Anda di halaman 1dari 4

209

PRODUKSI BIBIT JERUK KEPROK SIOMPU


(Citrus nobilis L.) MELALUI OKULASI MIKRO IN VITRO
Oleh: Hamirul Hadini1) dan Ni Wayan Sri Suliartini1)
ABSTRACT
Citrus is a commodity that most profitable to be cultivated in Indonesia. Citrus can be propagated
with various methods as well as in vitro culture. In vitro micrografting is a technique for grafting scion to
rootstocks of plantlets from tissue culture, but for Siompu citrus has never been carried out. The original in
vitro grafting techniques helped speed clonal production of virus-free Citrus plant. The objectives of this
research were to obtain the best medium for micrografted plantlets and acclimatization for citrus plantlets
from micrografting. The experiment was arranged according to Completely Randomized Design, consist of
combination of IBA (0, 0,5, and 1 mg l-1) and BAP (0, 1, dan 2 mg l-1) in MS medium with four replications.
Variable measured were the number of survival scion, the number of dorman scion, and the number of scion
which formed leaf. The result show that MS medium supplemented with IBA 1 mg l-1 and BAP 2 mg l-1 was
the best medium for growing of micrografted plantlet. It is concluded that in vitro micrografting can be used
as a techniques for clonal propagation of Siompu citrus.
Key words: Citrus, kultur in vitro, micrografting, scion

PENDAHULUAN
Jeruk keprok (Citrus nobilis L.) asal
Pulau Siompu (jeruk keprok Siompu) sangat
digemari masyarakat Sulawesi Tenggara
karena cita rasanya yang khas, yaitu manis dan
sedikit keasaman serta memenuhi kriteria jenis
jeruk keprok unggul yang dicirikan oleh kulit
buah yang lembut, sari buah banyak, rasa buah
manis, dan bijinya sedikit (Pracaya, 1992).
Harga jual jeruk keprok Siompu dapat
mencapai 5 -10 kali harga jual jeruk keprok
lokal lainnya, sehingga dijadikan andalan
petani Pulau Siompu sebagai sumber
pendapatan
dan
dijadikan
komoditas
hortikultura unggulan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pengembangan jeruk keprok Siompu
di luar Pulau Siompu sedang digalakkan oleh
pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara
melalui Dinas Perkebunan dan Hortikultura.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam
pengembangannya adalah jeruk Siompu telah
terserang oleh berbagai macam penyakit
seperti CVPD, dan sudah adaptif dengan
kondisi daerah asalnya yang kering dan solum
tanahnya yang dangkal sehingga relatif sulit

dikembangkan di daerah lain.


Kendala
tersebut
dapat
diatasi
dengan
cara
penyambungan (grafting) dan okulasi, tetapi
memiliki kelemahan seperti tingginya
inkompatibilitas, tingkat keberhasilannya
rendah, sulit peroleh bahan sambung dalam
jumlah banyak, dan persiapan bahan tanam
yang cukup lama (Santoso dan Wibowo,
2000).
Kelemahan-kelemahan ini dapat
diatasi dengan menggunakan teknologi okulasi
mikro atau teknik sambung pucuk (EstradaLuna et al., 2002; Kala et al., 2002; dan
Turnbull, et al., 2002)
Teknik okulasi mikro atau teknik
sambung pucuk secara in vitro telah berhasil
dilakukan pada beberapa tanaman antara lain
pada tanaman kapas (Luo dan Gould, 1999),
pada tanaman kina (Mathius et al., 2006),
pada tanaman jeruk (Purbiati et al., 2002),
dan pada tanaman karet (Kala et al., 2002).
Sedangkan penerapannya pada jeruk keprok
Siompu belum pernah dilakukan. Oleh karena
itu perlu dilakukan penelitian tentang
pengadaan bibit massal jeruk keprok Siompu
secara in vitro mulai dari medium untuk
pertumbuhan plantlet hasil okulasi mikro

