Anda di halaman 1dari 187

SKRIPSI

EVALUASI KUALITATIF KESIAPAN PENERAPAN SISTEM SINGLE SIGN ON DI UIN SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

Disusun Oleh :

FAIZAL ARDYANTO
1113093000043

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017
SKRIPSI

EVALUASI KUALITATIF KESIAPAN PENERAPAN SISTEM SINGLE

SIGN ON DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Disusun Oleh :

FAIZAL ARDYANTO
1113093000043

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017
SKRIPSI

EVALUASI KUALITATIF KESIAPAN PENERAPAN SISTEM SINGLE

SIGN ON DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sistem Informasi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

FAIZAL ARDYANTO
1113093000043

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS


SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017
i
i
iii
ABSTRAK

Faizal Ardyanto – 1113093000043, Evaluasi Kualitatif Kesiapan Penerapan


Sistem Single Sign On di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di bawah bimbingan
A’ang Subiyakto, M.Kom dan Meinarini Catur Utami, MT

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu perguruan tinggi Islam di
Indonesia yang memiliki visi menjadi universitas kelas dunia dengan keunggulan
integrasi keilmuan, keislaman, dan keindonesiaan. Sistem yang terintegrasi seperti
sistem Single Sign On (SSO) dapat menunjang UIN dalam mewujudkan visi
tersebut. Faktanya adalah belum terintegrasinya seluruh sistem yang ada di UIN.
Sehingga menyebabkan kinerja dari setiap sistem dan seluruh stakeholder yang
ada pada kampus ini kurang maksimal, efektif, efisien dan aman. Penelitian ini
bertujuan untuk menggali hubungan pengaruh antar faktor tingkat kesiapan
penerapan sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan memahami tingkat
kesiapan penerapan sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan
sudut pandang narasumber dan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
kualitatif dengan teknik analisis data menggunakan jawaban narasumber yang
berasal dari pegawai Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
(PUSTIPANDA) UIN Jakarta, pegawai Pusat Perpustakaan, pegawai Network
Operations Center (NOC) UIN Jakarta, pegawai Pusat Laboratorium Terpadu
(PLT) UIN Jakarta melalui wawancara dan Focus Group Discussio (FGD).
Hasilnya adalah dipaparkannya hubungan pengaruh antar faktor kesiapan
penerapan sistem SSO di UIN Jakarta dan tingkat kesiapan penerapan sistem SSO
pada UIN Jakarta. Penelitian ini memberikan hasil kepada PUSTIPANDA UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pengembangan sistem SSO untuk diterapkan di
UIN Jakarta berdasarkan pengaruh antar faktor.
Kata kunci : Single Sign On (SSO), Evaluasi Kesiapan, Technology Readiness
Index (TRI), Kualitatif Deskriptif

Bab I-V + 137 Halaman + xxii Halaman + 12 Gambar + 8 Tabel + Daftar Pustaka

+ Lampiran

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah dan nikmat-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Evaluasi

Kualitatif Kesiapan Penerapan Sistem Single Sign On Di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta” dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa

tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta para

pengikutnya hinga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1) Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

2) Ibu Nia Kumaladewi, MMSI selaku Ketua Program Studi Sistem Informasi

Fakultas Sains dan Teknologi.

3) Bapak A‟ang Subiyakto, M.Kom sebagai Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan arahan, bimbingan, motivasi dan dukungan baik secara moral

maupun teknis selama melakukan penulisan skripsi ini.

4) Ibu Meinarini Catur Utami, MT sebagai Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan arahan, bimbingan, motivasi dan dukungan baik secara moral

maupun teknis selama melakukan penulisan skripsi ini.

5) Seluruh dosen Program Studi Sistem Informasi yang telah memberikan ilmu

kepada penulis selama perkuliahan.

v
6) Seluruh karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah banyak

membantu penulis dalam perkuliahan, terutama dalam menyelesaikan

administrasi yang berkaitan dengan skripsi.

7) Bapak Nashrul Hakiem M.T, Ph.D, bapak Achmad Nur Sholeh, M.Kom,

bapak Indra Munawar, bapak Reza Alamsyah, bapak Purwohandoyo, bapak

Mahbubul Wathoni, bapak Arif Richiawan dan ibu Tri Kiswati

Nurhidayatullah selaku narasumber yang telah banyak membantu penulis

dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi

ini.

8) Ibu dan Bapak yang selalu berjuang sekuat tenaga agar penulis dapat

menjadi orang yang sukses dan berpendidikan tinggi. Terima kasih atas

segala doa, nasihat, motivasi, dan waktumu yang sangat berarti, berharap

agar penulis dapat menjadi seseorang yang lebih baik lagi, dan kuat dalam

menjalani kehidupan serta dapat menjadi anak yang dapat dibanggakan.

Serta adik yang selalu memberikan doa dan dukungan bagi penulis. Terima

kasih untuk semua.

9) Aphriliana Dian Sadhewi, wanita yang selalu memberikan doa dan

dukungan secara tulus bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik.

10) Gregoryo Gusti, Tris Renanda, Fauzan Arifin dan M. Ariful Hikami yang

tergabung dalam JAPOS squad selaku teman seperjuangan dalam

menyelesaikan kuliah ini, ISDM Research Group serta seluruh teman-teman

SI 2013.

v
Penulis memohon kepada Allah SWT agar seluruh dukungan, bantuan, dan

bimbingan dari semua pihak dibalas pahala yang berlipat-lipat. Selain itu, penulis

menyadari penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata

sempurna sehingga saran dan kritik dapat disampaikan melalui kepada penulis.
Akhir kata, semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sekaligus menambah ilmu bagi kita semua. Amiin All

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii

PERNYATAAN....................................................................................................iii

ABSTRAK.............................................................................................................iv

KATA PENGANTAR............................................................................................v

DAFTAR ISI.......................................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiii

DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xv

BAB I.......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah........................................................................................6

1.3. Pertanyaan Penelitian......................................................................................6

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian..........................................................6

1.5 Tujuan dan Sasaran Penelitian........................................................................7

1.6 Manfaat Penelitian..........................................................................................7

1.7 Metodologi Penelitian.....................................................................................8

1.8 Daftar Singkatan............................................................................................10

1.9 Sistematika Penulisan...................................................................................11

BAB II.....................................................................................................................1

2.1 Konsep Dasar Sistem....................................................................................13

v
2.1.1 Pengertian Sistem......................................................................................13

2.1.2 Karakteristik Sistem..................................................................................13

2.1.3 Klasifikasi Sistem......................................................................................16

2.2 Konsep Dasar Informasi................................................................................17

2.2.1 Siklus Informasi........................................................................................20

2.3 Pengertian Sistem Informasi........................................................................21

2.3.1 Definisi Sistem Informasi..........................................................................21

2.3.2 Komponen Sistem Informasi.....................................................................22

2.4 Konsep Dasar Keamanan..............................................................................23

2.5 Konsep Dasar Evaluasi.................................................................................27

2.5.1 Pengertian Evaluasi...................................................................................27

2.5.2 Tahapan Sebelum Evaluasi.......................................................................28

2.6 Konsep Dasar Kesiapan................................................................................28

2.6.1 Pengertian Kesiapan..................................................................................28

2.6.2 Tingkat Kesiapan Teknologi.....................................................................29

2.7 Konsep Dasar Single Sign On (SSO)............................................................30

2.7.1 Pengertian Single Sign On (SSO).............................................................30

2.7.2 Keuntungan Single Sign On (SSO)............................................................33

2.7.3 Kerugian Single Sign On (SSO).................................................................34

2.7.4 Syarat Implementasi Single Sign On (SSO)..............................................35

2.8 Konsep Dasar OAuth....................................................................................37

2.9 Konsep Dasar Technology Readiness...........................................................38

2.10 Metode Pengumpulan Data...........................................................................40

2.11 Metode Analisis Data....................................................................................43

i
2.12 Konsep Dasar Kualitatif................................................................................44

2.12.1 Perbedaan Penelitian Kualitatif dengan Kuantitatif................................46

2.13 Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.....................................................47

2.13.1 Awal Pendirian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta....................................47

2.13.2 Penerapan Teknologi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta......................53

2.14 Studi Literatur Sejenis..................................................................................53

2.14.1 Technology Readiness Index....................................................................53

2.14.2 Penelitian Tentang SSO...........................................................................57

2.15 IPO Model.....................................................................................................71

2.16 Model dan Tema Penelitian..........................................................................72

BAB III..................................................................................................................76

3.1 Pendekatan Penelitian...................................................................................76

3.2 Lokasi dan Objek Penelitian..........................................................................77

3.3 Prosedur Penelitian.......................................................................................78

3.4 Metode Pengumpulan Data...........................................................................79

3.4.1 Observasi..................................................................................................79

3.4.2 Wawancara................................................................................................81

3.4.3 Focus Group Discussion............................................................................82

3.4.4 Studi Literatur............................................................................................83

3.5 Metode Analisis Data Penelitian...................................................................84

3.6 Intrumen Penelitian.......................................................................................89

BAB IV..................................................................................................................90

4.1 Profil Narasumber.........................................................................................90

4.2 Hasil Analisis dan Interpretasi......................................................................92

x
4.2.1 Tema 1: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Discomvort (DS)

........................................................................................................................... 92

4.2.2 Tema 2: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Insecurity (IS)...94

4.2.3 Tema 3: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Inovativeness (IV)

........................................................................................................................... 95

4.2.4 Tema 4: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Optimisme (OP)

........................................................................................................................... 96

4.2.5 Tema 5: Hubungan System Context (SC) terhadap Discomfort (DS)......98

4.2.6 Tema 6: Hubungan System Context (SC) terhadap Insecurity (IS)..........99

4.2.7 Tema 7: Hubungan System Context (SC) terhadap Inovativeness (IV) 101

4.2.8 Tema 8: Hubungan System Context (SC) terhadap Optimisme (OP).....102

4.2.9 Tema 9: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Discomfort

(DS) 104

4.2.10 Tema 10: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Insecurity

(IS) 106

4.2.11 Tema 11: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap

Inovativeness (IV)............................................................................................108

4.2.12 Tema 12: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Optimisme

(OP) 110

4.2.13 Tema 13: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap System

Context (SC).....................................................................................................111

x
4.2.14 Tema 14: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Person and

Action (P&A)...................................................................................................113

4.2.15 Tema 15: Hubungan Discomfort (DS) terhadap TRI............................115

4.2.16 Tema 16: Hubungan Insecurity (IS) terhadap TRI................................116


7
8
9
1
BAB V122
Limitasi.122
2
5
DAFTAR PUSTAKA127

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Karakteristik Sistem (Hutahaean, 2015)........................................14

Gambar 2.2 Siklus Informasi (Hutahaean, 2015)..............................................20

Gambar 2.3 Sistem Non Single Sign on.............................................................32

Gambar 2.4 Sistem Single Sign On.....................................................................32

Gambar 2.5 Teknology Readiness Index...........................................................55

Gambar 2.6 IPO LOGIC....................................................................................72

Gambar 2.7 Model dan Tema Penelitian............................................................72

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian.........................................................................78

Gambar 3.2 Tahapan Observasi.........................................................................80

Gambar 3.3 Tahapan Wawancara.......................................................................82

Gambar 3.4 Tahapan FGD.................................................................................83

Gambar 3.5 Proses Pengkodean........................................................................84

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Singkatan.10


Tabel 2.1 Tingkat Kesiapan Teknologi30

Tabel 2.2 Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Marshall).46


Tabel 2.3 Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Sugiyono).47
Tabel 2.4 Studi Literatur TRI60
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif.64
Tabel 3.1 Tabel Analisis86

Tabel 4.1 Profil Narasumber90

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Wawancara.............................................................................xvi


Lampiran 2 Foto Focus Group Discussion (FGD)xvii
Lampiran 3 Foto Wawancaraxviii
Lampiran 4 CV Narasumberxix
Lampiran 5 Lembar Observasi.xx
Lampiran 4 Tabel Olah Data.xxi
Lampiran 5 Surat-surat Pendukung Penelitian.xxii

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Globalisasi berdampak pada perkembangan teknologi yang semakin hari kian

meningkat. Kemajauan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mendorong

manusia untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pada setiap kegiatannya.

Bidang-bidang seperti e-commerce, e-banking, e-government misalnya, telah banyak

memanfaatkan kemajuan TIK dalam aktivitasnya (Damanhuri et al., 2017).

Perkembangan dari fungsi TIK yang selalu berkembang untuk dapat

menyelesaikan berbagai masalah yang ada dikehidupan sehari-hari mendorong

dilakukannya inovasi secara berkelanjutan (Yunita, 2017).

Berbagai hal dibuat untuk membuat kegiatan sehari-hari manusia lebih

mudah, efektif dan efisien. Penerapan teknologi di berbagai bidang yang ada di

lingkungan manusia membawa banyak dampak diantaranya informasi menjadi

tersedia secara luas, cepat dan tepat. Hal ini pun dimanfaatkan dalam bidang

akademik sehingga proses yang berjalan dapat didukung dengan penerapan

teknologi dan hasilnya akan menjadi efektif dan efisien. Menurut Hong & Songan

(dikutip dalam Subiyakto et al., 2015) menyatakan bahawa peran TIK pada

institusi pendidikan tinggi berupa tersedianya afordibilitas, aksesibilitas, serta

kualitas dari pendidikan itu sendiri, terutama peran TIK dapat menjamin kinerja

manajemen dan fungsi akademik. Dengan adanya inovasi-inovasi baru di dalam

1
dunia akademik baik berupa sistem-sistem baru ataupun sejenisnya sehingga

menyebabkan adanya proses tranformasi dan reformasi pendidikan tinggi. Hal ini

sejalan dengan yang di katakan Menurut Albacth dalam bukunya (A Report

Prepare For UNESCO 2009 World Conference on Higher Education) (dikutip

dalam Arifin, 2016) menyebutkan bahwa sejak konferensi dunia UNESCO

tentang perguruan tinggi di tahun 1998 hingga sekarang setidaknya muncul

sejumlah kecenderungan dan isu-isu global yang menjadi bahan diskusi pada

beberapa dekade terakir yang telah memberikan dampak yang cukup besar bagi

proses tranformasi dan reformasi pendidikan tinggi di seluruh dunia. Menurut

Huda dan Hussin (2013), agar efektif kegiatan yang berhubungan dengan TI perlu

menjadi bagian integral dari penyerahan modul yang direncanakan oleh

departemen atau tim, yang mengharuskan siswa melaksanakan tugas terkait TI

sebagai bagian penting pembelajaran mereka.

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan

salah satu perguruan tinggi Islam di Indonesia yang memiliki visi menjadi

universitas kelas dunia dengan keunggulan integrasi keilmuan, keislaman, dan

keindonesiaan. Tujuan adalah (1) menghasilkan sarjana (lulusan) yang beriman,

bertaqwa, dan berakhlak mulia serta memiliki keunggulan kompetitif dalam

persaingan global (2) menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara dan

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik, profesi, dan atau

vokasi yang kompetitif serta dapat mengembangkan ilmu agama Islam, sains dan

teknologi, serta seni (3) menyebarluaskan ilmu agama Islam, sains dan teknologi,

2
serta seni yang dijiwai oleh nilai keislaman, dan meningkatkan taraf hidup

masyarakat dan memperkaya budaya nasional.

Untuk mendukung hal tersebut, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sewajarnya

memiliki berbagai inovasi sistem yang dapat menunjang visi misi dan tujuan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta itu sendiri. Menurut Baig dan Gururajan (dikutip

dalam Alanita dan Suaryana, 2014) mengatakan bahwa teknologi informasi (TI)

merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan bisnis.

Dalam hal ini, universitas ini sudah memiliki beberapa sistem informasi

diantaranya, untuk mahasiswa terdapat sistem AIS, dimana mahasiswa dapat

melihat informasi mengenai perkuliahan, penilaian, beasiswa dan lain sebagainya.

Bagian informasi untuk kemahasiswaan di halaman sendiri serta sistem untuk

perpustakaan yang berdiri sendiri. Pada sistem dalam bidang akademik yang ada,

penggunaan nama dan nim mahasiswa dijadikan sebagai kunci utama untuk dapat

mengakses sistem yang terkait. Hal ini dirasa masih kurang efisien, karena

diharuskannya mengakses satu per satu sistem dan memasukkan login secara satu

persatu pula.

Selain sistem AIS juga terdapat sistem LKP, sistem repository, sistem

perparkiran dan sebagainya yang masih saling berdiri sendiri. Untuk itu perlu

diterapkan suatu sistem yang dapat membuat sistem akademik menjadi lebih

efektif, efisien dan lebih aman. Dampak yang terjadi juga akan membuat sistem

akademik menjadi lebih terintegrasi dan terhubung dikarenakan dokumentasi yang

dapat menjadi satu tempat. Sistem yang dimaksud penulis adalah Sistem Single

Sign On (SSO) karena sistem SSO memberikan efisiensi dan keamanan bagi

3
pengguna dalam mengelola serta mengakses berbagai layanan aplikasi

(Ramadhan, 2012).

Pada penelitian tentang analisis teknologi SSO yang dilakukan oleh Gilang

Ramadhan (2012) memnyebutkan bahwa SSO adalah sebuah sistem dimana

pengguna cukup menggunakan satu username dan password untuk mengakses

dan menggunakan layanan pada semua aplikasi yang ada. SSO hadir untuk dapat

memudahkan para penggunanya sehingga tidak perlu melakukan login berkali-

kali pada sistem yang masih di dalam satu ruang lingkup. SSO sendiri merupakan

salah satu pilihan yang dapat diterapkan karena menjadi salah satu cara dalam

pengontrolan akses dan identity management pada jaringan (Fauziah, 2014).

Sistem SSO ini juga sudah banyak di implementasikan di berbagai sektor bidang

yang ada di lingkungan masyarakat. Dalam penggunaannya di bidang akademik

sangat dibutuhkan terutama bagi para mahasiswa dan para akademisi hanya perlu

menggunakan satu username id dan password untuk dapat mengautentifikasi ke

dalam sistem besar akademik.

Untuk mengimplementasikan sebuah teknologi baru ke dalam suatu

organisasi perlu mengatahui tingkat kesiapannya terlebih dahulu. Kesiapan dalam

aspek teknologi atau Technolgy Readiness (TR) adalah bagaimana seorang

individu atau organisasi dapat dengan siap beradaptasi, menggunakan dan

memanfaatkan teknologi dalam kegiatan mereka sehari-hari (Lazuardi, 2013).

Menurut Jogiyanto (dikutip dalam Pambudi, 2015) dengan adanya suatu

pengukuran dan penilaian dalam tingkat kesiapan dan kemampuan pengguna

suatu teknologi maka akan meminimalisir tingkat kesalahan, kesulitan dan resiko

4
yang ada. Karena jika tidak di ketahui terlebih dahulu tingkat kesiapannya akan

menimbulkan kegagalan dalam pengimplementasiannya. Untuk itu, pengujian

tingkat kesiapan pengimplementasian sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta perlu dilakukan. Kesiapan dalam aspek teknologi atau Technolgy

Readiness adalah bagaimana seorang individu atau organisasi dapat dengan siap

beradaptasi, menggunakan dan memanfaatkan teknologi dalam kegiatan mereka

sehari-hari (Lazuardi, 2013). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif, Menurut Bogdan & Tylor (dikutip

dalam Moleong, 2011) menyatakan bahwa kualitatif sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati. Peneliti menggunakan pendekatan

kualitatif karena peneliti ingin menggali lebih dalam tentang faktor apa saja yang

mempengaruhi tingkat kesiapan dalam pengimplementasian suatu teknologi baru

serta untuk memperkuat hasil penelitian sejenis dengan menggunakan metode

kuantitatif.

Berdasarkan pembahasan di atas dan mengetahui masalah yang ada pada

sistem yang berjalan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu, masih belum

terintegrasinya beberapa sistem di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga

membuat tidak efektifnya sistem yang ada saat ini serta diharapkan penelitian ini

dapat menghasilkan suatu output yang berguna bagi perkembangan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta kedepan, maka penulis tertarik melakukan suatu penelitian

dengan judul “Evaluasi Kualitatif Kesiapan Penerapan Sistem Single Sign On

di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.

5
1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat dilihat bahwa permasalahan yang ada

pada UIN Syarif Hidayataullah Jakarta adalah belum terintegrasinya seluruh

sistem yang ada sehingga menyebabkan kinerja dari setiap sistem dan seluruh

stakeholder yang ada pada kampus ini kurang maksimal, efisien dan aman. Oleh karena itu, sekira
mengintegrasikan seluruh sistem tersebut.

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkanpermasalahanyangada,makadapatdirumuskanbeberapa pertanyaan penelitian, yaitu :


Bagaimanamenggaliadanyapengaruhantarfaktorkesiapan penerapan SSO di UIN Syarif Hidayatullah
Bagaimana memaknai status kesiapan penerapan sistem SSO di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta?

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian kali ini dibatasi pada :


PenelitianinidilakukandiUINSyarifHidayatullahJakarta, khususnyamelibatkanlingkupPusatTeknolog

Pangkalan Data (PUSTIPANDA), Network Operations Center (NOC)

UIN dan Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) serta Perpustakaan

Utama (PU) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6
2) Proses yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggali pengaruh

antar faktor kesiapan penerapan SSO dan memahami tingkat kesiapan

pengguna kunci pada penerapan sistem SSO.

3) Tema penelitian di adopsi dari model penilaian Technology Readiness

Index (2014) dengan tiga variabel pengaruh lingkungan dari model

Subiyakto et.al. (2015).

Tujuan dan Sasaran Penelitian

Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

Menggali pengaruh antar faktor kesiapan penerapan SSO menggunakan sudut pandang dari narasum
Memahami status kesiapan penerapan sistem SSO di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan sudut pandang dari narasumber yang telah ditetapkan ole

Manfaat Penelitian

Bagi Penulis

a. Penerapan materi akademis yang diperoleh selama perkuliahan.

b.Pemenuhan salah satu syarat kelulusan strata satu (S1) Sistem

Informasi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7
c. Belajar untuk menganalisis dan mengidentifikasi masalah pada

proses bisnis yang sedang berjalan.

2) Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan


pertimbangan untuk pemangku kebijakan akan penerapan sistem
SSO di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
model alternatif dalam pengukuran tingkat kesiapan dengan
pengadopsian, pengkombinasian dan pengadaptasian aspek
individu dan aspek eksternal dilingkungan individu seperti budaya
organisasi, isi konten suatu sistem serta perilaku dan aksi
organisasi tempat individu itu berada.
4) Secara metodologi, penelitian ini dapat diharapkan menjadi
pendorong pemanfaatan metode kualitatif dalam hal pembuatan
skripsi khususnya di Program Studi Sistem Informasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

1.7 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan & Tylor (dikutip dalam Moleong, 2011)

menyatakan bahwa kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati. Pengumpulan data dimulai dengan melakukan studi literatur.

Menurut Sarwono (2006) studi literatur yaitu mempelajari berbagai buku referensi

serta hasil penelitian sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan

landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Tujuan studi literatur adalah

untuk mendapatkan peta tentang domain penelitian yang dilaksanakan.

8
Ada beberapa cara dalam melakukan studi literatur, antara lain:

1) Membaca buku-buku referensi yang berkaitan dengan penelitian,

2) Membaca artikel yang terkait dengan penelitian,

3) Membaca jurnal yang terkait dengan penelitian.

