Anda di halaman 1dari 77

SKRIPSI

EVALUASI PERUBAHAN KEBUTUHAN RUANG TERBUKA


HIJAU DENGAN PENDEKATAN PENGINDERAAN JAUH
(INDERAJA)
(Studi Kasus: Kota Tangerang)

Oleh:

Rita Asri Cahyani


2030 9300 2039

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
EVALUASI PERUBAHAN KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN
PENDEKATAN PENGINDERAAN JAUH (INDERAJA)
(Studi Kasus : Kota Tangerang)

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :
RITA ASRI CAHYANI
(203093002039)

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
EVALUASI PERUBAHAN KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN
PENDEKATAN PENGINDERAAN JAUH (INDERAJA)
(Studi Kasus : Kota Tangerang)

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Komputer
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :
RITA ASRI CAHYANI
(203093002039)

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Zainul Arham, M. Si Ferryati Masitoh, S.Si


NIP 19740730 200710 1 002

Mengetahui
Ketua Program Studi Sistem Informasi

Nur Aeni Hidayah, MMSI


NIP. 19750818 200501 2 008
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “EVALUASI PERUBAHAN KEBUTUHAN RUANG


TERBUKA HIJAU DENGAN PENDEKATAN PENGINDERAAN JAUH
(INDERAJA)” yang ditulis oleh Rita Asri Cahyani NIM. 203093002039 telah diuji dan
dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 1 September 2010. Skripsi ini
telah diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1)
pada Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Menyetujui,
Penguji I Penguji II

Zulfiandri, MMSI Nia Kumaladewi, MMSI


NIP. 19700130 200501 1 003 NIP. 19750412 200710 2 002
Pembimbing I Pembimbing II

Zainul Arham, M.Si Ferryati Masitoh, S.Si


NIP. 19740730 200710 1 002

Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Sistem Informasi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Nur Aeni Hidayah, MMSI


NIP. 19680117 200112 1 001 NIP. 19750818 200501 2 008
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR


BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Agustus 2010

Rita Asri Cahyani


203093002039
ABSTRAK
RITA ASRI CAHYANI, Evaluasi Perubahan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
dengan Pendekatan Penginderaan Jauh (Inderaja) (Studi Kasus: Kota Tangerang),
dibimbing oleh ZAINUL ARHAM dan FERRYATI MASITOH

Sebagai kota yang bertetangga dengan Ibukota Jakarta, Tangerang


mengalami kemajuan yang hampir sama dengan Jakarta. Begitu pula dengan
dampak terhadap lingkungannya. Kondisi lingkungan Tangerang cukup
mengkhawatirkan yang ditandai dengan semakin tingginya polusi udara dan
meluasnya wilayah yang terkena bencana banjir. Masalah yang tidak kalah
pentingnya adalah masalah penataan ruang kota. Tata ruang kota Tangerang lebih
ditujukan untuk pembangunan pemukiman, perkantoran, sarana rekreasi dan
industri, yang berakibat kepada semakin berkurangnya ruang terbuka hijau
berpepohonan dan danau/waduk yang berfungsi sebagai daerah resapan air juga
untuk mengurangi polusi udara. Penelitian ini menghitung luas Ruang Terbuka
Hijau dengan pendekatan penginderaan jauh, yaitu dengan mengklasifikasi Citra
SPOT4 tahun 2007 dan 2009.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 setiap kota
harus memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas 20% dari luas kota. Dari hasil
penelitian ini diperoleh hasil bahwa pada tahun 2007 Kota Tangerang memiliki
Ruang Terbuka Hijau seluas 23,58% dari luas Kota Tangerang dan pada tahun
2009 meningkat menjadi 31,75% dari luas Kota Tangerang

Kata Kunci : Ruang Terbuka Hijau, KotaTangerang, Citra.

V Bab + xxvii Halaman + 62 Halaman + 7 Gambar + 4 Tabel + Lampiran, 2010

Daftar Pustaka 11 (1994 – 2008)


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahiim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Yang Maha
Kuasa dan telah memberikan berkah dan anugerahNya kepada penulis sehingga
penulis mampu melaksanakan tugas untuk menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya. Shalawat serta salam tak lupa juga penulis haturkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.

Skripsi ini penulis buat sebagai syarat kelulusan dalam menempuh


pendidikan jenjang Strata-1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Selain itu juga penulis berharap apa yang penulis teliti, yang dijelaskan di
dalam skripsi ini, dapat dipergunakan dengan baik oleh semua pihak yang
membutuhkan, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya di Program Studi Sistem Informasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dapat lebih maju dan lulusannya dapat bekerja secara kooperatif dengan semua
elemen informatika dari seluruh dunia.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-


pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini :

1. Bapak Dr. Syopiansyah jaya Putra M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi.

2. Ibu Nur Aeni, MMSI selaku ketua Program Studi Sistem Informasi.

3. Bapak Zainul Arham, S. Kom, M.Si selaku Dosen Pembimbing Idan Ibu
Ferryati Masitoh, S.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini

4. Kedua orang tua penulis, Ir. Tatang K. Soekarno dan Seri Rahmiati, yang
telah memberikan dukungan moril, semangat dan materiil sehingga
memperlancar proses penyusunan skripsi ini.

5. Teman-Teman seperjuangan TI-SI UIN 2003, terutama SI-05 atas


dukungan kalian semua.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini,
baik penulisan maupun aplikasinya sendiri. Oleh karena itu penulis mengharapkan
saran dan kritik yang dapat membangun skripsi ini lebih baik lagi.

Jakarta, Agustus 2010

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i

Persetujuan Pembimbing .................................................................................... iii

Halaman Pengesahan Ujian ................................................................................ iv

Halaman Pernyataan ........................................................................................... v

Abstrak ............................................................................................................... vi

Kata Pengantar ................................................................................................... vii

Daftar Isi ............................................................................................................. ix

Daftar Gambar .................................................................................................... xiv

Daftar Tabel ....................................................................................................... xv

Daftar Lampiran ................................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 3

1.3. Batasan Masalah ................................................................................ 3

1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4

1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4

1.6. Sistematika Penulisan ........................................................................ 5


BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Lahan dan Penutupan/Penggunaan Lahan ......................................... 7

2.2. Perubahan Penggunaan Lahan ........................................................... 8

2.3. Ruang Terbuka Hijau ......................................................................... 9

2.3.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) ............................... 9

2.3.2 Bentuk Ruang Terbuka Hijau ................................................ 10

2.3.3 Tujuan, fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau ............... 11

2.3.4 Luas Minimum Ruang Terbuka Hijau ................................... 12

2.4. Sistem Informasi Geografis ............................................................... 12

2.4.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis ................................. 12

2.4.2 Komponen SIG ...................................................................... 13

2.4.3 Fungsi-fungsi Analisis dalam SIG ......................................... 17

2.5. Penginderaan Jauh (Inderaja) ............................................................ 19

2.5.1 Jenis-jenis Penginderaan Jauh ............................................... 21

2.5.2 Teknologi Penginderaan Jauh ................................................ 22

2.6. GPS ................................................................................................ 23

2.6.1 Segmen GPS .......................................................................... 24

2.6.2 Sistem Kerja GPS .................................................................. 24

2.6.3 Aplikasi GPS ......................................................................... 25


2.7. SPOT ................................................................................................ 26

2.8. Kondisi Umum Daerah Penelitian ..................................................... 27

2.8.1 Letak Geografis ..................................................................... 27

2.8.2 Penggunaan Lahan ................................................................. 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 30

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ................................................................. 30

3.3. Metode Penelitian .............................................................................. 30

3.3.1 Tahap Pengumpulan Data ...................................................... 31

3.3.2 Tahap Pengolahan Data ......................................................... 31

3.3.2.1 Diagram Alir Penelitian ............................................. 32

3.3.2.2 Reproject Image ......................................................... 32

3.3.2.3 Koreksi Geometris ..................................................... 34

3.3.2.4 Pemotongan Citra (Subset Image) ............................. 38

3.3.2.5 Interpretasi Lahan ...................................................... 40

3.3.2.6 Klasifikasi Citra ......................................................... 48

3.3.3 Tahap Analisis Data ................................................................ 45

3.4 Pengecekan Lapang ........................................................................... 45


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Citra Digital ......................................................................... 46

4.1.1 Koreksi Geometrik ................................................................. 46

4.1.2 Interpretasi Visual Citra SPOT4 ............................................ 48

4.1.3 Penentuan Daerah Contoh (Training Area) ........................... 51

4.1.4 Klasifikasi Citra ..................................................................... 51

4.2. Analisis Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2007 dan 2009 ......... 52

4.3. Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau .............................................. 56

4.4 Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau ...................................................... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 59

5.2. Saran ................................................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA PENUNJANG ............................................................. 62


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1. Citra SPOT4 Tahun 2007 .............................................................. 49

Gambar 4.2. Citra SPOT4 Tahun 2009 .............................................................. 50

Gambar 4.3. Hasil Klasifikasi Citra SPOT4 Tahun 2007 .................................... 53

Gambar 4.4. Hasil Klasifikasi Citra SPOT4 Tahun 2009 ..................................... 54

Gambar 4.5 Diagram Batang Penutupan Lahan Tahun 2007 ………………... 55

Gambar 4.6 Diagram Batang Penutupan Lahan Tahun 2009 ………………... 56

Gambar 4.7 Grafik Presentase RTH Kota Tangerang Tahun 2007 dan 2009 … 57
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Nilai RMS-error Koreksi Geometrik Citra SPOT4 2007........... 47

Tabel 4.2. Nilai RMS-error Koreksi Geometrik Citra SPOT4 2009........... 47

Tabel 4.3. Jumlah Luas Ruang Terbuka Hijau............................................ 56

Tabel 4.4. Persentase Luas Ruang Terbuka Hijau ..................................... 57


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kota merupakan suatu wilayah pemusatan sejumlah penduduk yang

mewadahi tumbuh dan berkembangnya kegiatan sosial, budaya dan ekonomi.

