Anda di halaman 1dari 12

Michael Novendra

Savio
201211097
Kelas B
1. Discolouration

Gigi pada anak-anak biasanya lebih putih daripada gigi pada orang
dewasa. Semakin manusia bertambah tua maka gigi akan berubah warna
menjadi lebih gelap karena struktur mineral gigi akan berubah. Ada 2 macam
penyebab dari perubahan warna gigi : faktor dari luar dan faktor dari dalam.
Faktor dari luar adalah faktor-faktor yang muncul dari luar gigi
sehingga menyebabkan perubahan warna gigi seperti bakteri pigmentasi,
minuman yang berwarna gelap (seperti teh, kopi dan anggur), makanan dan
rokok. Chlorhexidine adalah obat kumur antibakteri yang biasa digunakan
untuk menghilangkan bau mulut atau radang gusi dapat juga menyebabkan
perubahan warna gigi. Kadangkala perubahan warna ini dapat dibersihkan
dengan menyikat gigi saja, tetapi kadangkala harus dihilangkan dengan
pemutihan gigi yang dilakukan oleh dokter gigi.
Faktor dari dalam adalah faktor-faktor yang terjadi pada saat gigi
terbentuk, misalnya perubahan warna gigi karena usia ( gigi akan menjadi
lebih gelap warnanya ketika kita berumur lebih dari 50 tahun), konsumsi
tetrasiklin dan mengkonsumsi flourida dalam jumlah banyak ketika
pembentukan gigi dan enamel hypoplasia. Apabila gigi anda berubah warna
karen aktor dari dalam, anda dapat memutihkan gigi yang dilakukan dokter
gigi ataupun melakukan restorasi permanen pada gigi seperti venner atau
mahkota gigi.

2. Mottled enamel

Mottled enamel (enamel fluorosis, dental fluorosis) adalah salah


satu bentuk dari hipoplasia enamel yaitu berupa berkurangnya jumlah
matriks pembentuk enamel akibat adanya gangguan pada ameloblas
selama tahap formatif perkembangan gigi, yang terjadi baik pada gigi
desidui maupun gigi permanen. Penyebab terjadinya mottled enamel
adalah fluorosis yaitu masuknya fluor dengan konsentrasi yang tinggi
kedalam tubuh baik secara sistemik dan, atau lokal hingga mencapai >
Ippm F. Gambaran klinis mottled enamel berupa kerusakan pada
permukaan enamel yang dimulai dari adanya garis-garis putih kecil pada
permukaan enamel sampai keadaan yang lebih parah yaitu enamel
menjadi putih seperti kapur dan opaque yang akhirnya gigi menjadi
mudah patah.

3. Hipokalsifikasi Enamel

Enamel hypocalcification ( kadang-kadang keliru disebut enamel


hipoplasia ) adalah suatu kondisi dimana enamel tidak tidak membentuk
dengan benar , atau rusak selama perkembangannya . Ketika enamel rusak ,
dapat mengelupas dan menciptakan kerusakan pada enamel penutup . Hal
ini akan mengakibatkan eksposur dentin yang mendasari. Cacat dapat
terisolasi untuk satu gigi atau bidang gigi ( focal ) , atau mungkin meluas di
seluruh mulut ( umum ) . Penyebab paling umum dari umum
hypocalcification enamel adalah demam tinggi pada sangat muda usia ,
selama pengembangan gigi atau gigi . seandainya satu gigi dipengaruhi ,
maka trauma berkembang yang gigi kemungkinan , seperti infeksi dari
anjing retak gigi atau cedera . Dalam beberapa kasus , gigi berkembang.

4. Bentuk gigi konus

Gigi konus merupakan kelainan ukuran gigi yang menunjukkan ukuran gigi yang lebih
kecil dari normal, dapat juga disertai kelainan bentuk yaitu dengan bentuk kerucut atau konus
yang disebut juga conical teeth. Pada anak normal insidensnya adalah 0,2% pada gigi sulung dan
gigi tetap. Umumnya keadaan ini terjadi pada gigi tetap, pada gigi sulung sangat jarang terjadi.
Terdapat dua tipe mikrodontia yaitu tipe true microdontia dan pseudo microdontia. True
microdontia adalah ukuran gigi yang lebih kecil dari normal pada rahang yang berukuran
normal, sedangkan pseudo microdontia adalah seluruh gigi yang terlihat kecil pada rahang yang

berukuran besar.