AGRIPLUS,
20 Nomor
: 03
September
2010,
ISSNKendari.
0854-0128
) Staf Pengajar
Pada JurusanVolume
Agroekoteknologi
Fakultas
Pertanian
Universitas
Haluoleo,

209

210

sampai pada aklimatisasi dan penanamannya


di lapangan.
Tujuan
penelitian
ini
adalah
mempelajari dan menentukan konsentrasi IBA
dan BAP yang baik terhadap pertumbuhan
plantlet hasil okulasi mikro jeruk keprok
Siompu. Manfaat penelitian ini adalah
mengamankan jeruk keprok Siompu dari
kepunahan, menghasilkan metode baku
perbanyakan in vitro jeruk keprok Siompu
melalui okulasi mikro, menyediakan bibit
yang seragam, banyak, dan sehat, dan
pengembangan jeruk keprok Siompu di luar
Pulau Siompu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas
Pertanian Universitas Haluoleo Kendari dan di
Pulau Siompu yang berlangsung dari Maret
sampai dengan Oktober 2009.
Penelitian penentuan batang bawah
dan media yang baik untuk pertumbuhan hasil
okulasi mikro disusun berdasarkan rancangan
acak lengkap dalam pola faktorial 3 x 3
dengan 4 ulangan. Kedua faktor tersebut
adalah
penambahan medium dasar MS
dengan hormon IBA 0, 0,5, dan 1 mg l-1, dan
BAP 0, 1, dan 2 mg l-1.
Pembuatan kecambah jeruk manis asal
Kabupaten Buton dilakukan sebagai berikut:
(1) Buah jeruk diambil dari pohon-pohon plus.
Buah dicelup dalam 95% ethanol, dibakar
untuk sterilisasi permukaan buah dan dibelah
untuk memisahkan pulp dengan biji. (2) Biji
disterilkan permukaannya dengan 70% ethanol
selama 3 menit, dicuci 3 kali dengan air
destilata steril, diikuti dengan perendaman
selama 10 menit dalam 30% bayclin dan
selama 5 menit dalam 20% bayclin yang
mengandung 3 tetes Tween 20 per 100 ml
larutan, lalu dicuci dengan air destilata steril
sebanyak 3 kali. (3) Biji dikupas kulitnya dan
dikultur dalam medium MS padat (Usman et
al., 2005, termodifikasi) dengan hormon
sesuai perlakuan. Kecambah yang berumur 4
minggu digunakan sebagai batang bawah pada

okulasi mikro dengan jeruk keprok Siompu.


Sumber tunas pucuk jeruk keprok
Siompu adalah bibit berumur 6 bulan. Bibit
dipotong ujung tunasnya untuk merangsang
pembentukan tunas-tunas lateral. Buku yang
bertunas dipotong-potong sepanjang 1 cm lalu
dicelup dalam larutan 70% ethanol selama 30
detik, diikuti dengan perendaman selama 10
menit dalam 30% bayclin dan selama 5 menit
dalam 20% bayclin yang mengandung 3 tetes
Tween 20 per 100 ml larutan, lalu dicuci
dengan air destilata steril sebanyak 3 kali (Alkhairi dan Al-Bahrany, 2001; termodifikasi).
Pada laminar air flow, kecambah jeruk
manis dipotong pada kurang lebih 3 cm dari
leher akar dengan bentuk irisan datar pada sisi
batangnya. Identifikasi di bawah mikroskop,
dilakukan pemotongan shoot tip (tunas pucuk)
dengan ukuran 0,2 0,3 mm atau 2-3 calon
primordia daun. Kemudian shoot tip
disambungkan pada batang bawah. Batang
bawah yang telah disambung dengan shoot tip
diletakkan dalam ruang kultur dan disinari
dengan lampu 1000 lux.
Media yang digunakan adalah media
MS (Murashige dan Skoog, 1962). Kandungan
garamnya adalah KNO3 1900 mg l-1,
MgSO4.7H2O 370 mg l-1, CaCl2.2H2O 440 mg
l-1, NH4NO3 1650 mg l-1, KH2PO4 170 mg l-1,
FeSO4.2H2O 27,8 mg l-1, MnSO4 22,3 mg l-1,
KI 0,83 mg l-1, CaCl2.6H2O 0,025 mg l-1,
Sedangkan
ZnSO4.2H2O 0,25 mg l-1.
kandungan bahan organiknya adalah glycine 2
mg l-1, myo-inositol 100 mg l-1, thiamin-HCl 1
mg l-1, pyridoxin-HCl 1 mg l-1, nicotinic acid 1
mg l-1, agar 0,8% (W/V), dan sukrosa 3%
(W/V). pH medium diatur sampai 5,8 dengan
1 N KOH atau 1 N HCl, lalu dimasukkan ke
dalam botol-botol kultur (15 ml per botol).
Medium kultur diautoklav 15 lb in-1, suhu
121oC selama 15 menit.
Sebagai perlakuan medium hasil
okulasi mikro, medium dasar tersebut
ditambah dengan IBA 0, 0,5, dan 1 mg l-1,
BAP 0, 1, dan 2 mg l-1. Hasil okulasi mikro
diinkubasi pada suhu 24 2o C dalam ruang
kultur dan fotoperiod 16 jam dengan cahaya
fluorescen putih dingin 1000 lux. Data yang

