Anda di halaman 1dari 62

MAKALAH

PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Pembelajaran Klinis Keperawatan

Oleh :

Putu Inge R S. : 220120160001


Rosliana Dewi : 220120160002
Zikran : 220120160007
Ridha Wahdini : 220120160011
Alfian : 220120160022
Rahmi Muthia : 220120160029
Siti Khadijah : 220120160031
Ismatul Quddus : 220120160035
Vina Vitniawati : 220120160036
Frana Adrianur : 220120160042
Gina Nurdina : 220120160048
Duti Yuriszkah : 220120160051
Yuniko Febby : 220120160057

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian adalah
mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa. Tidak selamanya kita berbicara dan
mengulas di seputar pendidikan murid sekolah yang relatif berusia muda. Kenyataan di
lapangan, bahwa tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan
formal maupun nonformal, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus,
penataran dan sebagainya. Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar
tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah
tradisional (Asmin, 2014).
Harus dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki
kematangan konsepdiribergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-
kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kematangan psikologi orang
dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya
kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain
sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi
oleh orang lain. Dengan begitu apabila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak
memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa dirinya tertekan dan
merasa tidak senang. Karena orang dewasa bukan anak kecil, maka pendidikan bagi orang
dewasa tidak dapat disamakan dengan pendidikan anak sekolah. Perlu dipahami apa pendorong
bagi orang dewasa belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang diharapkannya, bagaimana
ia dapat belajar paling baik dan sebagainya (Lunandi,1987).
Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa tentu saja
mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam menghadapi orang dewasa
sebagai siswa.Berkembangnya pemahaman kondisi psikologi orang dewasa semacam itu
tumbuh dalam teori yang dikenal dengan nama andragogi. Andragogi sebagai ilmu yang
memiliki dimensi yang luas dan mendalam akan teori belajar dan cara mengajar. Secara singkat
teori ini memberikan dukungan dasar yang esensial bagi kegiatan pembelajaran orang dewasa.
Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha pembelajaran orang dewasa memerlukan pendekatan
khusus dan harus memiliki pegangan yang kuat akan konsep teori yang didasarkan pada asumsi
atau pemahaman orang dewasa sebagai siswa.
Kegiatan pendidikan baik melalui jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki daerah dan
kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan masyarakat
bersifat non formal sebagian besar dari siswa atau pesertanya adalah orang dewasa, atau paling

2
tidak pemuda atau remaja. Oleh sebab itu, kegiatan pendidikan memerlukan pendekatan
tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan atau usaha pembelajaran orang
dewasa dalam kerangka pembangunan atau realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur
hidupdapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik atau penggunaan teknologi yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Salah satu masalah dalam pengertian andragogi adalah pandangannya yang
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat mentransmisikan pengetahuan. Tetapi di
lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilisasi penduduk,
perubahan sistem ekonomi, dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi seperti ini, maka
pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 21 tahun akan menjadi usang ketika ia
berumur 40 tahun. Apabila demikian halnya, maka pendidikan sebagai suatu proses transmisi
pengetahuan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan modern (Arif, 1994).
Oleh karena itu, tujuan dari kajian/tulisan ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek yang
mungkin dilakukan dalam upaya membelajarkan orang dewasa (andragogi) sebagai salah satu
alternatif pemecahan kependidikan, sebab pendidikan sekarang ini tidak lagi dirumuskan hanya
sekedar sebagai upaya untuk mentransmisikan pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai suatu
proses pendidikan sepanjang hayat (long life education).

1.2 Tujuan Penlisan


Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat :
1. Menjelaskan penerapan konsep andragogi dalam pendidikan keperawatan
2. Membuat metode pengajaran yang tepat dalam pembelajaran orang dewasa
3. Menjelaskan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa
4. Mendiskusikan beragam model pembelajaran yang tepat bagi orang dewasa
5. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran orang dewasa

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Andragogi


Andragogi berasal dan bahasa Yunani “Andros” artinya orang dewasa, dan “Agogus”
artinya memimpin. lstilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi yang
ditarik dan kata “Paid” artinya anak dan “Agogus” artinya memimpin. Maka secara harfiah
Pedagogi berarti seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena pedagogi merupakan seni atau
pengetahuan mengajar anak maka apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa jelas
kurang tepat sebab mengandung makna yang bertentangan. Sementara itu, menurut Kartini Kartono
(1997), andragogi adalah ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian seutuhnya, agar
ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya. Menurut Makarao (2009) Andragogi adalah ilmu
yang membahas pendekatan dalam interaksi pembelajaran antara pendidik dan peserta didik yang
berusia dewasa. Semula andragogi digunakan dalam satuan, jenis, dan lingkup program pendidikan
nonformal yang sistematik, namun sekarang pendekatan ini sering pula diterapkan dalam satuan
pendidikan formal sejak satuan, jenis, dan lingkup program pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
Pada banyak praktik, mengajar orang dewasa dilakukan sama saja dengan mengajar anak.
Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi
kegiatan pendidikan orang dewasa. Hampir semua yang diketahui mengenai belajar ditarik dari
penelitian belajar yang terkait dengan anak. Begitu juga mengenai mengajar, ditarik dari
pengalaman mengajar anak-anak misalnya dalam kondisi wajib hadir dan semua teori mengenai
transaksi dosen dan mahasiswa didasarkan pada suatu definisi pendidikan sebagai proses
pemindahan pengetahuan. Namun, orang dewasa sebagai pribadi yang sudah matang mempunyai
kebutuhan dalam hal menetapkan daerah belajar di sekitar masalah hidupnya.
Jika ditarik dari pengertian andragogi, maka andragogi secara harfiah dapat diartikan
sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun, karena orang dewasa sebagai
individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi yang lebih penting adalah
kegiatan belajar dari peserta didik bukan kegiatan mengajar dosen.

2.2 Kebutuhan Belajar Orang Dewasa


Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang
diorganisasikan, baik mengenai bentuk isi, tingkatan status dan metode apa yang digunakan dalam
proses pendidikan tersebut, baik formal maupun non-formal, baik dalam rangka kelanjutan
pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan di sekolah, di tempat kursus, pelatihan

4
kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat orang dewasa mampu mengembangkan
kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi
keteknisannya atau keprofesionalannya. Hal ini dalam upaya mewujudkan kemampuan ganda yakni
di suatu sisi mampu mengembangangkan pribadi secara utuh dan dapat mewujudkan
keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi dan teknologi secara bebas,
seimbang dan berkesinambungan. Dalam hal ini terlihat adanya tujuan ganda bagi perwujudan yang
ingin dikembangkan dalam aktivitas kegiatan di lapangan. Pertama untuk mewujudkan pencapaian
perkembangan setiap individu, dan kedua untuk mewujudkan peningkatan keterlibatannya
(partisipasinya) dalam aktivitas sosial dan setiap individu yang bersangkutan. Begitu pula
pendidikan orang dewasa mencakup segala aspek pengalaman belajar yang diperlukan oleh orang
dewasa baik pria maupun wanita sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuannya masing-
masing. Dengan demikian hal tersebut dapat berdampak positif terhadap keberhasilan pembelajaran
orang dewasa yang tampak pada perubahan perilaku ke arah pemenuhan pencapaian
kemampuan/ketrampilan yang memadai. Di sini setiap individu yang berhadapan dengan individu
lain akan dapat belajar bersama dengan penuh keyakinan.
Perubahan perilaku dalam hal kerjasama dalam berbagai kegiatan merupakan hasil dan
adanya perubahan setelah adanya proses belajar, yakni proses perubahan sikap yang tadinya tidak
percaya diri menjadi perubahan kepercayaan diri secara penuh dengan menambah pengetahuan atau
ketrampilannya. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan (penambahan) pengetahuan
atau keterampilan serta adanya perubahan sikap mental yang sangat jelas, dalam hal pendidikan
orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan, tetapi harus dibekali juga
dengan rasa percaya yang kuat dalam pribadinya. Peningkatan pengetahuan yang disertai dengan
peningkatan kepercayaan diri yang kuat niscaya mampu melahirkan perubahan ke arah positif
berupa adanya pembaharuan baik fisik maupun mental secara nyata, menyeluruh dan
berkesinambungan.
Perubahan perilaku bagi orang dewasa terjadi melalui proses pendidikan yang berkaitan
dengan perkembangan dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini sangat memungkinkan adanya
partisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri maupun
kesejahteraan bagi orang lain disebabkan produktivitas yang lebih meningkat. Bagi orang dewasa
pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi ia dapat
beralih kearah usaha pemenuhan kebutuhan lain yang lebih diperlukannya sebagai penyempurnaan
hidupnya. Setiap individu wajib terpenuhi kebutuhannya yang paling dasar (sandang dan pangan)
sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi sebagai penyempurnaan kebutuhan
dasar tadi, yakni kebutuhan rasa aman, penghargaan, harga diri, dan aktualisasi dirinya. Bilamana
kebutuhan paling dasar yakni kebutuhan fisik berupa sandang, pangan dan papan belum terpenuhi,

5
maka setiap individu belum membutuhkan atau merasakan apa yang dinamakan sebagai harga diri.
Setelah kebutuhan dasar itu terpenuhi maka setiap individu perlu rasa aman jauh dan rasa takut,
kecemasan, dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya sebab ketidakamanan hanya akan
melahirkan kecemasan yang berkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman telah terpenuhi, maka
setiap individu butuh penghargaan terhadap hak asasi dirinya yang diakui oleh setiap individu di
luar dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu merasakan mempunyai harga diri.
Dalam kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa yang memiliki harga diri dan membutuhkan
pengakuan akan sangat berpengaruh dalam proses belajarnya. Secara psikologis, dengan
mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta kegiatan pendidikan/pelatihan maka akan
dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar yang harus disediakan, isi materi apa
yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode apa yang cocok digunakan. Menurut Schon DA
(1997) yang terpenting dalam pendidikan orang dewasa adalah apa yang dipelajari peserta didik,
bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya, hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh
orang dewasa dalam pertemuan pendidikan/pelatihan, bukan apa yang dilakukan pengajar, pelatih
atau penceramah dalam pertemuannya.
Menurut Knowles, 1980 dalam Makarao (2009), sejak awal tahun 80an, dikembangkan
pedekatan kontinum (continuum learning approach) atau pendekatan berdaur dan berkelanjutan
dalam pembelajaran. Pendekatan kontinum didasarkan atas asumsi bahwa semakin dewasa peserta
didik maka :
1. Konsep dirinya semakin berubah dari ketergantungan kepada pendidik menuju sikap dan
perilaku mengarahkan diri dan saling belajar.
2. Makin berakumulasi pengalaman belajarnya yang dapat dijadikan sumber belajar (learning
resources) dan orientasi belajar mereka berubah dari penguasaan terhadap materi ke
kemampuan pemecahan masalah.
3. Kesiapan belajarnya adalah untuk menguasai kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupan nyata.
4. Makin membutuhkan keterlibatan diri dalam perencanaan pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran.
2.3 Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa
Pertumbuhan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa,
di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah menggerakkan diri
sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai pribadi
mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan orang
memandangnya apalagi memperlakukan dirinya seperti anak-anak. Dia mengharapkan pengakuan
orang lain akan otonomi dirinya dan dijamin privasinya untuk menjaga identitas dirinya dengan

