Oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dikarenakan trombus atau bekuan darah ini terbentuk pada vena, arteri, jantung
atau mikrosirkulasi sehingga dapat menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau
emboli. Di Amerika Serikat, trombosis merupakan penyebab utama kematian dengan
angka kematian sekitar 2 juta penduduk setiap tahun akibat trombosis vena, arteri, atau
komplikasinya. Angka kejadian deep vein thrombosis (trombosis vena dalam/ DVT)
berkisar 50 per 100.000 penduduk, sedangkan pada usia diatas 70 tahun berkisar 200
per 100.000 penduduk.2
Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah bentuk dari gumpalan darah di vena dalam.
Biasanya terjadi pada vena dalam kaki ( seperti vena femoralis dan vena poplitea) atau
panggul 3, yang mana dapat memblok sebagian atau seluruh aliran darah pada pembuluh
darah. Hal ini dapat mengakibatkan risiko pembekuan darah yang lebih lanjut dan juga
menyebabkan komplikasi yang sangat serius. DVT adalah penyebab kematian utama
dan umum yang masih dapat dicegah. DVT bukan suatu penyakit yang jarang terjadi.
Sekitar 900.000 orang didiagnosis dengan sebuah VTE (Venous Thromboembolic) per
tahun, dengan satu dari 20 orang Amerika mengalami DVT selama masa hidupnya. Dan
satu per tiga pasien DVT akan berkembang menjadi emboli paru.4
Kematian terjadi sebagai akibat lepasnya trombus vena, membentuk emboli dan
dapat menyumbatan pada arteri di dalam paru-paru (emboli paru).Pada kasus-kasus
2
yang mengalami trombosis vena perlu pengawasan dan pengobatan yang tepat terhadap
trombosisnya dan melaksanakan pencegahan terhadap meluasnya trombosis dan
terbentuknya emboli di daerah lain, yang dapat menimbulkan kematian.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Defisiensi Anti trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di
netralisir sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.
2. Tindakan operatif
4
Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi
dalam bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah.
5
Hormon estrogen yang ada dalam pil kontrasepsi menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya
faktor pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis
vena.
8. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan “tissue thrombo plastin-
like activity” dan “factor X activiting” yang mengakibatkan aktifitas koagulasi
meningkat. Proses keganasan juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik
dan infiltrasi ke dinding vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis.
Tindakan operasi terhadap penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis
2-3 kali lipat dibandingkan penderita biasa.12
Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair, tetapi
akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan. Pada
abad ke-18 Hunter mengajukan hipotesis bahwa trombosis vena disebabkan oleh
penyumbatan vena oleh bekuan darah, dan pada paruh kedua abad ke-19, Virchow
mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar terbentuknya thrombus, yang dikenal
sebagai Triad Virchow. Berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor yang
berperan dalam patogenesis terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan
dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.13
6
2. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena,
melalui :
- Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.
- Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan
jaringan dan proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel yang
utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa substansi
seperti prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin,
yang dapat mencegah terbentuknya trombin.
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar.
Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan trombosis
akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan
mikro-fibril. Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan
tromboksan A2 yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk
berubah bentuk dan saling melekat. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan
mengaktifkan sistem pembekuan darah.
Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus vena terutama terbentuk
di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang besar, sedikit
trombosit dan komponen leukosit yang terikat pada fibrin. Kelainan biasanya dimulai
dengan proses trombosis yang murni, baru kemudian dilanjutkan dengan inflamasi
sebagai reaksi sekunder.
7
DVT biasanya terbentuk pada daerah dengan aliran darah lambat atau terganggu
di sinus vena besar dan kantung ujung katub vena dalam tungkai bawah atau segmen
vena yang terpapar oleh trauma langsung. Pembentukan, perkembangan dan disolusi
trombus menggambarkan keseimbangan antara efek rangsangan trombogenik dan
berbagai mekanisme protektif.
8
• Tanda houman (+): nyeri & peningkatan resistensi ketika kaki yang edema
dorsofleksi
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda klinis yang klasik tidak selalu ditemukan.