Setelah melakukan studi literatur, pengumpulan data dilanjutkan dengan teknik

obserfasi. Moleong (2011) menyatakan observasi adalah pengamatan digunakan

untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,

perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Selanjutnya adalah

wawancara, menurut Esterberg (dikutip dalam Sugiyono, 2013) menyatakan

bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik

tertentu. Yang terakhir adalah Focus Group Discussion (FGD), menurut Irwanto

(dikutip dalam Pratiwi, 2016) mendefinisikan FGD adalah suatu proses

pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan

tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok. Dalam penelitian kali ini,

instrumen penelitian yang berupa daftar pertanyaan wawancara di turunkan dari

tema yang telah ditentukan yaitu:

1. Hubungan antara faktor person and action dengan discomvort.

2. Hubungan antara faktor person and action dengan insecurity.

3. Hubungan antara faktor person and action dengan innovativenes.

4. Hubungan antara faktor person and action dengan optimism.

5. Hubungan antara faktor system context dengan discomvort.

6. Hubungan antara faktor system context dengan insecurity.

9
7. Hubungan antara faktor system context dengan innovativenes.

8. Hubungan antara faktor system context dengan optimism.

9. Hubungan antara faktor organizational context dengan discomvort.

10. Hubungan antara faktor organizational context dengan insecurity.

Hubungan antara faktor organizational context dengan innovativenes.

Hubungan antara faktor organizational context dengan optimism.

Hubungan antara faktor organizational context dengan system context.

Hubungan antara faktor organizational context dengan person and action.


Hubungan antara faktor discomfort dengan TRI.

Hubungan antara faktor insecurity dengan TRI.

Hubungan antara faktor innovativenes dengan TRI.

Hubungan antara faktor optimism dengan TRI.

Hubungan antara faktor organizational context dengan TRI.

1.8Daftar Singkatan

Di bawah ini merupakan tabel daftar singkatan yang digunakan dalam penelitian kali ini
Tabel 1.1 Daftar Singkatan

SSO Single Sign On


TR Technology Readiness
TRI Technology Readiness Index
TRL Technology Readiness Level
PUSTIPANDA Pusat Teknologi Informasi dan
Pangkalan Data
NOC Network Operation Center

1
PLT Pusat Laboratorium Terpadu
PU Perpustakaan Utama
FGD Focus Group Discussion

1.9 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan laporan, penulisan laporan penelitian ini terbagi dalam lima

bab yang secara singkat akan diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan secara singkat mengenai latar belakang masalah,

pertanyaan penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, tujuan dan sasaran

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Pada

bab ini bertujuan untuk menjelaskan seluruh ruang lingkup dari penelitian ini.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini membahas mengenai dasar-dasar teori yang mendukung analisis dan

evaluasi kesiapan penerapan sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada

bab ini bertujuan untuk menjabarkan seluruh teori pendukung yang digunakan

dalam penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

pendekatan penelitian, lokasi dan objek penelitian, prosedur penelitian, metode

pengumpulan data dan metode analisis data yang digunakan. Pada bab ini

bertujuan untuk menjelaskan seluruh proses yang dilakukan dalam penelitian ini.

1
BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI

Bab ini menguraikan profil dari setiap narasumber dan membahas hasil-hasil yang

diperoleh serta interpretasinya dari hasil pengumpulan data dalam penelitian ini

baik dari hasil observasi, wawancara maupun FGD. Pada bab ini bertujuan untuk

memaparkan hasil dan interpretasi dari hasil yang di peroleh dalan penelitian ini.

BAB V PENUTUP
Bab ini berisi limitasi yang berisi keterbatasan penelitian, kesimpulan yang berkenaan dengan hasil p

1
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Sistem

2.1.1 Pengertian Sistem

Hutahaean (2015) dalam bukunya yang berjudul Konsep Sistem Informasi, sistem

adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan,

berkumpul bersama-sama untuk melakukan kegiatan atau untuk melakukan

sasaran yang tertentu. Mulyanto (2009) menyatakan bahwa sistem dapat diartikan

sebagai kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu

tujuan tertentu sebagai satu kesatuan. Menurut Hall (2009), sistem adalah

sekelompok dari dua atau lebih subsistem yang mempunyaii hubungan dan

memiliki suatu tujuan yang sama.

Dalam bidang sistem informasi, sistem diartikan sebagai sekelompok

komponen yang saling berhubungan, bekerja sama untuk mencapai tujuan

bersama dengan menerima input serta menghasilkan output dalam proses

transformasi yang teratur. Mulyanto (2009) menyatakan apabila suatu komponen

tidak memberikan kontribusi terhadap sistem untuk mencapai tujuan, tentu saja

komponen tersebut bukan bagian dari sebuah sistem.

2.1.2 Karakteristik Sistem

Menurut Hutahaean (2015) dalam bukunya yang berjudul Konsep Sistem

Informasi, suatu sistem memiliki karakteristik atau sifat-sifat tertentu.

1
Karakteristik dari sebuah sistem dapat terlihat dari gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Karakteristik Sistem (Hutahaean, 2015)

Gambar 2.1 di atas ini merupakan karakteristik sistem menurut Hutahaean

(2015). Dapat dilihat dari gambar di atas pula bahwa sebuah sistem memiliki

input, memprosesnya dan menghasilkan sebuah output. Selain itu sebuah sistem

juga memiliki batasan dan lingkungan luar yang mempengaruhi sistem tersebut.

Untuk lebih jelas tentang karakteristik sistem, dapat dilihat dari penjelasan di

bawah ini.

1
1) Komponen sistem (Components)

Suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen yang sering disebut

dengan subsistem yang saling berinteraksi, yang artinya saling

bekerjasama membentuk satu kesatuan. Komponen-komponen sistem

dapat berupa subsistem atau bagian-bagian dari sistem

2) Batas sistem (Boundary)

Batas sistem merupakan daerah yang membatasi antara suatu sistem

dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya. Batas

sistem memungkinkan suau sistem dipandang sebagai satu kesatuan.

Batas suatu sistem menunjukkan ruang lingkup (scope) sistem itu

sendiri.

3) Lingkungan luar sistem (Environments)

Lingkungan luar dari suatu sistem adalah apapun di luar batas dari

sistem yang mempengaruhi operasi sistem. Lingkungan luar sistem

dapat bersifat menguntungkan dan dapat juga bersifat merugikan bagi

sistem tersebut.

4) Penghubung sistem (Interface)

Penghubung yang dimaksud adalah media yang dapat

menghubungkan antara subsistem dengan subsistem lainnya. Melalui

penghubung ini memungkinkan sumber-sumber daya mengalir dari

satu sistem ke subsistem yang lain.

1
5) Masukan sistem (Input)

Masukan yaitu energi yang dimasukkan ke dalam sistem, dimana

dapat berupa masukan perawatan dan masukan sinyal. Masukkan

perawatan adalah energi yang diinputkan supaya sistem tersebut dapat beroperasi, sedang masu
Keluaran sistem (Output)

Keluaran yaitu hasil dari energi yang diolah dan diklasifikasikan menjadi keluaran yang bergun
Pengolah sistem (Process)

Suatu sistem dapat mempunyai suatu bagian pengolah yang akan merubah input menjadi outpu
Sasaran sistem (Goal)

Suatu sistem pasti mempunyai tujuan (goal) atau sasaran (objective).

2.1.3 Klasifikasi Sistem


Hutahaean (2015) dalam bukunya yang berjudul Konsep Sistem Informasi, sistem dapat di klasifikas

1. Sistem abstrak, yaitu sistem yang berupa pemikiran-pemikiran atau

ide-ide yang tidak tampak secara fisik.

2. Sistem fisik, yaitu sistem yang ada secara fisik.

3. Sistem alamiyah, yaitu sistem yang terjadi melalui proses alamiyah,

1
tidak dibuat oleh manusia.

4. Sistem buatan manusia, yaitu sistem yang dibuat oleh manusia yang

melibatkan interaksi antara manusia dengan mesin.

5. Sistem tertentu, yaitu sistem yang beroperasi dengan tingkah laku

yang sudah dapat di prediksi sebagai keluaran sistem yang dapat di

ramalkan

6. Sisten tak tentu, yaitu sistem yang kondisi masa depannya tidak dapat

di prediksi karena mengandung unsur probabilistik

7. Sistem tertutup, yaitu sistem yang tidak terpengaruh dan tidak

berhubungan dengan lingkungan luar. Secara teoritis sistem ini ada,

kenyataannya tidak ada sistem yang benar-benar tertutup, yang ada

hanya relatively closed system.

8. Sistem terbuka, yaitu sistem yang berhubungan dan terpengaruh

dengan lingkungan luarnya. Sistem ini menerima input dan output dari

lingkungan luar atau subsistem lainnya.

2.2 Konsep Dasar Informasi

Hutahaean (2015) dalam bukunya yang berjudul Konsep Sistem Informasi,

informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih

berarti bagi penerimanya. Hall (2013) menyatakan bahwa informasi sering

diartikan sebagai data yang diolah dimana informasi tersebut ditentukan oleh

efeknya terhadap pengguna, bukan dari bentuk fisiknya. Definisi informasi

menurut Mulyanto (2009), informasi yaitu sesuatu yang menunjukan hasil

1
pengolahan data yang diorganisasikan dan berguna kepada orang yang

menerimanya. Serta menurut Jogiyanto (2005), informasi adalah data yang diolah

menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya.

Sedangkan Menurut Gordon (2004) informasi adalah data yang telah diolah

menjadi bentuk yang berguna bagi penerimanya dan nyata, berupa nilai yang

dapat dipahami di dalam keputusan sekarang maupun masa depan.

Dari empat definisi di atas dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data

yang telah menempuh proses pengolahan untuk penambahan nilai yang berguna

bagi penggunanya dan dapat digunakan untuk hal–hal yang penting. Karakteristik

dari informasi adalah penerima informasi mengalami perubahan dari kondisi

(state) belum mengetahui. Informasi yang benar dan baru dapat mengoreksi dan

mengkonfirmasi informasi sebelumnya. Informasi juga dapat dikatakanan sebagai

data yang telah diproses, yang mempunyai nilai yang berguna untuk mengambil

kesimpulan dan tindakan atau keputusan.

Karakteristik informasi yang berguna menurut Hall (2013) adalah relevance,

timeliness, accuracy, completeness dan summarization. Penjelasan dari

karakteristik informasi tersebut adalah sebagai berikut :

1) Relevance (Relevan)

Relevan dapat berarti sesuai dengan hal yang dimaksud atau

diperlukan. Oleh karena itu, isi dari sebuah laporan atau dokumen

harus menyajikan suatu tujuan yaitu memenuhi kebutuhan pengguna

informasi. Oleh karena itu, sistem informasi harus menyajikan data

yang relevan dalam laporannya.

1
2) Timeliness (Tepat Waktu)

Informasi yang berguna adalah informasi yang digunakan tepat pada

waktunya. Misalnya, seorang manajer penjualan membuat keputusan

setiap harinya untuk menentukan target dan strategi penjualan sales

representative berdasarkan laporan status penjualan, maka informasi

dalam laporan penjualan tidak boleh lebih dari satu hari.

3) Accuracy (Akurat)

Informasi harus bebas dari kesalahan yang bersifat material. Material

dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat penting

dan dapat mengakibatkan perubahan atas pertimbangan seseorang

yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut.

4) Completeness (Kelengkapan)

Informasi yang disajikan untuk pengambilan keputusan harus lengkap,

dalam arti tidak ada informasi penting yang terlewatkan atau hilang.

Sebagai contoh, suatu laporan harus menyediakan semua perhitungan

yang diperlukan dan menyajikan pesan yang jelas dan tegas (tidak

ambigu).

5) Summarization (Keringkasan)

Informasi harus dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Manajer pada tingkat yang lebih rendah umumnya memerlukan

informasi yang rinci sedangkan pada tingkat manajemen puncak

cenderung memerlukan informasi yang ringkas.

1
2.2.1 Siklus Informasi

Hutahaean (2015) dalam bukunya yang berjudul Konsep Sistem Informasi, siklus

informasi adalah data yang diolah melalui suatu model menjadi informasi

kemudian penerima menerima informasi tersebut yang brguna untuk pengambilan

keputusan dan melakukan tindakan yang lain yang akan membuat sejumlah data

kembali. Data tersebut ditangkap sebagai input, diproses kembali lewat suatu

model dan seterusnya. Siklus ini juga disebut dengan siklus pengolahan data.

Untuk lebih jelas tentang siklus informasi dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah

ini.

Gambar 2.2 Siklus Informasi (Hutahaean, 2015)

2
2.3 Pengertian Sistem Informasi

2.3.1 Definisi Sistem Informasi

Menurut Hall (dikutip dalam Kadir, 2014) menyatakan bahwa sistem informasi

merupakan sebuah rangkaian prosedural yang berisi data yang dikelompokkan

lalu diproses hingga menjadi informasi dan didistribusikan kepada pengguna

informasi. Menurut O‟Brien (2013) sistem informasi merupakan sekumpulan

orang, prosedur, dan sumber daya yang mengumpulkan, mengubah, dan

menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Sedangkan menurut Gelinas dan

Dull (2012) sistem informasi adalah sebuah sistem buatan manusia yang secara

umum terdiri dari sekumpulan yang terintegrasi dari komponen berbasis komputer

dan susunan komponen manual untuk mengumpulkan, menyimpan, dan

mengelola data dan untuk menyediakan hasil informasi kepada pengguna. Whitten

et al. (2004) mengemukakan bahwa sistem informasi ialah pengaturan orang, data,

proses dan teknologi informasi yang berinteraksi untuk mengumpulkan,

memproses, menyimpan, dan menyediakan sebagai output informasi yang

diperlukan untuk mendukung sebuah organisasi.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi

adalah kombinasi teratur dari sumber daya yang ada yaitu manusia, hardware,

software, jaringan komunikasi dan sumber daya data yang mengumpulkan,

mengubah, menyimpan dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.

2
2.3.2 Komponen Sistem Informasi

Menurut Kadir (2003) dalam suatu sistem informasi terdapat beberapa komponen

yaitu hardware, software, prosedur, orang, database, jaringan komputer dan

komunikasi data.
Perangkat Keras (Hardware)

Mencakup piranti-piranti fisik seperti komputer dan printer.

Perangkat Lunak (Software)

Kumpulan dari perintah/fungsi yang ditulis dengan aturan tertentu untuk memerintahkan komputer melaksanakan tugas
Prosedur

Menghubungkan berbagai perintah dan aturan yang akan menentukan rancangan dan penggunaan sistem informasi
Manusia

Orang-orang yang terlibat dalam kegiatan sistem informasi

Data

Komponen dasar sistem informasi yang akan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan informasi
Jaringan Komputer dan Komunikasi Data
Sistem penghubung yang memungkinkan sumber dipakai secara bersama atau diakses oleh sejumlah pemakai.

2
2.4 Konsep Dasar Keamanan

Menurut Putra (2016) keamanan data merupakan bagian dari perkembangan

teknologi informasi. Ketika berpikir bahwa data yang dimiliki merupakan data

yang sangat penting, semua berusaha untuk melindunginya agar jangan sampai

jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Data disini bisa bersifat

umum tidak terbatas pada data digital saja, tetapi juga seperti data diri (ktp,

ijasah, sertifikat, dan lain-lain). Menurut Susilo (dikutip dalam Putra, 2016)

data yang menyangkut informasi pribadi tidak seharusnya diumbar sembarang

seperti pada situs blog yang tersedia, situs jejaring pertemanan, email, selebaran,

fotokopi KTP di buang sembarangan dan lain-lain. Susanto et al. (2012)

mengemukakan bahwa keamanan mungkin dapat dianggap sebagai karakteristik

motivasi yang menjadi bentuk konfirmasi yang pasti berdasarkan kinerja yang

dihasilkan dari penggunaan berbasis teknologi.

Menurut Simons (dikutip dalam Chazar, 2016) keamanan sistem informasi

adalah bagaimana kita dapat mencegah penipuan (cheating) atau, paling tidak,

mendeteksi adanya penipuan di sebuah sistem berbasis informasi, dimana

informasinya sendiri tidak memiliki arti fisik. Menurut Howard (dikutip dalam

Chazar, 2016) menyatakan bahwa keamanan sistem informasi adalah tindakan

pencegahan dari serangan pengguna komputer atau pengakses jaringan yang tidak

bertanggung jawab. Terkait keamanan informasi, dikenal istilah 4R keamanan

informasi yakni: Right Information (Informasi yang benar), Right People (Orang

yang tepat), Right Time (Waktu yang tepat) dan Right Form (Bentuk yang tepat).

Menurut APCICT (dikutip dalam Amin, 2014) mengatakan bahwa pengaturan 4R

2
adalah cara paling efisien untuk memelihara dan mengontrol nilai informasi.

Menurut Chan dan Mubarak (dikutip dalam Amin, 2014) mengatakan

bahwa ada beberapa konsep keamanan informasi yang dipaparkan oleh antara

lain:

1. Phishing. Phising adalah usaha untuk mendapatkan informasi rahasia

atau melakukan pencurian identitas dengan menggunakan e-mail atau

website palsu yang meniru alamat situs atau alamat e-mail yang

sebenarnya. Phising juga dilakukan dengan caracara non-teknis seperti

Social Engineering atau dilakukan bersama dengan Spam (akan dibahas

di bagian berikutnya) sebagai modus untuk melakukan phising. Phising

merupakan ancaman umum terhadap aspek kerahasiaan keamanan

informasi dan karena itu penting bagi karyawan untuk menyadari

konsep dan bahayanya.

2. Spam. Spam adalah surat atau pesan elektronik komersial yang tidak

diinginkan oleh penerimanya. Mungkin tampak sepele, namun Spam

bukan hanya mengganggu penerima namun berpotensi menimbulkan

bencana atau mengganggu sistem. Sebagai contoh, kode berbahaya

seperti virus atau trojan sering menggunakan Spam sebagai kendaraan

untuk distribusi. Kode berbahaya dapat mengurangi performansi sistem

dan membatasi akses ke pengguna, sehingga melanggar aspek

ketersediaan informasi. Sealin itu dalam pesan Spam, terkadang memuat

link yang mengarahkan ke situs phising. Sementara kontrol teknis yang

diterapkan organisasi untuk mencegah Spam memasuki sistem e-mail

2
organisassi mungkin tidak dapat mengatasi 100%. Oleh karena itu,

penting baki karyawan atau individu untuk menyadari konsep Spam dan

bahaya yang terkaut.

3. Social Engineering. Dalam konteks keamanan informasi, Social

Engineering adalah penggunaan sarana non-teknis untuk melakukan

pencurian identitas atau untuk memperoleh informasi rahasia.

Penyerang dalam hal ini dapat menggunakan kombinasi dari manipulasi

psikologis dan peniruan dalam rangka mendorong korban tidak bersedia

dalam menyediakan informasi rahasia. Karena aspek yang sangat

manusiawi dari Social Engineering, tidak mungkin untuk mencegah

serangan menggunakan kontrol teknis. Mitigasi Social Engineering

sangat bergantung pada kesadaran karyawan tentang konsep dan

penegakan kebijakan organisasi yang berkaitan dengan keamanan dan

privasi.

4. Strong Password. Password adalah kunci untuk otentikasi pengguna dan

untuk mencegah akses tidak sah kedalam sistem. Selain Social

Engineering dan praktek phising, password dapat diperoleh secara ilegal

dengan menggunakan dua jensi serangan yang dikenal sebagai password

cracking. Bukan masalahh apakah password dapat dipecahkan atau

tidak, melainkan berapa lawa waku yang dibutuhkan untuk

memecahkan kombinasi password tersebut. Semakin kuat sebuah

password maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk

memecahkannya. Password yang kuat akan mengurangi kemungkinan

2
serangan password dilakukan oleh penyerang. Kontrol teknis yang ada

sudah mumpuni untuk membuat password yang kuat, namun tidak

semua sistem informasi memiliki kontrol tersebut, oleh karena itu perlu

kesadaran karyawan untuk meyakini bahwa password mereka cukup

kuat. Pengetahuan mengenai konsep passsword ini menjadi sangat

penting. Password yang kuat harus terdiri dari kombinasi yang cukup

panjang antara huruf, angka dan simbol.

5. Data or Information Integrity. Integritas data dan informasi yang

berkaitan dengan aspek integritas keamanan informasi memiliki ciri

berikut:

a. Akurasi dan kebenaran, yaitu informasi harus kuat dan benar dalam

artian data harus tepat dan sesuai dengan kenyataan, misalnya data

tanggal lahir yang diinputkan ke d alam sistem tidak boleh memiliki

ruang kemungkinan kesalahan.

b. Kepercayaan, memastikan akurasi dan kebenaran akan memastikan

bahwa informasi yng tersimpan dalam sistem adalah representasi

dari kenyataan sehingga seseorang dapat mempercayai informasi

tersebut.

c. Keberlakuan dan ketepatan waktu, menggunakan tanggal lahir

sebagai contoh, tanggal pasti kelahiran adalah variabel yang berubah

dari waktu ke waktu. Informasi keberlakuan dipengaruhi oleh

perubahan kenyataan dari waktu ke waktu dan harus dipenuhi.

2
6. Social Networking. Pendapat bahwa media sosial atau situs jejaring

seperti Facebook dan Twitter sebagai sumber bocornya informasi

rahasia sudah semakin relevan beberapa tahun terakhir ini. Media sosial

dapat menjadi sumber kebocoran data ketika karyawan mengungkapkan

informasi pribadi dan informasi yang berkaitan dengan tempat kerja di

situs media sosial. Oleh karena itu, media sosial merupakan bagian

penting untuk setiap rencana keamanan atau kebijakan. Kesadaran akan

bahaya jejaring sosial dalam kaitannya dengan keamanan informasi

sangatlah penting.

2.5 Konsep Dasar Evaluasi

2.5.1 Pengertian Evaluasi

Kuo et al. (2012), mengemukakan bahwa evaluasi adalah kegiatan yang

bermaksud untuk memahami bagaimana suatu hal terjadi. Menurut Mardapi

(dikutip dalam Gede, 2015) menjelaskan bahwa evaluasi dapat diartikan sebagai

penentuan kesesuaian antara hasil yang dicapai dan tujuan yang ingin dicapai.

Rutoto (2010) menyebutkan bahwa evaluasi dapat diartikan sebagai suatu

kegiatan atau proses untuk memberikan atau menentukan nilai di atas suatu objek

tertentu, benda, lembaga, program. Arikunto (2004) berpendapat bahwa evaluasi

adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang

selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat

dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah

menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk

2
menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah

dilakukan.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi

adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif ataupun negatif

atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang

yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya.

Tahapan Sebelum Evaluasi

Menurut Tessmer (dikutip dalam Kuo et al., 2012) mencatat bahwa semua evaluasi formatif akan m
Rencanakan evaluasi

Perkenalkan evaluasi kepada peserta

Lakukan evaluasi

Mengumpulkan dan mengatur data

Buat revisi berbasis data

Evaluasi versi revisi (jika mungkin)

Konsep Dasar Kesiapan Teknologi

Pengertian Kesiapan

Kesiapanmenurutkamuspsikologiadalah“tingkatperkembangandari

kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan

sesuatu”. Menurut Holt (dikutip dalam Rafferty, 2013), kesiapan akan perubahan

adalah jangkauan dimana secara kognitif dan secara emosional cenderung untuk

menerima, merangkul, dan mengadopsi rencana khusus yang dengan sengaja

2
mengubah keadaan yang tetap. Menurut Eby (dikutip dalam Rafferty, 2013)

kesiapan akan perubahan dikonseptualisasikan dalam istilah persepsi individual

mengenai aspek khusus dari lingkungannya jangkauan dimana organisasi

dirasakan siap mengambil perubahan yang berskala besar. Kesiapan akan

perubahan organisasi merefleksikan kenyataan penafsiran yang unik dari

individual mengenai organisasi.

