Kel 4 Bab 12345
Kel 4 Bab 12345
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Plak gigi yang kemudian dikenal dengan sebutan plak merupakan salah satu
deposit lunak berwarna putih keabu-abuan atau kuning yang melekat erat pada
permukaan gigi. Deposit organik lain seperti material alba, kalkulus, dan stain
(pewarnaan) memiliki perbedaan karakteristik sehingga dapat dibedakan dari
plak. Plak dapat terbentuk setelah satu atau dua hari tanpa tindakan kebersihan
mulut dan dipengaruhi oleh makanan dan aliran saliva dalam
rongga mulut
(Dewi, 2008).
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan
sementum, yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragikan termasuk plak. Tandanya adalah demineralisasi
keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya
terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan
periapeks yang dapat menyebabkan nyeri (Kidd, 1991).
Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies pada gigi desidui yang
disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk
karbohidrat seperti sari buah, susu, dan soda dalam jangka waktu yang panjang,
yang dulu disebut juga dengan karies botol susu. Setelah dilaksanakannya
Conference on Early Childhood Caries pada tahun 1999, maka istilah Early
Childhood Caries diindikasikan untuk gigi dengan hilangnya kekuatan gigi baik
disertai kavitas atau non kavitas, kehilangan gigi akibat karies, atau adanya
tambalan pada permukaan gigi desidui pada anak dibawah umur 6 tahun
(Sumawinata, 1994).
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai plak, mekanisme terbentuknya
plak, mekanisme terbentuknya karies gigi serta faktor yang berpengaruh termasuk
pencegahan dan penanganan karies gigi. Selain itu juga dibahas mengenai Early
childhood caries atau baby bottle karies yang menyerang gigi desidui dan
penanganannya.
faktor-faktor yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plak
2.1.1 Definisi Plak
Plak gigi yang kemudian dikenal dengan sebutan plak merupakan salah
satu deposit lunak berwarna putih keabu-abuan atau kuning yang melekat erat
pada permukaan gigi. Deposit organik lain seperti material alba, kalkulus, dan
stain (pewarnaan) memiliki perbedaan karakteristik sehingga dapat dibedakan dari
plak. Plak dapat terbentuk setelah satu atau dua hari tanpa tindakan kebersihan
mulut dan dipengaruhi oleh makanan dan aliran saliva dalam rongga mulut. Plak
tersusun atas sel-sel epitel rongga mulut yang telah mengalami deskuamasi, selsel leukosit PMN, makrofag, dan bakteri. Sel-sel ini terdapat di dalam matriks
ekstraseluler yang terdiri dari protein, polisakarida, dan lemak. Komponen
anorganik yang terdapat pada plak adalah kalsium, fosfat, magnesium, sodium,
dan potassium (Dewi, 2008)
2.1.2 Proses Terbentuknya Plak
Pembentukan plak gigi di dalam rongga mulut dibentuk pertama kali oleh
substansi saliva dan karbohidrat dari sisa-sisa makanan, kemudian dilanjutkan
dengan serangkaian proses yang berurutan. Plak terjadi dalam tiga tahap yaitu
pembentukan pelikel, kolonisasi bakteri dan maturasi plak. Plak terbentuk ketika
pelikel, sisa makanan dan bakteri bergabung (Putri, 2010).
Tahap pertama proses pembentukan plak gigi adalah melekatnya pelikel
pada email gigi. Pelikel adalah lapisan tipis protein saliva yang melekat pada
permukaan gigi hanya dalam beberapa menit setelah dibersihkan. Pelikel tersebut
berasal dari saliva dan cairan sulkus, begitu juga dari produk sel bakteri dan
pejamu, dan debris. Pelikel melindungi email dari aktivitas asam dan sebagai
perekat dua sisi, sisi yang satu melekat pada permukaan gigi dan menyediakan
permukaan lengket pada sisi yang lainnya yang memudahkan bakteri menempel
pada gigi. Pelikel berfungsi sebagai penghalang protektif, yang bertindak sebagai
pelumas permukaan dan mencegah desikasi (pengeringan jaringan) (Putri, 2010).
Tahap kedua proses pembentukan plak gigi adalah pelikel dikolonisasi
oleh bakteri coccus gram positif diantaranya Streptococcus mutans dan
Streptococcus sanguins dengan mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan
menjadi asam melalui proses fermentasi. Pengkoloni awal tersebut melekat ke
pelikel dengan bantuan adhesin, yaitu molekul spesifik yang berada pada
permukaan bakteri. Asam akan terus diproduksi oleh bakteri. Masa plak kemudian
mengalami pematangan bersamaan dengan pertumbuhan bakteri yang telah
melekat, maupun kolonisasi dan pertumbuhan spesies lainnya (Putri, 2010).
Tahap ketiga terjadi kombinasi bakteri, asam, sisa makanan dan air liur
dalam mulut membentuk suatu substansi berwarna kekuningan yang melekat pada
permukaan gigi yang disebut plak. Fase akhir pematangan plak pada hari ke 7
ditandai dengan menurunnya jumlah bakteri gram positif dan meningkatnya
bakteri gram negatif. Plak bila tidak dibersihkan dapat mengalami pengerasan
atau mineralisasi sehingga membentuk karang gigi yang melekat pada permukaan
gigi. Semakin lama plak tidak dibersihkan, semakin besar pula kemungkinan plak
menjadi tempat perlekatan kotoran patogen yang potensial terhadap inang (Putri,
2010).
2.2 Karies
2.2.1 Definisi
Karies adalah kematian tulang yang kemudian akan melunak, berubah
warna, dan porus, menimbulkan inflamasi di periosteum dan jaringan sekitarnya.
Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh ulah
mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat difermentasikan sehingga terbentuk
asam dan menurunkan pH kritis. Akibatnya terjadi demineralisasi jarngan keras
gigi. Tanda karies adalah terjadinya demineralisasi mineral email dan dentin
diikuti oleh disintegrasi bagian organiknya (Narlan, 2004).
2.2.2
demineralisasi,
terutama
proses
remineralisasi.
Disamping
itu,
Tidak karies
Tidak karies
Karie s
Host & gigi
Substrat
Tidak karies
2.2.3
Tidak karies
Waktu
Jika karies dibiarkan tidak terawat, akan mencapai pulpa gigi. Disinilah
dimana saraf gigi dan pembuluh darah dapat ditemukan. Pulpa akan terinfeksi.
Abses atau fistula (jalan dari nanah) dapat terbentuk dalam jaringan ikat yang
halus (Kiid, 1992)
2.2.4 Klasifikasi Karies Gigi
10
c. Karies Profunda
Di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang
sudah
mengenai pulpa (Kidd, 1991).
