Anda di halaman 1dari 17

POLITIK HUKUM

Pointers Kuliah Politik Hukum


Untuk Pasca Sarjana Tahun 2014
Dosen: Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

Latar belakang :
1. Semula dianggap sebagai ilmu di luar hukum.
2. Masuknya bidang ini sebagai bagian Ilmu Hukum (1994).
3. Mengapa bidang ini penting bagi ilmu hukum? (agar tidak
frustasi dan mengerti bahwa hukum itu tak bisa dipandang
sebagai norma semata-mata)

Arti Politik:

1. Policy kebijakan, arah resmi.


2. Taktik cara apa pun untuk mrencapai sesuatu.
3. Stuggle of power pergulatan utk memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan. Siapa mendapat apa dengan
cara bagaimana. Harold Laswell: kepentingan abadi
(contoh 1999, 2001 dst), Lord Acton: power tends to
corrupt (contoh penguasa baik jadi korup karena
lingkungan kekuasaan)

Politik Hukum dalam arti sempit sering diartikan legal policy


(politik dalam arti yang pertama). Namun secara luas mencakup
determinasi politik terhdap hukum dalam tiga arti tersebut.

Apakah ini bagian dari ilmu hukum?


Debat disertasi:
1. Berkuns (HTN adalah hukum Positif) dan Belinfante (HTN
mencakup di luar hukum Positif).
2. Pohon ilmiah hukum (Bagian/serat Batang Pohon Ilmu)

Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

Asumsi ttg. hubungan antara hukum dan politik


1. Hukum determinan atas politik (das Sollen)
2. Politik determinan atas hukum (das Sein). Contoh: UU
Pilpres, Usul IKAHI ditolak IKAHI, Fatwa Wijono ttg
Masyumi, dll.
3. Hukum dan Politik interdependent/interdeterminant (das
Sollen-Sein) Contoh: Peralihan Orba ke Orde reformasi
yang menimbulkan anomali.
(Asumsi adalah pilihan dasar pijak, semua benar, tergantung
pilihan penulisnya dan tergantung pada pilihan konseptualnya).

Cakupan Studi Politik Hukum


Berdasar arti-arti politik dan asumsi-asumsi di atas maka studi
politik hukum mencakup minimal tiga level:
1. Level 1 : Politik hukum dalam arti legal policy: garis resmi
negara ttg hukum yang akan diberlakukan dan tak akan
diberlakukan (membuat yang baru, mengganti yang lama).
2. Level 2 : Politik hukum dalam arti pergulatan dan
perdebatan politik yang kemudian melahirkan hukum
berdasar asumsi bahwa hukum adalah produk politik.
3. Level 3 : Politik hukum dalam arti implementasi kebijakan
hukum di lapangan.

Konstruksi Politik Hukum sebagai Legal Policy


Arti politik hukum sebagai legal policy: (1) Kebijakan resmi
negara (2) tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak
akan diberlakuan (membuat yg baru, mencabut yg lama) (3)
untuk mencapai tujuan negara. Di sini hukum diposisikan sebagai
instrumen utama untuk mencapai tujuan negara.
Alur Pikir Politik Hukum sebagai Legal Policy:
1. Cita-cita bangsa masyarakat adil makmur berdasar
Pancasila. (bersifat filosofi, hidup sbg cita di dalam kalbu).
2. Tujuan negara (tertulis di dalam Pembukaan UUD sebagai
bagian dari staatsfundamentalnorms) menjaga integrasi,

Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

3.
4.

5.

6.

7.

