Anda di halaman 1dari 46

Upaya

Mempertahankan
Kemerdekaan
Indonesia dari
Ancaman Disintegrasi
Bangsa

A. Perjuangan Konfrontasi
Setelah Indonesia merdeka tidak berarti Indonesia
bebas dari segala bentuk penguasaan asing tapi masih
berhadapan dengan Belanda yang ingin mencoba
kembali menananmkan kekuasaannya. Belanda
menggunakan berbagai macam cara untuk bisa kembali
berkuasa seperti, membonceng pada pasukan sekutu
dan pembentukan Negara-negara boneka. Pembentukan
Negara boneka bertujuan untuk mengepung kedudukan
pemerintah Indonesia atau mempersempit wilayah
kekuasaan RI. Setiap ada perjanjian selalu diingkari oleh
Belanda. Belanda hanya mengakui wilayah RI meliputi
Jawa dan Sumatera yang di dalamnya berdiri Negaranegara boneka bikinan Belanda.

Pada tanggal 1 Nopember 1945 pemerintah


mengeluarkan maklumat Politik dengan tujuan agar
kedaulatan RI diakui dan agar di Indonesia terbentuk
dan berkembang partai Politik.Namun kemauan itu
diselewengkan dengan terjadinya pergeseran bentuk
pemerintah dari bentuk Kabinet Presidensial ke Kabinet
parlementer.Sutan Syahrir terpilih sebagai Perdana
Menterinya. Pemerintah Sutan Syahrir berkeinginan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui jalur
diplomasi bukan dengan kekuatan senjata. Hal inilah
yang menimbulkan pro kontra terhadap strategi
menghadapi Belanda. Konflik ini dimanfaatkan oleh
Belanda untuk melancarkan Agresi militernya.

Pada tanggal 15 September 1945 sekutu


masuk ke Indonesia dan membonceng NICA
( Belanda ) yang bertujuan untuk menjajah
kembali Bangsa Indonesia sehingga terjadi:
1. Pertempuran Lima Hari di Semarang.
2. Pertempuran Medan Area.
3. Pertempuran 10 November di Surabaya.
4. Pertempuran Ambarawa.
5. Bandung Lautan Api.
6. Puputan Margarana di Bali.

Pertempuran Lima Hari di


Semarang
Pertempuran di Semarang terjadi pada
tanggal 15-20 Oktober 1945. Pertempuran
ini berawal dari pemindahan 400 orang
tentara Jepang dari Cepiring ke Semarang
yang dikawal oleh polisi Indonesia. Dalam
perjalanan tentara Jepang melucuti Polisi
Indonesia kemudian mereka bergabung
dengan pasukan Jepang lainnya Kidobutai
yang dipimpin Mayor Kido. Pertempuran
besar-besaran terjadi di Simpang Lima,
Semarang. Dalam pertempuran yang
dipimpin Letkol Moh. Sarbini, gugur Dr.
Karyadi kepala Laboratorium Rumah Sakit
Semarang sebagai kusuma bangsa.

Pertempuran Medan
Area
Pertempuran ini berawal dari
penghinaan orang Belanda(didukung
Sekutu terhadap sebuah lencana Merah
Putih). Akibatnya rakyat Medan marah
dan terjadilah pertempuran pada
tanggal 13 Oktober 1945. Rakyat
Medan dipimpin Gubernur Sumatra Mr.
Teuku Muhammad Hasan dan di bantu
Ahmad Tahrir pemimpin Barisan
Pemuda Indonesia menggempur tentara
Sekutu dan NICA yang dipimpin oleh
Brigjen T.E.D. Kelly. Pertempurain ini
mencapai puncaknya pada tanggal 10
Desember 1945.

