Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmatnya dan karunianya kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapu tema dari makalh ini adalah “
GIGITAN ULAR “. Oleh karena itu keterbatasan waktu kemampuan kami, maka kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan, semoga makalah ini dapat
berguna bagi semua orang.
1
DAFTAR ISI
COVER................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN
2
BAB I
PENDAHULUAN
Diperkirakan 15 persen dari 3000 spesies ular yang ditemukan di seluruh dunia dianggap
berbahaya bagi manusia. Dalam tiga tahun terakhir, AAPCC (American Association of
Poison Control Centers) telah melaporkan rata-rata terdapat 6000 kasus gigitan ular (snake
bites) per tahun nya, dan 2000 kasus diantaranya disebabkan oleh ular berbisa. (Gold, Barry
S.,Richard, 2002)
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang
menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan
kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat
menyebabkan keracunan.
2.2 TUJUAN
1. Bagaimana patofisiologi akibat gigitan ular berbisa?
2. Apakah tanda-tanda gigitan ular berbisa?
3. Bagaimana cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
gigitan ular berbisa?
4. Apa saja komplikasi yang dapat dialami oleh penderita yang mendapatkan gigitan ular
berbisa?
2.3 RUMUSAN MASALAH
1. Mempelajari patofisiologi akibat gigitan ular berbisa
2. Menjelaskan tanda-tanda gigitan ular berbisa
3. Menguraikan cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
gigitan ular berbisa
4. Menjelaskan beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh penderita yang mendapatkan
gigitan ular berbisa
3
BAB II
PEMBAHASAN
.1 PENEGERTIAN
Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak segera di tangani
dapat menyebabkan kematian.
4
jam setelah gigitan. Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy.
Tanda- tanda klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat
gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria,
haematomisis, melena dan batuk darah. Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi
ular berbisa.
Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun,
beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara
yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala
segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
Gambar 2.1 Ciri–ciri ular tidak berbisa & Ular Tidak berbisa
5
Gambar 2.2 Bekas Gigitan Ular
6
2.5 SIFAT BISA ULAR :
Bisa ular mengandung toksin yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:
- Neurotoksin: berakibat pada sistem saraf dan otak. Berakibat fatal karena
paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot
pernafasan,kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai
dengan koma.
- Haemotoksin: berakibat pada jantung dan pembuluh darah dan bersifat
hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau
menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu
sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis:
luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM,
hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
- Myotoksin: mengakibatkan efek pada jaringan otot. Myoglobulinuria yang
menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
- Cytotoksin: Bekerja pada lokasi gigitan dengan melepaskan histamin dan zat
vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler. Tidak semua ular
berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang
digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ketubuhnya dapat
menjadi panik, nafas menjadi cepat tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala
menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai
spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban.
Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang
marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah
bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat
gigitan ular dari famili Viperidae).
7
2.6 PATOFISIOLOGI GIGITAN ULAR BERBISA
Bisa ular diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada di bawah
mata. Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di rahang atasnya. Taring
ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake besar. Dosis bisa ular tiap gigitan
bergantung pada waktu yang terlewati sejak gigitan pertama, derajat ancaman yang
diterima ular, serta ukuran mangsanya. Lubang hidung merespon terhadap emisi
panas dari mangsa, yang dapat memungkinkan ular untuk mengubah jumlah bisa
yang dikeluarkan. Bisa biasanya berupa cairan. Protein enzimatik pada bisa
menyalurkan bahan-bahan penghancurnya. Protease, kolagenase, dan arginin ester
hidrolase telah diidentifikasi pada bisa pit viper. Efek lokal dari bisa ular merupakan
penanda potensial untuk kerusakan sistemik dari fungsi sistem organ. Salah satu
efeknya adalah perdarahan lokal, koagulopati biasanya tidak terjadi saat venomasi.