mencerdasakan
kehidupan
bangsa,
memajukan
kesejahteraan umum, melaksanakan ketertiban dunia.
Cita hukum: Pancasila sebagai dasar dan tujuan hukum
dengan lima sila yang tersusun sebagai satu kebulatan dan
hirarkis pimidal.
Sistem hukum Pancasila sebagai ideologi:
a. Konsepsi Prismatik (gabungan nilai-nilai yang baik
yang dapat mengaktualkan dengan perkembangan):
1) indivisualisme (pribadi) dan kolektivisme (sosial);
2) hukum sebagai alat (Pound) dan hukum sebagai
cermin (Savigny);
3) Rechsstaat dan the Rule of Law;
4) Negara agama dan negara sekuler.
b. Kaidah Penuntun:
1) Menjaga integrasi teritori dan ideologi,
2) Bernegara dengan demokrasi dan nomokrasi,
3) Membangun keadilan sosial,
4) Medasari sikap toleransi beragama yang
berkeadaban.
UUD 1945: memuat aturan main main politik sesuai dengan
sistem hukum dan ideologi disertai dengan aturan-aturan
yang sifatnya fundamental tentang perlindungan HAM dan
sistem pemerintahan negara.
Prolegnas (Program Legislasi Nasional) yang membuat
daftar hukum yang akan dibuat, dicabut, atau diganti
dalam periode lima tahunan yang kemudian dipenggalpenggal dalam prolegnas tahunan. Dibuat oleh Pemerintah
dan DPR, dituangkan dalam Kpeutusan Ketua DPR. Ini
dapat diuji lagi konsistensinya melalui judicial review oleh
Mahkamah Konstitusi.
Prolegda (Program Legislasi Daerah) yang membuat daftar
Perda seperti Prolegnas. Ini dapat diuji konsistensinya
melalui judicial review oleh Mahkamah Agung.

Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

Politik Hukum sebagai Produk Pergulatan Politik


(Hukum dalam artinya yang sempit yakni UU)

1. Tak ada UU sebagai hukum yang lahir sendiri.


2. UU adalah produk politik sebab badan legislasi membuat
UU melalui persaingan kehendak-kehendak politik.
3. Hukum sebagai kristalisasi nilai-nilai dalam masyarakat
hanya berlaku untuk common law dan bukan untuk UU.
4. von Kirchmann : UU dan hafalan kita tentang hukum dapat
menjadi sampah yang tak berguna karena keputusan politik.
Oleh sebab itu sistem atau konfigurasi politik tertentu akan
melahirkan hukum dengan karakter tertentu.
Konfigurasi Politik Karakter Produk Hukum
Konfigurasi Politik

Karakter Produk Hukum

Sistem/konfigurasi
Politik
bermacam-macam. Misalnya teori
cyclus dari Plato dan Polibios:
Monarki Aristokrasi Oligarki
Demokrasi Okhlorasi/Anarki
Tirani Monarki dst.

Hukum dan karakter-karakternya


juga bermacam-macam. Misalnya
seperti
yang
ditulis
oleh
Marrymann, Nonet dan lain-lain:
Hukum
Responsif,
Hukum
Ortodoks,
Hukum
Otonom,
(Urutan dan istilah Plato dan Polibios Hukum
Responsif,
Hukum
yang dikutip di atas tidak sama persis, Menindas,
Hukum
Populis,
ada istilah dan urutan yang sedikit Hukum
Elitis,
Hukum
berbeda, tapi intinya sama
Konservatif.

Berbagai sistem politik dan karakter politik hukum itu kemudian


diklassifikasi ke dalam dua kelompok ekstrem yang selalu
bergerak pada garis kontinum (pendulum).
Sistem/Konfigurasi Politik Demokratis vs Otoriter
Karakter Produk Hukum Responsif vs Ortodoks/Konserv.
Dengan asumsi bahwa Hukum merupakan produk politik maka
Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

Konsfirasi Politik tertentu melahirkan hukum dengan karakter


tertentu.
Sistem/Konfigurasi Politik
-Demokratis

-Otoriter

Karakter Produk Hukum


Responsif
Ortodoks/Konservatif

Bidang hukum yang terkena pengaruh siginifikan di sini adalah


biudang hukum publik yang berkait dengan gezagverhouding.

Konseptuliasasi
Istilah demokrasi dan otoriter merupakan konsep yang
ambigu, baik pengertian, pelembagaan, maupun pelaksanaannya.
Negara liberal (seperti Amerika Serikat) dan negara sosialis
(seperti bekas Uni Soviet, RRC, Korea Utara) memberi
pengertian dan impelemntasi yang berbeda tentang demokrasi.
Begitu juga konsep-konsep tentang karakter produk hukum. Itu
berlaku juga untuk berbagai konsep lainnya di dalam ilmu-ilmu
social.
Oleh sebab itu dalam satu penelitian diperlukan
konseptualisasi atau definisi konsep yang secara khusus
dipergunakan untuk penelitian tertentu. Konseptualisasi itu
kemudian diturunkan ke dalam indikator-indikator untuk
dijadikan alat ukur ketika mengkualifikasi hasil-hasil penelitian
ke dalam konsep-konsep yang telah dipilih.
Indikator konfigurasi politik dan karakter produk hukum dalam
konteks ini adalah:
Sist/Konf. Politik
1. Demokratis:

