ILUSTRASI KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
: An.Z
: 5 tahun
: Laki-laki
: Pd.Cabe
: Islam
: Jawa
3.2 Anamnesis
Diambil secara
Tgl
Jam
a. Keluhan Utama
Digigit ular sejak 2,5 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan digigit ular di pergelangan kaki kiri
sejak 2,5 jam SMRS. Awalnya pasien kira-kira pukul 08.00 pasien sedang
bermain dan ingin menangkap ular. Menurut ibu pasien ular berwarna
hitam di bagian kepala dan coklat tua di bagian badan dengan panjang
kira-kira 20 cm dengan diameter 3 cm. Mempunyai dua taring besar dan
kepala berbentuk segitiga. Setelah digigit pasien mengeluh lemas,
pusing, mual. Muntah disangkal.
Setelah digigit pasien di bawa ke klinik dekat rumah pasien, di
sana betis pasien diikat, lalu di rujuk ke RS.Fatmawati.
d. Riwayat imunisasi
Menurut ibu pasien riwayat imunisai pasien lengkap.
Tanda vital
Tekanan darah
: 90 / 70 mmhg
Nadi
: 92 kali / menit
Pernapasan
: 20 x/m
Suhu tubuh
: 36,2 oC
Kulit
Kepala
: normochepali
Rambut
Wajah
: simteris
Kulit
Mata
Telinga
: normotia
Hidung
Leher
Paru
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Pinggang
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: datar
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Ekstremitas
b. Status Lokalis
Regio medial pedis sinista eritema (+), edema (+)
3.4
Pemeriksaan Penunjang
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
14,2
46
10,2
218
5,57
gr/dl
%
ribu/ul
ribu/ul
juta/ul
10,7 14,7
31 43
5,5 15,5
150 440
3,70 5,70
82,8
25,5
30,8
13,6
Fl
Pg
gr/dl
%
72,0 88,0
23,0 31,0
32,0 36,0
11,5 14,5
Netrofil
Limfosit
Monosit
Hemostasis
APTT
Kontrol APTT
PT
Kontrol PT
INR
3.5
60
37
4
%
%
%
50 70
20 40
28
33,8
33,3
11,9
12,2
1,01
Det
Det
Det
Det
33,6 - 43,8
12,1 14,5
-
Resume
Pasien datang dengan keluhan digigit ular di pergelangan kaki kiri sejak
2,5 jam SMRS. Awalnya pasien kira-kira pukul 08.00 pasien sedang bermain dan
ingin menangkap ular. Menurut ibu pasien ular berwarna hitam di bagian kepala
dan coklat tua di bagian badan dengan panjang kira-kira 20 cm dengan diameter
3 cm. Mempunyai dua taring besar dan kepala berbentuk segitiga. Setelah digigit
pasien mengeluh lemas, pusing, mual. Muntah disangkal. Setelah digigit pasien
di bawa ke klinik dekat rumah pasien, di sana betis pasien diikat, lalu di rujuk ke
RS.Fatmawati.
Pemeriksaan fisik:
Status Generalis : dalam batas normal
Status Lokalis :
Regio digiti medial pedis sinistra terdapat eritema (+), edema (+)
3.6 Diagnosis Kerja
Snake Bite Grade II
3.7 Diagnosis Banding
3.8 Penatalaksanaan
Debridement luka (insisi cross)
Infuse: RL + SABU 1 Vial / 8 jam IV.