6
penolakan dan ketidaksenangan akan usaha orang lain untuk menekan, memaksa dan manipulasi
tingkah laku yang ditujukan terhadap dirinya. Tidak seperti anak-anak yang beberapa tingkatan
masih menjadi obyek pengawasan, pengendalian orang lain yaitu pengawasan dan pengendalian
orang dewasa yang berada di sekeliling terhadap dirinya. Dalam kegiatan pendidikan atau belajar,
orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi
untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan
tetapi tujuan kegiatan belajar atau pendidikan orang dewasa tentunya lebih mengarah kepada
pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi diri sendiri.
Istilah Rogers dalam Knowles (1984), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu
untuk menjadi pribadi atau menemukan jati dirinya. Dalam hal belajar, pendidikan merupakan
process of becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu
proses pengendalian dan manipulasi untuk menyesuaikan dengan orang lain atau kalau meminjam
istilah Maslow (1966), belajar merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri (self actualization).
Seperti telah dikemukakan diatas bahwa dalam diri orang dewasa sebagai mahasiswa sudah tumbuh
kematangan konsep dirinya timbul kebutuhan psikologi yang mendalam yaitu keinginan dipandang
dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi utuh yang mengarahkan dirinya sendiri. Namun tidak
hanya orang dewasa tetapi juga pemuda atau remaja juga memiliki kebutuhan semacam itu.
Sesuai teori Piaget (1959) mengenai perkembangan psikologi, usia 12 tahun ke atas individu
sudah dapat berpikir dalam bentuk dewasa yaitu dalam istilah dia sudah mencapai perkembangan
pikir formal operation. Dalam tingkatan perkembangan ini individu sudah dapat memecahkan
segala persoalan secara logis, berpikir secara ilmiah, dapat memecahkan masalah-masalah verbal
yang kompleks atau secara singkat sudah tercapai kematangan fungsi kognitifnya. Dalam periode
ini individu mulai mengembangkan pengertian akan diri (self) atau identitas (identitiy) yang dapat
dikonsepsikan terpisah dari dunia luar di sekitamya. Berbeda dengan anak-anak, di sini orang
dewasa tidak hanya dapat mengerti keadaan benda-benda di dekatnya tetapi juga memprediksi
kemungkinan keadaan benda-benda. Dalam masalah nilai-nilai, remaja mulai mempertanyakan dan
membanding-bandingkan nilai-nilai yang diharapkan selalu dibandingkan dengan nilai yang aktual.
Proses semacam ini akan terus terjadi dan berjalan sampai mencapai kematangan. Dengan begitu
jelaslah kiranya bahwa remaja ataupun dewasa memiliki kemampuan memikirkan dirinya sendiri,
dan menyadari bahwa terdapat keadaan yang bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah
laku orang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan sejak pertengahan masa remaja individu
mengembangkan apa yang dikatakan “Pengertian diri” (sense of identity).
Knowles (1984) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda
dengan pedagogi. Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang bermula dari konsep diri dan
ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Secara singkat dapat dikatakan pada

7
anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah
mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang
lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana
dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau
menolak. Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan banyak pengalaman dimana
hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama
memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh sebab itu dalam teknologi
andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan
tradisional dan lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental technique). Maka
penggunaan teknik diskusi, kerja laboratorium, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih
banyak dipakai. Asumsi ketiga, pendidikan secara langsung atau tidak langsung, secara implisit
atau eksplisit, pasti memainkan peran besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk
memperjuangkan eksistensinya di tengah masyarakat. Karena itu, kampus dan pendidikan menjadi
sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat.
Sejalan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk
belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih
ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan
kata lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang
harus menghadapi peranannya apakah sebagai perawat, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan
lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena
kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya. Hal ini dikarenakan belajar bagi
orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.
Secara umum prinsip-prinsip pembelajaran untuk orang dewasa dapat disimpulkan sebagai
berikut (Supriadi, 2006):
1. Orang dewasa belajar dengan baik apabila dia secara penuh ambil bagian dalam
kegiatan-kegiatan
2. Orang dewasa belajar dengan baik apabila menyangkut mana yang menarik bagi dia dan
ada kaitan dengan kehidupannya sehari-hari.
3. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila apa yang ia pelajari bermanfaat dan
praktis
4. Dorongan semangat dan pengulangan yang terus menerus akan membantu seseorang
belajar lebih baik
5. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila ia mempunyai kesempatan untuk
memanfaatkan secara penuh pengetahuannya, kemampuannya dan keterampilannya
dalam waktu yang cukup

8
6. Proses belajar dipengaruhi oleh berbagai pengalaman lalu dan daya pikir dari peserta
didik
7. Saling pengertian yang baik dan sesuai dengan ciri-ciri utama dari orang dewasa
membantu pencapaian tujuan dalam belajar.
Dalam menggunakan pembelajaran berbasis androgogi perlu memperhatikan prinsip-prinsip
dan strategi pembelajaran orang dewasa. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut (Makarao,
2009) :
1. Orang dewasa memiliki konsep diri. Orang dewasa memiliki persepsi bahwa dirinya
mampu membuat suatu keputusan, dapat menghadapi risiko sebagai akibat keputusan
yang diambil, dan dapat mengatur kehidupannya secara mandiri.
2. Orang dewasa memiliki akumulasi pengalaman. Setiap orang dewasa mempunyai
pengalaman situasi, interaksi, dan diri yang berbeda antara seorang dengan yang lainnya
sesuai dengan perbedaan latar belakang kehidupan dan lingkungannya.
3. Orang dewasa dan kesiapan belajar. Kesiapan belajar orang dewasa akan seirama dengan
peran yang ia tampilkan baik dalam masyarakat maupun dalam tugas/pekerjaan.
4. Orang dewasa menginginkan dapat segera memanfaatkan hasil belajarnya. Orang
dewasa berpartisipasi dalam pembelajaran karena ia sedang merespon materi dan proses
pembelajran yang berhubungan dengan peran dalam kehidupannya.
5. Orang dewasa memiliki kemampuan belajar. Kemampuan daar untuk belajar tetap
dimiliki setiap orang, khususnya orang dewasa sepanjang hayatnya.
6. Orang dewasa dapat belajar efektif apabila melibatkan aktivitas mental dan fisik. Orang
dewasa dapat menentukan apa yang akan dipelajari, dimana dan bagaimana cara
mempelajarinya, serta kapan melakukan kegiatan belajar.
Pendekatan yang berbeda dibutuhkan untuk membantu pembelajaran orang dewasa. Untuk
membuat program pembelajaran sukses, prinsip pembelajaran orang dewasa dan implikasinya untuk
mengembangan, implementasi dan evaluasi program harus benar-benar dipertimbnagkan yaitu
(Susilo, 2011) :
1. Pembelajaran adalah aktivitas orang dewasa normal, dimana orang dewasa belajar
sepanjang hidupnya.
2. Orang dewasa dengan konsep diri yang positif dan harga diri ang tinggi akan
menghasilkan tanggung jawab untuk belajar.
3. Orang dewasa dapat belajar dengan sangat baik ketika mampu memanajemen nilai-nilai
peran dan proses skill.
4. Segera men-feedback pelajaran adalah penting untuk memodifikasi perilaku mereka.

9
5. Sukses dapat mengirformasikan perubahan yang cepat dan memberikan motivasi
terhadap kelanjutan proses beajar.
6. Orang dewasa cenderung memulai program belajarnya dengan banyak kecemasan,
selanjutnya stress dapat mengganggu belajarnya.
2.4 Kondisi Pembelajaran Orang Dewasa
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif jika pengajar tidak terlalu
mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu
orang dewasa itu mampu menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan kepribadian
mereka. Pengajar yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan
seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Orang dewasa pada
hakekatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu menggerakkan/menggali
potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang
dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut. Di samping itu orang dewasa dapat dikondisikan
lebih aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila
mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa
berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar
lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati dan akan lebih senang kalau ia bisa memberikan
pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pengajar hanya memberikan teori dan
gagasannya sendiri kepada mereka. Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa bersifat subyektif
dan unik, maka terlepas dari benar atau salah, ungkapan pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, teori,
sistem ataupun nilai yang dianut perlu dihargai. Tidak menghargai mereka hanya akan mematikan
motivasi belajar orang dewasa. Namun demikian pembelajaran orang dewasa perlu pula
mendapatkan kepercayaan dari pengajarnya dan pada akhirnya mereka harus mempunyai
kepercayaan pada diri sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut maka suasana belajar yang kondusif
tak akan pernah terwujud. Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat
dan pendirian yang berbeda pula. Dengan terciptanya suasana belajar yang baik, mereka akan dapat
mengemukakan ide dan pikirannya tanpa rasa takut dan cemas walaupun mereka saling berbeda
pendapat.
Orang dewasa setidaknya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang
bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh
sesuatu sanksi (dipermalukan, ditertawakan, cemoohan dll). Keterbukaan seorang pengajar sangat
membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan potensi pribadinya di kelas atau di
tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan
gagasan akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan psikis mereka. Di samping itu harus
dihindari segala bentuk tindakan yang akan membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau

10
dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal,
sehingga berbagai alternatif kebebasan mengemukakan ide/gagasan dapat diciptakan.
Tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus diakui sebagai
hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu sama dengan pribadi
orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi sebab akan sangat
membosankan jika terdapat suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya
kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu latar belakang pendidikan, latar
belakang kebudayaan dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi warna
yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil. Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar
yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru,
berani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang
mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun
kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dalam proses belajar.
Pada akhirnya orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi
orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan
demikian diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya
berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dan orang lain
yang bisa saja memiliki perbedaan persepsi.
2.5 Pengaruh Penurunan Faktor Fisik dalam Pembelajaran Orang Dewasa
Proses belajar manusia berlangsung hingga akhir hayat (long life education). Namun ada
korelasi negatif antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa, artinya setiap
individu orang dewasa, makin bertambah usianya akan semakin sukar baginya belajar (aspek
kemampuan fisiknya semakin menurun). Beberapa faktor yang secara psikologis dapat menghambat
keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan diantaranya:
1. Tajam penglihatan yang mulai menurun,
2. Diperlukan penerangan yang bagus dan mencukupi,
3. Perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras untuk alat-alat peraga,
4. Kemampuan pendengaran berkurang,
5. Kemampuan membedakan bunyi makin berkurang dengan bertambahnya usia. Dengan
demikian bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkap.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar sehingga perlu
diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini:
1. Terciptanya proses belajar adalah suatu proses pengalaman yang hendak diwujudkan
oleh orang dewasa. Oleh sebab itu kita berkewajiban memotivasi/mendorong orang
dewasa untuk belajar pengetahuan yang lebih tinggi.

11
2. Setiap individu dewasa dapat belajar secara efektif bila individu tersebut mampu
menemukan makna pribadi bagi dirinya dan memandang makna yang baik itu
berhubungan dengan keperluan pribadinya.
3. Kadangkala proses pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, hal ini dikarenakan
belajar hanya diorientasikan terhadap perubahan tingkah laku, sedang perubahan
perilaku saja tidak cukup kalau perubahan itu tidak mampu menghargai budaya bangsa
yang luhur di samping metode berpikir tradisional yang sukar diubah.
4. Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal unik dan khusus serta bersifat
individual. Setiap individu dewasa memiliki kiat dan strategi sendiri untuk mempelajari
dan menemukan pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran tersebut.
Dengan adanya peluang untuk mengamati kiat dan strategi individu lain dalam belajar
diharapkan hal itu dapat memperbaiki dan menyempurnakan gaya belajar yang efektif.
5. Faktor pengalaman masa lampau sangat berpengaruh pada setiap tindakan yang akan
dilakukan sehingga pengalaman yang baik perlu digali dan ditumbuhkembangkan ke
arah yang lebih bermanfaat.
6. Pengembangan intelektualitas seseorang melalui suatu proses pengalaman secara
bertahap dapat dikembangkan. Optimalisasi hasil belajar dapat dicapai apabila setiap
individu dapat memperluas pola pikirnya (Nursalam & Efendi, 2008).
Di satu sisi belajar dapat diartikan sebagai suatu proses evolusi, artinya penerimaan ilmu
tidak dapat dipaksakan sekaligus begitu saja, tetapi dapat dilakukan secara bertahap melalui suatu
urutan proses tertentu. Dalam kegiatan pendidikan, umumnya pendidik merencanakan materi
pengetahuan dan ketrampilan yang akan diberikan jauh hari sebelumnya. Mereka mengatur materi
ke dalam unit-unit, kemudian memilih alat yang paling efisien untuk menyampaikan unit-unit dan
materi tersebut, misalnya ceramah, membaca, laboratorium, audio-video dan lain-lain. Selanjutnya
mengembangkan suatu rencana untuk menyampaikan unit-unit isi ini dalam suatu bentuk urutan.
Dalam andragogi, pendidik atau fasilitator mempersiapkan dengan matang satu perangkat
prosedur untuk melibatkan siswa, selanjutnya dalam prosesnya melibatkan elemen-elemen sebagai
berikut: (a) menciptakan iklim yang mendukung belajar, (b) menciptakan mekanisme untuk
perencanaan bersama, (c) diagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar, (d) merumuskan tujuan-tujuan
program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar, (e) merencanakan pola pengalaman belajar,
(f) melakukan pengalaman belajar ini dengan teknik-teknik dan materi yang memadai, dan (g)
mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan belajar (Dryden at all.,
1994)