Kesiapan adalah kondisi seseorang secara keseluruhan yang dapat

membuatnya siap untuk dapat memberikan respon atau jawaban dalam suatu cara

tertentu terhadap suatu situasi yang dihadapinya. Slameto (2010) mengatakan

maka seseorang akan menyesuaikan kondisi tersebut dan akan berpengaruh atau

memiliki kecenderungan untuk memberi respon. Sedangkan menurut Hamalik

(2008), kesiapan adalah tingkatan atau keadaan yang harus dicapai dalam proses

perkembangan perorangan pada tingkatan pertumbuhan mental, fisik, sosial dan

emosional.

2.6.2 Tingkat Kesiapan Teknologi

Mankins (1995) mengatakan bahwa Technology Readiness Level (TRL) adalah

sistem pengukuran / metrik yang sistematis yang mendukung penilaian

kematangan teknologi tertentu dan perbandingan kematangan yang konsisten

antara berbagai jenis teknologi.

Menurut Mankins (1995) ada sembilan tingkat kematangan atau kesiapan

teknologi yang mana antara satu tingkat dengan tingkat yang lain saling terkait

dan menjadi landasan bagi tingkatan berikutnya. Berikut ini adalah peringkat

kesiapan teknologi yang ditunjukkan dengan nilai:

2
Tabel 2.1 Tingkat Kesiapan Teknologi (Mankins, 1995)

9 Teknologi benar-benar teruji / terbukti melalui keberhasilan pengoperasian

Sistem teknologi telah lengkap dan memenuhi syarat (qualified) melalui


8
pengujian dan demonstrasi dalam lingkungan / aplikasi sebenarnya

7 Prototipe telah diuji dalam lingkungan sebenarnya

6 Model atau prototipe telah diuji dalam lingkungan yang relevan

5 Komponen teknologi telah di validasi dalam lingkungan yang relevan

4 Komponen teknologi telah divalidasi dalam lingkungan laboratorium

Konsep dan karakteristik penting dari suatu teknologi telah dibuktikan


3
secara analitis dan eksperimental

2 Konsep teknologi dan aplikasinya telah diformulasikan

1 Prinsip dasar dari suatu teknologi telah diteliti

Konsep Dasar Single Sign On (SSO)

Pengertian Single Sign On (SSO)


Menurut Ponnapalli (2004), single sign on dapat didefinisikan sebagai pengalaman pengguna dalam melakukan login ha

setiap aplikasi. SSO hadir untuk dapat memudahkan para penggunanya sehingga

tidak perlu melakukan login berkali-kali pada sistem yang masih didalam satu

ruang lingkup.

3
Menurut Fauziah (2014), penerapan SSO memberikan kemudahan kepada

pengguna dengan cukup melakukan proses autentikasi sekali saja untuk

mendapatkan izin akses terhadap semua layanan yang terdapat di dalam suatu

jaringan. SSO sendiri dapat dibuat dalam bentuk web-based maupun non web-

based. Ponnapalli (2004), mengatakan perencanaan yang baik dalam mengadopsi

dan mengimplementasikan SSO dapat melengkapi pengukuran keamanan yang

telah ada disuatu organisasi. Menurut Sari et al. (2015) mengatakan salah satu

produk SSO ini adalah Security Assertion Markup Language (SAML) yang

digunakan sebagai portal penghubung antara pengguna dengan aplikasi web.

Menurut Ragouzi et al. (dikutip dalam Sari et al., 2015) SAML merupakan

standar yang mendefinisikan kerangka berbasis XML untuk menggambarkan

dan bertukar informasi keamanan antar mitra bisnis online. Pada penelitian

yang telah dilakukan oleh Lewis menyebutkan bahwa otentifikasi SSO dengan

menggunakan SAML akan memberikan keamanan pada proses pertukaran dan

identifikasi data berbasis XML. Menurut Wahyuningrum (2012) XML Encryption

adalah adalah elemen yang didalamnya memuat seluruh informasi

mengenai parameter-parameter yang digunakan dalam proses enkripsi.

Sedangkan menurut Santoso (dikutip dalam Sari et al., 2015) menyebutkan

bahwa XML Encryption, merupakan cara mengimplemtasikan teknologi

kriptografi kedalam sebuah dokumen XML tanpa merusak struktur dokumen

tersebut.

3
Gambar 2.3 Sistem Non Single Sign on (Abu Bakar, 2013)

Gambar 2.4 di atas merupakan gambar apabila menggunakan sistem sign on

biasa, user harus memasukan username dan password setipa kali hendak

mengakses masing-masing service.

Gambar 2.4 Sistem Single Sign On (Abu Bakar, 2013)

Gambar 2.5 di atas merupakan gambar apabila menggunakan sistem single

sign on, user hanya perlu memasukan username dan password satu kali untuk

mengakses service.

3
2.7.2 Keuntungan Single Sign On (SSO)

Menurut Ponnapali (2004), pada umumnya SSO memiliki beberapa keuntungan,

antara lain :

1) Pengguna tidak perlu mengingat banyak username dan password.

Cukup dengan satu credential, sehingga pengguna cukup melakukan

proses otentikasi sekali saja untuk mendapatkan izin akses terhadap

semua layanan aplikasi yang tersedia di dalam jaringan.

2) Kemudahan pemrosesan data. Jika setiap layanan aplikasi memiliki

data pengguna masing-masing, maka pemrosesan data pengguna

(penambahan, pengurangan, perubahan) harus dilakukan pada setiap

aplikasi yang ada. Sedangkan dengan menggunakan sistem SSO,

cukup hanya melakukan sekali pemrosesan pada server database

backend-nya. Hal ini menyatakan bahwa penggunaan sistem SSO

meningkatkan efisiensi waktu dan kepraktisan dalam memproses data.

3) Tidak perlu membuat data pengguna yang sama di setiap aplikasi

karena setiap layanan aplikasi dalam jaringan dapat terhubung

langsung dengan server database back end ini, maka hanya dengan

sekali saja memasukan input data kedalam database credential

pengguna akan valid di seluruh layanan aplikasi.

4) Menghemat biaya untuk pemeliharaan password. Ketika harus

melakukan reset password karena pengguna lupa pada password,

pengelola layanan tidak perlu menghabiskan waktu dan bandwith

untuk menemukan data credential pengguna.

3
2.7.3 Kerugian Single Sign On (SSO)

Selain mendatangkan keuntungan, menurut Ponnapali (2004) sistem SSO juga

dapat mendatangkan kerugian yaitu:

1) Pentingnya kesadaran pengguna untuk merahasiakan data credential

dan menjaga keadaan tetap dalam kondis login. Bila masih dalam

keadaan login, pengguna yang tidak sah dapat memakai mesin yang

ditinggalkan pengguna sahnya.

2) Kerumitan mengimplementasikan sistem SSO ke dalam sebuah

jaringan yang heterogen dan multiplatform, sehingga banyak

pengelola layanan jaringan kurang begitu giat dalam

mengimplementasikannya.

3) Kelemahan dalam hal keamanan. Jika password sistem pengelola

layanan jaringan diketahui oleh orang yang tidak berhak, maka orang

tersebut dapat melakukan perubahan terhadap semua data yang ada

didalam sistem.

4) Titik kegagalan tunggal (Single point failure). Jika setiap layanan

aplikasi bergantung kepada sistem SSO, sistem ini dapat menjadi

suatu titik kegagalan bila tidak dirancang dengan baik. Kondisi

apapun yang dapat menyebabkan sistem SSO padam, mengakibatkan

pengguna tidak dapat mengakses seluruh layanan aplikasi yang

dilindungi oleh sistem SSO tersebut.

3
2.7.4 Syarat Implementasi Sistem SSO

Menurut Ardagna (2009), persyaratan dalam mengimplementasikan sebuah sistem

SSO diantaranya:

1) Authentication
Ini merupakan fitur terpenting dalam SSO yang dapat memberukan suatu mekanisme otentikasi dengan username dan pas
Strong Authentication

Untuk tingkat keamanan yang lebih tinggi dapat ditambahkan dengan mekanisme otentikasi berdasarkan biometric sepert
Authorization

Setelah melewati sistem otentikasi maka selanjutnya user yang masuk diberikan otorisasi untuk masuk ke dalam suatu jar
Provisioning

Suatu ketentuan yang diambil menjadi kebutuhan dalam pengambilan keputusan. Oleh sebab itu maka menjadi tanggung
Federation
Hal ini berkaitan erat dengan tingkat kepercayaan untuk dapat mengakses ke dalam suatu jaringan.

3
6) CIM (Centralized Identity Management)

Seluruh akses id pengguna dapat diatur menjadi terpusat,

dimaksudkan agar satu pengguna dapat masuk hanya dan dengan

menggunakan satu id akses saja.


Client Status Info

Arsitektur SSO berarti pertukaran informasi pengguna antara server SSO dan layanan untuk memenuhi otentikasi serta ot
Single Point of Control

Tujuan dari penerapan SSO yaitu untuk dapat menyediakan pengontrolan jalur akses yang unik bagi para pengguna.
Standard Compliance

Protokol yang digunakan dalam SSO misalnya X.509 (public-key infrastructure) untuk security menggunakan SAML ser
Cross-Language Availability

Teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sebuah aplikasi, misalnya penerapan protocol berbasis XML.
Password Proliferation Prevention

Tingkat keamanan password

3
2.8 Konsep Dasar OAuth

Menurut Pai et al. (2011) OAuth adalah suatu standar otorisasi yang

memungkinkan para pengguna memberikan aplikasi third party dengan akses

terbatas ke tempat penyimpanan mereka pada server, tanpa membocorkan kata

sandinya atau kredensial yang bersifat rahasia lainnya. Untuk menggambarkan

protokol secara keseluruhan, kami perlu memahami berbagai peran dalam single

protokol yang sedang berjalan. Peran-perannya sebagai berikut:

1. Pemilik sumber daya (resource owner): Suatu kesatuan yang lahir

(entitas) yang memiliki kekuatan untuk memberikan izin kepada orang

lain untuk mengakses sumber daya yang dimilikinya. Dengan kata lain,

itu adalah pengguna akhir dari aplikasi, atau lebih khususnya lagi,

perwakilan pengguna (browser).

2. Server sumber daya (resource server): kesatuan yang lahir (entitas)

yang menjadi tempat terlindungnya sumber daya yang dimiliki oleh

pemilik sumber daya, dan memiliki kemampuan untuk menanggapi

permintaan akses sumber daya menggunakan akses token.

3. Klien (Client): Aplikasi yang dapat membuat permintaan sumber daya

ke server sumber daya atas nama pemilik sumber daya setelah mendapat

otoritas.

4. Server Otoritas (Authorization Server): Server yang mengeluarkan akses

token ke klien setelah berhasil melakukan otentikasi pemilik sumber

daya dan mendapatkan otorisasi.

3
Seperti yang disoroti oleh Paul (2010), ada celah keamanan di OAuth

Kelemahannya adalah klien kredensial yang menyertakan password klien

seharusnya disimpan di tempat yang aman untuk mencegah penyalahgunaan.

Dalam kasus dimana klien adalah aplikasi web, kredensial disimpan di sisi server

pada web server aman yang bisa dijaga melawan serangan dengan menggunakan

tindakan pengamanan yang dibutuhkan. Namun, jika klien adalah aplikasi

desktop, maka kredensial disimpan dalam perangkat lunak desktop. Hacker yang

berpengalaman dapat merekayasa ulang kode dan mengambil klien kredensial, ia

kemudian bisa menyamar sebagai aplikasi berbahaya klien dengan menggunakan

kredensial rahasia klien yang dikompromikan, sehingga membodohi pemilik

sumber daya dan server sumber daya.

2.9 Konsep Dasar Technology Readiness

Menurut Parasuraman (2000), Technology Readiness (TR) di definisikan sebagai

kecenderungan untuk merangkul dan menggunakan teknologi baru untuk

menyelesaikan tujuan dari berbagai pekerjaan baik di rumah maupun di tempat

pekerjaan. Menurut Chen (2014), setiap individu percaya bahwa kegiatan sehari-

hari mereka akan lebih efisien, dapat diatur pengaturan serta fleksibel dengan

mengadopsi teknologi.

Pasuraman dan Colby (2015) mendefinisikan technology readiness sebagai

“People propensity to embrace and use new tecnologies for accomplishing goals

in home life an at the workplace”. TRI dikembangkan oleh Parasuraman untuk

mengukur keyakinan dan pemikiran seseorang secara umum terhadap teknologi.

3
Pandangan seseorang terhadap teknologi dapat bersifat positif, yaitu optimisme

menyikapi teknologi serta kecenderungan menjadi pionir dalam penggunaan

teknologi baru, maupun pandangan negatif, yaitu kecenderungan untuk merasa

tidak nyaman dan skeptis terhadap teknologi. Hal ini menyebabkan munculnya

empat dimensi dalam technology readiness, yaitu optimisme (optimism), inovasi

(innovativeness), ketidaknyamanan (discomfort), dan ketidakamanan (insecurity).

Dimensi optimism merepresentasikan pandangan positif terhadap teknologi

dan persepsi terhadap manfaat teknologi dalam meningkatkan efisiensi pekerjaan

dan meningkatkan kinerja seseorang di lingkungan kerja dan di rumah. Dimensi

innovativeness mengacu pada tingkat dimana seseorang senang bereksperimen

dengan teknologi dan menjadi yang terdepan dalam usaha mencoba produk atau

jasa berbasis teknologi yang terbaru. Dimensi discomfort menunjukkan rasa

kurangnya penguasaan teknologi dan rasa tidak percaya diri dalam menggunakan

teknologi terbaru. Meskipun ada hubungannya dengan dimensi discomfort yang

menunjukkan ketidaknyamanan terhadap teknologi secara umum, tetapi dimensi

insecurity lebih mengacu pada ketidakpercayaan terhadap transaksi berbasis

teknologi dan keraguan terhadap kemampuan kerja teknologi tersebut. Menurut

Parasuraman dan Colby (2015) dua dimensi pertama dari technology readiness

yaitu optimism dan innovativeness merupakan “Kontributor (contributors)” yang

dapat meningkatkan kesiapan terhadap penggunaan teknologi sementara dua

dimensi lainnya yakni discomfort dan insecurity dianggap sebagai “Penghambat

(inhibitors)” yang dapat menekan tingkat kesiapan terhadap teknologi.

3
2.10 Metode Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2013) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang

paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data.

1) Menurut Esterberg (dikutip dalam Sugiyono, 2013) wawancara

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam

suatu topik tertentu.

2) Observasi dalam penelitian kualitatif sebagaimana yang diungkapkan

oleh Djam‟an dan Aan (2012) adalah pengamatan langsung terhadap

objek untuk mengetahui keberadaan objek, situasi, konteks dan

maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian. Moleong

(2011) menyatakan observasi adalah pengamatan digunakan untuk

mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,

perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Observasi

sesungguhnya dilakukan dengan memiliki tujuan atau manfaat. Dari

berbagai macam observasi dimaksud tentunya memiliki manfaat

dalam sebuah penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2007)

mengungkapkan bahwa manfaat observasi adalah sebagai berikut:

a. Dengan observasi di lapangan peneliti lebih mampu memahami

konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, untuk mendapat

pandangan yang holistik atau menyeluruh.

4
b. Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung,

sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan

induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan

sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan

melakukan penemuan atau discovery.

c. Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang

dan tidak diamati oleh orang lain, khususnya orang yang

berada dalam lingkungan itu karena telah dianggap biasa dan

olehnya itu tidak terungkap dalam wawancara.

d. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang

sedianya tidak akan terungkap oleh narasumber dalam

wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena

dapat merugikan nama lembaga.

e. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di

luar persepsi narasumber, sehingga peneliti memperoleh

gambaran yang lebih komprehensif.

f. Melalui pengamatan lapangan, peneliti tidak hanya

mengumpulkan data yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-

kesan pribadi dan merasakan situasi sosial yang diteliti.

3) Menurut Sugiyono (2013) dokumen merupakan catatan peristiwa yang

sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-

karya monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera,

4
biografi, peraturan, kebijakan. Sedangkan menurut Sarwono (2006),

studi pustaka adalah mempelajari berbagai buku referensi serta hasil

penelitian sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan

landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Dokumen yang

berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.

Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat

berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen merupakan

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam

penelitian kualitatif.

4) Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

5) Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang

dilakukan secara sistematis dan terarah mengenai suatu isu atau

masalah tertentu. Irwanto (2006) mendefinisikan FGD adalah suatu

proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai

suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi

kelompok.

6) Sesuai namanya, pengertian Focus Group Discussion mengandung

tiga kata kunci:

a. Diskusi (bukan wawancara atau obrolan)

b. Kelompok (bukan individual)

c. Terfokus/terarah (bukan bebas).

4
Artinya, walaupun hakikatnya adalah sebuah diskusi, FGD tidak sama

dengan wawancara, rapat, atau obrolan beberapa orang di kafe-kafe. FGD bukan

pula sekadar kumpul-kumpul beberapa orang untuk membicarakan suatu hal.

Banyak orang berpendapat bahwa FGD dilakukan untuk mencari solusi atau

menyelesaikan masalah. Artinya, diskusi yang dilakukan ditujukan untuk

mencapai kesepakatan tertentu mengenai suatu permasalahan yang dihadapi oleh

para peserta, padahal aktivitas tersebut bukanlah FGD, melainkan rapat biasa.

FGD berbeda dengan arena yang semata-mata digelar untuk mencari konsensus.

Sebagai alat penelitian, FGD dapat digunakan sebagai metode primer

maupun sekunder. FGD berfungsi sebagai metode primer jika digunakan sebagai

satu-satunya metode penelitian atau metode utama (selain metode lainnya)

pengumpulan data dalam suatu penelitian. FGD sebagai metode penelitian

sekunder umumnya digunakan untuk melengkapi riset yang bersifat kuantitatif

dan atau sebagai salah satu teknik triangulasi. Dalam kaitan ini, baik

berkedudukan sebagai metode primer atau sekunder, data yang diperoleh dari

FGD adalah data kualitatif.

2.11 Metode Analisis Data

Analisis Data Kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (dikutip dalam Moleong,

2011) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja data, mengorganisasikan

data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,

mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

4
Menurut Strauss dan Corbin (2008), pemrosesan data menggunakan

pendekatan kualitatif dengan proses coding. Terdapat tiga teknik coding antara

lain open coding, axial coding dan selective coding.

1) Proses open coding adalah proses identifikasi konsep, dimana fitur

dan dimensi mereka ditemukan dalam data.

2) Axial coding adalah proses yang merelasikan kategori-kategori kepada

sub-kategori yang disebut “aksial”. Tujuan dari Axial coding untuk

mengumpulkan kembali data yang telah dipenggal-penggal selama

Open coding.

3) Selective coding adalah kategori-kategori yang didapat selama Open

coding dan Axial coding secara sistematis diintegrasi untuk

membentuk skema yang lebih besar, yang merupakan suatu katerori

utama. Prosedur Selective coding sangat mirip dengan Axial coding,

kecuali untuk tingkat agregasi dimana Axial coding kategori-kategori

dihubungkan kepada sub-kategori, sedangkan dalam Selective coding

terjadi integrasi antara kategori inti dengan kategori-kategori untuk

mencari makna dari setiap kategori.

2.12 Konsep Dasar Kualitatif

Penelitian Kualitatif adalah study yang meneliti kualitas hubungan, aktivitas,

situasi, atau berbagai material. Menurut Wahab (2014) penelitian kualitatif lebih

menekankan pada deskriptif holistik, yang menjelaskan secara detil tentang

kegaiatan atau situasi apa yang sedang berlangsung daripada membandingkan

4
efek perlakuan tertentu, atau menjelaskan tentang sikap atau perilaku seseorang.

Metode penelitian kualitatif sebagaimana yang diungkapkan Bogdan dan Taylor

(dikutip dalam Moleong, 2011) sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati. Selain itu, metode penelitian kualitatif menurut Nana (2007)

adalah cara untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa,

aktivitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual

maupun kelompok.

Menurut Sugiyono (2013) bahwa penelitian kualitatif deskriptif adalah

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang biasanya

digunakan untuk meneliti pada kondisi objektif yang alamiah dimana peneliti

berperan sebagai instrumen kunci. Selain itu, studi deskriptif analitis menurut

Winarno (dikutip dalam Supardan, 2000) adalah suatu penelitian yang tertuju

pada penelaah masalah yang ada pada masa sekarang. Menurut Eisenhardt

(dikutip dalam Rahman, 2011) mengatakan untuk jumlah narasumber pada

penelitian kualitatif yang dianggap cukup adalah 4-8 orang.

Penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang hendaknya

menjadi pedoman oleh peneliti, sebagaimana yang dikatakanan oleh Bogdan dan

Biklen (dikutip dalam Moleong, 2011) bahwa karakteristik penelitian kualitatif

diantaranya:

1) Peneliti sendiri sebagai instrument utama untuk mendatangi

secara langsung sumber data

2) Mengimplementasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini

4
lebih cenderung kata-kata dari pada angka

3) Menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada

proses tidak semata-mata kepada hasil

4) Melalui analisis induktif, peneliti mengungkapkan makna dari

keadaan yang terjadi


5)Mengungkapkan makna sebagai hal yang esensial dari pendekatan kualitatif.

2.12.1 Perbedaan Penelitian Kualitatif Dengan Penelitian Kuantitatif

Ada beberapa perbedaan antara penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif. Menurut Marshall
Tabel 2.2 Perbedaan Penelitian Kualitatif dengan Kuantitatif (Marshall, 1996)

Faktor Pembeda Kualitatif Kuantitatif

Filosofi Dasar Induktif, holistik Deduktif


Tujuan Mengeksplorasi lebih Untuk menguji satu set
kompleks hipotesis
Rencana Penelitian Literatif, fleksibel Langkah sudah ditentukan
Posisi Peneliti Bagian integral dari proses Satu diantara faktor
penelitian lainnya
Menilai Kualitas dari Dinilai berdasarkan intuisi Uji langsung validitas dan
Hasil dari peneliti reliabilitas dengan
menggunakan statistik
Ukuran dari Utilitas Hasil Transferabiliti Generalisasi

Menurut Onwuegbuzie dan Leech (2005), ada perbedaan antara peneliti

kuantitatif dan kualitatif sehubungan dengan ontologi, epistemologi, aksiologi,

retorika, logika, generalisasi dan hubungan sebab-akibat yang tercipta.

4
Sedangkan menurut Sugiyono (2008) dalam bukunya menyatakan ada

beberapa perbedaan antara penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif

diantaranya.