Observasi tanda vital
3.9 Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad fungsionam
Quo ad sanactionam
: bonam
: bonam
: bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Luka gigit dapat disebabkan oleh hewan liar maupun hewan peliharaan,
dan manusia. Hewan liar yang dapat mengigit adalah hewan yang biasanya
ganas dan pemakan daging, misalnya harimau, singa, hiu, atau bila hewan itu
terganggu atau terkejut, yaitu dalam usaha membela diri. Bila hewan mengigit
tanpa alasan jelas, harus dicurigai kemungkinan hewan tersebut menderita
penyakit yang mungkin menular melalui gigitannya, misalnya rabies. Luka gigit
dapat berupa luka tusuk kecil atau luka compang camping luas yang berat. 1
Persoalan yang ditimbulkan oleh luka gigitan atau sengatan serangga
adalah lukanya sendiri, kontaminasi bakteri atau virus, dan reaksi alergi. Dalam
penanggulangannya, perlu lebih dahulu diidentifikasi hewan yang mengigit untuk
perencanaan langkah pertolongan.1
II. Gigitan Ular
Gigitan ular berbahaya bila ularnya tergolong jenis berbisa. Sebenarnya
dari kira-kira ratusan jenis ular yang diketahui, hanya sedikit sekali yang berbisa,
dan dari golongan ini yang berbahaya bagi manusia.1
Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen sehingga
pengaruhnya tidak dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari satu jenis toksin
saja. Venom yang sebagian besar (90%) adalah protein, terdiri dari berbagai
macam enzim, polipeptida non-enzimatik dan protein non-toksik. Berbagai logam
seperti zink berhubungan dengan beberapa enzim seperti ecarin (suatu enzim
prokoagulan dari E.carinatus venom yang mengaktivasi protombin). Karbohidrat
dalam
bentuk
glikoprotein
seperti
serine
protease
ancord
merupakan
endotel
vaskular.
Enzim
venom
lain
seperti
fosfoesterase,
ular
hialuronidase,
terdiri
dari
ATP-ase,
beberapa
polipeptida
nukleotidase,
kolin
yaitu
fosfolipase
esterase,
A,
protease,
seperti
neurotoksik,
hemoragik,
trombogenik,
hemolitik,
Bentuk kepala
Gigi taring
Ular berbisa
Segitiga
Dua gigi taring besar di
3.
Bekas gigitan
rahang atas
Luka halus di sepanjang Dua luka gigitan
lengkungan bekas gigitan
akibat
gigi
taring
utama
yang
berbisa.
III
Nama Ular
dapat Russells viper / Kobra /
Saw scaled
kematian
Viper
dan kecacatan
Dapat menyebabkan efek Krait / Hump-nosed pit
viper /
yang serius (kematian
King Kobra / Mountain
atau nekrosis lokal )
pitviper
Sangat jarang mempunyai Ular air, ular hijau
II.1 Patogenesis
Bisa ular terdiri dari berbagai enzim, protein, aminoacids, dll, Beberapa
enzim
protease,
kolagenase,
arginin,
ester
hydrolase,
hialuronidase,
sebagainya,
enzim
ini
memiliki
efek
racun
pada
berbagai
gejalanya
tidak
sama
pada
tiap
individu. Misalnya
pada
membran
sel
darah
merah
menyebabkan blokade neuromuskular pada pra atau pasca sinap. Selain itu
dapat menyebabkan kerusakan sel endotel yang dapat menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular. Bisa ular bekerja pada sebagian /
sistem /organ tubuh. Venom juga menyebabkan kerusakan sel endotel yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas. Sebagian toksin dapat dilihat pada
table berikut:1,2
Hematotoksin:
Cardiotoksin
Neurotoksin
Lactate Dehydrogenase
Acetylcholinesterase
Thrombin-like enzyme
Nucleotidase
Nucleotidase
Phospholipase A2
DNAse
DNAse
dapat
neostigmin.
pulih
kembali
dengan
obat
anticholinesterase
seperti
1,2
10
Neurotoksin
menyebabkan
paralisis
otot
pernapasan
Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30
menit 24 jam)
11
Venerasi
Luka
gigit
Nyeri
Udem/ Eritem
Tanda sistemik
+/-
<3cm/12>
+/-
II
+++
>12-25 cm/12
jam
+
Neurotoksik,
Mual, pusing, syok
III
++
+++
++
Syok, petekia,
ekimosis
IV
+++
+++
>ekstrimitas
++
Gangguan faal
ginjal,
Koma, perdarahan
12
non-spesifik
dan
mencakup
perubahan
pada
irama
13
atau
depresi. Gelombang
inversi
dan
QT
memanjang.
