Oleh:
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
RITA ASRI CAHYANI
(203093002039)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Komputer
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
RITA ASRI CAHYANI
(203093002039)
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Ketua Program Studi Sistem Informasi
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Sistem Informasi
Bismillahirrahmannirrahiim
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Yang Maha
Kuasa dan telah memberikan berkah dan anugerahNya kepada penulis sehingga
penulis mampu melaksanakan tugas untuk menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya. Shalawat serta salam tak lupa juga penulis haturkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
1. Bapak Dr. Syopiansyah jaya Putra M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi.
2. Ibu Nur Aeni, MMSI selaku ketua Program Studi Sistem Informasi.
3. Bapak Zainul Arham, S. Kom, M.Si selaku Dosen Pembimbing Idan Ibu
Ferryati Masitoh, S.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini
4. Kedua orang tua penulis, Ir. Tatang K. Soekarno dan Seri Rahmiati, yang
telah memberikan dukungan moril, semangat dan materiil sehingga
memperlancar proses penyusunan skripsi ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Abstrak ............................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
Halaman
Gambar 4.7 Grafik Presentase RTH Kota Tangerang Tahun 2007 dan 2009 … 57
DAFTAR TABEL
Halaman
PENDAHULUAN
perkembangan zaman.
menurunnya kualitas udara karena polusi, dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan
bahwa lingkungan perkotaan maju secara ekonomi, tetapi mundur secara ekologi.
Padahal kestabilan kota secara ekologi sangat penting, sama pentingnya dengan
mengalami kemajuan yang hampir sama dengan Jakarta. Begitu pula dengan
masalah penataan ruang kota. Tata ruang kota Tangerang lebih ditujukan untuk
46
pembangunan pemukiman, perkantoran, sarana rekreasi dan industri, yang
danau/waduk yang berfungsi sebagai daerah resapan air juga untuk mengurangi
polusi udara.
vegetasi dalam ruang terbuka hijau sangat diperlukan untuk mengimbangi tingkat
polusi udara yang tinggi serta untuk daerah resapan air, seiring dengan
tumbuh tanaman, baikyang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
dalamnya termasuk Hutan Kota adalah bagian dari kawasan lindung yang
pengelolaan yang baik, agar fungsi dan peranan ruang terbuka hijau itu sendiri
dapat terwujud secara optimal. Informasi yang akurat, cepat dan efisien akan
karena itu, teknologi penginderaan jauh merupakan sarana yang tepat. Jika
dan relatif lebih akurat, serta cakupan wilayah yang luas. Kelebihan lain dari
data dijital yang selanjutnya dapat diolah secara kuantitatif dengan bantuan
Permasalahan yang ada yaitu belum adanya data yang akurat yang dapat
mengintegrasikan data dari citra satelit dan data lainnya dengan Sistem Informasi
penulis dalam menginterpretasi lahan berdasarkan citra satelit serta mengolah data
spasial dan data non spasial sehingga menjadi informasi yang diperlukan
1.5 Manfaat
Manfaat yang bisa penulis petik dalam pembuatan skripsi ini, yaitu
pengolahan data spasial dan non spasial menjadi suatu informasi yang
diperlukan
kuliah
bab. Setiap bab terdiri dari beberapa sub bab tersendiri. Bab tersebut secara
keseluruhan saling berkaitan satu sama lain, dimana diawali dengan bab
pendahuluan dan diakhiri dengan bab penutup yang berupa kesimpulan dan saran.
BAB I : Pendahuluan
sistematika penulisan.
proses analisis. Selain itu akan dibahas pula secara garis besar mengenai
dari penelitian.