Karakter Produk Hukum

1. Responsif:
a.
Pembuatannya
a. Parpol/Parlemen/DPR
pastisipatif
dominan dlm pembuatan
(melibatkan
policy Negara.
masyarakat
dan
b. Lembaga
eksekutif
elemen-elemennya).
(Pemerintah dalam arti
b.
Isinya
aspiratif
sempit) bersifat netral.
(menggambarkan
c. Kebebasan pers terjamin.
kehendak terbesar
Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

masyarakat).
Cakupannya
bersifat
limitatif,
tak
banyak
memberi peluang
penafsiran dengan
peraturan
pelaksanaan.
2. Ortodoks/Konservatif:
a.
Pembuatannya
bersifat sentralistik
(didominasi
scr
sepihak
oleh
lnegara).
b.
Isinya
bersifat
positivistikinstrumentalistik
(alat
pembenar
kehendak
penguasa).
c.
Cakupannya
bersifat
open
interpretatif
(membuka peluang
besar
utk
ditafsirkan
dgn
peraturan
pelaksanaan).

2. Otoriter:
c.
a. Parpol/Parlemen/DPR
lemah secara politik.
b. Lembaga
Eksekutif
bersifat intervensionis.
c. Pers
terpasung
oleh
restriksi.

Hasil Penelitian
Periode UUD
Politik
yang
berlaku
1945-1959

1959-1966

Sistem/Kon
f Politik

UUD
Demokratis
1945,
Kons. RIS
1949,
UUDS
1950
UUD 1945 Otoriter

Karakter
Produk
Hukum

Catatan

Responsif

UUD
1945
berlaku 2 bulan,
lalu disimpangi
dgn Maklumat
No. X.

Ortodoks

Ada UUPA yg
responsif tapi itu
di
bidang

Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

1966-1998

UUD 1945 Otoriter

Ortodoks

perdata dan tak


berkait dengan
gezagverhouding
.
Pada
awalnya
dilaksanakan
dan dijanjikan
demokrasi, tapi
hanya
sampai
1969/1971.

Amandemen dan Politik Konstitusi


Hasil
penelitian:
Selama
berlakunya
UUD
1945
sistem/konfigurassi politik selalu otoriter.
Tapi ada yang agak aneh dan harus dijelaskan:
1. Pada sebagian periode pertama (1945-1949) UUD 1945
berlaku dan melahirkan sistem politik yang demokratis.
Harus diingat bahwa ketika itu UUD 1945 hanya berlaku
sampai 16 Oktober 1945 dan sejak itu tidak diberlakukan
dengan Maklumat No. X Tahun 1945 yang disusul dengan
Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 yang
memberlakukan sstem parlementer tanpa secara resmi
mengganti (m,encabut) UUD 1945. Jadi demokrasi bisa
tumbuh ketika itu ketika dengan sadar UUD 1945 tidak
diberlakukan.
2. Pada awal Orde Baru seluruh indicator demokrasi berjalan.
Harus dikngat juga bahwa hal itu hanya berlangsung
sampai tahun 1969/1971. Tahun 1969 adalah keluarnya UU
No. 15 Tahun 1969 dan UU No. 16 Tahun 1969 tentang
Pemilu dan Susduk MPR/DPR/DPRD yang otoriter. Tahun
1971 adalah kemenangan Pemerintah dalam pemilu dengan
menggunakan kedua UU yang tak demokratis itu. Jadi
demokrasi sengaja ditumbuhkan sementara ketika itu
dengan dua alas an: pertama, memberi kepuasan psikologis
sebentar kepada public sesuai dengan janji ketika
menjatuhkan otoriterisme Orde Lama; Kedua, sebagai
taktik awal dalam strategi membentuk otoriterisme sambil
menunggu UU Pemilu dan Susduk MPR/DPR/DPRD.
Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

