakarta.
Sutalaksana I.Z., 1986. Teknik Tata
Cara Kerja Penerbit ITB, Bandung.
Siagian, P., 1987, Penelitian
Operasional, Teori & Praktek, UI
Press.
Taha, Hamdy A, 1987, Operations
Research, Anintroduction Edisi
Macmillah Publishing Compani,
Newyork.
Walpole, R.E, 1986, Ilmu Peluang
Statistika Oleh Insinyur & Ilmuwan
Penerbit ITB, Bandung.

Model Simulasi Untuk Menghitung Jumlah (Zeny Fatimah Hunusalela)

311

Jurnal Teknik Industri


Jurusan Teknik Industri, Universitas Trisakti

PETUNJUK/FORMAT PENULISAN NASKAH/MAKALAH


1.

2.

3.

4.
5.

6.

7.

8.

Naskah berupa hasil penelitian atau non penelitian (konseptual), yang merupakan naskah asli
dan belum pernah dipublikasikan di media masa manapun. Makalah yang telah
dipresentasikan dalam suatu pertemuan ilmiah, apabila belum dipublikasikan dapat diterima.
Naskah diketik dengan menggunakan MS Word, Times New Roman 11pt dan 1 spasi di atas
kertas A4 (21x29,7 mm). Makalah (selain abstrak) ditulis dalam 2 kolom. Jumlah halaman
(termasuk gambar, ilustrasi dan daftar pustaka) 10-15 halaman.
Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Apabila naskah ditulis dalam
Bahasa Indonesia, hendaknya berpedoman pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang disempurnakan.Hindari pemakaian istilah asing (kecuali bila sangat diperlukan).
Penulisan istilah asing dicetak miring (italic).
Judul ditulis HURUF BESAR, di tengah atas halaman font Times New Roman 14 Bold.
Tulisan singkat dengan kata-kata atau frasa kunci yang mencerminkan isi tulisan.
Memperhatikan sistematika penulisan :
Makalah Penelitian : JUDUL (singkat tetapi jelas, 5-15 kata), Penulis (tanpa gelar,
asal instansi/alamat pada catatan kaki), ABSTRACT (dalam Bahasa Inggris yang
berisikan masalah dan tujuan penelitian, metoda/pendekatan, hasil penelitian, satu
paragraf 50-75 kata), Keywords (kata/terminologi khusus bidang ilmu yang dibahas,
punya makna yang khas untuk makalah, 3-5 kata kunci) PENDAHULUAN (berisi
permasalahan, wawasan dan rencana pemecahan masalah, tujuan penelitian, kajian
teoritik, hipotesa (jika ada) dan manfaat hasil penelitian (tidak ada)) METODA
PENELITIAN
(Rancangan/desain
penelitian,
sasaran
penelitian,
teknik
pengembangan/pengumpulan data dan teknik analisis data yang disajikan secara naratif)
HASIL PENELITIAN (Hasil pengolahan data, pemakaian tabel/grafik/bagan sangat
disarankan) PEMBAHASAN (Menjawab tujuan penelitian, memaparkan logika
diperolehnya dan menginterpretasikan penemuan, mengaitkan dengan teori yang relevan
serta pembahasan terhadap tabel/grafik/bagan secara naratif) KESIMPULAN DAN
SARAN (Esensi hasil penelitian dan pembahasan, harus relevan dengan penemuan yang
disampaikan dalam butir-butir paragraf pendek) DAFTAR PUSTAKA/RUJUKAN
(hanya memuat rujukan yang benar-benar disebut dalam makalah).
Makalah Konseptual : 1JUDUL (singkat tetapi jelas, 5-10 kata), 2Penulis (tanpa gelar,
asal instansi/alamat pada catatan kaki), 3ABSTRACT (dalam Bahasa Inggris yang
berisikan ringkasan makalah yang ditulis secara padat dan menampilkan isu-isu pokok dan
alternatif pemecahan, satu paragraf 50-75 kata), Keywords (kata/terminologi khusus
bidang ilmu yang dibahas, punya makna yang khas untuk makalah, 3-5 kata kunci)
4PENDAHULUAN (berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, ruang lingkup dan
metodologi 5ISI (tinjauan pustaka, data dan pembahasan), 6PENUTUP (kesimpulan
dan saran) dan 7DAFTAR PUSTAKA/RUJUKAN (hanya memuat rujukan yang benarbenar disebut dalam makalah).
Cara merujuk dan mengutip : 1)Tulis nama akhir pengarang dan tahun terbitan, 2)Jika
pengarang lebih dari satu, tulis Nama Pertama, dkk, 3)Jika terjemahan, tulis Nama
Pengarang Asli, 4)Jika lebih dari satu sumber, pisahkan dengan titik koma (;), 5)Jika dari
Internet : Nama pengarang, tahun, judul karya, alamat sumber rujukan dan tanggal diakses.
Daftar pustaka disusun menurut alfabet pengarang, dengan urutan penulisan : nama
pengarang, (tahun terbitan), judul buku (cetak miring), penerbit dan kota terbit. Nama
pengarang mendahulukan nama keluarga atau nama dibalik, tanpa gelar. Kutipan acuan
pustaka yang digunakan dinyatakan dengan menuliskan nama pengarangnya.
Isi tulisan bukan tanggung jawab redaksi. Redaksi berhak mengedit redaksionalnya, tanpa
mengubah arti. Dan tidak diadakan surat menyurat kecuali tulisan disertai perangko akan
dikembalikan (karena tidak memenuhi persyaratan atau perlu perbaikan).

Anda mungkin juga menyukai