Pada bab ini menguraikan tentang hasil dari penelitian yaitu menganalisa
Bab ini adalah bab penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
Lahan dapat diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim,
relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada
juga hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang, seperti hasil reklamasi
manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan merupakan setiap bentuk
kerusakan tanah juga dapat meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial
lainnya. Untuk itu perlu dipikirkan jenis penggunaan sumberdaya lahan yang tidak
mempertahankannya untuk jangka waktu yang lebih lama, namun tetap dapat
yakni ruang terbuka hijau dan pemukiman. Kelompok ruang terbuka hijau terdiri
aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk
bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Sawah atau lahan
kota. Pola demikian terjadi karena lahan urban mempunyai nilai sewa lahan (land
rent) yang lebih tinggi dibanding penggunaan lahan sebelumnya (Sitorus, 2007).
kebutuhan perumahan jauh lebih kecil dari perkotaan. Hal itu terjadi karena
penggunaan lahan yang mampu memberikan tingkat efisiensi lebih tinggi akan
spasial, seperti peta penggunaan lahan pada beberapa titik tahun yang berbeda
ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau
hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan
hijau dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang
dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU No. 26 Tahun 2007).
RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,
ekonomi dan estetika (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007).
2 klasifikasi, yaitu :
menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) RTH
non-alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga,
pemakaman, dll).
bentuk RTH kawasan (areal, non linear) dan (b) bentuk RTH jalur (koridor,
linear).
menjadi (a) RTH kawasan Perdagangan; (b) RTH kawasan perindustrian; (c) RTH
kawasan pemukiman; (d) RTH kawasan pertanian; dan (e) RTH kawasan khusus
rekreasi; (d) taman lingkungan perumahan dan pemukiman; (e) taman lingkungan
perkantoran dan gedung komersial; (f) taman hutan raya; (g) hutan kota; (h) hutan
lindung; (i) bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah; (j) cagar
alam; (k) kebun raya; (l) kebun binatang; (m) pemakaman umum; (n) lapangan
olah raga; (o) lapangan upacara; (p) lapangan parkir terbuka; (q) lahan pertanian
perkotaan; (r) jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET); (s) sempadan
sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa; (t) jalur pengaman jalan, median jalan, rel
kereta api, pipa gas dan pedestrian; (u) kawasan dan jalur hijau; (v) daerah
penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan (w) taman atap (roof garden)
buatan di perkotaan
nyaman
Luas RTHKP minimal 20% dari luas kawasan perkotaan. Luasan ini
mencakup RTHKP publik dan RTHKP privat (Peraturan Menteri Dalam Negeri
Terdapat banyak sekali definisi SIG yang dikemukakan oleh para pakar
3. Raper (Prahasta, 2007) bahwa “SIG adalah sistem yang dapat mendukung
yang diperlukan, yaitu data spasial, perangkat keras, perangkat lunak dan
struktur organisasi.”
4. Data-data geografis
ii. digitiser untuk memasukan data spasial yang nantinya akan tersimpan
iii. scanner untuk memasukan data spasial yang nantinya akan tersimpan
iii. plotter : mencetak hasil keluaran data spasial berkualitas tinggi baik
Saat ini terdapat banyak perangkat lunak SIG yang berbasis vektor
Arc VIEW, Map INFO, AutoCad Map, dll. Sedangkan perangkat lunak yang
berbasis raster diantaranya adalah : ILWIS, IDRISI, ERDAS, dll. Dari sekian
banyak perangkat lunak SIG, pada dasarnya memiliki persamaan kemampuan atau
fasilitas seperti :
a. Kemampuan untuk menangani pemasukan (input) data spasial
3. Data-data geografis
permukaan bumi yang memiliki referensi keruangan baik referensi secara relatif,
maupun referensi secara absolut, dan disajikan dalam sebuah format yang
bernama ‘peta’
Referensi relatif berarti suatu data yang mungkin tidak memiliki referensi
geografis sama sekali dikaitkan dengan data lain yang sudah memiliki referensi
adminstrasi kabupaten
atau koordinat tertentu di permukaan bumi. Misalnya titik-titik lokasi SPBU yang
Data geografis dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Data Grafis yang
lahan, jenis tanah, sungai, dll; (2) Data Tabular yang menyimpan atribut yang
Struktur data raster merupakan struktur data yang sangat sederhana, dimana
baris ke-m dan kolom ke-n. Data yang disimpan dalam format ini biasanya
data hasil scanning, seperti gambar digital (citra dengan format BMP, JPG,
Struktur data vektor memiliki struktur data yang lebih rumit dibandingkan
struktur raster. Data direpresentasikan kedalam tiga bentuk, yaitu titik, garis
dan polygon. Data titik dalam komputer tersimpan dalam bentuk koordinat X,
model data data spaghetti. Dalam model data ini keterkaitan antara satu obyek
dengan obyek lainnya tidak tersimpan. Untuk dapat diolah dengan SIG, model
data spaghetti ini harus dikonversikan menjadi model data yang menyimpan
tersebut. Selain itu sumberdaya manusia juga berperan sebagai sistem analis yang
cara pemecahannya.