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128

211

dikumpulkan meliputi persentase scion yang


bertahan hidup, persentase tunas pucuk
dorman
setelah
penyambungan,
dan
persentase keberhasilan scion membentuk
daun. Pengamatan dilakukan sampai minggu
ke duabelas dengan selang pengamatan satu
minggu setelah grafting.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
sidik
ragam
perlakuan
konsentrasi IBA dan BAP dalam medium MS
terhadap persentase scion yang bertahan hidup
menunjukkan hanya perlakuan IBA dan BAP
secara mandiri yang menunjukkan pengaruh
yang sangat nyata sedangkan interaksinya
menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.
Hasil DMRT 0,05 pengaruh
perlakuan
konsentrasi IBA dan BAP dalam medium MS
terhadap persentase scion yang bertahan hidup
ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil DMRT 0,05 pengaruh mandiri IBA dan BAP terhadap persentase scion yang
bertahan hidup
No.
1.
2.
3.

Perlakuan
0,0 mg l-1 IBA
0,5 mg l-1 IBA
1,0 mg l-1 IBA

% scion hidup
53,33b
65,00b
86,67a

Hasil DMRT 0,05 pada Tabel 1


menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar
IBA dan BAP yang ditambahkan pada
medium MS menyebabkan persentase batang
atas/scion yang bertahan hidup juga semakin
besar, walaupun perlakuan penambahan BAP
1 mg l-1 dan 2 mg l-1 tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata. Kala et al. (2002)
menyatakan bahwa medium merupakan faktor
utama
dalam
penentuan
keberhasilan
perakaran sambung mikro.
Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa persentase jumlah scion dorman setelah
penyambungan tidak berbeda nyata untuk
semua perlakuan atau medium tidak
berpengaruh terhadap tingkat dorman scion
setelah dilakukan mikrografting. Tunas pucuk
tidak menunjukkan pertumbuhan tetapi masih
tetap hidup yang ditunjukkan oleh warnanya
yang masih tetap hijau tetapi tidak terjadi
diferensiasi. Hal ini dapat disebabkan oleh
meristem scion yang digunakan atau pada saat
dipisahkan dari induknya masih dalam
keadaan dorman. Triatminingsih et al. (1992)
menyatakan bahwa batang bawah YC dan RL