Tabel 2.3 Perbedaan Penelitian Kualitatif dengan Kuantitatif (Sugiyono, 2008)

Faktor Pembeda Kualitatif Kuantitatif

Desain Fleksibel Spesifik, jelas dan rinci


Tujuan Menemukan pola Menguji teori dan mencari
hubungan yang bersifat generalisasi yang
interaktif, menemukan mempunyai nilai prediktif
teori
Teknik Pengumpulan Data Wawancara mendalam Kuesioner
Posisi peneliti Peneliti instrumen utama Satu diantara faktor
lainnya
Instrumen Penelitian Camera, buku catatan, Angket, kuesioner
recorder
Data Deskriptif kualitatif Kuantitatif
Sampel Purposive, kecil Besar, random
Analisis Induktif, terus menerus Dedukti, setelah
dari awal penelitian pengumpulan data selesai
Hubungan Dengan Akrab agar memperoleh Berjarak agar objektif
Rrsponden pemahaman yang
mendalam
Kepercayaan Terhadap Pengujian kredibilitas Pengujian validitas dan
Hasil proses dan hasil penelitian reliabilitas instrumen
Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Awal Pendirian UIN Sarif Hidayatullah Jakarta

Menurut Priscillia (2013) Pada 1 Juni 2007 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

merayakan ulang tahun. Selama setengah abad, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

telah menjalankan mandatnya sebagai institusi pembelajaran dan transmisi ilmu

pengetahuan, institusi yang mendukung proses pembangunan bangsa dan

4
sebagai institusi pengabdian masyarakat yang menyumbangkan program-

program peningkatan kesejahteraan sosial. Selama setengah abad UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta telah melewati beberapa periode sejarah sehingga

sekarang ini telah menjadi salah satu universitas Islam terkemuka di Indonesia.

Secara singkat sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat dibagi ke dalam

beberapa periode yaitu periode perintisan, periode fakultas IAIN al-Jami‟ah,

periode IAIN Syarif Hidayatullah, dan periode UIN Syarif Hidayatullah. IAIN

Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu IAIN tertua di Indonesia yang

bertempat di Ibukota Jakarta, dan menempati posisi yang unik dan strategis.

UIN tidak hanya menjadi Jendela Islam di Indonesia, tetapi juga sebaga

simbol bagi kemajuan pembangunan nasional, khususnya di bidang pembangunan

sosial-keagamaan. Sebagai upaya untuk mengintegrasikan ilmu umum dan

ilmu agama, lembaga ini mulai mengembangkan diri dengan konsep IAIN

dengan mandat yang lebih luas (IAIN with Wider Mandate) menuju terbentuknya

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan keluarnya

keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 031 tanggal 20 Mei 2002 IAIN

Syarif Hidayatullah Jakarta resmi berubah menjadi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Peresmiannya dilakukan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia,

Hamzah Haz, pada 8 Juni 2002 bersamaan dengan upacara Dies Natalis ke-45

dan Lustrum ke-9 serta pemancangan tiang pertama pembangunan Kampus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui dana Islamic Development Bank (IDB).

Satu langkah lagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menambah fakultas yaitu

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (Program Studi Kesehatan Masyarakat)

4
sesuai surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 1338/ D/T/2004

Tahun 2004 tanggal 12 April 2004 tentang ijin Penyelenggaraan Program Studi

Kesehatan Masyarakat (S1) pada Universitas Islam Negeri dan Keputusan

Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam tentang izin penyelenggaraan


Program Studi Kesehatan Masyarakat Program Sarjana (S1) pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah J
1. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 2.Fakultas Adab dan Humaniora
Fakultas Ushuluddin

Fakultas Syari‟ah dan Hukum

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Fakultas Dirasat Islamiyah

Fakultas Psikologi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis 9.Fakultas Sains dan Teknologi


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

12. Sekolah Pascasarjana

Hingga tahun 2008 wisuda ke-85 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah

menghasilkan alumni lebih dari 50.000 orang, baik lulusan Sarjana Strata Satu

4
(S1), Sarjana Magister (S2) serta Sarjana Doktor (S3). UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta terus berupaya menyiapkan peserta didiknya menjadi anggota

masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat

menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan

keagamaan dan ilmu ilmu terkait lainnya dalam arti yang seluas-luasnya.

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta resmi menjadi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dengan terbitnya Keputusan Presiden RI No. 031 Tanggal 20 Mei 2002.

Keppres itu menjadi landasan legalitas formal perubahan IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada saat itu terdiri

dari 9 fakultas yaitu: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Fakultas Adab dan

Humaniora, Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Fakultas Syariah dan Hukum,

Fakultas Dakwah dam Komunikasi, Fakultas Dirasat Islamiyah, Fakultas

Psikologi, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Fakultas Sains dan Teknologi,

dengan jumlah jurusan/prodi sebanyak 41 dengan bidang studi ilmu-ilmu umum

dan ilmu-ilmu agama.

Dengan perubahan ini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diharapkan dapat

mendorong terjadinya integrasi keilmuan baik dalam bidang agama, kemanusiaan,

keindonesiaan dengan tujuan menghasilkan lulusan yang memiliki wawasan

integratif, adaptif, responsif dan inovatif terhadap pemikiran modern dan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi dengan landasan

iman, ilmu dan amal yang menjadi dasar pijakan dalam pengembangan ilmu-ilmu

Islam, baik ilmu-ilmu Quraniyah maupun ilmu-ilmu Kauniyah.

5
Kerangka itu pula yang mendasari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam

pemberian gelar kesarjanaan sesuai dengan Keputusan Rektor IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta No. 16 Tahun 2002. Dalam keputusan tersebut dinyatakan

bahwa mahasiswa yang berhasil menyelesaikan studinya di Program S1, S2, S3

berhak mendapat gelar sesuai dengan program studinya. Dengan demikian lulusan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berada pada posisi yang sama dengan lulusan

universitas-universitas negeri yang lain di Indonesia. Sebagai Universitas Islam

Negeri yang sejajar dengan Universitas Negeri lainnya di Indonesia, mulai Tahun

akademik 2003/2004 dalam penerimaan mahasiswa baru disamping penerimaan

secara lokal, UIN Syarif Hidayatullah juga masuk dalam SPMB (Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Baru) yang bertarap Nasional. Dengan demikian UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta secara tidak langsung sudah mendapat pengakuan

secara nasional dan internatsional. Pengakuan ini menjadi modal dasar

membangun menuju internasionalisasi dan globalisasi dalam kerangka universitas

riset yang unggul dan kompetitif (Leading Towards Research University).

Langkah untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum juga

mendasari pendirian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun akademik 2004/2005. Pendirian FKIK

berdasarkana Surat Keputusan Menteri Agama SK No.MA/25/2004 dan surat

Dirjen Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasional No.

995/D/6/2004. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pada Tahun akademik

2004/2005 UIN Jakarta membuka Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

dengan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat berdasarkan izin operasional

5
Dirjen Dikti No. 1338/D/P/2004 tanggal 12 April 2004 dan Program Studi

Farmasi dengan izin operasional No 138/D2.2/2004 tanggal 6 Agustus 2004 dan

Surat Keputusan Dirjen Bagais Depag No. Dj.11/274/2004 tanggal 8 Agustus

2004. Sedangkan untuk program studi Pendididkan Dokter dan Program Studi

Keperawatan dibuka pada tahun akademik 2005/2006 berdasarkan izin

operasional Dirjrn Dikti no.1356/D/T/2005 tanggal 10 Mei 2005 dan Surat

Keputusan Dirjen Bagais Nomor:Dj.II/123/2005 tanggal 17 Mei 2005.

Pendirian FKIK ini bekerjasama dengan FK UI sebagai Fakultas

Pembina.Sebelumnya juga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah mengadakan

kerjasama untuk mendukung pendirian FKIK dengan berbagai pihak,di antaranya

dengan sejumlah rumah sakit di wilayah Jakarta dan Tangerang sebagai tempat

praktek bagi mahasiswa. Komitmen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi

Universitas Riset ini adalah untuk menghasilkan penemuan-penemuan baru di

bidang ilmu pengetahuan, baik dalam ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum,

dengan menempatkan kemampuan meneliti sebagai kualifikasi utama dalam

setiap kinerja ilmiah akademis. Karena sebagai Universitas Riset, kemampuan

penelitian menjadi kualifikasi utama dalam setiap penampilan.

Dengan berbasis riset, diharapkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat

memiliki daya tarik bagi mahasiswa terutama bagi mahasiswa tingkat magister

dan doktor dari berbagai penjuru dunia sehingga tercipta academic,social cultural

exchange yang pada gilirannya membentuk intelectual community dan learning

society dengan berkemampuan riset dan analisis yang dapat diterapkan dalam

berbagai bidang profesional dalam spectrum yang lebih luas dan UIN Syarif

5
Hidayatullah Jakarta siap go internasional dan menjadi Universitas International.

dan menjadi Jendela Keunggulan Akademis Islam Indonesia (Window of

Academic Excellence of Islam in Indonesia) seperti yang diharapkan oleh tokoh-

tokoh pejuang pendidikan Islam.

2.13.2 Penerapan Teknologi Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Awal mula kehadiran sistem informasi akademik di perguruan tinggi merupakan

suatu keharusan, terlebih di era teknologi informasi dan informasi sekarang ini.

Tahun 2006, UIN Jakarta secara efektif telah memiliki dan mengaplikasikan

teknologi tersebut melalui sebuah sistem jaringan yang disebut Sistem Informasi

Perguruan Tinggi atau Simperti. Namun, dalam perkembangannya, sistem itu

belum berjalan optimal. Tahun 2009, Simperti diubah menjadi Sistem Informasi

Akademik (Academic Information System/AIS).

Seiring perkembangannya, penggunaan teknologi di UIN tidak terbatas

pada AIS semata, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Huda, Hidayah

dan Putra (2016) menyatakan bahwa social technology saat ini untuk mendukung

kegiatan sehari-hari,terutama untuk tujuan dalam proses belajar mengajar.

2.14 Studi Literatur Sejenis

2.14.1 Technology Readiness Index

Istilah Technology Readiness Index (TRI) awalnya diperkenalkan pada tahun

2000 dan diterbitkan dalam jurnal layanan penelitian (Journal of Service

Reasearch). Parasurman (2000) mengusulkan untuk mengukur “people’s

propensity to embrace and use new technologies for accomplishing goals in home

5
life and at work”, maksudnya adalah mengenai kecenderungan masyarakat untuk

menggunakan teknologi baru untuk membantu tujuan kehidupan berumah tangga

dan dalam pekerjaan. Dan sejak itu TRI telah menjadi sebuah metrik yang

diterima secara luas untuk mempelajari proses adopsi teknologi produk dan

layanan.

Sebagai skala multy-item, TRI terdiri dari 36 pertanyaan yang ditujukan

untuk mengukur tingkat kesiapan. Skala 36-item terdiri dari empat dimensi

komponen keyakinan yang berkaitan dengan teknologi yang memperngaruhi

tingkat kesiapan seseorang. Keyakinan ini menetapkan kesediaan seseorang untuk

berinteraksi dengan teknologi baru. Dari empat dimensi, dua adalah kontributor

dan dua lagi adalah inhibitor pada adopsi teknologi.

Kontributornya sebagai berikut:

Optimism (kepercayaan diri) yaitu menggambarkan sebuah ekspektasi dari kebenaran positif te
Innovativeness(inovasi)yaitumengenaiotoritaspenggunaan teknologi.

Sedangkan inhibitor adalah:


1) Discomfort (ketidaknyamanan) adalah keraguan tentang jaminan

orang awam akan pengalamannya dengan teknologi.

2) Insecurity (ketidak amanan) adalah resiko kemungkinan orang-orang

melakukan transaksi berbasis teknologi (technology-based

transactions).

5
Sebagai kontributor, optimisme dan inovasi sebagai penggerak dari

Technology Readiness. Pada kenyataannya, skor tinggi diukur pada dimensi-

dimensi ini yang pada umumnya akan memperbesar kesiapan teknologi

(Technology Readiness). Sebaliknya, ketidaknyamanan dan ketidakamanan

mencegah atau menunda, berkecenderungan membuat orang-orang untuk

menggunakan teknologi baru. Dengan demikian, skor tinggi yang diukur pada

dimensi-dimensi ini akan menurunkan seluruh kesiapan teknologi (Technology

Readiness). Selama bertahun-tahun, TRI telah banyak bermanfaat bagi para

peneliti yang tertarik pada media sosial, akses mobile dan layanan teknologi

lainnya. Skala 36-item yang di bangun oleh Parasurman telah diterjemahkan

dalam berbagai bahasa untuk memfasilitasi perkembangannya di banyak negara

dan telah digunakan di berbagai sektor layanan termasuk pendidikan, perbankan,

telekomunikasi, kesehatan dan layanan professional lainnya. Untuk lebih jelas

mengenai TRI, dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini.

Gambar 2.5 Teknology Readiness Index (Parasuraman, 2000)

5
Mengingat faktor TRI sebagai karakteristik tertentu antara technology

motivated dan non-motivated, dengan melihat pada gambar di atas, kita dapat

mempertimbangkan hipotesis sebagai berikut.

1) H1: Faktor optimisme, didefinisikan sebagai visi yang positif tentang

teknologi, dan keyakinan control yang lebih besar, fleksibilitas dan

efisiensi dalam kehidupan manusia, adalah unsur yang membedakan

antara motivated dan non-motivated dari sistem e-learning.

2) H2: Faktor inovasi, didefinisikan sebagai kecenderungan untuk

menjadi pelopor, pemimpin atau opinion-former dalam penggunaan

teknologi, adalah unsur yang membedakan antara motivated dan non-

motivated dari sistem e-learning.

3) H3: Faktor ketidaknyamanan, didefinisikan sebagai persepsi tentang

kurangnya kontrol atas teknologi dan perasaan tertekan dalam

penggunaan teknologi, adalah unsur yang membedakan antara

motivated dan non-motivated dari sistem e-learning.

4) H4: Faktor ketidakamanan, didefinisikan sebagai ketidakpercayaan

teknologi dan skeptisis kemampuan diri untuk menggunakannya

dengan tepat, adalah unsur yang membedakan antara motivated dan

non-motivated dari sistem e-learning.

Selain mempelajari tentang TRI itu sendiri, studi literatur dalam penelitian

kali ini, peneliti juga membaca dan menganalisa sepuluh penelitian sejenis yang

menggunakan TRI. Hasil dari studi literatur terhadap sepuluh penelitian sejenis

tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.

5
2.14.2 Penelitian Tentang SSO

Penelitian tentang Sistem Single Sign On (SSO) di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta sudah pernah dilakukan. Penelitian ini di lakukan oleh Hersy Ayu (2017)

dengan menggunakan metode kuantitatif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

Ayu menggunakan menggunakan tujuh variabel yang diambil dari Subiyakto et al.

(2015) serta model pengukuran Technology Readiness Index Parasuraman dan

Colby (2014). Model penelitin ini terdiri dari 7 variabel yaitu Person and Action

(P&A), Context System (CS), Context Organization (CO), Discomfort (DS),

Insecurity (IS), Innovativeness (IV), Optimism (OP).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hersy Ayu (2017) adalah

1. Hasil pengolahan data seluruh responden yang berpartisipasi dapat

diketahui bahwa 250 responden yang terdiri dari dosen, pegawai, dan

mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa dengan data

dominan para calon pengguna sistem yang ada di UIN, 45% diantaranya

jarang mengakses sistem informasi yang ada. Sementara 48% diantaranya

merasa cukup siap untuk dapat menggunakan SSO di lingkup bidang

akademik. 33% merasa kurang siap, 15% merasa siap, 3% merasa tidak

siap dan 1% lainnya merasa sangat siap untuk dapat menggunakan SSO.

2. Adanya penghapusan 6 dari 37 indikator dalam penelitian ini diantaranya,

PA3, PA6 CO5, CO6, IV2, dan IV3. Peneliti beranggapan hal ini terjadi

karena item instrumen kurang tepat dan 46,8% penyebaran kuesioner

dilakukan secara tidak langsung (online). Hal ini dapat saja menjadi faktor

5
bahwa penafsiran yang bias bagi responden sebab tidak adanya

pendampingan secara langsung.

3. Selanjutnya 6 dari 19 hipotesis yaitu PA→DS, CS→IV, CO→DS,

CO→IS, IV→TRI, DS→TRI dinyatakan ditolak karena antar variabel

tidak memiliki pengaruh yang signifikan atau belum terpenuhinya nilai

statistika (t-test) pada pengujian struktural dalam model penilitian ini.

Tidak diterimanya hipotesis ini menunjukkan perbedaan pada hasil

penelitian sejenis yang ada sebelumnya. Peneliti berpendapat bahwa

adanya perbedaan pada hasil penelitian dalam model ini dapat diwajarkan

karena adanya perbedaan variabel dan instrumen penelitian, objek, sampel

serta adanya keterbatasan saat pelaksanaan penelitian di lapangan dan

kondisi lingkungan yang ada dapat menjadi faktor yang mempengaruhi

hasil dari penelitian.

4. Berdasarkan hasil penelitian 13 hipotesa yang diterima yaitu, PA→OP,

PA→IV, PA→IS, CO→OP, CO→IV, CO→PA, CO→ CS, CO→TRI,

CS→OP, CS→DS, CS→IS, OP→TRI dam IS→TRI. Sehingga faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan adalah.

a. PA (persons & actions) berpengaruh terhadap faktor-faktor

tingkat kesiapan pengguna.

b. CO (context organizational) berpengaruh terhadap faktor-faktor

tingkat kesiapan pengguna.

c. CS (content system) berpengaruh terhadap faktor-faktor tingkat

kesiapan pengguna.

5
d. CO (context organizational) berpengaruh terhadap PA (persons

& actions).

e. CO (context organizational) berpengaruh terhadap CS (content

system).
f.CO (context organizational) berpengaruh langsung terhadap tingkat kesiapan pengguna.

5
Tabel 2.4 Studi Literatur TRI

No Judul Tahun Tujuan Metode Hasil


1. Evaluasi Kesiapan Pengguna 2012 melakukan evaluasi kesiapan Technology Readiness Variabel dalam TRI
Dalam Adopsi Sistem Informasi pengguna dalam adopsi TIK Index. berpengaruh terhadap
Terintegerasi di Bidang diukur dari keyakinan positif dan -Optimism Technology Readiness
Keuangan Menggunakan keyakinan negatif pengguna -Innovativeness dalam adopsi Sistem
Metode Technology Readiness terhadap teknologi dengan - Discomfort Informasi yang
Index mengadopsi metode Technology - Insecurity terintegrasi (Sistem
Readiness Index (TRI) yang Keuangan)
dikembangkan oleh Parasuraman
(2000)
2. Analisis Kesiapan Pengguna 2015 melakukan analisis kesiapan TRI Kesiapan dalam
Sistem Informasi Akademik kompetensi teknologi pengguna -Optimism penggunaaan Sistem
pada proses implementasi SIA -Innovativeness Informasi Akademik di
Politeknik Negeri Madiun (PNM) - Discomfort PNM dinilai cukup
menggunakan metode Technology - Insecurity
Readiness Index (TRI).
3 Pengaruh Technology Readiness 2014 mengekplorasi pengaruh kesiapan TRAM - Optimism dan
Terhadap Penerimaan teknologi teknologi terhadap persepsi -Optimism Innovativeness
Komputer Pada UMKM di kemanfaatan sistem dan persepsi -Innovativeness berpengaruh positif
Yogyakarta kemudahan penggunaan sistem - Discomfort terhadap persepsi
serta pengaruh kedua persepsi - Insecurity kemudahan dan manfaat
terhadap teknologi tersebut - perceived ease of use dalam penggunaan
terhadap minat menggunakan -perceived usefulness teknologi
teknologi komputer dalam -behavioral intention - Discomfort dan
membantu proses bisnis pada Insecurtiy tidak
UMKM di Yogyakarta. berpengaruh terhadap
persepsi kemudahan dan
penggunaan teknlogi

6
Tabel 2.4 Studi Literatur TRI (lanjutan)

4 Pengukuran Tingkat Kesiapan 2012 1. Menentukan model E- Model E-Learning Perguruan tinggi ABC
E-Learning (E-Learning Learning Readiness untuk Readiness mendapat indeks E-
Readiness) organisasi khususnya - Human Resources Learning Readiness
pendidikan - Kultur Organisasi sebesar 3.07 (Not Ready)
2. Melakukan pengukuran - Teknologi
E-Learning Readiness - Kebijakan
berdasarkan model yang - Keadaan
didapat sebagai studi Keuangan
kasus Organisasi
3. Menentukan strategi - Infrastruktur
peningkatan kesiapan
perguruan tinggi ABC
untuk 5implementasi E-
Learning berdasarkan
pengukuran
5 Technology Readiness dan 2015 Tujuan dari penelitian ini adalah TAM Hasil penelitian
Model Penerimaan Teknologi untuk menyelidiki pengaruh - perceived menunjukkan TR
Informasi Mahasiswa kesiapan teknologi pada model usefulness berpengaruh positif dan
penerimaan teknologi informasi - perceived ease of signifikan terhadap
mahasiswa berdasarkan TAM dan use kemudahaan yang
menganalisis pengaruh - attitude dirasakan pengguna
Technology Readiness terhadap - behavioralintenti untuk menggunakan
model penerimaan teknologi ons suatu teknologi
informasi (internet) mahasiswa. informasi.
6 Analisa Perilaku pengguna 2014 Penelitian yang akan dilakukan ini TRAM Seluruh variabel terkait
Android di Magelang dengan adalah untuk mengetahui tingkat -Optimism saling memiliki nilai
Technology Readiness and penerimaan mobile phone - Innovativeness kepengaruhan satu sama
Acceptance Model (TRAM) berbasis android ini juga faktor- - Discomfort lain
faktor apa saja yang -Insecurity
mempengaruhi pengguna dengan -Perceived Usefull
menggunakan Technology -Perceived Easy of Use

6
Tabel 2.4 Studi Literatur TRI (lanjutan)

Readiness and acceptance model -Actual Use


(TRAM).
7 Pengaruh Variabel Demografi 2014 Penelitian ini bertujuan untuk Variabel Demografi dan Variabel demografi (
dan Technology Readiness mengetahui pengaruh variabel Variabel Technology Umur, Jenis kelamin
Terhadap perilaku Belanja demografi dan Technology Readiness pendidikan dan
Online di Kota Denpasar Readiness seseorang terhadap pendapatan serta variabel
perilaku belanja online. Technology Readiness
(Optimism, innovatives,
Discomfort dan
Insecurity) memiliki
dampak positif semakin
tinggi nilai variabelnya
maka semakin tinggi
perilaku belanja online di
kota Denpasar.
8 Tingkat Kesiapan (Readiness) 2013 mengukur tingkat kesiapan para TRI Hasil yang didapat dalam
Pengadopsian Teknologi pengguna sistem Business - Optimism pengukuran kesiapan
Informasi: Studi Kasus Panin Intelligence dalam pengadopsian - Innovativeness menggunakan TRI dalam
Bank teknologi informasi - Discomfort pengadopsian Oracle
- Insecurity Business Intelligence
pada Panin Bank ada
dalam kategori rendah.
Perlu adanya
pengembangan dan
perbaikan dari sisi
sumber daya
manusianya,
9 Evaluasi Kesiapan Implementasi 2016 mengavaluasi kesiapan Framework G-Readiness Tiga faktor penting yang
Green ICT di Lingkungan implementasi Green ICT di - Attitude menunjukkan kesiapan
Sekolah Negeri Kabupaten sekolah Negri Kabupaten - Policy penerapan Green ICT di
Ponorogo Ponorogo dengan menggunakan - Practice sekolah negeri kabupaten

6
Tabel 2.4 Studi Literatur TRI (lanjutan)

G-Readiness Framework - governance Ponorogo Government,


Policy dan Practice.
Sedangkan faktor-faktor
yang menunjukkan
ketidaksiapan penerapan
Green ICT di sekolah
negri Kabupaten
Ponorogo adalah Attitude
dan Technology