Pertempuran 10 November di
Surabaya
Pertempuran Surabaya berawal dari tewasnya Panglima
Tentara Sekutu Mayjen A.W.S. Mallaby dalam sebuah
insiden dengan Arek-arek Surabaya di depan gedung
bank Internatio. Dengan sangat menghina bangsa
Indonesia, bunyinya: seluruh pemimpin Republik
Indonesia di Surabaya harus menyerahkan senjatanya
dan harus menyerahkan diri dengan tangan diangkat di
depan markas Sekutu paling lambat tanggal 10 November
1945 pukul 06.00 Waktu Indonesia Barat. Gubernur Jawa
Timur R. M. Suryo sebagai kepala pemerintahan Jawa
Timur menolak ancaman tersebut. Akhirnya pada tanggal
10 November 1945 di Surabaya digempur pasukan Sekutu
dari berbagai arah. Arek-arek Surabaya di bawah
pimpinan Gubernur Jawa Timur Suryo, Bung Tomo dan
Sungkono bangkit menghadapi gempuran Sekutu.
Peristiwa 10 November 1945 tersebut diperingati sebagai
Hari Pahlawan.

Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal
20 November-15 Desember 1945. Awal
kejadiannya ketika secara sepihak pasukan
Sekutu dipimpin Brigjen Bethel membebaskan
interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa.
Tindakan Sekutu mendapat perlawanan Tentara
Republik Indonesia (TKR) dan rakyat yang
dipimpin Mayor Sumarto. Dalam pertempuran
ini gugur Letkol Isdiman. Di bawah pimpinal
Koloner Soedirman, Ambarawa berhasil direbut
pada tanggal 15 Desember 1945. Untuk
mengenang peristiwa tersebut dibangunlah
Palagan Ambarawa. Selanjutnya tanggal 15
Desember diperingati sebagai hari infantry.

Bandung Lautan Api


Peristiwa Bandung Lautan Api berawal dari
tuntutan Sekutu yang dipimpin oleh Kolonel Mac
Donald agar Kota Bandung dikosongkan demi
keamanan. Rakyat tidak sudi menyerahkan darah
tersebut kepada Sekutu. Akhirnya di bawah
pimpinan Letkol Aruji Kartawinata, rakyat dan
Tentara Republik Indonesia (TRI) sepakat untuk
membakar kota Bandung daripada dikuasai
musuh. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23
Maret 1946, sementara itu di Dayeuhkolot
(Bandung Selatan) Mohammad Toha dan Ramdan
berhasil meledakkan gudang mesiu milik Belanda
meskipun beliau berdua gugur bersamaan
dengan meledaknya gudang mesiu tersebut.

Puputan Margarana di
Bali
Puputan margana terjadi ketika Belanda
mendatangkan pasukannya di Bali dalam
rangka menegakkan berdirinya Negara
Indonesia Timur. Kedatangan pasukan
Belanda tersebut disambut dengan
perlawanan rakyat yang dipimpin oleh
Letkol I Gusti Ngurah rai. Karena
perlawanan tidak seimbang I Gusti
Ngurah Rai memerintahkan pasukannya
untuk melakukan perlawanan secara
habis-habisan atau puputan. Peristiwa ini
terjadi pada tanggal 20 November 1946.

B. Perjuangan Diplomasi
1. PERJANJIAN LINGGARJATI
2. PERJANJIAN RENVILLE
3. PERJANJIAN ROEM-ROYEN
4. KONFERENSI MEJA BUNDAR
5. Pemerintah Darurat Republik
Indonesia (PDRI)
6. Konferensi Inter Indonesia (KII)

Perjanjian Linggarjati
Perundingan Linggajati adalah suatu perundingan
antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa
Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai
status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini
ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15
November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25
Maret 1947. Perjanjian linggarjatiatauPerundingan
Linggar Jatiadalah Diplomasi Sejarah Indonesia
Nasional Antara Republik Indonesia dengan Belanda,
dimana Perjanjian linggar jati adalah suatu perjanjian
yang dilakukan antara Sutan Sahmi dari pihak
Indonesia denganDr.H.J. Van Mookdari pihak
pemerintah Belanda. Kesepakatan linggar jati yang
berlangsung selama 4 (empat) hari disepakati di
sebuah desa linggar jati di daerah Kabupaten
Kuningan.

