Anda di halaman 1dari 4

BELLS PALSY

BATASAN
Bells palsy adalah penyakit idiopatik dan merupakan penyakit saraf tepi yang bersifat
akut dan mengenai saraf fasialis (N. VII) yang menginervasi seluruh otot wajah.
PATOFISIOLOGI
Penyebab pasti Bells palsy saat ini belum diketahui, beberapa teori telah dikemukakan
antara lain teori iskemik vaskuler dan infeksi virus. Teori iskemik vaskuler oleh Mc Groven 1955
menyatakan bahwa adanya ketidakstabilan otonomik dengan respon simpatis yang berlebihan
menyebabkan spasme pada arteriol dan stasis pada vena di bagian bawah kanalis spinalis.
Vasospasme ini menyebabkan iskemik dan terjadinya oedem.
Teori infeksi virus menyatakan bahwa beberapa penyebab infeksi yang dapat ditemukan
pada kasus paralisis saraf fasialis adalah otitis media, meningitis bakteri, penyakit Lime, infeksi
HIV, dan lain-lain. Pada tahun 1972 McCromick menyebutkan bahwa pada fase laten VHS (virus
Herpes Simpleks) tipe 1 ditemukan di ganglion genikulatum dan dapat mengalami reaktivasi
pada saat daya tahan tubuh menurun dan menyebabkan neuropati saraf fasialis.
Teori kombinasi oleh Zalvan menyatakan bahwa kemungkinan Bells palsy disebabkan
oleh suatu infeksi atau reaktivasi virus Herpes Simpleks dan merupakan reaksi imunologis
sekunder atau karena proses vaskuler sehingga menyebabkan inflamasi dan penekanan saraf
fasialis perifer ipsilateral.
GEJALA KLINIS
Kelemahan otot wajah sesisi dimana pasien tidak dapat mengangkat alis, mengerutkan
dahi, menutup mata, serta tidak dapat tersenyum. Gejala lain yang mungkin ditemukan antara
lain nyeri retroaurikuler, gangguan rasa kecap, hiperakusis, penurunan sekresi airmata, rasa baal/
kebas pada sisi terkena.

DIAGNOSIS
-

Anamnesis : keluhan khas pada pasien Bells palsy adalah kelemahan atau paralisis
komplit pada seluruh otot wajah sesisi wajah sehingga pasien merasa wajahnya perot.
Makanan dan air liur dapat terkumpul pada sisi yang mengalami gangguan pada mulut

dan dapat tumpah ke luar melalui sudut mulut.


Pemeriksaan fisik :
a. Lipatan wajah dan lipatan nasolabial menghilang, lipatan dahi juga menghilang sesisi,
dan sudut mulut jatuh/ mulut mencong ke sisi yang sehat.
b. Kelopak mata tidak dapat menutup sempurna, jika pasien diminta untuk menutup
mata maka mata akan berputar-putar ke atas (fenomena Bells).
c. Produksi airmata berkurang, iritasi pada mata karena berkurangnya lubrikasi dan
paparan langsung.
Untuk menilai derajat paresis N. Facialis digunakan House Brackmann Classification of
Facial Function, yaitu :
a. Derajat 1 : fungsional normal
b. Derajat 2 : angkat alis baik, menutup mata komplit, mulut sedikit asimetris
c. Derajat 3 : angkat alis sedikit, menutup mata komplit dengan usaha, mulut bergerak
sedikit lemah dengan usaha maksimal
d. Derajat 4 : tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut
bergerak asimetris dengan usaha maksimal
e. Derajat 5 : tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut
sedikit bergerak
f. Derajat 6 : tidak bergerak sama sekali

Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan penunjang berupa pencitraan (CT scan kepala


maupun MRI kepala ) dan elektrodiagnosis (ENMG) dilakukan hanya pada kasus-kasus
dimana tidak terjadi kesembuhan sempurna atau untuk mencari etiologi paresis N.
Facialis. Pemeriksaan ENMG diutamakan untuk menentukan prognosis.