Reformasi 1998
Ketika terjadi gerakan reformasi yang tak dapat dibendung
pada 1998 muncullah beberapa amanat reformasi : Amandemen
UUD 1945, Penghapusan Dwifungsi ABRI, Penegakan Supremasi
Hukum dan perlindungan HAM serta pemberantasan KKN,
Otonomi Daerah secara luas dan adil, kebebasan pers, dan
pembangunan demokrasi.
Semula sulit diubah, tapi Reformasi membuka jalan untuk itu
dengan lima kesepakatan dasar:
1. Pembukaaan tak diubah.
2. Negara kesatuan dipertahankan.
3. Menuju sistem Presidensiil murni.
4. Penjelasan ditiadakan, tapi isinya yang bersifat normatif
dijadikan pasal.
5. Perubahan dilakukan dengan addendum (naskah asli
dipertahankan, perubahan dijadikan putusan MPR
tersendiri yang terpisah namun dilampirkan sesuai dengan
tahannya). Susunan dalam satu naskah lengkap yang ada
bukanlah dikeluarkan oleh MPR secara resmi (artinya tidak
melalui sidang dan putusan MPR)
melainkan untuk
mempermudah saja.

Logika perubahan sebagai keharusan


1. Secara historik memang dimaksudkan untuk sementara
agar kemerdekaan segera diraih dan dilaksanakan. Ini
ternyata dari pidato-pidato Soekarno maupun isi Arturan
Tambahan UUD yang memerintahkan agar dalam enam
bulan
setelah
dibentuk
MPR
bersidang
untuk
membicarakan kembali dan menetapkan UUD.
2. Kenyataannya selama berlaku UUD 1945 selalu melahirkan
otoriterisme, karena:
a. Executive heavy, lemah checks and balances.
Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

b. Mengandung pasal multitafsir tentang kekuasaan yang


penafsirannya ditentukan oleh penguasa karena
atribusi kewenangan.
c. Terlalu banyak atribusi kewenangan yang dapat
dijadikan pintu masuk untuk membangunotoriterisme
atas nama hukum.
d. Terlalu percaya pada semangat orang, padahal dalam
soal kekuasaan orang itu harus dicurigai sebab
kekuasaan itu cenderung membuat orang yang
memilikinya menjadi korup (Lord Acton).
3. Alasan KC Wheare.
Secara umum: tak mungkin ada konstitusi yang tak dapat
diubah atau diberlakukan selamanya sebab, kata KC
Wheare, konstitusi itu adalah resultante atas hasil
kesepakatan politik yang dibuat berdasar situasi
poleksosbud pada waktu tertentu. Jika situasi dan
tuntutannya berubah maka konstitusi juga dapat dan harus
membuka kemungkinan untuk diubah.
Meski begitu kata KC Wheare perubahan konstitusi harus
hati-hati dan harus dibuat lebih sulit dari perubahan UU biasa,
sebab konstitusi bukan UU biasa. Untuk itu ada dua hal penting
yang harus dierhatikan dalam pembuatan konstitusi:
1. Isi konstitusi harus bersifat fundamental-abstrak-umum,
tidak terlalu teknis agar tidak mudah diubah karena
perubahan kebutuhan teknis yang relative cepat berubah.
2. Di dalam konstitrusi harus dimuat syarat dan prosedur
perubahan yang sulit. UUD kita hasil amademen sudah
memenuhi syarat ini karena untuk mengubah harus
diusulkan oleh 1/3 dari suluruh anggota MPR, harus
menunjuk pasal, alasan, dan isi perubahan yang diusulkan,
serta harus disetujui oleh 50% dari anggota MPR dalam
sidang yang sekurang-kurangnya dihadiri oleh 2/3 anggota
dari seluruh angora MPR.

Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

ALUR PIKIR POLITIK HUKUM


PIJAKAN DASAR POLITIK HUKUM
Tujuan Negara :
1. Melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan Umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Melaksanakan ketertiban dunia

Cita-cita Bangsa:
Masyarakat Adil dan
Makmur Berdasar
Pancasila

Cita Hukum Pancasila sebagai


kaidah penuntun
1. Melindungi segenap bangsa, dan seluruh tumpah darah,
menjaga integritas teritori dan ideologi
2. Mewujudkan demokrasi dan Nomokrasi
3. Mewujudkan toleransi beragama yang berkeadaban
4. Mewujudkan keadilan sosial

Sistem hukum nasional/hukum Pancasila


(konsepsi prismatik dengan keseimbangan nilai2 baik)
1.
2.
3.
4.