Perkembangan suatu perkotaan ditandai dengan perkembangan populasi manusia

yang disertai dengan perkembagan sarana dan prasarana fisik seperti

perkembangan pemukiman transportasi, industri, dan lain-lain sebagai penunjang

aktifitas penduduk kota. Perkembangan suatu perkotaan menjadi simbol kemajuan

peradaban manusia, karena penduduk perkotaan cenderung mengikuti

perkembangan zaman.

Tetapi, pada kenyataannya perkembangan/pembangunan lingkungan

perkotaan menimbulkan berbagai dampak negatif yang mengakibatkan

menurunnya kualitas lingkungan yang pada akhirnya manusia juga yang

mengalami kerugian. Kerugian yang dialami manusia diantaranya banjir,

menurunnya kualitas udara karena polusi, dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan

bahwa lingkungan perkotaan maju secara ekonomi, tetapi mundur secara ekologi.

Padahal kestabilan kota secara ekologi sangat penting, sama pentingnya dengan

kestabilan secara ekonomi.

Sebagai kota yang bertetangga dengan Ibukota Jakarta, Tangerang

mengalami kemajuan yang hampir sama dengan Jakarta. Begitu pula dengan

dampak terhadap lingkungannya. Masalah yang tidak kalah pentingnya adalah

masalah penataan ruang kota. Tata ruang kota Tangerang lebih ditujukan untuk

46
pembangunan pemukiman, perkantoran, sarana rekreasi dan industri, yang

berakibat kepada semakin berkurangnya ruang terbuka hijau berpepohonan dan

danau/waduk yang berfungsi sebagai daerah resapan air juga untuk mengurangi

polusi udara.

Menyadari keadaan tersebut, penataan lingkungan perkotaan yang

berwawasan lingkungan menjadi sangat penting. Oleh karena itu kehadiran

vegetasi dalam ruang terbuka hijau sangat diperlukan untuk mengimbangi tingkat

polusi udara yang tinggi serta untuk daerah resapan air, seiring dengan

meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktifitas industri.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang, Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur

dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat

tumbuh tanaman, baikyang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Terbuka Hijau dimana di

dalamnya termasuk Hutan Kota adalah bagian dari kawasan lindung yang

merupakan kawasan perlindungan setempat.

Perkembangan ruang terbuka hijau memerlukan perencanaan dan

pengelolaan yang baik, agar fungsi dan peranan ruang terbuka hijau itu sendiri

dapat terwujud secara optimal. Informasi yang akurat, cepat dan efisien akan

sangat membantu dalam perencanaan pembangunan ruang terbuka hijau. Oleh

karena itu, teknologi penginderaan jauh merupakan sarana yang tepat. Jika

diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) akan menghasilkan

informasi yang diperlukan untuk tata ruang kota.


Penginderaan jauh mampu memberikan informasi secara lengkap, cepat

dan relatif lebih akurat, serta cakupan wilayah yang luas. Kelebihan lain dari

teknik penginderaan jauh dengan menggunakan satelit yaitu dapat menghasilkan

data dijital yang selanjutnya dapat diolah secara kuantitatif dengan bantuan

komputer, sehingga dihasilkan informasi yang lebih cepat dan akurat.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang ada yaitu belum adanya data yang akurat yang dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan luasan ruang terbuka

hijau yang diperlukan. Akan tetapi inti permasalahnnya adalah bagaimana

mengintegrasikan data dari citra satelit dan data lainnya dengan Sistem Informasi

Geografis sehingga menghasilkan suatu analisa mengenai evaluasi perubahan

kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang.

1.3 Batasan Masalah

Pada pembuatan analisa ini penulis membatasi pembahasan mengenai

interpretasi tutupan lahan, dan menghitung kebutuhan ruang terbuka hijau

berdasarkan ketentuan pemerintah serta mengevaluasi perubahan luasan ruang

terbuka hijau di Kota Tangerang dengan menggunakan citra SPOT4, serta

software Erdas 9.1 dan Arcview 3.3.


1.4 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa luas daerah yang

diperlukan untuk ruang terbuka hijau di Kota Tangerang serta mengevaluasi

perubahan luasan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang.

Bagi penulis, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan

penulis dalam menginterpretasi lahan berdasarkan citra satelit serta mengolah data

spasial dan data non spasial sehingga menjadi informasi yang diperlukan

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Penulis

Manfaat yang bisa penulis petik dalam pembuatan skripsi ini, yaitu

diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Penulis bisa lebih memahami pemanfaatan citra satelit serta

pengolahan data spasial dan non spasial menjadi suatu informasi yang

diperlukan

b. Bisa menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama penulis kuliah, baik

mengenai analisis dan perancangan, serta bisa menerapkan ilmu

Metodologi Penelitian, yaitu salah satu matakuliah yang penulis

pelajari dalam penyususunan skripsi ini.

c. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan mahasiswa Sistem

Informasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.5.2 Bagi Akademik

a. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menguasai materi teori

yang telah diperoleh selama kuliah.


b. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya dan

sebagai bahan evaluasi.

c. Memberikan gambaran tentang kesiapan mahasiswa dalam

menghadapi dunia kerja dari hasil yang diperoleh selama belajar /

kuliah

1.5.3 Bagi Pengguna

Hasil daripenelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

tutupan lahan di Tangerang, sebagai penunjang dalam perencanaan dan

pengembagan tataruang kota di Tangerang

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan, penulis menyusunnya ke dalam lima

bab. Setiap bab terdiri dari beberapa sub bab tersendiri. Bab tersebut secara

keseluruhan saling berkaitan satu sama lain, dimana diawali dengan bab

pendahuluan dan diakhiri dengan bab penutup yang berupa kesimpulan dan saran.

Sebagaimana terlampir di bawah ini yang terdiri dari :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini mengemukakan gambaran umum yang berisi mengenai latar

belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat dan

sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan mengenai landasan teori yang digunakan penulis

dalam melakukan penelitian serta kondisi umum daerah penelitian.


BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini menguraikan secara rinci metodologi yang digunakan dalam

proses analisis. Selain itu akan dibahas pula secara garis besar mengenai

tahapan-tahapan yang digunakan oleh penulis untuk mencapai tujuan

dari penelitian.

BAB IV : Hasil Pembahasan

Pada bab ini menguraikan tentang hasil dari penelitian yaitu menganalisa

kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini adalah bab penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Lahan dan Penutupan/Penggunaan Lahan

Lahan dapat diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim,

relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada

pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (Arsyad, 2000). Termasuk di dalamnya

juga hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang, seperti hasil reklamasi

daerah pantai dan hasil penebangan liar (Illegal Logging).

Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di

permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan

manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan merupakan setiap bentuk

campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad, 2000). Penggunaan

lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, di samping dapat menimbulkan

kerusakan tanah juga dapat meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial

lainnya. Untuk itu perlu dipikirkan jenis penggunaan sumberdaya lahan yang tidak

menghabiskan potensi produksi di masa yang akan datang serta dapat

mempertahankannya untuk jangka waktu yang lebih lama, namun tetap dapat

memaksimumkan besarnya penerimaan (Lillesand dan kiefer, 1994).

Penelitian ini mengelompokkan penggunaan lahan menjadi dua kategori,

yakni ruang terbuka hijau dan pemukiman. Kelompok ruang terbuka hijau terdiri

atas semak/belukar, kebun campuran, sawah dan lahan kosong.


2.2 Perubahan Penggunaan Lahan

Pada hakikatnya, perubahan penggunaan lahan memiliki makna yang

sama dengan konversi lahan. Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan

aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk

tujuan komersial maupun industri (Kazaz, 2001).

Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial

dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutupan/penggunaan lahan.

Di perkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu

bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Sawah atau lahan

pertanian umumnya berubah menjadi permukiman, industri atau infrastruktur

kota. Pola demikian terjadi karena lahan urban mempunyai nilai sewa lahan (land

rent) yang lebih tinggi dibanding penggunaan lahan sebelumnya (Sitorus, 2007).

Di wilayah pedesaan polanya berbeda karena tutuntan lahan urban untuk

kebutuhan perumahan jauh lebih kecil dari perkotaan. Hal itu terjadi karena

pertumbuhan penduduk di pedesaan sifatnya alami dan relatif kecil, bahkan

banyak pedesaan yang mengalami pertumbuhan minus karena angkatan kerja

diserap angkatan kerja di perkotaan.

Perubahan struktur penggunaan lahan terkait dengan tingkat efisiensi yang

dimiliki dari penggunaan lahannya, dimana penggunaan lahan untuk aktivitas

penggunaan lahan yang mampu memberikan tingkat efisiensi lebih tinggi akan

menggantikan penggunaan lahan yang mempunyai tingkat efisiensi yang lebih

rendah. Misalnya, petani akan cenderung mengkonversikan sawahnya ke


penggunaan lahan lain apabila pembudidayaan sawah tersebut tidak mampu

memenuhi perkembangan standar tuntutan hidupnya (Saefulhakim,1996).

