KELOMPOK 10
AKMALIA FATIMAH
G0014017
ALIVIO BAGASKARA
G0014019
G0014045
DICKY SETIAWAN
G0014067
DINDA ARIESTA
G0014071
G0014097
G0014113
INDAH ARIESTA
G0014121
LESTARI ELIZA H
G0014137
G0014177
G0014179
G0014183
VINA DYAH P
G0014235
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 3
Kasus 1
Seorang gadis berusia 20 tahun, datang ke dokter dengan keluhan memar-memar di
paha dan betis yang sudah berlangsung selama 2 mimggu. Gejala ini baru pertama kali
terjadi. Tadi pagi keluhan bertambah yaitu perdarahan saat gosok gigi. Pasien merasa
sebelumnya baik-baik saja, tidak terbentur, tidak demam, tidak menderita sakit yang
berat dan tidak minum obat. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan purpura dan
ekimosis pada kedua paha dan betis. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
hemoglobin 10.0 g/dL, jumlah lekosit dan hitung jenis lekosit dalam batas normal,
jumlah trombosit 40.000/uL. Dokter memberikan obat hemostatik dan rujukan ke RS
untuk pemeriksaan dan penanganan lanjutan.
Kasus 2
Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dibawa orang tuanya ke tempat praktek
dokter dengan keluhan perdarahan belum berhenti setelah dikhitan sehari sebelumnya.
Pada riwayat penyakit diperoleh keterangan bahwa sejak kecil pasien mudah memar
bahkan jika hanya mengalami trauma ringan. Salah seorang sepupu laki-laki pasien
juga mengalami penyakit yang sama. Pada pemeriksaan didapatkan darah masih
merembes di perban yang membalut penis pasien. Dokter memberi rujukan ke RS
untuk pemeriksaan skrining hemostastis dan penanganan lanjutan.
BAB II
DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA
A. Seven Jumps
1. Jump 1: Klarifikasi istilah dan konsep.
Dalam skenario ini, kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut:
1) Purpura: Setiap kelompok penyakit yang dicirikan oleh ekimosis atau
perdarahan kecil lain di kulit, membran mukosa atau permukaan serosa;
penyebabnya terdiri dari kelainan darah, abnormalitas vaskuler dan trauma.
Setiap dari beberapa kondisi yang menyerupai gugus purpura tradisional, yang
dapat disebabkan karena penurunan jumlah trombosit, abnormalitas trombosit,
defek vascular atau reaksi terhadap obat. (Dorland, 2012)
2) Ekimosis: bercak perdarahan yang kecil pada kulit atau membran mukosa,
lebih besar dari petechiae, yang membentuk bercak biru atau ungu yang
bundar atau tidak teraturserta tanpa elevasi. (Dorland, 2012)
3) Trombosit: adalah jenis sel darah yang bertanggung jawab untuk
penggumpalan darah normal. Trombosit umumny berdiameter 2-3 mikron,
tetapi terdapat bentuk yang besar ketika produksi trombosit meningkat.
Produksi trombosit dikendalikan oleh thrombopoietin. Trombosit bertahan
selama 8-10 hari.(kamuskesehatan.com)
Trombosit atau platelet yang terbentuk dalam megakariosit dan lepas dari
sitoplasmanya secara berkelompok. Tidak mempunyai inti dan DNA namum
mempunyai enzim aktif dan mitokondria. Berperan dalam pembekuan darah
dan ditemukan dalam darah semua mamalia. (Dorland, 2012)
Jumlah trombosit yang beredar dalam darah normalnya 150 450 x 103/uL
dan berumur 7 10 hari. Produksi trombosit dikendalikan oleh mekanisme
humoral yaitu hormon Trombopoietin. Trombopoietin disintesis oleh hati
(90%) dan ginjal. (Ariningrum, 2014)
4) Obat hemostatik: obat yang digunakan untuk menghentikan perdarahan yang
meliputi daerah yang luas. (Anonim, 2012)
Menyebabkan hemostatis, bahan yang menghentikan aliran darah, disebabkan
atau ditandai oleh stasis darah, disebut juga hematostatic. (Dorland, 2012)
5) Skrinning: Pemeriksaan pertama dari individu atau sekelompok individu yang
bertujuan untuk memisahkan individu yang sehat dari individu yang
mengalami kondisi patologik yang belum terdiagnosis atau beresiko tinggi.
