Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kultur jaringan hewan merupakan metode untuk memelihara sel hidup atau
memperbanyak sel dalam kondisi in vitro. Hasil dari kultur jaringan tersebut, selanjutnya
dapat digunakan untuk berbagai macam percobaan, seperti uji efektivitas dan toksisitas
suatu zat. Memproduksi bahan-bahan tertentu seperti vaksin, hormon, antibodi, dan
enzim.
Untuk menunjang keberhasilan kultur jaringan hewan, maka dalam melaksanakan
kultur jaringan hewan ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan
jaringan yang dibiakkan. Prasyarat yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh
yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh (membelah dan
berkembangbiak) dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media
tumbuh harus mengandung berbagai bahan/ nutrisi yang diperlukan jaringan untuk hidup dan
memperbanyak dirinya seperti air, vitamin, mineral dan hormon. Salah satu media yang
sering digunakan adalah media alami.
Media alami merupakan media yang kompleks yaitu mengandung karbon, sumber N
(asam amino) vitamin, mineral, air, serta hormon dan enzim-enzim. Kultur jaringan
tumbuhan dapat menggunakan media alami maupun media buatan dengan tingkat
keberhasilan yang sama, tetapi pada kultur jaringan hewan penggunaan media alami seperti
serum juga memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi pada kultur jaringan hewan. Faktor
utamanya adalah susah didapat dan mahalnya harga media standar untuk perbanyakannya,
untuk itu perlu dicari media alternatif yang murah dan mudah didapatkan dengan tidak
mengurangi tingkat patogenisitasnya. Menurut Hadioetomo (1993), media ini mudah diperbanyak
melalui fermentasi kultur cair dengan menggunakan bahan-bahan yang relatif murah. Salah
satunya adalah air hasil rendaman limbah kedelai.
Air rendaman kedelai merupakan limbah pada pembuatan tahu dan tempe yang
belum termanfaatkan. Mengingat teknologi fermentasinya tidak terlalu rumit, bahan baku yang
diperlukan tersedia di daerah dan sudah tersedianya bahan hasil isolasi di beberapa
tempat di Indonesia maka sudah selayaknyalah dapat dikembangkan di Indonesia.

1.2 Permasalahan Penelitian


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana efektivitas Limbah air rendaman kedelai sebagai media kultur jaringan sel
epitel?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penggunaan limbah air
rendaman kedelai sebagai media kultur jaringan.
1.4 Urgensi Penelitian
Urgensi penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas limbah air rendaman kedelai
sebagai media kultur jaringan sel epitel.

1.5 Temuan Penelitian


Temuan dari penelitian ini adalah potensi limbah air rendaman kedelai sebagai media
kultur jaringan sel epitel.

1.6 Luaran dan Manfaat Penelitian


Luaran yang diharapkan penelitian ini adalah artikel ilmiah tentang kegunaan limbah
air rendaman air kedelai sebagai media kultur jaringan sel epitel.
BAB II
KAJIAN TEORI