lubang bekas masuknya taring ular sepanjang dan sedalam cm, kemudian
dilakukan pengisapan mekanis. Bila tidak tersedia alatnya, darah dapat
diisap dengan mulut asal mukosa mulut utuh tak ada luka. Bisa yang tertelan
akan dinetralkan oleh cairan pencernaan. Selain itu dapat juga dilakukan
eksisi jaringan berbentuk elips karena ada dua bekas tusukan gigi taring,
dengan jarak cm dari lubang gigitan, sampai kedalaman fasia otot.1,2
Usaha menghambat absorbsi dapat dilakukan dengan memasang
tourniket beberapa centimeter di proksimal gigitan atau di proksimal
14
pembengkakan
yang
terlihat,
dengan
tekanan
yang
cukup
untuk
menghambat aliran vena tapi lebih rendah dari tekanan arteri. Tekanan
dipertahankan dua jam. Penderita diistirahatkan supaya aliran darah terpacu.
Dalam 12 jam pertama masih ada pengaruh bila bagian yang tergigit
direndam dalam air es atau didinginkan dengan es.1,2
Untuk menetralisir bisa ular dilakukan penyuntikan serum antibisa ular
dilakukan penyuntikan serum antibisa ular intravena atau intraarteri yang
mendarahi daerah yang bersangkutan. Serum antibisa ular dibagi menjadi 2,
yaitu monovalen dan polivalen. Antivenom monovalen diberikan pada giigtan
ular yang sudah teridentifikasi dan hanya mengandung 1 jenis antibodi.
Antivenom polivalen diberikan pada semua gigitan ular yang sulit
teridentifikasi dan mengandung banyak antibodi, biasanya serum polivalen
ini dibuat dari darah kuda yang disuntik dengan sedikit racun ular yang hidup
di daerah setempat. Serum ini memiliki fragmen imunoglobulin G yang
berikatan yang jika disuntikkan kedalam tubuh Ig G yang berasal dari serum
akan berikatan dengan Antibodi sehingga membentuk komplek antigen anti
bodi dan menetralisir toksin. Dalam keadaan darurat tidak perlu dilakukan uji
sensitivitas. SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan),
polivalen 1 ml berisi:
Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat
pada bagian luka. Pedoman terapi SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda
yang dilemahkan) polivalen, mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes,
2001):3
15
Derajat
Beratnya
Taring
Ukuran zona
Gejala
Jumlah ml
evenomasi
atau gigi
edema/
sistemik
venom
eritemato kulit
(cm)
0
Tidak ada
<2
Minimal
2-15
25
II
Sedang
15-30
50
III
Berat
>30
++
75
IV
Berat
>30
+++
75
16
Terapi profilaksis
-
atau
intra
arteri
yang
memvaskularisasi
daerah
yang
bersangkutan. Serum polivalen ini dibuat dari darah kuda yang disuntik
dengan sedikit bisa ular yang hidup di daerah setempat. Dalam keadaan
darurat tidak perlu dilakukan uji sensitivitas lebih dahulu karena bahanya
bisa lebih besar dari pada bahaya syok anafilaksis.1,2
17
18
19
organ
adalah
kulit,
sistem
vaskular,
dan
sistem
jumlah
yang
besar
sehingga
mengakibatkan
urtikaria,
20
Staphylococcus species
Streptococcus species
Eikenella species
Pasteurella species
Proteus species
Klebsiella species
Haemophilus species
Enterobacter species
21
Bacteroides species
Moraxella species
Corynebacterium species
Neisseria species
Fusobacterium species
Prevotella species
Porphyromonas species
IV.2 Penatalaksanaan
Daerah bekas gigitan hars dicuci segera dengan air sabun atau larutan
antiseptik lain dan kemudian dilakukan debridemen, tindakan ini efektif sampai
12 jam setelah kejadian luka. Pada gigitan yang berat dan kecurigaan kuat
adanya infeksi rabies, dilakukan infiltrasi serum antirabies 5 ml di sekitar luka.
Setelah digigit hewan, selalu harus dipertimbangkan pemberian vaksinasi.
