Anda di halaman 1dari 56

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Plak gigi yang kemudian dikenal dengan sebutan plak merupakan salah satu
deposit lunak berwarna putih keabu-abuan atau kuning yang melekat erat pada
permukaan gigi. Deposit organik lain seperti material alba, kalkulus, dan stain
(pewarnaan) memiliki perbedaan karakteristik sehingga dapat dibedakan dari
plak. Plak dapat terbentuk setelah satu atau dua hari tanpa tindakan kebersihan
mulut dan dipengaruhi oleh makanan dan aliran saliva dalam

rongga mulut

(Dewi, 2008).
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan
sementum, yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragikan termasuk plak. Tandanya adalah demineralisasi
keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya
terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan
periapeks yang dapat menyebabkan nyeri (Kidd, 1991).
Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies pada gigi desidui yang
disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk
karbohidrat seperti sari buah, susu, dan soda dalam jangka waktu yang panjang,
yang dulu disebut juga dengan karies botol susu. Setelah dilaksanakannya
Conference on Early Childhood Caries pada tahun 1999, maka istilah Early
Childhood Caries diindikasikan untuk gigi dengan hilangnya kekuatan gigi baik
disertai kavitas atau non kavitas, kehilangan gigi akibat karies, atau adanya
tambalan pada permukaan gigi desidui pada anak dibawah umur 6 tahun
(Sumawinata, 1994).
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai plak, mekanisme terbentuknya
plak, mekanisme terbentuknya karies gigi serta faktor yang berpengaruh termasuk
pencegahan dan penanganan karies gigi. Selain itu juga dibahas mengenai Early
childhood caries atau baby bottle karies yang menyerang gigi desidui dan
penanganannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mekanisme pembentukan plak?
2. Bagaimana patofisiologi terjadinya karies?
3. Apa yang dimaksud caries dan apa penyebabnya?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme terbentuknya
plak dan mekanisme terbentuknya karies termasuk

faktor-faktor yang

mempengaruhi, cara penanganannya dan patofisiologi penyakit pulpa dan


periapikal, serta mengenai caries.
1.4 Hipotesa
Plak berperan penting dalam terjadinya karies gigi dan penyakit jaringan keras
gigi lainnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plak
2.1.1 Definisi Plak
Plak gigi yang kemudian dikenal dengan sebutan plak merupakan salah
satu deposit lunak berwarna putih keabu-abuan atau kuning yang melekat erat
pada permukaan gigi. Deposit organik lain seperti material alba, kalkulus, dan
stain (pewarnaan) memiliki perbedaan karakteristik sehingga dapat dibedakan dari
plak. Plak dapat terbentuk setelah satu atau dua hari tanpa tindakan kebersihan
mulut dan dipengaruhi oleh makanan dan aliran saliva dalam rongga mulut. Plak
tersusun atas sel-sel epitel rongga mulut yang telah mengalami deskuamasi, selsel leukosit PMN, makrofag, dan bakteri. Sel-sel ini terdapat di dalam matriks
ekstraseluler yang terdiri dari protein, polisakarida, dan lemak. Komponen
anorganik yang terdapat pada plak adalah kalsium, fosfat, magnesium, sodium,
dan potassium (Dewi, 2008)
2.1.2 Proses Terbentuknya Plak
Pembentukan plak gigi di dalam rongga mulut dibentuk pertama kali oleh
substansi saliva dan karbohidrat dari sisa-sisa makanan, kemudian dilanjutkan
dengan serangkaian proses yang berurutan. Plak terjadi dalam tiga tahap yaitu
pembentukan pelikel, kolonisasi bakteri dan maturasi plak. Plak terbentuk ketika
pelikel, sisa makanan dan bakteri bergabung (Putri, 2010).
Tahap pertama proses pembentukan plak gigi adalah melekatnya pelikel
pada email gigi. Pelikel adalah lapisan tipis protein saliva yang melekat pada
permukaan gigi hanya dalam beberapa menit setelah dibersihkan. Pelikel tersebut
berasal dari saliva dan cairan sulkus, begitu juga dari produk sel bakteri dan
pejamu, dan debris. Pelikel melindungi email dari aktivitas asam dan sebagai
perekat dua sisi, sisi yang satu melekat pada permukaan gigi dan menyediakan
permukaan lengket pada sisi yang lainnya yang memudahkan bakteri menempel

pada gigi. Pelikel berfungsi sebagai penghalang protektif, yang bertindak sebagai
pelumas permukaan dan mencegah desikasi (pengeringan jaringan) (Putri, 2010).
Tahap kedua proses pembentukan plak gigi adalah pelikel dikolonisasi
oleh bakteri coccus gram positif diantaranya Streptococcus mutans dan
Streptococcus sanguins dengan mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan
menjadi asam melalui proses fermentasi. Pengkoloni awal tersebut melekat ke
pelikel dengan bantuan adhesin, yaitu molekul spesifik yang berada pada
permukaan bakteri. Asam akan terus diproduksi oleh bakteri. Masa plak kemudian
mengalami pematangan bersamaan dengan pertumbuhan bakteri yang telah
melekat, maupun kolonisasi dan pertumbuhan spesies lainnya (Putri, 2010).
Tahap ketiga terjadi kombinasi bakteri, asam, sisa makanan dan air liur
dalam mulut membentuk suatu substansi berwarna kekuningan yang melekat pada
permukaan gigi yang disebut plak. Fase akhir pematangan plak pada hari ke 7
ditandai dengan menurunnya jumlah bakteri gram positif dan meningkatnya
bakteri gram negatif. Plak bila tidak dibersihkan dapat mengalami pengerasan
atau mineralisasi sehingga membentuk karang gigi yang melekat pada permukaan
gigi. Semakin lama plak tidak dibersihkan, semakin besar pula kemungkinan plak
menjadi tempat perlekatan kotoran patogen yang potensial terhadap inang (Putri,
2010).
2.2 Karies
2.2.1 Definisi
Karies adalah kematian tulang yang kemudian akan melunak, berubah
warna, dan porus, menimbulkan inflamasi di periosteum dan jaringan sekitarnya.
Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh ulah
mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat difermentasikan sehingga terbentuk
asam dan menurunkan pH kritis. Akibatnya terjadi demineralisasi jarngan keras
gigi. Tanda karies adalah terjadinya demineralisasi mineral email dan dentin
diikuti oleh disintegrasi bagian organiknya (Narlan, 2004).
2.2.2

Faktor-faktor penyebab karies

1. Peran karbohidrat makanan


Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang
menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan
demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembutan
asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Walaupun demikian,
tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya (Kidd dan Sally, 1991).
2. Plak
Plak gigi merupakan lengketan yang berisi baketri beserta produkproduknya, yag terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini
tidak terjadi secara kebetulan melainkan melalui serangkaian tahapan (Kidd
dan Sally, 1991).
Jika email yang bersih terpapar di rongga mulut maka akan ditutupi
leh lapisan organik yang amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama
terdiri atas glikoprotein yang diendapkan dari saliva dan terbentuk segara
setelah penyikatan gigi. Sifatnya sangat lengket dan mampu membantu
melekatnya bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi (Kidd dan Sally,
1991).
Peran bakeri:
Streptococcus mutans dan laktobasillus merupakan kuman yang
kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang dapat
diragikan. Kuman-kuman tersebut dapat tumbuh suber dalam suasana asam
dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat
polisakarida ekstra sel yang sangat lngket dari karbohidrat makanan.
Poisakarida ini, yang terutama terdiri dari polimer glukosa, menyebabkan
matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya, bakteribakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain.
Dan karena plak makin tebal maka hal ini akan menghambat fungsi saliva
dalam menetralkan plak tersebut (Kidd dan Sally, 1991).
3. Kerentanan permukaan gigi
Morfologi gigi: daerah yang rentan
Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi terbentunya
karies. Olek larena itu kawasan gigi yang memudahkan perlekatan plak sangat

mungkin diserang karies. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies


tersebut adalah (Behrman dkk, 2000):
a. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal
molar dan pit palatal insisif.
b. Permukaan halus di daearh aproksimal sedikit dibawah titik kontak.
c. Email pada tepian di daerah laher gigi sedikit di atas tepi gingiva.
d. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat
melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit
periodontium.
e. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper.
f. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

Lingkungan gigi: saliva, cairan celah gusi, dan fluor


Dalam keadaan normal, gigi geligi selalu dibasahi oleh saliva. Karena

kerentanan gigi terhadap karies banyak bergantung kepada lingkungan, maka


peran saliva sangat besar sekali. Saliva mampu meremineralisasikan karies
yang masih dini karena banyak sekali mengandung ion kalsium dan fosfat.
Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat jika ada ion
flour. Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme di dalam plak, saliva
juga mempengaruhi pH nya. Karena itu, jika aliran saliva berkurang atau
menghilang, maka karies mungkin akan tidak terkendali (Behrman dkk, 2000).
Pada daerah tepi gingiva, gigi dibasahi oleh cairan celah gusi walaupun
dengan tiadanya inflamasi gingiva volume cairan ini bisa diabaikan. Cairan
celah gusi mengandung antibodi yang di dapat dari serum yang spesifik
terhadap S. Mutans. Peran antibodi ini sedang diteliti dan fungsi yang pasti
dari antibodi ini masih harus ditentukan (Behrman dkk, 2000).
Keberadaan flour dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi dan
lingkungannya merangsang efek anti karies dalam beberapa cara. Kadar F
yang bergabung dengan email selama proses pertumbuhan gigi bergantung
kepada ketersediaan F dalam air minum atau makanan lain yang mengandung
flour. Email yang mempunyai kadar F lebih tinggi, tidak dengan sendirinya
rsisten terhadap serangan asam. Akan tetapi, tersedianya F disekitar gigi
selama proses pelarutan email akan mempengaruhi poses remineralisasi dan

demineralisasi,

terutama

proses

remineralisasi.

Disamping

itu,

mempengaruhi bakteri plak dalam membentuk asam (Behrman dkk, 2000).


4. Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral
selma berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies
tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh
karena itu, bila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak
menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam buln
atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik
untuk menghentikan penyakit ini (Behrman dkk, 2000).
Mikroorganisme

Tidak karies

Tidak karies

Karie s
Host & gigi

Substrat

Tidak karies

(Kidd dan Sally, 1991).

2.2.3

Tidak karies

Waktu

Proses Terjadinya Karies


Dentin adalah suatu jaringan vital yang tubulus dentinnya berisi

perpanjangan sitoplasma odontoblas. Sel-sel odontoblas mengelilingi ruang pulpa


dan kelangsungan hidupnya bergantung kepada penyediaan darah dan drainase
laimfatik jaringan pulpa. Oleh karena itu dentin harus dianggap menyatu dengan
pulpa karena kedua jaringan itu terikat sangat erat satu sama lain. Kompleks
dentin pulpa, seperti halnya jaringan vital lain di dalam tubuh mampu
mempertahankan dirinya. Keadaan ini setiap saat bergantung pada keadaan
keseimbangan antara kekuatan yang mengganggu dengan reaksi pertahanan yang
mampu dibuatnya (Samaranayake, 2006).

Tahap-tahap pembentukan karies sampai hingga perjalarannya mencapai


pulpa dapat diringkas sebagai berikut :
a. Gigi yang sehat
Email gigi adalah lapisan luar yang keras seperti Kristal luar. Dentin
adalah lapisan yang lebih lembut dibawah email. Kamar pulpa berisi nerves dan
pembuluh darah merupakan bagian hidup dari gigi.
b. Lesiputih
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan
gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada
waktu tertentu yang berubah menjadi asamlaktat yang akan menurunkan pH
mulut, dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies
gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi internal berjalan kearah dentin
melalui lubang focus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).
Bakteri yang tertarik kepada gula dan karbohidrat akan membentuk asam.
Asam akan menyerang crystal apatit proses ini dikenal dengan proses
demineralisasi. Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai
tiga minggu menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak
putih menjadi kavitasi tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan
kisaran 6 bulan keatas dan kebawah, pada umur 15 tahun 2 tahun dan pada
umur 21-24 tahun hamper tiga tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual.
Sekarang ini karena banyak pemakaian flourida, tanda yang pertama ini
ditandai degan adanya suatu noda putih atau lesi putih. Pada tahap ini, proses
terjadinya karies dapat dikembalikan.
c. Karies email
Proses demineralisasi berlanjut email mulai pecah. Sekali ketika
permukaan email rusak, gigi tidak bias lagi memperbaiki dirinya sendiri.
Kavitas harus dibersihkan dan direstorasi oleh dokter gigi.
d. Karies dentin
Karies sudah mencapai kedalam dentin, dimana karies ini dapat menyebar
dan mengikis email.
e. Karies mencapai pulpa

Jika karies dibiarkan tidak terawat, akan mencapai pulpa gigi. Disinilah
dimana saraf gigi dan pembuluh darah dapat ditemukan. Pulpa akan terinfeksi.

Abses atau fistula (jalan dari nanah) dapat terbentuk dalam jaringan ikat yang
halus (Kiid, 1992)
2.2.4 Klasifikasi Karies Gigi

Gambar 2.3. Anatomi Gigi Sehat dan Gigi Karies


2.2.4.1 Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)
a. Karies Superfisialis
Di mana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena
(Kidd, 1991).