10 Pengukuran Tingkat Kesiapan 2015 Penelitian ini dilakukan untuk TRI Tingkat kesiapan
Penerapan E-Learning mengukur kesiapan penerapan E- - Optimism penerapan E-Learning
Menggunakan TRI (Technology Learning yang ada di UIN - Innovativeness pada fakultas sains dan
Readiness Index), Studi Kasus: SUSKA (Pusat Komputer) - Insecurity teknologi secara
UIN Suska Riau - Discomfort keseluruhan dapat
disimpulkan berada pada
tingkatan not ready

6
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif

No Judul Pengarang (tahun) Tujuan Metode Hasil


1 Reaction to Safety Brian W. Ward (2017)  Memahami pandangan  Analisis data menunjukkan bahwa
Equipment Technology pemadam kebakaran tentang reaksi negatif akhirnya berasal
in the Workplace and situasi yang mengancam Kualitatif dari masalah otonomi, mental dan
Implications: A Study kehidupan fisik yang dibutuhkan untuk
of the Firefighter‟s  Bagaimana kap pemadam melakukan tugas dibutuhkan
Hood kebakaran mempengaruhi petugas pemadam kebakaran, dan
keterampilan yang biasanya halangan dalam menegosiasikan
digunakan untuk mencegah ancaman yang mengancam
kematian dan keberhasilan lingkungan yang berasal dari api.
melakukan tugas pemadam Temuan ini menunjukkan bahwa
kebakaran yang kompleks. saat mengenalkan teknologi
peralatan keselamatan baru untuk
pekerja tanggap darurat, reaksi
mereka untuk peralatan ini,
pengaruhnya terhadap otonomi
dan kemampuan mereka untuk
menyelesaikan tugas pekerjaan
yang kompleks, memiliki
implikasi pencegahan yang
penting
2 Qualitative content Graneheim & Lundman  Untuk mengetahui konsep- Kualitatif  Analisis kualitatif dapat menjadi
analysis in nursing (2003) konsep penting yang berkaitan metode yang penting bagi siswa
research: dengan analisis kualitatif pada saat menghadiri kelas penelitian
concepts, procedures penelitian keperawatan untuk mempersiapkan analisis
and measures to (nursing) pada berbagai tingkat kesulitan,
achieve  Untuk menggambarkan yauitu menganalisa konten pada
trustworthiness penggunaan konsep yang teks melakukan manifestasi isi.
berkaitan dengan prosedur Dengan pengetahuan siswa dapat

6
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)

penelitian menyesuaikan untuk penafsiran


 Melakukan langkah-langkah maksa dasar meliputi konten laten
untuk mencapai sebuah pada tingkat abstraksi.
kepercayaan
3 The Core of Aarto-Pesonen & ynjala  Untuk memberikan Kualitatif  Pentingnya emosi dan
Professional Growth in (2017) pemahaman guru lebih pengaruhnya terhadap
Work-Related Teacher mendalam mengenai persepsi pertumbuhan profesional orang
Education siswa dan pengalaman belajar dewasa menguat menjelang akhir
mereka di pendidikan tinggi analisis. Kekuatan dan spektrum
 Untuk mengetahui esensi dari emosi yang dialami oleh para
proses perkembangan siswa selama penelitian hampir
profesionalitasnya dengan tak terbatas, terbukti dari gaya
mengkonseptualisasikan inti penulisan, pilihan kata-kata, dan
prosesnya dengan penggunaan huruf kapital dan
mendengarkan suara guru smiley.
sendiri selama du tahun kerja  Emosi juga bisa bertindak sebagai
program pendidikan pengajar jeda dan bahkan mencegahnya
 Untuk meringkas dimensi dan pemikiran baru secara
inti dari perkembangan keseluruhan, emosi sepertinya
profesionalitas siswa melalui mempengaruhi dinamika yang
pengembangan teori substantif berbeda arah perkembangan
sebagai dari proses penelitian dengan memperkuat atau
menumpulkan inisiatif,
komitmen, motivasi dan sikap
reflektif terhadap diri sendiri dan
guru
 Penelitian tersebut menegaskan
peran emosi dalam pembelajaran
dan menghasilkan konseptualisasi
unik pada pengembangan
profesionalitas guru yang terkait

6
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)

dengan pekerjaan pendidikan.


4 Three Approaches to Hsieh & Shannon  Untuk meyajikan pendekatan- Kualitatif  Kunci perbedaan ketiga
Qualitative Content (2005) pendekatan yang pendekatan tersebut adalah pada
Analysis dikategorikan sebagai konten bagaimana awal code diterapkan.
analisis kualitatif Pada pendekatan konvensional,
 Untuk menggambarkan pengklasifiksian berasal dari data
perbedaan pada tiga selama proses analisis data. Pada
pendekatan, yaitu pendekatan pendekatan directed, peneliti
conventional, directed, dan menggunakan teori yang ada atau
summative pada analisis pencarian ulang sebelumnya
kualitatif dengan hipotesis untuk mengembangkan skema
untuk menjelaskan masalah pengkodean awal sebelum
desain dan prosedur analitis menganalisis data (Kyngas &
untuk setiap pendekatan Vanhanen, 1999). Sebagai hasil
analisis, kode tambahan
dikembangkan, dan skema
pengkodean awal direvisi dan
disempurnakan. Peneliti lebih
efisien dalam menggunakan
pendekatan directed, karena dapat
mengembangkan dan
memperbaiki teori yang ada. Pada
pendekatan summative,
menganalisis teks biasanya
dengan didekati sebagai single
words atau dalam kaitannya
dengan konten tertentu.
5 Pre-Service Foreign Elda Elmas &  Untuk mengetahui presepsi Kualitatif  Kegiatan penelitian dapat
Language Teachers‟ Selami Aydin (2017) guru terhadap pra-layanan mengembangkan pengetahuan
Perceptions of EFL mengenai skil penelitian guru terhadap pra-layanan ELF,
Research Skills: A untuk pemahaman mendalam kemampuan penelitian, dan

6
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)

Qualitative Study tentang bagaimana presepsi kecakapan bahasa target,


mereka terhadap pengaruh skil sementara mereka merasakan
penelitian atau kontribusinya beberapa permasalahan selama
dalam proses belajar mengajar proses berlangsung
6 Training Impact on Linda S. Behar-  Untuk menggambarkan Kualitatif  Hasil penelitian mengemukakan
Novice and Horenstein et al (2017) perspektif peserta mengenai bahwa tidak semua lingkungan
Experienced Research dampak koordinator belajar sesuai dengan kebutuhan
Coordinators penelitian online dan sesi belajar peserta (participant).
kelas pelatihan terhadap  Koordinasi penelitian klinis
pengembangan model merupakan kegiatan sosial yang
pelatihan kompetensi dasar rumit, bagaimana tiap-tiap
yang mana pelatihan tersebut individu memahami pribadi dan
untuk memastikan bahwa kelompok terbangun secara sosial
tenaga kerja ilmu
translational memiliki
kemampuan dan pengetahuan
untuk memajukan
translational science
7 Exploring Perceptions Janet C. Richards &  Untuk menjelaskan bagaimana Kualitatif  Dalam penelitian ini terdapat tiga
of Key Events in a Steve Haberlin (2017) penerapan beberapa prinsip tahap:
Qualitative Research penyelidikan analitik  Tahap 1: Sebelum menulis,
Class: Applying Some kolaboratif dan komunikasi peneliti terlibat dalam
Principles of asynchronous e-mail untuk refleksi dan diskusi e-mail
Collaborative Analytic merespon satu sama lain dan dan tatap muka. peneliti juga
Inquiry in Practice ingatan terhadap peristiwa menganggap halangan yang
penting yang terjadi sepanjang mungkin terjadi pada
semester kemitraannya karena
melibatkan hubungan siswa /
guru, yang kita tahu bisa
menyebabkan kesulitan.
 Tahap 2: peneliti beralih ke
literatur yang ada dan

6
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)
merenungkan perbedaan
antara analitik dan
penyelidikan analitik
kolaboratif. peneliti
menyimpulkan bahwa perlu
dukung penelitian ini melalui
gagasan yang ada dalam
penyelidikan kolaboratif
 Tahap 3: peneliti melakukan
penelitian ini dengan
mendiskusikan gagasan
masing-masing tentang
peristiwa penting di dalam
kelas. Kemudian peneliti
menulis satu sama lain,
terlibat dalam dialog timbal
balik. Peneliti juga
memeriksa dan merangkum
analisis proses kolaboratif
ini. Peneliti menyadari
bahwa mereka dapat menolak
gagasan positivis tentang
generalisasi penemuannya
sebagai sebuah kebenaran
akhir. Namun pada saat yang
sama, peneliti dapat
mengenali perilaku dan
emosi manusia yang
universal dan dipengaruhi
oleh konteks sosial
.

6
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)

8 In the Light of Shared Teresa Susinos Rada,  Untuk menjelaskan proses Kualitatif  Menekankan peran penulisan
Words: Collaborative Ceballos López, N ., & penulisan kolaboratif antara kolaboratif sebagai suatu model
Writing in a Research Saiz Linares, Á. (2017) pengajar dengan penelitin bernilai untuk produksi dan
Study on Student Voice yang merupakan tahap akhir diseminasi ilmiah yang
in Spanish Schools (hasil diseminasi) dari proyek menantang metode penelitian
penelitian kualitatif- tranditional dan mengenali
kolaboratif heterogenitas perspektif yang
 Untuk mempromosikan dan dipegang oleh para participant
menganalisis pengalaman yang berbeda-beda.
pelajar-pelajar dari berbagai
sekolah Spanyol
 Untuk memperluas
kesempatan bagi pelajar untuk
berpartisipasi dan mengambil
keputusan mengenai desain,
manajemen dan evaluasi
segala aspek kehidupan
sekolah (kurikulum,
organisasi, iklim sekolah,
koeksistensi dan sebagainya)
9 Teaching Students How E. James Baesler (2017)  Untuk menjelaskan bagaimana Kualitatif  Dalam penelitian purple cow (ide
to Make Their Dreams cara mewujudkan impian kreatif luar biasa), siswa mencoba
Come True: An siswa menjadi kenyataan mewujudkan impian mereka
Autoethnography of melalui auto ethnography melalui cerita pribadi, perspektif
Developing and yang mengisahkan kisah siswa, saran untuk guru, dan
Teaching the Dream transformasi metode teknik pertanyaan refleksi. Penelitian
Reseach Methods penelitian komunikasi menjadi dilakukan selama empat minggu
Course baru dan metode penelitian menggunakan media serbet
creative dream membuat gambar beberapa bagian
pai dimana tiap potongan terdapat
impian mereka untuk

6
Tabel 2.5 Studi Literatur Kualitatif (lanjutan)

direalisasikan. Hal ini membantu


siswa mewujudkan sebagian
impian hidup mereka melaui
metode penelitian sebagai
perantaranya. Siswa dapat
membayangkan mimpi,
menemukan metode yang tepat,
mengumpulkan data untuk
mngkalkulasi mimpinya
10 Older People in a Joseph & Southcott  Untuk memahami makna dan Kualitatif  Pentingnya bidang musik dan
Community Gospel (2017) pemahaman participants pentingnya sosial dari direktur
Choir: Musical (senior Australia) dalam musik; pentingnya peluang
Engagement and Social pementasan musik mereka kinerja yang mendukung baik
Connection pada South of the River dalam sosialisasi maupun
Community Gospel Choir penjangkauan masyarakat; peran
keanggotaan ensemble dalam
membina dan memelihara
pemahaman mengenai self-esteem

7
Dari tabel 2.4 di atas, dapat dilihat dari sepuluh paper yang peneliti baca

tersebut terlihat perbedaan dari sepuluh penelitian di atas dengan penelitian ini

adalah di objek, metode dan model yang di gunakan. Jika dari sepuluh penelitian

di atas seluruhnya menggunakan metode kuantitatif sedangkan penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif. Dilihat dari model yang digunakan,

delapan diantaranya menggunakan satu model pengukuran yaitu TRI dan dua

yang lainnya menggunakan penggabungan dua model yaitu TAM dengan TRI

yang biasa disingkat TRAM sedangkan penelitian ini menggunakan Tema yang di

adopsi dari model TRI yang dikembangkan oleh Parasuraman dan Colby (2015)

dengan tiga variabel dari penelitian keberhasilan proyek sistem informasi milik

Subiyakto et.al (2015). Sedangkan dari tabel 2.5 dapat dilihat referensi literatur

tentang penelitian kualitataif yang peneliti gunakan.

2.15 IPO Model

Davis (1998) mempresentasikan program komputer sebagai logika IPO dan

menjelaskan bahwa model logika sistematis ini dapat dipahami dengan mudah

oleh beberapa pemangku kepentingan yang secara teknis tidak berpengalaman

dalam pekerjaan teknis. Davis (1998) mengatakan bahwa logika IPO ini

digunakan pada penelitian yang bertujuan dalam hal pengukuran kualitas suatu

sistem. Subiyakto et al (2014) mengatakan teori dasar sistem ini digunakan untuk

dapat memberi gambaran akan konsep sistematis dari suatu sistem. Berikut adalah

merupakan alur dari IPO logic.

7
Gambar 2.6 IPO LOGIC (Davis, 1998)

2.16 Model dan Tema Penelitian

Gambar 2.7 Model dan Tema Penelitian

7
Dilihat dari gambar 2.7 di atas dan seperti penjelasan sebelumnya, peneliti

menggunakan tujuh variabel yang diambil dari Subiyakto et al. (2015) serta model

pengukuran Technology Readiness Index Parasuraman dan Colby (2014). Model

penelitin ini terdiri dari 7 variabel yaitu Person and Action (P&A), Context System

(CS), Context Organization (CO), Discomfort (DS), Insecurity (IS),

Innovativeness (IV), Optimism (OP).

Menurut Julita & Rafaei (dalam Bianda, 2012) mengatakan bahwa focus of

control dan komitmen organisasi memainkan peran penting terhadap kesiapan

untuk berubah. Selanjutnya menurut Visagle & Steyn (dalam Bianda, 2012) juga

mengungkapkan faktor komitmen organisasi dapat mempengaruhi kesiapan untuk

berubah. Holt (2007) mendefinisikan kesiapan adalah kepercayaan karyawan

bahwa mereka mampu melaksanakan perubahan yang diusulkan (self efficacy),

perubahan yang diusulkan tepat untuk dilakukan organisasi (appropiateness),

pemimpin berkomitmen dalam perubahan yang diusulkan (management support),

dan perubahan yang diusulkan akan memberikan keuntungan bagi anggota

organisasi (personal benefit). Dari penjelasan Holt (2007) seorang karyawan yang

dinyatakan siap untuk berubah akan menunjukkan perilaku menerima, merangkul,

dan mengadopsi rencana perubahan yang dilakukan.

Dari penjelasan di atas dan merujuk pada penelitian Subiyakto and Ahlan

(2014) yang membangun model penelitian berdasarkan IPO model. Peneliti

mengadopsi IPO model seperti yang di tuangkan Davis WS (1998) pada bukunya

yang berjudul HIPO hierarchy plus input-process-output, dimana dimensi input

peneliti menggunakan tiga variabel dari penelitian Subiyakto et al. (2015) tentang

7
keberhasilan proyek sistem informasi yaitu Person and Action (P&A), Context

System (CS) dan Context Organization (CO). Sedangkan pada dimensi proses dan

output menggunakan model pengukuran Technology Readiness Index

Parasuraman dan Colby (2015) yaitu , Discomfort (DS), Insecurity (IS),

Innovativeness (IV), Optimism (OP) untuk dijadikan model penelitian kali ini.

Dari penjelasan mengenai model di atas, peneliti mengadopsi tema-tema yang

akan digunakan dalam penelitian kali ini yaitu:

1. Hubungan antara faktor person and action dengan discomvort.

2. Hubungan antara faktor person and action dengan insecurity.

3. Hubungan antara faktor person and action dengan innovativenes.

4. Hubungan antara faktor person and action dengan optimism.

5. Hubungan antara faktor system context dengan discomvort.

6. Hubungan antara faktor system context dengan insecurity.

7. Hubungan antara faktor system context dengan innovativenes.

8. Hubungan antara faktor system context dengan optimism.

9. Hubungan antara faktor organizational context dengan discomvort.

10. Hubungan antara faktor organizational context dengan insecurity.

11. Hubungan antara faktor organizational context dengan innovativenes.

12. Hubungan antara faktor organizational context dengan optimism.

13. Hubungan antara faktor organizational context dengan system context.

14. Hubungan antara faktor organizational context dengan person and

action.

15. Hubungan antara faktor discomfort dengan TRI.

7
16. Hubungan antara faktor insecurity dengan TRI.

17. Hubungan antara faktor innovativenes dengan TRI.

18. Hubungan antara faktor optimism dengan TRI.

19. Hubungan antara faktor organizational context dengan TRI.

7
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut

Bogdan dan Tylor (dikutip dalam Moleong, 2011) sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sistem SSO di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan melakukan eksplorasi terhadap kesiapan

penerapan sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sesuai dengan pendekatan yang telah ditentukan, secara khusus tahapan-

tahapan penelitian juga menerapkan metode, teknik dan alat secara kualitatif,

seperti di tunjukan oleh prosedur penelitian. Contohnya teknik pengumpulan data,

menurut Sugiyono (2013) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang

paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi,

wawancara dan focus group discussion (FGD). Penentuan narasumber sebagai

sumber data menggunakan teknik untuk penelitian kualitatif, analisis data

dilaksanakan dengan perangkat lunak komputer terkait dan seterusnya.

7
3.2 Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Objek yang

dijadikan dalam penelitian kali ini adalah sistem SSO. Narasumber dalam

panelitian ini dipilih secara purposive sampling. Menurut Sugiyono (dikutip

dalam Mayasari, 2014) Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel

sumber data dengan pertimbangan tertentu. Peneliti menggunakan teknik

purposive sampling karena sesuai yang dikatakanan Corbin dan Strauss (2008)

bahwa purposive sampling, yang sering dianggap lebih tepat digunakan dalam

penelitian kualitatif daripada random sampling. Menurut Guarte dan Barrios,

(2006) purposive sampling merujuk pada seleksi acak unit sampel dalam

populasi yang sudah tersegmentasi sesuai kebutuhan peneliti. Sedangkan

menurut Eisenhardt (dikutip dalam Rahman, 2011) mengatakan bahwa untuk

jumlah narasumber pada penelitian kualitatif yang dianggap cukup adalah 4-8

orang, dan penelitian ini melibatkan total delapan narasumber yang terdiri dari

sebagai berikut:

1) Satu orang pimpinan PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2) Tiga orang pegawai PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3) Dua orang pegawai Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

4) Satu orang pegawai Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5) Satu orang pegawai NOC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7
3.3 Prosedur Penelitian

Secara prosedural, penelitian ini dilakukan dalam tujuh tahap. Prosedur penelitian

yang peneliti lakukan selama kurang lebih enam bulan dalam melakukan

penelitian ini meliputi penentuan masalah, kajian pustaka, perancangan penelitian,

pembuatan instrumen penelitian, observasi wawancara dan FGD, analisis dan

interpretasi data dan yang terakhir pembuatan laporan. Untuk lebih jelas mengenai

prosedur penelitian, dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini.

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian (diadopsi dari Yunita, 2017)

7
3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian kali ini berupa observasi, wawancara,

focus group discussion (FGD) dan studi literatur. Untuk lebih jelas mengenai

metode pengumpulan data dari penelitian kali ini akan di jelaskan sebagai berikut:

3.4.1 Observasi

Seperti yang dijelaskan sebelunya, observasi dalam penelitian kualitatif

sebagaimana yang diungkapkan oleh Djam‟an dan Aan, (2012) adalah

pengamatan langsung terhadap objek untuk mengetahui keberadaan objek, situasi,

konteks dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian. Moleong

(2011) menyatakan observasi adalah pengamatan digunakan untuk

mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian,

perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Muhadjir (2011) mengatakan

observasi kuantitatif berbeda dengan observasi kualitatif. Observasi kualitatif

bebas meneliti konsep-konsep dan kategori pada setiap peristiwa selanjutnya

memberi makna pada subjek penelitian atau amatan.

Terkait dengan penelitian kali ini, peneliti melakukan observasi langsung di

lingkungan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta guna mengetahui berbagai

aktivitas di lingkungan kampus. Selain itu, observasi di lingkungan kampus UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta juga dilakukan untuk mengetahui sejauh mana sistem

yang ada di UIN Jakarta telah terintegrasi serta sarana dan prasarana yang

digunakan untuk mendukung proses integrasi tersebut. Dari hasil observasi ini,

peneliti memperoleh data sistem apa saja yang sudah terintegrasi di lingkungan

kampus UIN Jakarta dan siapa-siapa saja tokoh yang nantinya akan dijadikan

7
sebagai narasumber dalam penelitian kali ini yaitu mereka-mereka yang

berkompeten dalam persoalan yang terkait dengan masalah yang sedang di teliti.

Observasi yang digunakan oleh peneliti adalah observasi non sistematis yaitu

tidak menggunakan pedoman baku akan tetapi pengamatan dilakukan secara

spontan dengan cara mengamati apa adanya dan bagaimana proses kegiatan dan sistem apa saja yang
pada gambar 3.2 di bawah ini.

Gambar 3.2 Tahapan Observasi (Faizal, 2017)

Denzin, dan Lincoln (2009) mengatakan, maka observasi menjadi sebuah

hal yang perlu dan menjadi keharusan bagi berkembangnya ilmu pengetahuan.

Oleh sebab itulah peneliti melakukan observasi dalam penelitian ini.

8
3.4.2 Wawancara

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menurut Esterberg (dikutip dalam Sugiyono,

2013) wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik

tertentu. Terkait penelitian kali ini, peneliti melakukan wawancara secara

langsung guna memperoleh data-data terkait dengan penelitian. Proses wawancara

yang dilakukan, dalam rangka memperkuat data-data yang diperoleh saat

observasi yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti.

Dalam proses wawancara peneliti sangat memberikan keleluasaan kepada

para narasumber dalam menjawab semua pertanyaan yang diajukan peneliti.

Wawancara dalam penelitian ini ditujukan untuk memperoleh data yang valid

tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kesiapan dalam

penerapan SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sejauh mana tingkat

kesiapan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menerapkan sistem SSO. Peneliti

melakukan wawancara dalam penelitian ini kepada delapan narasumber yang

terdiri dari dua orang pegawai Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, satu orang pegawai Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, satu orang pegawai NOC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Seluruh

proses wawancara dilakukan peneliti dengan panduan tema penelitian yang

digunakan dalam penelitian kali ini sebagaimana telah dijelaskan pada bab

sebelumnya. Dalam proses wawancara ini juga, peneliti mengabadikannya dalam

bentuk foto dan juga rekaman suara. Tahapan wawancara yang peneliti lakukan

pada penelitian ini, dapat dilihat pada gambar 3.3 di bawah ini.

8
Gambar 3.3 Tahapan Wawancara (Faizal, 2017)

3.4.3 Focus Group Discussion

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menurut Irwanto (2006) mendefinisikan

FGD adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis

mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi

kelompok.

Terkait penelitian kali ini, peneliti melakukan FGD guna memperoleh data-

data terkait dengan tingkat kesiapan penerapan sistem SSO di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kesiapan

tersebut. Proses FGD yang dilakukan, dalam rangka lebih memperkuat data-data

yang diperoleh saat observasi dan wawancara yang telah dilakukan sebelumnya

oleh peneliti. Peneliti melakukan FGD dengan empat orang narasumber yang

terdiri dari seorang pimpinan PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

8
tiga orang pegawai PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan di

laksanakan di salah satu ruangan kantor PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Seluruh proses FGD dilakukan peneliti dengan panduan tema penelitian

yang digunakan dalam penelitian kali ini sebagaimana telah dijelaskan pada bab

sebelumnya. Dalam proses FGD ini juga peneliti mengabadikannya dalam bentuk foto dan juga re
penelitian ini, dapat dilihat pada gambar 3.4 di bawah ini.