Individualisme dan kolektivisme


Rechtsstaat & the rule of law
Alat pembaharuan dan cermin keadaan masyarakat
Negara agama dengan negara sekuler

Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD


IMPLEMENTASI POLITIK HUKUM

10

IMPLEMENTASI POLITIK HUKUM

Struktur/Aparat

Materi/Isi

Budaya

Problem

Terkonsep

DLLDLL

Problem

Prolegnas
Ketegasan
Rencana Isi
(Potret Isi Hukum)

Mekanisme

Produk
UU

Judicial
Review oleh
MK

PP, Perpres, Perda

Prolegda

Judicial Review
oleh MA

Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

11

HUKUM DAN MASYARAKAT


Berbicara tentang hukum dan kebijakan publik (public policy)
berarti berbicara hukum dengan kebiajkan Negara yang bersifat
mengarahkan publik untuk ikut bersama Negara. Maka
p4embahasan tentang ini harus bicara tentang hukum dan
masyarakat atau hubungan antara hukum dan lembaga
kemasyarakatan lainnya.
Ada dua pandangan yang sama benar, tergantung dari mana dan
untuk apa memandang
1. Roscue Pound : law as tool of social engineering
2. Savigny : Hukum tumbuh dari perkembangan masyarakat,
masyarakat berubah hukum berubah
Satjipto Raharjo : perkembangan lembaga hukum mempunyai
keterkaitan dengan lembaga social lain seperti ekonomi dan
politik (yang menyentuh perkembangan hukum). 2) Hlm 182-189
dan 204-205. Masyarakat beruvbah, hukum berubah sebab
hukum melayani masyarakatnya.
Keterkaitan hukum menunjuk pada dua arti:
1. Perubahan lembaga hukum sebagai dampak atau akibat
dari perkembangan yang terjadi dalam lembaga social lain,
lembaga hukum hanya mewadahi (Wallace Mandelson, 1970
:327-335).
2. Perubahan lembaga hukum hanya respon penyesuaian
perkembangan social, ekonomi, politik. (Philip Nonet dan
Zelsnick, 1978 : 20, 24, 26). Disini hukum tak sekedar
mewadahi tetapi juga menyeleksi substansi perkembangan
yang perlu diakomodasi. Kata Gunter Teubner, 1983: 249)
perkembangan lembaga social di luar hukum hanya menjadi
pemicu awal bagi lembaga hukum untuk melakukan
penyesuaian agar tetap fungsional dengan cara menyeleksi
substansi perkembangan yang terjadi.
Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

12

Nonet dan Selznick (hal 14-18) menyebut ada perkembangan


hukum sejalan dengan perkembangan Negara sebagai organisasi
masyarakat, sesuai dengan kemempauan Negara dalam
mengatuyr masyarakatnya:
1. Hukum represif diperlukan ketika penguasa sumber daya
kekuasaannya lemah (poverty of power) seperti Negara
yang baru berdiri dengan dengan tingkat kepercayaan
masyarakat yang masih rendah dan pembangkangan tinggi.
Di sini hukum represif jadi satu2nya alternative untuk
menjalankan kekuasaan guna memaksa kepatuhan
masyarakat.
2. Hukum otonom dilaksanakan ketika kepercayaan terhadap
penguasa makin meningkat dan pembangkangan mengecil,
yang kalau menggunakan hukum represif bisa
counterproduktif dan menurunkan kembali kepercayaan.
Dalam hukum otonom ini tugas birokrasi dipersempit
melalui spesialisasi kewenangan prosedur yang ketat dan
terstandar. Di sini hukum otonom dibuat oleh kelompok
profesi yang tak terkontamisnasi dan tak tersubordinasi
penguasa. Dan hukum mengikat semuanya. (legalitas
formal dan pemanglimaan hukum menjadi menonjol dan
kekuasaan menjadi subordinasi hukum, seperti di
Rechtsstaat).
3. Hukum responsive kemudian muncul sebagai upaya
mengatasi kekakuan dan kurang sensitifnya hukum
terhadap perkembangan social. Sentralisme pembiuatan
hukum kepada lembaga-lembaga Negara yang diisi kaum
profesi dituntut untuk lebih terbuka atas peranserta
masyarakat dan didelegasikan kepadawenangannya kepada
unit-unit kekuasaan yang lebih rendah guna mempermudah
pemahaman atas inti persoalan sosial.
Tapi
Gunter Teubner mengritik Nonet-Selznick yang
menyimpulkan hukum otonom hanya melahirkan hukum
responsive. Padahal ada dua periode fakta yang berbeda: 1)
Periode
pemngembangan
program
affirmative
atau
Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

