Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mikrobiologi berasal dari bahasa Yunani mikros, bios, dan logos. Mikros berarti

kecil yang erat kaitannya dengan mikroorganisme, mikroba, mikrobia, protista, atau

jasad renik, sedangkan bios berarti hidup dan logos artinya ilmu (Waluyo, 2009:01).

Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari semua makhluk mikroskopik dalam

bentuk sel tunggal, multiseluler, maupun aseluler seperti bakteri, fungi, mikroalga,

protozoa, dan Archaea. Ilmu mikrobiologi berkembang sejak ditemukannya

mikroskop dan telah menjadi ilmu yang multidisipliner. Penerapannya di masa kini

tidak dapat dipisahkan dengan ilmu yang lain, terutama dalam pengaplikasiannya

untuk memecahkan masalah-masalah praktis seperti farmasi, kedokteran, teknik

kimia, arkeologi, pertanian, gizi, kesehatan, serta pangan (Fibriana dan Amalia,

2016:02).

Kajian mikrobiologi di Indonesia merupakan kajian wajib dalam bentuk

matakuliah bagi mahasiswa prodi biologi, kimia, PMIPA, farmasi, kedokteran,

lingkungan, dan teknologi pangan. Kajian mikrobiologi di perguruan tinggi selalu

disertai dengan pelaksanaan praktikum untuk membekali mahasiswa dalam

menguasai softskill keterampilan kerja ilmiah sehingga diperlukan adanya bahan

pengayaan dalam pelaksanaan praktikum (Fibriana dan Amalia, 2016:03).

Hakikatnya, mikrobiologi terbagi menjadi dua bagian yaitu mikrobiologi dasar dan

mikrobiologi terapan. Mikrobiologi dasar adalah ilmu yang mempelajari berbagai

struktur fisik dan reaksi kimia mikroorganisme, sedangkan mikrobiologi terapan

1
2

adalah ilmu yang mencakup penjelasan tentang penerapan ilmu mikrobiologi dalam

memecahkan persoalan di berbagai bidang, yaitu : kesehatan, sandang, pangan,

energi, keamanan, lingkungan dan pertanian. Salah satu contoh penerapan

mikrobiologi terapan dalam bidang pertanian adalah pembuatan kompos dengan

memanfaatkan mikroorganisme.

Proses pengomposan dapat terjadi secara alami maupun dengan penambahan

bioaktivator. Pengomposan secara alami membutuhkan waktu yang lama berkisar 2-3

bulan bahkan ada yang sampai 6 bulan. Namun dengan adanya bioaktivator, proses

pengomposan menjadi 2-3 minggu lebih cepat dari waktu umumnya (Indriani,

2011:03). Bioaktivator adalah bahan yang mengandung mikroorganisme efektif yang

secara aktif dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses pengomposan.

Tujuan penambahan bioaktivator pada pengomposan bahan organik adalah untuk

mendegradasi lignin, selulosa, protein, lipid, amilum dan mikroorganisme yang dapat

memfiksasi nitrogen.

Isolat bakteri dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) memiliki potensi

untuk digunakan sebagai bioaktivator dalam proses pembuatan kompos dari sampah

organik yang ada disekitar lingkungan kita. Seperti yang disebutkan dalam Hambali

dkk (2007:96), TKKS merupakan limbah terbanyak yang dihasilkan dari perkebunan

kelapa sawit. Namun, limbah TKKS belum dimanfaatkan secara optimal. Ada

beberapa isolat bakteri dari TKKS seperti Actinomyces (2), Bacillus (2), Bacillus (3),

Brucella (2), Cellulomonas (1), Cellulomonas (2), Clostridium (1), Clostridium (3),

Cytophaga (1), Cytophaga (2), Cytophaga (3), Flavobacterium, Staphylococcus (2),

dan Micromonospora yang terbukti memiliki kemampuan dalam mendegradasi


3

selulosa (Delva, 2017:54). Isolat bakteri ini akan dicoba untuk diaplikasikan sebagai

bioaktivator dalam proses pengomposan sampah organik. Contoh sampah organik

yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembuatan kompos yaitu kulit pisang dan

kulit telur.

Berdasarkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2016:56),

pertumbuhan konsumsi pisang di Indonesia dalam 5 tahun terakhir (2011-2015)

mengalami peningkatan sebesar 1,32% per tahun. Banyak olahan makanan yang

terbuat dari pisang, hal ini menyebabkan sisa limbah yang dihasilkan dari suatu

kegiatan produksi pun meningkat dan sering kali menjadi permasalahan pencemaran

udara lewat bau busuk yang ditimbulkan. Kulit pisang mengandung protein, kalium,

fosfor, magnesium, sodium dan sulfur. Banyaknya unsur yang terkandung dalam kulit

pisang ini membuat kulit pisang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pupuk

organik (Machrodania dkk, 2015:169).

Pengolahan kulit pisang dapat dikombinasikan dengan kulit telur yang juga

memiliki kandungan kalsium yang cukup baik serta magnesium dan fosfor yang juga

berpotensi dalam menyuburkan tanah, menetralkan senyawa yang tidak

menguntungkan pada tanah dan meningkatkan ketahanan tanaman. Konsumsi telur di

Indonesia akan terus berlimpah, hal ini sejalan dengan penggunaannya untuk

keperluan di rumah tangga, restoran, pabrik roti dan mie, serta para pedagang kaki

lima seperti martabak. Hal tersebut berdampak terhadap limbah kulit telur yang

dihasilkan. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan kulit pisang dan kulit telur untuk

dijadikan bahan pembuatan kompos yang memiliki unsur hara cukup baik untuk

pertumbuhan tanaman. Namun kandungan unsur hara nitrogen pada kulit pisang dan
4

kulit telur sangat sedikit jumlahnya sehingga diperlukan adanya penambahan bahan

organik lainnya yang memiliki kadar nitrogen yang baik. Penambahan dapat

dilakukan dengan memberikan bahan organik lain seperti daun lamtoro.

Daun lamtoro merupakan tanaman leguminosae yang dapat digunakan sebagai

bahan campuran pembuatan kompos. Menurut Ningsih dkk (2013:150), daun lamtoro

dapat mengikat unsur N bebas dari udara karena kemampuannya bersimbosis dengan

bakteri Rhizobium sp untuk membentuk bintil akar. Daun lamtoro memiliki

kandungan senyawa seperti karbohidrat 40%, nitrogen 4,2%, protein 25,9% dan

mimosin 7,19%, yang sangat baik digunakan sebagai sarana penyuburan tanah dan

bahan tambahan pembuatan pupuk (Devi dkk, 2013:517). Bertitik tolak dari

permasalahan limbah TKKS dan limbah organik yang ada, maka perlu dilakukan

penelitian tentang “Analisis Kemampuan Bakteri Tandan Kosong Kelapa Sawit

(TKKS) dalam Pengomposan Kulit Pisang, Kulit Telur dan Daun Lamtoro Sebagai

Bahan Pengayaan Praktikum Mikrobiologi Terapan”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat

diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Pemanfaatan limbah organik seperti kulit pisang dan kulit telur dapat dikelola

menjadi sesuatu yang bermanfaat seperti kompos.

2. Penambahan bahan organik seperti daun lamtoro dilakukan untuk memenuhi

unsur hara pada kompos.


5

3. Penggunaan bakteri hasil isolat TKKS sebagai bioaktivator dalam pembuatan

kompos tersebut.

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan adapun batasan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut :

1. Bakteri yang digunakan dalam penelitian yaitu Cytophaga (1), Cellulomonas

(1), Cellulomonas (2), Brucella (2), dan Micromonospora yang merupakan

isolat dari TKKS.

2. Kompos dibuat dari kulit pisang, kulit telur dan daun lamtoro.

3. Parameter penelitian meliputi karakteristik kimia yaitu rasio C/N, suhu dan pH,

serta karakteristik fisik meliputi warna, bau dan tekstur dari kematangan

kompos.

4. Pengomposan dilakukan dalam skala laboratorium selama 6 minggu proses

pengomposan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, rumusan masalah

pada penelitian adalah bagaimana menganalisis kemampuan bakteri dari tandan

kosong kelapa sawit (TKKS) dalam pengomposan kulit pisang, kulit telur dan daun

lamtoro?
6

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis kemampuan bakteri dari

tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dalam pengomposan kulit pisang, kulit telur dan

daun lamtoro.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber informasi mengenai

kemampuan bakteri dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dalam pengomposan

kulit pisang, kulit telur dan daun lamtoro serta dapat menambah pengetahuan baru

dalam mengelola sampah organik menjadi kompos.

Anda mungkin juga menyukai