Gambar 2.4. Karies Superfisialis


b. Karies Media
Di mana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin
(Kidd, 1991).

10

Gambar 2.5. Karies Media

c. Karies Profunda
Di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang
sudah
mengenai pulpa (Kidd, 1991).

Gambar 2.6. Karies Profunda


2.2.4.2 Berdasarkan Keparahan atau Kecepatan Berkembangnya
a. Karies Ringan
Kasusnya disebut ringan jika serangan karies hanya pada gigi yang paling
rentan seperti pit (depresi yang kecil, besarnya seujung jarung yang terdapat
pada permukaan oklusal dari gigi molar) dan fisure (suatu celah yang dalam

11

dan memanjang pada permukaan gigi) sedangkan kedalaman kariesnya hanya


mengenai lapisan email (iritasi pulpa) (Kidd, 1991).
b. Karies Sedang
Kasusnya dikatakan sedang jika serangan karies meliputi permukaan
oklusal dan aproksimal gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai
lapisan dentin (hiperemi pulpa) (Kidd, 1991).
c. Karies Berat/Parah
Kasusnya dikatakan berat jika serangan juga meliputi gigi anterior yang
biasanya bebas karies. Kedalaman karies sudah mengenai pulpa, baik pulpa
tertutup maupun pulpa terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada gigi
anterior dan posterior sudah meluas ke bagian pulpa (Kidd, 1991).
Menurut Parkin dalam G.V. Black bahwa klasifikasi karies gigi dapat
dibagi atas 5, yaitu:
a. Kelas I adalah karies yang mengenai permukaan oklusal gigi posterior.
b. Kelas II adalah karies gigi yang sudah mengenai permukaan oklusal dan bagian
aproksimal gigi posterior.
c. Kelas III adalah karies yang mengenai bagian aproksimal gigi anterior.
d. Kelas IV adalah karies yang sudah mengenai bagian aproksimal dan meluas ke
bagian insisal gigi anterior.
e. Kelas V adalah karies yang mengenai bagian servikal gigi anterior dan
posterior.
2.2.5 Bakteri Penyebab Karies
Plak gigi merupakan factor penyebab karies yang

utama. Hal ini

dikarenakan bakteri menghasilkan asam yang dapat melarutkan mineral gigi dan
akhirnya terbentuklah karies atau lubang gigi. Mikroorganisme menempel di gigi
bersama plak sehingga plak terdiri dari mikroorganisme (70 %) dan bahan
antarsel (30%). Plak akan terbentuk apabila adanya karbohidrat, sedangkan karies
akan terbentuk apabila terdapat plak dan karbohidrat.

12

Tiga jenis bakteri yang sering menyebabkan karies yaitu :


1) Steptococcus
Bakteri kokus gram positif ini adalah penyebab utama Karies dan jumlahnya
terbanyak di dalam mulut, memiliki kecenderungan berbentuk kokus, spesiesnya
yaitu

Streptococus

mutan,

Streptokokus

mutans,

Streptokokus

sanguis,

Streptokokus mitis dan Stretokokus salivarius yang lain dapat menurunkan pH


medium hingga 4,3%. Sterptococus Mutan terutama terdapat populasi yang
banyak mengkonsumsi sukrosa
2) Actynomyces
Semua spesies aktinomises memfermentasikan glukosa, terutama membentuk
asamlaktat, asetat, suksinat, danasam format. Actynomyces viscous dan
actynomises naesundil mampu membentuk karies akar, fisur dan merusak
periodontonium.
3) Lactobacilus
Populasinya mempengaruhi kebiasaan makan, tempat yang paling disukai adalah
lesi dentin yang dalam. Lactobasillus hanya dianggap factor pembantu proses
karies.
2.2.6

Pencegahan Karies
Pencegahan karies gigi meliputi pencegahan primer, pencegahan sekunder

dan pencegahan tersier, yaitu:


1. Pencegahan primer
Menurut Alpers (2006) dan Litin (2008) mencegah pembusukan dengan
tindakan pencegahan sebagai berikut :
1) Memilih makanan dengan cermat
Makanan yang mengandung karbohidrat juga berfenmentasi termasuk
gula dan tepung kemudian akan diolah menjadi roti dan keripik kentang.
Karena karbohidrat merupakan sumber makanan penting sehingga jangan
mengurangi karbohidrat yang akan di konsumsi. Mengatur kebiasaan
makan anak dengan sebagai berikut :
a) Menghindari makanan yang lengket dan kenyal seperti snack.
Makanan seperti gula, kacang bersalut gula, sereal kering, roti dan
kismis juga buah yang dikeringkan akan menempel pada gigi. Usahakan

13

untuk membersihkan gigi dalam waktu 20 menit setelah makan. Apabila


tidak menyikat gigi maka berkumurlah dengan air putih.
b) Memilih snack dengan cermat.
Efek makanan seperti snack dapat menyebabkan gigi berlubang.
Makan snack setiap hari memungkinkan bakteri terus membentuk asam
yang merusak gigi. Jangan makan-makanan manis terus, mengunyah
permen karet atau permen penyegar nafas. Jika ingin menguyah permen
dengan

memilih produk

yang

tidak

mengandung

gula

karena

mengandung xylitol atau aspartam sehingga mengurangi bakteri pembuat


lubang pada gigi.
2) Pemeliharaan gigi
Mulut tidak bisa dihindarkan dari bakteri, tetapi mencegah bakteri
dengan

membersihkan

menyikat

gigi

>

mulut
kali

dengan

sehari.

teratur.

Ajarkan anak

Menganjurkan

untuk

untuk

melakukan

pemeriksaan gigi tiap 6 bulam sekali.


3) Pemberian flour
Membubuhkan flour dalam air minum yang kekurangan flour untuk
mencegah karies gigi. Tambahan tersebut dapat berupa tetes atau tablet.
Obat ini biasanya dikumurkan dalam mulut sekitar 30 detik kemudian
dibuang. Anak rentan terhadap gigi berlubang sehingga pemberian flour
secara

topikal

termasuk

pasta

gigi

yang mengandung flour sangat

bermanfaat.
2. Pencegahan sekunder
1) Penambalan gigi
kerusakan gigi biasanya dihentikan dengan membuang bagian gigi
yang rusak dan diganti dengan tambalan gigi. Jenis bahan tambalan
yang digunakan tergantung dari lokasi dan fungsi gigi. Geraham dengan
tugas mengunyah memerlukan bahan yang lebih kuat dibandingkan gigi
depan. Perak amalgam digunakan pada gigi belakang. Tambalan pada
gigi depan dibuat tidak terlihat, silikat sejenis semen porselen yang
mirip dengan email. Resin komposit adalah bahan yang sering digunakan
pada gigi depan dan belakang bila lubangnya kecil dan merupakan

14

bahan yang warnanya sama dengan warna gigi. Jika saraf gigi telah rusak dan
tidak dapat diperbaiki maka gigi perlu dicabut.
2) Dental sealant
Perawatan untuk

mencegah

gigi

berlubang

dengan menutupi

permukaan gigi dengan suatu bahan. Dental sealant dilakukan pada


permukaan

kunyah

gigi

premolar

dan

molar.

Gigi dicuci

dan

dikeringkan kemudian memberi pelapis pada gigi (Lithin, 2008).


3.

Pencegahan tersier
Gigi dengan karies yang sudah dilakukan pencabutan terhadap rehabilitasi

dengan pembuatan gigi palsu (Tarigan, 1991).


2.2.7 Penatalaksanaan Karies
1. Perawatan karies pada anak dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Perawatan karies gigi metode preventif
Yaitu jenis perawatan dengan metode pencegahan. Contohnya
dengan Dental Health Education pada pasien. Dalam DHE ini pasien
diajarkan bagaimana cara menggosok gigi dengan benar. Serta penyuluhan
akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut sejak dini (Andlawdan Rock,
1992).
b. Perawatan karies gigi metode operatif
Alasan utama melakukan restorasi pada gigi susu, yaitu untuk
memberikan dan menjamin mastikasi yang nyaman dan efisien pada anak.
Adanya gigi yang terasa ngilu dan sakit dapat menyebab kan seorang anak
menjadi takut dan malas untuk makan. Jika kejadian ini berlangsung dalam
waktu yang cukup lama, makan akan berpengaruh terhadap kecukupan
nutrisinya (Andlawdan Rock, 1992).
2. Perawatan karies pada orang dewasa
Adapun perawatan karies pada orang dewasa, yaitu dengan melakukan
restorasi dengan menggunakan bahan-bahan tambalan, seperti amalgam,
komposit dan semen ionomer kaca.
Perawatan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies terdeteksi:
a. Penambalan (filling) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih
lanjut. Ini merupakan penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang
ditemukan saat iritasi atau hyperemia pulpa. Bahan yang digunakan yaitu,

15

amalgam, resin komposit dan glass ionomer. Penambalan dengan inlay juga
bias dilakukan (Srigupta, 2004).
b. Perawatan Saluran Akar (PSA)/ Root Canal Treatment :
Dilakukan bila sudah terjadi pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa.
Setelah dilakukan PSA, dibuat restorasi yang dinamakan onlay (Srigupta,
2004).
c. Ekstraksigigi
Merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi. Dilakukan
bila jaringan gigi sudah sangat rusak sehingga tidak dapat direstorasi. Gigi
yang sudah diekstraksi perlu diganti dengan pemasangan gigip alsu
(denture), implant atau jembatan (bridge) (Srigupta, 2004).
2.2.8

Penegakan Diagnosis Karies


Diagnosis pertama memerlukan inspeksi atau pengamatan pada semua

permukaan gigi dengan bantuan pencahayaan yang cukup, kaca gigi, dan
eksplorer. Radiografi gigi dapat membantu diagnosis, terutama pada kasus karies
interproksimal. Karies yang besar dapat langsung diamati dengan mata telanjang.
Karies yang tidak ekstensif dibantu dulu dengan menemukan daerah lunak pada
gigi dengan eksplorer
Beberapa peneliti gigi telah memperingatkan agar tidak menggunakan
eksplorer untuk menemukan karies. Pada kasus dimana sebuah daerah kecil pada
gigi telah mulai terjadi demineralisasi namun belum membentuk lubang, tekanan
melalui eksplorer dapat merusak dan membuat lubang. Teknik yang umum
digunakan untuk mendiagnosis karies awal yang belum berlubang adalah dengan
tiupan udara melalui permukaan yang disangka, untuk membuang embun, dan
mengganti peralatan optik. Transiluminasi serat optik direkomendasikan untuk
mendiagnosis karies kecil (Kidd, 1991).
Karies dapat diidentifikasi sebagai bercak putih dan coklat serta kavitas
pada permukaan bukal dan lingual dapat dilihat jelas denga mata telanjang atau
lewat kaca mulut (Schuurs et.al., 1992). Menurut Ford (1993) diagnosa karies gigi
dapat ditegakkandengan dua cara :
a. Pemeriksaan Subyektif yaitu dengan melakukan anomnesa pada pasien.
b. Pemeriksaan Obyektif yaitu dengan cara klinik,yaitu terbagi atas :

16

1) Pemeriksaan Visual Langsung


Setelah gigi dibersihkan dan dikeringkan dari plak,dapat dilihat tanda karies
antara lain :
a. bercak putih diemail
b. hilangnya kontur permukaan gigi
c. dentin karies biasanya berwarna kuning atau coklat
2) Transluminasi
Jika gigi disinari, lesi karies akan terlihat sebagai bayangan hitam.
3) Penggunaan Sonde
Sonde dapat digunakan untuk menelusuri permukaan gigi dan mendeteksi pit
dan flour yang melunak karena karies.
4) Pemakaian Benang Gigi
Benang gigi dapat dilewatkan diantara permukaan Proksimal dan jika benang
gigi menjadi rusak ini menandakan adanya tepi email yang kasar dari suatu
kavitas karies.
5) Radiografi
Sinar X akan diserap oleh jaringan keras, sehingga jika sinar X diarahkan ke
gigi akan terbentuk suatu gambaran pada film yang ditempatkan di
belakangnya.
2.2.9 Imunitas Terhadap Karies
Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh
karena itu banyak faktor yang terlibat dalam organisme pertahanan terhadap
bakteri oportunis yang apabila fungsi ini menurun makan bakteri oportunis
tersebut dapat menjadi patogen dan menimbulkan berbagai kelainan. Dalam hal
ini termasuk bakteri penyebab karies gigi. Perlindungan terhadap karies gigi ini
melibatkan sistem imunitas dan sejumlah faktor-faktor alamiah. Gigi dilindungi
oleh suatu sistem imun di dalam rongga mulut, dimana komponen-komponen
yang dihasilkan oleh kelenjar ludah merupakan hal yang sangat berperan di dalam
sistem imun dalam rongga mulut (Sinulingga, 2002).

17

Respon imun didalam rongga mulut melewati tiga kompartemene cairan


yang satu dengan lainnya berhubungan yaitu air liur, cairan celah gusi, dan
darah. Ketiga cairan tersebut bergabung membentuk cairan mulut. Walaupun
secara kuantitatif cairan mulut terbanyak terdiri dari komponen air liur, secara
kualitatif cairan celah gusi mungkin berperan terhadap sejumlah faktor-faktor
imun yang penting. Pengaruh komponen celah gusi pada respon imun cairan
rongga mulut yang tidak jelas, tetapi hampir semua polimorfonuklear leukosit
(PMNL) dan sejumlah kecil IgG berasal dari cairan celah gusi. Fungsi utama
imunitas

cairan

rongga

mulut

meningkat

oleh

komponen-komponen

ini (Sinulingga, 2002).