11
dikarenakan bakteri menghasilkan asam yang dapat melarutkan mineral gigi dan
akhirnya terbentuklah karies atau lubang gigi. Mikroorganisme menempel di gigi
bersama plak sehingga plak terdiri dari mikroorganisme (70 %) dan bahan
antarsel (30%). Plak akan terbentuk apabila adanya karbohidrat, sedangkan karies
akan terbentuk apabila terdapat plak dan karbohidrat.
12
Streptococus
mutan,
Streptokokus
mutans,
Streptokokus
sanguis,
Pencegahan Karies
Pencegahan karies gigi meliputi pencegahan primer, pencegahan sekunder
13
memilih produk
yang
tidak
mengandung
gula
karena
membersihkan
menyikat
gigi
>
mulut
kali
dengan
sehari.
teratur.
Ajarkan anak
Menganjurkan
untuk
untuk
melakukan
topikal
termasuk
pasta
gigi
bermanfaat.
2. Pencegahan sekunder
1) Penambalan gigi
kerusakan gigi biasanya dihentikan dengan membuang bagian gigi
yang rusak dan diganti dengan tambalan gigi. Jenis bahan tambalan
yang digunakan tergantung dari lokasi dan fungsi gigi. Geraham dengan
tugas mengunyah memerlukan bahan yang lebih kuat dibandingkan gigi
depan. Perak amalgam digunakan pada gigi belakang. Tambalan pada
gigi depan dibuat tidak terlihat, silikat sejenis semen porselen yang
mirip dengan email. Resin komposit adalah bahan yang sering digunakan
pada gigi depan dan belakang bila lubangnya kecil dan merupakan
14
bahan yang warnanya sama dengan warna gigi. Jika saraf gigi telah rusak dan
tidak dapat diperbaiki maka gigi perlu dicabut.
2) Dental sealant
Perawatan untuk
mencegah
gigi
berlubang
dengan menutupi
kunyah
gigi
premolar
dan
molar.
Gigi dicuci
dan
Pencegahan tersier
Gigi dengan karies yang sudah dilakukan pencabutan terhadap rehabilitasi
15
amalgam, resin komposit dan glass ionomer. Penambalan dengan inlay juga
bias dilakukan (Srigupta, 2004).
b. Perawatan Saluran Akar (PSA)/ Root Canal Treatment :
Dilakukan bila sudah terjadi pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa.
Setelah dilakukan PSA, dibuat restorasi yang dinamakan onlay (Srigupta,
2004).
c. Ekstraksigigi
Merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi. Dilakukan
bila jaringan gigi sudah sangat rusak sehingga tidak dapat direstorasi. Gigi
yang sudah diekstraksi perlu diganti dengan pemasangan gigip alsu
(denture), implant atau jembatan (bridge) (Srigupta, 2004).
2.2.8
permukaan gigi dengan bantuan pencahayaan yang cukup, kaca gigi, dan
eksplorer. Radiografi gigi dapat membantu diagnosis, terutama pada kasus karies
interproksimal. Karies yang besar dapat langsung diamati dengan mata telanjang.
Karies yang tidak ekstensif dibantu dulu dengan menemukan daerah lunak pada
gigi dengan eksplorer
Beberapa peneliti gigi telah memperingatkan agar tidak menggunakan
eksplorer untuk menemukan karies. Pada kasus dimana sebuah daerah kecil pada
gigi telah mulai terjadi demineralisasi namun belum membentuk lubang, tekanan
melalui eksplorer dapat merusak dan membuat lubang. Teknik yang umum
digunakan untuk mendiagnosis karies awal yang belum berlubang adalah dengan
tiupan udara melalui permukaan yang disangka, untuk membuang embun, dan
mengganti peralatan optik. Transiluminasi serat optik direkomendasikan untuk
mendiagnosis karies kecil (Kidd, 1991).
Karies dapat diidentifikasi sebagai bercak putih dan coklat serta kavitas
pada permukaan bukal dan lingual dapat dilihat jelas denga mata telanjang atau
lewat kaca mulut (Schuurs et.al., 1992). Menurut Ford (1993) diagnosa karies gigi
dapat ditegakkandengan dua cara :
a. Pemeriksaan Subyektif yaitu dengan melakukan anomnesa pada pasien.
b. Pemeriksaan Obyektif yaitu dengan cara klinik,yaitu terbagi atas :
16
17
cairan
rongga
mulut
meningkat
oleh
komponen-komponen
18
kuman ini akan diikuti dengan produksi antibodi oleh bayi itu sendiri, dimana
sebelumnya bayi sudah mendapat Ig G dari ibunya melalui plasenta. Didalam
saliva ditemukan sekretori imunoglobulin A (slg A) yg mampu menghambat
kolonisasi oral (Sinulingga, 2002).
Produksi antibdi slg A saliva terhadap Streptokokus mutans dapat dibentuk oleh:
a.
Antigen yang masuk secara langsung ke kelenjar saliva minor yang berkembang
di bawah mukosa oral.
b.
Secara tidak langsung menelan Streptokokus dengan konsentrasi yang cukup dan
merangsang jaringan limfosit pada usus untuk membentuk respon imun.
Selanjutnya antibodi serum terhadap kuman Streptokokus mutans dengan jumlah
yang tinggi pada slaiva maternal akan menyebabkan dibentuknya antibodi yang
adekuat. Hasil respon imun ini bekerja aktif dala mencegah kolonisasi
Streptokokus mutans selanjutnya pada gigi yang erupsi (Sinulingga, 2002).
2.2.2.1 Respon Imun Seluler dan Humoral
Dalam imunologi ada dua sistem pertahanan, yaitu seluler dan humoral.
Keduanya dapat bekerja sama dan berhubungan dengan limfosit yang terdapat
dalam darah dan organ-organ limfosit seperti limfa dan kelenjar getah bening.
Untuk proses pendewasaan, sel-sel limfosit yang diperlukan untuk daya tahan
seluler harus melewati kelenjar timus, dimana terjadi kontak dengan sel-sel epitel
dan kelenjar timus. Sel-sel limfosit yang sudah dewasa ini kemudian disebut
dengan sel T. Selain itu terdapat pula sel B yang berasal dari organ yang
mendewasakan sel-sel tersebut. Bila terjadi kontak antara limfosit dewasa (sel B
atau sel T) dengan antigen, maka limfosit yang memiliki reseptor khusus untuk
antigen tersebut akan mengadakan proliferasi. Pada sistem pertahanan seluler
terjadi penambahan dari sel T, terutama subset CD4 yang dapat mengenal antigenantigen yang bersangkutan. Sedangkan pada sistem pertahanan humoral, selain
ada penambahan dari sel B, juga terjadi pembentukan dan pelepasan dari reseptorreseptor spesifik yang disebut imunoglobulin (Sinulingga, 2002).