Hasil perundingan tertuang dalam 17 pasal. 4 (Empat) isi pokok


pada perundingan linggar jati adalah :
1. Belanda mengakui secara defacto wilayah RI / Republik Indonesia, yaitu
Jawa, Sumatera dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 januari
1946.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara Republik
Indonesia Serikat atau RIS.
4. Dalam bentuk RIS indonesia harus tergabung dalamCommonwealth / Uni
Indonesia Belandadengan mahkota negeri Belanda debagai kepala uni.
Ternyata Belanda menghianati isi perjanjian tersebut dan melakukan Agresi
Militer I tanggal 21 Juni 1947 sehingga mendapat reaksi PBB. Penghentian
tembak
menembak dilakukan tanggal 1 Agustus 1947 dan DK PBB membentuk KTN
yang
anggota-anggotanya :
5. Australia ( Wakil Indonesia ) : Richard Kirby
6. Belgia ( Wakil Belanda ) : Paul Van Zeeland
7. USA ( Penengah ) : Dr. Frank Graham

Perjanjian Renville
Atas usulan KTN (Komisi 3 Negara) pada tanggal 8
Desember 1947 dilaksanakan perundingan antara
Indonesia dan Belanada di atas kapal renville yang
sedang berlabuh di Jakarta. Delegasi Indonesia
terdiri atas perdana menteri Amir Syarifudin,
Ali Sastroamijoyo, Dr. Tjoa Sik Len, Moh.
Roem, Haji Agus Salim, Narsun dan Ir.
Juanda. Delegasi Belanda terdiri dari
Abdulkadir Widjojoatmojo, Jhr. Van
Vredeburgh, Dr. Soumukil, Pangran
Kartanagara dan Zulkarnain. Ternyata wakilwakil Belanda hampir semua berasala dari bangsa
Indonesia sendiri yang pro Belanda. Dengan
demikian Belanda tetap melakukan politik adu
domba agar Indonesia mudah dikuasainya.

Setelah selesai perdebatan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai


dengan 17 Januari 1948 maka diperoleh hasil persetujuan damai
yang disebut Perjanjian Renville. Pokok-pokok isi perjanjian Renville,
antara lain sebagai berikut :
1. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia samapi
kedaulatan Indonesia diserahkan kepada Republik Indonesia
Serikat yang segera terbentuk.
2. Republik Indonesia Serikat mempunyai kedudukan yang sejajar
dengan negara Belanda dalam uni Indonesia-Belanda.
3. Republik Indonesia akan menjadi negara bagian dari RIS
4. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagain
kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara.
5. Pasukan republik Indonesia yang berda di derah kantong haruns
ditarik ke daerah Republik Indonesia. Daerah kantong adalah
daerah yang berada di belakang Garis Van Mook, yakni garis yang
menghubungkan dua derah terdepan yang diduduki Belanda.

Perjanjian Renville ditandatangani kedua belah


pihak pada tanggal 17 Januari 1948. kerugian yang
diderita Indonesia dengan penandatanganan
perjanjian Renville adalah sebagai berikut :
1. Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya negara
Indonesia Serikat melalaui masa peralihan.
2. Indonesia kehilangan sebagaian daerah
kekuasaannya karena grais Van Mook terpaksa harus
diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda.
3. Pihak republik Indonesia harus menarik seluruh
pasukanya yang berda di derah kekuasaan Belanda
dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah
republic Indonesia.

Perjanjian Roem-Royen
Tepat pada pukul 17.00 tanggal 7
Mei 1949 telah tercapai suatu
persetujuan antara pemerintah
Indonesia dengan Belanda yang
disebut Persetujuan Roem-Royen.
Persetujuan Roem-Royen merupakan
salah satu peristiwa penting dari
serangkaian perundingan yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia
menuju pengakuan kedaulatan
dalam Konferensi Meja Bundar pada
tanggal 27 Desember 1949.

Persetujuan
Roem-Royen diawali dengan
perundingan RI-Belanda pada tanggal
17 April 1949 atas inisiatif Komisi PBB
untuk Indonesia. Perundingan diadakan
di Hotel Des Indes Jakarta dipimpin
oleh Merle Cochran. Delegasi Indonesia
diketuai oleh Mr. Moh. Roem dan Mr. Ali
Sastroamidjojo sebagai wakil ketua.
Anggota-anggotanya, yaitu dr.
Leimena, Ir. Djuanda, Prof. Dr. Mr.
Supomo, Mr. Latuharhary, dan disertai
oleh lima orang penasihat. Adapun
Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van
Royen dengan anggota-anggota: Mr.
N.S. Blom, Mr. A. Jacob, Dr. J.J. van der
Velde, dan empat orang penasihat.