Perubahan penggunaan lahan dapat diamati dari data-data yang berbasis

spasial, seperti peta penggunaan lahan pada beberapa titik tahun yang berbeda

menggunakan bantuan Penginderaan Jauh (Inderaja).

2.3 Ruang Terbuka Hijau

2.3.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan

ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau

hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan

hijau dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang

dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun

dalam bentuk area memanjang/jalur. Pemanfatan ruang terbuka hijau lebih

bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun

budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan

sebagainya (Inmendagri No. 14 Tahun 1988).

Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,

yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang

tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU No. 26 Tahun 2007).

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat

RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,

ekonomi dan estetika (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007).

2.3.2 Bentuk Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Peraruran Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007, status

kepemilikan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) dibagi kedalam

2 klasifikasi, yaitu :

1. RTHKP Publik, yaitu RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi

tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota

2. RTHKP Privat, yaitu RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi

tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang

dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi

Berdasarkan bobot kealamiannya bentuk RTH dapat dikalsifikasikan

menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) RTH

non-alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga,

pemakaman, dll).

Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya RTH diklasifikasi menjadi (a)

bentuk RTH kawasan (areal, non linear) dan (b) bentuk RTH jalur (koridor,

linear).

Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi

menjadi (a) RTH kawasan Perdagangan; (b) RTH kawasan perindustrian; (c) RTH

kawasan pemukiman; (d) RTH kawasan pertanian; dan (e) RTH kawasan khusus

seperti pemakaman, lapangan olah raga, hankam


Jenis RTHKP meliputi : (a) taman kota; (b) taman wisata alam; (c) taman

rekreasi; (d) taman lingkungan perumahan dan pemukiman; (e) taman lingkungan

perkantoran dan gedung komersial; (f) taman hutan raya; (g) hutan kota; (h) hutan

lindung; (i) bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah; (j) cagar

alam; (k) kebun raya; (l) kebun binatang; (m) pemakaman umum; (n) lapangan

olah raga; (o) lapangan upacara; (p) lapangan parkir terbuka; (q) lahan pertanian

perkotaan; (r) jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET); (s) sempadan

sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa; (t) jalur pengaman jalan, median jalan, rel

kereta api, pipa gas dan pedestrian; (u) kawasan dan jalur hijau; (v) daerah

penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan (w) taman atap (roof garden)

2.3.3 Tujuan, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Tujuan Penataan RTHKP adalah :

a. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan

b. mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan

buatan di perkotaan

c. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah bersih dan

nyaman

Fungsi RTHKP adalah :

a. pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan

b. pengendali pencemaran kerusakan tanah, air dan udara

c. tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati

d. pengendali tata air

e. sarana estetika kota


Manfaat RTHKP adalah :

a. sarana untuk mencerminkan identitas daerah

b. sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan

c. sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial

d. meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan

e. menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah

f. sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula

g. sarana evakuasi dalam keadaan darurat

h. memperbaiki iklim mikro

i. meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan

2.3.4 Luas Minimum Ruang Terbuka Hijau

Luas RTHKP minimal 20% dari luas kawasan perkotaan. Luasan ini

mencakup RTHKP publik dan RTHKP privat (Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 1 Tahun 2007).

2.4 Sistem Informasi Geografis

2.4.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis

Terdapat banyak sekali definisi SIG yang dikemukakan oleh para pakar

geografi. Diantaranya definisi SIG yang dikemukakan oleh

1. Rind (Prahasta, 2007) bahwa “SIG adalah sekumpulan perangkat keras

komputer (hardware), perangkat lunak (software), data-data geografis dan

sumber daya manusia yang terorganisir yang secara efisien mengumpulkan,


menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan

semua bentuk data yang berreferensi geografis”.

2. Aronoff (Prahasta, 2007) bahwa “SIG adalah sistem yang berbasiskan

komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-

informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan

menganalisis objek-objek dan atau fenomena dimana lokasi geografi

merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk di analisis.”

3. Raper (Prahasta, 2007) bahwa “SIG adalah sistem yang dapat mendukung

pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-

deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan

di lokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi

yang diperlukan, yaitu data spasial, perangkat keras, perangkat lunak dan

struktur organisasi.”

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa :

SIG terdiri dari komponen-komponen berikut, yaitu :

1. Perangkat keras komputer (hardware)

2. Perangkat lunak komputer (software)

3. Sumber daya manusia (brainware)

4. Data-data geografis

Gambaran SIG sebagai sebuah sistem meliputi :

1. Input : mengumpulkan dan menyimpan data

2. Proses : memanipulasi, meng-update, menganalisa

3. Output : menampilkan atau menyajikan data hasil pemrosesan


2.4.2 Komponen SIG

1. Perangkat Keras Komputer

Perangkat keras dalam SIG terdiri dari :

a. Perangkat masukan data :

i. keyboard dan mouse untuk memasukan perintah

ii. digitiser untuk memasukan data spasial yang nantinya akan tersimpan

sebagai data vektor

iii. scanner untuk memasukan data spasial yang nantinya akan tersimpan

sebagai data raster

b. Perangkat pemrosesan data : CPU

c. Perangkat keluaran data :

i. monitor : menampilkan hasil pengolahan dalam layar

ii. printer : mencetak hasil keluaran data spasial

iii. plotter : mencetak hasil keluaran data spasial berkualitas tinggi baik

untuk data vektor maupun data raster

iv. CD/DVD RW : memasukan data spasial kedalam CD atau DVD

d. Perangkat penyimpanan data : harddisk, CD, DVD

2. Perangkat Lunak Komputer

Saat ini terdapat banyak perangkat lunak SIG yang berbasis vektor

maupun raster. Perangkat lunak yang berbasis vektor diantaranya : ARC/INFO,

Arc VIEW, Map INFO, AutoCad Map, dll. Sedangkan perangkat lunak yang

berbasis raster diantaranya adalah : ILWIS, IDRISI, ERDAS, dll. Dari sekian

banyak perangkat lunak SIG, pada dasarnya memiliki persamaan kemampuan atau

fasilitas seperti :
a. Kemampuan untuk menangani pemasukan (input) data spasial

b. Kemampuan untuk memanajemen data baik spasial maupun non spasial

c. Kemampuan untuk menganalisa data spasial

d. Kemampuan untuk mempresentasikan data hasil olahan

e. Kemampuan impor/ekspor data

f. Interaksi dengan pengguna

3. Data-data geografis

Data-data yang dapat diolah dalam SIG merupakan fakta-fakta di

permukaan bumi yang memiliki referensi keruangan baik referensi secara relatif,

maupun referensi secara absolut, dan disajikan dalam sebuah format yang

bernama ‘peta’

Referensi relatif berarti suatu data yang mungkin tidak memiliki referensi

geografis sama sekali dikaitkan dengan data lain yang sudah memiliki referensi

geografis. Misalnya data jumlah penduduk per-kecamatan dikaitkan dengan peta

adminstrasi kabupaten

Referensi absolut berarti sebuah data sudah memiliki referensi geografis

atau koordinat tertentu di permukaan bumi. Misalnya titik-titik lokasi SPBU yang

diperoleh dengan GPS

Data geografis dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Data Grafis yang

menyimpan kenampakan-kenampakan permukaan bumi seperti jalan, penggunaan

lahan, jenis tanah, sungai, dll; (2) Data Tabular yang menyimpan atribut yang

menyertai kenampakan-kenampakan permukaan bumi tersebut, misalnya tanah

yang memiliki atribut tekstur, kedalaman, ph, dll.


Struktur data spasial terdiri dari :

a. Struktur data raster

Struktur data raster merupakan struktur data yang sangat sederhana, dimana

setiap informasi disimpan dalam petak-petak bujursangkar (grid), yang

membentuk sebuah bidang. Petak-petak bujursangkar itu disebut

pixel(singkatan dari picture element). Posisi sebuah pixel dinyatakan dengan

baris ke-m dan kolom ke-n. Data yang disimpan dalam format ini biasanya

data hasil scanning, seperti gambar digital (citra dengan format BMP, JPG,

GIF, dll), citra satelit digital (Landsat, Spot, dll)

b. Struktur data vektor

Struktur data vektor memiliki struktur data yang lebih rumit dibandingkan

struktur raster. Data direpresentasikan kedalam tiga bentuk, yaitu titik, garis

dan polygon. Data titik dalam komputer tersimpan dalam bentuk koordinat X,

Y (koordinat kartesius). Data garis merupakan data titik-titik yang saling

terhubung (X1,Y1), (X2,Y2), (X3,Y3), …, (Xn,Yn). Sedangkan data polygon

merupakan data garis yang membentuk kurva tertutup (X1,Y1), (X2,Y2),

(X3,Y3), …, (X1,Y1). Data yang tersimpan dalam format demikian disebut

model data data spaghetti. Dalam model data ini keterkaitan antara satu obyek

dengan obyek lainnya tidak tersimpan. Untuk dapat diolah dengan SIG, model

data spaghetti ini harus dikonversikan menjadi model data yang menyimpan

keterkaitan antar obyek. Model ini disebut dengan model topologi


4. Sumber daya manusia

Komponen terakhir yang tak kalah pentingnya daam SIG adalah

sumberdaya manusia yang terlatih. Peranan sumberdaya manusia adalah untuk

menjalankan sistem yang meliputi pengoperasian perangkat keras dan perangkat

lunak, serta menangani data geografis dengan menggunakan kedua perangkat

tersebut. Selain itu sumberdaya manusia juga berperan sebagai sistem analis yang

berfungsi untuk menerjemahkan permasalahan riil di permukaan bumi dengan

bahasa SIG, sehingga permasalahan tersebut dapat diidentifikasi dan ditentukan

cara pemecahannya.