1.1 Kandungan Limbah Kedelai


Limbah cair industri pangan merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan jika
tidak dikelola dengan benar. Namun jika dimanfaatkan secara optimal dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman seperti halnya limbah cair industri tempe. Hasil analisis menunjukkan
limbah cair tempe mengandung karbon sebesar 7,1 % ; kandungan Nitrogen (N) sebesar 3,3%
yang sudah mencukupi untuk adanya pertumbuhan mikroba, karena dari pasokan makanan
yang mencukupi, mikroba akan berjalan cepat dan mereduksi oksigen terlarut yang ada di
dalam air (Hapiza dkk, 2014).
Rebusan kedelai dari sisa limbah cair industri tempe belum dimanfaatkan secara
optimal oleh para pengusaha pembuatan panganan yang terbuat dari kedelai tersebut. Menurut
Rahmah (2011) bahwa besar kandungan unsur hara yang terdapat dalam limbah cair
tempe adalah N sebesar 164,9 ppm, P sebesar 15,66 ppm, K sebesar 625 ppm dan pH
sebesar 3,9. Hara tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman kangkung, melon
dan cabai. Menurut Novita (2009) menyatakan bahwa limbah cair tempe setelah
diendapkan selama 2 minggu diperoleh rasio C/N = 5. Kandungan limbah cair industri tempe
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik oleh para petani untuk mengoptimalkan
produksi jagung (Hapiza dkk, 2014).
Pemanfaatan kulit ari biji kedelai masih rendah, karena kandungan serat kasar yang tinggi.
Salah satu cara untuk meningkatkan nilai ekomoni yang tinggi dan penyimpanan yang lama
maka salah satunya dengan pembuatan tepung kulit ari biji kedelai kemudian diolah menjadi
produk, baik itu substitusi maupun bahan dasarnya (Marom, 2013)
Menurut Wiryani (2009) limbah dari proses pembuatan tempe ini termasuk dalam
limbah yang biodegradable yaitu merupakan limbah atau bahan buangan yang dapat
dihancurkan oleh mikroorganisme. Senyawa organik yang terkandung didalamnya akan
dihancurkan oleh bakteri meskipun kadangkala akan berbau busuk dan menyengat.Limbah
yang masih dapat dimanfaatkan menjadi suatu produk yang berdaya jual dapat meningkatkan
nilai ekonomi, serta membantu mengurangi pencemaran lingkungan.
Limbah yang digunakan berupa limbah cair yaitu air rebusan kedelai paling akhir, air
rebusan kedelai ini ternyata memiliki kandungan protein sebesar 5,29 %, lemak 0,54 %, air
72,08 % dan abu 3,38 % dan limbah ini diolah dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum
yang hasilnya berupa nata. Misalkan pabrik tempe, banyak limbah yang dihasilkan yaitu
berupa limbah padat dan limbah cair berupa air bekas pencucian, perendaman dan perebusan
kedelai. Selama ini kegiatan penanganan limbah cair dari kegiatan pencucian, perebusan dan
perendaman kedelai dapat dimanfaatkan sebagai minuman ternak dan pupuk cair untuk
tanaman (Suprapti, 2003).
1.2 Kandungan Media Alami
Kultur sel adalah kultur yang diperoleh dari sel-sel yang dikultur (kultur primer, atau cell
line) berasal dari potongan jaringan, setelah melalui pemisahan atau disagregasi secara
enzimatis, mekanik atau kimiawi menjadi suspensi sel yang dapat dikultur sebagai monolayer
(satu lapisan sel) diatas substrat solid ataupun suspensi di dalam cairan medium (Djuwita,
2002). Penguraian dengan menggunakan beberapa metode tersebut bertujuan untuk
menghasilkan suspensi sel. Suspensi sel selanjutnya dibiakkan secara invitro di atas permukaan
yang keras misalnya botol, tabung atau cawan atau menjadi suspense sel dalam media
penumbuh (Malole, 1990).
Media kultur sel umumnya terdiri dari sumber energi yang tepat untuk sel dan berisi
komponen untuk regulasi sel (Arora, 2013). Media kultur sel merupakan campuran dari
karbohidrat, vitamin, asam amino, hormon, mineral dan beberapa unsur yang lain(ATCC,
2012). Konsentrasi asam amino berpengaruh pada kelangsungan hidup serta pertumbuhan sel
(Heinemann, 1993). Vitamin biasanya dibutuhkan sebagai co- factor metabolisme. Serum
mengandung sejumlah bahan-bahan yang dibutuhkan sel untuk pertumbuhan yaitu protein,
hormon dan growth factor (Puspitasaridkk., 2008). Halim dkk. (2010) menambahkan bahwa
serum berperan penting sebagai sumber nutrisi sel untuk tumbuh dan berkembang. Berdasarkan
kandungan asam amino dan komponen lainnya, media kultur sel terdiri dari beberapa jenis
misalnya Eagle’s MEM, medium 199 atau Tissue Culture Medium(TCM), Leibovitz’s L-15 dan
sebagainya (Maurer, 1992)
Faktor penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sel adalah nutrisiyang terdapat
pada media kultur (Freshney, 1992). Nutrisi yang terkandung dalam media kultur terdiri
darikarbohidrat, vitamin, asam amino, hormon, mineral danbeberapaunsur yang lain (Butler,
2004). Pembuatan kultur sel epitel membutuhkan nutrisi berupa karbohidrat, asam amino,
vitamin hormon, garam mineral dan growth factor yang terkandung didalam media kultur
(Grajek and Olejnik, 2004).