Delegasi RI dalam pidatonya menuntut agar perundingan ini lebih


dahulu menyetujui pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta
setelah itu baru akan dibahas mengenai soal-soal lainnya. Pihak
Belanda bersedia mendahulukan perundingan mengenai syaratsyarat untuk kemungkinan kembalinya pemerintah RI ke
Yogyakarta, namun tiap kewajiban yang mengikat yang mungkin
timbul dalam perundingan harus ditunda hingga dicapainya
kesepakatan tentang penghentian perang gerilya dan perjanjian
pelaksanaan KMB.
Kesepakatan akhirnya dicapai pada tanggal 7 Mei 1949. Ketua
Delegasi Indonesia Mr. Moh. Roem atas nama Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Moh. Hatta menyatakan kesanggupan untuk
memudahkan : Pengeluaran perintah kepada pengikut RI yang
bersenjata untuk menghentikan perang gerilya, Kerja sama
dalam hal pengembalian perdamaian dan menjaga ketertiban dan
keamanan, Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan maksud
untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguhsungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan
tidak bersyarat.

Ketua Delegasi Belanda Dr. van Royen selanjutnya membacakan


pernyataan yang antara lain berisi :
1. Delegasi Belanda menyetujui pembentukan satu panitia bersama di
bawah pengawasan Komisi PBB dengan tujuan untuk : mengadakan
penyelidikan dan persiapan yang perlu sebelum kembalinya pemerintah
RI.
2. mempelajari dan memberikan nasihat tentang tindakan yang diambil
dalam melaksanakan penghentian perang gerilya dan kerja sama
mengembalikan perdamaian serta menjaga keamanan dan ketertiban.
3. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan
leluasa melakukan jabatan sepatutnya dalam satu daerah meliputi
Keresidenan Yogyakarta. Pemerintah Belanda membebaskan tidak
bersyarat pemimpin-pemimpin Indonesia dan tahanan politik yang
tertangkap sejak tanggal 19 Desember 1948.
4. Pemerintah Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia
Serikat (NIS). Konferensi Meja Bundar di Den Haag akan dilaksanakan
secepatnya setelah pemerintah RI dikembalikan ke Yogyakarta. Pada
konferensi tersebut diadakan pembicaraan tentang bagaimana cara-cara
mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh-sungguh dan
lengkap kepada Negara Indonesia Serikat (NIS).

Konferensi Meja Bundar (KMB)


KMB dilaksanakan di DENHAAG ( Negeri Belanda )
pada tanggal 22 Agustus 1949 sd 29 Oktober
1949 dengan hasil keputusan :
1. Belanda menyerahkan kedaulatan RI kepada
RIS
2. Antara RIS dan Belanda akan diadakan
hubungan Uni Indonesia- Belanda yang dikepalai
oleh ratu Belanda
3. Tentara Belanda akan ditarik mundur dan
tentara KNIL akan dibubarkan
4. Masalah Irian Barat akan dibicarakan setahun
setelah penyerahan kedaulatan.
Pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan
penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada RIS
yang wilayahnya bekas kekuasaan Belanda tanpa
Irian Barat.

Penyerahan kedaulatan dilakukan di tiga tempat antara lain :


1.Amsterdam dilakukan oleh Ratu Belanda kepada PM RIS
2.Yogyakarta dilakukan oleh Pemerintah RI pada pemerintah
RIS
3.Jakarta dilakukan oleh Wakil Tinggi Mahkota Belanda
kepada RIS
Pembentukan Negara RIS ( 16 negara bagian )
berdasarkan isi KMB ternyata tidak disetujui oleh masyarakat
Indonesia dan dengan tegas mereka menuntut
dibubarkannya RIS dan kembali pada Negara Kesatuan RI
mengingat Bahasa, bendera maupun hari Nasional sama
dengan RI. Berdasarkan hasrat dan desakan Rakyat
Indonesia maka pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS
dibubarkan dan dibentuk NKRI dan saat itu juga Konstitusi
RIS diganti dengan UUD Sementara RI dan bangsa Indonesia
segera memasuki era baru yaitu Demokrasi Liberal.