(Dorland, 2012)
7. Melena (Tinja yang berdarah berwarna merah kehitaman karena gangguan pada saluran
8.
9.
10.
11.
12.
13.
memar. Memar merupakan pendarahan tertutup yang terjadi sebagai akumulasi zat intrasel
disebut hemosiderin. Awalnya, pembuluh darah pecah sehingga terjadi ekstravasasi darah ke
jaringan dermis, terutama sel darah merah. Sel darah merah kemudian akan mengalami
hemolisis sehingga terbentuk Hb dan besi. Kedua zat ini akan terakumulasi dan mengalami
perubahan. Hb akan diubah menjadi biliverdin ( biru hijau) kemudian biliverdin akan diubah
menjadi bilirubin ( cokelat.emas) sedangkan besi akan tersimpan sebagai ferritin, dimana
ferritin sendiri akan mengalami degradasi sementara membentuk hemosiderin berwarna
kuning keemasan.
Memar juga dapat terjadi secara spontan jika disebabkan karena kerusakan pada faktor
pembekuan darah contohnya turunnya jumlah trombosit hingga berada di bawah normal
sehingga menyebabkan kebocoran pada pembuluh darah dan berujung pada tidak dapat
tertutupnya kebocoran tersebut.
2.
11. Informasi yang didapat dari kasus 1:
a. Memar-memar di paha dan betis
b. Perdarahan saat gosok gigi
c. Tidak minum obat
d. Purpura dan ekimosis pada kedua paha dan betis
e. Hemoglobin 10.0 g/dL
f. Jumlah lekosit dan hitung jenis lekosit normal
g. Jumlah trombosit 40.000/L
Diagnosis: Idiopatic Trombocytopenik Purpura (ITP)
Menurut Kumar V, Cotran RS, Robbins SL (2013) ITP adalah suatu penyakit
autoimun. Sebagian besar pasien adalah perempuan dewasa berusia antara 20 dan
40 tahun. Immunoglobulin antitrombosit yang ditujukan pada kompleks IIb/ IIIa
atau Ib/IX, membrane trombosit dapat ditemukan pada pasien ITP. Autoantibodi
dapat melekat ke megakariosit sehingga mengganggu produksi trombosit. Secara
histologis,
sumsum
tulang
mungkin
tampak
normal,
tetapi
biasanya
Penatalaksanaan
1. Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan
trombosit
a. Terapi kortikosteroid
i. Untuk menekan aktivitas mononuclear phagocyte (makrofag) sehingga mengurangi destruksi
trombosit
ii. Mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit
iii. Menekan sintesis antibodi
Preparat yang diberikan prednisone 60-80 mg/hari kemudian diturunkan
perlahan-lahan untuk mencapai dosis pemeliharaan. Dosis pemeliharaan
sebaiknya kurang dari 15 mg/hari.
b. Jika dalam 3 bulan tidak memberi respons pada kortikosteroid (trombosit
<30 x 109 /l) atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka diperlukan:
i.
Splenektomi
ii.
azathioprim
2. Terapi suportif, terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia
a. Pemberian androgen (danazol)
b. Pemberian immunoglobulin dosis tinggi untuk menekan fungsi makrofag
c. Transfusi konsentrat trombosit hanya dipertimbangkan pada penderita
dengan risiko perdarahan major (Bakta, 2012)
Penatalaksanaan yang lain dapat dilakukan :
a. Terapi awal PTI (standar)
i.
Immnunoglobulin Intravena
Immnunoglobulin intravena (Ig IV) dosis 1g/kg/hari selama 2-3 hari
berturut turut digunakan apabila terjadi perdarahan internal, saat AT
<5.000/L, meskipun telah mendapat terapi kortikosteroid dalam
beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Hampir 80%
penderita berespon baik dengan cepat meningkatkan AT namun
perlu pertimbangan biaya. Mekanisme kerja Ig IV pada PTI meliputi
blockade fc reseptor, antoidiotipe antibodi pada Ig IV yang
menghambat ikatan autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi
dengan imunosupresi.
iii.