Diagram : Respon Imunologis terhadap Karies


Rongga mulut bayi pada saat dilahirkan dalam keadaan steril, namun
dalam waktu beberapa menit akan terjadi kolonisasi kuman di dalam rongga
mulutnya. Ibu dapat merupakan sumber infeksi oleh kuman Streptokokus mutans,
oleh karena kontak yang dekat seperti ciuman pada bayi. Kolonisasi kuman-

18

kuman ini akan diikuti dengan produksi antibodi oleh bayi itu sendiri, dimana
sebelumnya bayi sudah mendapat Ig G dari ibunya melalui plasenta. Didalam
saliva ditemukan sekretori imunoglobulin A (slg A) yg mampu menghambat
kolonisasi oral (Sinulingga, 2002).
Produksi antibdi slg A saliva terhadap Streptokokus mutans dapat dibentuk oleh:
a.

Antigen yang masuk secara langsung ke kelenjar saliva minor yang berkembang
di bawah mukosa oral.

b.

Secara tidak langsung menelan Streptokokus dengan konsentrasi yang cukup dan
merangsang jaringan limfosit pada usus untuk membentuk respon imun.
Selanjutnya antibodi serum terhadap kuman Streptokokus mutans dengan jumlah
yang tinggi pada slaiva maternal akan menyebabkan dibentuknya antibodi yang
adekuat. Hasil respon imun ini bekerja aktif dala mencegah kolonisasi
Streptokokus mutans selanjutnya pada gigi yang erupsi (Sinulingga, 2002).
2.2.2.1 Respon Imun Seluler dan Humoral
Dalam imunologi ada dua sistem pertahanan, yaitu seluler dan humoral.
Keduanya dapat bekerja sama dan berhubungan dengan limfosit yang terdapat
dalam darah dan organ-organ limfosit seperti limfa dan kelenjar getah bening.
Untuk proses pendewasaan, sel-sel limfosit yang diperlukan untuk daya tahan
seluler harus melewati kelenjar timus, dimana terjadi kontak dengan sel-sel epitel
dan kelenjar timus. Sel-sel limfosit yang sudah dewasa ini kemudian disebut
dengan sel T. Selain itu terdapat pula sel B yang berasal dari organ yang
mendewasakan sel-sel tersebut. Bila terjadi kontak antara limfosit dewasa (sel B
atau sel T) dengan antigen, maka limfosit yang memiliki reseptor khusus untuk
antigen tersebut akan mengadakan proliferasi. Pada sistem pertahanan seluler
terjadi penambahan dari sel T, terutama subset CD4 yang dapat mengenal antigenantigen yang bersangkutan. Sedangkan pada sistem pertahanan humoral, selain
ada penambahan dari sel B, juga terjadi pembentukan dan pelepasan dari reseptorreseptor spesifik yang disebut imunoglobulin (Sinulingga, 2002).
Antibodi pada sel yang diproduksi oleh sel B berasal dari slah satu dari
lima kelas molekul protein sesuai dengan fungsinya asing-masing, yaitu:

19

a.

Ig G, imunoglobulin yang paling banyak terdapat pada ruang intra maupun


ekstraseluler dan dihubungkan dengan imunitas pasif dan imunitas jangka panjang
(long term immunity)

b.

Ig A lain, disebut sekretori Ig A (slg A) yang terdapat pada cairan glandula dan
banyak terdapat pada area mukosa, seperti saluran pernapasan dan saluran
perkemihan. Berfungsi untuk mencegah terkumpulnya antigen.

c.

Ig M mengeliminasi antigen sebelum datang cukup banyak IgG dan merupakan


immunoglobin pertama yang dibentuk sebagai respon terhadap antigen baru

d.

Ig E terdapat pada indivisu normal dengan konsentrasi yang snagat rendah tetapi
bersifat mengikat pada enderita alergi.

e.

Ig D, fungsi utamanya adalah reseptor antigen atau dengan kata lain sebagai
pengenalan antigen oleh sel B (Sinulingga, 2002).
Apabila terjadi kontak baru dengan antigen yang sama, maka akan
dikenali oleh sel T yang spesifik ( sistem pertahanan seluler) atau antibodi yang
ada di dalam sirkulasi (sistem pertahanan humoral). Di dalam rongga mulut,
reaksi pertahanan tidak terjadi pada enamel, karena enamel tidak mempunyai
pembuluh darah (Sinulingga, 2002).
2.2.2.2 Komponen Mediator sebagai Respon Imun pada Karies Gigi
Boedi Oetomo Roeslan Menyatakan bahwa selama perkembangan karies
gigi, antibodi ditemukan dalam saliva, cairan pulpa gigi, dan cairan dentin. Hal ini
menunjukkan bahwa saliva, cairan pulpa gigi, dan cairan dentin dapat
memberikan respon imunologik terhadap serangan antigen kuman penyebab
karies gigi(Sinulingga, 2002).
a. Saliva
Penelitian Dale B.Mitch et al menunjukkan bahwa penambahan saliva
pada suatu suspensi bakteri oral dapat menyebabkan agregasi bakteri. Pada saliva
setidaknya terdapat komponen sekresi yang terikat pada molekul slg A, membuat
antibosi slg A tahan terhadap enzim proteolitik yang ada pada saliva. Antibosi slg
A saliva bekerja dengan menghambat proses perlekatan sucrose independent tage
san sucrose dependent stage S mutans pada permukaan gigi, sehingga tidak terjadi
aktivitas metabolik. Oleh kaena itu, slg A dianggap sangat efisien pada hampir

20

semua subjek, seperti permukaan gigi halus yang terpapar jarang terkena karies.
Tetapi pada gigi tertentu (fisur,proksimal, dan servikal) yang tidak dapat
dijangkau oleh komponen saliva, hubungan pertahanan tidak ditemukan antara
titer antibodi dan indeks karies (Sinulingga, 2002).
Mucin saliva dan konstituennya melindungi permukaan mulut dan gigi
melalui berbagai cara:
1. Glikoprotein saliva menutupi dan melumasi mukosa.
2. Enzim antibakteri lisosim pada saliva berfungsi untuk memecahkan dinding sel
bakteri dan berfungsi sebagai penakluk.
3. Antibodi pada saliva terutama terdiri dari Imunoglobulin (IgA). IgA ini akan
bereksi dengan antigen makanan untuk menetralkan efeknya, selain itu IgA dapat
mencegah perlekatan bakteri dan virus pada permukaan gigi dan mukosa mulut.
4. enzim sialoperoksidase mempunyai aktivitas antibakteri, khususnya terhadap
laktobasili dan streptokokus.
5. Bikarbonat dan fosfat memberi efek buffer pada makanan dan asam bakteri.
6. Komponen mineral, khususnya kalsium dan ion fosfor berfungsi mempertahankan
intregritas gigi dengan cara memodulasi difusi ion dan mencegah hilangnya ion
mineral dari jaringan gigi (Sinulingga, 2002).
Selain itu pada saliva terdapat faktor-faktor alamiah non spesifik yang juga
berperan dalam melindungi gigi dari karies yaitu
1.

Protein Kaya prolin


Protein kaya prolin (PRP) berfungsi untuk mempertahankan konsentrasi Ca2+ di
dalan saliva tetap konstan, yang penting artinya dalam penghambatan
demineralisasi dan peningkatan remineralisasi. Selain itu PRP juga berperan untuk
mencegah terbentuknya karang gigi. Protein kaya prolin (Protein Rich Prolin /
PRP) terdiri dari 150-170 asam amino protein saliva. Protein ini memelihara
saliva agar tetap dalam kedaan jenuh terhadap kalsium fosfat dan terdapat juga
pada pelikel enamel. Hal ini menunjukkan bahwa PRP memiliki peranan penting
dalam proses mineralisasi pada permukaan gigi dan juga mempengaruhi
perlekatan bakteri sebelum terbentuknya plak(Sinulingga, 2002).

2.

Laktoferin

21

Laktoferin di dalam saliva berjumlah kurang dari 1% dari protein ludah.


Didala ludah yang dirangsang konsentrasi laktoferin adalah sekitar 1 mg/100ml.
Laktoferin merupakan glikoprotein yang mengikat ion-ion spesifik Fe3+ di dalam
cairan eksokrin. Efek bakteriostatik maupun bakterimia laktoferin terhadap
S.mutans bekerja sangat baikpada konsentrasi 15 mg/100 mL. aktifitas bakterisid
laktoferin langsung menembus pada permukaan sel. Struktur sel bakteri terluar
seperti membran terluar dan kapsul memiliki suatu sistem perlindungan untuk
mengatasi aktifitas laktoferin (Sinulingga,2002).
Efek

antimikrobial

laktoferin

dalam

melindungi

jaringan

mulut

bekerjasama dengan komponen antimikrobial ludah lainnya seperti lisosim dan


laktoperoksidase. Laktoferin dapat bekerja lebih efektif dalam kombinasi dengan
lisosim bermuatan negatif pada permukaan sel bakteri. Karena itu kemampuan
sel-sel bakteri untuk mengambil ion Fe3+ dapat di reduksi, sehingga laktoferin
dalam konsentrasi rendah sudah dapat mengambil ion Fe3+ yang cukup untuk
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Laktoferin dianggap penting untuk
melindungi jaringan epitel dan infeksi bakterial (Sinulingga, 2002).
3.

Laktoperoksidase
Didalam saliva terdapat dua macam peroksidase, yang keduanya
mempunyai efek bakteriostatik, namun kedua jenis laktoperoksidase ini memiliki
mekanisme yang berbeda. Keduanya sama-sama menggunakan H2O2 sebagai
substrat, namun berbeda dalam penggunaan ion-ion sebagai ko-substrat yang
diperlukan untuk aktifitas enzimatisnya yaitu: I dan SCN- (tiosianat) serta halida
(CL-, Br-, I-, SCN-). Kedua sistem peroksidase ini menurut ko-substratnya dapat
dilukiskan sebagai berikut :

a. Sistem laktoperoksidase-tiosianat-H2O2
b.

Sistem mieloperoksidase-halida-H2O2
Laktoperoksidase menunjukkan beberapa efek biokimiawi :

a.

Mempunyai efek aktifitas antibakterial, memperlambat pertumbuhan berbagai


bakteri.

b.

Mengkatalisis yodasi asam amino tirosin dalam berbagai protein.

22

c.

Mengkatalisis

pembentukan

cross-link

dalam

beberapa

protein(Sinulingga, 2002).
Pada Laktoperosidase saliva, donor utamanya adalah tiosianat (SCN-),
yang merupakan senyawa halida dengan konsentrasi kira-kira 1-2 mM di dalam
saliva. Dalah hal ini ion tiosanat akan menjadi hipotiosanat (OSCN-), yang
mampu mengoksidasi thiols yang memberikan pengaruh bakterisid pada sistem
laktoperoksidase-H2O2-SCN- (Sinulingga, 2002).
Hipotiosianat

(OSCN-) dalam

konsentrasinya

yang

cukup dapat

menghambat metabolisme karbohidrat oleh streptokokus mutans. Proses


penghambatan yang sempurna terjadi karena hidrogen peroksida yang dikeluarkan
oleh bakteri mengoksidasi tiosianat (SCN-) dikatalisis oleh laktoperoksidase
saliva, menghasilkan OSCN-. Hasil oksidasi ini menghambat metabolisme bakteri
dengna membloking transport gula dan melalui enzim glikolisis inaktif.
Penghambatan ini akan mengurangi jumlah asam yang dihasilkan bakteri, dimana
keberadaan

asam

ini

akan

mengakibatkan

demineralisasi

permukaan

enamel (Sinulingga, 2002).


4.

Lisozim
Lisozim adalah enzim yang menunukkan aktivitas bakteriosid dengan
memecah ikatan antara asam N-asetil glukosamin dan N-asetil muramik dalam
komponen mukopeptida dinding sel bakteria. Enzim ini berasal dari glandula
submandibularis, sublingualis, dan parotis di mulut. Di dalam kelenjar ludah
lisozim berlokasi di dalam sel-sel duktus interkalata yang membentuk hubungan
antara suatu asinus dengan saluran pembuangan (Sinulingga, 2002).
Lisozim dapat menghidrolisis komponen-komponen dinding sel bakteri
tertentu yang mengakibatkan lisisnya sel bakteri tersebut. Dinding sel bakteri
dibentuk oleh heteropolisakarida murein yang dibangun dari dua gula yaitu: asam
muramin dan glukosamin, yang bersama-sama dengan peptida dinding sel
membentuk ikatan peptidoglikan. Dengan adanya lisozim ikatan tersebut dapat
diputus sehingga mengakibatkan terjadinya pori-pori kecil di dalam dinding sel.
Efek utama lisozim pada bakteri terdiri atas interaksi awal yang cepat dengan
dinding sel mikrobial, yang menyebabkan pembocoran cairan sel. Hal ini dapat

23

menyebabkan matinya sel karena keluarnya ion-ion yang diperlukan bakteri untuk
hidup. Terutama bakteri Streptokokus mutans (Sinulingga, 2002).
5.