Gambar 3.4 Tahapan FGD (Faizal, 2017)

3.4.4 Studi Literatur

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menurut Sarwono (2006), studi pustaka

adalah mempelajari berbagai buku referensi serta hasil penelitian sebelumnya

yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah

yang akan diteliti. Terkait penelitian kali ini, peneliti melakukan studi literatur

8
berupa mebandingkan 20 (dua puluh) penelitian sejenis yang berkaitan dengan

penelitian kali ini. Dari sepuluh paper penelitian sejenis yang peneliti bandingkan,

peneliti menganalisa metode yang digunakan, tujuan dari penelitian tersebut,

tahun penelitian serta hasil dari penelitian tersebtu dan membandingkannya

dengan penelitian yang peneliti lakukan. Data lengkap dari hasil studi literatur

yang peneliti lakukan dapat dilihat pada tabel 2.2.

3.5 Metode Analisis Data Penelitian

Analisis data penelitian dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan

pengkodean, seperti yang dikatakanan Strauss dan Corbin (2008) yaitu

pemrosesan data kualitatif melalui pengkodean, ada tiga tahap pengkodean yaitu

open coding, axial coding dan selective coding. Tiga tahap pengkodean ini

dilakukan menggunakan perangkat lunak MS. Excel 2010. Dari hasil pengkodean

tersebut di dapatkan kecenderungan jawaban dari setiap narasumber mengenai 19

hubungan yang tercipta dari setiap tema dalam penelitian kali ini. Untuk lebih

jelas dengan proses analisis data yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.5 di

bawah ini.

Gambar 3.5 Proses Pengkodean (Faizal, 2017)

8
Gambar 3.5 di atas menggambarkan proses analisis dan pengkodean dari data

mentah yang di dapat saat pengumpulan data hingga menghasilkan data valid

untuk penelitian kali ini. Pada proses open coding, peneliti mengumpulkan data-

data yang diperoleh pada saat FGD maupun wawancara. Setelah di kumpulkan,

data di transkrip secara keseluruhan menggunakan MS. Word 2010. Selanjutnya,

peneliti melakukan proses axial coding. Pada proses ini, peneliti memilah-milah

jawaban narasumber yang dianggap penting dan mewakili pertanyaan serta

memberikan kode sesuai interval yang telah di tentukan. Proses terakhir yang

dilakukan adalah selective coding, pada proses ini peneliti menganalisis pola

kecenderungan jawaban dari setiap narasumber dan menjadikannya pola data baru

yang dijadikan sebagai data valid dalam penelitian kali ini. Dalam proses

pengkodean seluruhnya peneliti menggunakan intuisi dari dirinya. Hal ini sesuai

yang di katakan Moleong (2011) bahwa dalam penelitian kualitatif peneliti

merupakan instrumen utamanya. Selain itu Miles & Huberman (1992)

menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah seni dan menekankan pada

intuisi peneliti. Data-data valid yang telah di analisis dan diolah selengkapnya

dapat dilihat pada gambar 3.6 di bawah ini.

8
Tabel 3.1 Tabel Analisis

Analisis
P1 1 2 3 4 5 6 P2 1 2 3 4 5 6 P3 1 2 3 4 5 6 P4 1 2 3 4 5 6 P5 1 2 3 4 5 6 P6 1 2 3 4 5 6 P7 1 2 3 4 5 6 P8 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
T1 T1.1.1 1 T1.2.1 1 T1.3.1 1 T1.4.1 1 T1.5.4 1 T1.6.4 1 T1.7.4 1 T1.8.4 1 4 00 4 0 0
T2 T2.1.4 1 T2.2.4 1 T2.3.4 1 T2.4.4 1 T2.5.4 1 T2.6.4 1 T2.7.4 1 T2.8.4 1 0 00 8 0 0
T3 T3.1.4 1 T3.2.4 1 T3.3.4 1 T3.4.4 1 T3.5.4 1 T3.6.4 1 T3.7.4 1 T3.8.4 1 0 00 8 0 0
T4 T4.1.4 1 T4.2.4 1 T4.3.4 1 T4.4.4 1 T4.5.4 1 T4.6.4 1 T4.7.4 1 T4.8.4 1 0 00 8 0 0
T5 T5.1.4 1 T5.2.3 1 T5.3.4 1 T5.4.3 1 T5.5.4 1 T5.6.3 1 T5.7.3 1 T5.8.3 1 0 05 3 0 0
T6 T6.1.4 1 T6.2.4 1 T6.3.4 1 T6.4.4 1 T6.5.4 1 T6.6.4 1 T6.7.4 1 T6.8.4 1 0 00 8 0 0
T7 T7.1.5 1 T7.2.4 1 T7.3.4 1 T7.4.4 1 T7.5.4 1 T7.6.4 1 T7.7.4 1 T7.8.5 1 0 00 6 2 0
T8.5.5 /
T8 T8.1.5 1 T8.2.5 1 T8.3.5 1 T8.4.5 1 1 1 T8.6.5 1 T8.7.5 1 T8.8.5 1 0 00 0 8 1
T8.5.6
T9 T9.1.5 1 T9.2.5 1 T9.3.5 1 T9.4.4 1 T9.5.5 1 T9.6.5 1 T9.7.5 1 T9.8.5 1 0 0 0 1 7 0
T10 T10.1.2 1 T10.2.2 1 T10.3.2 1 T10.4.2 1 T10.5.4 1 T10.6.3 1 T10.7.3 1 T10.8.4 1 0 0 6 2 0 0
T11 T11.1.5 1 T11.2.4 1 T11.3.4 1 T11.4.4 1 T11.5.5 1 T11.6.4 1 T11.7.4 1 T11.8.4 1 0 0 0 6 2 0
T12 T12.1.5 1 T12.2.4 1 T12.3.4 1 T12.4.4 1 T12.5.4 1 T12.6.4 1 T12.7.4 1 T12.8.4 1 0 0 0 8 0 0
T13 T13.1.4 1 T13.2.4 1 T13.3.4 1 T13.4.4 1 T13.5.4 1 T13.6.4 1 T13.7.5 1 T13.8.4 1 0 0 0 7 1 0
T14 T14.1.5 1 T14.2.5 1 T14.3.5 1 T14.4.5 1 T14.5.5 1 T14.6.4 1 T14.7.5 1 T14.8.4 1 0 0 0 1 7 1
T15 T15.1.5 1 T15.2.4 1 T15.3.4 1 T15.4.4 1 T15.5.4 1 T15.6.4 1 T15.7.4 1 T15.8.4 1 0 0 0 8 0 0
T16.1.3 /
1 T16.2.4 1 T16.3.4 1 T16.4.3 1 T16.5.4 1 T16.6.4 1 T16.7.4 1 T16.8.4 1 0 01 7 0 0
T16 T16.1.6
T17 T17.1.5 1 T17.2.5 1 T17.3.5 1 T17.4.5 1 T17.5.5 1 T17.6.5 1 T17.7.5 1 T17.8.5 1 0 00 0 8 0
T18 T18.1.5 1 T18.2.4 1 T18.3.4 1 T18.4.4 1 T18.5.5 1 T18.6.5 1 T18.7.4 1 T18.8.5 1 0 00 3 5 0
T19 T19.1.4 1 T19.2.4 1 T19.3.5 1 T19.4.4 1 T19.5.4 1 T19.6.5 1 T19.7.5 1 T19.8.4 1 0 00 6 2 0

T20 T20.1 T20.2 T20.3 T20.4 T20.5 T20.6 T20.7 T20.8

8
Tabel 3.1 di atas merupakan tabel analisis dari seluruh data yang di peroleh pada

penelitian kali ini baik dari hasil wawancara maupun FGD. Tabel ini dibuat

menggunakan Ms. Excel 2010, karena menurut Mayer dan Avery (2009)

mengatakan Excel biasanya digunakan untuk analisis kuantitatif tetapi Excel juga

bermanfaat pada analisis kualitatif karena dapat menghandle banyaknya jumlah

data, memberikan berbagai atribut dan juga menyediakan berbagai macam teknik.

Menurut Amozurrutia et al. (dikutip dalam Ose, 2016) mengatakan bahwa Excel

dapat digunakan dalam analisis kualitatif menggunakan format tertentu dan

fungsi-fungsi lainnya. Sedangkan menurut Ose (2016) mengatakan Ms. Office

(word dan Excel) merupakan metode yang mudah untuk pengkodingan yang

sistematis dan penataan data wawancara berdasarkan pada fungsi dasar word dan

Excel itu sendiri. Menurut Powell dan Renner (2003) mengatakan kamu lebih baik

menggunakan Excel, jika data berada dalam Ms Word kamu dengan mudah

mengirimnya ke Excel. Siapkan file Excel yang telah diatur yang berisikan kolom

unuk ID, identitas, katagori (tema), kode dan text. Menurut Hyde dan Maier

(2006) mengatakan kelebihan menggunakan Microsoft Excel sebagai development

environment adalah ia menyediakan kemampuan yang membolehkan analisis dan

manipulasi data dan visualisasi keputusan. Menurut Smith (2011) mengatakan

bahwa matriks coding boleh dibuat dengan menggunakan spreadsheet Word atau

Excel tetapi prosesnya boleh menjadi sukar dan bermasalah apabila banyak data

yang terlibat. Swallow, Newton dan Lattum (2003) dalam penelitiannya

menggambarkan bagaimana Microsoft Excel digunakan sebagai alat untuk

memaparkan dan mengurus data yang diekstrak dari transkrip. Ada tiga alasan

8
mengapa mereka menggunakan Micrsoft Excel yaitu (1) Sebagai salah satu

komponen dari MS Office, excel sudah tersedia dan tidak perlu membeli atau

mengunduhnya lagi, (2) Kerana ia diwujudkan dalam paket yang biasa, file

spreadsheet yang dihasilkan boleh dengan mudah dibagikan atau dipindahkan

antara peneliti, (3) Mudah digunakan. Tabel ini berisikan kode-kode dari seluruh

data dari 19 tema penelitian kali ini baik dari jawaban narasumber satu sampai

dengan narasumber delapan. Dapat dilihat dari tabel 3.1 di atas, bahwa ada kode

T1 sampai dengan T19 yang berwarna hijau itu menandakan kode dari tema satu

hingga tema sembilan belas. Sedangkan T20 yang berwarna kuning merupakan

pertanyaan kesimpulan yang ditanyakan peneliti kepada narasumber yaitu

mengenai tingkat kesiapan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam

pengimplementasian sistem SSO.

Masih dilihat dari tabel 3.1 di atas, ada kode P1 hingga P8 yang

menandakan kode dari narasumber satu hingga narasumber delapan. Di setiap

samping dari kode narasumber, terdapat angka 1-6 yang menandakan interval

yang dibuat oleh peneliti dari setiap jawaban narasumber berkaitan dengan 19

tema penelitian. Hal ini sesuai dengan yang dikatakanan oleh Kuswandi (2012)

yaitu bila dari data penelitian diperoleh data yang memberikan skala pengukuran

Ordinal, maka agar analisis dapat dilanjutkan skala pengukuran Ordinal harus

dinaikkan (ditransformasikan) ke dalam skala Interval. Yang terakhir dapat dilihat

dari tabel 3.1 adalah kolom analisis di bagian ujung dari tabel yang menandakan

kecenderungan jawaban dari setiap narasumber. Tabel 3.1 ini digunakan peneliti

8
sebagai rujukan dalam menyajikan data hasil wawancara dan FGD, untuk lebih

jelas tentang penggunaan tabel 3.1 dapat dilihat pada bab IV.

3.6 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian ini terdiri dari dua lembar surat yaitu satu lembar surat pengantar dari peneliti sebagai permohonan u

8
BAB IV

HASIL ANALISIS DAN INTERPRETASI

4.1Profil Narasumber

Pada bagian profil narasumber ini akan di jelaskan secara rinci latar belakang dari setiap narasumber
dari setiap narasumber secara ringkas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Profil Narasumber

Jenis Riwayat Pengalaman


Narasumber Status Unit Kerja
Kelamin Pendidikan Kerja

PNS
Narasumber-1 Pria S3 12 tahun
Dosen

Non-
Narasumber-2 Pria S1 6 tahun PUSTIPANDA
PNS
UIN Jakarta
Non-
Narasumber-3 Pria S1 5 tahun
PNS

Narasumber-4 Wanita PNS S1 5 tahun


Perpustakaan
Non-
Narasumber-5 Pria S2 6 tahun Utama UIN
PNS
Jakarta
Non- Pusat
Narasumber-6 Pria S1 5 tahun
PNS Laboratorium
Non- Terpadu UIN
Narasumber-7 Pria S1 5 tahun Jakarta
PNS

Non-
Narasumber-8 Pria S1 6 tahun NOC UIN Jakarta
PNS

90
Tabel 4.1 di atas merupakan tabel yang berisikan profil dari seluruh

narasumber dalam penelitian kali ini. Dapat dilihat dari tabel di atas, narasumber

dalam penelitian kali ini tersebar dalam empat unit kerja yaitu empat narasumber

berasal dari PUSTIPANDA UIN Jakarta, satu orang berasal dari perpustakaan

utama UIN Jakarta, dua orang narasumber berasal dari pusat laboratorium UIN

Jakarta dan satu orang narasumber berasal dari NOC UIN Jakarta. Masih dilihat

dari tabel tersebut di atas, bahwa narasumber dalam penelitian kali ini rata-rata

memiliki pengalaman kerja di atas lima tahun dan satu narasumber sudah

memiliki pengalaman kerja di UIN Jakarta selama 12 tahun. Peneliti memilih

narasumber yang sudah memiliki pengalaman kerja di atas lima tahun karena,

semakin lama pengalaman kerja yang dimiliki oleh seorang auditor akan

menghasilkan kualitas audit lebih baik (Rahmatika dalam Putu Septiani, 2014).

Dua dari delapan narasumber dalam penelitian kali ini merupakan PNS, dimana

satu narasumber merupakan PNS dosen dan satu yang lain merupakan PNS

administrasi sedangkan enam narasumber yang lain merupakan pegawai non-

PNS. Latar belakang pendidikan para narasumber bervariasi yaitu S1, S2 dan

yang tertinggi S3. Latar belakang pendidikan juga menjadi faktor yang menjadi

pertimbangan peneliti dalam narasumber karena, tingkat pendidikan juga sangat

diperlukan dalam menentukan kualitas audit. Semakin banyak pengatahuan yang

didapat maka akan memudahkan auditor dalam memecahkan masalah dalam

melaksanakan tugas audit (Putu Septiani, 2014). Laksmi (2010), pendidikan

adalah kegiatan untuk meperbaiki dan mengembangkan sumber daya manusia

dengan cara meningkatkan kemampuan dan pengertian tentang pengetahuan

91
umum dan pengetahuan ekonomi termasuk didalamnya peningkatan pengetahuan

teori dan ketrampilan dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi

perusahaan. Hal itu yang membuat peneliti berasumsi bahwa narasumber yang

memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan sesuai dengan topik yang di teliti

tepat dijadikan narasumber dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, dari

delapan narasumber yang terlibat hanya satu narasumber yang berjenis kelamin

wanita dan sisanya sebanyak tujuh orang narasumber berjenis kelamin pria.

4.2 Hasil Analisis dan Interpretasi

4.2.1 Tema 1: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Discomfort

(DS)

Hasil temuan untuk tema pertama adalah dari delapan narasumber yang terlibat,

empat diantaranya menyatakan tidak berpengaruh. Hal ini ditemukan dari petikan

wawancara dengan narasumber yaitu.

“Tidak, kenapa? Karena dengan diterapkannya SSO justru akan nyaman.

Ada beberapa alasan ya, sekarang kamu bayangkan ya ketika kamu login

di AIS dan wifi @uinjkt sama atau beda? Beda kan, ketika kamu

mengubah password di AIS apakah berbuah password di wifi? Tidak. SSO

solusi kenyamanan justru menurut saya.” (T1.1.1)

Jawaban tersebut diperkuat oleh jawaban dari narasumber lain yaitu.

“Tidak, karena sepengetahuan saya orang atau institusi yang telah

menggunakan SSO pasti lebih nyaman.” (T1.2.1)

92
Namun, sebagian narasumber yang lain menganggap bahwa hubungan antara

variabel P&A terhadap variabel DS adalah berpengaruh. Hal itu terlihat dari

jawaban narasumber yaitu.

“Kalo menurut saya pribadi itu saya rasa berpengaruh, karena kalo kita

menerapkan suatu sistem baru pasti orang-orang atau user sebagai

pengguna akan sedikit tidak nyaman karena adanya hal baru namun pada

akhirnya jika ssudah SSO itu pasti akan nyaman. Ya bisa dibilang 70% lah

pengaruhnya” (T1.5.4)

Jawaban tersebut juga diperkuat oleh jawaban dari narasumber lain yaitu.

“Berpengaruh ya, ini kalo ssudah SSO pasti akan jadi nyaman. Ya 80% lah”

(T1.6.4)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel P&A memiliki pengaruh terhadap variabel DS. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output

(Davis WS, 1998) dimana variabel P&A berada dalam dimensi input. Hal ini pun

sesuai bahwa faktor sumber daya manusia memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kesiapan penerapan sistem (Putra & Ariyanto, 2015; Nasution, 2016)

Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel P&A yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

93
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel DS yang berada dalam dimensi proses.

4.2.2 Tema 2: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap Insecurity (IS)

Hasil temuan untuk tema kedua adalah variabel person and action (P&A)

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel insecurity (IS). Hal ini terlihat

dari jawaban narasumber yaitu.

“Berpengaruh 70%, keamanan berbanding terbalik dengan kenyamanan.

Kalo nyaman pasti nyaman, karena kita kalo ssudah SSO kita sekali masuk

bisa langsung membuka semua aplikasi yang ssudah terintegrasi cuma

kalo untuk ketidakamanan bisa dikatakanan tidak aman karena kebiasaan

kita ni pada saat log in, contoh di perpus ada fasilitas umum yang itu bisa

digunakan untuk SSO namun karena beberapa faktor mungkin kita lupa

sign out itu jadi akhirnya tidak aman tu karena kan kalo sudah log in bisa

masuk semua kan tu.” (T2.5.4)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

“Berpengaruh 70%, kenapa? Karena satu password untuk semua aplikasi

dikhawatirkan akan msudah disalah gunakan.” (T2.1.4)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel P&A memiliki pengaruh terhadap IS. Hal ini sesuai dengan asumsi awal

94
yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output (Davis WS,

1998) dimana variabel P&A berada dalam dimensi input. Hal ini pun sesuai

bahwa faktor sumber daya manusia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kesiapan penerapan sistem (Putra & Ariyanto, 2015; Nasution et al., 2016)

Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel P&A yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel IS yang berada dalam dimensi proses.

4.2.3 Tema 3: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap

Inovativeness (IV)

Hasil temuan untuk tema ketiga adalah variabel person and action (P&A)

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel inovativeness (IV). Hal ini terlihat

dari jawaban narasumber yaitu.

“Ya berpengaruh 70%. Contoh inovasi misalnya nanti kalo kita

mengadakan seminar kan sekarang ada daftar melalui G+ atau Facebook

nah nanti kalo kita ssudah SSO kan kita tinggal daftar melalui akun AIS,

inovasi baru dari UIN itu.” (T3.1.4)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

95
“Ya berpengaruh 70%. Secara umum dalam kondisi seperti sekarang yang

serba teknologi kita sebagai pengguna teknologi harus siap dalam segala

macam inovasi baru terkait teknologi ya salah satunya SSO itu sendiri.”

(T3.5.4)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel P&A memiliki pengaruh terhadap IV. Hal ini sesuai dengan asumsi awal

yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output (Davis WS,

1998) dimana variabel P&A berada dalam dimensi input. Hal ini pun sesuai

bahwa faktor sumber daya manusia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kesiapan penerapan sistem (Putra & Ariyanto, 2015; Nasution et al., 2016)

Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel P&A yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel IV yang berada dalam dimensi proses.

4.2.4 Tema 4: Hubungan Person and Action (P&A) terhadap

Optimisme (OP)

Hasil temuan untuk tema keempat adalah variabel person and action (P&A)

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel optimisme (OP).

96
Hal ini terlihat dari seluruh narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel

P&A mempengaruhi variabel OP. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban

narasumber yaitu.

“Ya berpengaruh 70%. Karena gini ya, di UIN itu tidak semua orang tau ya

tentang SSO, kalo dikatakanan berpengaruh atau tidak ya berpengaruh.

Kita ambil contoh untuk lingkup mahasiswa, kalo bicara tentang SSO

mereka tau apa itu SSO, dosen berbicara tentang SSO tau ya walaupun itu

tidak semua dosen tau, tapi kalo kita bicara staf dan karyawan apakah kita

tau seluruh staf dan karyawan mengetahui seluruhnya tentang hal ini. Tapi

balik lagi kalo dari saya sendiri optimis kita siap untuk menerapkan SSO.”

(T4.5.4)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

“Ya 75% pengaruhnya. Karena masih banyak orang-orang di UIN yang

bertentangan ya tapi harus kita tabrak agar kita bisa maju dan gak

tertinggal dari yang lain.” (T4.1.4)

“Ya, berpengaruh. 75% juga ini. Orang-orang di UIN harus optimis dalam

penerapan teknologi baru yang baik untuk UIN”. (T4.3.4)

97
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel P&A memiliki pengaruh terhadap OP. Hal ini sesuai dengan asumsi awal

yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output (Davis WS,

1998) dimana variabel P&A berada dalam dimensi input. Hal ini pun sesuai

bahwa faktor sumber daya manusia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kesiapan penerapan sistem (Putra & Ariyanto, 2015; Nasution et al., 2016)

Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel P&A yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel OP yang berada dalam dimensi proses.

4.2.5 Tema 5: Hubungan System Context (SC) terhadap Discomfort (DS)

Hasil temuan untuk tema kelima adalah 5 dari 8 narasumber menjawab bahwa

variabel system context (SC) cukup berpengaruh terhadap variabel discomfort

(DS). Hal ini terlihat dari jawban narasumber yaitu.

“Ya berpengaruh, 65%. Mungkin di awal saja akan cukup berpengaruh

karena pasti akan berubah sistemnya yang awal seperti apa nah yang baru

seperti apa.” (T5.1.4)

“Cukup berpengaruh ya, (sekitar) 60%. Proses adaptasi di awal saja saya

rasa.” (T5.8.3)

98
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

“Berpengaruh ya 65%. Mungkin di awal saja akan berpengaruh karena pasti

akan berubah sistemnya yang awal seperti apa nah yang baru seperti apa.”(

T5.5.4)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel SC memiliki pengaruh terhadap variabel DS. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output

(Davis WS, 1998) dimana variabel SC berada dalam dimensi input. Hal ini pun

sesuai bahwa konten pada sistem mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan

sistem (Napitupulu, 2016).

Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel SC yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel DS yang berada dalam dimensi proses.

4.2.6 Tema 6: Hubungan System Context (SC) terhadap Insecurity (IS)

Hasil temuan untuk tema keenam adalah variabel system context (SC)

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel insecurity (IS). Hal ini terlihat

dari seluruh narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel SC

99
mempengaruhi variabel IS. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber

yaitu.