2.4.3 Fungsi –fungsi Analisis dalam SIG

Fungsi-fungsi analisis SIG merupakan metode, yaitu bagaimana cara SIG

menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kaitannya dengan perencanaan

keruangan. Menurut Aronoff secara umum dapat dikelompokkan menjadi 4

kelompok (Prahasta, 2007), yaitu :

1. Perolehan kembali (retrieval), (re)klasifikasi, pengukuran

Fungsi analisis dalam kelompok ini memiliki kesamaan cirri yaitu proses yang

dilakukan tidak merubah data baik spasial maupun atibutnya. Perolehan

kembali (retrieval) merupakan proses untuk menyeleksi dan menampilkan

sebuah atau beberapa data yang memiliki kesamaan ciri atau sifat.

Re(klasifikasi) merupakan proses menandai (reassignment) kembali data-data

menjadi kelompok-kelompok baru dengan kriteria tertentu.


2. Tumpang susun (overlay) peta

Tumpang susun peta (overlay) menghasilkan informasi yang sama sekali baru.

Informasi baru ini dihitung dengan menggunakan persamaan matematis

tertentu dari variable-variabel bebas yang menyusunnya (masukan data

penyusunnya). Menurut persamaan matematis yang digunakan, tumpang

susun peta dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

a. Tumpang susun aritmatika

Tumpang susun aritmatika menggunakan operasi matematika seperti

tambah, kurang, kali dan bagi untuk memperoleh hasil tumpang susunnya

b. Tumpang susun logika

Tumpang susun logika menggunakan operasi logika seperti AND, OR dan

XOR untuk memperoleh hail tumpang susunnya

c. Tumpang susun bersyarat (conditional)

Tupang susun bersyarat menggunakan pernyataan bersyarat

IF……THEN…..ELSE untuk meperoleh hasil tumpang susunnya

3. Analisis permukaan/surface operation (analisis tetangga/neighbour operation)

Analisis ini memperhatikan nilai-nilai tetangga di sekitar titik atau lokasi yang

sedang dievaluasi. Misalnya berapa jumlah lokasi hot spot dalam radius 10 km

dari sebuah taman nasional ? contoh lain dari analisis permukaan/tetangga ini

adalah interpolasi. Interplasi adalah proses untuk menentukan nilai dari suatu

lokasi (misal ketinggian) yang belum diketahui berdasarkan lokasi-lokasi lain

yang telah diketahui.


4. Keterkaitan (connectivity)

Fungsi-fungsi SIG yang termauk dalam kelompok keterkaitan adalah :

a. Fungsi persinggungan (contiguity function)

Fungsi persinggungan berguna untuk mencari data-data yang memiliki

kesamaan sifat. Misalnya mencari HPH-HPH yang berbatasan langsung

dengan taman nasional.

b. Fungsi kedekatan (proximity function)

Fungsi kedekatan berguna untuk mencari daerah penyangga (buffer zone)

terhadap suatu obyek tertentu. Obyek tersebut bias berupa obyek titik,

garis atau polygon. Misalnya mencari daerah penangga 1 km terhadap

jalan atau sungai.

c. Fungsi penyebaran (spread function)

Fungsi ini berguna untuk menentukan penyebaran suatu fenomena.

Misalnya mencari seberapa luas daerah yang tergenang oleh waduk setelah

sebua sungai dibendung.

d. Fungsi pencarian (seek function)

Fungsi ini berguna untuk menentukan cara atau jalan yang paling optimum

untuk mencapai suau lokasi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.

e. Fungsi jaringan (network function)

Dengan analisis ini memungkinkan untuk membuat analisis pergerakan

suatu obyek dari satu lokasi ke lokasi yang lain berdasarkan data jaringan.

Misal jalan yang telah terhubung satu sama lain.


2.5 Penginderaan Jauh (Inderaja)

Penginderaan jauh (inderaja) atau remote sensing adalah ilmu pengetahuan

dan teknologi (IPTEK) untuk memperoleh, mengolah dan menganalisa data untuk

mengetahui karakteristik objek tanpa menyentuh objek itu sendiri (Lillesand dan

Kiefer, 1994)

Menurut Hornby (Sutanto, 1998) citra merupakan gambaran yang terekam

oleh kamera atau oleh sensor penginderaan jauh. Menurut Estes dan Simonett

(Sutanto, 1998) interpertasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan

atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti

pentingnya obyek tersebut .

Konsep dasar dari remote sensing berasal dari contoh mata serangga yang

mempunyai banyak sensor. Sensor tersebutlah yang mengidentifikasi, mensurvai

dan mengukur radiasi dan panjang gelombang yang dipantulkan oleh objek yang

diteilti dan kemudian dikategorikan.

Empat komponen dasar dari sistem Penginderaan Jauh adalah target,

sumber energi, alur transmisi, dan sensor.

Di dalam remote sensing terdapat 2 tipe yaitu:

1. Berdasarkan tipe sumber energi

a. Remote sensing pasif : menggunakan sensor yang menangkap radiasi

elektomagnetik yang dipancarkan dan dipantulkan oleh sumber alami.


b. Remote sensing aktif : menggunakan sensor yang menangkap pantulan

balik atau respon dari suatu objek yang dilakukan oleh sumber buatan

seperti radar.

2. Berdasarkan range panjang gelombang:

Remote sensing mengklasifikasikan 3 range panjang gelombang :

a. Remote sensing dengan gelombang visible dan inframerah

b. Remote sensing dengan thermal (panas / suhu) inframerah

c. Remote sensing dengan gelombang micro.

Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur dan

mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber

energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target

mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi

sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor

adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik.

Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi

format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian

diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi

biasanya berupa gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan komputer

dan perangkat lunak pengolah citra.

Karakteristik obyek yang tergambar pada citra dan digunakan untuk

mengenali obyek disebut unsur interpretasi citra. Unsur interpretasi citra terdiri

dari sembilan butir, yaitu rona atau wama, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi,

bayangan, situs dan asosiasi (Lillesand dan Kiefer, 1994)


Pada dasamya obyek di permukaan bumi ini dapat dibedakan menjadi tiga

kelompok besar, yaitu tanah, air dan vegetasi. Ketiga obyek tersebut secara alami

mempunyai bentuk dan sifat berbeda, sehingga apabila dipotret dengan

mengunakan panjang gelombang tertentu akan menghasilkan karakteristik

refiektan yang berbedabeda. Karakteristik reflektan dari obyek permukaan bumi

(tanah, air dan vegetasi) dapat digunakan sebagai dasar dalam pemilihan citra

pengirideraan jauh yang digunakan dan dasar dalam interpretasi obyek.

Sistem inderaja pada prinsipnya terdiri atas tiga bagian utama yang tidak

terpisahkan yaitu ruas antariksa, ruas bumi dan pemanfaatan data produk ruas

bumi. Data yang diperoleh dari sensor penginderaan jauh menyajikan informasi

penting untuk membuat keputusan yang mantap dan perumusan kebijakan bagi

berbagai penerapan pengembangan sumberdaya dan penggunaan lahan.

2.5.1 Jenis-jenis Penginderaan Jauh

1. Penginderaan Jauh Sistem Fotografik

Penginderaan jauh fotografik yaitu sistem penginderaan jauh yang di dalam

merekam obyek menggunakan kamera sebagai sensor, menggunakan film

sebagai detektor band, menggunakan tenaga elektromagnetik yang berupa

spektrum tampak dan atau perluasannya. Perluasan spektrum tampak dapat

berupa saluran inframerah dekat maupun saluran ultraviolet dekat, perekaman

obyek atau pemotretannya dapat dilakukan dari udara maupun dari antariksa.

Hasil rekamannya setelah diproses menjadi foto udara atau foto satelit. Tiga

ciri ini secara keseluruhan membedakan penginderaan jauh sistem fotografik

terhadap penginderaan jauh sistem non fotografik. Sesuai dengan kepekaan

filmnya maka foto udara dibedakan atas:


(1) foto ultraviolet, (2) foto ortokromatik, (3) foto pankromatik hitam putih,

(4) foto pankromatik berwama, (5) foto inframerah hitam putih, (6) foto

inframerah berwama dan (7) foto multispektral. Film pankromatik peka

terhadap panjang gelombang 0,36 um hingga 0,72 um. Kepekaannya hampir

sama dengan kepekaan mata manusia sehingga hal ini merupakan salah satu

keunggulan film pankromatik, karena kesan ronanya sama dengan kesan mata

yang melihat obyek aslinya (Prahasta, 2007)

2. Penginderaan Jauh Sistem Satelit

Penginderaan jauh sistem satelit adalah suatu sistem penginderaan jauh yang

dalam merekam objek menggunakan sensor yang terdapat pada satelit

2.5.2 Teknologi Penginderaan Jauh

Sebuah platform Penginderaan Jauh dirancang sesuai dengan beberapa tujuan

khusus. Tipe sensor dan kemampuannya, platform, penerima data,

pengiriman dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang sesuai dengan tujuan

tersebut dan beberapa faktor lain seperti biaya, waktu dsb.