13

kesejahrteraan dimana hukum dan pemerintah diarahkan untuk


membantu (memberi/mensubsidi) masyarakat yang menjadi
korman dari system ekonomi pasar; 2) Periode pemberdayaaan
kelompok masyarakat untuk menjadi pelaksana otonom bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Maka ada tiga
tipe hukum sejak berkembangnya hukum modern yakni:
1. Hukum Formal: yang muncul dan berlaku bersamaan
dengan berkembangnya ekonomi pasar.
2. Hukum substantive yang dikembangkan untuk membantu
mereka yang tersingkir dari persaingan ekonomi pasar.
3. Hukum reflektif yang dibangun untuk memberdayakan
kelompok-kelompk masyarakat.
Roberto M. Unger (1976 : 50-122) mengatakan tipe hukum
terkait dengan perkembangan tipe masyarakat. Tipe masyarakat
Tribal melahirkan hukum Interaksional; Tipe masyarakat
Aristokratis melahirkan hukum birokratik; tipe masyaralkat
liberal melahirkan hukum legal order. Tipe masyarakat Tribal:
Warganya tak terbagi dalam kelompok social (hanya satu
kelompok utuh), orientasinya adalah keharmonisan dengan
mensubordinasikan individu pada kelompok, dan kekuasaan
dilaksanakan oleh satu orang. Tipe masyarakat Aristokratik
adalah; warga terbagi atas kelompok dan lapisan yang tertutup
(petani, pedagang, bangsawan), orientasinya adalah kepentingan
masing-masing kelompok, sedang kekuasaan dilakukan oleh
kelompok tertentu yang dominant. Tipe masyarakat Liberal
adalah: Warga terbagi dalam kelompok yang mobilitasnya
terbuka, orientasinya adalah kepentingan individu yang boleh
saling bersaing, sedangkan kekuasaan dilakukan oleh organisasi
yang diberi kewenangan khusus. Tipe-tipe hukum yang lahir
adalah:
1. Tipe hukum interaksional pada masyaralkat tribal
memfungsikan hukum sebagai pemelihara keharmonisan
dengan karakter yang imnplisit dan konkret yang
pelaksanaannya luwes dan berumber dari interaksi social
yang terus menerus.

Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

14

2. Tipe hukum Birokratik memfungsikan hukum sebagai


pemelihara kepentingan kelompok dengan karakter public
dan positif (resmi berlaku) dan bersumber pada periinytah
tertulis penguasa.
3. Tipe hukum Legal Order memfungsikan hukum sebagai
kepentingan individu yang berbeda-beda dengan karakter
public, positif, umum dan otonom dan hukum bersumber
dari kekuatan-kekuatan social yang kepentingannya
berbeda-beda.
AFK Organski (1969: 18-22) membagi tahap-tahap
pembangunan di Negara kebangsaan (kasus Negara-negara
Eropah) ke dalam 4 tahap yang kemudian oleh Wallace
Mandelson (1970: 325-335) digunakan untuk mengidentifikasi
fungsi-fungsi hukum:
1. Tahap Primitive Unification yakni tahap dimana kelompokkelompok etnis (dan primordial) yang berbed-beda
bersepakat mendirikan satu Negara kebangsaan. Fungsi
hukum:
memberi landasan bagi terwujudnya Negara
kesatuan melalui konstitusi, penggantian hukum tradisional
dengan hukum nasional yang dibentuk secara sentralistik,
dan kriminalisasi terhadap perilaku yang mengancam
keutuhan Negara kebangsaan.
2. Tahap Industrialization yakni tahap pembangunan ekonomi
untuk mengolah hasil sumber daya alam menjadi bahan jadi
dengan nilai tambah tertentu. Fungsi hukum: memberi
landasan bagi azas kebebasan berkontrak yang
memungkinkan pemilik modal mendominasi hukum
ekonomi, memberi landasan bagi ketentuan yang
mengyhambat tunbtutan buruh dan masyarakat yang akan
menghambat pembangunan ekonomi dan akumulasi capital.
3. Tahap National Welfare yakni tahap yang mulai
menekankan pada pemerataan kesejahteraan pada
kelompok masyarakat yang tidak diuntungkan dalam tahap
industrialisasi. Fungsi hukum: melindungi kepentingan
buruh dengan memberi kebabasan berbentuk Serikat
Pekerja, Prerbaikan Upah, jaminan kesehatan, dan
Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