Antibodi pada sel yang diproduksi oleh sel B berasal dari slah satu dari
lima kelas molekul protein sesuai dengan fungsinya asing-masing, yaitu:
19
a.
b.
Ig A lain, disebut sekretori Ig A (slg A) yang terdapat pada cairan glandula dan
banyak terdapat pada area mukosa, seperti saluran pernapasan dan saluran
perkemihan. Berfungsi untuk mencegah terkumpulnya antigen.
c.
d.
Ig E terdapat pada indivisu normal dengan konsentrasi yang snagat rendah tetapi
bersifat mengikat pada enderita alergi.
e.
Ig D, fungsi utamanya adalah reseptor antigen atau dengan kata lain sebagai
pengenalan antigen oleh sel B (Sinulingga, 2002).
Apabila terjadi kontak baru dengan antigen yang sama, maka akan
dikenali oleh sel T yang spesifik ( sistem pertahanan seluler) atau antibodi yang
ada di dalam sirkulasi (sistem pertahanan humoral). Di dalam rongga mulut,
reaksi pertahanan tidak terjadi pada enamel, karena enamel tidak mempunyai
pembuluh darah (Sinulingga, 2002).
2.2.2.2 Komponen Mediator sebagai Respon Imun pada Karies Gigi
Boedi Oetomo Roeslan Menyatakan bahwa selama perkembangan karies
gigi, antibodi ditemukan dalam saliva, cairan pulpa gigi, dan cairan dentin. Hal ini
menunjukkan bahwa saliva, cairan pulpa gigi, dan cairan dentin dapat
memberikan respon imunologik terhadap serangan antigen kuman penyebab
karies gigi(Sinulingga, 2002).
a. Saliva
Penelitian Dale B.Mitch et al menunjukkan bahwa penambahan saliva
pada suatu suspensi bakteri oral dapat menyebabkan agregasi bakteri. Pada saliva
setidaknya terdapat komponen sekresi yang terikat pada molekul slg A, membuat
antibosi slg A tahan terhadap enzim proteolitik yang ada pada saliva. Antibosi slg
A saliva bekerja dengan menghambat proses perlekatan sucrose independent tage
san sucrose dependent stage S mutans pada permukaan gigi, sehingga tidak terjadi
aktivitas metabolik. Oleh kaena itu, slg A dianggap sangat efisien pada hampir
20
semua subjek, seperti permukaan gigi halus yang terpapar jarang terkena karies.
Tetapi pada gigi tertentu (fisur,proksimal, dan servikal) yang tidak dapat
dijangkau oleh komponen saliva, hubungan pertahanan tidak ditemukan antara
titer antibodi dan indeks karies (Sinulingga, 2002).
Mucin saliva dan konstituennya melindungi permukaan mulut dan gigi
melalui berbagai cara:
1. Glikoprotein saliva menutupi dan melumasi mukosa.
2. Enzim antibakteri lisosim pada saliva berfungsi untuk memecahkan dinding sel
bakteri dan berfungsi sebagai penakluk.
3. Antibodi pada saliva terutama terdiri dari Imunoglobulin (IgA). IgA ini akan
bereksi dengan antigen makanan untuk menetralkan efeknya, selain itu IgA dapat
mencegah perlekatan bakteri dan virus pada permukaan gigi dan mukosa mulut.
4. enzim sialoperoksidase mempunyai aktivitas antibakteri, khususnya terhadap
laktobasili dan streptokokus.
5. Bikarbonat dan fosfat memberi efek buffer pada makanan dan asam bakteri.
6. Komponen mineral, khususnya kalsium dan ion fosfor berfungsi mempertahankan
intregritas gigi dengan cara memodulasi difusi ion dan mencegah hilangnya ion
mineral dari jaringan gigi (Sinulingga, 2002).
Selain itu pada saliva terdapat faktor-faktor alamiah non spesifik yang juga
berperan dalam melindungi gigi dari karies yaitu
1.
2.
Laktoferin
21
antimikrobial
laktoferin
dalam
melindungi
jaringan
mulut
Laktoperoksidase
Didalam saliva terdapat dua macam peroksidase, yang keduanya
mempunyai efek bakteriostatik, namun kedua jenis laktoperoksidase ini memiliki
mekanisme yang berbeda. Keduanya sama-sama menggunakan H2O2 sebagai
substrat, namun berbeda dalam penggunaan ion-ion sebagai ko-substrat yang
diperlukan untuk aktifitas enzimatisnya yaitu: I dan SCN- (tiosianat) serta halida
(CL-, Br-, I-, SCN-). Kedua sistem peroksidase ini menurut ko-substratnya dapat
dilukiskan sebagai berikut :
a. Sistem laktoperoksidase-tiosianat-H2O2
b.
Sistem mieloperoksidase-halida-H2O2
Laktoperoksidase menunjukkan beberapa efek biokimiawi :
a.
b.
22
c.
Mengkatalisis
pembentukan
cross-link
dalam
beberapa
protein(Sinulingga, 2002).
Pada Laktoperosidase saliva, donor utamanya adalah tiosianat (SCN-),
yang merupakan senyawa halida dengan konsentrasi kira-kira 1-2 mM di dalam
saliva. Dalah hal ini ion tiosanat akan menjadi hipotiosanat (OSCN-), yang
mampu mengoksidasi thiols yang memberikan pengaruh bakterisid pada sistem
laktoperoksidase-H2O2-SCN- (Sinulingga, 2002).
Hipotiosianat
(OSCN-) dalam
konsentrasinya
yang
cukup dapat
asam
ini
akan
mengakibatkan
demineralisasi
permukaan
Lisozim
Lisozim adalah enzim yang menunukkan aktivitas bakteriosid dengan
memecah ikatan antara asam N-asetil glukosamin dan N-asetil muramik dalam
komponen mukopeptida dinding sel bakteria. Enzim ini berasal dari glandula
submandibularis, sublingualis, dan parotis di mulut. Di dalam kelenjar ludah
lisozim berlokasi di dalam sel-sel duktus interkalata yang membentuk hubungan
antara suatu asinus dengan saluran pembuangan (Sinulingga, 2002).
Lisozim dapat menghidrolisis komponen-komponen dinding sel bakteri
tertentu yang mengakibatkan lisisnya sel bakteri tersebut. Dinding sel bakteri
dibentuk oleh heteropolisakarida murein yang dibangun dari dua gula yaitu: asam
muramin dan glukosamin, yang bersama-sama dengan peptida dinding sel
membentuk ikatan peptidoglikan. Dengan adanya lisozim ikatan tersebut dapat
diputus sehingga mengakibatkan terjadinya pori-pori kecil di dalam dinding sel.