Perlakuan
0,0 mg l-1 BAP
1,0 mg l-1 BAP
2,0 mg l-1 BAP

% scion hidup
53,33b
71,67a
80,00a

yang disambungkan dengan jenis jeruk keprok


dan jeruk manis menghasilkan scion dorman
sekitar 20-45%.
Sampai
12
minggu
setelah
pelaksanaan mikrografting hanya 4 plantlet
yang berhasil membentuk daun. Hal ini dapat
disebabkan oleh ukuran scion yang sangat
kecil. Kurangnya keberhasilan okulasi jeruk
ini dapat disebabkan oleh ukuran scion yang
digunakan berupa meristem yang sangat kecil.
Luo dan Gould (1999) menyatakan bahwa
keberhasilan grafting in vitro pada kapas
dipengaruhi langsung oleh ukuran scion dan
umur bibit yang digunakan sebagai batang
bawah. Scion dengan ukuran 0,1 0,2 cm
mempunyai daya hidup lebih kecil (37,5-40%)
dibandingkan dengan ukuran scion 0,8-1,0 cm
yang mempunyai daya hidup mencapai 95%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan di atas dapat disimpulkan: (1)
Perlakuan IBA dan BAP tidak menunjukkan
pengaruh interaksi yang nyata. (2) Medium

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128

212

MS dengan penambahan 1 mg l-1 IBA dan 2


mg l-1 BAP merupakan medium yang baik
untuk
pertumbuhan
plantlet
hasil
mikrografting. (3) Teknik mikrografting dapat
digunakan sebagai teknik perbanyakan jeruk
keprok Siompu. Diperlukan penelitian
lanjutan tentang perbanyakan massal jeruk
Siompu mikrografting, proses aklimatisasi,
dan penanamannya di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Khayri, J.M. and A.M. Al-Bahrany, 2001. In
Vitro
Micropagation
of
Citrus
aurantifolia (Lime). Current Science,
Vol. 81 No.9: 1242 -1246
Estrada-Luna, A.A., C. Lopez-Peralpa, and E.
Gardenas-Soriano, 2002.
In Vitro
Micrografting and the Histology of Graft
Union Formation of Selected Species of
Prikly Pear Cactus (Opuntia spp).
Sci.Hort., 92: 317-327.
Kala, R.G., M.P. Asokan, K.P. Jayasre, S. Sobha,
R.
Jayasre,
K.
Rekha,
and
Thulaseedharan, 2002. Optimization of
Conditions for In Vitro Micrografting in
Rubber (Hevea brasiliensis). Indian J.
Nat. Rub. Res. 15 (2): 165-171.

Mathius, N.T., Lukman, dan A. Purwito, 2006.


Teknik Sambung Mikro In Vitro Kina
Cinchona
succirubra
dengan
C.
ledgeriana. Menara Perkebunan 74(2):
63-75.
Pracaya, 1992. Jeruk Manis, Varietas, Budidaya,
dan Pascapanen.
Penebar Swadaya,
Jakarta.
Purbiati, T., A.Supriyanto, dan Yati, 2002.
Kompatibilitas Batang Atas dan Batang
Bawah pada Penyambungan Tunas
Pucuk (PTP) Jeruk (Citrus sp.) Secara In
Vitro.
Lolit Jehortik (Jeruk dan
Hortikultura Subtropik), Tlekung-Batu.
Santoso, J. dan S. Wibowo, 2000.
Usaha
Memperpendek Umur Bibit Semai
Sambung Kina di Pembibitan Gambung.
Pusat Penelitian The dan Kina Gambung.
Turnbull, C.G.N., J.P. Booker, and H.M.O. layser,
2002. Micrografting Techniques for
Testing Long Distance Signaling in
Arabidopsis. The Plant J., 32: 255-262.
Usman, M., S. Muhammad, and B. Fatima, 2005.
In Vitro Multiple Shoot Induction From
Nodal Explants Of Citrus Cultivar.
Journal Central European Agriculture 6
No 4: 435 -442.

Luo, J. and J.H.Gould, 1999. In Vitro Shoot-Tip


Grafting Improves Recovery of Cotton
Plants from Culture. Plant Cell, Tissue
and Organ Culture 57: 211-213.

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128

Anda mungkin juga menyukai