Gambaran klasik DVT adalah edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, dapat
diraba pembuluh darah superfisial, dan tanda Homan yang positif (sakit di calf atau di
belakang lutut saat dalam posisi dorso flexi.13
9
Kemungkinan klinis DVT dapat dinilai menggunakan Wells Score seperti yang
tercantum pada gambar berikut. 14
1. D-dimer test
D-dimer digunakan untuk mendeteksi degradasi fibrin dalam darah, sering kali
digunakan sebagai tes rapid dini untuk memastikan adanya VTE. Penelitian klinis
didapati mendukung hipotesa bahwa D-Dimer (-) menyingkirkan kemungkinan
terjadinya DVT pada pasien dengan resiko rendah hingga sedang dan skoring wellsnya
kurang dari 2. Pasien yang positif D-Dimernya dan pasien dengan resiko tinggi (skoring
wells>2) dianjurkan untuk dilakukan tes diagnostik yang lebih terperinci. Perlu
ditekankan bahwa tes D-Dimer ini rendah spesifisitasnya terhadap DVT, jadi tes ini
Cuma boleh menyingkirkan kemungkinan terjadinya DVT daripada untuk
mengkonfirmasi diagnosa DVT.
10
2. Venografi
Sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis
vena. Akan tetapi teknik pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan bisa menimbulkan nyeri
dan terbentuk trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya. Prinsip
pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah dorsum pedis dan
akan kelihatan gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal ke V
iliaca.
11
diberikan mempunyai efek samping yang kadang-kadang serius.Tujuan pengobatan
adalah :10
Terapi Antikoagulan
Antikoagulan merupakan terapi utama pada kasus-kasus tromboemboli vena.
Ada beberapa jenis antikoagulan yang dapat digunakan pada terapi trombosis vena
dalam, diantaranya, unfractionated heparin (UFH), low molecular weight heparin,
fondaparinux, vitamin K antagonis, dan antikoagulan oral baru. Unfractionated heparin
(UFH) sudah lama digunakan sebagai terapi trombosis vena dalam pada saat awal.
Mekanisme kerja obat ini adalah dengan meningkatkan kerja antitrombin III sebagai
inhibitor faktor pembekuan dan melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari
dinding pembuluh darah. Terapi ini diberikan dengan bolus 80 IU/kgBB intravena
dilanjutkan dengan infus 18 IU/kgBB dengan pemantauan nilai activated partial
tromboplastin time (APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk mencapai target APTT
1,5-2,5 kali nilai kontrol dan kemudian dipantau sedikitnya setiap hari. 15
Pemberian UFH dapat diberikan 5-7 hari. UFH dapat dihentikan setelah 4-5 hari
pemberian kombinasi dengan warfarin dengan INR 2.0-3.0. Sebelum memulai terapi
UFH, APTT, protrombin time (PT), dan jumlah trombosit harus diperiksa, terutama
pada pasien dengan resiko perdarahan yang tinggi atau dengan gangguan hati dan ginjal.
Berikut adalah tabel dosis UFH berdasarkan nilai APTT dan berat badan pasien:15
Tabel. 5.1. Dosis UFH berdasarkan nilai APTT dan berat badan
12
Low molecular weight heparin (LMWH) merupakan antikoagulan parenteral
bekerja lebih besar pada inhibitor faktor Xa dan sedikit efek pada antitrombin III dalam
hal sebagai antikoagulan. LMWH dapat diberikan satu atau dua kali sehari secara
subkutan dan mempunyai efikasi yang baik. American Heart Association (AHA) pada
tahun 2011 merekomendasikan pemberian LMWH dengan dosis 1mg/kgBB/hari
subkutan 2 kali sehari atau 1,5 mg/kg satu kali per hari. Keuntungan dari LMWH adalah
resiko perdarahan yang lebih kecil dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium
yang sering dibanding UFH, kecuali pada pasien tertentu seperti gagal ginjal dan
obesitas.15
Fondaparinux merupakan sintetik pentasakarida analog yang bekerja sebagai
inhibitor faktor Xa secara tidak langsung. American Heart Association pada tahun 2011
merekomendasikan pemberian dosis 5 mg sekali sehari untuk pasien dengan berat badan
< 50 kg dan 7,5 mg untuk pasien 50-100 kg secara subkutan.15
Pemberian antikoagulan parenteral merupakan pilihan utama pada
penatalaksanaan awal trombosis vena dalam. American Heart Association pada tahun
2011 memberikan rekomendasi yang sama kepada ketiga antikoagulan parenteral, yaitu
UFH, LMWH, dan fondaparinux untuk terapi inisial pada trombosis vena dalam.
Japanese Circulation Society pada tahun 2009 dan American Family Physician pada
tahun 2012 merekomendasikan pemberian UFH untuk terapi inisial pada trombosis vena
dalam, LMWH dan fondaparinux merupakan alternatif ketika ada kontraindikasi
pemberian UFH.16
13
Pemberian antikoagulan vitamin K antagonis sebagai terapi awal pada trombosis
vena dalam tidak direkomendasikan. Obat ini diberikan bersamaan sagera setelah
koagulan parenteral diberikan dengan pemantauan international normalised ratio (INR).