Splenektomi
Splenektomi untuk terapi PTI dewasa telah dipertimbangkan
sebagai terapi lini kedua yang gagal berespon dengan terapi
kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit terus menerus. Efek
splenektomi pada kasus yang berhasil adalah menghilangkam
tempat-tempat antibodi yang tertempel trombosit yang bersifat
merusak dan meghilangkan produksi antibodi atau trombin.
ii.
iii.
AT <30.000/L
ii.
Ig IV dosis tinggi
iii.
Anti-D IV
iv.
Alkaloid vinka
v.
Danasol
vi.
vii.
Dapson
e. Pendekatan penderita yang gagal terapi standar dan terapi lini kedua
2. Hemostatik Sistemik
Dengan memberikan transfusi darah, seringkali perdarahan dapat dihentikan
dengan segera. Hal ini terjadi karena penderita mendapatkan semua faktor
pembekuan darah yang terdapat dalam darah transfusi. Keuntungan lain dari
transfusi adalah perbaikan volume sirkulasi. Perdarahan yang disebabkan
oleh defisiensi faktor pembekuan darah tertentu dapat diatasi dengan
mengganti/memberikan faktor pembekuan yang kurang. Obat yang termasuk
a.
1.
untuk:
Perdarahan karena penurunan resistensi kapiler dan meningkatnya
permeabilitas kapiler.
2.
Perdarahan dari kulit, membran mukosa dan internal.
3.
Perdarahan sekitar mata, perdarahan nefrotik dan metroragia.
4.
Perdarahan abnormal selama dan setelah pembedahan karena
menurunnya resistensi kapiler.
c. Asam traneksamat merupakan obat hemostatik yang merupakan
penghambat bersaing dari aktivator plasminogen dan penghambat
plasmin. Oleh karena itu dapat membantu mengatasi perdarahan berat
akibat fibrinolisis yang berlebihan.
d. Kompleks faktor IX, sediaan ini mengandung faktor II, VII, IX dan X,
serta sejumlah kecil protein plasma lain dan digunakan untuk
pengobatan hemofilia B, atau bila diperlukan faktor-faktor yang terdapat
dalam sediaan tersebut untuk mencegah perdarahan.
e. Vitamin K dan turunannya sebagai obat hemostatik, vitamin K
memerlukan waktu untuk dapat menimbulkan efek, sebab vitamin K
harus merangsang pembentukan faktor-faktor pembekuan darah terlebih
dahulu.
tekanan
darah
yang
ringan
dan
harus
hati-hati
sumsum
mieloproliferatif.
tulang,
dan
naik
pada
permulaan
gangguan
14. Terdapat beberapa obat yang berpengaruh terhadap proses perdarahan, seperti
golongan antiplatelet (Anti-Trombositik), yaitu obat yang berfungi untuk mengurangi
agregasi trombosit serta mencegah pembentukan trombus. Contoh: Aspirin,
Tienopiridin, Gp IIB/IIIA Antagonist.
Kasus 2
1. Terdapat beberapa penyakit yang didapatkan secara herediter, antara lain:
a. Hemofilia A
Ditandai karena penderita tidak memiliki zat anti hemofili globulin (faktor
VIII). Kira-kira 80 % dari kasus hemophilia adalah tipe ini.Seseorang mampu
membentuk antihemophilia globulin (AHG) dalam serum darahnya karena ia
memiliki gen dominan H sedang alelnya resesif tidak dapat membentuk zat
tersebut. Oleh karena gennya terangkai X maka perempuan normal dapat
mempunyai genotif H. Perempuan hemophilia mempunyai genotif hh,
sedangkan laki-laki hemophilia h.
b.
c.