Efek utama lisozim pada bakteri terdiri atas interaksi awal yang cepat dengan
dinding sel mikrobial, yang menyebabkan pembocoran cairan sel. Hal ini dapat
23
menyebabkan matinya sel karena keluarnya ion-ion yang diperlukan bakteri untuk
hidup. Terutama bakteri Streptokokus mutans (Sinulingga, 2002).
5.
sebagai
reseptor
untuk
mengikat
bakteri
pada
permukaan
24
25
b. Fluor dalam pasta gigi. Hasil lebih dari 100 uji coba, beberapa bahan
fluor mewujudkan bahwa dengan menggosok gigi dengan pasta gigi
berfluor akan menurunkan insidensi karies gigi.
c. Fluor berbentuk tablet. Manfaat terbesar pemberian fluor tablet (NaF)
dapat dicapai sebelum erupsi gigi yaitu usia 0-12 tahun. Selain itu dapat
diberikan kepada orang dewasa dan ibu hamil
d. Fluor obat tetes. Fluor obat tetes biasanya dicampur dengan vitamin
untuk bayi dan balita.
e. Fluor berbentuk gel. Fluor berbentuk gel diletakan pada mouth guard
(sendok cetak) kemudian dipakai pada anak-anak 2-3 menit.
2.3.2 Pemberian Fluor
1. Pemberian Fluor Secara Sistemik
Fluoride sistemik adalah fluoride yang diperoleh tubuh melalui pencernaan
dan ikut membentuk struktur gigi. Fluoride sistemik juga memberikan
perlindungan topikal karenafluoride ada di dalam air liur yang terus membasahi
gigi. Fluoride sistemik ini meliputi fluoridasi air minum dan melalui pemberian
makanan tambahan fluoride yang berbentuk tablet, tetes atau tablet isap. Namun
di sisi lain, para ahli sudah mengembangkan berbagai metode penggunaan fluor,
yang kemudian dibedakan menjadi metode perorangan dan kolektif. Contoh
penggunaan kolektif yaitu fluoridasi air minum (biasa kita peroleh dari air
kemasan) dan fluoridasi garam dapur (Ars creation, 2010).
Terdapat tiga cara pemberian fluor secara sistemik, yaitu :
1. Fluoridasi air minum
Telah dibuktikan, apabila dalam air minum yang dikonsumsi oleh suatu
daerah, atau kota tertentu dibubuhi zat kimia fluor maka penduduk di situ akan
terlindung dari karies gigi. Pemberian fluor dalam air minum ini jumlahnya
bervariasi antara 1-1,2 ppm (part per million). Selain dapat mencegah karies, fluor
juga mempunyai efek samping yang tidak baik yaitu dengan adanya apa yang
disebut mottled enamel pada mottled enamel gigi-gigi kelihatan kecoklatcoklatan, berbintik-bintik permukaannya dan bila fluor yang masuk dalam tubuh
terlalu banyak, dapat menyebabkan gigi jadi rusak sekali (Zelvya P.R.D, 2003).
26
27
contohnya di dalam air mineral, minuman ringan dan makanan sudah cukup
mengandung fluoride. Karena itu makanan fluoride harus diberikan dengan hatihati. Makanan tambahan fluoride hanya dianjurkan untuk mereka (terutama anakanak) yang tinggal di daerah yang sumber airnya rendah fluor atau tidak
difluoridasi. Fluoride dapat berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan. Apabila
pemakaian fluoride tidak terkontrol dan tidak disiplin, maka tidak akan mencapai
sasaran dan dapat menyebabkan kerusakan gigi. Contohnya adalah fluorosis. (Ars
creation, 2010).
Gb.3 Fluoride Master Whole House Fluoride Water Filtration System, 2010
3. Pemberian fluor dalam bentuk obat-obatan
Pemberian fluor dapat juga dilakukan dengan tablet, baik itu
dikombinasikan
dengan vitamin-vitamin lain maupun dengan tablet tersendiri. Pemberian tablet
fluor
disarankan pada anak yang berisiko karies tinggi dengan air minum yang tidak
mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg NaF, yang akan menghasilkan
fluor sebesar 1 mg per hari) (Ami Angela, 2005).
Tablet fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 2 minggu hingga anak 16
tahun.Umur 2 minggu-2 tahun biasanya diberikan dosis 0,25 mg, 2-3 tahun
diberikan 0,5 mg, dan 3-16 tahun sebanyak 1 mg (Nova, 2010).
28
29
Childhood Caries diindikasikan untuk gigi dengan hilangnya kekuatan gigi baik
disertai kavitas atau non kavitas, kehilangan gigi akibat karies, atau adanya
tambalan pada permukaan gigi desidui pada anak dibawah umur 6 tahun. Gigi
yang sering terkena adalah gigi depan di rahang atas, gigi molar desidui pada
rahang atas dan rahang bawah, dan kadang terkena gigi kaninus rahang bawah.
Gigi depan di rahang bawah jarang ditemukan karies karena dilindungi oleh
pergerakan lidah.Lesi karies ini terjadi pada bayi, balita dan anak-anak prasekolah
(Sumawinata, dkk., 1994).
2.4.2 Penyebab
ECC adalah penyakit multifaktorial akibat interaksi beberapa faktor
termasuk
mikroorganisme
kariogenik,
karbohidrat,
kesalahan
pemberian
makanan, dan faktor sosial ekonomi. Secara umum proses terjadinya karies pada
gigi dipengaruhi oleh 4 faktor penyebab utama, yaitu : gigi, bakteri, substrat dan
waktu.Berikut adalah faktor penyebab terjadinya ECC, yaitu (Sumawinata, dkk.,
1994):
1. Faktor gigi berupa morfologi dan anatomi gigi berpengaruh pada
pembentukan karies. Celah atau alur yang dalam pada gigi dapat menjadi
lokasi perkembangan karies. Dengan bentuk lengkung gigi yang tidak
teratur dengan adanya gigi yang berjejal maupun yang berlapis kadangkadang sulit dibersihkan secara sempurna dan dapat mempercepat proses
terjadinya karies.
2. Faktor bakteri, rongga mulut merupakan tempat pertumbuhan banyak
bakteri. Secara normal bakteri diperlukan di rongga mulut, tetapi apabila
terdapat sisa makanan yang melekat terus di gigi maka akan bertumpuk
menjadi plak. Pada plak akan hidup Streptokokus mutans dan Lactobacilli
yang menjadi penyebab karies.