Pemerintah Darurat Republik


Indonesia (PDRI)
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
(PDRI) adalah penyelenggara
pemerintahan Republik Indonesia periode
22 Desember 1948 - 13 Juli 1949,
dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara
yang disebut juga dengan Kabinet
Darurat. Sesaat sebelum pemimpin
Indonesia saat itu, Sukarno dan Hatta
ditangkap Belanda pada tanggal 19
Desember 1948, mereka sempat
mengadakan rapat dan memberikan
mandat kepada Syafruddin
Prawiranegara untuk membentuk
pemerintahan sementara.

Pada 22 Desember 1948, Kabinet Darurat PDRI


berhasil dibentuk.Di Koto Tinggi, stasiun radio dan
telegram milik PDRI berhasil mengontak stasiun radio
di Pulau Jawa. Kawat balasan pertama dari Jawa
dikirim oleh Kepala Staf Umum Angkatan Perang
Republik Indonesia, Kolonel Simatupang, pada 19
Januari 1949. Telegram berikutnya berasal dari Wakil
Panglima, Kolonel Abdul Haris Nasution. Mereka semua
mengaku keberadaan PDRI dan siap bekerja
sama.Setelah berkoordinasi dengan para pemimpin di
Jawa, maka pada tanggal 31 Maret 1949, Sjafruddin
menyempurnakan susunan kabinetnya. Sementara di
Jawa, pada 16 Mei 1949, dibentuk Komisariat PDRI
yang dikoordinir oleh Mr. Susanto Tirtoprojo.

Konferensi Inter
Indonesia
(KII)
Konferensi Inter Indonesia merupakan
konferensi yang berlangsung antara negara
Republik Indonesia dengan negara-negara
boneka atau negara bagian bentukkan
Belanda yang tergabung dalam BFO. Pada
awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan
oleh Belanda akan mempermudah Belanda
untuk kembali berkuasa di Indonesia.
Namun sikap negara-negara yang tergabung dalam BFO
berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang
kedua terhadap Indonesia. Karena simpati dari negara-negara
BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat
dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam
terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang
melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia
pada bulan Juli 1949.

Konferensi yang berlangsung hingga 22 Juli itu banyak didominasi


perbincangan mengenai konsep dan teknis pembentukan RIS,
terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan
kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:
1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik
Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme
(serikat).
2. RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menterimenteri yang bertanggung jawab kepada Presiden.
3. RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik
Indonesia maupun dari kerajaan Belanda.
4. Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan
Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
5. Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal
bangsa Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk
oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta
kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.

Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya


konsensus yang dibangun melalui Konferensi Intern-Indonesia
yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI, terutama
delegasi Indonesia yan dtunjuk untuk berunding dengan
Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
Keberadaan BFO dan sikap tegas Gede Agung untuk menolak
intervensi Belanda membuat pemerintah Indonesia memiliki
legitimasi yang makin kuat untuk berunding dengan Belanda
di KMB.

C. Ancaman Disintegrasi dalam


Negeri
A. PKI Madiun 1948
Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam
Perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia.
Untuk merebut kembali kedudukannya,pada tanggal 28 Juni
1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat
(FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk
organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan
memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya
ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa
Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 11 Agustus
1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera
bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi,
maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan
Baru. PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di
Surakarta.

Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest).


Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September
1948, Musso memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di
Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis.
Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempattempat penting di Madiun. Untuk menumpas pemberontakan PKI,
pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi
Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal
Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan
Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya
menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat di
berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun
berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokohtokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan
Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas
ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada
tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.

B. Kondisi Politik Menjelang G


30 S/PKI
Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi
keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari
pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin
memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi
salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin
bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963,
PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut aksi sepihak. Para petani
dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk,
melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta,
maka PKI membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam
Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut:
a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi
anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau
menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk
kepentingannya.

Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan


Angkatan Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai
pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan
siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini
siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI:
a. Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan
tuduhan terlibat dalam persekongkolan (konspirasi)
menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan
Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk Dewan
Jenderal yang tujuannya menggulingkan Presiden
Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung
adanya Dewan Jenderal.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk
Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani
yang dipersenjatai.