“Ya berpengaruh 75%, konteks sistem yang dibuat pasti mempertimbangkan

unsur keamanan” ( T6.2.4)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

“Berpengaruh, kalo tadi saya katakan tidak aman itu mungkin dari sisi

human eror ya. Kalo dari sisi sistem saya rasa aman karena kalo ssudah

SSO kita kan konsepnya banyak aplikasi bermuara pada satu database, jadi

kita akan lebih msudah dalam pengamanannya.” (T6.5.4)

“Ya berpengaruh, seperti yang saya bilang faktor keamanan penting untuk

penerapan SSO.” (T6.6.4)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel SC memiliki pengaruh terhadap variabel IS. Hal ini sesuai dengan asumsi

awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output (Davis

WS, 1998) dimana variabel SC berada dalam dimensi input. Hal ini pun sesuai

bahwa konten pada sistem mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan sistem

(Napitupulu, 2016).

10
Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel SC yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel IS yang berada dalam dimensi proses.

4.2.7 Tema 7: Hubungan System Context (SC) terhadap Inovativeness (IV)

Hasil temuan untuk tema ketujuh adalah variabel system context (SC) berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel inovativeness (IV). Hal ini terlihat dari seluruh

narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel SC mempengaruhi variabel

IV. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.

“Ya pengaruh 85%. Misal kita ada mau bikin seminar atau apa yang biasa

daftar menggunakan facebook atau g+ nah kalo ssudah SSO nanti bisa

daftar menggunakan email @uinjkt atau akun UIN yg lain.” (T7.1.5)

“Ya pengaruh, ya 80%. Kalo kita ssudah SSO kan kita harus tau konsepnya

kaya apa, sinkronisasi setiap aplikasi kaya apa, cara kerjanya kaya apa

misal sistem perpustakaan bisa sinkron dengan AIS dll.” (T7.5.4)

Dua jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

“Ya pengaruh, ya 80% lah. Kalo kita ssudah SSO kan kita harus tau inovasi

inovasi terkait dengan SSO” (T7.6.4)

10
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel SC memiliki pengaruh terhadap variabel IV. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output

(Davis WS, 1998) dimana variabel SC berada dalam dimensi input. Hal ini pun

sesuai bahwa konten pada sistem mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan

sistem (Napitupulu, 2016).

Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel SC yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel IV yang berada dalam dimensi proses.

4.2.8 Tema 8: Hubungan System Context (SC) terhadap Optimisme (OP)

Hasil temuan untuk tema kedelapan adalah variabel system context (SC)

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel optimisme (OP). Hal ini terlihat

dari seluruh narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel SC sangat

mempengaruhi variabel OP. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber

yaitu.

“Berpengaruh, 85%. Sistem SSO ini akan menimbulkan optimisme baru

pada user agar user dapat bekerja dengan baik cepat dan efektif.” (T8.4.5)

10
“Ya jelas ini berpengaruh 90%. Kenapa? Ini akan membuat kinerja dari

sistem itu lebih cepat dan efisien dalam pengembangan sistem baru.”

(T8.1.5)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

“Ya jelas ini berpengaruh 90%. Kenapa? Di kita sekarang ini wifi mau

masuk pake NIM, perpustakaan masuk pake NIM, AIS pake NIM untuk

mahasiswa ya, jadi kalo saya bilang si prosesnya sudah jalan tinggal

sistemnya aja yang disiapin jadi jelas pengaruh konteks sistem terhadap

optimisme. Optimis bisalah kalo dari sistemnya.” (T8.5.5)

Namun daripada itu, untuk poin ini salah satu narasumber memberikan masukan

yang bisa dijadikan saran kedepannya, beliau mengatakan bahwa.

“Mungkin yg jadi kendala bagaimana menyatukan sistem-sistem yang

opensource nanti, contoh kalo dari perpus repository dari d space bukan

develop pustipanda, lonta dari UI nah disitu kendalanya.”(T8.5.6)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel SC memiliki pengaruh terhadap variabel OP. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output

(Davis WS, 1998) dimana variabel SC berada dalam dimensi input. Hal ini pun

10
sesuai bahwa konten pada sistem mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan

sistem (Napitupulu, 2016).

Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel SC yang berada

padadimensiinputdalammodelpenelitianinidimungkinkanuntuk mempengaruhi variabel lainnya (yan


yang dalam hal ini adalah variabel OP yang berada dalam dimensi proses.

4.2.9 Tema 9: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Discomfort (DS)


Hasil temuan untuk poin ini adalah variabel organizational context (OC) berpengaruh secara signifik
“Sangat berpengaruh 90%, kenapa demikian konteks organisasi yg ada
sekarang ini untuk masalah single sign on itu banyak aplikasi yang harus semua disamakan.” (T9.1.5

“Sangat berpengaruh 90%, Kenapa demikian karena dilihat dari budaya

organisasi di UIN ini sendiri budaya organisasi menjadi faktor yang sangat

penting.” (T9.5.5)

10
Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

“Sangat berpengaruh 85%, Manajemen badnwith di kampus kita ini masih

diatur dalam satu divisi operation adapun konektifitas dari masing-masing

end user itu cukup sekali langsung connect jadi setiap besoknya dia kesana

gak perlu log in lagi, nah itu yang akan berubah karena setiap besoknya dia

kesana tidak langsung connect harus log in lagi, harus ada refresh lagi.

Maka dari konteks organisasi kami dari PUSTIPANDA

mempertimbangkan itu,pasti ada yang tidak nyaman.” (T9.2.5)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel DS. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output

(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun

sesuai bahwa faktor organisasi seperti budaya dan strukturnya mempengaruhi

tingkat kesiapan penerapan sistem (Atrinawati & Surendro, 2009; Widiastuti dan

Budi, 2016). Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan

Hussin (2015) bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi

inovasi TI adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya

dukungan manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat

ditunjukkan untuk implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa

inovasi tersebut merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks

HEI, dukungan manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola

10
TI yang baik dan menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung

kegiatan belajar mengajar, penelitian dan administrasi.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada

padadimensiinputdalammodelpenelitianinidimungkinkanuntuk mempengaruhi variabel lainnya (yan


yang dalam hal ini adalah variabel DS yang berada dalam dimensi proses.

4.2.10 Tema 10: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Insecurity (IS)
Hasil temuan untuk tema kesepuluh adalah 4 dari 8 orang narasumber menyatakan bahwa variabel O
“Kalo menurut saya si kurang berpengaruh ya. Ya 30% lah untuk dari kontek organisasi karena kita
ya bukan organisasi.” (T10.1.2)

Selain itu, dua orang narasumber menyatakan bahwa variabel OC cukup

mempengaruhi variabel IS. Hal ini sesuai jawaban narasumber yaitu.

“Kalo menurut saya si cukup berpengaruh ya 60% untuk dari konteks

organisasi karena yang paling pengaruh kalo untuk security ya dari sistem

sama penggunanya.” (T10.6.3)

10
Dan sisa narasumber yang lain menjawab bahwa variabel OC berpengaruh

terhadap variabel IS. Hal ini sesuai pula dengan jawaban narasumber yaitu.

“Kalo menurut saya si berpengaruh ya 70% untuk dari konteks organisasi

dilihat dari budaya kerjanya itu ya apa ya, password itu belum menjadi

suatu yg penting. Contoh di sistem perpustakaan yang di bagian sirkulasi

peminjaman, login pake akun petugas sirkulasi terus kemudian ada jam

piket ganti tugas tapi akun itu kan gak di close, itu baru perpustakaan ya

gimana kalo sudah single sign on.” (T10.5.4)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel IS. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output

(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun

sesuai bahwa faktor organisasi seperti budaya dan strukturnya mempengaruhi

tingkat kesiapan penerapan sistem (Atrinawati & Surendro, 2009; Widiastuti dan

Budi, 2016). Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan

Hussin (2015) bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi

inovasi TI adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya

dukungan manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat

ditunjukkan untuk implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa

inovasi tersebut merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks

HEI, dukungan manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola

10
TI yang baik dan menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung

kegiatan belajar mengajar, penelitian dan administrasi.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada

padadimensiinputdalammodelpenelitianinidimungkinkanuntuk mempengaruhi variabel lainnya (yan


yang dalam hal ini adalah variabel IS yang berada dalam dimensi proses.

4.2.11 Tema 11: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Inovativeness (IV)
Hasil temuan untuk tema 11 adalah variabel organizational context (OC) berpengaruh secara signifik
“Sangat berpengaruh, karena akan lebih memsudahkan kami antar sesama pegawai yang tergabun
(T11.1.5)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

“Sangat berpengaruh, karena akan lebih memsudahkan kami antar sesama

pegawai yang tergabung dalam institusi UIN dalam proses transaksi data.

10
Jadi lebih cepat semua kerjanya, itu inovasi baru yang bakal bikin UIN

lebih maju kedepannya kalo apa2 sudah dikerjain secara cepat efektif dan

efisien.” (T11.5.5)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel IV. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output

(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun

sesuai bahwa faktor organisasi seperti budaya dan strukturnya mempengaruhi

tingkat kesiapan penerapan sistem (Atrinawati & Surendro, 2009; Widiastuti dan

Budi, 2016). Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan

Hussin (2015) bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi

inovasi TI adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya

dukungan manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat

ditunjukkan untuk implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa

inovasi tersebut merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks

HEI, dukungan manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola

TI yang baik dan menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung

kegiatan belajar mengajar, penelitian dan administrasi.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

10
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel IV yang berada dalam dimensi proses.

4.2.12 Tema 12: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap Optimisme (OP)
Hasil temuan untuk tema 12 adalah variabel organizational context (OC) berpengaruh secara signifik
“Ya berpengaruh 80%, mau bagaimanapun pimpinan lah yang ngambil

keputusan dengan segala pertimbangannya.” (T12.5.4)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang mengatakan bahwa.
“Ya berpengaruh, 80% karena pimpinan lah yang ngambil keputusan pada

akhirnya” (T12.6.4)

pat dikatakanan bahwa variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel OP. Hal ini sesuai dengan
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output

(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun

sesuai bahwa faktor organisasi seperti budaya dan strukturnya mempengaruhi

tingkat kesiapan penerapan sistem (Atrinawati & Surendro, 2009; Widiastuti dan

Budi, 2016). Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan

11
Hussin (2015) bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi

inovasi TI adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya

dukungan manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat

ditunjukkan untuk implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa

inovasi tersebut merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks

HEI, dukungan manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola

TI yang baik dan menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung

kegiatan belajar mengajar, penelitian dan administrasi.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel OP yang berada dalam dimensi proses.

4.2.13 Tema 13: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap

System Context (SC)

Hasil temuan untuk tema 13 ini adalah variabel organizational context (OC)

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel system context (SC). Hal itu bisa

di lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.

“Ya berpengaruh, karena banyak yang harus kita ubah. Misal satu aplikasi

ini primery keynya NIP nah aplikasi yang lain primery keynya NIDN

harus kita samakan.” (T13.1.4)

11
“Ya berpengaruh ini, pengambil kebijakan di organisasi memiliki

kewenangan pastinya untuk merubah sistem yang ada.”( T13.3.4)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

“Ya berpengaruh, karena untuk merubah seluruh sistem yang ada untuk

menjadi SSO kita harus menyentuh satu organisasi UIN secara

keseluruhan.” (T13.2.4)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel SC. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output

(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun

sesuai bahwa faktor konteks organisasi mempengaruhi efektivitas implementasi

sistem informasi dan keberhasilan penerapannya (Muhartawaty, 2013). Hal ini

juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan Hussin (2015) bahwa

salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi inovasi TI adalah

dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya dukungan

manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat ditunjukkan untuk

implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa inovasi tersebut

merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks HEI, dukungan

manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola TI yang baik dan

11
menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung kegiatan belajar

mengajar, penelitian dan administrasi.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel SC yang berada dalam dimensi proses.

4.2.14 Tema 14: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap

Person and Action (P&A)

Hasil temuan untuk 14 ini adalah variabel organizational context (OC)

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel person and action (P&A). Hal itu

bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.

“Ya berpengaruh, orang-orang sebagai user kan merupakan bagian dari

organisasi itu sendiri. 85% pengaruhnya.” (T14.3.5)

“Ya berpengaruh, ini akan menjadi memsudahkan semua. jadi kalo

pemangku kebijakan ssudah setuju SSO kan satu password untuk semua.

Ya jadi sangat berpengaruh lah. 85% lah itu.” (T14.5.5)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

“Ya berpengaruh 85%, ini akan menjadi memsudahkan semua. Ya kami dari

pihak pustipanda tidak akan ada lagi yang “pak mau reset password”.

11
Meminimalisir itu, jadi kalo sudah SSO kan satu password untuk semua.”

(T14.2.5)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel OC memiliki pengaruh terhadap variabel P&A. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output

(Davis WS, 1998) dimana variabel OC berada dalam dimensi input. Hal ini pun

sesuai bahwa faktor konteks organisasi dapat memberikan arahan,

mengkoordinasikan, dan mengkomunikasikan tindakan orang-orang di dalamnya

sehingga memiliki nilai yang tinggi dan bermakna dapat dipahami sebagai

landasan penggerak suatu organisasi (Trisnaningsih, 2007; Anshari et al., 2014;

Yunita, 2017). Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan

Hussin (2015) bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi

inovasi TI adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya

dukungan manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat

ditunjukkan untuk implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa

inovasi tersebut merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks

HEI, dukungan manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola

TI yang baik dan menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung

kegiatan belajar mengajar, penelitian dan administrasi.

Temuan ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

11
mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel P&A yang berada dalam dimensi proses.

4.2.15 Tema 15: Hubungan Discomfort (DS) terhadap TRI

Hasil temuan untuk tema 15 ini adalah variabel discomfort (DS) berpengaruh secara signifikan terha
“Ya berpengaruh 75%, yang pertama kan kita harus ada pelatihan pengenalan sistem baru, kalo tida
baru itukan perlu adaptasi.” (T15.5.4)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang mengatakan bahwa.
“Ya berpengaruh 70%, Karena penerapan sistem baru perlu adaptasi.”

(T15.8.4)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa variabel DS memiliki pen
asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model pengukuran tingkat kesiapan

penerapan index (TRI) 2.0 (Parasuraman, 2000; Lin et al., 2005; Parasuraman dan

Colby, 2014) yang menyatakan bahwa variabel DS mempengaruhi variabel (TRI).

11
4.2.16 Tema 16: Hubungan Insecurity (IS) terhadap TRI

Hasil temuan untuk tema 16 ini adalah, satu dari delapan narasumber menyatakan

cukup berpengaruh. Beliau mengatakan bahwa.

“Cukup berpengaruh ya 60%, karena apa? gini lo kalo kita pake SSO itu

hanya satu server yang kita jaga dibandingkan kalo kita gak SSO yang

membutuhkan banyak server yang perlu kita jaga.” (T16.1.3)

Sedangkan 7 narasumber lainnya menyatakan bahwa variabel IS mempengaruhi TRI. Hal ini sesua
“Berpengaruh,70%.Karenaitutadikalodariorangnyabudaya organisasinya budaya kerjanya masih sam
pasti tidak aman.” (T16.5.4)

“Berpengaruh 70%. Faktor keamanan jadi bagian penting jika ingin

menerapkan SSO.” (T16.6.4)

Selain itu, peneliti juga menemukan temuan baru dalam tema ini yaitu PUSTIPANDA UIN Jak
narasumber yaitu.

“Sudah, uji coba dilakukan oleh dua divisi yaitu divisi operation dan

development. Divisi operation ini ada jaringan internet sedangkan divisi

development ada aplikasi-aplikasi. Tapi balik lagi baru uji coba belum di

11
terapkan secara keseluruhan dan dari hasil uji coba itu insyaAllah faktor

keamanan kurang berpengaruh, ya amanlah.” (T16.1.6)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel IS memiliki pengaruh terhadap variabel TRI. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model pengukuran tingkat kesiapan

penerapan index (TRI) 2.0 (Parasuraman, 2000; Lin et al., 2005; Parasuraman dan

Colby, 2014) yang menyatakan bahwa variabel DS mempengaruhi variabel (TRI).

4.2.17 Tema 17: Hubungan Inovativeness (IV) terhadap TRI

Hasil temuan untuk tema 17 ini adalah variabel inovativeness (IV) berpengaruh

secara signifikan terhadap TRI. Hal ini terlihat dari seluruh narasumber yang

sepakat menjawab bahwa variabel IV sangat mempengaruhi TRI. Hal itu bisa di

lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.

“Ya tentu sangat berpengaruh, 85%. ketika ssudah SSO inovasi inovasi baru

ssudah tentu harus dilakukan. Misal kita akan membuat dan bisa membuat

jika ada device-device aneh atau misal login pada jam luar kantor akan

diberikan alarm untuk peringatan ke kami sebagai pengelola. Itu inovasi

yang akan meminimalisir keamanan juga tentunya.” (T17.1.5)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

11
“Ya tentu sangat berpengaruh 85%, ketika ssudah SSO inovasi inovasi baru

ssudah tentu harus dilakukan.” (T17.2.5)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel IV memiliki pengaruh terhadap variabel TRI. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model pengukuran tingkat kesiapan

penerapan index (TRI) 2.0 (Parasuraman, 2000; Lin et al., 2005; Parasuraman dan

Colby, 2014) yang menyatakan bahwa variabel DS mempengaruhi variabel (TRI).

4.2.18 Tema 18: Hubungan Optimisme (OP) terhadap TRI

Hasil temuan untuk tema 18 ini adalah variabel optimisme (OP) berpengaruh

secara signifikan terhadap TRI. Hal ini terlihat dari seluruh narasumber yang

sepakat menjawab bahwa variabel OP sangat mempengaruhi TRI. Hal itu bisa di

lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.

“Sangat berpengaruh ini 85%, kita harus optimis dalam penerapan SSO ini.

Ini optimis secara keilmuwan.” (T18.5.5)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

“Sangat berpengaruh ini 85%, kita harus optimis dalam penerapan SSO ini.

optimis secara tim dan keilmuwan.” (T18.1.5)

11
“Berpengaruh ini 80%, kita harus optimis dalam penerapan SSO ini.optimis

secara tim, organisasi dan keilmuwan” (T18.2.4)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel OP memiliki pengaruh terhadap variabel TRI. Hal ini sesuai dengan

asumsi awal yang peneliti ajukan berdasarkan model pengukuran tingkat kesiapan

penerapan index (TRI) 2.0 (Parasuraman, 2000; Lin et al., 2005; Parasuraman dan

Colby, 2014) yang menyatakan bahwa variabel DS mempengaruhi variabel (TRI)

4.2.19 Tema 19: Hubungan Organizational Context (OC) terhadap TRI

Hasil temuan untuk tema 19 ini adalah variabel Organizational Context (OC)

berpengaruh secara signifikan terhadap TRI. Hal ini terlihat dari seluruh

narasumber yang sepakat menjawab bahwa variabel OP sangat mempengaruhi

TRI. Hal itu bisa di lihat dari petikan jawaban narasumber yaitu.

“Konteks organisasi disini itu masih susah untuk mengetahui atau

memahami penggunaan teknologi terbaru, di organisasi kita ini masih

minim penyambung lidah untuk menyamakan pikiran antara orang IT

dengan pihak pemangku kebijakan. Jadi untuk saya untuk hal ini

berpengaruh 80%.” (T19.2.4)

Jawaban di atas di perkuat oleh jawaban dari narasumber lainnya yang

mengatakan bahwa.

11
“Konteks organisasi di UIN ini sekarang masih terkendala SDM disini itu

masih susah untuk mendukung tim untuk mengatasi hal yang berkaitan

dengan teknologi. Jadi berpengaruh sebesar 80% konteks organisasi itu.”

(T19.5.4)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa

variabel OC memiliki pengaruh terhadap TRI. Hal ini sesuai dengan asumsi awal

yang peneliti ajukan berdasarkan model logika input-process-output (Davis WS,

1998) dan dengan asumsi awal bahwa faktor konteks organisasi mempengaruhi

efektivitas implementasi sistem informasi dan keberhasilan penerapannya

(Muhartawaty, 2013) serta menurut Widiastuti & Budi (2016) organisasi termasuk

budaya dan strukturnya dapat mempengaruhi tingkat kesiapan penerapan sistem.

Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan Qomarul Huda dan Hussin (2015)

bahwa salah satu faktor kunci yang mempengaruhi implementasi inovasi TI

adalah dukungan manajemen puncak dari inovasi. Dengan tidak adanya dukungan

manajemen yang kuat, meyakinkan, terinformasi, dan dapat ditunjukkan untuk

implementasi, karyawan cenderung menyimpulkan bahwa inovasi tersebut

merupakan keunggulan manajemen yang lewat. Dalam konteks HEI, dukungan

manajemen puncak dapat berupa pembuatan struktur tata kelola TI yang baik dan

menekankan pentingnya penggunaan TI dalam mendukung kegiatan belajar

mengajar, penelitian dan administrasi.

12
Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Subiyakto & Ahlan,

2014; Subiyakto et al., 2015) yang menyatakan bahwa variabel OC yang berada

pada dimensi input dalam model penelitian ini dimungkinkan untuk

mempengaruhi variabel lainnya (yang berada dalam dimensi proses dan output),

yang dalam hal ini adalah variabel TRI yang berada dalam dimensi output.

4.3Tingkat Kesiapan UIN dalam Penerapan SSO


Hasil temuan untuk poin ini adalah secara umum UIN ssudah memiliki kesiapan dalam rangka meng

“Secara umum kesiapan sudah 75% karena kita bertabrakan dengan konteks organisasi yang su
“secara umum kesiapan sudah 70%”( T20.2) “secara umum kesiapan sudah 75%”( T20.3) “sec
“menurut saya pribadi, secara umum UIN 80% siap untuk hal ini” (T20.6) “secara umum kesia
“secara umum kesiapan sudah 70%” (T20.8)

Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakanan bahwa tingkat

kesiapan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam penerapan SSO itu berkisar

antara 70% - 80%.

12
BAB V

PENUTUP

5.1 Limitasi

Penelitian ini memiliki keterbatasan dari diri peneliti sendiri karena keterbatasan

pengetahuan yang dimiliki peneliti dan juga peneliti yang hanya mampu

menggunakan delapan narasumber kunci dalam penelitian kali ini. Dimana dari

delapan narasumber tersebut tidak ada satu perwakilan pun dari pihak top

management (pemangku kebijakan) di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Hal ini dikarenakan penentuan narasumber dalam penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling, purposive sampling sendiri menurut

Juan et al. (2013) yaitu sebuah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu. Sedangkan menurut Kajornboon (2005), apabila responden

tidak mudah ditemui dan marah, maka interview dapat dibatalkan atau ditunda.

Berdasarkan dua hal tersebut, peneliti mempertimbangkan kemudahan akses

untuk dapat melakukan wawancara terhadap salah satu orang dari jajaran top level

management UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan hal tersebut yang menjadi

keterbatasan dalam penelitian kali ini.

5.2 Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan penelitian, peneliti mengambil beberapa kesimpulan

penting dari penelitian ini yaitu.

12
1) Dari hasil pengolahan data yang diperoleh dari jawaban setiap

narasumber, dapat diketahui bahwa seluruh tema (19 tema) yang di

ajukan peneliti diterima yaitu:

1. Faktor person and action mempengaruhi faktor discomfort,

insecurity, innovativeness dan optimism.