Resolusi Sensor adalah rancangan dan penempatan sebuah sensor terutama

ditentukan oleh karakteristik khusus dari target yang ingin dipelajari dan

informasi yang diinginkan dari target tersebut. Setiap aplikasi penginderaan

jauh mempunyai kebutuhan khusus mengenai luas cakupan area, frekuensi

pengukuran dan tipe energi yang akan dideteksi. Oleh karena itu sebuah

sensor harus mampu memberikan resolusi spasial, spectral, dan temporal

yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi.


Resolusi Spasial adalah ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature)

permukaan bumi yang bisa dibedakan dgn bentuk permukaan di sekitarnya

atau yang ukurannya bisa diukur.

Resolusi Spektral adalah dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang

yang sensitif terhadap sensor.

Resolusi Temporal adalah frekwensi suatu sistem sensor merekam areal yang

sama (revisit).

Resolusi Radiometrik adalah ukuran sensitifitas sensor terhadap aliran radiasi

(radiant flux) yang dipantulkan/diemisikan oleh obyek

2.6 GPS

Global Positioning Sistem (GPS) adalah kumpulan (konstelasi) dari 24

satelit NAVTAR (Navigation satellite Timing and ranging) yang dikembangkan

oleh the United State Department of Defence (DoD), semula dipakai untuk

memenuhi kebutuhan militer dalam penentuan posisi, kecepatan dan waktu secara

teliti dalam segala cuaca baik di daratan, lautan, dan udara. Dengan persetujuan

US Congress, GPS kemudian dikembangkan untuk aplikasi non-militer. Dalam

sejarah perkembangannya, GPS merupakan proyek lanjutan dari sistem satelit

TRANSIT atau Satelit Doppler yang juga telah dikembangkan untuk aplikasi non-

militer

2.6.1 Segmen GPS

GPS sebagai suatu sistem terdiri dari tiga segmen utama, yakni space segmen,

control segmen, dan user segmen.


Space

Space segmen merupakan subsistem yang berada di angkasa, terdiri dari 24 satelit

(21 aktif dan 3 cadangan) yang mengorbit pada ketinggian 20.200 km dari

permukaan bumi. Dua puluh empat satelit tersebut mengorbit dalam enam bidang

orbit, masing-masing bidang orbit memuat empat satelit. Dengan kumpulan satelit

seperti tersebut, disembarang tempat di muka bumi akan dapat diamati sekurang-

kurangnya empat satelit pada setiap waktunya (24 jam sehari, 7 hari semnggu).

Control

Segmen Kontrol merupakan “otak” dari GPS. Sistem satelit GPS dikendalikan

dari Falcon Air Force Base di Colorado Springs, Colorado USA. Segmen ini juga

dilengkapi dengan empat stasiun monitoring dan empat stasiun distribusi Masing-

masing satelit akan melewati stasiun monitoring dua kali sehari.

User

User atau pengguna adalah semua pengguna yang memanfaatkan sinyal satelit

GPS untuk navigasi dan penentuan posisi dengan menggunakan receiver GPS dan

perangkat lunaknya.

2.6.2 Sistem Kerja GPS

Teknik penentuan posisi GPS adalah dengan cara mengetahui dan

mengukur jarak serta posisi dengan menggunakan beberapa satelit yang

mengirimkan feedback terhadap receiver GPS, sehingga dari interseksi sinyal dari

beberapa satelit akan didapatkan posisi tepat dimana receiver GPS itu berada di

permukaan bumi. Pengukuran berdasarkan sinyal tiga satelit hanya akan mendapat
posisi 2D, sedangkan untuk mendapatkan hasil posisi 3D yang akurat dibutuhkan

hasil pengamatan minimal 4 sinyal satelit.

2.6.3 Aplikasi GPS

Secara umum, produk GPS dikelompokkan ke dalam tiga kelas utama

yakni tipe Navigasi, Mapping & GIS, serta tipe Engineering & Construction. Tipe

navigasi merupakan cikal bakal GPS. Alat ini lebih banyak digunakan untuk

memandu menuju lokasi serta menemukan kembali lokasi tersebut. Garmin

termasuk unggul dalam teknologi GPS navigasi. Tipe mapping & GIS dirancang

untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan suatu alat yang mampu merekam data

garis, titik, dan area secara cepat, tepat, dinamis serta komprehensif antara feature

dengan atributnya.

Berbagai bidang yang telah memanfaatkan GPS tipe Mapping & GIS

diantaranya: kehutanan, perencanaan wilayah/kota, lingkungan, utilitas, NGO,

transportasi, perdagangan, hankam, dll. Di bidang kehutanan, sejak lama GPS

telah digunakan sebagai referensi dalam mencari posisi akurat pada citra satelit.

Pada perkembangannya, proses perencanaan, site selection, penyusunan

kompartemenisasi, perencanaan dan pemeliharaan jalan, perencanaan dan

pemeliharaan tata batas, telah banyak memanfaatkan teknologi GPS. Kendala

noise awan dan bayangan, meski tidak dapat dihilangkan sama sekali, namun

dengan pemahaman yang benar akan teknik-teknik perekaman data di lapangan

menjadikan GPS tetap dapat diandalkan.


2.7 SPOT4

Sesuai namanya, SPOT4 merupakan anggota keempat dari keluarga SPOT.

Seperti pendahulunya SPOT4 diluncurkan ke orbit dengan menggunakan Ariane

Launcher. SPOT4 di desain dan dikembangkan oleh CNES (Centre National

d'Études Spatiales) sebuah badan luar angkasa milik Perancis. Satelit SPOT

merupakan satelit sipil yang memimpin dalam observasi lahan.

Sistem SPOT terdiri dari tiga satelit (SPOT2, SPOT4 dan SPOT5); orbit

dan segmen pengontrol di bumi; jaringan global stasiun penerima dan

pemrosesan; jaringan pendistribusian produk dan pemasaran.

Citra SPOT telah beroperasi sejak Februari 1986. Pada bulan Maret 1998

SPOT4 menambah kemampuan baru dari keluarga SPOT. Performanya

ditingkatkan dengan menambahkan shortwave infrared spectral band (SWIR).

Satelit-satelit SPOT didesain untuk memperoleh gambaran dari bumi

dengan cara citra diambil dalam beberapa waktu yang berbeda, sehingga dapat

dibandingkan satu sama lain. Hal ini hanya dapat dilakukan jika setiap satelit spot

berada dalam orbit yang sama persis.

Karakteristik orbit SPOTadalah sebagai berikut:

1. Bertahap, yang artinya satelit melewati orbit secara berulang melalui sebuah

“ground point” setiap sejumlah hari. Satu putaran satelit SPOT memerlukan

waktu 26 hari untuk melengkapi 369 revolusi orbital. Periode orbitalnya

adalah 101,5 menit.

2. Sun-synchronous, sudut antara pesawat orbital dengan arah matahari hampir

konstan yaitu 22,5°.


3. Dekat kutub. Karakteristik ini merupakan konsekwensi dari dua

karakteristik sebelumnya. Kecenderungan orbit dengan pesawat di equator

sekitar 98,8°. Karakteristik ini memungkinkan untuk mencakup seluruh

permukaan bumi.

2.8 Kondisi Umum Daerah Penelitian

2.8.1 Letak Geografis

Secara astronomis Kota Tangerang terletak pada posisi 106° 36’ - 106° 42’

Bujur Timur (BT) dan 6° 6’ - 6° Lintang Selatan (LS).

2.8.2 Penggunaan Lahan

Kota Tangerang merupakan salah satu kota di Botabek dengan luas

wilayah 17.729,746 Ha. Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik kota

ditunjukkan oleh besamya kawasan terbangun kota, yaitu seluas 10.127,231 Ha

(57,12 % dari luas seluruh kota), sehingga sisanya sangat strategis untuk dapat

dikonsolidasi dengan baik ke dalam wilayah terbangun kota yang ada melalui

perencanaan kota yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Data terakhir menunjukkan bahwa

pemanfaatan lahan di Kota Tangerang meliputi:

1. Pemukiman (5.988,2 Ha)

2. Industri (1.367,1 Ha)

3. Perdagangan dan Jasa (608,1 Ha)

4. Pertanian (4.467,8 Ha)

5. Lain-lain (819,4 Ha)

6. Belum terpakai (2.66,4 Ha)


7. Bandara Soekarno - Hatta (1.816,0 Ha)

Pola penggunaan lahan di Kota Tangerang dapat dikelompokkan ke dalam

2 (dua) kategori, yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Berkaitan dengan

zoning di Kota Tangerang, pusat kota ditetapkan di Kecamatan Tangerang.

Kawasan pengembangan terbatas di bagian Utara (Kecamatan Benda dan

Batuceper) masih mengikuti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang lama.

Kecamatan Batuceper masih diarahkan untuk kegiatan pergudangan, industri dan

perumahan susun. Kecamatan Benda yang wilayahnya meliputi sebagian Bandara

Internasional Soekarno - Hatta diarahkan sebagai ruang terbuka hijau dan buffer

(pengaman) bandara, yang masih konsisten dengan RTRW sebelumnya.

Sedangkan Kecamatan Ciledug tetap diarahkan untuk kegiatan perumahan tapi

dengan penegasan yang lebih jelas antara skala menengah dan kecil. Kecamatan

Jatiuwung di bagian Barat Kota Tangerang diarahkan untuk kegiatan industri

dengan pengembangan terbatas, serta permukiman penunjang industri. Kawasan

tersebut tidak diarahkan untuk penambahan industri baru tapi untuk perluasan

kegiatan yang sudah ada saja.