Faktor aglutinasi dan Agregasi Bakteri


Inkubasi pada berbagai macam bakteri oral dengan ludah mengakibatkan
penggumpalan bakteri. Jika hal ini terjadi karena imunoglobin di dalam ludah
maka proses ini disebut aglutinasi, sedangkan dalam keadaan lainnya
penggumpalan dinyatakan dengan agregasi/penggumpalan. Kedua gejala ini
disebabkan oleh interaksi komponen ludah yang mencair dengan dinding sell
bakteri. Pada sisi lain komponen ludah yang melekat pada permukaan mulut,
misalnya elemen gigi geligi dan mukosa, yang juga berperan sebagai reseptor
pengikatan bakteri, hal ini disebut adherensi/ perlekatan (Sinulingga,2002).
Penggumpalan bakteri mempersukar pengikatannya pada permukaan dan
dengan demikian membatasi kolonisasinya di dalam rongga mulut. Dengan
adanya aglutinasi dan agregasi mengakibatkan jumlah bakteri di dalam rongga
mulut menurun. Agregat yang terbentuk selanjutnya melalui cara mekanis dapat
diangkut ke lambung dan disana dibuat inaktif dalam lingkungan yang sangat
asam. Sedangkan proses perlekatan spesifik bakteri pada komponen ludah yang
diadsorpsi pada permukaan gigi dan mukosa, menyebabkan terjadinya kolonisasi
mikroorganisme di dalam rongga mulut. Komponen ludah yang diabsorpsi ini
berguna

sebagai

reseptor

untuk

mengikat

bakteri

pada

permukaan

mulut (Sinulingga, 2002).


b. Cairan pulpa gigi
Pulpa gigi banyak memiliki kemiripan dengan jaringan ikat lain pada
tubuh manusia, namun ia memiliki karakteristik yang unik. Di dalam pulpa
terdapat berbagai elemen jaringan seperti pembuluh darah, persyarafan, serabut
jaringan ikat, cairan interstitial, dan sel-sel seperti fibroblast, odontoblast dan sel
imun dimana terdapat sel-sel pertahanan seperti makrofag, sel dendritik dan
limfosit(Sinulingga, 2002).
Pada dentin yang sehat di bawah zona translusen dentin yang terserang
karies, dapat ditemukan adanya antibodi. Hal ini menunjukkan bahwa pulpa gigi
sudah meberikan respon imunologik. Disamping itu di bawah lesi karies tidak

24

ditemukan adanya mikroorganisme, mengindikasikan adanya respon imun yang


kuat dihasilkan sebagai refleksi pertahanan terhadap invasi bakteri penyebab
karies gigi (Sinulingga, 2002).
c. Cairan celah dentin
Imunoglobulin ditemukan di dalam dentin yang sehat dan dentin yang
mengalami karies. Komponen sekresi, baik yang terikat pada ig A dalam bentuk
slg A, hanya ditemukan pada lesi yang dangkal. Selain itu ditemukan ig G, Ig A
dan transferin di dalam karies yang dalam, sedangkan komponen sekresi tidak
ada. Di bawah lesi karies juga tidak ditemukan adanya kuman (Sinulingga, 2002).
Saat karies gigi sudah mengenai dentin, antigen bakteri yang larut akan
menginduksi respon peradngan pada pulpa gigi berupa vasodilator, peningkatan
permeabilitas kapiler dan eksudasi cairan serta polomorfonuklear (PMN). Saat
karies mendekati pulpa, ditemukan adanya makrofag, lomfosit, dan sel plasma.
Selain itu, terdapat juga iminoglobulin ekstravaskuler berupa Ig G yang paling
banyak, disertai sel plasma yang mengandung Ig G,Ig A, Ig E dan kadang kadang
Ig M (Sinulingga, 2002).
2.3 Fluor
Fluor adalah suatu bahan mineral yang digunakan oleh manusia yang
membuat lapisan email pada gigi lebih tahan terhadap asam.(Yayasan Kesehatan
Gigi Indonesia,2001)
2.3.1 Macam-macam Fluor
1.
Fluor yang terdapat di alam, diantaranya :
a. Air, contohnya : air sumur, air laut dan danau.
b. Fluor yang terkandung didalam batu dan tanah.
c. Fluor di udara, contohnya : debu tanah yang mengandung fluor, limbah
industry, pembakaran batu bara dan gas yang dikeluarkan dari daerah
gunung berapi yang aktif.
d. Fluor dalam makanan dan minuman, comtohnya : sari protein ikan,
2.

cereal, pisang, kentang dan ubi.


Fluor buatan, diantaranya :
a. Fluor berbentuk larutan fluor. Larutan fluor (SnF2) biasanya dicampur
dengan larutan pengencer atau pemanis.

25

b. Fluor dalam pasta gigi. Hasil lebih dari 100 uji coba, beberapa bahan
fluor mewujudkan bahwa dengan menggosok gigi dengan pasta gigi
berfluor akan menurunkan insidensi karies gigi.
c. Fluor berbentuk tablet. Manfaat terbesar pemberian fluor tablet (NaF)
dapat dicapai sebelum erupsi gigi yaitu usia 0-12 tahun. Selain itu dapat
diberikan kepada orang dewasa dan ibu hamil
d. Fluor obat tetes. Fluor obat tetes biasanya dicampur dengan vitamin
untuk bayi dan balita.
e. Fluor berbentuk gel. Fluor berbentuk gel diletakan pada mouth guard
(sendok cetak) kemudian dipakai pada anak-anak 2-3 menit.
2.3.2 Pemberian Fluor
1. Pemberian Fluor Secara Sistemik
Fluoride sistemik adalah fluoride yang diperoleh tubuh melalui pencernaan
dan ikut membentuk struktur gigi. Fluoride sistemik juga memberikan
perlindungan topikal karenafluoride ada di dalam air liur yang terus membasahi
gigi. Fluoride sistemik ini meliputi fluoridasi air minum dan melalui pemberian
makanan tambahan fluoride yang berbentuk tablet, tetes atau tablet isap. Namun
di sisi lain, para ahli sudah mengembangkan berbagai metode penggunaan fluor,
yang kemudian dibedakan menjadi metode perorangan dan kolektif. Contoh
penggunaan kolektif yaitu fluoridasi air minum (biasa kita peroleh dari air
kemasan) dan fluoridasi garam dapur (Ars creation, 2010).
Terdapat tiga cara pemberian fluor secara sistemik, yaitu :
1. Fluoridasi air minum
Telah dibuktikan, apabila dalam air minum yang dikonsumsi oleh suatu
daerah, atau kota tertentu dibubuhi zat kimia fluor maka penduduk di situ akan
terlindung dari karies gigi. Pemberian fluor dalam air minum ini jumlahnya
bervariasi antara 1-1,2 ppm (part per million). Selain dapat mencegah karies, fluor
juga mempunyai efek samping yang tidak baik yaitu dengan adanya apa yang
disebut mottled enamel pada mottled enamel gigi-gigi kelihatan kecoklatcoklatan, berbintik-bintik permukaannya dan bila fluor yang masuk dalam tubuh
terlalu banyak, dapat menyebabkan gigi jadi rusak sekali (Zelvya P.R.D, 2003).

26

Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum adalah


0,7-1,2 ppm.18 Menurut penelitian Murray and Rugg-gun cit. Linanof bahwa
fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 4050% pada gigi susu (Ami
Angela, 2005).

Gambar 1. Fluoridasi pada air minum publik (Charleshamel, 2008)

Gambar 2. Fluorosis (Charleshamel, 2008)


2. Pemberian fluor melalui makanan
Kadang-kadang makanan yang kita makan sudah mengandung fluor yang
cukup tinggi, hingga dengan makanan itu saja sudah mencegah terjadinya karies
gigi. Jadi harus diperhatikan bahwa sumber yang ada sehari-hari seperti di rumah,

27

contohnya di dalam air mineral, minuman ringan dan makanan sudah cukup
mengandung fluoride. Karena itu makanan fluoride harus diberikan dengan hatihati. Makanan tambahan fluoride hanya dianjurkan untuk mereka (terutama anakanak) yang tinggal di daerah yang sumber airnya rendah fluor atau tidak
difluoridasi. Fluoride dapat berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan. Apabila
pemakaian fluoride tidak terkontrol dan tidak disiplin, maka tidak akan mencapai
sasaran dan dapat menyebabkan kerusakan gigi. Contohnya adalah fluorosis. (Ars
creation, 2010).

Gb.3 Fluoride Master Whole House Fluoride Water Filtration System, 2010
3. Pemberian fluor dalam bentuk obat-obatan
Pemberian fluor dapat juga dilakukan dengan tablet, baik itu
dikombinasikan
dengan vitamin-vitamin lain maupun dengan tablet tersendiri. Pemberian tablet
fluor
disarankan pada anak yang berisiko karies tinggi dengan air minum yang tidak
mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg NaF, yang akan menghasilkan
fluor sebesar 1 mg per hari) (Ami Angela, 2005).
Tablet fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 2 minggu hingga anak 16
tahun.Umur 2 minggu-2 tahun biasanya diberikan dosis 0,25 mg, 2-3 tahun
diberikan 0,5 mg, dan 3-16 tahun sebanyak 1 mg (Nova, 2010).

28

2. Penggunaan Fluor Secara Topikal


Menurut Angela (2005), tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi
gigi dari karies, fluor bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak
yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada
enamel menjadi fluor apatit yang lebih stabil dan lebih tahan terhadap pelarutan
asam. Reaksi kimia : Ca10(PO4)6(OH)2+F Ca10(PO4)6(OHF) menghasilkan
enamel yang lebih tahan asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi
dan meningkatkan remineralisasi.
Remineralisasi adalah proses perbaikan kristal hidroksiapatit dengan cara
penempatan mineral anorganik pada permukaan gigi yang telah kehilangan
mineral tersebut (Kidd dan Bechal, 1991).
Demineralisasi adalah proses pelarutan kristal hidroksiapatit email gigi,
yang terutama disusun oleh mineral anorganik yaitu kalsium dan fosfat, karena
penurunan pH plak sampai mencapai pH kritis (pH 5) oleh bakteri yang
menghasilkan asam (Rosen, 1991; Wolinsky, 1994). Penggunaan fluor sebagai
bahan topikal aplikasi telah dilakukan sejak lama dan telah terbukti menghambat
pembentukan asam dan pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghasilkan
peningkatan yang signifikan dalam mempertahankan permukaan gigi dari proses
karies.
Penggunaan fluor secara topikal untuk gigi yang sudah erupsi, dilakukan
dengan beberapa cara (Yanti, 2002):
1. Topikal aplikasi yang mengandung fluor
2. Kumur-kumur dengan larutan yang mengandung fluor
3. Menyikat gigi dengan pasta yang mengandung fluor
2.4 Baby Bottle Caries
2.4.1 Definisi
Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies pada gigi desidui
yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk
karbohidrat seperti sari buah, susu, dan soda dalam jangka waktu yang panjang,
yang dulu disebut juga dengan karies botol susu. Setelah dilaksanakannya
Conference on Early Childhood Caries pada tahun 1999, maka istilah Early

29

Childhood Caries diindikasikan untuk gigi dengan hilangnya kekuatan gigi baik
disertai kavitas atau non kavitas, kehilangan gigi akibat karies, atau adanya
tambalan pada permukaan gigi desidui pada anak dibawah umur 6 tahun. Gigi
yang sering terkena adalah gigi depan di rahang atas, gigi molar desidui pada
rahang atas dan rahang bawah, dan kadang terkena gigi kaninus rahang bawah.
Gigi depan di rahang bawah jarang ditemukan karies karena dilindungi oleh
pergerakan lidah.Lesi karies ini terjadi pada bayi, balita dan anak-anak prasekolah
(Sumawinata, dkk., 1994).
2.4.2 Penyebab
ECC adalah penyakit multifaktorial akibat interaksi beberapa faktor
termasuk

mikroorganisme

kariogenik,

karbohidrat,

kesalahan

pemberian

makanan, dan faktor sosial ekonomi. Secara umum proses terjadinya karies pada
gigi dipengaruhi oleh 4 faktor penyebab utama, yaitu : gigi, bakteri, substrat dan
waktu.Berikut adalah faktor penyebab terjadinya ECC, yaitu (Sumawinata, dkk.,
1994):
1. Faktor gigi berupa morfologi dan anatomi gigi berpengaruh pada
pembentukan karies. Celah atau alur yang dalam pada gigi dapat menjadi
lokasi perkembangan karies. Dengan bentuk lengkung gigi yang tidak
teratur dengan adanya gigi yang berjejal maupun yang berlapis kadangkadang sulit dibersihkan secara sempurna dan dapat mempercepat proses
terjadinya karies.
2. Faktor bakteri, rongga mulut merupakan tempat pertumbuhan banyak
bakteri. Secara normal bakteri diperlukan di rongga mulut, tetapi apabila
terdapat sisa makanan yang melekat terus di gigi maka akan bertumpuk
menjadi plak. Pada plak akan hidup Streptokokus mutans dan Lactobacilli
yang menjadi penyebab karies.
3. Faktor substrat, sisa makanan terutama golongan karbohidrat apabila
melekat terus pada gigi dapat diubah oleh bakteri menjadi asam, bila
suasana di sekitar gigi menjadi asam maka mineral kalsium dan fosfor akan
lepas dari gigi sehingga gigi menjadi rapuh dan akhirnya terbentuk karies.