Target INR dari terapi warfarin adalah 2.0-3.0. Lama pemberiannya sangat bervariasi,
tergantung pada faktor resiko trombosis vena dalam pada pasien tersebut. Berikut
adalah tabel dosis warfarin sesuai dengan target INR 16
Tabel 5.2. Dosis warfarin sesuai dengan target INR
14
standar warfarin dan secara signifikan menurunkan angka efek samping perdarahan
pada pemberian antikoagulan.18
Wang et all (2013) mengadakan penelitian di China terhadap 439 orang pasien
dengan tromboemboli vena membandingkan pemberian rivaroxaban dengan terapi
standar enoxaparin yang dilanjutkan dengan pemberian vitamin K antagonis. Studi ini
menyimpulkan bahwa rivaroxaban memiliki efikasi yang sama dengan terapi standar
pada pasien dengan tromboemboli vena.19
Yamada et all (2014) melakukan penelitian di Jepang terhadap 81 orang dengan
tromboemboli vena membandingkan pemberian rivaroxaban dengan terapi standar
unfractioned heparin (UFH) yang dilanjutkan dengan pemberian vitamin K antagonis.
Studi ini menyimpulkan bahwa rivaroxaban memiliki efikasi yang sama dengan terapi
standar pada pasien dengan tromboemboli vena.20
Bauersachs et all (2014) mengadakan penelitian membandingkan pemberian
rivaroxaban dengan terapi standar enoxaparin / vitamin K antagonis pada pasien dengan
tromboemboli vena dengan gangguan ginjal. Studi ini menyimpulkan bahwa pasien
tromboemboli vena dengan gangguan ginjal memiliki resiko tinggi untuk terjadinya
rekurensi. Gangguan ginjal juga meningkatkan resiko perdarahan pada terapi
tromboemboli vena dengan enoxapari / vitamin K antagonis, tetapi resiko ini berkurang
jika diterapi dengan rivaroxaban.20
Terapi Trombolitik
Terapi ini bertujuan untuk melisiskan trombus secara cepat dengan cara
mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Trombolitik yang biasa digunakan adalah
tissue plasminogen activator, streptokinase, dan urokinase. Terapi ini jarang dilakukan
dan umumnya hanya efektif pada fase awal dan penggunaanya harus benar-benar
dipertimbangkan secara baik karena mempunyai efek resiko perdarahan tiga kali lipat
dibandingkan dengan teerapi antikoagulan saja. Pada umumnya terapi ini hanya
dilakukan pada trombosis vena dalam dengan oklusi total, terutama pada iliofemoral.15
Terapi Kompresi
Terapi kompresi dengan menggunakan stoking elastis bertujuan untuk mencegah
stasis vena, mengurangi bengkak dan nyeri pada tungkai, sebagai preventif timbulnya
trombus baru dan mencegah timbulnya sindrom post trombosis. Pemasangan stoking
15
elastis dengan tekanan 30-40 mmHg pada ankel kaki sampai pangkal paha. Terapi ini
dapat diberikan secara bersamaan dengan terapi lain.15
American College of Physician pada tahun 2011 tidak merekomendasikan terapi
kompresi dengan elastis stoking pada trombosis vena dalam, sedangkan Japanese
Circulation Society tahun 2009 dan American Heart Association pada tahun 2011, tetap
merekomendasikan terapi kompresi pada pasien trombosis vena dalam.15
Trombektomi
Indikasi open surgical thrombectomy antara lain adalah trombosis vena
iliofemoral akut tetapi terdapat kontraindikasi trombolitik atau gagal dengan trombolitik
maupun mechanical thrombectomy, lesi yang tidak dapat diakses oleh kateter, lesi
dimana trombus sukar dipecah dan pasien yang dikontraindikasikan untuk penggunaan
antikoagulan. Setelah tindakan pembedahan, heparin diberikan selama 5 hari dan
pemberian warfarin harus dimulai 1 hari setelah operasi dan dilanjutkan selama 6 bulan
setelah pembedahan. Untuk hasil yang maksimal tindakan pembedahan sebaiknya
dilakukan kurang dari 7 hari setelah onset trombosis vena dalam.15
Operasi Embolektomi
Operasi embolektomi dilakukan pada pasien dengan emboli paru yang masif
dengan hemodinamik yang stabil serta kontra indikasi pemberian trombolitik atau gagal
terapi trombolitik. Emboli biasanya menutupi cabang-cabang utama dari arteri