1.3 Sel Epitel


Jaringan ikat merupakan jaringan yang bertanggung jawab untuk menunjang dan
memelihara integritas struktur tubuh (Junquieira dan Carneiro 2005). Jaringan ini terdiri
dari tiga dimensi kerangka penunjang epithelium dan jaringan lain, serta memegang
peranan penting dalam proses regulasi panas, mekanisme penyimpanan, pertahanan,
perlindungan, dan penyembuhan (Eurell dan Sickle 1998, Samuelson 2007). Secara
struktural, jaringan ikat terdiri atas tiga komponen yaitu sel jaringan ikat, serabut, dan
bahan dasar (Junquieira dan Carneiro 2005).
Menurut Eurell dan Sickle (1998) sel jaringan ikat meliputi sel fibroblas, makrofag,
sel mast, leukosit, sel plasma, sel lemak, sel pigmen, dan sel mesenkim. Serabut jaringan
ikat terdiri dari serabut kolagen, retikuler, dan elastik (Dixon 2007). Menurut Junquieira
dan Carneiro (2005) serabut jaringan ikat didominasi oleh kolagen yang membentuk
tendon, aponeurose, kapsula organ, dan meningen. Bahan dasar terdiri dari makromolekul
anionik (glycosaminoglycans dan proteoglycans) dan multiadhesive glycoprotein (laminin,
fibronectin, dll) (Junquieira dan Carneiro 2005).
Kultur jaringan merupakan bagian dari biologi yang berkaitan dengan pembiakan
jaringan secara buatan dalam lingkungan yang terkontrol. Tujuan dari usaha tersebut adalah
untuk mempelajari berbagai sifat jaringan tubuh dalam kondisi yang lebih sederhana dan
terkontrol di luar tubuh (Malole 1990).
Terdapat tiga tipe kultur jaringan berdasarkan komposisi sel yang ditumbuhkan yaitu
kultur organ, kultur eksplant primer, dan kultur sel (Freshney 2005). Kultur organ adalah
kultur dari sebagian organ atau seluruh organ embrio secara in vitro dengan sifat-sifat kultur
jaringan dan fungsi organ tersebut masih dapat dipertahankan seperti keadaan in vivo.
Kultur eksplant primer pada dasarnya sama dengan kultur organ, perbedaannya hanya pada
bagian organ yang dikultur lebih kecil dari kultur organ yaitu antara 1 – 2 mm3. Teknik ini
biasanya digunakan apabila bagian organ yang tersedia hanya sedikit, misalnya biopsi
tumor dan jaringan. Kultur sel adalah kultur sel-sel yang berasal dari organ atau jaringan
yang telah diuraikan secara mekanis atau enzimatis menjadi suspensi sel. Suspensi sel
tersebut kemudian dibiakkan menjadi satu lapisan jaringan (monolayer) di atas permukaan
yang keras (botol, tabung, atau cawan) atau menjadi suspensi sel dalam media penumbuh
(Malole 1990).
Teknik kultur jaringan tentu saja memiliki kelebihan dan keterbatasan. Beberapa
kelebihan teknik kultur jaringan antara lain adalah lingkungan tempat sel atau jaringan
ditumbuhkan dapat dikontrol melalui pengaturan pH, temperatur, osmolaritas, dan konsentrasi
gas (O2 dan CO2). Selain itu, kultur jaringan yang telah mapan melalui beberapa pasase akan
terdiri dari sel-sel homogen, dengan demikian variasi yang timbul akibat pengulangan
perlakuan dalam penelitian dapat ditekan semaksimal mungkin. Penelitian dengan kultur
jaringan juga lebih ekonomis dibandingkan dengan percobaan menggunakan hewan percobaan
biasa, karena hanya memerlukan sedikit reagen yang akan diuji, sedangkan jika
menggunakan hewan percobaan sebagian besar reagen tersebut akan hilang melalui ekskresi
tubuh hewan (Freshney 2005).
Keterbatasan teknik kultur jaringan antara lain dalam pembuatan kultur jaringan
memerlukan keahlian dan keterampilan khusus yang menjamin bahwa seluruh mata rantai
prosedur pembuatannya terkontrol secara aseptis (Freshney 2005). Menurut Yadav dan Tyagi
(2005) media yang digunakan untuk menumbuhkan kultur jaringan sangat cocok untuk
pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan ragi yang tingkat pertumbuhannya
lebih cepat dari sel kultur jaringan itu sendiri sehingga sangat rentan terhadap kontaminasi.
Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk melakukan kultur jaringan relatif lebih mahal
dibandingkan mengambil sel dari jaringan hewan hidup karena mahalnya media untuk
pertumbuhan dan peralatan yang digunakan (Freshney 2005).
Kultur sel fibroblas merupakan kultur sel yang banyak dilakukan di laboratorium. Sel ini
berbentuk bulat setelah mengalami proses disosiasi dengan tripsin, tetapi akan segera berubah
memanjang membentuk spindel setelah melekat pada permukaan yang keras. Sel fibroblas
memiliki kemampuan tumbuh yang sangat baik dengan doubling time berkisar antara 18–24
jam, sehingga menjadi sel favorit untuk kultur sel. Selain itu, sel fibroblas dari embrio ayam
telah terbukti dapat dipasase hingga 30 kali (Butler 2004).
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian eksperimental yang menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan ANAVA satu arah dan dilanjutkan
dengan Uji Duncan.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya. Penelitian ini
dilakukan selama