Perkembangan suatu wilayah dapat di prediksi pertumbuhan penduduk

atau perkembangan permukiman. faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan permukiman, antara lain jarak terhadap jalan utama, jarak dari

pusat aktivitas, kenaikan harga lahan dan jumlah penduduk. Dengan

menggunakan klasifikasi terbimbing, didapat evaluasi perubahan pemukiman di

kota Depok. Perkembangan permukiman yang terjadi antara tahun 1997-2006 Hal

ini dikarenakan wilayah depok merupakan kawasan penyangga (hinterland) bagi

kota jakarta. juga disebabkan banyaknya pengembang (developer) dan banyaknya


masyarakat mulai berekspansi mendirikan permukiman disekitar wilayah Depok.

Penggunaan citra Landsat tidak maksimal pada proses klasifikasi, dikarenakan

adanya striping dan resolusi spasial yang besar yaitu 30 m X 30 m. Proses

klasifikasi akan lebih maksimal jika menggunakan citra yang memiliki resolusi

spasial kecil, seperti SPOT5, IKONOS atau QUICKBIRD (Budianti, 2008).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 hingga Maret 2010,

dengan lokasi penelitian di Kota Tangerang Banten. Pengolahan dan analisis data

dilakukan di kantor Lembaga Penelitian dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jl.

Pekayon Pasar Rebo Jakarta Timur.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan

data sekunder. Data primer terdiri dari Citra SPOT4 yang diperoleh dari LAPAN,

dan survey lapangan. Citra SPOT4 yang digunakan adalah Citra SPOT4 tahun

2007 path 284 row 362 dengan 4 band. Dan Citra SPOT4 tahun 2009 path 284

row 362 dengan 3 band.

Data sekunder meliputi peta digital Kota Tangerang dari LAPAN dan data

luasan RTH dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang.

Alat yang digunakan terdiri dari seperangkat komputer dengan perangkat

lunak Arc View GIS versi 3.3 dan ERDAS IMAGINE 8.5, dan GPS Garmin

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu : (1) Tahap pengumpulan data,

(2) Tahap Pengolahan Data, dan (3) Tahap analisis data.


3.3.1 Tahap Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan, yaitu :

a. Study Literatur

Merupakan pengumpulan data dan informasi dengan cara membaca buku-

buku referensi yang dapat dijadikan acuan pembahasan dalam masalah ini. Bukan

hanya buku saja yang penulis jadikan referensi, namun juga materi dan data yang

terdapat di situs internet yang membahas mengenai citra satelit dan Sistem

Informasi Gegrafis, serta data dan informasi pada beberapa instansi pemerintah

terkait, seperti data batas wilayah dari Dinas Tata Kota Tangerang

b. Observasi

Merupakan pengumpulan data dan informasi dengan cara melakukan

ground check klasifikasi lahan dengan menggunakan GPS.

3.3.2 Tahap Pengolahan Data

Untuk analisis citra digital dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu reproject image,

koreksi geometrik, dan klasifikasi.


3.3.2.1 Diagram Alir Penelitian

Citra SPOT4 Tahun 2007 Citra SPOT4 Tahun 2009

Reproject Image

Citra Landsat
Koreksi Geometris
Tahun 2001
Peta Digital Kota
Subset Image Tangerang

Klasifikasi

Recoding

Luas RTH Tahun 2007 dan 2009

3.3.2.2 Reproject Image

Reproject image diperlukan untuk mengubah proyeksi dari image. Karena kita
akan menggunakan proyeksi UTM, maka citra yang proyeksinya bukan UTM
harus diubah menjadi UTM terlebih dahulu. Caranya adalah sebagai berikut :
1. Buka program Erdas Imagine 8.5 hingga muncul tampilan sebagai berikut :
2. Klik Icon DataPrep → Reproject Images, akan muncul tampilan sebagai
berikut :

3. Lakukan Langkah-langkah sebagai berikut :


a. Input File : Nama File yang akan di reproject
b. Otput File : Nama file baru hasil reproject
c. Categories : UTM WGS 84 South
d. Projection : UTM Zone 48 (Range 102E – 108E)
e. Units : meters
f. X : 20
g. Y : 20
h. Klik OK
4. Tunggu hingga proses selesai, kemudian klik OK
3.3.2.3 Koreksi Geometrik

Menurut Jensen (Budianti, 2008) Koreksi Geometrik adalah perujukan

titik-titik tertentu pada citra ke titik-titik yang sama di lapang atau di peta

topografi. Pasangan titik-titik ini digunakan untuk membangun fungsi matematis

yang menyatakan hubungan antar posisi sembarang titik pada citra dengan objek

yang sama pada peta maupun lapangan. Proses koreksi geometrik diawali dengan

merektifikasi citra ke peta Rupabumi (image to image rectification) berdasarkan

GCP (Ground Control Point) yang mudah diidentifikasi pada peta maupun citra

yang dikoreksi dan bentuk relief yang tidak berubah dalam jangka waktu yang

lama

Tahapan koreksi geometris yang dilakukan sebagai berikut :

1. Buka program ERDAS Imagine sehingga muncul tampilan menu bar,

kemudian klik ikon untuk menampilkan image

2. Buka image pada viewer #1 sebagai image yang belum terkoreksi dan viewer

#2 sebagai image atau vector yang telah terkoreksi digunakan untuk acuan.

3. Pada viewer #1 klik menu Raster→Geometric Correction→Pilih

Polynomial→ klik OK.


4. Kemudian muncul dialog seperti berikut :

5. Klik menu Projection

6. Pilih isian Map units dengan satuan Meters

7. Klik Menu Add/Change Projection sehingga keluar tampilan (Edited)

Projection Chooser.

8. Klik Custom lalu isi pilihan sesuai perintah berikut :

9. Klik icon Close

10. Pilih option Exiting Viewer → Klik OK, kemudian muncul dialog Viewer

Selection Intructions. Dialog ini mengkonfirmasikan viewer mana yang akan


digunakan sebagai acuan. Karena yang dijadikan acuan adalah viewer #2 maka

klik pointer/kursor pada image yang berada di viewer #2. Tampilan akan

berubah menjadi tampilan sebagai berikut :

11. Dengan menggunakan icon tentukan posisi dari suatu piksel yang bisa

dikenali pada piksel dari image acuan. Cocokkan antara GCP pada image yang

akan dikoreksi dengan Image acuan sampai benar-benar terletak pada satu

piksel yang sama.

12. Buatlah GCP paling minimal 4 buah pada tempat yang diketahui nilai atau

posisinya

13. Setelah titik GCP yang dibuat lebih dari 4 (empat ) maka nilai RMS Error

akan muncul pada tabel. Nilai RMS error akan semakin kecil apabila posisi

GCP koreksi benar-benar sama dengan GCP acuan. Usahakan nilai RMS
Error nilainya di bawah 0.5 yaitu dengan cara menggeser titik GCP pada

kedua image sehingga posisinya benar-benar sama.

14. Untuk hasil yang lebih baik, buatlah


buatlah titik GCP sebanyak mungkin dan

menyebar di semua area.

15. Jika telah selesai save hasilnya dengan mengklik ikon Resample Image

dalam Geo Correction Tools. Sehingga akan muncul kotak dialog seperti

berikut :

16. Tunggu proses komputer, kemudian klik OK setelah proses selesai

Ketelitian koreksi geometris ditentukan oleh nilai RMS-Error. Semakin

kecil nilai RMS-Error, berarti semakin teliti penentuan GCP di citra. RMS-Error

setiap GCP dihitung dengan persamaan (Jensen, 1996) :

RMS-Error = ′ ′

Dimana : = koordinat titik pada citra acuan


= koordinat titik pada citra yang akan dikoreksi

3.3.2.4 Pemotongan Citra (Subset Image)

Subset image dilakukan untuk memotong image sesuai dengan yang akan
kita kerjakan. Hal ini untuk mengecilkan area kerja, sehingga mudah untuk
mengolahnya.
Langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Buka image yang akan dipotong
2. Buka juga vektor yang akan digunakan untuk memotong
3. Select vektor tersebut, sehingga
sehingga tampilannya adalah sebagai berikut :

4. Klik menu AOI → Copy Selection to AOI


5. Klik menu File → Save → AOI Layer As…
6. Beri nama file AOI → Klik OK
7. Klik Icon Data Prep → Subset Image, akan muncul kotak dialog sebagai
berikut :

8. Beri nama file yang akan dipotong


9. Beri nama file hasil pemotongan
10. Klik Tombol AOI, akan muncul kotak dialog sebagai berikut :

11. Pilih file AOI → Klik OK


12. Klil OK, tunggu sampai proses selesai, kemudian Klik OK
3.3.2.5 Interpretasi Lahan

Pada tahap interpretasi visual seharusnya dilakukan perbandingan

kenampakan karakteristik obyek-obyek pada Citra SPOT4 tahun 2007 dan 2009.

untuk membantu pengamatan visual obyek dapat dilakukan dua pendekatan yaitu

pemilihan band yang tepat dan penggunaan kunci interpretasi. Pemilihan

kombinasi band yang tepat dilakukan dengan pendekatan nilai OIF (Optium Index

Factor), kunci interpretasi yang digunakan yaitu rona, bentuk, ukuran, bayangan,

tekstur, pola dan situs. Beberapa obyek yang dapat diamati pada citra antara lain

permukiman, sawah, semak belukar dan sungai/danau kemudian ditentukan

daerah contoh (training area). Tetapi pada penelitian ini penentuan daerah contoh

dilakukan dengan cara memasukan titik-titik hasil survey lapangan dengan

menggunakan GPS.