Hemofilia C
Penyakit hemophilia C tidak disebabkan oleh gen resesif kromosom X
melainkan oleh gen resesif yang jarang dijumpai dan terdapatnya pada
auotosom. Tidak ada 1% dari kasus hemophilia adalah tipe ini. Penderita tidak
mampu membentuk zat plasma, tromboplastin anteseden (PTA). Merupakan
perdarahan yang disebabkan kekurangan faktor XI yang diturunkan secara
autosomal recessive padea kromosom 4q32q35. (Defila, 2011)
d.
Jika dilihat dari riwayat keluarga pasien, dimana pasien memiliki sepupu laki-laki
yang juga pernah mengalami penyakit yang sama, sehingga dapat dikatakan penyakit
yang dialami pasien adalah penyakit herediter. Hal ini juga didukung dengan jenis
kelamin pasien dan sepupunya, yaitu laki-laki, yang semakin menjurus ke penyakit
hemofilia A. Hemofilia A merupakan jenis hemofilia terbanyak sebesar 80% dan
diturunkan kepada anak laki-laki.
2. Hemofilia diklasifikasikan berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII
dan F IX) dalam plasma. Kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5-1,5 U/dl (50150%). Berdasarkan hal tersebut hemofilia diklasifikasikan menjadi:
a. Hemofilia berat, kadar faktor pembekuan <1%. Pada hemofilia berat dapat
terjadi perdarahan spontan atau akibat trauma ringan (trauma yang tidak
berarti).
b. Hemofilia sedang, kadar faktor pembekuan 1-5%. Pada hemofilia sedang
perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat.
c. Hemofilia ringan, kadar faktor pembekuan 5-30%. Hemofilia ringan jarang
sekali terdeteksi kecuali pada pasien yang mengalami taruma cukup berat
seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi lutut, siku,
dan lain-lain)
Pada skenario pasien sangat mudah memar bahkan jika hanya mengalami trauma
ringan. Jika dilihat dari jenis hemofilia, maka pasien mengalami hemofilia berat. Pada
hemofilia berat sangat sedikit faktor pembekuan yang dimiliki penderitanya, sehingga
trauma sedikit saja sudah menyebabkan perdarahan spontan pada pasien.
3. Perdarahan traumatik adalah perdarahan yang disebabkan karena adanya benturan
atau perlukaan.
Perdarahan non-traumatik (spontan) adalah perdarahan yang disebabkan oleh suatu
penyakit perdarahan, seperti hemofilia, trombositopenia, dan septikemia.
4. Pemeriksaan skrining pada hemostastis:
1) Tes Penyaring (Skrinning)
a. Tes untuk menilai pembentukan hemostatic plug :
i. Hitung trombosit (platelet count)
ii. Apusan darah tepi
iii.
Bleeding time
iv. Tes tourniquet (Rumple-Leede)
b. Tes untuk menilai pembentukan thrombin terdiri atas :
i. APTT (activating plasma thromboplastin time) menilai intrinsic pathway
ii. PPT (plasma prothrombin time) menilai extrinsic pathway
c. Tes untuk menilai reaksi thrombin-fibrinogen terdiri atas:
i. Thrombin time
ii. Stabilitas bekuan dalam salin fisiologik dan 5 M urea
d. Tes parakoagulasi
2) Tes Khusus
Tes Khusus lanjutan, yaitu tes untuk mengetahui penyebab kelainan faal
hemostasis tersebut. Tes ini dikerjakan sesuai petunjuk tes penyaring :
a. Tes faal trombosit
b. Tes Ristocetin
c. Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)
d. Pengukuran alpha-2 antiplasmin
Diagnosis dan penatalaksanaan kasus 2:
Penatalaksanaan Hemofilia
a. Terapi suportif
i. Menghindari luka atau benturan
ii. Merencanakan suatu tindakan operasi dan mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan 30-50%
iii. Mengatasi perdarahan akut dengan metode Rest, Ice, Compress, dan
Elevation (RICE)
iv. Memberikan kortikosteroid sebagai anti-inflamasi setelah serangan akut
hemartrosis, biasanya diberikan prednison dengan dosis 0,5-1 mg/kg BB.
v. Memberikan analgetik pada hemartrosis yang nyeri hebar
vi. Melakukan rehabilitasi medik bagi arthritis hemofilia, misalnya dengan
latihan aktif/pasif, terapi dingin dan panas (hati-hati), dan sebagainya.
i.
ii.