Pemberiannya stiap hari selama beberapa minggu untuk mencegah timbulnya
penyakit fatal ini.9
Jika binatang penggigit dapat ditangkap, binatang dimati apakah
menunjukkan gejala penyakit atau tidak. Gejala yang ditunjukkan ini sebenarnya
tidak berbeda dengan gejala pada manusia yaitu berupa fase rangsangan
dengan eksitasi yang lama atau fase rangsangan yang sebentar diikuti fase
apatis.9
Jika binatang yang bersangkutan mati, diagnosis dapat dipertegas
dengan pemeriksaan air liur untuk biakan virus, dan pemeriksaan patologi
jaringan otak untuk menemukan badan Negri yang merupakan tanda khas.9
Jika binatang tak tertangkap, dapat dipertimbangkan insidens atau
adanya wabah dan terapi vaksin sebaiknya diberikan. Pemberian serum diikuti
22
vaksin dilakukan bila bintang diduga mengidap rabies atau setelah binatang
terdiagnosis rabies secara klinis dan laboratorium.9
BAB III
ANALISIS KASUS
Diagnosis snake bite grade II ditegakkan berdasarkan. Pada hasil
anamnesis didapatkan keluhan sistemik seperti lemas, mual dan pusing setelah
digigit ular pada kaki kirinya sejak 2,5 jam SMRS. Menurut ibu pasien ular yang
menggigit pasien mempunya dua taring besar dan kepala berbentuk segitiga
dimana menurut teori ular tersebut termasuk jenis ular berbisa. Selain itu pada
status lokalis menunjukkan eritema dan edema pada regio medial pedis sinistra,
luka bekas gigitan sudah tidak terlihat. Hanya eritema dan edema yang
menandakan terjadinya proses peradangan pada regio tersebut. Sehingga
diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk melihat apakah bisa tersebut
mempunyai efek hematotoksik, yaitu dengan pemeriksaan PT & APTT. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada pasien ini masih dalam batas normal, PT &
APTT tidak memanjang yang menandakan belum adanya hematotoksik yang
dan belum tergganggu sistem pembekuan.
Penatalaksanaan serum anti bisa ular yang diberikan pada pasien
ini adalah 5 ml, menurut teori dosis tersebut masih kurang, karena pasien
termasuk dalam snake bite grade II sedangkan menurut teori dosis menurut
Depkes 2001 yang seharusnya diberikan adalah minimal 15 ml sampai 20 ml.
Pada pasien ini tidak diberikan anti tetanus, karena pada anamnesis pasien
sudah mendapatkan imunisasi lengkap termasuk imunisasi TT. Pada pasien
dilakukan croos insisi, yaitu membuat luka sedalam cm, hal ini dilakukan
utnuk membuang bisa ular sebanyak mungkin. Seharusnya juga dilakukan
penghisapan pada luka, agar bisa ular dapat keluar dengan maksimal.
Pada pasien ini juga perlu observasi untuk menilai efek racun
tersebut. Karena bisa ular dapat mempunyai dua efek, yaitu hipersensitifitas
23
tipe cepat dan tipe lambat. Pada pasien ini di khawatirkan akan terjadi
hipersensitifitas tipe lambat sehingga pasien tersebut perlu dirawat diruangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu
Penyakit
Dalam.
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
3. Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen
POM Depkes RI. Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
4. Jurkovich Gregory. Greenfield's Surgery: SCIENTIFIC PRINCIPLES AND
PRACTICE. Ed. 4. New York : Lippincott Williams & Wilkins. 2006.
5.http://www.emedicinehealth.com/snakebite/page3_em.htm
didownload
Januari 2010.
6. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1071493/table/tbl1/ didownload 6
Januari 2010.
7. http://content.nejm.org/cgi/content/full/347/5/347 di download 8 Februari 2010
8.http://emedicine.medscape.com/article/768764-overview
di
download
di
download
Februari 2010
9.http://emedicine.medscape.com/article/768875-overview
Februari 2010
10. Alan DA, Citron DM, Abrahamian FM, et al. Bacteriologic analysis of infected
dog and cat bites. N Engl J Med. Jan 14 1999;340(2):85-92.
11. Abrahamian FM. Dog Bites: Bacteriology, Management, and Prevention.
Curr Infect Dis Rep. Oct 2000;2(5):446-453.
24
12. Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, et al. Practice guidelines for the
diagnosis and management of skin and soft-tissue infections. Clin Infect
Dis. Nov 2005;41(10):1373-406.
25