30

4. Faktor waktu, faktor waktu juga menentukan, diman ketiga faktor diatas
apabila dalam waktu yang lama saling berinteraksi , maka akan menjadi
karies. Biasanya terjadinya demineralisasi adalah kurang lebih 2 jam setelah
makan. Oleh karena itu, sebaiknya proses pembersihan mulut dilakukan
segera.
5. Dalam terjadinya ECC, ada faktor penyebab lain yaitu: Kebiasaan minum
susu dari botol, air susu ibu (ASI) atau cairan lainnya yang termasuk
karbohidrat dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan ECC.
Gardner, Norwood, dan Eisenson melaporkan 4 kasus dimana setiap anak
mengalami karies akibat kebiasaan minum ASI sejak lahir, saat meminum
ASI setiap anak akan tertidur. Saat tertidur maka aliran saliva akan
melambat, dan viskositas saliva juga berkurang. Hal ini menyebabkan
mudahnya terjadi karies. Oleh karena itu ibu harus membiasakan menyikat
gigi anak sejak gigi sudah erupsi. Dan sebisa mungkin menghentikan
pemberian ASI segera mungkin setelah anak dapat minum dengan cangkir,
biasanya pada umur 12 bulan. . ECC dapat menimbulkan masalah gigi dan
mulut anak. Masalah gigi dan mulut anak dapat mempengaruhi
perkembangan anak, karena rasa sakit dari karies menyebabkan anak malas
makan, hal ini mengganggu kesehatan anak sehingga anak rentan terserang
penyakit.
2.4.3 Pencegahan
Anak yang didiagnosa dengan ECC mempunyai resiko tinggi untuk
mengalami karies pada gigi permanen. Manifestasi ECC adalah lebih dari
hanyasakit dan infeksi, juga mempunyai potensi untuk mempersulit cara bicara
dan komunikasi, nutrisi, produktivitas dan kualitas hidup saat dewasa. Disebabkan
oleh transmisi bakteri kariogenik segera setelah gigi pertama erupsi, mengurangi
tahap mutans pada ibu akan menurunkan resiko anak terbentuk ECC. ADA
merekomendasi ibu, termasuk mereka yang masih hamil, untuk menjumpai dokter
gigi untuk memastikan kesehatan oral mereka baik. Orangtua di Amerika Serikat
memastikan bayi dan anak balita diberikan gizi yang seimbang berdasarkan

31

Dietary Guidelinesfor America yang dipublikasi oleh U.S Department of


Agriculture dan U.SDepartment of Health and Human Services.Pemberian
makanan yang berserat tinggi dan kadar gula yang rendah dapat mencegah
pembentukan karies. Pemberian botol tanpa batas dan mengikut kehendak anak
untuk mengkonsumsi cairan manisharus dihentikan terutama waktu tidur. Anak
harus menghabiskan susu mereka sebelum masuk tidur. Anak harus dibiasakan
menggunakan gelas saat usia satutahun. Gelas yang memakai dot hanya
digunakan sewaktu masa transitional untuk membantu anak membiasakan diri
dengan penggunaan gelas. Selain dari waktu makan, hanya air boleh diberikan
untuk diminum dalam gelas dot.B ayi harus dibawa ke dokter gigi pada waktu
usia enam bulan setelah gigi pertama erupsi dan tidak melewati usia satu tahun
untuk mengedukasi dan memberikan ajaran tentang kesehatan gigi. Gusi bayi
harus dilap dengan bersih mengunakan kain atau cottongauze setelah waktu
makan.Menurut Loe dkk.terbukti bahwa plak gigi terbentuk dan mengalami
penumpukan sebagai akibat tidak mengosok gigi. Penyikatan gigi harus dilakukan
dengan teratur dan benar untuk menghindari penumpukan plak.Mula-mula
menyikat gigi anak dengan air setelah gigi pertama erupsi. Dengan menggunakan
sikat gigi yang soft-bristled untuk anak, bersihkan gigi dan memijat gusi.Ganti
sikat gigi apabila bulu telah rusak dan lama.Usia 2 tahun, ibu harus menyikat
giginya satu atau dua kali sehari, terutama setelah makan pagi dan sebelum
tidur.Setelah anak dapat meludah dan bukan menelan, gunakan pasta gigi sebesar
kacang yang mengandungi fluor untuk mengurangi kemungkinan anak tertelan
pasta gigi yang berlebihan (Bairavi, 2009).

2.4.4 Perawatan
Pemilihan bahan dan teknik perawatan secara tepat perlu dipertimbangkan
sejakawal.Telah banyak alat dan bahan kedokteran gigi yang berkembang di
pasaran, sehinggapengetahuan mengenai alat dan bahan tersebut perlu diketahui
secara jelas dan lengkap.Penentuan teknik perawatan NMC sangat ditentukan oleh
diagnosa yang tepat.Pada gigidengan karies yang telah mengenai saluran akar
hendaknya dilakukan perawatanendodontik terlebih dahulu sebelum dilakukan

32

penambalan, sedangkan pada gigi dengankaries yang belum mengenai pulpa dapat
langsung dilakukan penambalan (Riyanti, 2005).
1. Perawatan Endodontik
Tujuan dasar dari perawatan endodontik pada anak mirip dengan pasien
dewasa, yaituuntuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan
jaringan periapikalsekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar
dapat diterima secara biologisoleh jaringan sekitarnya. Ini berarti bahwa tidak
terdapat lagi simtom, dapat berfungsidengan baik dan tidak ada tanda-tanda
patologis

yang

lain.

Faktor

pertimbangan

khususdiperlukan

pada

saat

memutuskan rencana perawatan yang sesuai untuk gigi geligi sulungyaitu untuk
mempertahankan panjang lengkung rahang (Harty, 1993).
A. Pulp Capping
Pulp Capping didefinisikan sebagai aplikasi dari satu atau beberapa lapis
bahanpelindung di atas pulpa vital yang terbuka. Bahan yang biasa digunakan
untuk pulpcapping ini adalah kalsium hidroksida karena dapat merangsang
pembentukan dentinsekunder secara efektif dibandingkan bahan lain. Tujuan pulp
capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa dan melindungi
pulpa sehingga jaringan pulpadapat mempertahankan vitalitasnya.Dengan
demikian terbukanya jaringan pulpa dapatterhindarkan.Teknik pulp capping ini
ada dua yaitu indirect pulp capping dan directpulp capping(Andlaw, 1993).

Indirect Pulp Capping


Istilah ini digunakan untuk menunjukan penempatan bahan adhesif di atas

sisa dentinkaries.Tekniknya meliputi pembuangan semua jaringan karies dari tepi


kavitas denganbor bundar kecepatan rendah.Lalu lakukan ekskavasi sampai dasar
pulpa, hilangkan dentinlunak sebanyak mungkin tanpa membuka kamar pulpa
(Riyanti, 2005).

33

Basis pelindung pulpa yang biasa dipakai yaitu zinc okside eugenol atau
dapat jugadipakai kalsium hidroksida yang diletakan di dasar kavitas. Apabila
pulpa tidak lagimendapat iritasi dari lesi karies diharapkan jaringan pulpa akan
bereaksi secara fisiologisterhadap lapisan pelindung dengan membentuk dentin
sekunder. Agar perawatan iniberhasil jaringan pulpa harus vital dan bebas dari
inflamasi (Kennedy, 1992).
Biasanya atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan ekskavasi. Apabila
hal initerjadi maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan direct pulp capping atau
tindakan yanglebih radikal lagi yaitu amputasi pulpa (pulpotomi) (Welbury, 2001).
-

Direct Pulp Capping


Direct Pulp Capping menunjukkan bahwa bahan diaplikasikan langsung

ke jaringanpulpa.Daerah yang terbuka tidak boleh terkontaminasi oleh saliva,


kalsium hidroksidadapat ditempatkan di dekat pulpa dan selapis semen zinc
okside eugenol dapat diletakkan di atas seluruh lantai pulpa dan biarkan mengeras
untuk menghindari tekanan pada daerahperforasi bila gigi di restorasi. Pulpa
diharapkan tetap bebas dari gejala patologis dan akanlebih baik jika membentuk
dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil maka pulpa disekitar daerah terbuka
tersebut harus vital dan dapat terjadi proses perbaikan (Riyanti, 2005).
Langkah-langkah Pulp Capping(Andlaw, 1993):
1. Siapkan peralatan dan bahan.
Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain yang steril.

2. Isolasi gigi.
Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat menggunakan kapas
dan saliva
ejector, jaga posisinya selama perawatan.
3. Preparasi kavitas.
Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai kedalaman 1,5 mm
(yaitu kirakira0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan bor pada kedalaman

34

kavitas dan denganhentakan intermitten gerakan bor melalui fisur pada


permukaan oklusal.
4. Ekskavasi karies yang dalam
Dengan perlahan-lahan buang karies dengan ekskavator, mula-mula dengan
menghilangkan karies tepi kemudian berlanjut ke arah pulpa. Jika pulpa vital
dan bagianyang terbuka tidak lebih besar diameternya dari ujung jarum maka
dapat dilakukan pulpcapping.
5. Berikan kalsium hidroksida.
Keringkan kavitas dengan cotton pellet lalu tutup bagian kavitas yang dalam
termasukpulpa yang terbuka dengan pasta kalsium hidroksida.

Gambar 2.Perawatan Indirect Pulp Capping. 1. Lesi tampak dalam dan dekat
sekalidengan pulpa. 2. Semua karies telah di buang, telah diberi basis
kalsiumhidroksida dan di atasnya restorasi. 3. Sisa karies menjadi
karies yang terhenti,jaringan pulpa telah mengalami proses perbaikan
dengan terbentuknya dentinsekunder (Curzon, 1996)..

B. Pulpotomi

Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian diikuti
olehpenempatan obat di atas orifis yang akan menstimulasikan perbaikan
ataumemumifikasikan sisa jaringan pulpa vital di akar gigi. Pulpotomi disebut
jugapengangkatan sebagian jaringan pulpa.Biasanya jaringan pulpa di bagian
korona yangcedera atau mengalami infeksi dibuang untuk mempertahankan
vitalitas jaringan pulpadalam saluran akar.Pulpotomi dapat dipilih sebagai

35

perawatan pada kasus yangmelibatkan kerusakan pulpa yang cukup serius namun
belum saatnya gigi tersebut untukdicabut, pulpotomi juga berguna untuk
mempertahankan gigi tanpa menimbulkan simtomsimtom khususnya pada anakanak (Riyanti, 2005).
Indikasi pulpotomi adalah anak yang kooperatif, anak dengan pengalaman
buruk padapencabutan, untuk merawat pulpa gigi sulung yang terbuka, merawat
gigi yang apeks akarbelum terbentuk sempurna, untuk gigi yang dapat direstorasi
(Riyanti, 2005).
Kontraindikasi pulpotomi adalah pasien yang tidak kooperatif, pasien
denganpenyakit jantung kongenital atau riwayat demam rematik, pasien dengan
kesehatan umumyang buruk, gigi dengan abses akut, resorpsi akar internal dan
eksternal yang patologis,kehilangan tulang pada apeks dan atau di daerah furkasi.
Saat ini para dokter gigibanyak menggunakan formokresol untuk perawatan
pulpotomi.Formokresol merupakansalah satu obat pilihan dalam perawatan pulpa
gigi sulung dengan karies atau trauma.Obatini diperkenalkan oleh Buckley pada
tahun 1905 dan sejak saat itu telah digunakan sebagaiobat untuk perawatan pulpa
dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (Riyanti, 2005).
Beberapa tahun ini penggunaan formokresol sebagai pengganti kalsium
hidroksidauntuk perawatan pulpotomi pada gigi sulung semakin meningkat.
Bahan aktif dariformokresol yaitu 19% formaldehid, 35% trikresol ditambah 15%
gliserin dan air. Trikresolmerupakan bahan aktif yang kuat dengan waktu kerja
pendek dan sebagai bahan antiseptic untuk membunuh mikroorganisme pada
pulpa gigi yang mengalami infeksi atau inflamasisedangkan formaldehid
berpotensi untuk memfiksasi jaringan (Riyanti, 2005).
Sweet

mempelopori

penggunaan

formokresol

untuk

perawatan

pulpotomi.Awalnyaperawatan pulpotomi dengan formokresol ini dilakukan


sebanyak empat kali kunjungannamun saat ini perawatan pulpotomi dengan
formokresol dapat dilakukan untuk satu kalikunjungan (Riyanti, 2005).
Beberapa studi telah dilakukan untuk membandingkan formokresol
dengan kalsiumhidroksida dan hasilnya memperlihatkan bahwa perawatan
pulpotomi dengan formokresolpada gigi sulung menunjukkan tingkat keberhasilan

36

yang lebih baik daripada penggunaan kalsium hidroksida. Formokresol tidak


membentuk jembatan dentin tetapi akan membentuksuatu zona fiksasi dengan
kedalaman yang bervariasi yang berkontak dengan jaringan vital (Riyanti, 2005).
Zona ini bebas dari bakteri dan dapat berfungsi sebagai pencegah terhadap
infiltrasimikroba. Keuntungan formokresol pada perawatan pulpa gigi sulung
yang terkena kariesyaitu formokresol akan merembes melalui pulpa dan
bergabung dengan protein seluleruntuk menguatkan jaringan. Penelitianpenelitian secara histologis dan histokimiamenunjukkan bahwa pulpa yang
terdekat dengan kamar pulpa menjadi terfiksasi lebih kearah apikal sehingga
jaringan yang lebih apikal dapat tetap vital.Jaringan pulpa yangterfiksasi
kemudian dapat diganti oleh jaringan granulasi vital (Riyanti, 2005).
Perawatan pulpotomi formokresol hanya dianjurkan untuk gigi sulung
saja,diindikasikan untuk gigi sulung yang pulpanya masih vital, gigi sulung yang
pulpanyaterbuka karena karies atau trauma pada waktu prosedur perawatan (Finn,
2003).
C. Pulpektomi
Pulpektomi

adalah

pengangkatan

seluruh

jaringan

pulpa.Pulpektomi

merupakanperawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang


bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang
luas.Meskipun perawatan inimemakan waktu yang lama dan lebih sukar daripada
pulp capping atau pulpotomi namunlebih disukai karena hasil perawatannya dapat
diprediksi dengan baik. Jika seluruh jaringanpulpa dan kotoran diangkat serta
saluran akar diisi dengan baik akan diperoleh hasilperawatan yang baik pula
(Bence, 1990).
Indikasi perawatan pulpektomi pada anak adalah gigi yang dapat
direstorasi, anakdengan keadaan trauma pada gigi insisif sulung dengan kondisi
patologis pada anak usia 4-4,5 tahun, tidak ada gambaran patologis dengan
resorpsi akar tidak lebih dari dua pertiga atau tiga perempat (Kennedy, 1992).