DIAGNOSIS BANDING
- Lesi perifer :
a. Otitis media: disebabkan oleh bakteri pathogen, onset perlahan, nyeri pada telinga,
demam, dan gangguan pendengaran konduktif.
b. Sindroma Ramsay Hunt: disebabkan oleh virus Herpes Zoster, nyeri semakin
memberat, erupsi vesikuler pada kanalis telinga atau faring.

c. Penyakit Lyme: disebabkan oleh Spirocheta Borrelia burgdorferi, riwayat adanya


tanda bercak atau nyeri sendi, kontak di daerah endemik penyakit Lyme.
d. Polineuropati (GBS, sarkoidosis): disebabkan respon autoimun, kebanyakan bilateral.
e. Tumor: onset perlahan.
-

Lesi sentral :
a. Multiple sklerosis : proses demielinisasi, ditemukan defisit neurologik lain.
b. Stroke : ditemukan defisit neurologik lain.
c. Tumor : metastase atau primer di otak, onset kronik progresif, perubahan status
mental, adanya riwayat keganasan.

PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
- Kortikosteroid : menggunakan Prednison 1mg/kgBB/hari diturunkan bertahap dan
-

berhenti selama 10 hari.


Obat-obat antiviral : Acyclovir 400mg dapat diberikan 5 kali per hari selama 7 hari, atau
1000mg/hari selama 5 hari sampai 2400mg/hari selama 10 hari. Dapat juga menggunakan

Valacyclovir 1 gram yang diberikan 3 kali selama 7 hari.


Metilkobalamin (preparat aktif B12) berperan sebagai kofaktor dalam proses remielinasi,
dengan dosis 3x500 g/hari.

2. Non-medikamentosa
Tindakan fisioterapi yang direkomendasikan adalah terapi panas superfisial, elektroterapi
dengan menggunakan arus listrik, latihan dan pemijatan wajah disertai kompres panas.
Tindakan bedah bukan merupakan penatalaksanaan yang rutin dilakukan.
KOMPLIKASI
- Iritasi dan ulserasi kornea karena pasien Bells palsy mengalami kesulitan menutup salah
satu mata yang mengalami lesi, sehingga harus selalu diberi lubrikasi dengan airmata
-

artificial.
Kelemahan permanen pada kelopak mata mungkin memerlukan tarsorhaphy.
Asimetri wajah dan kontraktur muskuler perlu dilakukan tindakan pembedahan kosmetik

atau pemberian injeksi toksin Botulinum.


PEMANTAUAN
- Fungsi motorik otot wajah

- Gangguan lakrimasi, gangguan hiperakusis, gangguan pengecapan


- Komplikasi
PROGNOSIS
Secara keseluruhan prognosis baik, waktu penyembuhan bervariasi antara beberapa
minggu sampai 12 bulan. Umumnya 70% akan sembuh sempurna dalam 6 minggu, 30% akan
mengalami degenerasi aksonal yang akan mendasari terjadinya kelemahan menetap, sinkinesia
atau kontraktur. Prognosis buruk pada pasien dengan hiperakusis, penurunan sekresi airmata, dan
terjadi spasme hemifasial.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmed A, 2005. When is facial paralysis Bell palsy? Current diagnosis and
treatment. Cleveland Clinic Journal Of Medicine; 72: 398-405.
2. Ismail Setyopranoto. Manajemen Bells Palsy Terkini Berdasarkan Evidence Based
Medicine dalam Neurology Up Date, Medan, 2009.
3. Nani Kurniani. Bells palsy dalam Neurology in Daily Practice, Bandung, 2010
4. Sullivan F.M , Swan I.R.C, Donnan P.T, Morrison J.M, et al. Early Treatment with
Prednisolone or Acyclovir in Bells Palsy. N Engl J Med. 2007; 357(16): 1598-1607.

Anda mungkin juga menyukai