3. Faktor substrat, sisa makanan terutama golongan karbohidrat apabila
melekat terus pada gigi dapat diubah oleh bakteri menjadi asam, bila
suasana di sekitar gigi menjadi asam maka mineral kalsium dan fosfor akan
lepas dari gigi sehingga gigi menjadi rapuh dan akhirnya terbentuk karies.
30
4. Faktor waktu, faktor waktu juga menentukan, diman ketiga faktor diatas
apabila dalam waktu yang lama saling berinteraksi , maka akan menjadi
karies. Biasanya terjadinya demineralisasi adalah kurang lebih 2 jam setelah
makan. Oleh karena itu, sebaiknya proses pembersihan mulut dilakukan
segera.
5. Dalam terjadinya ECC, ada faktor penyebab lain yaitu: Kebiasaan minum
susu dari botol, air susu ibu (ASI) atau cairan lainnya yang termasuk
karbohidrat dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan ECC.
Gardner, Norwood, dan Eisenson melaporkan 4 kasus dimana setiap anak
mengalami karies akibat kebiasaan minum ASI sejak lahir, saat meminum
ASI setiap anak akan tertidur. Saat tertidur maka aliran saliva akan
melambat, dan viskositas saliva juga berkurang. Hal ini menyebabkan
mudahnya terjadi karies. Oleh karena itu ibu harus membiasakan menyikat
gigi anak sejak gigi sudah erupsi. Dan sebisa mungkin menghentikan
pemberian ASI segera mungkin setelah anak dapat minum dengan cangkir,
biasanya pada umur 12 bulan. . ECC dapat menimbulkan masalah gigi dan
mulut anak. Masalah gigi dan mulut anak dapat mempengaruhi
perkembangan anak, karena rasa sakit dari karies menyebabkan anak malas
makan, hal ini mengganggu kesehatan anak sehingga anak rentan terserang
penyakit.
2.4.3 Pencegahan
Anak yang didiagnosa dengan ECC mempunyai resiko tinggi untuk
mengalami karies pada gigi permanen. Manifestasi ECC adalah lebih dari
hanyasakit dan infeksi, juga mempunyai potensi untuk mempersulit cara bicara
dan komunikasi, nutrisi, produktivitas dan kualitas hidup saat dewasa. Disebabkan
oleh transmisi bakteri kariogenik segera setelah gigi pertama erupsi, mengurangi
tahap mutans pada ibu akan menurunkan resiko anak terbentuk ECC. ADA
merekomendasi ibu, termasuk mereka yang masih hamil, untuk menjumpai dokter
gigi untuk memastikan kesehatan oral mereka baik. Orangtua di Amerika Serikat
memastikan bayi dan anak balita diberikan gizi yang seimbang berdasarkan
31
2.4.4 Perawatan
Pemilihan bahan dan teknik perawatan secara tepat perlu dipertimbangkan
sejakawal.Telah banyak alat dan bahan kedokteran gigi yang berkembang di
pasaran, sehinggapengetahuan mengenai alat dan bahan tersebut perlu diketahui
secara jelas dan lengkap.Penentuan teknik perawatan NMC sangat ditentukan oleh
diagnosa yang tepat.Pada gigidengan karies yang telah mengenai saluran akar
hendaknya dilakukan perawatanendodontik terlebih dahulu sebelum dilakukan
32
penambalan, sedangkan pada gigi dengankaries yang belum mengenai pulpa dapat
langsung dilakukan penambalan (Riyanti, 2005).
1. Perawatan Endodontik
Tujuan dasar dari perawatan endodontik pada anak mirip dengan pasien
dewasa, yaituuntuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan
jaringan periapikalsekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar
dapat diterima secara biologisoleh jaringan sekitarnya. Ini berarti bahwa tidak
terdapat lagi simtom, dapat berfungsidengan baik dan tidak ada tanda-tanda
patologis
yang
lain.
Faktor
pertimbangan
khususdiperlukan
pada
saat
memutuskan rencana perawatan yang sesuai untuk gigi geligi sulungyaitu untuk
mempertahankan panjang lengkung rahang (Harty, 1993).
A. Pulp Capping
Pulp Capping didefinisikan sebagai aplikasi dari satu atau beberapa lapis
bahanpelindung di atas pulpa vital yang terbuka. Bahan yang biasa digunakan
untuk pulpcapping ini adalah kalsium hidroksida karena dapat merangsang
pembentukan dentinsekunder secara efektif dibandingkan bahan lain. Tujuan pulp
capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa dan melindungi
pulpa sehingga jaringan pulpadapat mempertahankan vitalitasnya.Dengan
demikian terbukanya jaringan pulpa dapatterhindarkan.Teknik pulp capping ini
ada dua yaitu indirect pulp capping dan directpulp capping(Andlaw, 1993).
33
Basis pelindung pulpa yang biasa dipakai yaitu zinc okside eugenol atau
dapat jugadipakai kalsium hidroksida yang diletakan di dasar kavitas. Apabila
pulpa tidak lagimendapat iritasi dari lesi karies diharapkan jaringan pulpa akan
bereaksi secara fisiologisterhadap lapisan pelindung dengan membentuk dentin
sekunder. Agar perawatan iniberhasil jaringan pulpa harus vital dan bebas dari
inflamasi (Kennedy, 1992).
Biasanya atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan ekskavasi. Apabila
hal initerjadi maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan direct pulp capping atau
tindakan yanglebih radikal lagi yaitu amputasi pulpa (pulpotomi) (Welbury, 2001).
-
2. Isolasi gigi.
Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat menggunakan kapas
dan saliva
ejector, jaga posisinya selama perawatan.
3. Preparasi kavitas.
Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai kedalaman 1,5 mm
(yaitu kirakira0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan bor pada kedalaman
34
Gambar 2.Perawatan Indirect Pulp Capping. 1. Lesi tampak dalam dan dekat
sekalidengan pulpa. 2. Semua karies telah di buang, telah diberi basis
kalsiumhidroksida dan di atasnya restorasi. 3. Sisa karies menjadi
karies yang terhenti,jaringan pulpa telah mengalami proses perbaikan
dengan terbentuknya dentinsekunder (Curzon, 1996)..
B. Pulpotomi
Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian diikuti
olehpenempatan obat di atas orifis yang akan menstimulasikan perbaikan
ataumemumifikasikan sisa jaringan pulpa vital di akar gigi. Pulpotomi disebut
jugapengangkatan sebagian jaringan pulpa.Biasanya jaringan pulpa di bagian
korona yangcedera atau mengalami infeksi dibuang untuk mempertahankan
vitalitas jaringan pulpadalam saluran akar.Pulpotomi dapat dipilih sebagai
35
perawatan pada kasus yangmelibatkan kerusakan pulpa yang cukup serius namun
belum saatnya gigi tersebut untukdicabut, pulpotomi juga berguna untuk
mempertahankan gigi tanpa menimbulkan simtomsimtom khususnya pada anakanak (Riyanti, 2005).