12
2.6 Metode Pendidikan Orang Dewasa
Dalam pembelajaran orang dewasa banyak metode yang diterapkan. Untuk keberhasilan
pembelajaran semacam ini, apapun metode yang diterapkan seharusnya mempertimbangkan faktor
sarana dan prasarana yang tersedia untuk mencapai tujuan akhir pembelajaran, yakni agar peserta
dapat memiliki suatu pengalaman belajar yang bermutu. Merupakan suatu kekeliruan besar
bilamana dalam hal ini, pembimbing secara kurang wajar menetapkan pemanfaatan metode hanya
karena faktor pertimbangannya sendiri yakni menggunakan metode yang dianggapnya paling
mudah, atau hanya disebabkan oleh keinginannya agar dikagumi oleh peserta di kelas itu ataupun
mungkin ada kecenderungan hanya menguasai satu metode tertentu saja (Supriadi, 2006).
Penetapan pemilihan metode seharusnya mempertimbangkan aspek tujuan yang ingin dicapai, yang
dalam hal ini mengacu pada garis besar program pengajaran yang dibagi dalam dua jenis:
1. Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi
pengalaman baru dengan berpedoman pada masa lampau yang pernah dialami, misalnya
dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan
kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masing-masing
individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya.
2. Proses pembelajaran yang dirancang untuk tujuan meningkatkan transfer pengetahuan
baru, pengalaman baru, keterampilan baru, untuk mendorong masing-masing individu
dewasa dapat meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang diinginkannya, apa
yang menjadi kebutuhannya, ketrampilan yang diperlukan, misalnya belajar
menggunakan program komputer yang dibutuhkan di tempat ia bekerja.
Baik metode pembelajaran kuliah, seminar/diskusi/presentasi, praktikum/studi lapangan,
computer aided learning dan belajar mandiri hasilnya akan kurang optimal jika tidak berfokus pada
kompetensi yang akan dicapai oleh peserta didik. Unsur-unsur lain yang perlu diperhatikan dalam
memilih metode pembelajaran adalah sarana/prasarana, bahan kajian atau materi ajar serta tingkat
kemampuan mahasiswa. Terdapat beragam model pembelajaran dengan pendekatan student centre
learning yang bisa diaplikasikan diantaranya:
1. Small Group Discussion
2. Role-Play & Simulation
3. Case Study
4. Discovery Learning (DL)
5. Self-Directed Learning (SDL)
6. Cooperative Learning (CL)
7. Collaborative Learning (CbL)
8. Contextual Instruction (CI)

13
9. Project Based Learning (PjBL)
10. Problem Based Learning and Inquiry (PBL)

Dalam menentukan metode pembelajaran yang sesuai maka perlu dilakukan kajian
mendalam terhadap kebutuhan peserta didik dengan mengintegrasikan konsep andragogi di atas.
Berikut ini uraian ringkas beberapa ciri model belajar di atas yaitu:
Yang Dilakukan Peserta Yang Dilakukan
No Model Belajar
Didik Pengajar
1 Small Group Discussion (SGD) a. Membentuk kelompok a. Membuat rancangan
merupakan salah satu metode belajar (5-10 orang) bahan dikusi dan
yang memberikan kesempatan kepada b. Memilih bahan diskusi aturan diskusi
mahasiswa untuk lebih interaktif dengan c. Mepresentasikan paper b. Menjadi mderator dan
menyampaikan ide atau gagasan melalui dan mendiskusikan di sekaligus mengulas
diskusi terbuka pada suatu topik tertentu kelas pada setiap akhir
yang sedang dibahas. Sehingga tiap sesion diskusi
mahasiswa secara aktif memberikan mahasiswa
ide/gagasannya pada permasalahan yang
dibahas.
Tujuan Metode SGD adalah untuk
menstimulasi critical thingking
mahasiwa dalam menganalisa suatu
permasalahan/topik, dengan ikut serta
secara aktif dalam memberikan
gagasan/ide, agar kemampuan dalam
memahami, menganalisa, dan problem
solving pada mahasiswa meningkat
(Ernest, 1997).
Adapun langkah-langkah proses
pembelajaran SGD sebagai berikut:
a. Langkah pertama : Indroduction
Presenter sebelumnya melakuka
persiapan dengan baik sebelum
pelaksanaan SGD berlangsung, agar
tujuan dari pembahasan
topik/masalah/isu dapat

14
terpapar/dibahasa dengan baik,
sehingga proses diskusi lebih
menarik dan aktif. Begitu juga
dengan para audience, sebelumnya
sudah mengetahui topik yang akan
dibahas, sehingga peroses
perkembangan diskusi semakin
menarik. Adapun isi dari tahap
pertama ini ada 4 yaitu:
1. Instructional Objective : tujuan
dari diskusi telah disampaikan
kepada peserta pada saat
pelaksanaan diskusi akan dimulai
2. Purpose : presenter menjelaskan
tujuan dari diskusi ini dilakukan
untuk membahas suatu topik
tertentu;
3. Relationship : presenter
menjelaskan bagaimana
hubungan topik yang akan
dibahas berdasarkan teori yang
telah dibaca dengan
perkembangan
ilmu/permasalahan pada masa
mendatang;
4. Advanced Organizer: Advanced
Organizer adalah semacam
grabber perhatian yang menarik
minat peserta. banyak topik
diskusi gagal karena peserta tidak
tertarik ke diskusi di awal
b. Langkah Kedua : Mengarahkan
Diskusi pengarahan diskusi
dilakukan oleh moderator. Moderator
berperan sangat penting dalam proses

15
diskusi, dan sebagai salah penentu
dalam keberhasilan diskusi.
Moderator memberikan araha diskusi
dengan membuat suatu peraturan
selama diskusi, terkait waktu, kapan
partisipan boleh bertanya, dan
ketertiban pada saat proses disukusi
berlangsung.
c. Langkah ketiga : Memberikan
kesimpulan pada Diskusi : agar tidak
terjadi kesalahpahaman setelah
presenter memepresentasikan
topiknya, maka presenter harus
memberikan kesimpulan yang dapat
mewakili keseluruhan dari topik yang
dipaparkan, harapannya partisipan
tidak bingung setelah pemaparan
topik, dan sebagai pemicu untuk
menarik keaktifan partisipan.
Adapun kelebihan dan kekurang
pelaksanaan SGD sebagai berikut:

1. Kelebihan
a. Melibatkan
partisipan/mahasiswa secara
langsung dalam proses belajar
mengajar
b. Memupuk kepercayaan
kepada diri sendiri
c. Menggabungkan berbagai
pendapat dari berbagai
sumber
d. Menghasilkan pandangan
baru
e. Memudahkan pencapaian

16
tujuan
f. Melatih
partisipan/mahasiswa belajar
bertukar pikiran dan berfikir
secara terarah
g. Memupuk sikap toleran, mau
memberi dan menerima
h. Memberi kesempatan kepada
partisipan/mahasiswa untuk
memperbaiki pandangannya.
i. Memberi kesempatan kepada
mereka untuk menjalin
hubungan dan kerjasama
berikutnya
2. Kekurangan
a. Hasil diskusi tidak bisa
dicapai dengan baik, sebab
diskusi menyimpang dari
pokok bahasan.
b. Diskusi tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya jika
peserta tidak mempunyai latar
belakang pengetahuan tentang
masalah yang didiskusikan.
c. Waktu yang dibutuhkan lebih
lama
d. Diskusi tidak akan
melibatkan segenap peserta
jika pemimpin diskusi tidak
bijaksana
e. Terjadi dominasi pada saat
diskusi
2 Role play & Simulation a. Mempelajari dan a. Merancang
Role play adalah suatu cara penguasaan menjalankan suatu peran situasi/kegiatan yang
bahan-bahan pelajaran melalui yang ditugaskan mirip dengan yang

17
pengembangan imajinasi dan kepadanya. sesungguhnya, bisa
penghayatan mahasiswa. Pengembangan b. Mempraktekan/mencoba berupa bermain
imajinasi dan penghayatan dilakukan berbagai model peran, model
mahasiswa dengan memerankannya (komputer) yang telah komputer, atau
sebagai tokoh hidup atau benda mati. disiapkan. berbagai latihan
Begitu juga dengan Role play, menjadi simulasi.
salah satu metode pembelajaran yang b. Membahas kinerja
termasuk dalam golongan metode mahasiswa.
stimulasi. Sehingga, definisi stimulasi
sendiri yaitu suatu yang berhubungan
dengan menyusun dan mengoperasikan
suatu model yang mereplikasi proses-
proses perilaku. Menurut Oemar (2014)
metode simulasi adalah suatu cara
pengajaran dengan melakukan proses
tingkah laku secara tiruan.
Metode pengajaran melalui Stimulasi
terbagi menjadi tiga kelompok (Oemar,
2014) diantaranya:
1. Sosiodrama : suatu drama sosial
yang bertujuan untuk
menanamkan kemampuan dalam
menganalisa situasi sosial
tertentu.
2. Psikodrama: Psikodrama
memiliki kemiripan dengan
sosiodrama, namun perbedaanya
pada penekanannya yaitu,
psikodrama penakanannya pada
masalah psikologis, sedangkan
pada sosiodrama pada masalah
sosial.
3. Role-Playing: bertujuan untuk
menggambarkan suatu peristiwa
atau suatu topik permasalahan.

18
Prinsip dasar dalam penggunaan metode
role-play, diantaranya:
1. Setiap anggota kelompok
(mahasiswa) bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok
(mahasiswa) harus mengetahui
bahwa semua anggota adalah tim.
3. Kelompok mempunyai tujuan
yang sama.
4. Setiap anggota kelompok
(mahasiswa) harus membagi
tugas dan tanggung jawab yang
sama diantara anggota
kelompoknya.
5. Setiap anggota kelompok
(mahasiswa) akan dikenai
evaluasi.
6. Setiap anggota kelompok
(mahasiswa) berbagi
kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar
bersama selama proses
belajarnya.
7. Setiap anggota kelompok
(mahasiswa) akan diminta
mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani
dalam kelompok bermain
3 Case study 1. Mahasiwa membuat 1. Fasilitator
Studi kasus merupakan pembelajaran laporan secara memberikan
induktif di mana peserta dengan kelompok/individu; penilaian pada
menggunakan kasus (masalah) yang 2. Mahasiwa kelompok/individu
nyata sebagai masukan utama melakukan mempersentase hasil yang memaparkan

19
proses analisis kasus untuk memecahkan laporan/analisa di kasus;
masalah atau mengambil keputusan hadapan temen-temen 2. Fasilitator
melalui pencarian secara aktif informasi dan fasilitator; memberikan feedback
konsep teoritik dan interaksi dengan 3. Mahasiswa mampu pada mahasiswa yang
peserta lainnya yang berpuncak pada menganalisa dan memaparkan
diskusi kelas dengan pengarahan mengambil keputusan tugas/penilaian secara
fasilitator. Luarannya adalah pengalaman berdasarkan review tertulis
praktek yang berbasis teori bagi peserta artikel sesuai kasus. 3. Fasilitator
(Rhee, Y. 2004) mempersiapan
Terdapat pengertian yang lain dari studi evaluasi berupa ujian
kasus yakni sebagai salah satu bentuk dan kuis bedasarkan
metode penelitian. Dalam pengertian analisa case study
terakhir ini, sasaran penerapan
disesuaikan dengan strata pembelajaran:
(1) mengidentifikasi konsep, teori dan
prinsip yang dipelajari, (2)
mengembangkan konsep, dan (3)
menemukan konsep baru.
Tujuan penggunaan metode case study
sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu dalam membuat
keputusan,
2. Mahasiswa mampu dalam berpikir
logik dan konsisten,
3. Mahasiswa mampu dalam
menyajikan analisis,
4. Mahaiswa mampu dalam
menambah perspektif,
5. Mahasiwa mampu dalam
menggunakan peralatan teoritik
yang sesuai.