Fungsi analisis dalam kelompok ini memiliki kesamaan cirri yaitu proses yang
sebuah atau beberapa data yang memiliki kesamaan ciri atau sifat.
Tumpang susun peta (overlay) menghasilkan informasi yang sama sekali baru.
tambah, kurang, kali dan bagi untuk memperoleh hasil tumpang susunnya
Analisis ini memperhatikan nilai-nilai tetangga di sekitar titik atau lokasi yang
sedang dievaluasi. Misalnya berapa jumlah lokasi hot spot dalam radius 10 km
dari sebuah taman nasional ? contoh lain dari analisis permukaan/tetangga ini
adalah interpolasi. Interplasi adalah proses untuk menentukan nilai dari suatu
terhadap suatu obyek tertentu. Obyek tersebut bias berupa obyek titik,
Misalnya mencari seberapa luas daerah yang tergenang oleh waduk setelah
Fungsi ini berguna untuk menentukan cara atau jalan yang paling optimum
suatu obyek dari satu lokasi ke lokasi yang lain berdasarkan data jaringan.
dan teknologi (IPTEK) untuk memperoleh, mengolah dan menganalisa data untuk
mengetahui karakteristik objek tanpa menyentuh objek itu sendiri (Lillesand dan
Kiefer, 1994)
oleh kamera atau oleh sensor penginderaan jauh. Menurut Estes dan Simonett
(Sutanto, 1998) interpertasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan
atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti
Konsep dasar dari remote sensing berasal dari contoh mata serangga yang
dan mengukur radiasi dan panjang gelombang yang dipantulkan oleh objek yang
balik atau respon dari suatu objek yang dilakukan oleh sumber buatan
seperti radar.
sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor
Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi
format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian
biasanya berupa gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan komputer
mengenali obyek disebut unsur interpretasi citra. Unsur interpretasi citra terdiri
dari sembilan butir, yaitu rona atau wama, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi,
kelompok besar, yaitu tanah, air dan vegetasi. Ketiga obyek tersebut secara alami
(tanah, air dan vegetasi) dapat digunakan sebagai dasar dalam pemilihan citra
Sistem inderaja pada prinsipnya terdiri atas tiga bagian utama yang tidak
terpisahkan yaitu ruas antariksa, ruas bumi dan pemanfaatan data produk ruas
bumi. Data yang diperoleh dari sensor penginderaan jauh menyajikan informasi
penting untuk membuat keputusan yang mantap dan perumusan kebijakan bagi
obyek atau pemotretannya dapat dilakukan dari udara maupun dari antariksa.
Hasil rekamannya setelah diproses menjadi foto udara atau foto satelit. Tiga
(4) foto pankromatik berwama, (5) foto inframerah hitam putih, (6) foto
sama dengan kepekaan mata manusia sehingga hal ini merupakan salah satu
keunggulan film pankromatik, karena kesan ronanya sama dengan kesan mata
Penginderaan jauh sistem satelit adalah suatu sistem penginderaan jauh yang
pengiriman dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang sesuai dengan tujuan
ditentukan oleh karakteristik khusus dari target yang ingin dipelajari dan
pengukuran dan tipe energi yang akan dideteksi. Oleh karena itu sebuah
Resolusi Temporal adalah frekwensi suatu sistem sensor merekam areal yang
sama (revisit).