37

2. Pembuatan Restorasi
Alat restorasi yang dapat digunakan untuk perawatan NMC adalah semen
glassionomer, composit resin strip crown, dan mahkota stainless steel.Anak-anak
dengankeadaan seperti ini adalah mungkin untuk dilakukan preparasi kavitas
kelas III dan kelasIV.Semen glass ionomer dan resin komposit dapat digunakan
untuk restorasi lesi-lesi kelasIII pada gigi sulung anterior, gabungan resin
komposit dan glass ionomer(compomer/compoglass) juga dapat digunakan untuk
lesi kelas IV.Sedangkan mahkotastainless steel digunakan untuk lesi karies pada
gigi posterior (Riyanti, 2005).
A. Penumpatan
- Semen Glass Ionomer
Semen glass ionomer terbentuk karena reaksi antara bubuk kaca alumino
silikat yangkhusus dibuat dengan asam poliakrilat.Setelah tercampur pasta semen
ini ditumpatkan kedalam kavitas pada saat bahan ini belum mengeras. Semen
glass ionomer yang berisi logamperak dalam bubuknya telah dikembangkan serta
dikenal dengan nama generiknya yaitucermet. Semen semacam ini mempunyai
ketahanan terhadap abrasi dan bersifat radiopak.Semen glass ionomer sebaiknya
tidak digunakan sebagai alat restorasi untuk kerusakan gigiyang luas karena
kurang kuat menerima daya kunyah yang berlebih (Riyanti, 2005).
Langkah-langkah pembuatan restorasi Semen Glass Ionomer (Cameron, 2003) :
1. Isolasi gigi dengan menggunakan rubber dam.
2. Pembuatan outlinekavitas untuk lesi yang luas, namun tidak dilakukan
extention forprevention.
3. Hilangkan semua jaringan karies menggunakan bor bundar kecepatan rendah
atau dengan instrumen tangan .

38

Gambar 5. Langkah-langkah Pembuatan Restorasi Semen Glass Ionomer. 1.


Pembuatanoutlinekavitas, 2. Preparasi karies, 3 dan 4. Pengisian kavitas
denganSemen Glass Ionomer, 5. Restorasi Semen Glass Ionomer (Kidd, 1990)
.
4. Oleskan asam poliakrilat selama 10 detik, lalu bilas dengan air dan keringkan.
5. Semen glass ionomer yang telah dikemas dalam kapsul, tekan kapsul terlebih
dahuluselama 3 detik untuk memudahkan pencampuran cairan dan bubuk yang
terdapatdidalamnya. Lalu diaduk dengan amalgamator selama 10 detik.Ambil
3 sampai dengan4 mm adonan yang telah tercampur tersebut lalu masukkan ke
dalam kavitas.
6. Setelah semen glass ionomer berada dalam kavitas tekan-tekan dengan
menggunakanburnisher. Beri selapis tipis semen resin modified glass ionomer.
7. Biarkan tambalan beberapa saat agar terhindar dari kontaminasi. Hal ini bisa
dicapai apabila pada kavitas diberi selapis tipis vernis atau bonding di atas
permukaan semen.
8. Lihat kembali permukaan oklusal setelah rubber dam dilepas.

Gabungan Resin Komposit dan Glass Ionomer


Resin komposit diindikasikan untuk kavitas kelas I atau kelas II pada gigi

anak yangkooperatif, untuk lesi interproksimal kelas III pada gigi anterior, lesi
kelas V pada permukaan fasial gigi anterior, hilangnya sudut insisal gigi, fraktur

39

gigi anterior, lesioklusal dan interproksimal gigi posterior kelas I dan II. Pasien
dengan insidensi karies dankebersihan mulut yang kurang baik merupakan
kontraindikasi restorasi resin komposit (Baum, 1997)
.
Langkah-langkah pembuatan restorasi gabungan resin komposit dan glass
Ionomer (Andlaw, 1993) :
1. Pilih bor yang sesuai
Gunakan bor bundar diamond no. 520 dan bor bundar tungsten carbide no.1
untukhandpiece kecepatan tinggi sedangkan untuk handpiece kecepatan
rendah, gunakanround steel no.0,5 atau no.1.
2. Membuka jalan masuk.
Jika kavitas besar, masuk melalui permukaan yang paling rusak karena karies.
Tembusemail sedekat mungkin dengan interdental space tanpa menyebabkan
resiko kerusakanpada gigi sebelahnya.
3. Preparasi outline.
Setelah bor masuk ke dalam kavitas ganti dengan bor fisur pada handpiece
kecepatanrendah dan perbesar kavitas dari insisal ke gusi, membentuk dinding
lingual sehinggabentuk outline menjadi hampir setengah bulatan.
4. Buang setiap sisa-sisa karies.
Gunakan ekskavator atau bor bundar pada handpiece kecepatan rendah
untukmenghilangkan sisa karies dari dasar atau dinding kavitas.
5. Cuci, keringkan dan siapkan preparasi kavitas.
Cuci kavitas dengan air dan keringkan dengan tiupan udara.Dengan
menggunakansonde pastikan bahwa semua karies telah dibuang dan sudah
terdapat retensi yangcukup untuk tumpatan.
6. Beri lining pada kavitas.
Berikan sedikit semen kalsium hidroksida quick setting, untuk melapisi dasar
kavitas.
7. Oleskan single bond (Xeno-III, Futurabond, dll) pada kavitas, kemudian
semprotdengan angina, dan lakukan penyinaran.
8. Pasang matriks.

40

Gunakan matriks strip selulosa asetat. Periksa kerapatan sekitar kavitas,


khususnyakerapatan pada tepi servikal.
9. Masukkan bahan tambalan gabungan resin komposit dan glass ionomer (filled
resin) kedalam kavitas yang telah di etsa. Biarkan resin berpolimerisasi atau
polimerisasi denganlight cured.
10. Setelah bahan terpolimerisasi, lepas matriks, buang kelebihan bahan dan poles
restorasi.
C. Mahkota Buatan
- Compomer Strip Crowns
Compomer strip crowns merupakan bahan restorasi pilihan untuk
perawatan gigisulung anterior. Penggunaan strip crowns untuk gigi anterior
dengan resin komposit akanmenghasilkan suatu restorasi dengan estetik yang baik
dan dapat bertahan lama (Cameron, 2003).
Langkah-langkah pembuatan restorasi Compomer resin strip crowns (Cameron,
2003) :
1. Berikan anestesi lokal dan jika memungkinkan lakukan pemasangan rubber
dam.Anestesi umum juga bisa diberikan khususnya pada anak yang kurang
kooperatif.
2. Pilih mahkota seluloid yang sesuai dengan ukuran lebar mesio distal gigi.
3. Lakukan pembuangan karies dengan bor bundar kecepatan rendah. Gunakan
bortappered diamond atau bor tungsten carbide pada handpiece kecepatan
tinggi untukmengurangi sudut insisal sekitar 2 mm dan seluruh permukaan
gigi. Preparasidiselesaikan pada chamfer di bawah gusi. Buat groove dengan
bor bundar kecil padapermukaan labial dekat margin gusi.
4. Lesi yang cukup dalam sebaiknya gunakan kalsium hidroksida.
5. Buat crown-form sehingga benar-benar rapat sekitar margin gingiva.
6. Oleskan single bond (Xeno-III, Futurabond, dll) pada kavitas, kemudian
semprotdengan angina, dan lakukan penyinaran.

41

7. Isi mahkota dengan compomer dan masukkan pada kavitas sedikit demi sedikit
dengandilakukan sedikit penekanan agar kelebihan komposit dapat keluar.
8. Sinari lagi semua bagian (labial, insisal, palatinal) secara merata.
9. Buang semua kelebihan resin yang keluar dari mahkota. Buka mahkota
seluloid,sesuaikan bentuknya lalu periksa kembali oklusi gigi setelah rubber
dam dilepas.

Gambar 6.Langkah-langkah Pembuatan Restorasi Composite Resin Strip Crowns.


1. Gigianterior anak penderita NMC, 2. Pemilihan mahkota, 3 dan 4.
Pembuangankaries dan pengurangan bagian gigi, 5. Pembuatan Crown form
sehinggabenar-benar rapat dengan margin gusi, 6. Restorasi Composit Resin
StripCrowns (Cameron, 2003).
-

Mahkota Stainless steel


Mahkota stainless steel merupakan restorasi yang ideal untuk gigi molar

sulung yangterserang karies yang luas yang tidak mungkin dilakukan preparasi
kavitas untukpenumpatan amalgam.Mahkota stainless steel tersedia dalam
berbagai ukuran yangkhususnya berguna untuk restorasi gigi-geligi dengan karies
yang luas.Mahkota stainless steel diindikasikan untuk gigi anak dengan rampan
karies yangmelibatkan tiga atau lebih permukaan, gigi molar sulung yang telah
dilakukan perawatanpulpa, malformasi gigi seperti hipoplasti email, dan pasien
handicapped dengan masalah kebersihan mulut (Riyanti, 2005).

42

Langkah-langkah pembuatan restorasi mahkota stainless steel (Riyanti, 2005) :


1. Hilangkan karies.
Berikan anestesi lokal dan idealnya pasang rubber dam khususnya jika
kariesnya dalamdan kemungkinan pulpa dapat terbuka.Hilangkan karies
dengan menggunakanekskavator atau bor bundar yang besar dengan kecepatan
rendah. Jika kariesnya dalamdan kemungkinan pulpa dapat terbuka lakukan
dulu

preparasi

kavitas

yang

mempunyairetensi

sebelum

melanjutkan

membuang karies yang dalam .


2. Preparasi gigi.
Gunakan handpiece kecepatan tinggi untuk permukaan oklusal. Tembus fisur
oklusaldengan straight diamond sampai kedalaman 1 sampai dengan 1,5 mm
kemudiankurangi cusp juga sebesar 1 sampai dengan 1,5 mm. Tempatkan
tappered diamond padapermukaan aproksimal berkontak dengan gigi di
embrasur bukal atau lingual, bersudut20 derajat vertikal dan ujungnya pada tepi
gusi, pengasahan sebanyak 2 mm. Gunakantappered diamond untuk
permukaan bukal dan lingual lalu asah permukaan bukallingual setinggi tepi
gingiva sekitar 1 mm dan bulatkan sudut antara permukaan ini sertapermukaan
aproksimal.
3. Pemilihan mahkota.
Dari 6 ukuran yang tersedia pilih sebuah mahkota dengan ukuran mesiodistal
yangsesuai dengan hasil pengukuran.
4. Uji coba pemasangan mahkota.
Uji cobakan mahkota yang telah dipilih pada gigi untuk memastikan
adaptasinya.
5. Pembentukkan mahkota.
Tepi mahkota dikerutkan supaya benar-benar rapat pada gigi. Idealnya mahkota
akanterkunci di tempatnya dan tidak mudah dikeluarkan.
6. Pemolesan mahkota.
Poles tepi-tepi mahkota dengan stone atau rubber wheel.
7. Penyemenan mahkota.

43

Cuci dan keringkan gigi dan mahkota. Isolasi gigi dengan saliva ejector dan
cottonroll. Gunakan semen adhesif (misalnya : polikarboksilat) dicampur
sampai konsistensiseperti krim dan oleskan ke dalam dinding-dinding mahkota
sampai penuh. Dudukkanmahkota pada gigi dari lingual ke bukal dan tekan
dengan kuat ke dalam tempatnya,minta pasien untuk menggigit.Sewaktu semen
telah mengeras, buang semua kelebihankhususnya dari sulkus gingiva dan
daerah interdental dengan menggunakan sonde dandental floss.