4 Discovery Learning (DL) a. Mencari, a. Menyediakan data,


Menurut Brunner (1961) DL adalah mengumpulkan, dan atau petunjuk
teknik pembelajaran berbasis menyusun informasi (metode) untuk

20
penyelidikan, dan juga dianggap sebagai yang ada untuk menelusuri suatu
pendekatan konstruktivis dalam mendeskripsikan suatu pengetahuan yang
pendidikan. Melalui metode ini pengajar pengetahuan. harus dipelajari oleh
dapat memberikan informasi kepada mahasiswa.
mahasiswa agar lebih mudah dalam b. Memeriksa dan
menyelesaikan masalah. Begitu juga memberi ulasan
melalui metode ini mahasiswa terhadap hasil belajar
menggunakan pengalaman dan mandiri mahasiswa.
pengetahuan mereka sendiri untuk
mengeksplorasi fakta dan hubungan.
Untuk menjelajahi dan memanipulasi
objek, mengumpulkan berbagai hal
dengan beberapa pertanyaan dan
kontroversi, atau melakukan eksperimen
menjadi salah satu cara agar mahasiwa
berkomunikasi dengan lingkungan saat
menggunakan pembelajaran lapangan.
Adapun kelebihan daan kerugian
penggunaan metode DL sebagai berikut:

Kelebihan
1. Mendukung keterlibatan aktif
peserta didik dalam proses
pembelajaran
2. Mengembangkan rasa mandiri,
otonomi, tanggung jawab;
3. Mempromosikan motivasi dan
mengembangkan pemecahan
masalah dan keterampilan kreatif
Kekurangan
1. penciptaan kelebihan beban
kognitif
2. kesalahpahaman potensial
3. kegagalan untuk mendeteksi
masalah dan kesalahpahaman

21
5 Self-Directed Learning merupakan suatu a. Merencanakan kegiatan a. Sebagai fasilitator.
perencanaan belajar, pelaksanaan, dan belajar, melaksanakan,
penilaian terhada ppengalaman, belajar dan
yang telah dijalani dilakukan, semuanya
oleh mahasiswa yang bersangkutan.
6 Cooperative Learning merupakansebuah a. Membahas dan a. Merancang dan
pendekatan terhadap kelompok yang menyimpulkan masalah/ dimonitor proses
meminimalkan terjadinya hal-hal yang tugas yang diberikan belajar dan hasil
tidak menyenangkan dan dosen secara belajar kelompok
memaksimalkan pembelajaran dan berkelompok. mahasiswa.
kepuasan yang dihasilkan dari b. Menyiapkan suatu
kinerjatinggi tim (Felder&Brent,2007) masalah/ kasus atau
bentuk tugas untuk
diselesaikan oleh
mahasiswa secara
berkelompok.
7 Collaborative Learning merupakan a. Bekerja sama dengan a. Merancang tugas
pendekatan pendidikan untuk pengajaran anggota kelompoknya yang bersifat open
dan pembelajaran yang melibatkan dalam mengerjakan ended.
kelompok peserta didik yang bekerja tugas b. Sebagai fasilitator dan
samauntuk memecahkan masalah, b. Membuat rancangan motivator
menyelesaikan tugas, atau membuat proses dan bentuk
suatu produk.(Laal,2011) penilaian berdasarkan
konsensus kelompoknya
sendiri.
8 Contextual Instruction a. Membahas konsep a. Menjelaskan bahan
 Adalah metode mengajar dengan (teori) kaitannya dengan kajian yang bersifat
mengajak peserta didik mengunjungi situasi nyata teori dan
suatu objek guna memperluas b. Melakukan studi lapang/ mengkaitkannya
pengetahuan dan selanjutnya peserta terjun di dunia nyata dengan situasi nyata
didik membuat laporan dan untuk mempelajari dalam kehidupan
mendiskusikan serta kesesuaian teori. sehari-hari, atau kerja
mendokumentasikan hasil kunjungan profesional, atau
tersebut dengan didampingi oleh manajerial, atau
pendidik (Simamora, 2009). entrepreneurial.

22
 Kelebihan (Simamora, 2009): b. Menyusun tugas
a. Metode ini menerapkan prinsip untuk studi
pengajaran modern yang mahasiswa terjun ke
memanfaatkan lingkungan nyata lapangan
dalam pengajaran.
b. Membuat materi yang dipelajari di
sekolah menjadi lebih relevan
dengan kenyataan dan kebutuhan
yang ada di masyarakat.
c. Pengajaran dapat lebih
merangsang kreativitas peserta
didik.
 Kelemahan (Simamora, 2009):
a. Memerlukan persiapan yang
melibatkan banyak pihak.
b. Memerlukan perencanaan dengan
persiapan yang matang.
c. Memerlukan pengawasan yang
lebih ketat terhadap setiap gerak
gerik peserta didik di lapangan.
d. Biaya cukup mahal.
9 Project Based Learning a. Mengerjakan tugas a. Merancang suatu
 Adalah suatu metode mengajar dengan (berupa proyek) yang tugas (proyek) yang
meminta peserta didik merancang telah dirancang secara sistematik agar
suatu proyek yang akan diteliti sebagai sistematis. mahasiswa belajar
objek kajian (Simamora, 2009). b. Menunjukkan kinerja pengetahuan dan
 Kelebihan (Simamora, 2009) : dan mempertanggung ketrampilan melalui
a. Memperluas pola pikir peserta jawabkan hasil kerjanya proses pencarian/
didik dan menyeluruh dalam di forum. penggalian(inquiry),
memandang serta memecahkan yang terstruktur dan
masalah yang dihadapi dalam kompleks.
kehidupan. b. Merumuskan dan
b. Melalui metode ini, peserta didik melakukan proses
dibina dengan membiasakan pembimbingan dan
menerapkan pengetahuan, sikap, asesmen

23
dan keterampilan dengan terpadu,
yang diharapkan praktis dan
berguna dalam kehidupan sehati-
hari.
 Kelemahan (Simamora, 2009):
a. Kurikulum yang berlaku di Negara
kita saat ini, baik secara vertical
maupun horizontal, belum
menungjang pelaksanaan metode
ini.
b. Pengaturan penyusunan materi
pelajaran, perencanaan, dan
pelaksanaan metode ini sukar dan
memerlukan keahlian khusus dari
prndidik.
c. Harus dapat memilih topic unit
yang tepat sesuai kebutuhan pserta
didik, cukup fasilitas, dan memiliki
sumber-sumber belajar yang
diperlukan.
d. Meteri pelajaran sering menjadi
luas sehingga dapat mengaburkan
pokok unit yang dibahas.
10 Problem Based Learning Belajar dengan menggali/ a. Merancang tugas
 Adalah peserta didik diberi suatu mencari informasi (inquiry) untuk mencapai
masalah yang terkait dengan topic serta memanfaatkan kompetensi tertentu
pembelajaran, kemudian difasilitasi informasi tersebut untuk b. Membuat
untuk membuat pertanyaan-pertanyaan memecahkan masalah petunjuk(metode)
yang pada akhir tahap belajar dapat faktual/ yang dirancang oleh untuk mahasiswa
menyelesaikan masalah yang diberikan dosen . dalam mencari
(Susilo, 2011). pemecahan masalah
 Langkah-langkah yang dilakukan yang dipilih oleh
(Susiolo, 2011) : mahasiswa sendiri
a. Analisa masalah yang diberikan atau yang ditetapkan.
b. Identifikasi informasi untuk dapat

24
menyelesaikan msalah.
c. Formulasi pertanyaan-pertanyann
untuk dapat menjawab butir b.
d. Cari ilmu pengetahuan untuk
menjawab butir c.
 Aplikasi pengetahuan baru untuk
menyelesaikan masalah.
(Sumber : Nursalam & Efendi, 2008).
Menurut Makarao (2009), Model pembelajaran yang dipandang cocok dengan karakteristik
metode pembelajaran andragogi adalah model pembelajaran partisipatif. Dalam andragogy
pembelajaran parisipatif adalah upaya pendidik melibatkan peserta didik dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian. Pembelajaran partisipatif didasari oleh prinsip-prinsip :
1. Berdasarkan kebutuhan belajar (learning needs based)
2. Berorientasi pada pencapaian tujuan (goal needs based)
3. Berpusat pada peserta didik (participants centered)
4. Belajar berdasarkan pengalaman dan atau dengan mengalami (experiential learning)
2.7 Karakteristik Peserta Didik dan Pengajar Orang Dewasa
Supaya dapat memberikan pengajaran yang optimal maka kita perlu memahami karakter
dari peserta didik dewasa yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Orang dewasa mempunyai pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda
2. Orang dewasa lebih suka menerima saran dari pada digurui
3. Orang dewasa lebih memberi perhatian pada hal-hal yang menarik bagi dia dan menjadi
kebutuhannya
4. Orang dewasa lebih suka dihargai dari pada diberi hukuman atau disalahkan
5. Orang dewasa yang pernah mengalami putus sekolah, mempunyai kecenderungan untuk
menilai lebih rendah kemampuan belajarnya
6. Apa yang biasa dilakukan orang dewasa, menunjukkan tahap pemahamannya
7. Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama
8. Orang dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan iktikad yang baik, adil dan masuk
akal
9. Orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya. Oleh karena itu
ia lebih cenderung tidak mau tergantung dengan orang lain
10. Orang dewasa menyukai hal-hal yang praktis
11. Orang dewasa membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat akrab dan menjalin
hubungan dekat dengan teman baru (Nursalam & Efendi, 2008).

25
Keberhasilan andragogi juga ditentukan oleh kemampuan pengajar dalam menciptakan
suasana kelas yang kondusif. Keyakinan pengajar akan potensi manusia dan kemampuan semua
peserta didik untuk belajar dan berprestasi merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Pengajar
harus memahami bahwa perasaan dan sikap peserta didik akan terlibat dan berpengaruh kuat pada
proses belajarnya. Secara umum karakteristik pengajar orang dewasa diantaranya (Nursalam &
Efendi, 2008):
1. Menjadi bagian dari kelompok yang diajar
2. Mampu menciptakan iklim untuk belajar mengajar
3. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi, rasa pengabdian dan idealisme untuk
kerjanya
4. Menirukan/mempelajari kemampuan orang lain
5. Menyadari kelemahannya, tingkat keterbukaannya, kekuatannya dan tahu bahwa di
antara kekuatan yang dimiliki dapat menjadi kelemahan pada situasi tertentu.
6. Dapat melihat permasalahan dan menentukan pemecahannya
7. Peka dan mengerti perasaan orang lain, lewat pengamatan
8. Mengetahui bagaimana meyakinkan dan memperlakukan orang
9. Selalu optimis dan mempunyai iktikad baik terhadap orang
10. Menyadari bahwa "perannya bukan mengajar, tetapi menciptakan iklim untuk belajar"
11. Menyadari bahwa segala sesuatu mempunyai segi positif dan negatif
Sedangkan menurut Makarao (2009), agar dapat melaksnakan tugasnya secara efektif, maka
para pengajar diahrapakan memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Memiliki minat yang besar terhadap materi yang diajarkan.
2. Memiliki kecakapan untuk memperkirakan kepribadian dan suasana hati secara tepat
serta membuat kontak dengan kelompok secara tepa.
3. Memiliki kesabaran, keakraban, dan kepekaan yang diperlukan untuk menumbuhkan
semangat belajar.
4. Memiliki pemikiran yang imajinatif, konseptual, dan praktis dalam usaha memberikan
penjelasan kepada para peserta didik.
5. Memiliki kualifikasi yang memadai dalam bidangnya baik isi maupun metode.
6. Memiliki sikap terbuka, luwes, dan eksperimental dalam metode dan teknik.