Indikasi pulpotomi adalah anak yang kooperatif, anak dengan pengalaman
buruk padapencabutan, untuk merawat pulpa gigi sulung yang terbuka, merawat
gigi yang apeks akarbelum terbentuk sempurna, untuk gigi yang dapat direstorasi
(Riyanti, 2005).
Kontraindikasi pulpotomi adalah pasien yang tidak kooperatif, pasien
denganpenyakit jantung kongenital atau riwayat demam rematik, pasien dengan
kesehatan umumyang buruk, gigi dengan abses akut, resorpsi akar internal dan
eksternal yang patologis,kehilangan tulang pada apeks dan atau di daerah furkasi.
Saat ini para dokter gigibanyak menggunakan formokresol untuk perawatan
pulpotomi.Formokresol merupakansalah satu obat pilihan dalam perawatan pulpa
gigi sulung dengan karies atau trauma.Obatini diperkenalkan oleh Buckley pada
tahun 1905 dan sejak saat itu telah digunakan sebagaiobat untuk perawatan pulpa
dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (Riyanti, 2005).
Beberapa tahun ini penggunaan formokresol sebagai pengganti kalsium
hidroksidauntuk perawatan pulpotomi pada gigi sulung semakin meningkat.
Bahan aktif dariformokresol yaitu 19% formaldehid, 35% trikresol ditambah 15%
gliserin dan air. Trikresolmerupakan bahan aktif yang kuat dengan waktu kerja
pendek dan sebagai bahan antiseptic untuk membunuh mikroorganisme pada
pulpa gigi yang mengalami infeksi atau inflamasisedangkan formaldehid
berpotensi untuk memfiksasi jaringan (Riyanti, 2005).
Sweet
mempelopori
penggunaan
formokresol
untuk
perawatan
36
adalah
pengangkatan
seluruh
jaringan
pulpa.Pulpektomi
37
2. Pembuatan Restorasi
Alat restorasi yang dapat digunakan untuk perawatan NMC adalah semen
glassionomer, composit resin strip crown, dan mahkota stainless steel.Anak-anak
dengankeadaan seperti ini adalah mungkin untuk dilakukan preparasi kavitas
kelas III dan kelasIV.Semen glass ionomer dan resin komposit dapat digunakan
untuk restorasi lesi-lesi kelasIII pada gigi sulung anterior, gabungan resin
komposit dan glass ionomer(compomer/compoglass) juga dapat digunakan untuk
lesi kelas IV.Sedangkan mahkotastainless steel digunakan untuk lesi karies pada
gigi posterior (Riyanti, 2005).
A. Penumpatan
- Semen Glass Ionomer
Semen glass ionomer terbentuk karena reaksi antara bubuk kaca alumino
silikat yangkhusus dibuat dengan asam poliakrilat.Setelah tercampur pasta semen
ini ditumpatkan kedalam kavitas pada saat bahan ini belum mengeras. Semen
glass ionomer yang berisi logamperak dalam bubuknya telah dikembangkan serta
dikenal dengan nama generiknya yaitucermet. Semen semacam ini mempunyai
ketahanan terhadap abrasi dan bersifat radiopak.Semen glass ionomer sebaiknya
tidak digunakan sebagai alat restorasi untuk kerusakan gigiyang luas karena
kurang kuat menerima daya kunyah yang berlebih (Riyanti, 2005).
Langkah-langkah pembuatan restorasi Semen Glass Ionomer (Cameron, 2003) :
1. Isolasi gigi dengan menggunakan rubber dam.
2. Pembuatan outlinekavitas untuk lesi yang luas, namun tidak dilakukan
extention forprevention.
3. Hilangkan semua jaringan karies menggunakan bor bundar kecepatan rendah
atau dengan instrumen tangan .
38
anak yangkooperatif, untuk lesi interproksimal kelas III pada gigi anterior, lesi
kelas V pada permukaan fasial gigi anterior, hilangnya sudut insisal gigi, fraktur
39
gigi anterior, lesioklusal dan interproksimal gigi posterior kelas I dan II. Pasien
dengan insidensi karies dankebersihan mulut yang kurang baik merupakan
kontraindikasi restorasi resin komposit (Baum, 1997)
.
Langkah-langkah pembuatan restorasi gabungan resin komposit dan glass
Ionomer (Andlaw, 1993) :
1. Pilih bor yang sesuai
Gunakan bor bundar diamond no. 520 dan bor bundar tungsten carbide no.1
untukhandpiece kecepatan tinggi sedangkan untuk handpiece kecepatan
rendah, gunakanround steel no.0,5 atau no.1.
2. Membuka jalan masuk.
Jika kavitas besar, masuk melalui permukaan yang paling rusak karena karies.
Tembusemail sedekat mungkin dengan interdental space tanpa menyebabkan
resiko kerusakanpada gigi sebelahnya.
3. Preparasi outline.
Setelah bor masuk ke dalam kavitas ganti dengan bor fisur pada handpiece
kecepatanrendah dan perbesar kavitas dari insisal ke gusi, membentuk dinding
lingual sehinggabentuk outline menjadi hampir setengah bulatan.
4. Buang setiap sisa-sisa karies.
Gunakan ekskavator atau bor bundar pada handpiece kecepatan rendah
untukmenghilangkan sisa karies dari dasar atau dinding kavitas.
5. Cuci, keringkan dan siapkan preparasi kavitas.
Cuci kavitas dengan air dan keringkan dengan tiupan udara.Dengan
menggunakansonde pastikan bahwa semua karies telah dibuang dan sudah
terdapat retensi yangcukup untuk tumpatan.
6. Beri lining pada kavitas.
Berikan sedikit semen kalsium hidroksida quick setting, untuk melapisi dasar
kavitas.
7. Oleskan single bond (Xeno-III, Futurabond, dll) pada kavitas, kemudian
semprotdengan angina, dan lakukan penyinaran.
8. Pasang matriks.
40
41
7. Isi mahkota dengan compomer dan masukkan pada kavitas sedikit demi sedikit
dengandilakukan sedikit penekanan agar kelebihan komposit dapat keluar.