2.6 GPS
oleh the United State Department of Defence (DoD), semula dipakai untuk
memenuhi kebutuhan militer dalam penentuan posisi, kecepatan dan waktu secara
teliti dalam segala cuaca baik di daratan, lautan, dan udara. Dengan persetujuan
TRANSIT atau Satelit Doppler yang juga telah dikembangkan untuk aplikasi non-
militer
GPS sebagai suatu sistem terdiri dari tiga segmen utama, yakni space segmen,
Space segmen merupakan subsistem yang berada di angkasa, terdiri dari 24 satelit
(21 aktif dan 3 cadangan) yang mengorbit pada ketinggian 20.200 km dari
permukaan bumi. Dua puluh empat satelit tersebut mengorbit dalam enam bidang
orbit, masing-masing bidang orbit memuat empat satelit. Dengan kumpulan satelit
seperti tersebut, disembarang tempat di muka bumi akan dapat diamati sekurang-
kurangnya empat satelit pada setiap waktunya (24 jam sehari, 7 hari semnggu).
Control
Segmen Kontrol merupakan “otak” dari GPS. Sistem satelit GPS dikendalikan
dari Falcon Air Force Base di Colorado Springs, Colorado USA. Segmen ini juga
dilengkapi dengan empat stasiun monitoring dan empat stasiun distribusi Masing-
User
User atau pengguna adalah semua pengguna yang memanfaatkan sinyal satelit
GPS untuk navigasi dan penentuan posisi dengan menggunakan receiver GPS dan
perangkat lunaknya.
mengirimkan feedback terhadap receiver GPS, sehingga dari interseksi sinyal dari
beberapa satelit akan didapatkan posisi tepat dimana receiver GPS itu berada di
permukaan bumi. Pengukuran berdasarkan sinyal tiga satelit hanya akan mendapat
posisi 2D, sedangkan untuk mendapatkan hasil posisi 3D yang akurat dibutuhkan
yakni tipe Navigasi, Mapping & GIS, serta tipe Engineering & Construction. Tipe
navigasi merupakan cikal bakal GPS. Alat ini lebih banyak digunakan untuk
termasuk unggul dalam teknologi GPS navigasi. Tipe mapping & GIS dirancang
untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan suatu alat yang mampu merekam data
garis, titik, dan area secara cepat, tepat, dinamis serta komprehensif antara feature
dengan atributnya.
Berbagai bidang yang telah memanfaatkan GPS tipe Mapping & GIS
telah digunakan sebagai referensi dalam mencari posisi akurat pada citra satelit.
noise awan dan bayangan, meski tidak dapat dihilangkan sama sekali, namun
d'Études Spatiales) sebuah badan luar angkasa milik Perancis. Satelit SPOT
Sistem SPOT terdiri dari tiga satelit (SPOT2, SPOT4 dan SPOT5); orbit
Citra SPOT telah beroperasi sejak Februari 1986. Pada bulan Maret 1998
dengan cara citra diambil dalam beberapa waktu yang berbeda, sehingga dapat
dibandingkan satu sama lain. Hal ini hanya dapat dilakukan jika setiap satelit spot
1. Bertahap, yang artinya satelit melewati orbit secara berulang melalui sebuah
“ground point” setiap sejumlah hari. Satu putaran satelit SPOT memerlukan
permukaan bumi.
Secara astronomis Kota Tangerang terletak pada posisi 106° 36’ - 106° 42’
wilayah 17.729,746 Ha. Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik kota
(57,12 % dari luas seluruh kota), sehingga sisanya sangat strategis untuk dapat
dikonsolidasi dengan baik ke dalam wilayah terbangun kota yang ada melalui
perencanaan kota yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan
2 (dua) kategori, yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Berkaitan dengan
Batuceper) masih mengikuti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang lama.