26
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Evidence Based Terkait Andragogi


Proses mengajar orang dewasa yang telah dilakukan pada umumnya dilakukan sama dengan
mengajar anak. Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat
diberlakukan juga terhadap orang dewasa. Namun berdasarkan arti secara harfiah, terdapat
perbedaan antara pembelajaran dewasa dan anak. Menurut bahasa Yunani, pembelajaran dewasa
disebut “Andragogi”, yang berasal dari kata “andros” yang berarti orang dewasa, dan “agogus”
yangberarti memimpin. Orang dewasa sebagai pribadi yang sudah matang memiliki kebutuhan
belajar yang berbeda dari anak-anak. Menurut Kartini Kartono (1997), andragogi adalah ilmu
membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah
lingkungan sosialnya.

27
Sebagai manusia dewasa, mahasiswa tentu menginginkan pola belajar dan pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan tugas pada fase perkembangannya. Kemandirian belajar dan
kebebasan emosional serta menunjukkan sikap tanggung jawab menjadi kebutuhannya dalam proses
pembelajaran. Salah satu penelitian yang meneliti tentang kemandirian dan emosi peserta didik
dalam pembelajaran dewasa adalah penelitian yang dilakukan oleh Sayidiman dan Asraruddin
Lambogo (2014). Pembelajaran andragogi menurut hasil penelitian tersebut melibatkan peserta
didik secara menyeluruh, baik darisegi fisik, mental dan emosi dalam proses pembelajaran. Hal ini
kemudian dapat memicu munculnya potensi-potensi yang maksimal. Berdasarkan hal tersebut,
pembelajaran andragogi harus didukung dengan ketersediaan sumber-sumber belajar yang dapat
memudahkan mahasiswa dalam mencari informasi atau pengetahuan tambahan (Sayidiman &
Lambogo, 2014).
Berbagai teori pembelajaran yang diadopsi sebagai landasan dalam menentukan pendekatan
dan strategi pembelajaran, pada dasarnya hanya mengacu pada dua pilihan, yakni teacher centered
atau student centered. Teori pembelajaran sebaiknya dapat memicu kemandirian belajar dan
partisipasi aktif peserta belajar, dalam hal ini adalah peserta dewasa. Menurut penelitian Ellen
O’Shea (2003), pembelajaran mandiri dapat memberikan banyak manfaat. Sebagai contoh adalah
konsep self-directed learning yang didasarkan pada prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa dan
mengambil banyak metode yang berbeda. Namun, untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan
tergantung pada preferensi siswa dan kesiapan untuk belajar mandiri dan konsep yang dimiliki oleh
perawat pendidik (O’Shea, 2003).
Metode pembelajaran mandiri yang dapat diberlakukan salah satunya adalah case-oriented
self-learning danreview. Berdasarkan hasil penelitian Li, Yu, dan Yue (2014), metode case-oriented
self-learning dan review bisa meningkatkan internalisasi siswa dan memberikankesempatan yang
lebih besar untuk belajar mandiri dan studi kolaboratif. Selain itu, metode lainnya adalah Seven
Jump, yang efektifitasnya juga telah dibuktikan dalam penelitian pada tahun 2013 oleh Mukminan,
Nursa’ban dan Suparmini. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang
positif dan signifikan penggunaan teknik pembelajaran Seven Jumps terhadap kemandirian belajar
mahasiswa.
Pembelajaran dewasa dapat memberikan manfaat secara efektif jika peran antara pengajar
dan peserta didik berjalan dengan baik. Salah satu penelitian yang meneliti tentang hal tersebut
adalah yang dilakukan oleh Irviani, dkk. (2013) mengenai peran tutor dalam proses pembelajaran
dengan metode Problem Based Learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
peran tutor yang menjadi subyek penelitian tergolong dalam kategori baik. Tutor berperan dalam
proses dalam kelompok, proses penalaran siswa, dan proses belajar mandiri siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas, pendekatan andragogi merupakan suatu pendekatan yang

28
perlu dicoba dan diimplementasikandalam proses pembelajaran pendidikan klinis. Menurut
penelitian observatif yang dilakukan Guntu (2009), pendekatan andragogi mensyaratkan guru dan
siswa secara bersama-sama menentukan aktivitas pembelajaran yang bermakna, sehingga mampu
mendorong siswa untuk aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

29
3.2 Ringkasan Artikel Penelitian terkait Andragogi

No Judul Penulis & Tahun Metodologi Hasil Kesimpulan


1 Partisipasi Belajar Sayidiman dan Penelitian ini bertujuan  Hasil kajian dari catatan  Pembelajaran
Mahasiswa Lambogo, Asraruddin untuk mengetahui tingkat dosen menunjukkan tingkat andragogi melibatkan
Dalam (2016) partisipasi siswa dalam keterlibatan mahasiswa peserta didik secara
Pembelajaran pembelajaran berdasarkan dalam belajar sangat tinggi, menyeluruh baik
Berbasis Andragogi konsep andragogi mereka mampu memanage fisik, mental dan
dan mengkategorikan jenis emosi dalam proes
Subyek pengamatan pengetahuan yang penting pembelajaran
adalah kelas c yang menurut mereka secara sekaligus dapat
berjumlah 24 orang mandiri memicu munculnya
potensi-potensi yang
Penelitian dilakukan dengan  Absensi kehadiran maksimal
menggunakan teknik survei, mahasiswa menunjukkan  Pembelajaran
pengumpulan data tingkat partisipasi yang andragogi harus
Teknik yang digunakan tinggi, 24 subyek penelitian didukung dengan
kuesioner untuk mengetahui selama 7 kali pertemuan ketersediaan sumber-
pandangan umum perkualiahan tatap muka sumber belajar yang
mahasiswasiswa terhadap hanya 2 orang mahasiswa dapat memudahkan
konsep pembelajaran yang pernah sekali tidak mahasiswa dalam
Andragogi diterapkan. hadir, alasan ketidak mencari informasi
hadiran sakit dan ijin, atau pengetahuan

30
keterlambatan mahasiswa tambahan.
dalam menepati waktu
perkuliahan juga menjadi
rendah, dari 24 mahasiswa
tercatat hanya 1 orang yang
pernah sekali datang
terlambat dengan alasan
keterlambatan kendaraan
rusak dalam perjalanan
menuju kampus
2 Menigkatkan Susanto, Anton Metode observasi, angket, Siklus I, aktifitas pembelajaran Beberapa kemajuan yang
Keaktifan Dan (2016) tes tulis dan perbuatan, serta klasikal mencapai 58,66%. Hal dicapai
Prestasi Belajar dokumentasi. ini selama pembelajaran baik
Mahasiswa Melalui belum mencapai peningkatan melalui
Model Pembelajaran Penelitian pada mahasiswa proses pembelajaran yang pembelajaran klasikal,
Kooperatif tingkat 1 semster 2 kelas E diharapkan yaitu 60-70%. model kooperatif STAD,
Student Teams Kelompok kedua pada mata Namun proses pembelajaran bermain kuis, maupun
Achievement kuliah laboratorium rekam kelompok telah mencapai 84,4 hasil belajar.
Division Dan Kuis medis % dengan target 70-80%, dan Maka hasil penelitian
Tentang kuis mencapai 83,45% dengan tindakan kelas ini dapat
Terminologi Medis Penelitian dilakukan dengan target 70-80%. Sedangkan hasil ditarik kesimpulan
Pada Mahasiswa tiga siklus. Setiap siklus belajar mencapai 75% siswa sebagai berikut:
Apikes Citra dilakukan perencanaan, mencapai nilai 60 - >60  Pembelajaran

31
Medika pelaksanaan, tindakan, dengan rerata nilai 64,68 model
observasi, dan refleksi sedangkan target yang kooperatifSTADdapat
ditentukan 100% tuntas mendorong
Pelaksanaan tindakan mencapai nilai 60 - >60. mahasiswa untuk
secara berurutan berupa: belajar tentang luas
pembelajaran klasikal, Siklus II terjadi peningkatan bangun
pembelajaran kelompok proses pembelajaran klasikal lebihbersemangat,
membuat soal dan jawaban menjadi 77,5%. meningkatkan
model STAD, dan ProsesPembelajaran kelompok prosespembelajaran,
kuis. Setiap siklus terdiri meningkat menjadi 90,62%. dan hasil belajar.
dari dua pertemuan. Dan Pembelajaran kuis  Bermain kuis
Pertemuan I pembelajaran meningkat menjadi90,72%. dapat
klasikal, kerja Sedangkan hasil belajar mendorongmahasiswa
kelompok, dan unjuk kerja mencapai rerata 73,43% dengan untuk belajar
kelompok dalam 100 % siswa mencapai 60 - tentangterminologi
bentuk kuis. Pertemuan II >60. medis menjadi
melanjutkan unjuk lebihbersemangat,
kerja kelompok dalam siklus III terjadi peningkatan meningkatkan
kegiatan kuis dan proses pembelajaran klasikal prosespembelajaran,
evaluasi hasil belajar. menjadi 97,05%. Proses dan hasil belajar
Pembelajaran kelompok  Beberapa temuan
meningkat menjadi 95,31%, dan lain yang diperoleh
proses kegiatan kuis meningkat adalahmunculnya

32
menjadi90,72%. Sedangkan kreatifitas mahasiswa
hasil belajar mencapai rerata dalam
79,37% dengan 100% siswa membuat soal dan
mencapai nilai 60 jawabannya,
- >60. banyaknya
pertanyaan yang
diajukan mahasiswa,
adanyatanggung
jawab menyelesaikan
tugas,
hilangnya keluhan
bosan.
3 Persepsi Mahasiswa Irviani, Risna; Arifin, Metode penelitian deskriptif 73 % mempersepsikan peran Peran tutor pada kegiatan
tentang peran tutor Syamsul; Santi, Eka dengan pendekatan cross tutor baik, dan 27 % sedang. PBL (proses dalam
pada kegiatan (2013) sectional kelompok, penalaran dan
Problem Based Persepsi mahasiwa tentang belajar mandiri) di PSIK
Learning (PBL) di peran tutor pada proses dalam FK UNLAM Sebagian
PSIK FK UNLAM kelompok didapatkan sebanyak besar baik.
74% mempersepsikan peran
tutor baik dan 26 % sedang.

Persepsi mahasiswa tentang


peran tutor pada proses

33
penalaran 78 %
mempersepsikan tutor baik, 21
% sedang dan 1 % kurang.