Berikut ini para korban keganasan PKI:


a. Di Jakarta
1) Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.
2) Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
3) Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
4) Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
5) Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
6) Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral TNI AD.
7) Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/ Kepala Staf
Angkatan Bersenjata.
8) Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil P.M. II
Dr. J. Leimena.
b. Di Yogyakarta
1) Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2) Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.
Ahmad Yani MT Haryono S Parman Sutoyo S Jenderal Nasution berhasil
meloloskan diri. Akan tetapi putrinya Ade Irma Suryani tertembak yang
akhirnya meninggal tanggal 6 Oktober 1965, dan salah satu ajudannya
ditangkap. Ajudan Nasution (Lettu Pierre A. Tendean), mayat tiga
jenderal, dan tiga jenderal lainnya yang masih hidup dibawa menuju
Halim.

Di Halim, para jenderal yang masih hidup dibunuh


secara kejam. Sejumlah anggota Gerwani dan Pemuda
Rakyat terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut.
Ketujuh mayat kemudian dimasukkan dalam sebuah
sumur yang sudah tidak dipakai lagi di Lubang Buaya.
Untuk mengenang peristiwa yang mengerikan tersebut,
di Lubang Buaya dibangun Monumen Pancasila Sakti.
Peristiwa pembunuhan juga terjadi di daerah Yogyakarta.
Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel Katamso dan
Kepala Stafnya Letkol Sugiyono diculik dan dibunuh oleh
kaum pemberontak di Desa Kentungan. Pagi hari sekitar
jam 07.00 WIB Letkol Untung berpidato di RRI Jakarta.
Dalam pidatonya, Letkol Untung mengatakan bahwa
Gerakan 30 September adalah suatu kelompok militer
yang telah bertindak untuk melindungi Presiden
Soekarno dari kudeta.

Dari uraian singkat di atas, kita bisa melihat bahwa


ternyata memang tidak mudah untuk bisa menentukan
dengan pasti siapa dibalik G30S. Setiap kesimpulan yang
dibuat akan dibantah oleh yang lain sehingga tidak akan
ada kesimpulan yang diterima oleh semua pihak. Setiap
orang mempunyai kesimpulan sesuai pengalaman dan
keyakinan masing-masing yang sifatnya individual.
Dampak sosial politik dari G 30 S/PKI:
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru
yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai
kekuatan politik di
Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno
memudar.

C. Pembrotakan DI/TII ( Darul


Islam/ Tentara Islam Indonesia)
1. DI/TII Jawa Barat
Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam
(DI) dengan tujuan menentang penjajah Belanda di
Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat,
Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara
Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949
dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia
(TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang
disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar
Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil
ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber,
Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi
hukuman mati 16 Agustus 1962.

2. DI/TII Jawa Tengah


Gerakan DI/TII juga menyebar ke Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi
Selatan. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir
Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan
Pekalongan. Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah
kemudian diangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah
dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. Untuk
menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando
Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini.
Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam
(AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo
Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini berhasil dihancurkan pada
tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan
Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah
menjadi kuat karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan
Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi-Merbabu juga telah
terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh
Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat
dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan
Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.

3. DI/TII Aceh
Adanya berbagai masalah antara lain masalah
otonomi daerah, pertentangan antargolongan,
serta rehabilitasi dan modernisasi daerah yang
tidak lancar menjadi penyebab meletusnya
pemberontakan DI/TII di Aceh. Gerakan DI/TII
di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh
yang pada tanggal 20 September 1953
memproklamasikan daerah Aceh sebagai
bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah
pimpinan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII
di Aceh diselesaikan dengan kombonasi
operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata
dari musyawarah tersebut ialah pulihnya
kembali keamanan di daerah Aceh.

4. DI/TII Sulawesi Selatan


Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya
Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke
masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar menuntut agar Kesatuan
Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya
dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade
Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena
banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk
dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan
menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan
Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil
Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta
para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa
persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar
Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam
Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII
Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3
Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan
TNI.