Internasional Soekarno - Hatta diarahkan sebagai ruang terbuka hijau dan buffer
dengan penegasan yang lebih jelas antara skala menengah dan kecil. Kecamatan
tersebut tidak diarahkan untuk penambahan industri baru tapi untuk perluasan
perkembangan permukiman, antara lain jarak terhadap jalan utama, jarak dari
kota Depok. Perkembangan permukiman yang terjadi antara tahun 1997-2006 Hal
klasifikasi akan lebih maksimal jika menggunakan citra yang memiliki resolusi
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 hingga Maret 2010,
dengan lokasi penelitian di Kota Tangerang Banten. Pengolahan dan analisis data
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan
data sekunder. Data primer terdiri dari Citra SPOT4 yang diperoleh dari LAPAN,
dan survey lapangan. Citra SPOT4 yang digunakan adalah Citra SPOT4 tahun
2007 path 284 row 362 dengan 4 band. Dan Citra SPOT4 tahun 2009 path 284
Data sekunder meliputi peta digital Kota Tangerang dari LAPAN dan data
lunak Arc View GIS versi 3.3 dan ERDAS IMAGINE 8.5, dan GPS Garmin
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu : (1) Tahap pengumpulan data,
a. Study Literatur
buku referensi yang dapat dijadikan acuan pembahasan dalam masalah ini. Bukan
hanya buku saja yang penulis jadikan referensi, namun juga materi dan data yang
terdapat di situs internet yang membahas mengenai citra satelit dan Sistem
Informasi Gegrafis, serta data dan informasi pada beberapa instansi pemerintah
terkait, seperti data batas wilayah dari Dinas Tata Kota Tangerang
b. Observasi
Untuk analisis citra digital dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu reproject image,
Reproject Image
Citra Landsat
Koreksi Geometris
Tahun 2001
Peta Digital Kota
Subset Image Tangerang
Klasifikasi
Recoding
Reproject image diperlukan untuk mengubah proyeksi dari image. Karena kita
akan menggunakan proyeksi UTM, maka citra yang proyeksinya bukan UTM
harus diubah menjadi UTM terlebih dahulu. Caranya adalah sebagai berikut :
1. Buka program Erdas Imagine 8.5 hingga muncul tampilan sebagai berikut :
2. Klik Icon DataPrep → Reproject Images, akan muncul tampilan sebagai
berikut :
titik-titik tertentu pada citra ke titik-titik yang sama di lapang atau di peta
yang menyatakan hubungan antar posisi sembarang titik pada citra dengan objek
yang sama pada peta maupun lapangan. Proses koreksi geometrik diawali dengan
GCP (Ground Control Point) yang mudah diidentifikasi pada peta maupun citra
yang dikoreksi dan bentuk relief yang tidak berubah dalam jangka waktu yang
lama
2. Buka image pada viewer #1 sebagai image yang belum terkoreksi dan viewer
#2 sebagai image atau vector yang telah terkoreksi digunakan untuk acuan.
Projection Chooser.
10. Pilih option Exiting Viewer → Klik OK, kemudian muncul dialog Viewer
klik pointer/kursor pada image yang berada di viewer #2. Tampilan akan
11. Dengan menggunakan icon tentukan posisi dari suatu piksel yang bisa
dikenali pada piksel dari image acuan. Cocokkan antara GCP pada image yang
akan dikoreksi dengan Image acuan sampai benar-benar terletak pada satu
12. Buatlah GCP paling minimal 4 buah pada tempat yang diketahui nilai atau
posisinya
13. Setelah titik GCP yang dibuat lebih dari 4 (empat ) maka nilai RMS Error
akan muncul pada tabel. Nilai RMS error akan semakin kecil apabila posisi
GCP koreksi benar-benar sama dengan GCP acuan. Usahakan nilai RMS
Error nilainya di bawah 0.5 yaitu dengan cara menggeser titik GCP pada
15. Jika telah selesai save hasilnya dengan mengklik ikon Resample Image
dalam Geo Correction Tools. Sehingga akan muncul kotak dialog seperti
berikut :
kecil nilai RMS-Error, berarti semakin teliti penentuan GCP di citra. RMS-Error
RMS-Error = ′ ′
Subset image dilakukan untuk memotong image sesuai dengan yang akan
kita kerjakan. Hal ini untuk mengecilkan area kerja, sehingga mudah untuk
mengolahnya.
Langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Buka image yang akan dipotong
2. Buka juga vektor yang akan digunakan untuk memotong
3. Select vektor tersebut, sehingga
sehingga tampilannya adalah sebagai berikut :
kenampakan karakteristik obyek-obyek pada Citra SPOT4 tahun 2007 dan 2009.
untuk membantu pengamatan visual obyek dapat dilakukan dua pendekatan yaitu
kombinasi band yang tepat dilakukan dengan pendekatan nilai OIF (Optium Index
Factor), kunci interpretasi yang digunakan yaitu rona, bentuk, ukuran, bayangan,
tekstur, pola dan situs. Beberapa obyek yang dapat diamati pada citra antara lain
daerah contoh (training area). Tetapi pada penelitian ini penentuan daerah contoh
menggunakan GPS.
diambil sampelnya. Sampel dari satu kelas klasifikasi bisa lebih dari satu
box berikut
5. Warna dapat diganti sesuai dengan keinginan kita yaitu dengan mengubah
atributnya. Buka file hasil klasifikasi (*.img) pada window viewer, Klik
1. Dari menu bar Erdas Imagine, klik icon kemudian muncul kotak
dialog lalu pilih GIS Analysis ½ Recode sehingga keluar tampilan berikut :
2. Klik Setup Recode untuk mengelompokan baris-baris (row) atribut yang
4. Klik pada viewer untuk menampilkan data recode yang telah kita buat.
Lalu klik menu bar Raster | Attribute , edit atributnya sesuai dengan nomor
pengelompokannya
5. Klik Save
3.3.3 Tahap Analisis Data
dilakukan untuk mengetahui luasan ruang terbuka hijau pada tahun 200 dan 2009
apakah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Sealin itu juga
HASIL PEMBAHASAN
yang paling utama dalam penelitian ini adalah Citra SPOT4 daerah penelitian.
Citra SPOT4 diperoleh dari LAPAN yang terletak di Pasar Rebo Jakarta Timur.
Setelah citra diperoleh, tahapan selanjutnya adalah konversi/format data. Hal ini
Citra Landsat-5-TM+1997 dengan citra Landsat tahun 2001 adalah (Tabel 1).
Akurasi yang baik adalah jika tepat objek dan nilai RMS-error kurang dari
Penyimpangan posisi citra dapat terjadi karena perekaman citra satelit oleh
sensor sering mengalami distorsi, pergeseran secara alami dari objek selama
Error
Tabel 2 Nilai RMS-error hasil Koreksi geometrik Citra SPOT4 2009 dengan Citra
Error
dimasukan pada citra acuan (Citra Landsat ETM 5+ tahun 2001) dan citra yang
akan dikoreksi (Citra SPOT4 Tahun 2007 pada tabel 1 dan Citra SPOT4 Tahun
2009 pada Tabel 2). Nilai RMS Error menunjukan posisi GCP citra yang
dikoreksi mendekati posisi GCP pada citra acuan. Semakin kecil nilai RMS-Error
berarti ketelitian penentuan GCP pada citra semakin teliti. Nilai rata-rata RMS-
Error pada tabel 1 dan tabel 2 masing-masing adalah 0,133 dan 0,039 artinya
Setiap objek yang terdapat pada citra memiliki kenampakan yang khas,
kombinasi band yang digunakan dalam membantu pengenalan objek adalah 123
(RGB). Kombinasi band 123 (RGB) pada citra SPOT4 memiliki kekontrasan yang
tinggi dimana objek-objek yang terdapat dalam citra dapat dengan mudah
dibedakan karena kualitas citra komposit dan hasilnya lebih baik (Gambar 4.1 dan
4.2)
Gambar 4.1 Citra SPOT4 Tahun 2007 Kota Tangerang Kombinasi Band 123 (RGB)
Gambar 4.2 Citra SPOT4 Tahun 2009 Kota Tangerang Kombinasi Band 123 (RGB)
Gambar 4.1 merupakan hasil pemotongan Citra SPOT4 tahun 2007 kombinasi Band
123 (RGB) dengan vektor Kota Tangerang. Gambar 4.2 merupakan hasil pemotongan Citra
SPOT4 tahun 2009 kombinasi Band 123 (RGB) dengan vektor Kota Tangerang. Warna yang
terlihat dominan pada kedua gambar di atas adalah warna hijau keabu-abuan dan warna
merah. Berdasarkan hasil pengecekan lapangan daerah yang berwarna hijau keabu-abuan
merupakan daerah pemukiman dan perkantoran yang sarat dengan bangunan, sedangkan
karena keterbatasan band citra segingga tidak dapat menggabungkan unsur-unsur interpretasi
dilakukan secara visual berdasarkan kenampakan warna yang relatif homogen dengan pola
tertentu dengan mempertimbangkan kemudahan penarikan batas pada setiap kelas penutup
lahan. Pada citra ditentukan daerah contoh (training area) untuk permukiman, kebun
(Supervised Classification). Dalam klasifikasi terbimbing, identitas dan lokasi beberapa tipe
(Maximum Likelihood Classification/MLC). Hasil klasifikasi dengan MLC pada Citra SPOT4
campuran, danau/sungai, dan lahan kosong,. Sedangkan pada Citra Landsat tahun 2006
menghasilkan 5 kelas penutupan/penggunaan lahan yaitu, permukiman, kebun campuran,
danau/sungai, lahan kosong, dan awan. Pembagian kelas awan dilakukan karena hasil foto
yang dilakukan oleh Citra SPOT4 2009 terdapat awan yang menghalangi kelas
penutupan/penggunaan lahan.