Kriopresipitat Aktif
Komponen darah non seluler, mengandung F VIII, fibrinogen, FVW.
Diberikan bila F VIII tidak ditemukan. Satu kantung berisi 80-100 U F
VIII, sementara 100 U F VIII meningkatkan F VIII 35%. Efek samping
yang biasanya timbul adalah reaksi alergi dan demam.
iii.
iv.
Antifibrinolitik
Antifibrinotik biasanya diberikan pada pasien hemofilia B untuk
menstabilkan bekuan fibrin dengan cara menghambat fibrinolisis.
Biasanya diberikan untuk perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi
karena saliva banyak mengandung enzim fibrinolitik.
1. Epsilon Aminocaproic Acid (EACA) diberikan melaui oral atau
intravena dengan dosis awal 200 mg/ kg BB, 100 mg/kg BB setiap 6
jam dengan pemberian maksimal 5 gram.
2. Asam traneksamat dengan dosis 25 mg/kg BB dengan pemberian
maksimal 1,5 gram, diberikan melalui oral atau intravena dengan
dosis 10 mg/kg BB (maksimal 1 gram) setiap 8 jam. Atau bisa juga
dilarutkan 10% bagian dengan cairan parenteral, terutama salin
normal.
c. Terapi gen
Penelitian dengan menggunakan vektor retrovirus, adenovirus, dan adenoassociated virus. Saat ini sedang dilakukan penelitian invivo dengan
ii.
iii.
Hemofilia A
Hemofilia B
Pewarisan
Lokasi perdarahan
X-linked recessive
Sendi, otot, pasca
X-linked recessive
Sendi, otot, pasca
Von Willebrand
Disease
Autosomal dominan
Mukosa, kulit post
utama
trauma atau
trauma atau
trauma operasi
Jumlah trombosit
Waktu perdarahan
PPT
aPTT
F VIII C
F VIII AG
F IX
Tes Ristosetin
operasi
Normal
Normal
Normal
Memanjang
Rendah
Normal
Normal
Normal
operasi
Normal
Normal
Normal
Memanjang
Normal
Normal
Rendah
Normal
Normal
Memanjang
Normal
Memanjang / normal
Rendah
Rendah
Normal
Terganggu
5. Proses koagulasi dapat dimulai melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik (extrinsic
pathway) dan jalur intrinsik (intrinsic pathway). Jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi
kerusakan vaskuler sehingga faktor jaringan (tissue factor) mengalami pemaparan
terhadap komponen darah dalam sirkulasi. Faktor jaringan dengan bantuan kalsium
menyebabkan aktivasi faktor VII menjadi FVIIa. Kompleks FVIIa, tissue factor dan
kalsium (disebut sebagai extrinsic tenase complex) mengaktifkan faktor X menjadi
FXa dan faktor IX menjadi FIXa. Jalur ekstrinsik berlangsung pendek karena
dihambat oleh tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Jadi jalur ekstrinsik hanya
memulai proses koagulasi, begitu terbentuk sedikit thrombin, maka thrombin akan
mengaktifkan faktor IX menjadi FIXa lebih lanjut, sehingga proses koagulasi
dilanjutkan oleh jalur intrinsik. Jalur intrinsik dimulai dengan adanya contact
activation yang melibatkan faktor XII, prekalikrein dan high molecular weigth
kinninogen (HMWK) yang kemudian mengaktifkan faktor IX menjadi FIXa. Akhir-
akhir ini peran faktor XII, HMWK dan prekalikrein dalam proses koagulasi
dipertanyakan. Proses selanjutnya adalah pembentukan intrinsic tenase complex yang
melibatkan FIXa, FVIIIa, posfolipid dari PF3 (trombosit factor 3) dan kalsium.
Intrinsic tenase complex akan mengaktifkan faktor X menjadi FXa. Langkah
berikutnya adalah pembentukan kompleks yang terdiri dari FXa, FVa, posfolipid dari
PF3 serta kalsium yang disebut sebagai prothrombinase complex yang mengubah
prothrombin menjadi thrombin yang selanjutnya memecah fibrinogen menjadi fibrin.