Persepsi mahasiswa tentang


tutor pada belajar mandiri
didapatkan sebanyak 76 %
mempersepsikan peran baik. 23
% sedang, dan 1 % kurang
4 Problem Based Musiana (2013) Desain yang digunakan Hasil penelitian didapat Metode Problem Based
Learning (Pbl) adalah cross sectional mayoritas mahasiswa (45%) Learning dengan
Dalam Upaya Populasi pada penelitian ini mendapatkan nilai hasil belajar menggunakan kasus
Meningkatkan Hasil adalah mahasiswa kelas B (68-78), sedangkan yang pemicu yang diterapkan
Belajar Dan reguler Jurusan mendapatkan nilai E (< 40) ada dalam pembelajaran
Pemahaman Keperawatan 1 orang (2,5%). Dalam askep KMB khususnya
Mahasiswa Tanjungkarang TA kaitannya dengan pemahaman, pada sistem perkemihan
Keperawatan 2007/2008 sebanyak 40 mayoritas mahasiswa (60%) efektif dalam
Terhadap Asuhan orang mengatakan memiliki meningkatkan nilai hasil
Keperawatan pemahaman dalam kategori belajar dan pemahaman
Medikal Bedah penelitian eksperimental cukup, kategori baik ada 11 mahasiswa terhadap
dengan Problem Based orang (27.5%) dan kategori askep KMB khususnya
Learning menggunakan kurang ada 5 (12,5%) pada materi sistem
kasus pemicu. perkemihan

34
5 Studi Kasus Pada Toharudin, Uus dan Penelitian ini bertujuan Hasil penelitian menunjukan ketersediaan dosen dalam
Psikologi Kurniawan, Iwan untuk mengetahui bahwa kemampuan problem memberikan bimbingan
Pendidikan: S.(2017) kemampuan problem solving mahasiswa calon guru di luar perkuliahan. Ini
Bagaimana solving mahasiswa calon biologi pada mata kuliah memang salah satu
Mahasiswa guru biologi di psikologi kelemahan dosen
Memiliki Universitas Pasundan pada pendidikan termasuk kategori mungkin karena
Kemampuan mata kuliah psikologi baik untuk kelompok kesibukannya, tetapi dari
Problem Solving pendidikan dan persepsi eksperimen-1 dan kategori hasil analisis tersebut
mahasiswa mengenai cukup untuk kelompok dapat dijadikan bahan
perkuliahan psikologi eksperimen-2 evaluasi diri khususnya
pendidikan bagi dosen untuk lebih
Hasil analisis kuesioner meluangkan waktu lagi di
Metode penelitian mahasiswa mengenai persepsi luar jam perkuliahan
menggunakan deskriptif perkuliahan psikologi
kuantitatif pendidikan diperoleh skor
Sampel dalam tertinggi sebesar 3,30 atau
penelitian ini sebanyak 30 sebesar 82,5% yang menyatakan
mahasiswa untuk kelompok kemampuan dosen dalam
eksperimen-1 dan 30 menyajikan materi secara
mahasiswa untuk kelompok menarik. Sedangkan skor

35
eksperimen-2 kelompok terendah sebesar 2,50 atau
Teknik pengumpulan data sebesar 62,5% yang menyatakan
dilakukan tes, data bahwa dosen memulai dan
dipeloreh dari hasil tes mengakhiri perkuliahan tepat
mahasiswa waktu serta ketersediaan dosen
yang diberikan skor. dalam memberikan bimbingan
Analisis data dilakukan di luar perkuliahan
dengan deskriptif stastistik

6 Students’ J. McHarg, E. J. Kay Desain Kohort, Skor keterlibatan individu dalam Siswa yang paling
engagement with and L. R. Coombes Tujuan Penelitian: kelompok dan peforma dalam banyak terlibat dengan
their group in a (2011) Studi ini menyelidiki hasil balajar memiliki hubungan proses PBL memiliki
problem-based apakah kemungkinkan positif yang signifikan nilai pengetahuan yang
learning curriculum untuk memilihanggota Tidak terdapat hubungan antara lebih baik.
kelompok akan penerapan grup Belbin dengan Saran: Grup2 pada studi
meningkatkan keseluruhan skor keterlibatan kelompok. memperlihatkan budaya
fungsionalitasdarikelompok kolaboratif. Kolaboratif
dengan mengoptimalkan learning menghasilkan
dinamika kelompok tim pemahaman dan
belbin. pembelajaran yang lebih
Mengetahui dalam
hubunganantara keterlibatan
siswa dengan kelompok

36
(PBL) menggunakan
ukuran keterlibatan
kelompok dan
hasilindividual berbasis
penilaianpengetahuan
7 Nursing students Manal Ibrahim Al- Metode mix metode Tanggapan terhadap Penerapan PBL yang
evaluation of Kloub , Taghreed kuantitatif dan kualitatif kuesionerPBL dianggap cukup berhasil tidak mudah
problem based Nayel Salameha, Erika Teknik observasi dan efektif dalam pengalaman dilakukan
learning and the Sivarajan Froelicherb melengkapi kuesioner belajardengan rata-rata 3,64 Saran: Dosen harus
impact (2013) evaluasi PBL (S.D ¼ 1,18). waspada terhadap
of culture on the Tujuan penelitian: Respons kualitatif mahasiswa masalah budaya dalam
learning process and mengevaluasi pengalaman turun dalam empat kategori mendesain kurikulum
outcomes: A pilot belajar siswa mengadopsi tematik termasuk:
project Problem Based Learning mengembangkan kemampuan
(PBL) dan menyelidiki kognitif, belajar mandiri,
bagaimana latar belakang motivasi belajar, dan belajar
budaya siswa berdampak kelompok.
pada belajar mandiri Komentar kesulitan yang
dihadapi oleh mahasiswa
adalah: PBL memakan waktu,
memiliki tujuan yang tidak jelas,
ini adalah proses yang penuh
tekanan, dan ini menghasilkan

37
beban kerja meningkat.PBL
membosankan dan
dikeluhkantentang kurangnya
kontribusi dari instruktur dan
sumber daya yang terbatas.
Belajar saling terkait dengan
budaya;pengalaman pendidikan
sebelumnya, ketidakpastian,
kemampuan berbahasa Inggris,
sumber daya komputer,gender,
dan prestasi .
Isu budaya berdampak
padaproses belajar dan hasil.
8 Case-oriented Self- Siying Li, MD, Desain penelitian : RCT Pada UTS nilai kelompok Case-oriented self-
learning and Review Baoping Yu, PhD and Tujuan penelitian: ekperimen lebih baik learning andreviewbisa
in Pharmacology Jiang Yue, PhD Untukmenilai model dibandingkan kelompok control meningkat internalisasi
Teaching (2014) pengajaran inovatif dalam (P, 0,01). siswa dan
pengajaran farmakologi Pada UAS secara signifikan memberikankesempatan
dengan menganalisis lebih banyak siswa kelompok yang lebih besar untuk
prestasi akademik ekperimen mendapat penilaian belajar mandiri dan studi
mahasiswa pada ujian “sangat baik” dibandingkan kolaboratif.
metode pembelajaran : kelompok control Komposisi pemeriksaan
case-oriented self-learning Baik dosen maupun mahasiswa dapat mempengaruhi

38
and review & traditional dalam kelompok keefektifan penilaian
lecture-based teaching belajarumumnya bersikap kemampuan pemecahan
positif terhadap model masalah
pengajaran yang inovatif. Saran: Case Base
Learning bisa membantu
berkembang kemampuan
siswa untuk menerapkan
pengetahuan mereka
dalam praktik klinis
9 Impact of Sue-Hsien Chen, Shu- Desain penelitian: RCT Kelompok ISST menunjukkan Program ISST untuk
interactive situated Ching Chen, Shu- Tujuan: Penelitian ini kompetensi keperawatan yang secara signifikan
and simulated Chiou Lee, Yi-ling bertujuan untuk superior meningkatkan
teaching program on Chang, Kun-Yun Yeh meningkatkan kompetensi (p = 0,001), serta melaporkan kompetensi klinis
novice nursing (2017) klinis, meningkatkan rasa tingkat stres yang lebih rendah perawat
practitioners' percaya diri, dan (p =0,011), dan peningkatan Saran: Seharusnya ada
clinical competence, mengurangijumlah stres kepercayaan padakompetensi bantuan akses pada
confidence, and terkait memulai praktek profesional (p = 0,026) program sehingga
stress keperawatan dibandingkan dengan kelompok memfasilitasi praktisi
metode pembelajaran: kontrol. keperawatan baru
interactive situated and Analisis regresi berganda terhadap lingkungan kerja
simulated teaching program terungkapbahwa kompetensi yang mereka di awal
keperawatan klinis berkorelasi karir.
positif dengan penggunaan ISST

39
(p = 0,02) dan berkorelasi
negative dengan stres (p = 0,03).
10 Virtual verses face- Shelley Cobbett RN Desain: Randomized Tidak ada perbedaan yang Dengan tidak adanya
to-face clinical BN GnT MN EdD, pretest-post-test signifikan secara statistik dalam perbedaan yang
simulation in Erna Snelgrove-Clarke Tujuan: Untuk pengetahuan dan kepercayaan signifikan dalam
relation to student RN, membandingkan diri siswaantara simulasi tatap pengetahuan atau
knoweldge, anxiety, PhD (2016) keefektifan dua skenario muka dan virtual klinis. Skor kepercayaan diri siswa
and self-confidence simulasi klinis ibu hamil kecemasan lebih tinggisiswa antara simulasi klinis
in maternal- yaitu dengan simulasi klinis dalam simulasi klinis virtual virtual dengan simulasi
newborn nursing: A virtual dan simulasi daripada simulasi tatap muka. tatap muka.
randomized manikin dengan pertemuan Saran: Pentingnya
controlled trial tatap muka berkelanjutan. mempertimbangakan
Model pembelajaran: face- pembiayaan manfaat dan
to-face clinical simulation resiko implementasi
virtual clinical simulation simulasi yang diberikan
pada mahasiswa
keperawatan.
VCS mungkin merupakan
alat pembelajaran
pendidikan yang
menjanjikan
11 Self-directed Ellen O’Shea. Irlandia, Literature Review Konsep self-directed learning Siswa yang berpikir
learning in nurse 2003 berdasarkan pencarian di didasarkan pada prinsip-prinsip dewasa mungkin

40
education: a review CINAHL, Medline and pembelajaran orang dewasa lebih senang
of the literature database lainnya, dan bisa mengambil banyak menggunakan metode
menggunakan kata kunci metode yang berbeda. self-directing. gaya
‘self-directed learning’, Pembelajaran mandiri banyak belajar dan kesiapan
‘student nurses’, manfaat. Namun, memperoleh belajarperlu dinilai saat
‘classroom’, keterampilan yang diperlukan menilai kesesuaian
‘nursing education’ and tergantung pada preferensi siswa menggunakan pendekatan
‘adult education’. dan kesiapan untuk belajar self-directed learning.
mandiri dan konsep yang Namun, ada banyak
dimiliki oleh perawat pendidik. potensi keuntungan,
Dalam menerapkan termasuk peningkatan
pembelajaran mandiri, pengajar kepercayaan
menjadi diri,otonomi, motivasi
fasilitator pembelajaran dan dan persiapan belajar
membutuhkan pengembangan sepanjang hayat.
staf yang berkelanjutan. Tidak
semua metode pengajaran
self-directed harus digunakan
dalam kurikulum.