Efek lainnya, berupa edema lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan
interstitial di paru-paru. Mekanisme pulmoner dapat berubah secara signifikan. Efek
akhirnya berupa kematian sel yang dapat meningkatkan konsentrasi asam laktat
sekunder terhadap perubahan status volume dan membutuhkan peningkatan minute
ventilasi. Efek blokade neuromuskuler dapat menyebabkan perburukan pergerakan
diafragma. Gagal jantung dapat disebabkan oleh asidosis dan hipotensi.
Myonekrosis disebabkan oleh myoglobinuria dan gangguan ginjal. (Daley, Brian
James MD, 2010)
8
Gambar 2.3 Gejala Lokal Gigitan Ular
2. Gejala sistemik:
a. Umum (general)
mual, muntah, nyeri perut, lemah, mengantuk, lemas.
b. Kardiovaskuler (viperidae)
gangguan penglihatan, pusing, pingsan, syok, hipotensi, aritmia jantung, edema
paru, edema konjungtiva (chemosis).
c. Pendarahan dan gangguan pembekuan darah (Viperidae)
Pendarahan yang berasal dari luka yang baru saja terjadi (termasuk pendarahan
yang terus-menerus dari bekas gigitan (fang marks) dan dari luka yang telah
menyembuh sebagian (oldrus mene parttly-healed wounds), pendarahan sistemik
spontan – dari gusi, epitaksis, pendarahan intrakranial (meningism, berasal dari
pendarahan subdura, dengan tanda lateralisasi dan atau koma oleh pendarahan
cerebral), hemoptisis, perdarahan perektal (melena), hematuria, perdarahan
pervaginam, perdarahan antepartum pada wanita hamil, perdarahan mukosa
(misalnya konjungtiva), kulit (peteki, purpura, perdarahan diskoid, echimosis), serta
perdarahan retina.
d. Neurologis (Elapide, Russel Viper)
Mrngantuk, parestesia, abnormalitas pengucapan dan pembahuan,
potosis,oftalmoplegia eksternal, paralisis otot wajah dan otot lainnya yang
dipersyarafi nervus cranialais, suara sengau atau afonia, regurgitasi cairan melalui
hidung, kesulitan untuk menelan sekret, paralisis otot pernafasan dan flasid
generalisata.
9
e. Destruksi Otot Skeletal (Sea Snake, beberapa spesies kraits, bungarus niger and B.
Candidus, western Russell’s viper Daboia russelli)
Nyeri seluruh tubuh, kaku dan nyeri pada otot, trismus, miolobinuria, hiperkalemia,
henti jantung, gagal ginjal akut.
f. Sistem Perkemihan
Nyeri pungggung bawah, hematuria, hemoglobinria, mioglobinuria, oligoria atau
anuria, tanda dan gejala uremia (pernafasan asidosis, hiccup, mual, nyeri pleura, dll)
g. Gejala Endokrin
Insufisiensi hipofisis atau kelenjar adrenal yang disebabkan infrakhipofisis anterior.
Pada fase akut : Syok, hipoglikemia. Fase kronik (beberapa bulan hingga tahun
setelah gigitan) : kelemahan, kehilangan rambut seksual sekunder, kehilangan
libido, aminoria, atrofi testis, hipotyroidsm.
10
2.8 DIAGNOSA KLINIK
1. Anamnesis yang tepat seputar gigitan ular serta progresifitas gejala dan tanda baik lokal
dan sistemik merupakan hal yang sangat penting.
Empat pertanyaan awal yang bermanfaat :
1) pada bagian tubuh mana anda terkena gigitan ular? Dokter dapat melihat
secara cepat bukti bahwa pasien telah digigit ular (misalnya, adanya bekas taring)
serta asal dan perluasan tanda envenomasi lokal.