Gambar 7. Langkah-langkah Pembuatan Restorasi Mahkota Stainless Steel


(Cameron, 2003).

2.5 Penyakit Pulpa dan Periapikal


2.5.1 Penyakit Pulpa
A. Hiperemi pulpa
Hiperemi pulpa adalah penumpukan darah secara berlebihan pada pulpa,
yang disebabkan oleh kongesti vaskular. Hiperemi pulpa ada dua tipe (Tarigan,
2006):
1. Arteri (aktif), jika terjadi peningkatan peredaran darah arteri.
2. Vena (pasif), jika terjadi pengurangan peredaran darah vena
Jadi, hiperemi pulpa merupakan penanda bahwa pulpa tidak dapat dibebani iritasi
lagi untuk dapat bertahan sebagai suatu pulpa yang tetap sehat.
Hiperemi pula dapat disebabkan oleh (Tarigan, 2006):
1. Trauma, seperti oklusi traumatik, syok termal sewaktu preparasi kavitas,
dehidrasi akibat penggunaan alkohol atau kloroform, syok galvanik, iritasi
terhadap dentin yang terbuka di sekitar leher gigi.

44

2. Kimiawi, seperti makanan yang asam atau manis, iritasi terhadap bahan
tumpatan silikat atau akrilik, bahan sterilisasi dentin (fenol, H2O2, alkohol,
kloroform).
3. Bakteri yang dapat menyebar melalui lesi karies atau tubulus dentin ke pulpa,
jadi dalam hal ini sebelum bakterinya masuk ke jaringan pulpa, tetapi baru toksin
bakteri.
Hiperemi pulpa bukanlah penyakit, tetapi merupakan suatu tanda bahwa
ketahanan pulpa yang normal telah ditekan sampai kritis. Hiperemi pulpa ditandai
dengan rasa sakit yang tajam dan pendek. Umumnya rasa sakit timbul karena
rangsangan air, makanan, atau udara dingin, juga karena makanan yang manis
atau asin. Rasa sakit ini tidak spontan dan tidak berlanjut jika rangsangan
dihilangkan (Tarigan, 2006).
Hiperemi pulpa didiagnosis melalui gejalanya dan pemeriksaan klinis.
Rasa sakit tajam dan berdurasi pendek, berlangsung beberapa detik sampai kirakira 1 menit, umumnya hilang jika rangsangan disingkirkan. Pulpa yang hiperemi,
peka terhadap perubahan temperatur, terutama rangsangan dingin. Rasa manis
umumnya juga menyebabkan rasa sakit (Tarigan, 2006).
Pemeriksaan visual dan riwayat sakit pada gigi tersebut harus
diperhatikan, misalnya apakah terdapat karies, gigi pernah ditumpat, terdapat
fraktur pada mahkota gigi, atau oklusi traumatik. Pada pemeriksaan perkusi, gigi
tidak peka walaupun kadangkadang ada respons ringan. Hal ini disebabkan oleh
vasodilatasi kapiler di dalam pulpa. Terhadap tes elektrik, gigi menunjukkan
kepekaan yang sedikit lebih tinggi daripada pulpa normal. Gambaran radiografi
menunjukkan ligamen periodontal dan lamina dura yang normal dan pada
gambaran ini dapat dilihat kedalaman karies (Tarigan, 2006).
Hiperemi pulpa harus dibedakan dengan hipersensitivitas dentin walaupun
keduanya termasuk pulpitis reversibel. Hipersensitivitas dentin disebabkan oleh
dua faktor, yaitu (Tarigan, 2006):
a. Transmisi rasa sakit melalui tubulus dentin yang terbuka.
b. Ambang rasa sakit yang rendah akibat vasodilatasi kapiler yang kronis atau
peradangan lokal.

45

B. Pulpitis
Pulpitis merupakan kelanjutan dari hiperemi pulpa, yaitu bakteri telah
menggerogoti jaringan pulpa. Secara hematogen, pulpitis juga dapat terjadi karena
tuberculosis, sifilis, dan lain-lain disebut anachorese (Tarigan, 2006).
Klasifikasi pulpitis (Tarigan, 2006):
1.

Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa, pulpitis terbagi atas:

a)

Pulpitis akut. Secara struktur, jaringan pulpa sudah tidak dikenal lagi, tetapi

sel-selnya masih terlihat jelas. Pulpitis akut dibagi menjadi pulpitis akut serosa
parsialis yang hanya mengenai jaringan pulpa di bagian kamar pulpa saja dan
pulpitis akut serosa totalis jika telah mengenai saluran akar.
b) Pulpitis akut fibrinosa. Banyak ditemukan fibrinogen pada pulpa.
c)

Pulpitis akut hemoragi. Di jaringan pulpa terdapat banyak eritrosit.

d) Pulpitis akut purulenta. Terlihat infiltrasi sel-sel masif yang berangsur berubah
menjadi peleburan jaringan pulpa. Bergantung pada keadaan pulpa, dapat terjadi
pernanahan dalam pulpa.
2.

Berdasarkan ada atau tidak adanya gejala, pulpitis terbagi atas:

a)

Pulpitis simtomatis. Pulpitis ini merupakan respons pe-radangan dari jaringan

pulpa terhadap iritasi, dengan proses eksudatif memegang peranan. Rasa sakit
timbul karena adanya peningkatan tekanan intrapulpa. Rasa sakit ini berkisar
antara ringan sampai sangat hebat dengan intensitas yang tinggi, terus-menerus,
atau berdenyut.
Yang termasuk dalam pulpitis simtomatis adalah:

Pulpitis akut

Pulpitis akut dengan periodontitis apikalis akut/kronis

Pulpitis subakut.
Gambaran radiografi memperlihatkan adanya karies yang luas dan dalam,

kadang-kadang terjadi sedikit pelebaran ligamen periodontal. Pada pulpitis


simtomatis yang disertai periodontitis apikalis terjadi kepekaan terhadap perkusi.
Rangsangan panas akan menyebabkan rasa sakit, sebaliknya rasa sakit berkurang
dengan adanya rangsangan dingin. Pada stadium awal, gigi menunjukkan

46

kepekaan yang tinggi terhadap tes elektrik, selanjutnya kepekaan ini berkurang
sejalan dengan keparahan penyakit.
b) Pulpitis asimtomatis. Merupakan proses peradangan yang terjadi sebagai
mekanisme pertahanan dari jaringan pulpa terhadap iritasi dengan proses
proliferasi berperan di sini. Tidak ada rasa sakit karena adanya pengurangan dan
keseimbangan tekanan intrapulpa.
Yang termasuk pulpitis asimtomatis adalah:

Pulpitis kronis ulseratif

Pulpitis kronis hiperplastik

Pulpitis kronis yang bukan disebabkan oleh karies (prosedur operatif,

trauma, gerakan ortodonti).


3.

Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis terbagi

atas:
a)

Pulpitis reversibel, yaitu vitalitas jaringan pulpa masih dapat dipertahankan

setelah perawatan endodonti.


Yang termasuk pulpitis reversibel adalah:

Peradangan pulpa stadium transisi

Atrofi pulpa

Pulpitis akut.

b)

Pulpitis ireversibel, yaitu keadaan ketika vitalitas jaringan pulpa tidak dapat

dipertahankan, tetapi gigi masih dapat dipertahankan di dalam rongga mulut


setelah perawatan endodonti dilakukan.
Yang termasuk pulpitis ireversibel adalah:

Pulpitis kronis parsialis tanpa nekrosis

Pulpitis kronis parsialis dengan nekrosis

Pulpitis kronis koronalis dengan nekrosis

Pulpitis kronis radikularis dengan nekrosis

Pulpitis kronis eksaserbasi akut

C. Degenerasi Pulpa

47

Degenerasi pulpa jarang ditemukan, biasanya terdapat pada gigi orang


dewasa. Penyebabnya iritasi ringan yang persisten sewaktu muda. Degenerasi
pulpa tidak selalu berhubungan dengan infeksi atau karies walaupun kadangkadang terjadi pada gigi yang telah ditumpat. Keadaan ini biasanya asimtomatis,
gigi tidak mengalami perubahan warna, dan pulpa dapat bereaksi terhadap sel
termal maupun elektrik. Namun jika degenerasi pulpa total, misalnya akibat
trauma atau infeksi, gigi dapat berubah warna dan tidak memberikan respon
terhadap rangsangan (Tarigan, 2006).
D. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan
dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba
akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial ataupun total. Ada 2 tipe
nekrosis pulpa, yaitu (Tarigan, 2006):
1. Tipe koagulasi
Pada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap dan berubah
menjadi bahan yang padat.
2. Tipe liquefaction
Pada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan
yang lunak atau cair3. Pada setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil
akhir berupa H2S, amoniak, bahan-bahan yang bersifat lemak, indikan, protamain,
air dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan indol, skatol, putresin dan kadaverin
yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa kematian pulpa. Bila pada peristiwa
nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman yang saprofit anaerob, maka kematian
pulpa ini disebut gangren pulpa.
2.5.2 Penyakit Jaringan Periapikal
Penyakit jaringan periapeks biasanya dimulai dengan periodontitis, tanpa
disertai gejala atau ada sedikit kepekaan terhadap perkusi dan penebalan ligament
periodontal. Periodontitis ini pada mulanya disebabkan oleh perluasan radang
pulpa atau trauma periapeks akibat perawatan endodontic, seperti instrumentasi
berlebih atau rangsangan obat saluran akar. Berdasarkan gejala klinisnya, penyakit
jaringan periapeks dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Tarigan, 2006):

48

1. Patosis Pulpoperiapeks Simtomatis


Respon peradangan dari jaringan penyambung periapeks terhadap iritasi
pulpa, dengan proses eksudatif memegang peranan penting. Rasa sakit
timbul karena kenaikan tekanan intraperiapeks.
2. Periodontitis Apikalis
Merupakan peradangan simtomatis yang ringan pada jaringan periapeks.
Biasanya disebabkan oleh kontaminasi saluran akar yang mengakibatkan
vasodilatasi, eksudasi, dan infiltrasi leukosit ke periapeks.
3. Periodontitis Apikalis Akut
a. Abses Periapikal Akut
Merupakan proses eksudatif lebih lanjut dan proses peradangan yang
lebih parah dari jaringan periapeks. Juga disebabkan oleh kontaminasi
saluran akar yang akan meningkatkan jumlah eksudat/edema, infiltrasi
leukosit, dan pembentukan pus.
b. Abses Rekrudesen
Merupakan respons peradangan eksaserbasi dari penyakit kronis akibat
kontaminasi dari saluran akar. Diagnosis didasarkan pada gejala yang
akut dan pada pemeriksaan radiografi akan terlihat adanya radiolusensi
periapeks.
c. Abses Periapeks Subakut
Merupakan fase simtomatis dari abses periapeks kronis. Selama fase
asimtomatis, rasa sakit dan pembengkakan hamper tidak ada,
disebabkan karena adanya drainase melalui mulut atau traktus sinus.
d. Patosis Pulpoperiapeks Asimtomatis
Merupakan respon peradangan sebagai mekanisme pertahanan jaringan
periapeks terhadap iritasi pulpa, dengan proses ploliferasi (kronis atau
granuloma) memegang peranan.
e. Osteosklerosis Pulpoperiapeks
Merupakan respons produktif dari jaringan periapeks terhadap iritasi
pulpa yang ringan dan berlanjut. Keadaan ini termanifestasi berupa
peningkatan kepadatan tulang periapeks. Kedaan ini disebabkan
hiperaktivitas osteoblas dan bukan karena konsentrasi mineral yang
tinggi (hiperkalsifikasi).
4. Periodontitis Apikalis Kronis Insipien

49

Dapat merupakan lanjutan dari proses periodontitis apikalis akut setelah


dilakukan drainase. Periodontitis apikalis kronis ini juga dapat
memberikan respons akut jika kontaminasi pulpa tidak dihilangkan.
5. Periodontitis Apikalis Kronis Lanjutan
a. Granuloma Periapeks
Merupakan respons peradangan yang lebih parah dari periodontitis
apikalis kronis. Ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi pada
periapeks. Granuloma ini biasanya didahului abses apikalis kronis.
b. Kista Periapeks
Merupakan respon peradangan kronis dari jaringan periapeks yang
berkembagn dari lesi kronis. Kista ini berisi cairan yang dikelilingi
dengan jaringan granuloma.
c. Abses Periapeks Kronis
Merupakan respons peradangan

yang

berlanjut

dari jaringan

penyambung periapeks terhadap iritasi pulpa, yang ditandai dengan


adanya parulis atau pembentukan nanah yang aktif dengan drainase
melalui mulut disertai adanya fistel atau traktus sinus. Abses periapeks
kronis dapat merupakan lanjutan dari periodontitis apikalis atau abses
periapeks akut apabila dijumpai drainase melalui mukosa mulut.
2.5.3 Patofisiologi Penyakit Pulpa dan Periapikal
Patogenesis penyakit jaringan pulpa dan periapikal gigi yang merupakan
kelanjutan dari proses karies gigi dapat dijelaskan secara lebih rinci seperti berikut
ini. Jika gigi dengan karies superfisialis tidak dirawat, maka kerusakan akan terus
berlanjut dari enamel ke dentin. Biasanya seseorang baru menyadari adanya
kerusakan pada giginya apabila sudah timbul rasa nyeri. Nyeri akan timbul
apabila rangsangan/jejas mengenai ujung sel odontoblast di batas dentin dengan
enamel yang merupakan garis depan pertahanan jaringan pulpa. Apabila
rangsangan sudah mencapai pulpa, nyeri dentin dapat berlanjut menjadi nyeri
pulpa. Kemudian terjadi reaksi pada sistem aliran darah mikro dan sistem seluler
jaringan pulpa. Proses ini menyebabkan udema pada pulpa karena terganggunya
keseimbangan antara aliran darah yang masuk dengan yang keluar. Udema pada
pulpa yang terletak di dalam rongga pulpa yang sempit mengakibatkan sistem
persyarafan pulpa terjepit, sehingga menimbulkan rasa nyeri hebat yang sering