12 Penggunaan Teknik Mukminan; Metode penelitian yang Hasil penelitian ini Hasil pembahasan yang
Seven Jumps Nursa’ban; Suparmini. digunakan adalah menunjukkan didasarkan pada
Untuk Peningkatan Yogyakarta,2013 eksplanasi hubungan bahwa p lebih kecil dari α permasalahan dan tujuan

41
Kemandirian asosiatif kausal (0,000 < penelitian dapat
Belajar Mahasiswa antarvariabel. 0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan
Subjek penelitian ini disimpulkan bahwa bahwa ada pengaruh yang
mahasiswa di kelas ada hubungan yang signifikan positif dan
Nonreguler yang antara pembelajaran signifikan penggunaan
mengambil mata kuliah menggunakan teknik seven teknik pembelajaran
Perencanaan jumps dengan Seven Jumps terhadap
Pembelajaran Geografi kemandirian belajar mahasiswa. kemandirian belajar
pada Semester Berdasarkan mahasiswa
Genap Tahun 2012. nilai koefisien korelasi yaitu pada mata kuliah
Data dikumpulkan sebesar 0,511 Perencanaan
menggunakan kuesioner dengan p= 0,000 atau <0,05, Pembelajaran
dan dinalisis menunjukkan bahwa Geografi di Jurusan
menggunakan analisis hubungan yang signifikanantara Pendidikan Geografi
statistic bivariate, pembelajaran FIS UNY tahun 2012.
kemudian menggunakan teknik seven Hal ini berarti proses
dilanjutkan dengan analisis jumps dengan pembelajaran
statistik parametris kemandirian mahasiswa. menggunakan teknink
regresi. Sementara kemandirian seven
mahasiswa termasuk dalam jumps dapat digunakan
kategori baik. sebagai salahsatu cara
untuk meningkatkan
kemandirian mahasiswa

42
sebagai pembelajar orang
dewasa (andragogy).
13 Peranan Pendekatan Guntur. Observasi Model pembelajaran pendidikan Pendekatan andragogi
Andragogis Yogyakarta,2009 jasmani yang terkesan merupakan suatu
Dalam mekanistis dengan pendekatan yang perlu
Pembelajaran menempatkan guru dicoba dan
Pendidikan Jasmani sebagai orang yang paling diimplementasikan dalam
banyak tahu dan menempatkan proses pembelajaran
siswa sebagai kelompok pendidikan jasmani.
individu Pendekatan ini
penerima pengetahuan dari guru mensyaratkan guru dan
dipercayai kurang banyak siswa secara bersama-
berhasil. Ketidakberhasilan itu sama menentukan
ditandai dengan aktivitas pembelajaran
ketidakmampuan siswa untuk yang bermakna, sehingga
berfikir kritis dalam mampu mendorong siswa
menciptakan suasana teknik untuk aktif berpartisipasi
gerak dasar tertentu sesuai dalam proses
dengan cabang olahraga yang pembelajaran.
bermakna.
Bahkan proses pembelajaran
seperti itu tidak mampu
mendorong siswa untuk aktif

43
berpartisipasi dalam
proses pembelajaran.
Kemampuan guru dalam
mendesign proses pembelajaran
yang menarik,
inovatif dan menantang
merupakan kunci keberhasilan
dari proses pembelajaran itu.
14 Faktor-Faktor Yang Nyambe; Harsono; Mix Method. Penelitian ini menunjukkan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Self Rahayu. Makassar, yaitu kualitatif sebagai bahwa Rata-rata skor SDLR mempengaruhi SDLR
Directed Learning 2016 pendekatan utama paling rendah dimiliki oleh pada mahasiswa tahun
Readiness Pada (dominan) dan pendekatan mahasiswa tahun Pertama FK pertama, kedua dan
Mahasiswa Tahun kuantitatif sebagai Unhas sedangkan SDLR paling ketiga di FK Unhas
Pertama, Kedua Dan fasilitator (less dominant). tinggi dimiliki oleh mahasiswa dibagi menjadi dua yaitu:
Ketiga Di Fakultas pengumpulan data dengan tahun Kedua. Tidak ditemukan (1) faktor internal yang
Kedokteran kuesioner dan FGD. Jumlah kategori SDLR rendah karena terdiri dari kesehatan
Universitas subjek kuantitatif 399 orang mahasiswa telah punya banyak fisik, ketersediaan waktu
Hasanuddin Dalam (143 orang dari tahun I, 152 pengalaman belajar aktif dan luang, hobi atau
Pbl orang tahun II dan 104 mandiri yang berkembang terus. kegemaran, kematangan
orang dari tahun III), Terdapat beberapa faktor yang diri, dan kecerdasan; (2)
sedangkan untuk FGD mempengaruhi konstruk SDLR faktor eksternal yang
sebanyak 18 orang yang yaitu keinginan untuk belajar, terdiri dari dukungan
ditetapkan dengan kontrol diri dan manajemen diri. keluarga dan teman,

44
purposive sampling. fasilitas fakultas, masalah
Penyebaran kuesioner yang dihadapi, hubungan
dilakukan terlebih dahulu antar teman sebaya, dan
untuk mendapatkan pengaruh orang tua serta
kategori SDLR tinggi, teman
sedang dan rendah,
dilanjutkan dengan FGD
tiap angkatan berdasarkan
kategori SDLRnya. Analisis
dimulai dengan proses
transkripsi kemudian proses
koding.
15 Video Production Hidayati,Ratnaningsih. Eksperimen pemanfaatan proses pembuatan video Metode pembuatan video
Process as a Depok,2014. perkembangan teknologi nasionalisme oleh para peserta dianggap tepat untuk
Learning Tool to dalam proses pembuatan diklat memberikan pengaruh diterapkan pada
Increase Training video bertema nasionalisme yang positif pada peningkatan pembelajaran nilai-nilai
Participants’ motivasi belajar peserta untuk yang bersifat “abstrak”.
Learning Motivation memahami materidan mencapai Dengan pemilihan
In Achieving tujuan pembelajaran. Selain itu, metode yang tepat maka
Learning Goal peserta juga dapat motivasi belajar peserta
mengidentifikasi hubungan diklatakan meningkat.
antara teori dan realita.

45
16 Pengaruh metode Titik Puji Lestari Jenis penelitian ini adalah Tingkat pengetahuan Bedside teaching sangat
pembelajaran (2010). pre eksperimen desain responden sebanyak 40% efektif untuk
bedside teaching dengan rancangan one dalam kategori cukup sebelum meningkatkan
terhadap tingkat group pre post test desain. dilakukan bedside teaching pengetahuan mahasiswa
pengetahuan dan Dilakukan dengan cara namun sesudah dilakukan dan kemampuan
kemampuan memberi pre bedside teaching tingkat psikomotor mahasiswa.
psikomotor test(pengamatan awal) pengetahuan responden Mahasiswa akan lebih
mahasiswa DIII di terlebih dahulu sebelum sebanyak 77% dalam kategori mudah memahami dan
lahan praktek diberikan intervensi sangat baik. Kemampuan menerapkan pengetahuan
(Ruang Melati (perlakuan), setelah itu psikomotor responden yang didapatkan di
RSUD Dr. Harjono diberi intervensi, kemudian sebanyak 87% dalam kategori perkuliahan dan
S Ponorogo). dilakukan post test kurang tetapi sesudah mahasiswa mampu
(pengamatan akhir). Sampel dilakukan bed side teaching memaknai proses
penelitian ini adalah kemampuan psikomotor belaajar di bidang
mahasiswa DIII Kebidanan responden sebanyak 100% pekerjaan secara nyata
Semester II yang berumlah dalam kategori sangat baik. sehingga mempunyai
40 orang yang praktek Hasil analisa menunjukkan pengalaman dalam
klinik di ruang Melati bahwa nilai P-Value = 0,000 melaksanakan prosedur

46
RSUD Dr. Harjono S <α = 0,05 sehingga dapat tindakan dengan benar,
Ponorogo. Tehnik disimpulkan ada perbedaan berlatih komunikasi dan
pengambilan sampel dengan pengetahuan dan kemampuan bersikap yang dapat
teknik random sampling. psikomotor mahasiswa membentuk sikap
sebelum dan sesudah diberikan profesionalisme
bedside teaching. dikemudian hari.
Diharapkan pembimbing
klinik dapat menerapkan
metode bedside teaching
dalam bimbingan praktek
kepada semua mahasiswa
sehingga dapat
meningkatkan
pencapaian kompetensi
praktek klinik.
17. Perbedaan Yuana Dwi Agustin Penelitian ini merupakan Keterampilan mahasiswa Metode pembelajaran
keefektifan (2011). Randomised Controlled setelah mendapatkan media video lebih efektif
penggunaan media Trial (RCT) desain ini fantom dengan nilai rata-rata = dibandingkan dengan
pembelajaran video terdiri atas dua kelompok 66,9 sedangkan keterampilan metode pembelajaran

47
dengan fantom yang dipilih secara random, mahasiswa setelah fantom dalam
dalam meningkatkan kemudian diberi pre test mendapatkan media video meningkatkan
keterampilan untuk mengetahui keadaan dengan nilai rata-rata 87,4. keterampilan
pemasangan kateter awal adakah perbedaan Hasil analisa dengan nilai P- pemasangan kateter pada
pada mahasiswa. antara kelompok Value = 0,000, berarti terdapat mahasiswa DIII
eksperimen dan kelompok perbedaan yang signifikan keperawatan dan media
kontrol. Sampel penelitian antara metode pembelajaran pembelajaran video lebih
sebanyak 80 orang video dan fantom pada tepat diberikan apabila
mahasiswa DIII mahasiswa DIII Keperawatan tujuan pembelajaran
keperawatan Universitas pada kelompok kelas 1 A dan 1 bersifat motorik (gerak
Bondowoso tingkat I B setelah diberi media dan aktivitas).
dengan teknik random pembelajaran fantom dan
sampling. video.
18. Perbandingan Made Sumarwat, Penelitian ini merupakan Analisa data dilakukan dengan Hasil ini menunjukkan
efektifitas antara Imalia Dewi Asih dan penelitian eksperimental menggunakan uji t dependen bahwa metode
metode Efy Afifah (2005). dengan menggunakan pre- dan independen dengan tingkat pembelajaran psikomotor
pembelajaran test-posttest kemaknaan 0,05. Hasil di laboratorium secara
psikomotor di with control group design. penelitian menunjukkan bahwa mandiri dengan
laboratorium dengan Responden dalam mahasiswa pada kelompok menggunakan media

48
supervisi dan penelitian ini adalah seluruh yang belajar di berupa video dan modul
mandiri terhadap mahasiswa yang bawah supervisi (kelompok cukup efektif untuk
kemampuan mengikuti mata ajar Proses kontrol) dan kelompok yang digunakan, namun untuk
melakukan Keperawatan dan belajar secara mandiri memperoleh hasil yang
keterampilan Pemenuhan Kebutuhan (kelompok eksperimen) dapat optimal kualitas media
psikomotor pada Dasar Manusia pada melewati nilai batas yang digunakan harus
mata ajat semester lulus yang ditentukan pada ditingkatkan antara lain
keperawatan dasar. ganjil 2004/2005 yang kedua keterampilan. Tidak ada kualitas gambar dan
berjumlah 84 orang. perbedaan yang bermakna pada kejelasan rasionalisasi
Dengan menggunakan kemampuan mahasiswa yang tindakan.
stratified random sampling berada di
responden dikelompokkan kelompok kontrol dan
menjadi dua. Seluruh kelompok eksperimen dalam
mahasiswa diurut mencuci tangan (t(82)=1,319,
berdasarkan Indeks Prestasi p=0,191), namun ditemukan
Kumulatif (IPK) hingga perbedaan yang
semester yang baru saja bermakna pada kemampuan
berakhir. Dengan mahasiswa yang berada di
menggunakan cut of point kelompok kontrol dan

49
2,55 eksperimen dalam memakai
diperoleh 76 mahasiswa sarung tangan steril dan
yang memiliki IPK lebih melepaskannya (t(82)=2,927,
atau sama dengan 2,55 dan p=0,004).
8 mahasiswa yang
memiliki IPK kurang dari
2,55. Setelah
pengelompokkan ini maka
secara random
mahasiswa dari kelompok di
atas IPK 2,55 dan
kelompok di bawah IPK
2,55 dimasukkan ke dalam
kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen.
Kelompok kontrol adalah
kelompok yang belajar
dengan demontrasi dan
supervisi oleh staf pengajar,

50
sedang kelompok
eksperimen adalah
kelompok yang
belajar mandiri dengan
mengunakan modul
bergambar dan rekaman
video.
19. Pengaruh pelatihan Edy Sukiarko (2007). Jenis penelitian yang Pengetahuan kader gizi pada Pelatihan dengan metode
dengan metode digunakan adalah penelitian saat pretes sebanyak 72,7% BBM lebih
belajar berdasarkan quasy memiliki pengetahuan cukup. meningkatkan
masalah terhadap experimental dengan Keterampilan kader gizi pengetahuan
pengetahuan dan rancangan penelitian non- pada saat pretes sebanyak dan keterampilan kader
keterampilan kader randomized control group 93,9% memiliki keterampilan gizi dalam kegiatan
gizi dalam kegiatan pretest postest design. kurang. Posyandu dibandingkan
posyandu. Pengambilan sampel untuk Pengetahuan kader gizi pada metode
kelompok perlakuan saat postes 1 sebanyak 63,6% Konvensional.
(mendapat pelatihan memiliki pengetahuan baik.
metode BBM) dan Keterampilan kader gizi
kelompok kontrol pada saat postes 1 sebanyak