2) kapan dan pada saat apa anda terkena gigitan ular? Perkiraan tingkat keparahan
envenomasi bergantung pada berapa lama waktu berlalu sejak pasien terkena
gigitan ular. Apabila pasien tiba di rumah sakit segera setelah terkena gigitan ular,
bisa didapatkan sebagian kecil tanda dan gejala walaupun sejumlah besar bisa ular
telah diinjeksikan. Bila pasien digigit ular saat sedang tidur, kemungkinan ular yang
menggigit adalah Kraits (ular berbisa), bila di daerah persawahan, kemungkinan
oleh ular kobra atau russel viper (ular berbisa), bila terjadi saat memetik buah, pit
viper hijau (ular berbisa), bila terjadi saat berenang atau saat menyebrang sungai,
kobra (air tawar), ular laut (laut atau air payau).3)
3) perlakuan terhadap ular yang telah menggigit anda? Ular yang telah menggigit
pasien seringkali langsung dibunuh dan dijauhkan dari pasien. Apabila ular yang
telah menggigit berhasil ditemukan, sebaiknya ular tersebut dibawa bersama pasien
saat datang ke rumah sakit, untuk memudahkan identifikasi apakah ular tersebut
berbisa atau tidak. Apabila spesies terbukti tidak berbahaya (atau bukan ular
samasekali) pasien dapat segera ditenangkan dan dipulangkan dari rumah sakit.4)
4) apa yang anda rasakan saat ini? Pertanyaan ini dapat membawa dokter pada
analisis sistem tubuh yang terlibat. Gejala gigitan ular yang biasa terjadi di awal
adalah muntah. Pasien yang mengalami trombositopenia atau mengalami gangguan
pembekuan darah akan mengalami perdarahan dari luka yang telah terjdi lama.
Pasien sebaiknya ditanyakan produksi urin serta warna urin sejak terkena gigitan
ular. Pasien yang mengeluhkan kantuk, kelopak mata yang serasa terjatuh,
pandangan kabur atau ganda, kemungkinan menandakan telah beredarnya
neurotoksin.
11
2. Pemeriksaan fisik
Tidak ada cara yang sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa yang berbahaya.
Beberapa ular berbisa yang tidak berbahaya telah berkembang untuk terlihat hampir
identik dengan yang berbisa. Akan tetapi, beberapa ular berbisa yang terkenal dapat
dikenali dari ukuran, bentuk, warna, pola sisik, prilaku serta suara yang dibuatnya saat
merasa terancam.2. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kelapa segitiga, ukuran
gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan tedapat bekas gigi taring.
Gambar 2.5 Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular
berbisa dengan bekas taring (Sumber : Sentra Informasi Keracunan Nasional adan
POM, 2012)
4. Derajat III :
- Sama dengan derajat I dan II
12
- Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV :
- Sangat cepat memburuk.
Tabel 2.2 Pemberian anti bisa ular menggunakan pedoman dari Parrish
Derajat Venerasi Luka Gigit Nyeri Udem/eritema Tanda
Sistemik
0 0 + +/- <3cm/12jam 0
I +/- + + <3cm/12jam 0
II + + +++ >12cm- +,
25cm/12jam Neurotoksik,
muaal,
pusing, syok
III ++ + +++ >25cm/12jam ++, syok,
petekie,
ekimosis
IV +++ + +++ Pada satu ++, gangguan
ekstremitas faal ginjal,
secara koma,
menyeluruh pendarahan.
2.10 TERAPI SABU MENGACU PADA SCHWARTZ DAN WAY (Depkes, 2001):
1. Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat
meningkat maka diberikan SABU
3. DerajatIII:5-15vialSABU
13
Anti bisa ular harus diberikan segera setelah memenuhi indikasi. Anti bisa ular dapat
melawan envenomasi (keracunan) sistemik walaupun gejala telah menetap selama
beberapa hari, atau pada kasus kelainan haemostasis, yang dapat belangsung dua
minggu atau lebih. Untuk itu, pemberian anti bisa tepat diberikan selama terdapat bukti
terjadi koagulopati persisten. Apakah antibisa ular dapat mencegah nekrosis lokal masih
menjadi kontroversi, namun beberapa bukti klinins menunjukkan bahwa agar antibisa
efektif pada keadaan ini, anti bisa ular harus diberikan pada satu jam pertama setelah
gigitan.