BAB III
SIMPULAN
Pada skenario ketiga blok Hematologi kami dihadapkan pada kedua kasus yang
berbeda. Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil diskusi, ditemukan bahwa pasien kasus
pertama kemungkinan menderita Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP). ITP
merupakan suatu kelainan akibat trombositopenia yang sebagian besar disebabkan oleh
proses imun. Jumlah trombosit pada penderita menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh
antibodi, terutama IgG. Pasien diberikan obat hemostatik untuk menghentikan perdarahan
dan dokter merujuk pasien ke rumah sakit untuk penetapan diagnosis lebih lanjut.
Penanganan ITP lebih lanjut dengan mengonsumsi metil-prednisolon yang berguna
mengurangi proses imun sehingga mengurangi destruksi trombosit.
Berdasarkan hasil diskusi, kami belum dapat memutuskan diagnosis pasti untuk kasus
kedua. Namun, kami dapat mengambil dua kemungkinan diagnosis; yaitu hemofilia dan
penyakit Von Willebrand. Untuk mengetahui diagnosis pasti, harus dilakukan pemeriksaan
laboraturium berupa: Rumple leeds test, Platelet count, Bleeding Time (BT), Prothrombin
Time (PT), serta Activated Partial Thromboplastin Time (APTT). Pada hemofilia, hanya
APTT yang memanjang sedangkan yang lainnya normal. Pada penyakit Von Willebrand;
APTT, BT, dan Platelet count dapat menunjukkan hasil normal atau memanjang.
BAB IV
SARAN
Saran untuk kelompok tutorial kami, tutorial berjalan dengan baik, namun masih perlu
lagi untuk meningkatkan kedisiplian waktu. Masih ada step-step yang memakan waktu terlalu
lama sehingga membuat diskusi tutorial kekurangan waktu di akhir. Keaktifan setiap anggota
kelompok perlu ditingkatkan lagi, agar setiap anggota dapat mengungkapkan pendapatnya.
Peran ketua sangat dibutuhkan di sini, karena hendaknya ketua akan bisa memacu temanteman yang mungkin belum berpendapat agar mengutarakan pendapatnya. Dalam mencari
bahan kami juga harus mengingat untuk mencari bahan yang utuh tidak sepotong-sepotong
saja dengan sumber yang jelas.
Saran untuk tutor, Tutor sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Beliau mengarahkan
kami agar tutorial berjalan sebagaimana mestinya. Beliau memberikan feedback dan
pancingan-pancingan jika tutorial menemui kebuntuan serta mengarahkan tentang hal-hal apa
saja yang harus kami kuasai di dalam skenario tersebut. Beliau membagikan informasi dan
pengalaman beliau yang berguna bagi kami agar menggali lebih luas lagi dalam berdiskusi.
Saran untuk pihak KBK (pembuat skenario), skenario ketiga ini cukup menarik dengan
dua kasus untuk diagnosis banding. Banyak sekali bahan yang bisa untuk dibahas. Semoga ke
depan skenario yang dibuat lebih dapat memacu mahasiswa untuk mencari tahu hal-hal yang
menjadi Learning Objective di blok-blok selanjutnya. Demikian saran dari kami, semoga
dalam diskusi tutorial selanjutnya bisa lebih berjalan lancar dan disiplin dalam penggunaan
waktu dapat lebh kami tingkatkan lagi. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. (2007) Balai
Penerbit FK UI. Jakarta.
Kasper, Braunwald, Fauci: Harrisons Principles of Internal Medicine, 16th ed, 2005,
McGraw Hill.
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Purwanto I, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Purpura Trombositopenia Imun. Jakarta:
Interna Publishing. pp: 1169-1172.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL (2013). Buku Ajar Patologi, Volume 2 Edisi 7.
Jakarta: EGC, p:502
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Baldy, Catherine M. Gangguan Koagulasi dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M.
2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.
Suharti, C. Dasar-dasar Hemostasis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi,
Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.