3.3.2.6 Klasifikasi Citra

Untuk menetapkan kelas-kelas penggunaan lahan dilakukan klasifikasi

terbimbing (Supervised Classification) pada kedua Citra Landsat. Klasifikasi

terbimbing dilakukan berdasarkan area contoh (training area) yang telah

ditentukan sebelumnya yaitu dengan menggambarkan poligon-poligon pada citra

dengan karakteristik spektral tertentu

Tahapan Klasifikasi Terimbing adalah sebagai berikut :

1. Sebelum melakukan kegiatan klasifikasi terbimbing, terlebih dahulu buat

Training Areanya (Signature). Klik ikon panel Classifier sehingga

akan muncul tampilan seperti berikut ini.


Gambar Classifier

Kemudian pilih Signature Editor dan muncul dialog box berikut.

2. Buka View yang akan diklasifikasi (*.img). Kemudian deliniasi dengan

menggunakan AOI tools sampel-sampel wilayah tiap kategori kelas

klasifikasinya. Setiap membuat AOI beri keterangan pada Signature Editornya

yaitu dengan mengklik (create new signatur (s) from aoi).


3. Save file (*.sig) hasil training area setelah semua kriteria kelas klasifikasi

diambil sampelnya. Sampel dari satu kelas klasifikasi bisa lebih dari satu

sampel, tergantung penyebaran pada image tersebut


4. Klik ikon panel Classifier | Supervised Classification, sehingga muncul dialog

box berikut

5. Warna dapat diganti sesuai dengan keinginan kita yaitu dengan mengubah

atributnya. Buka file hasil klasifikasi (*.img) pada window viewer, Klik

Raster pada menu bar, kemudian pilih atribut Attributes.

Setelah proses klasifikasi dilakukan, tahapan selanjutnya adalah Recoding.

Tahapan-tahapan Recoding sebagai berikut :

1. Dari menu bar Erdas Imagine, klik icon kemudian muncul kotak

dialog lalu pilih GIS Analysis ½ Recode sehingga keluar tampilan berikut :
2. Klik Setup Recode untuk mengelompokan baris-baris (row) atribut yang

memiliki kelas klasifikasi yang sama

3. Klik OK, dan tunggu prosesnya

4. Klik pada viewer untuk menampilkan data recode yang telah kita buat.

Lalu klik menu bar Raster | Attribute , edit atributnya sesuai dengan nomor

pengelompokannya

5. Klik Save
3.3.3 Tahap Analisis Data

Penghitungan luasan ruang terbuka hijau berdasarkan hasil klasifikasi

dilakukan untuk mengetahui luasan ruang terbuka hijau pada tahun 200 dan 2009

apakah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Sealin itu juga

digunakan untuk mengetahui pergeseran penggunaan lahan di Kota Tangerang.

3.4 Pengecekan Lapang

Pengecekan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengumpulan

informasi mengenai kondisi di daerah penelitian, seperti penggunaan lahan,

kondisi permukiman, dan sebagainya. Pengecekan lapang bertujuan untuk

membandingkan antara hasil analisis data dengan kondisi sebenarnya


BAB IV

HASIL PEMBAHASAN

4.1 Analisis Citra Digital

Sebelum menganalisis suatu citra, dilakukan beberapa persiapan

diantaranya adalah pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian. Data

yang paling utama dalam penelitian ini adalah Citra SPOT4 daerah penelitian.

Citra SPOT4 diperoleh dari LAPAN yang terletak di Pasar Rebo Jakarta Timur.

Setelah citra diperoleh, tahapan selanjutnya adalah konversi/format data. Hal ini

berguna untuk membantu peneliti dalam proses selanjutnya.

4.1.1 Koreksi Geometrik

Akurasi koreksi geometrik citra diperoleh berdasarkan nilai Root Mean

Square Error (RMS-error). Nilai RMS-error rata-rata hasil koreksi geometrik

Citra Landsat-5-TM+1997 dengan citra Landsat tahun 2001 adalah (Tabel 1).

Akurasi yang baik adalah jika tepat objek dan nilai RMS-error kurang dari

satu yang menunjukan bahwa penyimpangan pergeseran objek/titik pada citra

tidak melebihi satu piksel (20x20 meter).

Penyimpangan posisi citra dapat terjadi karena perekaman citra satelit oleh

sensor sering mengalami distorsi, pergeseran secara alami dari objek selama

perekaman maupun ketidakakuratan proses digitasi pada Peta Rupabumi


Tabel 1 Nilai RMS-error hasil Koreksi geometrik Citra SPOT4 2007 dengan Citra

Landsat ETM 5+ Tahun 2001

Point X Input Y Input X Ref. Y Ref. RMS

Error

GCP1 682184.000 9323251.000 681848.250 9323167.250 0.115

GCP2 681104.000 9318111.000 680764.073 9318023.503 0.182

GCP3 693704.000 9319351.000 693390.750 9319263.250 0.171

GCP4 681164.000 9312031.000 680822.250 9311938.750 0.117

GCP5 706464.000 9308951.000 706173.000 9308853.626 0.082

RMS Error Rata-rata 0.133

Tabel 2 Nilai RMS-error hasil Koreksi geometrik Citra SPOT4 2009 dengan Citra

Landsat ETM 5+ Tahun 2001

Point X Input Y Input X Ref. Y Ref. RMS

Error

GCP1 683899.547 9324076.999 683154.000 9323767.000 0.066

GCP2 680224.000 9319837.000 679474.000 9319527.000 0.082

GCP3 677984.000 9311177.000 677234.000 9310867.000 0.027

GCP4 702782.228 9317497.001 702074.000 9317187.000 0.017

GCP5 710164.000 9307217.000 709474.000 9306907.000 0.007

RMS Error Rata-rata 0.039


Tabel di atas menunjukan nilai RMS error dari setiap titik (GCP) yang

dimasukan pada citra acuan (Citra Landsat ETM 5+ tahun 2001) dan citra yang

akan dikoreksi (Citra SPOT4 Tahun 2007 pada tabel 1 dan Citra SPOT4 Tahun

2009 pada Tabel 2). Nilai RMS Error menunjukan posisi GCP citra yang

dikoreksi mendekati posisi GCP pada citra acuan. Semakin kecil nilai RMS-Error

berarti ketelitian penentuan GCP pada citra semakin teliti. Nilai rata-rata RMS-

Error pada tabel 1 dan tabel 2 masing-masing adalah 0,133 dan 0,039 artinya

pergeseran titik pada kedua citra kurang dari 1 piksel.

4.1.2 Interpretasi Visual Citra SPOT4

Setiap objek yang terdapat pada citra memiliki kenampakan yang khas,

kombinasi band yang digunakan dalam membantu pengenalan objek adalah 123

(RGB). Kombinasi band 123 (RGB) pada citra SPOT4 memiliki kekontrasan yang

tinggi dimana objek-objek yang terdapat dalam citra dapat dengan mudah

dibedakan karena kualitas citra komposit dan hasilnya lebih baik (Gambar 4.1 dan

4.2)
Gambar 4.1 Citra SPOT4 Tahun 2007 Kota Tangerang Kombinasi Band 123 (RGB)
Gambar 4.2 Citra SPOT4 Tahun 2009 Kota Tangerang Kombinasi Band 123 (RGB)
Gambar 4.1 merupakan hasil pemotongan Citra SPOT4 tahun 2007 kombinasi Band

123 (RGB) dengan vektor Kota Tangerang. Gambar 4.2 merupakan hasil pemotongan Citra

SPOT4 tahun 2009 kombinasi Band 123 (RGB) dengan vektor Kota Tangerang. Warna yang

terlihat dominan pada kedua gambar di atas adalah warna hijau keabu-abuan dan warna

merah. Berdasarkan hasil pengecekan lapangan daerah yang berwarna hijau keabu-abuan

merupakan daerah pemukiman dan perkantoran yang sarat dengan bangunan, sedangkan

warna merah menunjukan daerah persawahan, perkebunan dan lapangan hijau.

Interpretasi objek pada citra dilakukan dengan pengecekan langsung di lapangan

karena keterbatasan band citra segingga tidak dapat menggabungkan unsur-unsur interpretasi

diantaranya rona, ukuran, bentuk, tekstur, pola dan situs.

4.1.3 Penentuan Daerah Contoh (Training Area)

Pengambilan contoh pada masing-masing kelas penutupan/penggunaan lahan

dilakukan secara visual berdasarkan kenampakan warna yang relatif homogen dengan pola

tertentu dengan mempertimbangkan kemudahan penarikan batas pada setiap kelas penutup

lahan. Pada citra ditentukan daerah contoh (training area) untuk permukiman, kebun

campuran, danau/sungai, , dan lahan kosong.

4.1.4 Klasifikasi dan Penilaian Hasil klasifikasi

Setelah memperoleh daerah contoh (training area) dilakukan klasifikasi terbimbing

(Supervised Classification). Dalam klasifikasi terbimbing, identitas dan lokasi beberapa tipe

penutupan/penggunaan lahan diketahui secara apriori melalui kombinasi orientasi wilayah,

analisis visual peta dan pengalaman pribadi.