14
gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan
menimbulkan pendarahan lokal.
Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman
dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah
peningkatan penyerapan bisa.
2.12 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium :
1) Penghitungan jumlah sel darah
2) Pro trombine time dan activated partial tromboplastin time
3) Fibrinogen dan produk pemisahan darah
4) Tipe dan jenis golongan darah
5) Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN dan Kreatinin
6) Urinalisis untuk myoglobinuria
7) Analisis gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik
2. Pemeriksaan radiologis :
1) Thorax photo untuk pasien dengan edema pulmonum
2) Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal
3. Pemeriksaan lainnya : Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara
komersialtersedia alat yang steril, sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat
dipercaya (seperti Styker pressure monitor). Indikasi pengukuran tekanan
kompartemen adalah bila terdapat pembengkakan yang signifikan, nyeri yang
sangat hebat yang menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi muncul pada
ekstremitas yang tergigit
2.13 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah :
1. Menghalangi / memperlambat absorbsi bisa ular
2. Menetralkan bisa ular yang sudah masuk kedalam sirkulasi darah
3. Mengatasi efek local dan sistemik.
15
A. SEBELUM PENDERITA DIBAWA KE PUSAT PELAYANAN KESEHATAN,ADA
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN :
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganate untuk
menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
2. Penderita di istirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan.
3. Jangan memanipulasi daerah gigitan
4. Penderita dilarang berjalan dan minum minuman yang ber alcohol.
5. Apabila gejala timbul secara cepat,sementara belum tersedia Anti Bisa Ular,maka
ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Tindakan ini berguna jika dilakukan
sekitar lebih dari 30 menit paska gigitan ular. Tujuannya adalah : Menahan aliran
limfe , bukan menahan aliran vena atau arteri.
6. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang
bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.
16
Gambar 2.7 Metode Pressure imobilisasi (Tangan)
17
Bagan 2.3 Penanganan Gigitan Ular
18
C. KETERANGAN BAGAN :
19
1. CROSS INSISI
Tabel 2.3 CROS INSISI
Setelah tergigit Bisa yang Dapat Terbuang
3 menit 90 %
15 – 30 menit 50%
1 jam 1%
BAB III
PENUTUP
20
3.1 KESIMPULAN
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada
korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke
tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan
kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai
spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban.
Korban yang terkena gigitan ular harus segera diberi pertolongan pertama
sebelum dibawa dan dirawat di rumah sakit. Pada umumnya terjadi salah pengertian
mengenai pengelolaan gigitan ular. Untuk mengobati korban gigitan ular dianjurkan
menggunakan serum anti bisa ular.
21
DAFTAR PUSTAKA
Muryani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: Tim/Trans Info Media
Sumitro, A. 2009. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: Tim/Trans Info Media
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2011. Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika
Ball, J. 1999. Pediactric Nursing Caring For Children. Singapura: A Simon & Schuster
Company.
Gold, Barry S.,Richard C. Dart.Robert Barish. 2002. Review Article : Current Concept
Bites Of Venomous Snakes. N Engl J Med, Vol. 347, No. 5·August 1, 2002
WHO. 2005. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia
Region.
SMF Bedah RSUD DR. R.M. Djoelham Binjai. 2000. Gigitan Hewan. Availabke from :
www.scribd.com/doc/81272637/Gigitan-Hewan
Hafid, Abdul, dkk., 1997. Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana : Gigitan Ular. Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta. Hal. 99-100
Daley, Brian James MD. 2010. Snake bite : patophysiology. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview#a0104
Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Depkes RI.
Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
22
Wangoda R., Watmon B. Kisige M. 2002. Snakebite Management : Experience From
Gulu Regional Hospital Uganda.
23