Anda di halaman 1dari 22

ADULT LEARNING

PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

MAKALAH
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
LANDASAN PENDIDIKAN
yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Punadji Setyosari, M.Pd, M.Ed

Oleh

Hanie Vidya Christie

140331808584

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
Juli 2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang vital dalam usahanya
untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Dirasakannya belajar sebagai suatu kebutuhan yang vital karena semakin
pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan berbagai perubahan
yang melanda segenap aspek kehidupan dan penghidupan manusia. Tanpa belajar, manusia
akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tuntutan
hidup, kehidupan dan penghidupan yang senantiasa berubah. Dengan demikian belajar
merupakan suatu kebutuhan yang dirasakan sebagai suatu keharusan untuk dipenuhi
sepanjang usia manusia, sejak lahir hingga akhir hayatnya. (Malik. H, 2011)
Pendidikan merupakan salah satu proses yang memiliki peranan penting dalam
kehidupan manusia. Pendidikan bersifat sepanjang hayat dan hanya akan berhenti ketika
seseorang telah dijemput oleh kematian. Berangkat dari hal tersebut maka muncullah salah
satu jenis pendidikan yang kita sebut sebagai pendidikan orang dewasa. (Yulianto. I, 2011).
Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian adalah
megenai konsep pendidikan untuk orang dewasa, tidak selamanya kita berbicara dan
mengulas seputar peserta didik yang berusia muda (Andragogi). Pada kenyataannya, bahwa
tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan formal maupun
non-formal. Masalah yang sering muncul dalam pembelajaran orang dewasa adalah
bagaimana kiat dan strategi mengajar orang dewasa yang tentunya memiliki keunikan
tersendiri, dalam hal ini orang dewasa sebagai peserta didik dalam kegiatan belajar tidak
dapat diperlakukan seperti peserta didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah
tradisional. Oleh sebab itu, kita harus memahami bahwa orang dewasa pribadi dan memiliki
kematangan konsep diri, bergerak dari ketergantungan menuju kearah kemandirian atau
pengarahan diri sendiri. (Nursalam dan Efendi. F, 2008)
Sejak tahun 1920 pendidikan orang dewasa telah dirumuskan dan diorganisasikan
secara sistematis. Pendidikan dewasa dirumuskan sebagai suatu proses yang menumbuhkan
keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi
orang dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan
mencari jawabannya. Pendidikan orang dewasa (Andragogi) berbeda dengan pendidikan
anak-anak (Paedagogi). Pendidikan anak-anak berlangsung dalam bentuk identifikasi dan

peniruan, sedangkan pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri
sendiri untuk memecahkan masalah. (Suprijanto, 2009)
Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa tentu saja
mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam menghadapi orang dewasa
sebagai siswa. Berkembangnya pemahaman kondisi psikologi orang dewasa semacam itu
tumbuh dari teori yang dikenal dengan nama andragogi. Andragogi merupakan ilmu yang
memiliki dimensi luas dan mendalam akan teori belajar dan cara mengajar.Secara singkat
andragogi memberikan dukungan dasar yang esensial bagi kegiatan pembelajaran orang
dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha pembelajaran orang dewasa memerlukan
pendekatan khusus dan harus memiliki pegangan yang kuat akan konsep teori yang
didasarkan pada asumsi atau pemahaman orang dewasa sebagai peserta didik. Dengan
menggunakan teori andragogi, kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam
kerangka pembangunan dan realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat
diperoleh. Hal ini juga harus didukung oleh konsep teoritis atau penggunaan teknologi yang
dapat di pertanggungjawabkan (Nursalam dan Efendi. F, 2008).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian andragogi.
2. Bagaimana karakteristik pendidikan dewasa.
3. Bagaimana teori belajar orang dewasa menurut ahli
4. Bagaimana asumsi-asumsi pendidikan orang dewasa
5. Bagaimana implikasi dari konsep dasar pendidikan orang dewasa (Andragogi)
6. Bagaimana prinsip pendidikan orang dewasa
7. Bagaimana model pembelajaran orang dewasa
8. Apa saja kebutuhan belajar orang dewasa
9. Bagaimana proses belajar mengajar orang dewasa

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian andragogi.
2. Mengetahui karakteristik pendidikan dewasa.
3. Mengetahui teori belajar orang dewasa menurut para ahli
4. Mengetahui implikasi dari konsep dasar pendidikan orang dewasa (Andragogi)
5. Mengetahui prinsip pendidikan orang dewasa
6. Mengetahui model pembelajaran orang dewasa
7. Mengetahui kebutuhan belajar orang dewasa
8. Mengetahui proses belajar mengajar orang dewasa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Andragogi berasal dari bahasa Yunani, andr atau aner yang berarti orang
dewasa dan agogus yang berarti memimpin/membimbing. Menurut Kartini, Kartono

(1997) dalam Nursalam dan Efendi, Andragogi adalah Ilmu membentuk manusia, yaitu
membentuk kepribadian seutuhnya agar mereka mampu mandiri ditengah lingkungan
sosialnya. Andragogi adalah seni atau ilmu untuk membantu otrang dewasa dalam belajar.
(Soenarno, 2008). Menurut UNESCO (Suprijanto, 2009) Pendidikan orang dewasa adalah
keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, apapun isi, tingkatan, metode, baik
formal maupun tidak, yang melanjutkan maupun meggantikan pendidikan semula disekolah,
akademi dan universitas serta latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh
masyarakat mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan
kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan
perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi
dalam pengembangan social, ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas. Secara harfiah
andragogi dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun
karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam
andragogi yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari peserta didik bukan kegiatan
mengajar dosen (Nursalam dan Efendi. F, 2008).
B. Karakteristik Peserta Didik Dewasa
Supaya dalam memberikan pengajaran yang optimal maka kita perlu memahami karakter
dari peserta didik dewasa seperti yang jelaskan di bawah ini:
1. Orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda-beda.
2. Orang dewasa lebih suka menerima saran dari pada di gurui
3. Orang dewasa lebih memberikan perhatian pada hal-hal yang menarik bagi mereka dan
menjadi kebutuhannya
4. Orang dewasa lebih suka di hargai dari pada diberi hukuman atau disalahkan
5. Orang dewasa pernah mengalami putus sekolah mempunyai kecenderungan untuk
menilai lebih rendah belajarnya
6. Apa yang biasa dilakukan orang dewasa menunjukkan tahap pemahamannya
7. Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama
8. Orang dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan itikad yang baik, adil, dan masuk
akal

9. Orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya. Oleh karena itu,
mereka lebih cenderung tidak mau bergantung pada orang lain
10. Orang dewasa menyukai hal-hal yang praktis
11. Orang dewasa membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat akrab dan menjalin hubungan
dekat dengan teman baru (Nursalam dan Effendi F, 2008)
C. Teori Belajar Orang Dewasa menurut Ahli
1.

Carl Rogers
Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu Student-Centered
Learning yang intinya yaitu: (1) kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya
bisa menfasilitasi belajarnya; (2) Seseorang akan belajar secara signifikan hanya pada
hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan dirinya; (3) Manusia tidak bisa belajar
kalau berada di bawah tekanan (4) Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara
signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi
dapat difasilitasi/diakomodir. Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan
adalah: (1) mereka yang berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang
melaksanakan peran sebagai orang dewasa; (2) mereka yang mempunyai konsep diri
sebagai orang dewasa. Menurut Biehler (1971: 509-513) dan jarvis (1983: 106-108)
Carl Rogers adalah seorang ahli ilmu jiwa humanistik yang menganjurkan perluasan
penggunaan teknik psikoterapi dalam bidang pembelajaran. Menurut pendapatnya,
peserta belajar dan fasilitator hendaknya memiliki pemahaman yang mendalam
mengenai diri mereka melalui kelompok yang lebih intensif. Pendekatan ini lebih
dikenal dengan istilah latihan sensitivitas: kelompok, group, workshop intensif,
hubungan masyarakat. Menurut Rogers, latihan sensitivitas dimaksudkan untuk
membantu peserta belajar berbagai rasa dalam penjajagan sikap dan hubungan
interpersonal di antara mereka. Rogers menanamkan sistem tersebut sebagai
pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar. Pembelajaran yang berpusat pada
peserta belajar pada hakekatnya merupakan versi terakhir dari metode penemuan
(discovery method).
Rogers mengemukakan adanya tiga unsur yang penting dalam belajar
berpengalaman (experimental learning), yaitu:
a. Peserta belajar hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin ditemukan
pemecahannya.
b. Apabila kesadaran akan masalah telah terbentuk, maka terbentuk pulalah sikap
terhadap masalah tersebut.

c. Adanya sumber belajar, baik berupa manusia maupun berbentuk bahan tertulis atau
tercetak.
Javis mengemukakan bahwa teori belajar berpengalaman dari Carl Rogers tersebut
mengandung nilai keterlibatan personal, intelektual dan afektif yang tinggi, didasarkan
atas prakarsa sendiri (self Initiated). Peranan fasilitator dalam belajar berpengalaman
ialah sekedar membantu memudahkan peserta belajar menemukan kebutuhan belajar
yang bermakna baginya. Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap
demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan
secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta
pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi
guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Roger dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak
sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa,
diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan
mengalami belajar eksperensial (experiential learning) (Budiningsih A, 2005).
2.

Robert M. Gagne
Gagne mengemukakan yang terpenting bagi pendidikan orang dewasa terutama
yang berkaitan dengan kondisi belajar. Menurutnya ada delapan hierarki tipe belajar
seperti diuraikan sebagai berikut:
a. Belajar Berisyarat; belajar berisyarat dapat pada tingkatan mana saja dari hierarki
sebagai suatu bentuk: Classical Conditioning. Tipe belajar ini dapat terjadi pada
anak-anak maupun orang dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka.
b. Belajar Stimulus Respon; belajar stimulus respon adalah sama dengan Operant
Conditioning, yang responnya berbentuk ganjaran. Dua tipe berikutnya adalah
rangkaian motorik dan verbal, berbeda pada tingkatan yang sama dalam hierarki.
c. Rangkaian motorik tidak lain dari belajar keterampilan, sedangkan
d. Rangkaian verbal adalah belajar dengan cara menghafal (rote learning).
e. Diskriminasi Berganda; dalam belajar diskriminasi ganda, memasuki kawasan
keterampilan intelektual berupa kemampuan membedakan antara beberapa jenis
gejala yang serupa. Dengan tipe belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki
kemampuan untuk menetapkan mana di antara tipe tersebut yang tepat untuk sesuatu
situasi khusus.

f. Belajar Konsep; adalah kemampuan berpikir abstrak yang mulai dipelajari pada
masa remaja (adolesence). Belajar konsep merupakan salah satu unsur yang
membedakan antara pendidikan orang dewasa dibandingkan dengan pendidikan
anak-anak dilihat dari tingkatan pemikiran tentang konsep.
g. Belajar Aturan; merupakan kemampuan merespon terhadap keseluruhan isyarat,
merupakan tipe belajar yang penting dalam pendidikan orang dewasa. Belajar
pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki
Gagne.
h. Pemecahan Masalah; Tipe pemecahan masalah bertujuan untuk menemukan
jawaban terhadap situasi problematik.
3.

Paulo Freire
Paulo Freire adalah seorang pendidik di negara Brazilia yang gagasannya tentang
pendidikan orang dewasa. Menurut Flaire, pendidikan dapat dirancang untuk percaya
pada kemampuan diri pribadi (self affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan
kemerdekaan diri. Ia terkenal dengan gagasannya yang disebut dengan conscientization
yang terdapat tiga prinsip:
a. Tak seorang pun yang dapat mengajar siapapun juga,
b. Tak seorang pun yang belajar sendiri,
c. Orang-orang harus belajar bersama-sama, bertindak di dalam dan pada dunia mereka.
Gagasan ini memberikan kesempatan kepada orang dewasa untuk melakukan
analisis kritis mengenali lingkungannya, untuk memperdalam persepsi diri mereka
dalam hubungannya dengan lingkungannya dan untuk membina kepercayaan terhadap
kemampuan sendiri dalam hal kreativitas kapablitasnya untuk melakukan tindakan.
Fasilitator dan peserta belajar hendaknya bersama-sama bertanggung jawab terhadap
berlangsungnya proses pengembangan fasilitator dan peserta belajar.

4.

Jack Mezirow
Mezirow adalah Teacher College Universitas Columbia, beliau mengemukakan:
Belajar dalam kelompok pada umumnya merupakan alat yang paling efektif untuk
menimbulkan perubahan dalam sikap dan perilaku individu. Mezirow berpendapat
bahwa pendidikan sebagai suatu kekuatan pembebasan individu dari belenggu dominasi
budaya penjajah, namun ia melihat kemerdekaan dari perspektif yang lebih bersifat

psikologis, dan kegiatan belajar sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk
mengubah realita masyarakat. Keinginan belajar terjadi sebagai akibat dari refleksi
pengalaman, dan ia menyatakan adanya perbedaan tingkatan refleksi, menetapkan
perbedaan refleksi dan menetapkan tujuh tingkatan refleksi yang mungkin terjadi dalam
masa kedewasaan, yaitu:
b. Refleksivitas: kesadaran akan persepsi khusus, arti dan perilaku
c. Refleksivitas Afektif: kesadaran akan bagaimana individu merasa tentang apa yang
dirasakan, dipikirkan atau dilakukan.
d. Refleksivitas Diskriminasi: menilai kemanjuran (efficacy) persepsi, dll.
e. Refleksivitas Pertimbangan: membuat dan menjadikan sadar akan nilai pertimbangan
yang dikemukakan.
f. Refleksivitas Konseptual: menilai kememadaian konsep yang digunakan untuk
pertimbangan.
g. Refleksivitas Psikis: pengenalan kebiasaan membuat penilaian perasaan mengenai
dasar informasi terbatas.
h. Refleksivitas Teoritis: kesadaran akan mengapa satu himpunan perspektif lebih atau
kurang memadai untuk menjelaskan pengalaman personal.

5.

Malcolm Knowles
Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak
Teori Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut.
Andragogi berasal dari akar kata aner yang artinya orang dewasa (man) untuk
membedakannya dengan paed yang artinya anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang
digunakan untuk membantu orang dewasa belajar. Sedangkan Paedagogi (Pedagogy)
berasal dari kata Yunani paid (berarti anak) dan agogus (berarti memimpin).
Paedagogi berarti seni dan ilmu mengajar anak-anak.
Menurut Malcolm S. Knowles ada empat konsep dasar (asumsi) yang
membedakan paedagogfi dan andragogi yaitu :
Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari
ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat
dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa
konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa
membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri
sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya
menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.

Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan


sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber
belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk
belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan
penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan
lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka
penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan
lainnya lebih banyak dipakai.
Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara
implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan
orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu,
sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi
maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat. Sejalan dengan itu, kita berasumsi
bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan
oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh
tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan
perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan
perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja,
orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan
semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk
melaksanakan tugas peran sosialnya.
Asumsi keempat, bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi
belajar yang berpusat pada mata pelajaran (subject centered orientation) karena belajar
bagi anak seolah-olah merupakan keharusan yang dipaksakan dari luar. Sedang orang
dewasa berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan
masalah kehidupan (problem-centered-orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi
orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.
Kempat asumsi dasar itulah yang dipakai sebagai pembandingan antara konsep
pedagogi dan andragogi
Lebih rinci Knowles menegaskan adanya perbedaan antara belajar bagi orang
dewasa dengan belajar bagi anak-anak dilihat dari segi perkembangan kognitif mereka.
Menurut Knowles, ada empat asumsi utama yang membedakan antara andragogi dan
pedagogi, yaitu:
a. Perbedaan dalam konsep diri, orang dewasa membutuhkan kebebesan yang lebih
bersifat pengarahan diri.

b. Perbedaan pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman


c. Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari bidang permasalahan yang
kini mereka hadapi dan anggap relevan.
Perbedaan dalam orientasi ke arah kegiatan belajar, orang dewasa orientasinya
berpusat pada masalah dan kurang kemungkinannya berpusat pada subjek. Knowles
membedakan orientasi belajar antara anak-anak dengan orang dewasa, dilihat dari segi
perspektif waktu yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya perbedaan manfaat yang
mereka harapkan dari belajar. Anak-anak berkecenderungan belajar untuk memiliki
kemampuan yang kelak dibutuhkan untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah lanjutan/
perguruan tinggi, yang memungkinkan mereka memasuki alam kehidupan yang bahagia
dan produktif dalam masa kedewasaan. Orang dewasa cenderung memilih kegiatan
belajar yang dapat segera diaplikasikan, baik pengetahuan maupun keterampilan yang
dipelajari. Bagi orang dewasa, pendidikan orang dewasa pada hakekatnya adalah proses
peningkatan kemampuan untuk menanggulangi masalah kehidupan yang dialami
sekarang. (Malik H, 2011). Secara ringkas, asumsi-asumsi yang membedakan antara
pendidikan usia muda (paedagogi) dan pendidikan usia dewasa (andragogi) sebagai
berikut:
Tabel 1. Asumsi-asumsi perbedaan antara Paedagogi dan Andragogi

1.

Paedagogi
(Pendidikan Usia Muda)
Konsep diri
a. Anak ialah pribadi yang
tergantung.

b. Hubungan pelajar dengan


pengejara merupakan hubungan
yang bersifat pengarahan.

Andragogi
(Pendidikan Usia Dewasa)
a. Si pelajar bukan pribadi yang
tergantung, tapi pribadi yang telah
masak secara psikologis.
b. Hubungan pelajar dengan pengajar
merupakan hubungan saling membantu
yang timbal balik.

2.

Pengalaman
a. Pengalaman pelajar sangat terbatas,
karena itu dinilai kecil dalam
proses pendidikan.

a. Pengalaman pelajar orang dewasa


dinilai sebagai sumber belajar yang
kaya.

3.

Kesiapan belajar
a. Guru menentukan apa yang akan
dipelajari, bagaimana dan kapan
belajar.

a. Pelajar menentukan apa yang mereka


perlu pelajari berdasarkan pada
persepsi mereka sendiri terhadap
tuntutan situasi sosial mereka.

4.

Orientasi Terhadap Belajar


a. Anak-anak cenderung mempunyai
perspektif untuk menunda aplikasi
apa yang ia pelajari.
b. Pendekatannya berpusat kepada
mata pelajaran (Subject Centered)

a. Pelajar cenderung mempunyai


perspektif untuk kecepatannya
mengaplikasikan apa yang mereka
pelajari.
b. Pendekatannya berpusat kepada
masalah (Problem Centered)

D. Implikasi dari masing-masing asumsi di atas terhadap pendidikan orang dewasa


1. Implikasi dari asumsi tentang konsep diri
a. Iklim belajar, perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa. ruangan,
peralatan, kerja sama yang saling menghargai.
b. Peserta diikutsertakan dalam mendiagnosis kebutuhan belajarnya.
c. Peserta dilibatkan dalam proses perencanaan belajarnya.
d. Evaluasi belajar dalam proses belajar secara andragogik menekankan kepada cara
evaluasi diri sendiri.
2. Implikasi dari asumsi tentang pengalaman
a. Proses belajar ditekankan kepada teknik yang sifatnya menyadap pengalaman, seperti
diskusi, metode kasus, simulasi, latihan praktek, metode proyek, demonstrasi,
bimbingan dan seminar.
b. Penekanan dalam proses belajar pada aplikasi praktis.
c. Penekanan dalam proses belajar adalah belajar dari pengalaman.
3. Implikasi dari asumsi tentang kesiapan belajar
a. Urutan kurikulum dalam proses belajar orang dewasa disusun berdasarkan tugas
perkembangannya dan bukan disusun berdasarkan urutan logik mata pelajaran atau
berdasarkan kebutuhan kelembagaan.
b. Adanya konsep mengenai tugas-tugas perkembangan pada orang dewasa akan
memberikan petunjuk dalam belajar secara kelompok.
4. Implikasi dari asumsi tentang orientasi terhadap belajar
a. Para pendidik orang dewasa bukanlah berperan sebagai seorang guru yang mengajar
mata pelajaran tertentu, tetapi ia berperan sebagai pemberi bantuan kepada orang yang
belajar.
b. Kurikulum dalam pendidikan untuk orang bdewasa tidak diorientasikan kepada mata
pelajaran tertentu, tetapi berorientasi kepada masalah.

c. Oleh karena orang dewasa dalam belajar berorientasi pada masalah maka pengalaman
belajar yang dirancang berdasarkan pula kepada masalah atau perhatian yang ada pada
benak mereka.
E. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa
Menurut Soenarno (2008), Pertumbuan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja
(adolescence) sampai dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan
tumbuh kearah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain
memandang dirinya sebagai prihadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan
begitu orang dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi memperlakukan
dirinya seperti anak-anak. Dia mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi dirinya,
dan dijamin kelentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan
ketidaksenangan akan usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan manipulasi tingkah
laku yang ditujukan terhadap dirinya.
Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek
sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan
keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar atau
pendidikan orang dewasa tentunya lebih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas
dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri, istilah Rogers dalam Knowles (1979), kegiatan
belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi pribadi atau penemuan jati dirinya.
Dalam hal belajar atau pendidikan merupakan prosess of becoining a person. Bukan proses
pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk
sesuai dengan orang lain; atau kalau meminjam istilah Maslow (1966), belajar merupakan
proses untuk mencapai aktualiasi diri (self-uchuslizatiun).
Menurut Knowles (1970) (Ridwan, 2009), mengembangkan konsep andragogi
berdasarkan lima pokok asumsi sebagai berikut:
1. Konsep Diri
Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari
ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga
mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain, secara umum
konsep diri anakanak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya
sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan
sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination) dan
mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak
menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya

penentuan diri sendiri dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan
timbulnya penentuan diri sendiri dan menghadapi situasi dan kondisi yang
memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan
menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan.
2. Peranan Pengalaman
Sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju
ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan
mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan. Pengalaman tersebut
merupakan sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu
tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru.
Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi
penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan
konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada
pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar
Berdasarkan Pengalaman).
3. Kesiapan Belajar
Bahwa setiap individu akan semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan
waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik
ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan
perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya
tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa belajar sesuatu karena
tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi masalah dalam peranannya
sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi.
4. Orientasi Belajar
Mempradugakan bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan
dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada penguasaan kurikulum,
sedangkan pada orang dewasa orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan
permasalahan yang dihadapi

(Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan

belajar bagi orang dewasa seolaholah merupakan kebutuhan untuk menghadapi


permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya
dengan fungsi dan peranan sosialnya.
5. Perspektif Waktu
Bagi anak-anak, penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia
lulus dan sebagainya, sedangkan bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat
dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera sehingga ada kecenderungan pada

anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan dapat meneruskan ke
jenjang sekolah yang lebih tinggi.
F. Metode Pembelajaran Orang Dewasa
Penetaan pemilihan metode yang tepat seharusnya mempertimbangkan aspek tujuan
yang ingin di capai yaitu: mengacu pada garis besar program pengajaran yang di bagi
menjadi 2 jenis
1. Proses pembelajaran yang dirancang unuk mendorong orang dewasa mampu menata dan
mengisi pengalaman baru dengan berpedoman pada masa lalu yang pernah di alami.
Serta mampu member wawasan baru bagi masing-masing individu untuk dapat
memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya. Contoh: latihan keterampilan melalui tanya
jawab, wawancara, konsultasi, pelatihan kepekaan, dll.
2. Proses pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan transfer pengetahuan baru,
pengalaman baru, dan keterampilan baru, sehingga dapat mendorong masing-masing
individu dewasa guna meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang
diinginkannya, apa yang menjadi kebutuhannya, serta keterampilan yang diperlukan.
Contoh: belajar dengan menggunakan program computer yang dibutuhkan ditempat
mereka bekerja.
Dalam menentukan metode pembelajaran yang sesuai, maka perlu dilakukan kajian
mendalam terhadap kebutuhan peserta didik dengn mengintegrasikan konsep andragogi.
Berikut ini uraian ringkas beberapa ciri model pembelajaran:
Metode Belajar
Hal yang dilakukan peserta didik
Small
Group Membentuk kelompok 5-10 orang
Memilih bahan diskusi
Discussion
Mempresentasikan
makalah

Hal yang dilakukan pengajar


Membuat rancangan bahan discusi dan
aturan diskusi
dan Menjadi moderator sekaligus mengulas

mendiskusikannya di kelas

Simulasi

hasil diskusi mahasiswa pada akhir sesi


Mempelajari dan menjalankan suatu Merancang situasi/kegiatan yang mirip
peran yang ditugaskan kepadanya
Mempraktikkan/mencoba
berbagai

dengan sesungguhnya, bisa bermain


peran, model computer, atau berbagai

model (computer) yang telah disiapkan

Discovery

latihan simulasi
Membahas kinerja mahasiswa
Mencari, mengumpulkan, dan menyusun Menyediakan data atau petunjuk

Learning

informasi

yang

ada

untuk

mendeskripsikan suatu pengetahuan

(metode)

untuk

menelusuri

suatu

pengetahuan yang harus dipelajari oleh


mahasiswa
Memeriksa dan member ulasan terhadap

Self-Directed

Merencanakan

kegiatan

hasil belajar mandiri mahasiswa


belajar, Sebagai fasilitator

Learning

melaksanakan, dan menilai belajarnya

Cooperative

sendiri
Membahas

Learning

masalah/tugas yang diberikan dosen

mengumpulkan Merancang

dan

secara berkelompok

dan

memantau

proses

belajar dan hasil kelompok belajar


mahasiswa
Menyiapkan suatu masalah/kasus atau
bentuk tugas untuk diselesaikan oleh

mahasiswa secara berkelompok


anggota Merancang tugas yang bersifat open

Collaborative

Bekerja

Learning

kelompoknya dalam mengerjakan tugas


ended
Membuat rancangan proses dan bentuk Sebagai fasilitator dan motivator

sama

penilaian
Contectual
Instruction

dengan

berdasarkan

consensus

kelompoknya sendiri
Membahas konsep (teori) berkaitan Menjelaskan bahan kajian yang bersifat
dengan situasi nyata
Melakukan studi lapangan/terjun di
dunia

nyata

untuk

mempelajari

kesesuaian teori

Project
Learning

kerja professional, managerial, atau

terjun ke lapangan
Based Mengerjakan tugas (berupa proyek) Merancang suatu tugas (proyek) yang
yang telah dirancang secara sistematis
Menunjukkan
kinerja
dan
hasil

kerjanya di forum

learning

nyata dalam kehidupan seharu-hari,


entrepreneurial
Menyusun tugas untuk studi mahasiswa

mempertanggungjawabkan

Problem

teori dan mengaitkannya dengan situasi

based Belajar

dengan

sistematis

agar

mahasiswa

belajar

pengetahuan dan keterampilan melalui


proses pencarian/ penggalian (inquiry)
yang terstruktur dan kompleks
Merumuskan dan melakukan proses

menggali/

pembimbingan
mencari Merancang tugas

untuk

mencapai

informasi (inquiry) serta memanfaatkan

kompetensi tertentu
informasi tersebut untuk memecahkan Membuat petunjuk (metode) untuk
masalah factual atau yang dirancang mahasiwa dalam mencari pemecahan
oleh dosen

masalah yang dipilih oleh mahasiswa


sendiri atau yang ditetapkan.

G. Kebutuhan Belajar Orang Dewasa


Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang
diorganisasikan, mengenai apapun bentuk isi, tingkatan status dan metoda apa yang
digunakan dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun non-formal, baik dalam

rangka kelanjutan pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan di sekolah,


di tempat kursus,
pelatihan kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat orang dewasa mampu
mengembangkan

kemampuan,

keterampilan,

memperkaya

khasanah

pengetahuan,

meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau keprofesionalannya dalam upaya mewujudkan


kemampuan ganda yakni di suatu sisi mampu mengembangankan pribadi secara utuh dan
dapat mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi, dan
teknologi secara bebas, seimbang, dan berkesinambungan.
Dalam hal ini, terlihat adanya tekanan rangkap bagi perwujudan yang ingin
dikembangankan dalam aktivitas kegiatan di lapangan. Pertama untuk mewujudkan
pencapaian perkembangan setiap individu, dan kedua untuk mewujudkan peningkatan
keterlibatannya (partisipasinya) dalam aktivitas sosial dari setiap individu yang
bersangkutan. Tambahan pula, bahwa pendidikan orang dewasa mencakup segala aspek
pengalaman belajar yang diperlukan oleh orang dewasa, baik pria maupun wanita, sesuai
dengan bidang keahlian dan kemampuannya masing-masing.
Dengan demikian hal itu dapat berdampak positif terhadap keberhasilan pembelajaran
orang dewasa yang tampak pada adanya perubahan perilaku ke arah pemenuhan pencapaian
kemampuan/keterampilan yang memadai. Di sini, setiap individu yang berhadapan dengan
individu lain akan dapat belajar bersama dengan penuh keyakinan. Perubahan perilaku
dalam hal kerjasama dalam berbagai kegiatan, merupakan hasil dari adanya perubahan
setelah adanya proses belajar, yakni proses perubahan sikap yang tadinya tidak percaya diri
menjadi perubahan kepercayaan diri secara penuh dengan menambah pengetahuan atau
keterampilannya. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan (penambahan)
pengetahuan atau keterampilan serta adanya perubahan sikap mental yang sangat jelas,
dalam hal pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan
pengetahuan, tetapi harus dibekali juga dengan rasa percaya yang kuat dalam pribadinya.
Pertambahan pengetahuan saja tanpa kepercayaan diri yang kuat, niscaya mampu
melahirkan perubahan ke arah positif berupa adanya pembaharuan baik fisik maupun mental
secara nyata, menyeluruh dan berkesinambungan.
Perubahan perilaku bagi orang dewasa terjadi melalui adanya proses pendidikan yang
berkaitan dengan perkembangan dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini, sangat
memungkinkan

adanya

partisipasi

dalam

kehidupan

sosial

untuk

meningkatkan

kesejahteraan diri sendiri, maupun kesejahteraan bagi orang lain, disebabkan produktivitas
yang lebih meningkat. Bagi orang dewasa pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar,
sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi ia dapat beralih ke arah usaha pemenuhan

kebutuhan lain yang lebih masih diperlukannya sebagai penyempurnaan hidupnya. Dalam
kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan yang fundamental, penulis mengacu pada teori
Maslow tentang piramida kebutuhan sebagai berikut.
Gambar 1
Piramida Kebutuhan menurut Teori Maslow

Setiap individu wajib terpenuhi kebutuhannya yang paling dasar (sandang dan pangan),
sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi sebagai penyempurnaan
kebutuhan dasar tadi, yakni kebutuhan keamanaan, penghargaan, harga diri, dan aktualisasi
dirinya. Bilamana kebutuhan paling dasar yakni kebutuhan fisik berupa sandang, pangan,
dan papan belum terpenuhi, maka setiap individu belum membutuhkan atau merasakan apa
yang dinamakan sebagai harga diri. Setelah kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka setiap
individu perlu rasa aman jauh dari rasa takut, kecemasan, dan kekhawatiran akan
keselamatan dirinya, sebab ketidakamanan hanya akan melahirkan kecemasan yang
berkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman telah terpenuhi, maka setiap individu butuh
penghargaan terhadap hak azasi dirinya yang diakui oleh setiap individu di luar dirinya. Jika
kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu merasakan mempunyai harga diri. Dalam
kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa yang memiliki harga diri dan jati dirinya
membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat berpengaruh dalam proses belajarnya. Secara
psikologis, dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta kegiatan
pendidikan/pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar
yang harus diciptakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode apa
yang cocok digunakan. Menurut Lunandi (1987) yang terpenting dalam pendidikan orang
dewasa adalah: Apa yang dipelajari pelajar, bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya,
hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dari suatu pertemuan

pendidikan/pelatihan, bukan apa yang dilakukan pengajar atau pelatih atau penceramah
dalam pertemuan itu.
H. Proses Belajar Mengajar Orang Dewasa
Proses belajar mengajar orang dewasa adalah suatu proses berlangsungnya kegiatan
belajar yang dilakukan oleh pelajar atau peserta didik dan kegiatan mengajar yag dilakukan
oleh pendidik atau pembimbing. Melalui proses belajar, seorang pelajar atau peserta didik
yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Proses belajar ini sebenarnya merupakan masalah
yang kompleks. Dikatakan demikian karena proses belajar terjadi dalam diri seseorang yang
sedang melakukan kegiatan belajar tanpa dapat terlihat secara lahiriah. Oleh karena itu
proses belajar tersebut disebut proses intern. Sedangkan yang tampak dari luar adalah proses
ekstern yang merupakan pencerminan terjadinya proses intern dalam diri peserta didik.
Proses ekstern ini merupakan indikator yang menunjukkan apakah dalam diri seseorang
telah terjadi proses belajar atau tidak.
Proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar berlangsung
melalui enam tahapan :
1.

Motivasi
Yang dimaksud motivasi disini adalah keinginan untuk mencapai sesuatu hal.
Sedangkan motivasi jangka pendek berupa minat belajar pada saat itu, dan motivasi
belajar jangka panjang dapat berupa keinginan mendapat nilai ujian yang baik,
keinginan berprestasi dan sebagainya.

2.

Perhatian pada pelajaran


Peserta didik harus dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Apabila hal itu
tidak terjadi maka proses belajar akan mengalami hambatan. Perhatian peserta ini sangat
tergantung pada pembimbing, apabila pendidik dapat menarik perhatian peserta didik
maka perhatian mereka akan tinggi.

3.

Menerima dan mengingat


Setelah memerhatikan pelajaran, seorang peserta didik akan mengerti dan menerima
serta menyimpan dalam pikirannya. Tahap menerima dan mengingat ini harus terjadi
dalam diri orang yang sedang mengajar. Beberapa factor yang memengaruhi
penerimaan dan pengingatan ini seperti:
a. Struktur
Penjelasan pendidik akan mudah diterima dan diingat oleh peserta didik jika
memiliki struktur yang jelas.

b. Makna
Jika suatu pelajaran ada hubungannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki
peserta didik, maka pelajaran itu akan lebih bermakna, dan akan lebih mudah
diterima dan diingat.
c. Pengulangan
Pengulangan suatu pelajaran akan meningkatkan daya ingat peserta didik
d. Interverensi
Kekalutan dalam pikiran seseorang yang sedang belajar akibat terlalu banyak
menerima pelajaran sehingga pelajaran tersebut menjadi berdesak-desak dalam
pikirannya
4.

Reproduksi
Seseorang tidak hanya harus menerima dan mengingat informasi baru saja, tetapi ia
harus dapat menemukan apa-apa yang pernah ia terima.

5.

Generalisasi
Pada tahap ini, peserta didik harus mampu menerapkan hal yang telah dipelajari di
tempat lain dan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Generalisasi juga dapat diartikan
penerapan hal yang telah dipelajari dari situasi yang satu ke situasi yang lain.

6.

Menerapkan apa yang telah diajarkan serta umpan balik


Peserta didik harus sudah memahami dan dapat menerapkan apa yang telah
diajarkan.untuk meyakinkan bahwa peserta didik telah benar-benar memahami, maka
pembimbing dapat memberikan tugas atau tes yang harus dikerjakan oleh peserta didik.
Pendidik berkewajiban memberikan umpan balik berupa penjelasan mana yang benar
dan mana yang salah. Dengan umpan balik seperti itu, peserta didik dapat mengetahui
seberapa jauh ia memahami apa yang diajarkan dan dapat mengoreksi dirinya sendiri.
Suprijanto (2009)

BAB III
KESIMPULAN

Pendidikan atau belajar adalah sebagai proses menjadi dirinya sendiri (process of
becoming) bukan proses untuk dibentuk (process of beings haped) menurut kehendak orang lain,
maka kegiatan belajar harus melibatkan individu atau client dalam proses pemikiran apa yang
mereka inginkan, mencari apa yang dapat dilakukan untuk memenuhi keinginan itu, menentukan
tindakan apa yang harus dilakukan, dan merencanakan serta melakukan apa saja yang perlu
dilakukan untuk mewujudkan keputusan itu. Dapat dikatakan disini tugas pendidik pada
umumnya adalah menolong orang belajar bagaimana memikirkan diri mereka sendiri, mengatur
urusan kehidupan mereka sendiri dan mempertimbangkan pandangan dan interest orang lain.
Dengan singkat menolong orang lain untuk berkembang dan matang. Dalam andragogi,
keterlibatan orang dewasa dalam proses belajar jauh lebih besar, sebab sejak awal harus diadakan
suatu diagnose kebutuhan, merumuskan tujuan, dan mengevaluasi hasil belajar serta
mengimplementasikannya secara bersama-sama.

DAFTAR PUSTAKA
Soenarno, Dkk. 2008. The Dinamics of Human Recources Becoming A True HR Specialist.
Jakarta: Grasindo
Budiningsih, Asih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam dan Efendi F. 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Ridwan, Wawan. 2009. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa. Diakses tanggal 7 Juli 2015.
http://bdkjakarta.kemenag.go.id/file/media/ForumPrinsip PendidikanOrangDewasa.pdf
Smart Click. 2011. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa. Diakses tanggal 7 Juli 2015.
http://www.g-excess.com/id/prinsip-pendidikan-orang-dewasa.html
Rusliana, Ade. 2007. Teori Belajar Orang dewasa. Diakses tangal 7 Juli 2011.
http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana/?p=3
Malik, Halim. 2011. Teori Belajar Andragogi dan Penerapannya. Dipublikasi 23 February 2011.
Diakses tanggal 15 April 2011. http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/23/teori-belajarandragogi-dan-penerapannya/

Anda mungkin juga menyukai