Metode klasifikasi terbimbing yang digunakan adalah algoritma kemiripan maksimum

(Maximum Likelihood Classification/MLC). Hasil klasifikasi dengan MLC pada Citra SPOT4

tahun 2007 menghasilkan 4 kelas penutupan/penggunaan lahan yaitu, permukiman, kebun

campuran, danau/sungai, dan lahan kosong,. Sedangkan pada Citra Landsat tahun 2006
menghasilkan 5 kelas penutupan/penggunaan lahan yaitu, permukiman, kebun campuran,

danau/sungai, lahan kosong, dan awan. Pembagian kelas awan dilakukan karena hasil foto

yang dilakukan oleh Citra SPOT4 2009 terdapat awan yang menghalangi kelas

penutupan/penggunaan lahan.

4.2 Analisis Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2007 dan 2009

Pola penggunaan lahan merupakan refleksi aktivitas manusia pada suatu lahan,

sedangkan penutupan lahan merupakan kenampakan yang ada atau terlihat di permukaan

bumi. Penutupan lahan mencerminkan penggunaan lahan di lapangan tetapi pada kondisi

tertentu penutupan lahan tidak dapat menjelaskan penggunaan lahan yang sesungguhnya. Hal

ini biasa terlihat ketika pada citra objek teridentifikasi sebagai permukiman padahal ketika

dilakukan pengecekan lapang, kawasan tersebut di dominasi dengan lahan kosong. Hal ini

disebabkan pantulan spektral yang tertangkap oleh citra adalah permukiman karena posisi

lahan kosong banyak disekitar permukiman.

Hasil klasifikasi pada kedua Citra SPOT4 menghasilkan peta penutupan/penggunaan

lahan tahun 2007 (Gambar 4.3) dan 2009 (Gambar 4.4) dengan kelas penutupan/penggunaan

lahan berupa : permukiman, lahan kosong, kebun campuran, dan sungai/danau.


Gambar 4.3 Hasil Klasifikasi Citra SPOT4 Kota Tangerang Tahun 2007
Gambar 4.4 Hasil Klasifikasi Citra SPOT4 Kota Tangerang Tahun 2009
Gambar 4.3 dan 4.4 menunjukan hasil klasifikasi citra. Warna merah

menunjukan perumahan, warna hijau merupakan kebun campuran dan

persawahan, warna biru menunjukan danau atau sungai, warna coklat menunjukan

lahan kosong atau lapangan sedangkan warna putih menunjukan wilayah Kota

Tangerang yang tertutup awan.

Dari kedua gambar di atas, terlihat warna merah mendominasi wilayah

Kota Tangerang, hal ini menunjukan bahwa wilayah Tangerang lebih di dominasi

oleh perumahan. Tetapi juga terlihat pada gambar 4.4 warna hijau terlihat lebih

banyak dibandingkan pada gambar


gambar 4.3, hal ini berarti ada peningkatan luas kebun

campuran pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2007.

Gambar 4.5 Diagram Batang Penutupan Lahan Tahun 2007

Pada gambar 4.5 menunjukan luas area penggunaan lahan di daerah

penelitian pada tahun 2007 yaitu : Sungai/Danau 60,7 ha, Perumahan 11.210,52

ha, Kebun Campuran 3.631,56 ha dan Lahan Kosong 493 ha


Gambar 4.6 Diagram Batang Penggunaan Lahan Tahun 2009

Pada gambar 4.6 menunjukan luas area penggunaan lahan di daerah

penelitian pada tahun 2009 yaitu : Sungai/Danau 103,8 ha, Perumahan 10.164,68

ha, Kebun Campuran 5.646,32 ha dan Lahan Kosong 1.863,36 ha.

Dilihat dari hasil klasifikasi terjadi perubahan penggunaan lahan di Kota

Tangerang sebagai berikut : Sungai/Danau meningkat 43,1 ha, Perumahan

menurun 1.045,84 ha, Kebun Campuran meningkat 2014,76 ha dan Lahan

Kosong meningkat 1.370,36 ha.

4. 3 Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau

Dari hasil klasifikasi, yang dikelompokan ke dalam Ruang Terbuka Hijau

adalah kebun campuran. Karena pada pengecekan lapangan kebun campuran

terdiri dari kebun, sawah dan taman.

Luas Ruang Terbuka Hijau dapat dilihat pada tabel 3 sedangkan proporsi

dan persentase perubahan luas Ruang Terbuka Hijau dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 3 Jumlah Luas Ruang Terbuka Hijau


Tahun RTH

2007 3.631,58

2009 5.646,32

Tabel 4 Persentase Luas Ruang Terbuka Hijau

Tahun Luas Persentase

2007 3.631,58 20,48%

2009 5.646,32 31,84%

Berdasarkan Tabel 4, Kota Tangerang memiliki Ruang Terbuka Hijau

yang cukup luas. Tingginya luasan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang

dikarenakan di Kota Tangerang terdapat Bandara Soekarno Hatta yang sebagian

besar area nya berupa lapangan rumput yang dalam proses klasifikasi di terlihat

sebagai kebun campuran.

Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang meningkat 11,36% dari

tahun 2007 ke tahun 2009, hal ini di karenakan banyak perumahan yang

membangun fasilitas umum berupa taman-taman, begitu pula dengan perkantoran

yang memanfaatkan lahan yang tidak terpakai untuk bangunan sebagai taman.
Gambar 4.7 Grafik Persentase RTH Kota Tangerang Tahun 2007 dan 2009

Data pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan menunjukan luas RTH di

kota Tangerang sebesar 0,2% dari luas wilayah. Luasan ini kecil dikarenakan data

RTH yang mereka miliki adalah luas RTH yang dikelola oleh Pemkot Tangerang.

Sedangkan RTH yang dikelola oleh masyarakat tidak dihitung luasannya.

4.4 Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Luas

Ruang Terbuka Hijau Minimal 20% dari luas wilayah. Dan berdasarkan Tabel 4,

Kota Tangerang telah memenuhi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1

Tahun 2007 dengan memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas 20,48% pada tahun

2007 dan meningkat menjadi 31,84% pada tahun 2009 dari


dari luas wilayahnya.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Citra SPOT4 dalam penelitian digunakan untuk memantau

(monitoring) perubahan penutupan penggunaan lahan. Dalam

menganalisis suatu citra dibutuhkan beberapa tahapan diantaranya

adalah : klasifikasi, interpretasi visual citra SPOT4 dan training area.

Tahapan yang paling penting adalah klasifikasi, dengan klasifikasi

dapat diketahui tata guna lahan yang ada.

2. Dilihat dari hasil klasifikasi terjadi perubahan penggunaan lahan di

Kota Tangerang sebagai berikut : Sungai/Danau meningkat 43,1 ha,

Perumahan menurun 1.045,84 ha, Kebun Campuran meningkat

2014,76 ha dan Lahan Kosong meningkat 1.370,36 ha.

3. Kota Tangerang telah memenuhi Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 1 Tahun 2007 dengan memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas

20,48% pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 31,84% pada tahun

2009 dari luas wilayahnya.

5.2 Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan yang sejenis dan lebih luas lingkupnya,

misalnya penelitian kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk

dan emisi karbon dioksida (CO2) dengan menggunakan citra berresolusi lebih
tinggi seperti SPOT5, IKONOS dan QUICKBIRD sehingga diperoleh data yang

lebih baik.

Kota Tangerang dapat membangun ruang terbuka hijau pada daerah-

daerah yang padat pemukiman dengan membangun fasilitas-fasilitas umum

sehingga luas ruang terbuka hijau di Kota Tangerang dapat dipertahankan atau

bahkan ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2000. Konversi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Eva, N. Budianti 2008. Evaluasi Perubahan Pemukiman dengan Pendekatan


Penginderaan Jauh (Inderaja) Kota Depok Jawa Barat. Skripsi S1. Jurusan
Sistem Informasi UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Jensen, J. R., 1996. Introductory Digital Image Processing : A Remote Sensing


Perspective, 2nd edition. Prentice Hall Inc,. New Jersey USA.

Kazaz, Charles. 2001. Contaminated Lands-Presentation of Bill 72 Establising


New rules For The Protection and Rehabilitation Of Contaminated Lands.
http :
//www.Fasken.com//Web/FMDWEBSITE.NSP/0/7A37D65E2DBO9BA185
256B360077D36/$File/ENVIROBULLETIN_Flash_ANG.PDF?Open
Elemant.

Lillesand, T.M. dan Kiefer, R.W., 1994. Remote Sensing and Image
Interpretation. John Willey and Sons, New York.

Prahasta, E. 2007. Konsep Dasar Sistem Informasi Geografi. Informatika.

Bandung

Prahasta, E. 2007. Tutorial ArcView. Informatika. Bandung.

Riswandi, S.T, 2006. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota


Pekanbaru. Tesis S2. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Saefulhakim, R.S dan Lutfi I. Nasoetion 1996. Kebijakan Pengendalian Daerah


Beririgrasi Teknis dalam Prosiding Penelitian Tanah No.12 Tahun 1996.
Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

Sitorus, J. 2007. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan Menggunakan


Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah.
http://www.lapanrs.com/INOVS/PENLI/view_doc.php?doc_id=255.

Sutanto, prof., Penginderaan jauh, Jilid I, Fakultas Geografi, Gajah Mada


University Press, 1998.
.
DAFTAR PUSTAKA PENUNJANG

http://spot4.cnes.fr/spot4_gb/index.htm

http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=458

Wikipedia, 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis

Beni Raharjo. http://beniraharjo.org

http://ilmukomputer.com

Inmendagri No. 14 Tahun 1988

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007

Anda mungkin juga menyukai