8. Sinari lagi semua bagian (labial, insisal, palatinal) secara merata.
9. Buang semua kelebihan resin yang keluar dari mahkota. Buka mahkota
seluloid,sesuaikan bentuknya lalu periksa kembali oklusi gigi setelah rubber
dam dilepas.
sulung yangterserang karies yang luas yang tidak mungkin dilakukan preparasi
kavitas untukpenumpatan amalgam.Mahkota stainless steel tersedia dalam
berbagai ukuran yangkhususnya berguna untuk restorasi gigi-geligi dengan karies
yang luas.Mahkota stainless steel diindikasikan untuk gigi anak dengan rampan
karies yangmelibatkan tiga atau lebih permukaan, gigi molar sulung yang telah
dilakukan perawatanpulpa, malformasi gigi seperti hipoplasti email, dan pasien
handicapped dengan masalah kebersihan mulut (Riyanti, 2005).
42
preparasi
kavitas
yang
mempunyairetensi
sebelum
melanjutkan
43
Cuci dan keringkan gigi dan mahkota. Isolasi gigi dengan saliva ejector dan
cottonroll. Gunakan semen adhesif (misalnya : polikarboksilat) dicampur
sampai konsistensiseperti krim dan oleskan ke dalam dinding-dinding mahkota
sampai penuh. Dudukkanmahkota pada gigi dari lingual ke bukal dan tekan
dengan kuat ke dalam tempatnya,minta pasien untuk menggigit.Sewaktu semen
telah mengeras, buang semua kelebihankhususnya dari sulkus gingiva dan
daerah interdental dengan menggunakan sonde dandental floss.
44
2. Kimiawi, seperti makanan yang asam atau manis, iritasi terhadap bahan
tumpatan silikat atau akrilik, bahan sterilisasi dentin (fenol, H2O2, alkohol,
kloroform).
3. Bakteri yang dapat menyebar melalui lesi karies atau tubulus dentin ke pulpa,
jadi dalam hal ini sebelum bakterinya masuk ke jaringan pulpa, tetapi baru toksin
bakteri.
Hiperemi pulpa bukanlah penyakit, tetapi merupakan suatu tanda bahwa
ketahanan pulpa yang normal telah ditekan sampai kritis. Hiperemi pulpa ditandai
dengan rasa sakit yang tajam dan pendek. Umumnya rasa sakit timbul karena
rangsangan air, makanan, atau udara dingin, juga karena makanan yang manis
atau asin. Rasa sakit ini tidak spontan dan tidak berlanjut jika rangsangan
dihilangkan (Tarigan, 2006).
Hiperemi pulpa didiagnosis melalui gejalanya dan pemeriksaan klinis.
Rasa sakit tajam dan berdurasi pendek, berlangsung beberapa detik sampai kirakira 1 menit, umumnya hilang jika rangsangan disingkirkan. Pulpa yang hiperemi,
peka terhadap perubahan temperatur, terutama rangsangan dingin. Rasa manis
umumnya juga menyebabkan rasa sakit (Tarigan, 2006).
Pemeriksaan visual dan riwayat sakit pada gigi tersebut harus
diperhatikan, misalnya apakah terdapat karies, gigi pernah ditumpat, terdapat
fraktur pada mahkota gigi, atau oklusi traumatik. Pada pemeriksaan perkusi, gigi
tidak peka walaupun kadangkadang ada respons ringan. Hal ini disebabkan oleh
vasodilatasi kapiler di dalam pulpa. Terhadap tes elektrik, gigi menunjukkan
kepekaan yang sedikit lebih tinggi daripada pulpa normal. Gambaran radiografi
menunjukkan ligamen periodontal dan lamina dura yang normal dan pada
gambaran ini dapat dilihat kedalaman karies (Tarigan, 2006).
Hiperemi pulpa harus dibedakan dengan hipersensitivitas dentin walaupun
keduanya termasuk pulpitis reversibel. Hipersensitivitas dentin disebabkan oleh
dua faktor, yaitu (Tarigan, 2006):
a. Transmisi rasa sakit melalui tubulus dentin yang terbuka.
b. Ambang rasa sakit yang rendah akibat vasodilatasi kapiler yang kronis atau
peradangan lokal.
45
B. Pulpitis
Pulpitis merupakan kelanjutan dari hiperemi pulpa, yaitu bakteri telah
menggerogoti jaringan pulpa. Secara hematogen, pulpitis juga dapat terjadi karena
tuberculosis, sifilis, dan lain-lain disebut anachorese (Tarigan, 2006).
Klasifikasi pulpitis (Tarigan, 2006):
1.
Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa, pulpitis terbagi atas:
a)
Pulpitis akut. Secara struktur, jaringan pulpa sudah tidak dikenal lagi, tetapi
sel-selnya masih terlihat jelas. Pulpitis akut dibagi menjadi pulpitis akut serosa
parsialis yang hanya mengenai jaringan pulpa di bagian kamar pulpa saja dan
pulpitis akut serosa totalis jika telah mengenai saluran akar.
b) Pulpitis akut fibrinosa. Banyak ditemukan fibrinogen pada pulpa.
c)
d) Pulpitis akut purulenta. Terlihat infiltrasi sel-sel masif yang berangsur berubah
menjadi peleburan jaringan pulpa. Bergantung pada keadaan pulpa, dapat terjadi
pernanahan dalam pulpa.
2.
a)
pulpa terhadap iritasi, dengan proses eksudatif memegang peranan. Rasa sakit
timbul karena adanya peningkatan tekanan intrapulpa. Rasa sakit ini berkisar
antara ringan sampai sangat hebat dengan intensitas yang tinggi, terus-menerus,
atau berdenyut.
Yang termasuk dalam pulpitis simtomatis adalah:
Pulpitis akut
Pulpitis subakut.
Gambaran radiografi memperlihatkan adanya karies yang luas dan dalam,
46
kepekaan yang tinggi terhadap tes elektrik, selanjutnya kepekaan ini berkurang
sejalan dengan keparahan penyakit.
b) Pulpitis asimtomatis. Merupakan proses peradangan yang terjadi sebagai
mekanisme pertahanan dari jaringan pulpa terhadap iritasi dengan proses
proliferasi berperan di sini. Tidak ada rasa sakit karena adanya pengurangan dan
keseimbangan tekanan intrapulpa.
Yang termasuk pulpitis asimtomatis adalah:
atas:
a)
Atrofi pulpa
Pulpitis akut.
b)
Pulpitis ireversibel, yaitu keadaan ketika vitalitas jaringan pulpa tidak dapat
C. Degenerasi Pulpa
47
48
49
yang
berlanjut
dari jaringan
50
hampir tak tertahankan. Persyarafan pulpa gigi adalah serat syaraf cabang
sensorik ganglion Trigeminal dan cabang otonomik ganglion servikal superior.