Pemberontakan Andi Aziz di


Sulawesi (5 April 1950)
Pada tanggal 5 April 1950 Kapten Andi Aziz (mantan KNIL/ Koninklijk
Nederlandas Indisch Leger) melakukan terror di Makasar. Mereka
menguasai tempat-tempat vital dan menyerang markas Tentara Nasional
Indonesia di Makasar serta menawan Pejabat Panglima Teritorial
Indonesia Timur Letkol Ahmad Yunus Mokoginto. Pemberontakan Andi Aziz
dilatarbelakangi:
1. Penolakan terhadap kedatangan Tentara Nasional Indonesia (Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat/ APRIS) ke Sulawesi. Menurutnya
keamanan Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawab dirinya
2. Menolak atas pembubaran Negara Indonesia Timur. Untuk
menanggulangi gerakan Andi Aziz, pemerintah pusat mengeluarkan
ultimatum bahwa:
a. Dalam waktu 4X24 jam terhitung sejak 8 April 1950, An Aziz harus
menghadap ke Jakarta untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya
b. Para tawanan harus dibebaskan; ketiga, semua senjata yang
dirampas harus dikembalikan.

Namun Andi Aziz kurang mengindahkan ultimatum


tersebut, sehingga pada tanggal 15 April 1950, ia
ditangkap. Seangkan sisa-sisa pasukan yang masih kuat
di Makasar diselesaikan melalui operasi militer yang
dipimpin Kolonel Alex Kawilarang. Merasa kedudukan
terdesak, sisa-sisa pasukan Andi Aziz Koninklijk Leger
(KL), yaitu pasukan Belanda yang personilnya berasal
dari orang-orang Belanda dan Koninjlijk Nederland Indesh
Leger (KNIL) yaitu pasukan Belanda yang personilnya
berasal dari orang Indonesia yang dipimpin oleh Mayjen
Sceffeleaar, pada tanggal 8 Agustus 1950, meminta
perundingan tersebut disetujui untuk menghentikan
tembak-menembak dan dalam waktu dua hari pasukan
Koninjlijk Leger (KL) dan Koninjlijk Nederland Indesh
Leger (KNIL) harus sudah meninggalkan Makasar.

D. APRA ( Angkatan Perang Ratu Adil )


Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul Angkatan
Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Tujuan
APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di
Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap
negara bagian Republik Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum
menuntut supaya APRA diakui sebagai Tentara Pasundan dan menolak
dibubarkannya Pasundan / negara Federal tersebut. Ultimatum ini tidak
ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950 di
Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil ditumpas. Ternyata
dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II.
Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri
Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang kabinet dan
membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX,
Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat
Kepada Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang. Rencana tersebut
berhasil diketahui dan diambil tindakan preventif, sehingga sidang
kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April
1950. Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.

E. RMS (Republik Maluku


Selatan)
Pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan berdirinya
Republik Maluku Selatan (RMS) yang dilakukan oleh Dr. Ch. R. S.
Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur. Soumokil
sebenarnya terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Namun, setelah
gagalnya gerakan itu ia melarikan diri ke Maluku Tengah dengan
Ambon sebagai pusat kegiatannya. Untuk itu pemerintah mengutus
Dr. Leimena untuk mengajak berunding. Misi Leimena tidak berhasil
karena RMS menolak untuk berunding. Pemerintah bertindak tegas,
pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang
dikirimkan ke Ambon. Dalam pertempuran memperebutkan benteng
New Victoria, Letkol Slamet Riyadi tertembak dan gugur. Pada tanggal
28 September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon dan
bagian utara pulau itu berhasil dikuasai. Tanggal 2 Desember 1963 Dr.
Soumokil berhasil ditangkap selanjutnya tanggal 21 April 1964 diadili
oleh Mahkamah Militer Laut Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati.

F. PRRI (Pemerintah Revolusioner


Republik Indonesia)
Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan
pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang
dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut
diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut:
a.Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b.Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
c.Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d.Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda
mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya
kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah
menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara
tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang
memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD
A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya
menempatkan langsung di bawah KSAD.

Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein


memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr. Syafruddin
Prawiranegara. Agar semakin tidak membahayakan negara, pemerintah
melancarkan operasi militer untuk menumpas PRRI. Berikut ini operasi
militer tersebut. Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta
dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut,
udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin
Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota.
Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
2. Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh
Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17
April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
3. Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh
Brigjen Jatikusumo.
4. Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr.
Ibnu Sutowo.

a.
b.
c.
d.

5.Penumpas pemberontakan Permesta


dilancarkan operasi gabungan dengan
nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol
Rukminto Hendraningrat, yang terdiri
dari :
Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara
bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara
bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono.
Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan
Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.
Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara,
dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.

Anda mungkin juga menyukai