pulmonalis, sehingga menimbulkan kegagalan sirkulasi. Pada kondisi seperti operasi
embolektomi bisa menjadi salah satu modalitas terapi ketika terapi trombolitik gagal
16
atau kontraindikasi. Pada sebuah studi baru-baru ini, terdapat 47 pasien yang dilakukan
operasi embolektomi dengan 96% survival rate dalam 4 tahun.15
17
BAB III
LAPORAN KASUS
No. MR : 94.89.79
ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
- Setelah terjatuh, pasien hanya bisa berbaring dan tidak bisa lagi
berjalan
- Demam (-)
18
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat DM (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Edema (+)
Vital Sign
Nadi : 80 x/ menit
Suhu : 38,0 oC
Status Generalis
19
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Gigi dan mulut : Tidak ditemukan kelainan
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening
Dinding dada : Simetris, pergerakan dinding dada sama
kiri dan kanan
Paru
Inspeksi : Pengembangan dinding dada sama kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Auskultasi : vesikular +/+ , rhonki -/- wheezing -/-
Perkusi : Sonor
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial línea mid
clavicula sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan
lien tidak teraba, ballotemen (-)
Perkusi : Timpani
20
Movement : ROM terbatas
Kimia Klinik
Albumin = 2,6 g/dl
KGD sewaktu = 120 mg/dl
Ureum = 13 mg/dl
Kreatinin = 0,6 mg/dl
Natrium (Na) = 134mEq/L
Kalium (K) = 3,2 mEq/L
Klorida (Cl) = 106 mEq/L
DIAGNOSA KERJA
DVT et kruris bilateral
Hipertensi
Selulitis
TATALAKSANA
Konservatif: Pemasangan tensocrepe
Heparin
RENCANA TERAPI
21
Tujuan/Target Instruksi Pelaksanaan
1. Diagnostik Klinis
laboratorium
2. Terapi nyeri Ketorolac 3 x 30 mg IV
3. Terapi Heparinisasi 1 cc heparin bolus IV,
lanjutkan 3 cc heparin
dalam 47 cc Nacl 0,9 %
habis dalam 24 jam
dalam syring pump. Cek
PT / APTT perhari
4. Antibiotik Ceftriaxon 2 x 1 gr IV
5. Konsul Jantung Setuju assesment
Penyakit dalam
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
22
posterior (+) Pro usg
doppler
Pulsasi a. poplitea
(+)
ROM terbatas
IVFD NaCl
0,9%
Ranitidine
2x50 mg
Cek pt/aptt
/hari
23
BAB 4
DISKUSI
Pasien perempuan berumur 84 tahun datang dengan keluhan kedua kaki bengkak
dan kemerahan 5 hari ini. Bengkak sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, tidak
nyeri, hilang timbul. Pasien selama 2 minggu ini lebih banyak berbaring diatas tempat
tidur karena tidak kuat lagi berjalan. Berdasarkan pemeriksaan fisis di dapatkan TD
140/90 mmHg, nadi 80x/menit dan nafas 20x/menit. Status lokalis region kruris sinistra
dan dextra didapatkan edema (+), eritema (+) , pulsasi a. dorsalis pedis (+), pulsasi
a.tibialis posterior (+), pulsasi a.poplitea (+) dan ROM terbatas.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami bengkak pada kedua kaki
yang semakin meningkat setelah 5 hari ini berbaring. Ini merupakan salah satu fakor
risiko terjadinya DVT yaitu terjadinya imobilisasi yang menyebabkan stasis pada aliran
vena. Dari pemeriksaan status lokalis juga didapatkan edema, eritem, dan ROM terbatas
pada pasien.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah pemberian antikoagulan injeksi
yaitu heparin. Heparin yang dipilih adalah Low Molecular Weight Heparin. Terapi
heparin harus disertai dengan monitor APTT , untuk mencapai APTT 1,5-2,5 normal.
Tetapi pemberian heparin juga memiliki efek samping seperti , perdarahan , heparin
induced trombositopeni dan osteoporosis. Untuk perdarahan dapat diatasi dengan
protamin.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
scaning in patients with suspected pulmonary embolism. Journal of American
Medical Association. 2007; 208: 2743-2788
20. JCS Joint Working Group. Guidelines for the diagnosis, treatment and prevention
of pulmonary thromboembolism and deep vein thrombosis. Journal of the Japanese
Circulation Society. 2011; 75: 1258-1281
26