Fungsi syaraf sensorik (syaraf afferent/sensory neuron, diantaranya A-delta dan Cfibers) adalah untuk mendeteksi rangsangan dan melanjutkannya ke sistem syaraf
pusat, sedangkan fungsi system otonomik ialah untuk menjaga keseimbangan
jaringan pulpa dan menjaga system homeostatis. Sistem pada organ pulpa gigi
inilah yang mengatur proses pemulihan/reaksi jaringan pulpa terhadap cedera
(Rukmo, 2011).
Bila jaringan pulpa dapat menahan jejas yang masuk, menimbulkan
kerusakan jaringan yang sedikit dan mampu untuk pulih kembali maka
keradangan pulpa ini diklasifikasikan sebagai pulpitis reversibel. Pada proses
berikutnya jika kerusakan jaringan pulpa tambah meluas sehingga pemulihannya
tidak dapat tercapai, keradangan ini disebut pulpitis ireversibel. Jaringan pulpa
yang telah meradang tersebut mudah mengalami kerusakan secara menyeluruh
dan mengakibatkan pulpa menjadi nekrosis atau mati. Pulpa yang nekrosis untuk
sementara mungkin tidak menimbulkan nyeri, namun menjadi tempat kuman
berkembang biak yang akhirnya menjadi sumber infeksi. Produk infeksinya
mudah menyebar ke jaringan sekitarnya. Bila menyebar ke jaringan periapikal
dapat terjadi periodontitis periapikal. Penyebaran kuman dapat pula menjangkau
jauh ke organ tubuh lainnya seperti jantung, ginjal, otak dan lain sebagainya.
Dalam keadaan demikian gigi tersebut kemudian menjadi focal infection.
Adanya
kemungkinan
hubungan
antara
sepsis
dalam
mulut
dengan
endocarditis telah banyak dilaporkan. Hal inilah yang kemudian menjadi salah
satu dasar alasan untuk bekerja secara asepsis dalam setiap tindakan perawatan
endodontic (Rukmo, 2011).
Jika keradangan jaringan periapikal dibiarkan tanpa perawatan, lamakelamaan produk iritasi pulpa yang mati dapat menjadi rangsangan yang terus
menerus di jaringan periapikal. Dalam keadaan normal jaringan periapikal gigi
tersebut akan berusaha membendung laju jejas dengan cara mengadakan
proliferasi jaringan granulasi sehingga terbentuk suatu granuloma periapikal. Jika
proses iritasi berlangsung terus maka epitel Malassez yang terperangkap di dalam
51
52
BAB III
PETA KONSEP
Karies Gigi
Pencegahan
Etiologi
KlasifikasiKaries
Cara Meluasnya
Lokasinya
Kedalamannya
Keparahannya
Diagnosa
Penatalaksanaan
54
FirdausFatahillah
53
BAB IV
PEMBAHASAN
Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta produkproduknya, yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini
tidak terjadi segera melainkan terbentuk melalui serangkaian tahapan (Kidd &
Sally, 1991).
Pembentukan plak gigi di dalam rongga mulut dibentuk pertama kali oleh
substansi saliva dan karbohidrat dari sisa-sisa makanan, kemudian dilanjutkan
dengan serangkaian proses yang berurutan. Plak terjadi dalam tiga tahap yaitu
pembentukan pelikel, kolonisasi bakteri dan maturasi plak. Plak terbentuk ketika
pelikel, sisa makanan dan bakteri bergabung (Putri, 2010).
Karies adalah kematian tulang yang kemudian akan melunak, berubah
warna, dan porus, menimbulkan inflamasi di periosteum dan jaringan sekitarnya.
Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh ulah
mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat difermentasikan sehingga terbentuk
asam dan menurunkan pH kritis. Akibatnya terjadi demineralisasi jarngan keras
gigi. Tanda karies adalah terjadinya demineralisasi mineral email dan dentin
diikuti oleh disintegrasi bagian organiknya (Narlan, 2004).
Saat ini prevalensi tertinggi dari penyakit gigi dan mulut adalah karies dan
penyakit periodontal. Plak gigi merupakan penyebab utama terjadinya karies dan
penyakit periodontal. Untuk mencegah akumulasi plak gigi, maka tindakan
kebersihan mulut dengan pengendalian plak gigi sangat penting. Usaha
pengendalian plak gigi dapat ditempuh melalui dua cara yaitu secara mekanis dan
kimiawi. Cara mekanis yaitu dengan menggunakan sikat gigi dan pasta gigi,
sedangkan cara kimiawi adalah dengan menggunakan bahan kimia yang bersifat
antiplak (Dewi, 2008).
Keberadaan fluor dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi dan
lingkungannya dapat merangsang efek anti karies dalam beberapa cara. Kadar F
yang bergabung dengan email selama proses pertumbuhan gigi bergantung pada
ketersediaan F tersebut dalam air minum atau makanan lain yang mengandung
55
54
55
56
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pembentukan plak gigi di dalam rongga mulut dibentuk pertama kali oleh
substansi saliva dan karbohidrat dari sisa-sisa makanan, kemudian
dilanjutkan dengan serangkaian proses yang berurutan. Plak terjadi dalam
tiga tahap yaitu pembentukan pelikel, kolonisasi bakteri dan maturasi plak.
Plak terbentuk ketika pelikel, sisa makanan dan bakteri bergabung.
2. Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh
ulah mikroorganisme, biasanya streptococcus mutans, pada karbohidrat yang
dapat difermentasikan sehingga terbentuk asam dan menurunkan pH kritis.
Akibatnya terjadi demineralisasi jaringan keras gigi. Tanda karies adalah
terjadinya demineralisasi mineral email dan dentin diikuti oleh disintegrasi
bagian organiknya. Karies yang tidak ditangani dapat menyebabkan infeksi
menjalar menuju ke pulpa dan jaringan periapikal.
3. Early childhood caries/baby bottle caries merupakan suatu bentuk karies
pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan
lainnya yang termasuk karbohidrat seperti sari buah, susu, dan soda dalam
jangka waktu yang panjang, yang dulu disebut juga dengan karies botol
susu. ECC adalah penyakit multifaktorial akibat interaksi beberapa faktor
termasuk mikroorganisme kariogenik, karbohidrat, kesalahan pemberian
makanan, dan faktor sosial ekonomi. Secara umum proses terjadinya karies
pada gigi dipengaruhi oleh 4 faktor penyebab utama, yaitu : gigi, bakteri,
substrat dan waktu.
5.2 Saran
Kepada orang tua diharapkan untuk lebih mengawasi pemberian susu
botol pada anak agar anak tidak sampai minum susu sampai tertidur untuk
mencegah terjadinya caries ini.
58