50

hampir tak tertahankan. Persyarafan pulpa gigi adalah serat syaraf cabang
sensorik ganglion Trigeminal dan cabang otonomik ganglion servikal superior.
Fungsi syaraf sensorik (syaraf afferent/sensory neuron, diantaranya A-delta dan Cfibers) adalah untuk mendeteksi rangsangan dan melanjutkannya ke sistem syaraf
pusat, sedangkan fungsi system otonomik ialah untuk menjaga keseimbangan
jaringan pulpa dan menjaga system homeostatis. Sistem pada organ pulpa gigi
inilah yang mengatur proses pemulihan/reaksi jaringan pulpa terhadap cedera
(Rukmo, 2011).
Bila jaringan pulpa dapat menahan jejas yang masuk, menimbulkan
kerusakan jaringan yang sedikit dan mampu untuk pulih kembali maka
keradangan pulpa ini diklasifikasikan sebagai pulpitis reversibel. Pada proses
berikutnya jika kerusakan jaringan pulpa tambah meluas sehingga pemulihannya
tidak dapat tercapai, keradangan ini disebut pulpitis ireversibel. Jaringan pulpa
yang telah meradang tersebut mudah mengalami kerusakan secara menyeluruh
dan mengakibatkan pulpa menjadi nekrosis atau mati. Pulpa yang nekrosis untuk
sementara mungkin tidak menimbulkan nyeri, namun menjadi tempat kuman
berkembang biak yang akhirnya menjadi sumber infeksi. Produk infeksinya
mudah menyebar ke jaringan sekitarnya. Bila menyebar ke jaringan periapikal
dapat terjadi periodontitis periapikal. Penyebaran kuman dapat pula menjangkau
jauh ke organ tubuh lainnya seperti jantung, ginjal, otak dan lain sebagainya.
Dalam keadaan demikian gigi tersebut kemudian menjadi focal infection.
Adanya

kemungkinan

hubungan

antara

sepsis

dalam

mulut

dengan

endocarditis telah banyak dilaporkan. Hal inilah yang kemudian menjadi salah
satu dasar alasan untuk bekerja secara asepsis dalam setiap tindakan perawatan
endodontic (Rukmo, 2011).
Jika keradangan jaringan periapikal dibiarkan tanpa perawatan, lamakelamaan produk iritasi pulpa yang mati dapat menjadi rangsangan yang terus
menerus di jaringan periapikal. Dalam keadaan normal jaringan periapikal gigi
tersebut akan berusaha membendung laju jejas dengan cara mengadakan
proliferasi jaringan granulasi sehingga terbentuk suatu granuloma periapikal. Jika
proses iritasi berlangsung terus maka epitel Malassez yang terperangkap di dalam

51

granuloma mengadakan proliferasi. Proliferasi epitel ini diduga disebabkan oleh


karena adanya penurunan tekanan O2 dan adanya kemampuan epitel untuk
mengadakan anaerobic glycolysis. Pertumbuhan kista yang terus berlangsung
disebabkan oleh karena meningkatnya tekanan osmotik dalam lumen, sehingga sel
di pusat dan pada dinding mengalami degenerasi akibat dari ischemia. Epitel
memperbanyak diri dengan cara pembelahan sel di daerah yang berdekatan
dengan lapisan basal, sel-sel pada bagian sentral menjadi terpisah makin lama
makin jauh dari sumber nutrisi, kapiler dan cairan jaringan dari jaringan ikat. Oleh
karena kegagalan memperoleh nutrisi bagian tersebut akan mengalami degenerasi
sehingga menjadi nekrotik atau liquefy. Sel pada bagian sentral proliferasi epitel
Malassez ini akan mengalami kematian, membentuk suatu epithelial loop,
sehingga terbentuk suatu kista radikuler yang kecil. Eksudat mengalir dari
pembuluh darah kapiler melalui ruang intra epitel pada dinding epitel kista
radikuler menuju ke rongga kista.13 Eksudat mengalir ke rongga kista secara pasif
akibat adanya kenaikan tekanan osmotik yang timbul oleh karena adanya
pelepasan sel-sel epitel, lekosit dan makrofag ke rongga kista. Dengan adanya
akumulasi cairan di dalam rongga kista serta resorpsi tulang rahang di sekitarnya,
kista radikuler menjadi bertambah besar (Rukmo, 2011).

52

BAB III
PETA KONSEP
Karies Gigi
Pencegahan
Etiologi

KlasifikasiKaries

Cara Meluasnya

Lokasinya

Kedalamannya

Keparahannya

Baby Botle Caries

Diagnosa

Penatalaksanaan

54

FirdausFatahillah

53

BAB IV
PEMBAHASAN
Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta produkproduknya, yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini
tidak terjadi segera melainkan terbentuk melalui serangkaian tahapan (Kidd &
Sally, 1991).
Pembentukan plak gigi di dalam rongga mulut dibentuk pertama kali oleh
substansi saliva dan karbohidrat dari sisa-sisa makanan, kemudian dilanjutkan
dengan serangkaian proses yang berurutan. Plak terjadi dalam tiga tahap yaitu
pembentukan pelikel, kolonisasi bakteri dan maturasi plak. Plak terbentuk ketika
pelikel, sisa makanan dan bakteri bergabung (Putri, 2010).
Karies adalah kematian tulang yang kemudian akan melunak, berubah
warna, dan porus, menimbulkan inflamasi di periosteum dan jaringan sekitarnya.
Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh ulah
mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat difermentasikan sehingga terbentuk
asam dan menurunkan pH kritis. Akibatnya terjadi demineralisasi jarngan keras
gigi. Tanda karies adalah terjadinya demineralisasi mineral email dan dentin
diikuti oleh disintegrasi bagian organiknya (Narlan, 2004).
Saat ini prevalensi tertinggi dari penyakit gigi dan mulut adalah karies dan
penyakit periodontal. Plak gigi merupakan penyebab utama terjadinya karies dan
penyakit periodontal. Untuk mencegah akumulasi plak gigi, maka tindakan
kebersihan mulut dengan pengendalian plak gigi sangat penting. Usaha
pengendalian plak gigi dapat ditempuh melalui dua cara yaitu secara mekanis dan
kimiawi. Cara mekanis yaitu dengan menggunakan sikat gigi dan pasta gigi,
sedangkan cara kimiawi adalah dengan menggunakan bahan kimia yang bersifat
antiplak (Dewi, 2008).
Keberadaan fluor dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi dan
lingkungannya dapat merangsang efek anti karies dalam beberapa cara. Kadar F
yang bergabung dengan email selama proses pertumbuhan gigi bergantung pada
ketersediaan F tersebut dalam air minum atau makanan lain yang mengandung
55

54

fluor. Tersedianya F di sekitar gigi selama proses pelarutan email akan


mempengaruhi proses remineralisasi dan demineralisasi, dimana F dapat
meningkatkan remineralisasi dan mencegah demineralisasi. Di sampaing itu, F
mempengaruhi bakteri plak dalam membentuk asam (Kidd & Sally, 1991).
Karies gigi merupakan salah satu penyebab utama terjadinya penyakit
pulpa dan periapikal. Hasil pemantauan Depkes RI menunjukkan bahwa dari 13
jenis penyakit gigi dan mulut, yang paling banyak diderita pasien yang datang
berobat ke rumah sakit pada tahun 1997 adalah penyakit pulpa dan jaringan
periapikal (25,60%). Demikian pula hasil analisis 5 jenis penyakit gigi dan mulut
yang diderita masyarakat yang datang berobat di Puskesmas pada tahun 1998
menunjukkan bahwa penyakit gigi yang bersumber dari karies gigi yaitu penyakit
pulpa dan periapikal menempati prosentase tertinggi dibandingkan penyakit gigi
dan mulut lainnya yakni 33%., kemudian diikuti dengan karies sebesar 16,9%.
Sedangkan penyakit kelainan jaringan mulut, proporsi terbesar adalah gingivitis
dan penyakit periodontal 25,8% kemudian gangguan gigi dan jaringan lain 12,4%
dan penyakit rongga mulut, kelenjar ludah dan lainnya 11,8%. Data dari Rumah
Sakit dan Puskesmas ini memperlihatkan bahwa sebagian besar pasien yang
datang untuk berobat gigi ke Rumah Sakit dan Puskesmas di Indonesia
memerlukan perawatan jaringan pulpa dan periapikal giginya. Mengingat hal ini,
maka perawatan endodontik seharusnya menyumbangkan peran/kontribusi yang
bermakna dalam program peningkatan kesehatan gigi (Rukmo, 2011).
Pulpa gigi adalah jaringan yang mengisi ruang pulpa dan saluran akar
(rongga gigi), yang terdiri dari komponen sel (fibroblast, pluripotensial cell,
histiosit, dentinoblast), komponen interseluler (serat kolagen, matriks substansi
dasar), pembuluh darah, pembuluh limfe, dan syaraf. Sedangkan jaringan
periapikal terletak di sekitar ujung akar gigi dengan komponen sementum,
ligamen periodontal dan tulang alveolar. Keduanya (pulpa gigi dan jaringan
periapikal) terhubung melalui foramen apikal (lubang di ujung akar). Adanya
hubungan ini mengakibatkan penyakit pada jaringan pulpa gigi jika tidak dirawat
akan berlanjut menjadi penyakit jaringan periapikal (Rukmo, 2011).

55

Early childhood caries/baby bottle caries merupakan suatu bentuk karies


pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya
yang termasuk karbohidrat seperti sari buah, susu, dan soda dalam jangka waktu
yang panjang, yang dulu disebut juga dengan karies botol susu. ECC adalah
penyakit multifaktorial akibat interaksi beberapa faktor termasuk mikroorganisme
kariogenik, karbohidrat, kesalahan pemberian makanan, dan faktor sosial
ekonomi. Secara umum proses terjadinya karies pada gigi dipengaruhi oleh 4
faktor penyebab utama, yaitu : gigi, bakteri, substrat dan waktu (Sumawinata,
1994).
Anak yang didiagnosa dengan ECC mempunyai resiko tinggi untuk
mengalami karies pada gigi permanen. Manifestasi ECC adalah lebih dari hanya
sakit dan infeksi, juga mempunyai potensi untuk mempersulit cara bicara dan
komunikasi, nutrisi, produktivitas dan kualitas hidup saat dewasa. Disebabkan
oleh transmisi bakteri kariogenik segera setelah gigi pertama erupsi, mengurangi
tahap mutans pada ibu akan menurunkan resiko anak terbentuk ECC (Bairavi,
2009).

56

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pembentukan plak gigi di dalam rongga mulut dibentuk pertama kali oleh
substansi saliva dan karbohidrat dari sisa-sisa makanan, kemudian
dilanjutkan dengan serangkaian proses yang berurutan. Plak terjadi dalam
tiga tahap yaitu pembentukan pelikel, kolonisasi bakteri dan maturasi plak.
Plak terbentuk ketika pelikel, sisa makanan dan bakteri bergabung.
2. Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh
ulah mikroorganisme, biasanya streptococcus mutans, pada karbohidrat yang
dapat difermentasikan sehingga terbentuk asam dan menurunkan pH kritis.
Akibatnya terjadi demineralisasi jaringan keras gigi. Tanda karies adalah
terjadinya demineralisasi mineral email dan dentin diikuti oleh disintegrasi
bagian organiknya. Karies yang tidak ditangani dapat menyebabkan infeksi
menjalar menuju ke pulpa dan jaringan periapikal.
3. Early childhood caries/baby bottle caries merupakan suatu bentuk karies
pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan
lainnya yang termasuk karbohidrat seperti sari buah, susu, dan soda dalam
jangka waktu yang panjang, yang dulu disebut juga dengan karies botol
susu. ECC adalah penyakit multifaktorial akibat interaksi beberapa faktor
termasuk mikroorganisme kariogenik, karbohidrat, kesalahan pemberian
makanan, dan faktor sosial ekonomi. Secara umum proses terjadinya karies
pada gigi dipengaruhi oleh 4 faktor penyebab utama, yaitu : gigi, bakteri,
substrat dan waktu.
5.2 Saran
Kepada orang tua diharapkan untuk lebih mengawasi pemberian susu
botol pada anak agar anak tidak sampai minum susu sampai tertidur untuk
mencegah terjadinya caries ini.

58

Anda mungkin juga menyukai