Faktor system context mempengaruhi faktor discomfort, insecurity, innovativeness dan op


Faktor organizational context mempengaruhi faktor discomfort, insecurity, innovativenes
Faktor discomfort, insecurity, innovativeness dan optimism

mempengaruhi TRI
Dilihat dari 19 tema tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesiapan penerap

a. Faktor person and action (P&A), yaitu faktor dari orang sebagai
pengguna yang ada di UIN Jakarta mempengaruhi tingkat kesiapan dalam pener

b.Faktor system context (SC) yaitu faktor dari sistem SSO itu

sendiri mempengaruhi tingkat kesiapan dalam penerapan sistem

SSO di UIN Jakarta.

12
c. Faktor organizational context (OC) yaitu faktor dari organisasi

UIN Jakarta mempengaruhi tingkat kesiapan dalam penerapan

sistem SSO di UIN Jakarta.

d. Faktor discomfort (DS) yaitu faktor dari ketidaknyamanan dari

orang sebagai pengguna yang ada di UIN Jakarta mempengaruhi

tingkat kesiapan dalam penerapan sistem SSO di UIN Jakarta.

e. Faktor insecurity (IS) yaitu faktor dari ketidakamanan

mempengaruhi tingkat kesiapan dalam penerapan sistem SSO di

UIN Jakarta.

f. Faktor inovativeness (IV) yaitu faktor dari penciptaan inovasi

dari orang yang ada di UIN Jakarta mempengaruhi tingkat

kesiapan dalam penerapan sistem SSO di UIN Jakarta.

g. Faktor optimism (OP) yaitu faktor dari optimisme orang yang

ada di UIN Jakarta mempengaruhi tingkat kesiapan dalam

penerapan sistem SSO di UIN Jakarta.

2) Dari hasil pengolahan data jawaban setiap narasumber, dapat

diketahui bahwa status kesiapan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sekitar 70% - 80%. Dimana 70% – 80% tersebut dikatakan bahwa

secara teknis SSO sudah siap untuk diterapkan di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta namun ada beberapa hal non-teknis yang masih

menghambat penerapan SSO di Universitas ini.

12
Berdasarkan hasil temuan itu juga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini telah

memberikan kontribusi dan manfaat yamg signifikan, berupa:

1. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

para pengambil keputusan khususnya pihak PUSTIPANDA dalam

rencana penerapan sistem SSO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Secara teoritis, penelitian ini menggunakan 19 tema penelitian yang di

adopsi dari 2 model yaitu TRI 2.0 milik Parasuraman & Colby (2015)

dengan tiga variabel pengaruh lingkungan dari model Subiyakto et.al.

(2015). Sehingga hasil dari model penelitian ini dapat menjadi

alternatif yang dapat dipertimbangkan untuk dapat mengukur tingkat

kesiapan penerapan sistem baru.

3. Secara metodologi, penelitian ini juga berperan dalam mendorong

variasi penelitian yang menggunakan metode kualitatif dalam

penyusunan skripsi pada Program Studi Sistem Informasi di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

5.3 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai

berikut:

1) Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik dengan topik dan metode

seperti yang digunakan peneliti dapat mempertimbangkan beberapa

hal sebagai berikut:

12
a. Untuk penentuan narasumber sebaiknya dilakukan dengan

mempertimbangkan latar belakang narasumber terlebih dahulu

agar memperoleh narasumber yang kompeten.

b. Jumlah narasumber lebih ditambah lagi agar memperolah variasi


jawaban yang lebih lengkap.

2) Untuk pihak PUSTIPANDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, agar dapat terus mengembangkan sistem SSO yang na

12
DAFTAR PUSTAKA

Aarto, L., & Tynjala, P. (2017). Dimensions of Professional Growth in Work-

Related Teacher Education. Australian Journal of Teacher Education, 42.

Alannita, N. P., & Suaryana, I. G. N. A. (2014). Pengaruh Kecanggihan

Teknologi Informasi, Partisipasi Manajemen, dan Kemampuan Teknik

Pemakai Sistem Informasi Akuntansi Pada Kinerja Individu. E-Jurnal

Akuntansi, 33-45.

Amin, M. (2014). Pengukuran Tingkat Kesadaran Keamanan Informasi

Menggunakan Multiple Criteria Decision Analysis (MCDA). Jurnal

Penelitian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Vol, 5(1).

Ardagna, C. A., Frati, F., & Gianini, G. (2009). Open source in Web-based

applications: a case study on single sign-on.

Arifin, A. S. (2016). Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Dan Pergeseran

Paradigma Reformasi Pendididikan Tinggi Pada\Institusi Pendidikan

Tinggi Keagamaan Islam. LITERASI (Jurnal Ilmu Pendidikan), 6(2),

135-154.

Baesler, E. J. (2017). Teaching Students How to Make Their Dreams Come True:

An Autoethnography of Developing and Teaching the Dream Reseach

Methods Course. The Qualitative Report, 22(12), 3186-3209.

12
Behar, L. S., Potter, J. E., Prikhidko, A., Swords, S., Sonstein, S., & Kolb, H. R.

(2017). Training Impact on Novice and Experienced Research

Coordinators. The Qualitative Report, 22(12), 3118-3138.

Chazar, C., & Ramdhani, M. A. (2016). Model Perencanaan Keamanan Sistem

Informasi Menggunakan Pendekatan Metode Octave dan ISO 27001:

2005. In Seminar Nasional Telekomunikasi dan Informatika.

Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi.(diterjemahkan oleh Kartono, K)

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Chen, S. C., Jong, D., & Lai, M. T. (2014). Assessing the relationship between

technology readiness and continuance intention in an E-appointment

system: relationship quality as a mediator. Journal of medical systems,

38(9), 76.

Dalyono. (2005). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Damanhuri, A., Mujahidin, E., & Hafidhuddin, D. (2017). Inovasi Pengelolaan

Pesantren dalam Menghadapi Persaingan di Era Globalisasi.

TA'DIBUNA, 2(1), 17-37.

Davis, W. S., & Yen, D. C. (Eds.). (1998). The information system consultant's

handbook: Systems analysis and design. CRC press.

Divayana, D. G. H. (2015). Evaluasi Program Penanggulangan HIV/AIDS

Dengan Model CIPP Berbantuan Komputer. Proceedings Konferensi

Nasional Sistem dan Informatika (KNS&I).

12
Dwiyanto, D., & Mada, F. I. B. U. G. (2002). Metode Kualitatif: Penerapannya

dalam Penelitian.

Echols, M. (2005). John dan Shadily. Hassan, Kamus Inggris Indonesia “An

English-Indonesian Dictionary”, Jakarta: PT Gramedia.

Elmas, E., & Aydin, S. (2017). Pre-Service Foreign Language Teachers'

Perceptions of Research Skills: A Qualitative Study. The Qualitative

Report, 22(12), 3088-3101

Fauziah, Y. (2014). Tinjauan Keamanan Sistem Pada Teknologi Cloud

Computing. Jurnal Informatika, 8(1).

Graneheim, U. H., & Lundman, B. (2004). Qualitative content analysis in nursing

research: concepts, procedures and measures to achieve trustworthiness.

Nurse education today, 24(2), 105-112.

Hasanah, H. (2017). Teknik-Teknik Observasi (Sebuah Alternatif Metode

Pengumpulan Data Kualitatif Ilmu-ilmu Sosial). At-Taqaddum: Jurnal

Peningkatan Mutu Keilmuan dan Kependidikan Islam, 8(1), 21-46.

Holt, D., Armenakis, F. S., & Harris, G. (2007). Readiness for organizational

change the systematic development of a scale. The journal of applied

behavioral science, 43(2), 232-255.

Hong, K. S., & Songan, P. (2011). ICT in the changing landscape of higher

education in Southeast Asia. Australasian Journal of Educational

Technology, 27(8).

Hsieh, H. F., & Shannon, S. E. (2005). Three approaches to qualitative content

analysis. Qualitative health research, 15(9), 1277-1288.

12
Huberman, M., & Miles, M. B. (2002). The qualitative researcher's companion.

Sage.

Huda, M. Q., & Hussin, H. (2013). A conceptual model of information technology

innovation implementation effectiveness in higher education. In

Information and Communication Technology for the Muslim World

(ICT4M), 2013 5th International Conference on (pp. 1-6). IEEE.

Huda, M. Q., Hidayah, N. A., & Putra, S. J. (2016). A study of social technology

use in State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. In

Cyber and IT Service Management, International Conference on (pp. 1-

6). IEEE.

Hutahaean, J. (2015). Konsep Sistem Informasi. Deepublish.

Hyde, K. M., & Maier, H. R. (2006). Distance-based and stochastic uncertainty

analysis for multi-criteria decision analysis in Excel using Visual Basic

for Applications. Environmental Modelling & Software, 21(12), 1695-

1710.

Jaya, M. K., Mulyadi, D., & Sulaeman, E. (2012). Pengaruh Kecerdasan

Emosional Terhadap Kinerja Karyawan Pada Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Kerawang. Jurnal Manajemen, 10(1), 1038-1046.

Joseph, D., & Southcott, J. (2017). Older People in a Community Gospel Choir:

Musical Engagement and Social Connection. The Qualitative Report,

22(12), 3209-3223.

Kadir, A., & Triwahyuni, T. C. (2003). Pengenalan teknologi informasi.

Yogyakarta: Andi.

13
Kajornboon, A. B. (2005). Using interviews as research instruments. E-journal for

Research Teachers, 2(1), 1-9.

Kuo, L. H., Wei, H. M., Chen, L. M., Wang, M. C., Ho, M. K., & Yang, H. J.

(2012). An evaluation model of integrating emerging technology into

formal curriculum. International Journal of Education and Information

Technologies, 6(3), 250-445.

Lazuardi, A. (2013). Tingkat Kesiapan (Readiness) Pengadopsian Teknologi

Informasi: Studi Kasus Panin Bank. Universitas Indonesia.

Lewis, K. D. (2009). Web single sign-on authentication using SAML. arXiv

preprint arXiv:0909.2368.

Lippert, S. K., & Govindarajulu, C. (2006). Technological, organizational, and

environmental antecedents to web services adoption. Communications of

the IIMA, 6(1), 14.

Mankins, J. C. (1995). Technology readiness levels. White Paper, April, 6.

Marshall, M. N. (1996). Sampling for qualitative research. Family practice, 13(6),

522-526.

Mayasari, L. P. R., Sinarwati, N. K., & Yuniarta, G. A. (2014). Pengaruh

Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi

Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada

Pemerintah Kabupaten Buleleng. JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Akuntansi S1), 2(1).

13
McLeod, L., & MacDonell, S. G. (2011). Factors that affect software systems

development project outcomes: A survey of research. ACM Computing

Surveys (CSUR), 43(4), 24.

Mcmillan, J.H, & Schumacher. (2003). Research in Education (fifth edition). New

York: Longman.

Moleong, L. J. (2011). Metodologi Penelitian kualitatif. Edisi Revisi. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyanto, A. (2009). Sistem Informasi: Konsep & Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Napitupulu, D. (2016). Kesiapan Implementasi E-Learning di Lingkungan

Universitas XYZ. In Seminar Nasional Tekno Altek, Pusat Penelitian

Inovasi LIPI.

Onwuegbuzie, A. J., & Leech, N. L. (2005). On becoming a pragmatic researcher:

The importance of combining quantitative and qualitative research

methodologies. International journal of social research methodology,

8(5), 375-387.

Ose, S. O. (2016). Using Excel and Word to structure qualitative data. Journal of

Applied Social Science, 10(2), 147-162.

Pambudi, S. A. (2015). Analisis Kesiapan Pengguna Sistem Informasi Akademik.

SEMNASTEKNOMEDIA ONLINE, 3(1), 2-1.

13
Parasuraman, A. (2000). Technology Readiness Index (TRI) a multiple-item scale

to measure readiness to embrace new technologies. Journal of service

research, 2(4), 307-320.

Parasuraman, A., & Grewal, D. (2000). The impact of technology on the quality-

value-loyalty chain: a research agenda. Journal of the academy of

marketing science, 28(1), 168-174.

Parasuraman, A., & Colby, C. L. (2015). An updated and streamlined technology

readiness index: TRI 2.0. Journal of service research, 18(1), 59-74.

Ponnapalli, R. (2005). Secure implementation of Enterprise single sign-on product

in an organization. SANS Institute InfoSec Reading Room.

Pramadani, A. B. (2012). Hubungan antara Komitmen Organisasi dengan

Kesiapan untuk Berubah pada Karyawan Divisi Enterprise Service (DES)

Telkom Ketintang Surabaya. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi,

1(03).

Pratiwi, F. D. (2016). Persepsi Anak Muda Tentang Radio Muslim (Studi

Kualitatif Terhadap Pendengar Radio MQ FM Yogyakarta). CHANNEL

Jurnal Komunikasi, 4(1).

Priscillia, H., Syuhendra, A., Sastriadi, N., & Robiantoro, R. (2013). Analisis

Sistem Informasi Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. SKRIPSI

MAHASISWA TI S1.

13
Putra, A. T. (2016). Perancangan Aplikasi Single Sign On Untuk

Mengimplementasikan Layanan Login di Jaringan. SKRIPSI S1.Potensi

Utama.

Putra, A. T., Darma, I. W. G. Y., Ariyanto, D. (2015). “Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Penerapan Standar Akuntansi Berbasis Akrual”. E-Jurnal

Akuntansi Universitas Udayana 13.1 (2015):12-32.

Putra, S. J., Subiyakto, A., Ahlan, A. R., & Kartiwi, M. (2016). A Coherent

Framework for Understanding the Success of an Information System

Project. TELKOMNIKA (Telecommunication, Computing, Electronics

and Control), 14(1), 302-308. doi:10.12928/TELKOMNIKA.v14i1.2711

Rahman, A. (2016). Evaluasi Kesuksesan E-Government: Studi Kasus di

Kabupaten Sleman dan Kabupaten Tulungagung. Jurnal Akuntansi dan

Auditing Indonesia, 15(2).

Ramadhan, G., Kunang, Y. N., & Suryayusra, S. (2014). Analisis teknologi

Single Sign On (SSO) dengan penerapan Central Authentication Service

(CAS) pada Universitas Bina Darma. Jurnal Mahasiswa Teknik

Informatika.

Renner, M., & Taylor-Powell, E. (2003). Analyzing qualitative data. Programme

Development & Evaluation, University of Wisconsin-Extension

Cooperative Extension.

13
Richards, J. C., & Haberlin, S. (2017). Exploring Perceptions of Key Events in a

Qualitative Research Class: Applying Some Principles of Collaborative

Analytic Inquiry in Practice. The Qualitative Report, 22(12), 3139-3153.

Sandelowski, M. (2000). Focus on research methods-whatever happened to

qualitative description?. Research in nursing and health, 23(4), 334-340.

Sari, D. R., Kunang, Y. N., & Muzakir, A. (2015, August). Sistem Keamanan

SSO Berbasis SAML pada Jalur Komunikasi dengan Menggunakan

XML Encryption. In Student Colloquium Sistem Informasi & Teknik

Informatika (SC-SITI) (Vol. 1). Fakultas Ilmu Komputer Universitas

Bina Darma.

Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian. Kuantitatif Kualitatif.

Slameto. (2006). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:

PT. Rineka Cipta.

Smith, J., & Firth, J. (2011). Qualitative data analysis: the framework approach.

Nurse researcher, 18(2), 52-62.

Subiyakto, A., & Ahlan, A. R. (2013, 27-28 Nov. 2013). A coherent framework

for understanding critical success factors of ICT project environment.

Paper presented at the 2013 International Conference on Research and

Innovation in Information Systems (ICRIIS).

Subiyakto, A., & Ahlan, A. R. (2014). Implementation of Input-Process-Output

Model for Measuring Information System Project Success.

13
TELKOMNIKA Indonesian Journal of Electrical Engineering, 12(7),

5603-5612. doi:10.11591/telkomnika.v12i7.5699

Subiyakto, A., Ahlan, A. R., Kartiwi, M., & Putra, S. J. (2016). Measurement of

the information system project success of the higher education

institutions in Indonesia: a pilot study. International Journal of Business

Information System, 23(2), 229-247. doi:10.1504/IJBIS.2016.10000261

Subiyakto, A., Ahlan, A. R., Kartiwi, M., Putra, S. J., & Durachman, Y. (2016).

The User Satisfaction Perspectives of the Information System Projects.

Indonesian Journal of Electrical Engineering and Computer Science,

4(1).

Subiyakto, A., Ahlan, A. R., Kartiwi, M., & Sukmana, H. T. (2015a). Influences

of the Input Factors towards Success of An Information System Project.

TELKOMNIKA (Telecommunication Computing Electronics and

Control),13(2),686693.doi:http://dx.doi.org/10.12928/telkomnika.v13i2.1

323

Subiyakto, A., Ahlan, A. R., Kartiwi, M., & Sukmana, H. T. (2015b).

Measurement of Information System Project Success Based on

Perceptions of the Internal Stakeholders. International Journal of

Electrical and Computer Engineering (IJECE), 5(2), 271-279. Retrieved

from http://iaesjournal.com/online/index.php/IJECE/article/view/7009

13
Subiyakto, A., Ahlan, A. R., Putra, S. J., & Kartiwi, M. (2015). Validation of

Information System Project Success Model. SAGE Open, 5(2), 1-14.

doi:10.1177/2158244015581650

Subiyakto, A., Ahlan, A. R., & Sukmana, H. T. (2014). An Alternative Method

for Determining Critical Success Factors of Information System Project.

TELKOMNIKA Telecommunication, Computing, Electronics and

Control,12(3),665674.doi:http://dx.doi.org/10.12928/telkomnika.v12i3.1

05

Subiyakto, A., Rosalina, R., Utami, M. C., Kumaladewi, N., & Putra, S. J. (2017).

The Psychometric and Interpretative Analyses for Assessing the End-

User Computing Satisfaction Questionnaire. Paper presented at the 5th

International Conference on Information Technology for Cyber and IT

Service Management (CITSM) 2017 Denpasar, Bali.

Subiyakto, A., Septiandani, D., Nurmiati, E., Durachman, Y., Kartiwi, M., &

Ahlan, A. R. (2017). Managers Perceptions towards the Success of E-

Performance Reporting System. TELKOMNIKA (Telecommunication

Computing Electronics and Control), 15(3), 1389-1396.

doi:10.12928/TELKOMNIKA.v15i3.5133Sugiyono, P. D. (2013).

Metode Penelitian Manajemen. Bandung: ALFABETA, CV.

Sumarjo, H. (2010) Analisis Data Kualitatif Dalam Penelitian Teknik Arsitektur.

INERSIA, 6(1).

13
Susanto, A., Chang, Y., Zo, H., & Park, M. C. (2012, October). The role of trust

and security in Smartphone banking continuance. In Systems, Man, and

Cybernetics (SMC), 2012 IEEE International Conference on (pp. 2133-

2138). IEEE.

Susinos, T., Ceballos L. N., & Saiz L. A. (2017). In the Light of Shared Words:

Collaborative Writing in a Research Study on Student Voice in Spanish

Schools. The Qualitative Report, 22(12), 3172-3185.

Swallow, V., Newton, J., & Van L. C. (2003). How to manage and display

qualitative data using „Framework‟and Microsoft® Excel. Journal of

clinical nursing, 12(4), 610-612.

Tjahjadi, J. A. (2013). Studi Deskriptif Kriteria Suksesor pada Perusahaan

Keluarga Sub-distributor Kebutuhan Farmasi. Agora, 1(3), 1027-1037.

Visagie, C. M., & Steyn, C. (2011). Organisational commitment and responses to

planned organisational change: An exploratory study. Southern African

Business Review, 15(3), 98-121.

Wahyuningrum, T. (2012). Implementasi XML Encryption (XML Enc)

Menggunakan Java. Jurnal Infotel, 4(1), 17-28.

Ward, B. W. (2017). Reaction to Safety Equipment Technology in the Workplace

and Implications: A Case Study of the Firefighter's Hood.

Wirawan, I. G. W. S. G. (2013). Pengaruh Independensi, Profesionalisme, Tingkat

Pendidikan dan Pengalaman Kerja pada Kinerja Auditor BPK RI

Perwakilan Provinsi Bali. E-Jurnal Akuntansi, 2(2), 488-503.

13
Yunita, I. (2017). Pengukuran Kepuasan Pengguna terhadap Tulis (Technology

Uin Library Information System) pada Pusat Perpustakaan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.

13
LAMPIRAN
Transkrip Wawancara

Nama Narasumber : Bapak Indra Munawar


Peneliti : Faizal Ardyanto
Hari/Tanggal : Kamis, 24 Agustus 2017
Lokasi Wawancara : PUSTIPANDA UIN Jakarta
Peneliti :Assalamualaikum wr wb, pertama saya mau menjelaskan judul yang
saya ambil itu evaluasi kualitati kesiapan penerapan SSO di UIN
Jakarta
Pak Indra :Walaikumsalam, iya
Peneliti :Baik sekarang kita langsung masuk ke pertanyaan per tema aja ya
pak Pak Indra :Iya
Peneliti :Yang pertama pak, kalo menurut bapak apakah person and action
berpengaruh secara signifikan terhadap ketidaknyamanan dalam
penerapan SSO di UIN?
Pak Indra :Tidak, kenapa? Karena dengan diterapkannya SSO justru akan
nyaman.
Peneliti :Baik, sekarang yang kedua pak. Apakah person and action
berpengaruh secara signifikan terhadap ketidakamanan dalam
penerapan SSO di UIN?
Pak Indra :Pengaruh 70%, kenapa? Karena satu password untuk semua aplikasi
dikhawatirkan akan mudah disalah gunakan.
Peneliti :yang ketiga pak, apakah person and action berpengaruh secara
signifikan terhadapa penciptaan inovasi baru? Jadi disini maksudnya
kalo kita sudah pake SSO harus ada inovasi2 baru dalam mengelola
atau mengmbangkannya kan pak.
Pak Indra :Ya berpengaruh 70%. Contoh inovasi misalnya nanti kalo kita
mengadakan seminar kan sekarang ada daftar melalui G+ atau
Facebook nah nanti kalo kita sudah SSO kan kita tinggal daftar
melalui akun AIS, inovasi baru dari UIN itu.
Foto – Foto Saat FGD di PUSTIPANDA UIN Jakarta
Foto – Foto Saat Wawancara
Lembar Observasi

Nama Pengamat : Faizal Ardyanto

Tanggal Pengamatan : 10 s.d 12 Juli 2017

Lokasi Pengamatan : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tujuan :

Memperoleh data awal yang berguna untuk penelitian

Merekam data awal sebanyak-banyaknya data-data yang meliputi beberapa aspek yang diamati.
Petunjuk :

Pengamat berada pada posisi yang tidak mengganggu kegiatan yang sedang berlangsung namun teta
Pengamat memberikan catatan tentang apa yang telah diamatinya.

Aspek Yang
No Tanggal Catatan
Diamati
Sistem Yang
10 Juli Temuan awal sistem yang sudah SSO di UIN
1. Sudah SSO di
2017 wifi mahasiswa.
UIN
Narasumber Temuan awal dan dibantu oleh dosen
11 Juli
2. Yang pembimbing deangan arahannya, di temukan
2017
Kompeten calon-calon responden yang tepat.
Temuan awal saat pengamat melihat perilaku
user saat menggunakan sistem AIS di FST
12 Juli
3. Perilaku User khususnya, mereka telah aware terhadap
2017
keamanan terhadap akun mereka dan mereka
juga sangat familiar dengan aplikasi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai