MAKALAH
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
LANDASAN PENDIDIKAN
yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Punadji Setyosari, M.Pd, M.Ed
Oleh
140331808584
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang vital dalam usahanya
untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Dirasakannya belajar sebagai suatu kebutuhan yang vital karena semakin
pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan berbagai perubahan
yang melanda segenap aspek kehidupan dan penghidupan manusia. Tanpa belajar, manusia
akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tuntutan
hidup, kehidupan dan penghidupan yang senantiasa berubah. Dengan demikian belajar
merupakan suatu kebutuhan yang dirasakan sebagai suatu keharusan untuk dipenuhi
sepanjang usia manusia, sejak lahir hingga akhir hayatnya. (Malik. H, 2011)
Pendidikan merupakan salah satu proses yang memiliki peranan penting dalam
kehidupan manusia. Pendidikan bersifat sepanjang hayat dan hanya akan berhenti ketika
seseorang telah dijemput oleh kematian. Berangkat dari hal tersebut maka muncullah salah
satu jenis pendidikan yang kita sebut sebagai pendidikan orang dewasa. (Yulianto. I, 2011).
Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian adalah
megenai konsep pendidikan untuk orang dewasa, tidak selamanya kita berbicara dan
mengulas seputar peserta didik yang berusia muda (Andragogi). Pada kenyataannya, bahwa
tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan formal maupun
non-formal. Masalah yang sering muncul dalam pembelajaran orang dewasa adalah
bagaimana kiat dan strategi mengajar orang dewasa yang tentunya memiliki keunikan
tersendiri, dalam hal ini orang dewasa sebagai peserta didik dalam kegiatan belajar tidak
dapat diperlakukan seperti peserta didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah
tradisional. Oleh sebab itu, kita harus memahami bahwa orang dewasa pribadi dan memiliki
kematangan konsep diri, bergerak dari ketergantungan menuju kearah kemandirian atau
pengarahan diri sendiri. (Nursalam dan Efendi. F, 2008)
Sejak tahun 1920 pendidikan orang dewasa telah dirumuskan dan diorganisasikan
secara sistematis. Pendidikan dewasa dirumuskan sebagai suatu proses yang menumbuhkan
keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi
orang dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan
mencari jawabannya. Pendidikan orang dewasa (Andragogi) berbeda dengan pendidikan
anak-anak (Paedagogi). Pendidikan anak-anak berlangsung dalam bentuk identifikasi dan
peniruan, sedangkan pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri
sendiri untuk memecahkan masalah. (Suprijanto, 2009)
Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa tentu saja
mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam menghadapi orang dewasa
sebagai siswa. Berkembangnya pemahaman kondisi psikologi orang dewasa semacam itu
tumbuh dari teori yang dikenal dengan nama andragogi. Andragogi merupakan ilmu yang
memiliki dimensi luas dan mendalam akan teori belajar dan cara mengajar.Secara singkat
andragogi memberikan dukungan dasar yang esensial bagi kegiatan pembelajaran orang
dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha pembelajaran orang dewasa memerlukan
pendekatan khusus dan harus memiliki pegangan yang kuat akan konsep teori yang
didasarkan pada asumsi atau pemahaman orang dewasa sebagai peserta didik. Dengan
menggunakan teori andragogi, kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam
kerangka pembangunan dan realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat
diperoleh. Hal ini juga harus didukung oleh konsep teoritis atau penggunaan teknologi yang
dapat di pertanggungjawabkan (Nursalam dan Efendi. F, 2008).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian andragogi.
2. Bagaimana karakteristik pendidikan dewasa.
3. Bagaimana teori belajar orang dewasa menurut ahli
4. Bagaimana asumsi-asumsi pendidikan orang dewasa
5. Bagaimana implikasi dari konsep dasar pendidikan orang dewasa (Andragogi)
6. Bagaimana prinsip pendidikan orang dewasa
7. Bagaimana model pembelajaran orang dewasa
8. Apa saja kebutuhan belajar orang dewasa
9. Bagaimana proses belajar mengajar orang dewasa
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian andragogi.
2. Mengetahui karakteristik pendidikan dewasa.
3. Mengetahui teori belajar orang dewasa menurut para ahli
4. Mengetahui implikasi dari konsep dasar pendidikan orang dewasa (Andragogi)
5. Mengetahui prinsip pendidikan orang dewasa
6. Mengetahui model pembelajaran orang dewasa
7. Mengetahui kebutuhan belajar orang dewasa
8. Mengetahui proses belajar mengajar orang dewasa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Andragogi berasal dari bahasa Yunani, andr atau aner yang berarti orang
dewasa dan agogus yang berarti memimpin/membimbing. Menurut Kartini, Kartono
(1997) dalam Nursalam dan Efendi, Andragogi adalah Ilmu membentuk manusia, yaitu
membentuk kepribadian seutuhnya agar mereka mampu mandiri ditengah lingkungan
sosialnya. Andragogi adalah seni atau ilmu untuk membantu otrang dewasa dalam belajar.
(Soenarno, 2008). Menurut UNESCO (Suprijanto, 2009) Pendidikan orang dewasa adalah
keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, apapun isi, tingkatan, metode, baik
formal maupun tidak, yang melanjutkan maupun meggantikan pendidikan semula disekolah,
akademi dan universitas serta latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh
masyarakat mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan
kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan
perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi
dalam pengembangan social, ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas. Secara harfiah
andragogi dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun
karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam
andragogi yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari peserta didik bukan kegiatan
mengajar dosen (Nursalam dan Efendi. F, 2008).
B. Karakteristik Peserta Didik Dewasa
Supaya dalam memberikan pengajaran yang optimal maka kita perlu memahami karakter
dari peserta didik dewasa seperti yang jelaskan di bawah ini:
1. Orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda-beda.
2. Orang dewasa lebih suka menerima saran dari pada di gurui
3. Orang dewasa lebih memberikan perhatian pada hal-hal yang menarik bagi mereka dan
menjadi kebutuhannya
4. Orang dewasa lebih suka di hargai dari pada diberi hukuman atau disalahkan
5. Orang dewasa pernah mengalami putus sekolah mempunyai kecenderungan untuk
menilai lebih rendah belajarnya
6. Apa yang biasa dilakukan orang dewasa menunjukkan tahap pemahamannya
7. Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama
8. Orang dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan itikad yang baik, adil, dan masuk
akal
9. Orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya. Oleh karena itu,
mereka lebih cenderung tidak mau bergantung pada orang lain
10. Orang dewasa menyukai hal-hal yang praktis
11. Orang dewasa membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat akrab dan menjalin hubungan
dekat dengan teman baru (Nursalam dan Effendi F, 2008)
C. Teori Belajar Orang Dewasa menurut Ahli
1.
Carl Rogers
Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu Student-Centered
Learning yang intinya yaitu: (1) kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya
bisa menfasilitasi belajarnya; (2) Seseorang akan belajar secara signifikan hanya pada
hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan dirinya; (3) Manusia tidak bisa belajar
kalau berada di bawah tekanan (4) Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara
signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi
dapat difasilitasi/diakomodir. Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan
adalah: (1) mereka yang berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang
melaksanakan peran sebagai orang dewasa; (2) mereka yang mempunyai konsep diri
sebagai orang dewasa. Menurut Biehler (1971: 509-513) dan jarvis (1983: 106-108)
Carl Rogers adalah seorang ahli ilmu jiwa humanistik yang menganjurkan perluasan
penggunaan teknik psikoterapi dalam bidang pembelajaran. Menurut pendapatnya,
peserta belajar dan fasilitator hendaknya memiliki pemahaman yang mendalam
mengenai diri mereka melalui kelompok yang lebih intensif. Pendekatan ini lebih
dikenal dengan istilah latihan sensitivitas: kelompok, group, workshop intensif,
hubungan masyarakat. Menurut Rogers, latihan sensitivitas dimaksudkan untuk
membantu peserta belajar berbagai rasa dalam penjajagan sikap dan hubungan
interpersonal di antara mereka. Rogers menanamkan sistem tersebut sebagai
pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar. Pembelajaran yang berpusat pada
peserta belajar pada hakekatnya merupakan versi terakhir dari metode penemuan
(discovery method).
Rogers mengemukakan adanya tiga unsur yang penting dalam belajar
berpengalaman (experimental learning), yaitu:
a. Peserta belajar hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin ditemukan
pemecahannya.
b. Apabila kesadaran akan masalah telah terbentuk, maka terbentuk pulalah sikap
terhadap masalah tersebut.
c. Adanya sumber belajar, baik berupa manusia maupun berbentuk bahan tertulis atau
tercetak.
Javis mengemukakan bahwa teori belajar berpengalaman dari Carl Rogers tersebut
mengandung nilai keterlibatan personal, intelektual dan afektif yang tinggi, didasarkan
atas prakarsa sendiri (self Initiated). Peranan fasilitator dalam belajar berpengalaman
ialah sekedar membantu memudahkan peserta belajar menemukan kebutuhan belajar
yang bermakna baginya. Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap
demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan
secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta
pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi
guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Roger dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak
sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa,
diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan
mengalami belajar eksperensial (experiential learning) (Budiningsih A, 2005).
2.
Robert M. Gagne
Gagne mengemukakan yang terpenting bagi pendidikan orang dewasa terutama
yang berkaitan dengan kondisi belajar. Menurutnya ada delapan hierarki tipe belajar
seperti diuraikan sebagai berikut:
a. Belajar Berisyarat; belajar berisyarat dapat pada tingkatan mana saja dari hierarki
sebagai suatu bentuk: Classical Conditioning. Tipe belajar ini dapat terjadi pada
anak-anak maupun orang dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka.
b. Belajar Stimulus Respon; belajar stimulus respon adalah sama dengan Operant
Conditioning, yang responnya berbentuk ganjaran. Dua tipe berikutnya adalah
rangkaian motorik dan verbal, berbeda pada tingkatan yang sama dalam hierarki.
c. Rangkaian motorik tidak lain dari belajar keterampilan, sedangkan
d. Rangkaian verbal adalah belajar dengan cara menghafal (rote learning).
e. Diskriminasi Berganda; dalam belajar diskriminasi ganda, memasuki kawasan
keterampilan intelektual berupa kemampuan membedakan antara beberapa jenis
gejala yang serupa. Dengan tipe belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki
kemampuan untuk menetapkan mana di antara tipe tersebut yang tepat untuk sesuatu
situasi khusus.
f. Belajar Konsep; adalah kemampuan berpikir abstrak yang mulai dipelajari pada
masa remaja (adolesence). Belajar konsep merupakan salah satu unsur yang
membedakan antara pendidikan orang dewasa dibandingkan dengan pendidikan
anak-anak dilihat dari tingkatan pemikiran tentang konsep.
g. Belajar Aturan; merupakan kemampuan merespon terhadap keseluruhan isyarat,
merupakan tipe belajar yang penting dalam pendidikan orang dewasa. Belajar
pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki
Gagne.
h. Pemecahan Masalah; Tipe pemecahan masalah bertujuan untuk menemukan
jawaban terhadap situasi problematik.
3.
Paulo Freire
Paulo Freire adalah seorang pendidik di negara Brazilia yang gagasannya tentang
pendidikan orang dewasa. Menurut Flaire, pendidikan dapat dirancang untuk percaya
pada kemampuan diri pribadi (self affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan
kemerdekaan diri. Ia terkenal dengan gagasannya yang disebut dengan conscientization
yang terdapat tiga prinsip:
a. Tak seorang pun yang dapat mengajar siapapun juga,
b. Tak seorang pun yang belajar sendiri,
c. Orang-orang harus belajar bersama-sama, bertindak di dalam dan pada dunia mereka.
Gagasan ini memberikan kesempatan kepada orang dewasa untuk melakukan
analisis kritis mengenali lingkungannya, untuk memperdalam persepsi diri mereka
dalam hubungannya dengan lingkungannya dan untuk membina kepercayaan terhadap
kemampuan sendiri dalam hal kreativitas kapablitasnya untuk melakukan tindakan.
Fasilitator dan peserta belajar hendaknya bersama-sama bertanggung jawab terhadap
berlangsungnya proses pengembangan fasilitator dan peserta belajar.
4.
Jack Mezirow
Mezirow adalah Teacher College Universitas Columbia, beliau mengemukakan:
Belajar dalam kelompok pada umumnya merupakan alat yang paling efektif untuk
menimbulkan perubahan dalam sikap dan perilaku individu. Mezirow berpendapat
bahwa pendidikan sebagai suatu kekuatan pembebasan individu dari belenggu dominasi
budaya penjajah, namun ia melihat kemerdekaan dari perspektif yang lebih bersifat
psikologis, dan kegiatan belajar sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk
mengubah realita masyarakat. Keinginan belajar terjadi sebagai akibat dari refleksi
pengalaman, dan ia menyatakan adanya perbedaan tingkatan refleksi, menetapkan
perbedaan refleksi dan menetapkan tujuh tingkatan refleksi yang mungkin terjadi dalam
masa kedewasaan, yaitu:
b. Refleksivitas: kesadaran akan persepsi khusus, arti dan perilaku
c. Refleksivitas Afektif: kesadaran akan bagaimana individu merasa tentang apa yang
dirasakan, dipikirkan atau dilakukan.
d. Refleksivitas Diskriminasi: menilai kemanjuran (efficacy) persepsi, dll.
e. Refleksivitas Pertimbangan: membuat dan menjadikan sadar akan nilai pertimbangan
yang dikemukakan.
f. Refleksivitas Konseptual: menilai kememadaian konsep yang digunakan untuk
pertimbangan.
g. Refleksivitas Psikis: pengenalan kebiasaan membuat penilaian perasaan mengenai
dasar informasi terbatas.
h. Refleksivitas Teoritis: kesadaran akan mengapa satu himpunan perspektif lebih atau
kurang memadai untuk menjelaskan pengalaman personal.
5.
Malcolm Knowles
Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak
Teori Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut.
Andragogi berasal dari akar kata aner yang artinya orang dewasa (man) untuk
membedakannya dengan paed yang artinya anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang
digunakan untuk membantu orang dewasa belajar. Sedangkan Paedagogi (Pedagogy)
berasal dari kata Yunani paid (berarti anak) dan agogus (berarti memimpin).
Paedagogi berarti seni dan ilmu mengajar anak-anak.
Menurut Malcolm S. Knowles ada empat konsep dasar (asumsi) yang
membedakan paedagogfi dan andragogi yaitu :
Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari
ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat
dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa
konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa
membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri
sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya
menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.
1.
Paedagogi
(Pendidikan Usia Muda)
Konsep diri
a. Anak ialah pribadi yang
tergantung.
Andragogi
(Pendidikan Usia Dewasa)
a. Si pelajar bukan pribadi yang
tergantung, tapi pribadi yang telah
masak secara psikologis.
b. Hubungan pelajar dengan pengajar
merupakan hubungan saling membantu
yang timbal balik.
2.
Pengalaman
a. Pengalaman pelajar sangat terbatas,
karena itu dinilai kecil dalam
proses pendidikan.
3.
Kesiapan belajar
a. Guru menentukan apa yang akan
dipelajari, bagaimana dan kapan
belajar.
4.
c. Oleh karena orang dewasa dalam belajar berorientasi pada masalah maka pengalaman
belajar yang dirancang berdasarkan pula kepada masalah atau perhatian yang ada pada
benak mereka.
E. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa
Menurut Soenarno (2008), Pertumbuan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja
(adolescence) sampai dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan
tumbuh kearah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain
memandang dirinya sebagai prihadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan
begitu orang dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi memperlakukan
dirinya seperti anak-anak. Dia mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi dirinya,
dan dijamin kelentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan
ketidaksenangan akan usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan manipulasi tingkah
laku yang ditujukan terhadap dirinya.
Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek
sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan
keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar atau
pendidikan orang dewasa tentunya lebih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas
dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri, istilah Rogers dalam Knowles (1979), kegiatan
belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi pribadi atau penemuan jati dirinya.
Dalam hal belajar atau pendidikan merupakan prosess of becoining a person. Bukan proses
pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk
sesuai dengan orang lain; atau kalau meminjam istilah Maslow (1966), belajar merupakan
proses untuk mencapai aktualiasi diri (self-uchuslizatiun).
Menurut Knowles (1970) (Ridwan, 2009), mengembangkan konsep andragogi
berdasarkan lima pokok asumsi sebagai berikut:
1. Konsep Diri
Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari
ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga
mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain, secara umum
konsep diri anakanak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya
sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan
sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination) dan
mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak
menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya
penentuan diri sendiri dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan
timbulnya penentuan diri sendiri dan menghadapi situasi dan kondisi yang
memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan
menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan.
2. Peranan Pengalaman
Sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju
ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan
mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan. Pengalaman tersebut
merupakan sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu
tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru.
Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi
penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan
konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada
pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar
Berdasarkan Pengalaman).
3. Kesiapan Belajar
Bahwa setiap individu akan semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan
waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik
ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan
perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya
tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa belajar sesuatu karena
tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi masalah dalam peranannya
sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi.
4. Orientasi Belajar
Mempradugakan bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan
dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada penguasaan kurikulum,
sedangkan pada orang dewasa orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan
permasalahan yang dihadapi
anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan dapat meneruskan ke
jenjang sekolah yang lebih tinggi.
F. Metode Pembelajaran Orang Dewasa
Penetaan pemilihan metode yang tepat seharusnya mempertimbangkan aspek tujuan
yang ingin di capai yaitu: mengacu pada garis besar program pengajaran yang di bagi
menjadi 2 jenis
1. Proses pembelajaran yang dirancang unuk mendorong orang dewasa mampu menata dan
mengisi pengalaman baru dengan berpedoman pada masa lalu yang pernah di alami.
Serta mampu member wawasan baru bagi masing-masing individu untuk dapat
memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya. Contoh: latihan keterampilan melalui tanya
jawab, wawancara, konsultasi, pelatihan kepekaan, dll.
2. Proses pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan transfer pengetahuan baru,
pengalaman baru, dan keterampilan baru, sehingga dapat mendorong masing-masing
individu dewasa guna meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang
diinginkannya, apa yang menjadi kebutuhannya, serta keterampilan yang diperlukan.
Contoh: belajar dengan menggunakan program computer yang dibutuhkan ditempat
mereka bekerja.
Dalam menentukan metode pembelajaran yang sesuai, maka perlu dilakukan kajian
mendalam terhadap kebutuhan peserta didik dengn mengintegrasikan konsep andragogi.
Berikut ini uraian ringkas beberapa ciri model pembelajaran:
Metode Belajar
Hal yang dilakukan peserta didik
Small
Group Membentuk kelompok 5-10 orang
Memilih bahan diskusi
Discussion
Mempresentasikan
makalah
mendiskusikannya di kelas
Simulasi
Discovery
latihan simulasi
Membahas kinerja mahasiswa
Mencari, mengumpulkan, dan menyusun Menyediakan data atau petunjuk
Learning
informasi
yang
ada
untuk
(metode)
untuk
menelusuri
suatu
Self-Directed
Merencanakan
kegiatan
Learning
Cooperative
sendiri
Membahas
Learning
mengumpulkan Merancang
dan
secara berkelompok
dan
memantau
proses
Collaborative
Bekerja
Learning
sama
penilaian
Contectual
Instruction
dengan
berdasarkan
consensus
kelompoknya sendiri
Membahas konsep (teori) berkaitan Menjelaskan bahan kajian yang bersifat
dengan situasi nyata
Melakukan studi lapangan/terjun di
dunia
nyata
untuk
mempelajari
kesesuaian teori
Project
Learning
terjun ke lapangan
Based Mengerjakan tugas (berupa proyek) Merancang suatu tugas (proyek) yang
yang telah dirancang secara sistematis
Menunjukkan
kinerja
dan
hasil
kerjanya di forum
learning
mempertanggungjawabkan
Problem
based Belajar
dengan
sistematis
agar
mahasiswa
belajar
menggali/
pembimbingan
mencari Merancang tugas
untuk
mencapai
kompetensi tertentu
informasi tersebut untuk memecahkan Membuat petunjuk (metode) untuk
masalah factual atau yang dirancang mahasiwa dalam mencari pemecahan
oleh dosen
kemampuan,
keterampilan,
memperkaya
khasanah
pengetahuan,
adanya
partisipasi
dalam
kehidupan
sosial
untuk
meningkatkan
kesejahteraan diri sendiri, maupun kesejahteraan bagi orang lain, disebabkan produktivitas
yang lebih meningkat. Bagi orang dewasa pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar,
sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi ia dapat beralih ke arah usaha pemenuhan
kebutuhan lain yang lebih masih diperlukannya sebagai penyempurnaan hidupnya. Dalam
kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan yang fundamental, penulis mengacu pada teori
Maslow tentang piramida kebutuhan sebagai berikut.
Gambar 1
Piramida Kebutuhan menurut Teori Maslow
Setiap individu wajib terpenuhi kebutuhannya yang paling dasar (sandang dan pangan),
sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi sebagai penyempurnaan
kebutuhan dasar tadi, yakni kebutuhan keamanaan, penghargaan, harga diri, dan aktualisasi
dirinya. Bilamana kebutuhan paling dasar yakni kebutuhan fisik berupa sandang, pangan,
dan papan belum terpenuhi, maka setiap individu belum membutuhkan atau merasakan apa
yang dinamakan sebagai harga diri. Setelah kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka setiap
individu perlu rasa aman jauh dari rasa takut, kecemasan, dan kekhawatiran akan
keselamatan dirinya, sebab ketidakamanan hanya akan melahirkan kecemasan yang
berkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman telah terpenuhi, maka setiap individu butuh
penghargaan terhadap hak azasi dirinya yang diakui oleh setiap individu di luar dirinya. Jika
kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu merasakan mempunyai harga diri. Dalam
kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa yang memiliki harga diri dan jati dirinya
membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat berpengaruh dalam proses belajarnya. Secara
psikologis, dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta kegiatan
pendidikan/pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar
yang harus diciptakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode apa
yang cocok digunakan. Menurut Lunandi (1987) yang terpenting dalam pendidikan orang
dewasa adalah: Apa yang dipelajari pelajar, bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya,
hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dari suatu pertemuan
pendidikan/pelatihan, bukan apa yang dilakukan pengajar atau pelatih atau penceramah
dalam pertemuan itu.
H. Proses Belajar Mengajar Orang Dewasa
Proses belajar mengajar orang dewasa adalah suatu proses berlangsungnya kegiatan
belajar yang dilakukan oleh pelajar atau peserta didik dan kegiatan mengajar yag dilakukan
oleh pendidik atau pembimbing. Melalui proses belajar, seorang pelajar atau peserta didik
yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Proses belajar ini sebenarnya merupakan masalah
yang kompleks. Dikatakan demikian karena proses belajar terjadi dalam diri seseorang yang
sedang melakukan kegiatan belajar tanpa dapat terlihat secara lahiriah. Oleh karena itu
proses belajar tersebut disebut proses intern. Sedangkan yang tampak dari luar adalah proses
ekstern yang merupakan pencerminan terjadinya proses intern dalam diri peserta didik.
Proses ekstern ini merupakan indikator yang menunjukkan apakah dalam diri seseorang
telah terjadi proses belajar atau tidak.
Proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar berlangsung
melalui enam tahapan :
1.
Motivasi
Yang dimaksud motivasi disini adalah keinginan untuk mencapai sesuatu hal.
Sedangkan motivasi jangka pendek berupa minat belajar pada saat itu, dan motivasi
belajar jangka panjang dapat berupa keinginan mendapat nilai ujian yang baik,
keinginan berprestasi dan sebagainya.
2.
3.
b. Makna
Jika suatu pelajaran ada hubungannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki
peserta didik, maka pelajaran itu akan lebih bermakna, dan akan lebih mudah
diterima dan diingat.
c. Pengulangan
Pengulangan suatu pelajaran akan meningkatkan daya ingat peserta didik
d. Interverensi
Kekalutan dalam pikiran seseorang yang sedang belajar akibat terlalu banyak
menerima pelajaran sehingga pelajaran tersebut menjadi berdesak-desak dalam
pikirannya
4.
Reproduksi
Seseorang tidak hanya harus menerima dan mengingat informasi baru saja, tetapi ia
harus dapat menemukan apa-apa yang pernah ia terima.
5.
Generalisasi
Pada tahap ini, peserta didik harus mampu menerapkan hal yang telah dipelajari di
tempat lain dan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Generalisasi juga dapat diartikan
penerapan hal yang telah dipelajari dari situasi yang satu ke situasi yang lain.
6.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan atau belajar adalah sebagai proses menjadi dirinya sendiri (process of
becoming) bukan proses untuk dibentuk (process of beings haped) menurut kehendak orang lain,
maka kegiatan belajar harus melibatkan individu atau client dalam proses pemikiran apa yang
mereka inginkan, mencari apa yang dapat dilakukan untuk memenuhi keinginan itu, menentukan
tindakan apa yang harus dilakukan, dan merencanakan serta melakukan apa saja yang perlu
dilakukan untuk mewujudkan keputusan itu. Dapat dikatakan disini tugas pendidik pada
umumnya adalah menolong orang belajar bagaimana memikirkan diri mereka sendiri, mengatur
urusan kehidupan mereka sendiri dan mempertimbangkan pandangan dan interest orang lain.
Dengan singkat menolong orang lain untuk berkembang dan matang. Dalam andragogi,
keterlibatan orang dewasa dalam proses belajar jauh lebih besar, sebab sejak awal harus diadakan
suatu diagnose kebutuhan, merumuskan tujuan, dan mengevaluasi hasil belajar serta
mengimplementasikannya secara bersama-sama.
DAFTAR PUSTAKA
Soenarno, Dkk. 2008. The Dinamics of Human Recources Becoming A True HR Specialist.
Jakarta: Grasindo
Budiningsih, Asih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam dan Efendi F. 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Ridwan, Wawan. 2009. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa. Diakses tanggal 7 Juli 2015.
http://bdkjakarta.kemenag.go.id/file/media/ForumPrinsip PendidikanOrangDewasa.pdf
Smart Click. 2011. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa. Diakses tanggal 7 Juli 2015.
http://www.g-excess.com/id/prinsip-pendidikan-orang-dewasa.html
Rusliana, Ade. 2007. Teori Belajar Orang dewasa. Diakses tangal 7 Juli 2011.
http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana/?p=3
Malik, Halim. 2011. Teori Belajar Andragogi dan Penerapannya. Dipublikasi 23 February 2011.
Diakses tanggal 15 April 2011. http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/23/teori-belajarandragogi-dan-penerapannya/