3.3 Tahapan Penelitian


Penelitian ini merupakan tahap pengujian potensi komponen air rendaman kedelai
sebagai media kultur jaringan sel epitel.
a) Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan media dalam penelitian ini antara lain;
Laminar Air Flow, spet 1 ml, membran milipore, botol kaca dengan diameter mulut 3
cm, aluminium foil, pembakar spiritus. Alat-alat yang digunakan untuk inokulasi sel
epitel antara lain; spet 1 ml (6 buah), gunting bedah, pinset, cawan petri, cawan kultur,
botol vial, stirel, aluminium foil, yang telah disterilisasi dengan menggunakan oven
pada suhu 160 0C selama 2 jam. Selain itu juga menyiapkan pembakar spiritus dan
inverted microscope untuk mengamati pertumbuhan sel-sel fibroblast dalam cawan
kultur.

b) Bahan
Bahan yang digunakan pembuatan media antara lain; air rendaman kedelai, darah
ayam yang segar yang telah diberi amonium oksalat sebagai antikoagulan; alkohol 70%;
spirtus. Bahan yang digunakan untuk inokulasi antara lain; sel epitel.

Tahapan penelitian yang akan dilaksanakan antara lain.


1. Pembuatan Media
a) Mensterilkan Laminar Air Flow (LAF) dan ruangan dengan sinar UV selama 2
jam.
b) Menyiapkan alat-alat yang telah disterilkan antara lain: spet 1 ml; membran
milipore; botol kaca dengan diameter mulut 3 cm; aluminium foil; pembakar
spiritus.
c) Menyiapkan bahan-bahan antara lain: air rendaman kedelai, darah ayam yang
segar yang telah diberi amonium oksalat sebagai antikoagulan; alkohol 70%;
spirtus.
d) Mensentrifuge darah selama 30 x 2 menit, sehingga terbentuk lapisan plasma
darah (bagian atas) dan lapisan sel-sel darah (bagian bawah).
e) Menyiapkan spet yang diambil bagian jarumnya.
f) Membuka kemasan membran milipore, menggabungkan ujung spet dengan salah
satu bagian pada permukaan atas membran milipore.
g) Menempelkan membran milipore pada mulut botol dengan bantuan spet secara
aseptik. Bagian tepi dipegang agar membran tidak bergeser.
h) Melepaskan spet dari membran milipore, kemudian mengambil lapisan plasma
darah dengan spet.
i) Menyaring plasma darah ke dalam botol melalui membran milipore.
j) Setelah semua plasma darah tersaring ke dalam botol,
k) Ditambahkan Air rendaman kedelai ditambah gula pasir sebanyak 20 g per 500 mL.
l) lalu mengambil membran milipore dan menutup botol dengan penutupnya.
Kemudian ditutup lagi dengan aluminium foil.
Keterangan : langkah kerja no. 5 –10 dilakukan di Laminar Air Flow (LAF} dan
secara aseptik.

2. Preparasi Sel Epitel dan Inokulasi


1. Mensterilkan Laminar Air Flow (LAF) dan ruangan dengan sinar UV selama 2
jam.
2. Menyiapkan alat-alat antara lain: spet 1 ml (6 buah); gunting bedah; pinset;
cawan petri; cawan kultur; botol vial; stirel; aluminium foil;. yang telah
disterilisasi dengan menggunakan oven pada suhu 160 0C selama 2 jam. Selain
itu juga menyiapkan pembakar spiritus dan inverted microscope untuk
mengamati pertumbuhan sel-sel fibroblast dalam cawan kultur.
3. Menyiapkan sel epitel
4. Menyemprot sel epitel dengan alcohol 70% kemudian meletakkan pada cawan
petri steril yang telah diberi larutan PBS.
5. Menyiapkan tabung sentrifuge yang telah diisi PBS kemudian memasukkan
potongan sel epitel ke dalam tabung tersebut.
6. Mengurangi PBS di dalam tabung sentrifuge yang berisi potongan sel epitel
sampai volumenya 5 ml, kemudian menambahkan tripsin dengan perbandingan
1 : 1.
7. Memanasi tabung yang berisi potongan sel epitel tersebut ke dalam air
mendidih dengan suhu 37 – 40 derajat Celcius selama 5 menit kemudian
digoyang-goyang selama 5 menit, dan diulangi sampai 3 kali.
8. Mengamati dengan menggunakan mikroskop inverted, jika tripsinasi belum
berhasil maka perlu diulang lagi.
9. Mensentrifuge potongan sel epitel dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit,
sehingga sel terkumpul di dasar tabung.
10. Menyedot PBS dengan menggunakan syringe, kemudian endapan sel diberi
medium plasma darah ayam dengan tambahan air rendaman kedelai.Suspensi
sel dalam medium disaring dengan menggunakan kain nilon T 100 steril
berlapis 3 – 4.
11. Menanam suspensi sel dalam cawan kultur, kemudian diinkubasikan di dalam
inkubator dengan suhu 37 C.
12. Mengamati perkembangan sel setiap hari (minimal 3 hari sekali) dengan
menggunakan mikroskop inverted.

Anda mungkin juga menyukai