Pola penggunaan lahan merupakan refleksi aktivitas manusia pada suatu lahan,
sedangkan penutupan lahan merupakan kenampakan yang ada atau terlihat di permukaan
bumi. Penutupan lahan mencerminkan penggunaan lahan di lapangan tetapi pada kondisi
tertentu penutupan lahan tidak dapat menjelaskan penggunaan lahan yang sesungguhnya. Hal
ini biasa terlihat ketika pada citra objek teridentifikasi sebagai permukiman padahal ketika
dilakukan pengecekan lapang, kawasan tersebut di dominasi dengan lahan kosong. Hal ini
disebabkan pantulan spektral yang tertangkap oleh citra adalah permukiman karena posisi
lahan tahun 2007 (Gambar 4.3) dan 2009 (Gambar 4.4) dengan kelas penutupan/penggunaan
persawahan, warna biru menunjukan danau atau sungai, warna coklat menunjukan
lahan kosong atau lapangan sedangkan warna putih menunjukan wilayah Kota
Kota Tangerang, hal ini menunjukan bahwa wilayah Tangerang lebih di dominasi
oleh perumahan. Tetapi juga terlihat pada gambar 4.4 warna hijau terlihat lebih
penelitian pada tahun 2007 yaitu : Sungai/Danau 60,7 ha, Perumahan 11.210,52
penelitian pada tahun 2009 yaitu : Sungai/Danau 103,8 ha, Perumahan 10.164,68
Luas Ruang Terbuka Hijau dapat dilihat pada tabel 3 sedangkan proporsi
dan persentase perubahan luas Ruang Terbuka Hijau dapat dilihat pada tabel 4.
2007 3.631,58
2009 5.646,32
yang cukup luas. Tingginya luasan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang
besar area nya berupa lapangan rumput yang dalam proses klasifikasi di terlihat
tahun 2007 ke tahun 2009, hal ini di karenakan banyak perumahan yang
yang memanfaatkan lahan yang tidak terpakai untuk bangunan sebagai taman.
Gambar 4.7 Grafik Persentase RTH Kota Tangerang Tahun 2007 dan 2009
kota Tangerang sebesar 0,2% dari luas wilayah. Luasan ini kecil dikarenakan data
RTH yang mereka miliki adalah luas RTH yang dikelola oleh Pemkot Tangerang.
Ruang Terbuka Hijau Minimal 20% dari luas wilayah. Dan berdasarkan Tabel 4,
Tahun 2007 dengan memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas 20,48% pada tahun
5.1 Kesimpulan
20,48% pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 31,84% pada tahun
5.2 Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan yang sejenis dan lebih luas lingkupnya,
dan emisi karbon dioksida (CO2) dengan menggunakan citra berresolusi lebih
tinggi seperti SPOT5, IKONOS dan QUICKBIRD sehingga diperoleh data yang
lebih baik.
sehingga luas ruang terbuka hijau di Kota Tangerang dapat dipertahankan atau
bahkan ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Lillesand, T.M. dan Kiefer, R.W., 1994. Remote Sensing and Image
Interpretation. John Willey and Sons, New York.
Bandung
http://spot4.cnes.fr/spot4_gb/index.htm
http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=458
http://ilmukomputer.com