51
(mendapat pelatihan metode 63,6% memiliki keterampilan
konvensional) dilakukan baik.
secara purposive. Prosedur
pengambilan sampel Pengetahuan kader gizi pada
adalah dari 66 Posyandu saat postes 2 sebanyak 84,8%
dibagi menjadi 2 kelompok memiliki pengetahuan baik.
secara acak, sehingga Keterampilan kader gizi
ada 33 Posyandu untuk pada saat postes 2 sebanyak
kelompok BBM dan 33 78,8% memiliki keterampilan
kelompok Konvensional, baik. Metode Belajar
kemudian setiap Posyandu Berdasarkan Masalah (BBM)
diambil satu kader gizi meningkatkan rerata skor
secara purposive dengan pengetahuan saat postes 1 dan
pertimbangan bersedia postes 2, sedangkan metode
mengikuti pelatihan selama Konvensional hanya
2 hari penuh dan tempat meningkatkan pengetahuan
tinggal kader gizi mudah saat postes 1. Rerata skor
dijangkau sarana keterampilan kelompok BBM
transportasi, sehingga lebih tinggi

52
diperoleh dibandingkan kelompok
33 kader gizi untuk Konvensional saat postes 1 dan
kelompok perlakuan (BBM) postes 2. Terjadi
dan 33 kader gizi untuk peningkatan rerata skor
kelompok kontrol keterampilan kader gizi dari
(Konvensional). postes 1 ke postes 2 pada
kelompok BBM, sedangkan
pada kelompok Konvensional
tidak.
20. Pengaruh Metode Netty Herawati Penelitian eksperimen Jumlah subjek penelitian dalam Metode pembelajaran
Hypnoquantum (2011). didesain untuk dapat kelompok dengan menggunakan
Teaching terhadap mengendalikan secara ketat eksperimen adalah 17 orang. hypno
Motivasi Belajar variabel-variabel ekstra Dengan rata-rata quantum merupakan
Mahasiswa. yang tidak berhubungan kemampuan sebelum diberi suatu usaha yang
dengan variabel yang perlakuan 48,5294 dan dilakukan
sedang diamati, di samping setelah diberi perlakuan untuk menimbulkan
itu, penelitian eksperimen sebesar 82,0588. Adapun antusiasme dalam belajar
memiliki efisiensi yang untuk menguji hubungan pada
tinggi. Dalam antara kemampuan sebelum mahasiswa, sehingga

53
merencanakan dan sesudah diberi perlakuan dalam melaksanakan
dan melaksanakan suatu diperoleh nilai koefisien kegiatan
eksperimen diperlukan korelasi r = 0,629 dengan belajar tergerak untuk
desain eksperimen. Desain signifikansi 0,000 yang belajar secara optimal.
eksperimen ini mencakup berarti ada korelasi antara Di samping itu berusaha
perencanaan eksperimen, kemampuan sebelum diberi menyelesaikan secara
langkah-langkah perlakuan dan sesudah baik
eksperimen mendapatkan perlakuan. Hal dan tidak menyia-
dan pelaksanaan ini berarti ada perbedaan hasil nyiakan waktu
eksperimen. pre-test dan post-test. belajarnya.
Penelitian Hasil yang diperoleh dari post-
ini menggunakan metode test menunjukkan
eksperimen dengan peningkatan yang sangat
menggunakan teknik quota signifikan dibandingkan
sampling. Untuk dengan hasil yang diperoleh
menganalisis statistik, dari pre-test. Hasil dari
digunakan tes t sampel. membandingkan nilai pre-test
Sampel penelitian ini adalah dan post-test pada
mahasiswa psikologi kelompok eksperimen dan

54
Universitas Trunojoyo. kelompok kontrol.
Jumlah subjek atau sampel Perbandingan pre-test
penelitian dalam kelompok kelompok eksperimen dan
eksperimen adalah 17 orang. kelompok kontrol diperoleh
nilai t = 0,273 dengan
signifikansi 0,788 yang berarti
tidak signifikan, artinya
tidak ada perbedaan hasil pre-
test pada kelompok
eksperimen dan kelompok
kontrol. Sedangkan
perbandingan post-test
kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol
menunjukkan hasil t = 2,175
dengan
signifikansi 0,045 yang berarti
signifikan, artinya
ada perbedaan yang signifikan

55
hasil post-test antara
kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa
motivasi belajar mahasiswa
meningkat setelah diberikan
eksperimen. Pembelajaran
model hypnoquantum dapat
digunakan sebagai referensi
model pembelajaran.

56
BAB IV
KESIMPULAN

Belajar yang bertujuan untuk perubahan perilaku dan potensi perilaku


sebagai hasil penngalaman atau latihan. Hal ini dapat terjadi ketika adanya input
berupa stimulus dari pemberi pesan dalam hal ini adalah guru/ dose/ pengajar dan
output yang berupa respon yang di berikan oleh peserta proses belajar itu sendiri.
Dalam kehidupan setiap individu selalu melalui kegiatan yang di sebut belajar,
dalam kondisi apapun termasuk dalam tahap pembelajaran klinik. Proses belajar
ini dilakukan sepanjang rentang kehidupannya ((long life education) termasuk di
dalamnya adalah dalam tahapan perkembangan orang dewasa. Sehingga di
butuhkan suatu strategi dan metode yang tepat untuk mencapai tujuan dari suatu
proses pembelajaran dengan pendekatan contimum learning approach.

Pendekatan yang berbeda dibutuhkan untuk membantu pembelajaran


orang dewasa. Program pembelajaran harus di pertimbangkan untuk mencapai
kesuksesan dengan prinsip pembelajaran orang dewasa dan implikasinya
mengembangan, implementasi dan evaluasi yang harus benar-benar
dipertimbangkan sesuai dengan pekembanganya. Pembelajaran yang diberikan
kepada orang dewasa dapat efektif jika mengupayakan agar ia mampu
menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka.
Namun berbagai faktor dapat mempengaruhi kegiatan pembelajaran orang
dewasa. Sehingga perlu dipertimbangkan penetapan pemilihan metode
pembelajaran harus agar semua aspek tujuan dapat dicapai.

Bebagai metode yang dapat lakukan pada orang dewasa diantaranya Small
group Discusions (SGD), Role Play, case stdy, discovery learning, Self-Directed
Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learningh, Contextual
Instruction,Project Based Learning dan Problem Based Learning. Metode ini
dapat dilakukan ketika pengajar dapat memahahami karakter dari peserta didik
dewasa. Keberhasilan andragogi juga ditentukan oleh kemampuan pengajar dalam
menciptakan suasana kelas yang kondusif. Keyakinan pengajar akan potensi
manusia dan kemampuan semua peserta didik untuk belajar dan berprestasi

57
merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Pengajar harus memahami bahwa
perasaan dan sikap peserta didik akan terlibat dan berpengaruh kuat pada proses
belajarnya, supaya dapat memberikan pengajaran yang optimal.

58
DAFTAR PUSTAKA

Al-Kloub , M.N., Salameha. T.N., Froelicherb E.S. (2013). Nursing students


evaluation of problem based learning and the impact of culture on the
learning process and outcomes: A pilot project. Nurse Education in Practice
xxx (2013) 1e
Arif, Zainuddin. (1994). Andragogi. Bandung: Angkasa.
Candy PC. (1991). Self-direction for Lifelong Learning: A Comprehensive Guide
to Theory and Practice. San Francisco: Jossey-Bass
Chen, S.H,.Chen,S.C,. Lee, Y.L., Chang, K.,(2017). Impact of interactive situated
and simulated teaching program on novice nursing practitioners' clinical
competence, confidence, and stress. Nurse Education Today 55 (2017) 11–
16
Cobbett, S., Clarke. E.S., (2016). Virtual verses face-to-face clinical simulation in
relation to student knoweldge, anxiety, and self-confidence in maternal-
newborn nursing: A randomized controlled trial. Nurse Education Today
Dryden at all. (1994). The Learning Revolution. New York : Jalmar Press
Ellen O’Shea. (2003). Self-directed learning in nurse education: a review of the
literature.Irlandia : Blackwell Publishing
ErnestW,B., (1997). Proven Ways to Get Your Message Across. Corwin Press.
California
Guntur. (2009). Peranan Pendekatan Andragogis Dalam Pembelajaran Pendidikan
Jasmani. Yogyakarta :Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia Volume 6,
Nomor 2, November 2009
Hidayati,Ratnaningsih. (2014). Video Production Process as a Learning Tool to
Increase Training Participants’ Learning Motivation In Achieving Learning
Goal. Depok :Cendekia Niaga Journal of Trade Development and Studies
Irviani, Risna; Arifin, Syamsul; Santi, Eka (2013). Persepsi Mahasiswa tentang
peran tutor pada kegiatan Problem Based Learning (PBL) di PSIK FK
UNLAM. ISSN 2337-821

59
Knowles MS. (1984). Andragogy in action: applying modern principles of adult
learning. San Francisco: Jossey-Bass
Li, S., Baoping Y, Jiang Y. (2014) .Case-oriented Self-learning and Review in
Pharmacology Teaching. The American Journal of the Medical Sciences _
Volume 348, Number 1
LKPP. (2017). PanduanPenerapan Model Pembelajaran Studi Kasus. PPT
UNHAS Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan.
Lunandi, A, G. (1987). Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia
Makarao, Nurul Ramadhani. (2009). Metode Mengajar dalam Bidang Kesehatan.
Bandung : Penerbit Alfabeta.
McHarg. J., E. J. Kay and L. R. Coombes (2011). Students’ engagement with their
group in a problem-based learning curriculum. European Journal of Dental
Education
Mukminan; Nursa’ban; Suparmini. (2013). Penggunaan Teknik Seven Jumps
Untuk Peningkatan Kemandirian Belajar Mahasiswa. Yogyakarta:
Cakrawala Pendidikan, Juni 2013, Th. XXXII, No. 2
Musiana (2013). Problem Based Learning (Pbl) Dalam Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar Dan Pemahaman Mahasiswa Keperawatan Terhadap Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 1, April
2013
Nursalam & Efendi, Ferry. (2008). Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nyambe; Harsono; Rahayu. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self
Directed Learning Readiness Pada Mahasiswa Tahun Pertama, Kedua Dan
Ketiga Di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Dalam Pbl.
Makassar : Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia Volume 5 Nomor 2
Rhee, Y. (2004). The EPO chain in relationships management: a case study of a
government organization. Unpublished doctoral dissertation, University of
Maryland, College Park
Sayidiman dan Lambogo, Asraruddin (2016). Jurnal Publikasi Pendidikan
http://ojs.unm.ac.id/index.php/pubpend Volume VI Nomor 3 Oktober 2016

60
ISSN 2088-2092
Schon DA. (1997). Educating The Reflective Practitioner: Toward A New Design
For Teaching and Learning in The Professions. San Francisco: Jossey-Bass,
Simamora, Roymond H (2009). Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Supriadi. (2006). Sebuah Konsep Teoritik. Tidak Dipublikasikan : STAIN
Bukittinggi
Susanto, Anton (2016). Menigkatkan Keaktifan Dan Prestasi Belajar Mahasiswa
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement
Division Dan Kuis Tentang Terminologi Medis Pada Mahasiswa Apikes
Citra Medika. INFOKES, VOL 6 NO 1, Februari 2016. ISSN : 2086 - 2628
Susilo, Rakhmat. (2011). Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Yogyakarta
: Nuha Medika.
Toharudin, Uus dan Kurniawan, Iwan S.(2017). Studi Kasus Pada Psikologi
Pendidikan: Bagaimana Mahasiswa Memiliki Kemampuan Problem
Solving. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. Volume 3 Nomor 1 Tahun
2017. Halaman 36-44

61
62

Anda mungkin juga menyukai