15

keselamatan kerja; juga memberi kewenangan kepada


Mahkamah Aguyng untuk menguji peraturan yang
bertentangan dengan semangat pemerataan.
4. Tahap Automation Revolution yakni tahap kehidupan yang
serba otomatis melalui penggunaan tekonologi mesin.
Sampai dengan publikasinya di tahun 1970
Wallace
Mandelson tidak menguraikan fungsi hukum pada tahap ini
karena tahap ini masih dianggap sekadar hipotesis kecuali
Amerika serikat yang sudah mulai memasuki serva
tekonologi mesin.

Alhasil dapat disimpulkan bahwa teori-teori hubungan antara


hukum dan masyarakat bisa kelompiokkan ke dalam dua tipe :
1. Yang menjelaskan latar belakang social ekonomi, politik,
dan budaya yang mendorong terbentuknya karakter
tertentu isi (substansi) hukum ( di Indonesia misalnya
Satjipto Rahardjo dan Mahfud MD)
2. Yang mengkaji operasionalisasi atau pelaksanaan hukum
dalam kaitan dengan factor social, budaya, politik yang
mempengaruhinya (misalnya Daniel S. Lev, Hukum dan
Politik di Indonesia).
Berdasar itu semua maka saya contohkan :
Pertama, dari sudut konfigurasi politik yang terkait dengan peran
Negara dan peran rakyat ternyata konfigurasi tertentu
melahirkan produk hukum dengan karakter hukum tertentu. .
Perjelasan karakter ortodoks zaman Orba (Sentralistis, Positivist
instrumentalistik, open interpretative, operasional-ragmatis,
perlindungan korp). Pertanyaannya: Reformasi itu ke mana?
Oligarkis.
Kedua, dari sudut ekonomi politik yang melihat hukum sebagai
produk dari pilihan kepentingan dan pilihan nilai social (draft
disertasi Nurhasan Ismail).

Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

16

Pilihan kepentingan yang ditempatkan sebagai tujuan hukum ada


dua yaitu kemakmuran untuk seluruh masyarakat (Satjipto
Raharjo, 2004:2) dan kemakmuran sekelompok orang tertentu
atau dominant social class (Roscue Pound, 1934: 529) atau
kepentingan kelompok elit yang sedang mengalami modernisasi
(David Trubek, 1972 : 5). Sedangkan pilihan nilai social dapat
berupa nilai social paguyuban
yang mementingkan nilai
kepentingan bersama, nilai social patembayan yang lebih
menekankan pada kepentingan (pembebasan) individu (Hoogvelt,
1985 : 87-91), dan nilai social prismatic (Riggs 1964: 176) yang
meletakkan kedua keompok nilai social sebagai landasan untuk
membangun hukum yang penjabarannya disesuaikan dengan
perkembangan social ekonomi masyarakat yang bersangkutan.
Indonesia sebenarnya menganut wawasan prismatic atau
menggabungkan segi-segi positif dari kedua nilai (kepentingan
dan social) yang ekstrem. Namun dalam pelaksanaannya dan
perkembangannya sangat dipengaruhi oleh kecenderungan
pemegang kekuasaan politik sehingga seringkali keluar dari
design awal, misalnya dari komunal-populisme ke liberalindividualisme. Contoh: hukum agrarian.
Ketiga, dari sudut sudut ideology kebijakan hukum di Indonesia
selalu ditandai oleh perkutatan dan pengaruh politik aliran
kebangsaan dan Islam Terangkan filsafat politik Islam.
Keempat, dari sudut globalisasi (perembangan masyarakat
internasional) kebijakan hukum juga dipengaruhi oleh dunia
internasiuonal di bidang ekonomi berlaku hukum-kontrak secara
otomatis (kebiasaan) seperti kartu kredit dan cyber law, di bidang
tatanegara (terkait juga dengan pidana) ada tuntutan ratifikasi
kovenan-kovenan internasional.

Bahan Kuliah Prof. Dr. Moh. Mahfud MD

17

Anda mungkin juga menyukai