5. Sentral diastema

Diastema adalah suatu ruang yang terdapat diantara dua buah gigi
yang berdekatan yang terjadi karena ketidaksesuaian antara lengkung gigi
dengan lengkung rahang. Diastema bisa terletak di anterior (gigi depan)
ataupun di posterior (gigi belakang), bahkan bisa mengenai seluruh gigi.
Yang banyak ditemukan adalah diastema sentral rahang atas, yaitu ruang
yang terdapat diantara gigi insisivus sentral rahang atas (gigi seri pada
rahang atas).

6. Malposisi gigi

Suatu keadaan dimana Gigi yang tidak terletak secara benar dan tidak
pada yang posisi tepat, dalam kedokteran gigi disebut malposisi (terletak
salah), contoh kasusnya adalah gigi yang crowding (berjejal) yang biasanya
disebabkan oleh lebar lengkung rahang yang lebih sempit dari jumlah lebar
gigi secara keseluruhan atau memang benih giginya yang terletak salah.

7. Bridge

Sebuah jembatan adalah restorasi gigi tetap ( prostesis gigi tetap )


digunakan untuk mengganti gigi yang hilang ( atau beberapa gigi ) dengan
bergabung gigi tiruan secara permanen ke gigi yang berdekatan atau implan
gigi .
Jenis jembatan dapat bervariasi , tergantung pada bagaimana mereka
dibuat dan cara mereka jangkar pada gigi yang berdekatan . Konvensional ,
jembatan yang dibuat menggunakan metode tidak langsung restorasi .
Namun, jembatan dapat dibuat langsung di mulut menggunakan bahan
seperti resin komposit . Sebuah jembatan ini dibuat dengan mengurangi gigi
di kedua sisi gigi atau gigi yang hilang dengan pola persiapan ditentukan
oleh lokasi gigi dan dengan bahan dari mana jembatan ini dibuat . Dengan
kata lain, gigi abutment dikurangi dalam ukuran untuk mengakomodasi
material yang akan digunakan untuk mengembalikan ukuran dan bentuk gigi
asli dalam keselarasan yang benar dan kontak dengan gigi lawan . Dimensi
jembatan ditentukan oleh Hukum Ante ini : Luas permukaan akar gigi
abutment harus sama atau melampaui bahwa gigi digantikan dengan pontics
Bahan yang digunakan untuk jembatan termasuk emas , porselin fusi
metal , atau dalam benar porselen situasi saja . Jumlah dan jenis

pengurangan dilakukan untuk gigi abutment sedikit bervariasi dengan bahan


yang berbeda yang digunakan . Penerima jembatan tersebut harus berhatihati untuk membersihkan baik di bawah prosthesis ini . Ketika memulihkan
ruang edentulous dengan gigitiruan sebagian cekat yang akan mahkota gigi
yang berdekatan dengan ruang dan menjembatani kesenjangan dengan
pontik , atau " gigi tiruan " , restorasi disebut sebagai jembatan .

Tugas IBM

Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan fraktur mandibula, antara


lain :
Adanya proses osteolitik pada mandibula seperti adanya
osteomyelitis, tumor yang mendestruktif tulang, dan lain-lain

kista,

Gigi impaksi pada mandibula edentolous yang mengalami atropi


Tulang madibula yang rapuh seperti pada penyakit osteogenik imperfekta,
osteopetrosis, dan lain-lain.

Bila terjadi komplikasi fraktur mandibula, segera lakukan reposisi dan fiksasi
sementara atau dilakukan Fiksasi Intra Maksilaris. Kemudian pasien segera
dirujuk ke spesialis atau rumah sakit untuk dilakukan perawatan definitif.
Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur
maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu
tulang frontal, temporal, orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula.
Fraktur maksilofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang
datangnya dari luar seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja ,
kecelakaan akibat olah raga dan juga sebagai akibat dari tindakan
kekerasan. Tujuan utama perawatan fraktur maksilofasial adalah rehabilitasi
penderita secara maksimal yaitu penyembuhan tulang yang cepat,
pengembalian fungsi okuler, fungsi pengunyah, fungsi hidung, perbaikan
fungsi bicara, mencapai susunan wajah dan gigi-geligi yang memenuhi
estetis serta memperbaiki oklusi dan mengurangi rasa sakit akibat adanya
mobilitas segmen tulang.
Wajah dapat dibagi menjadi tiga daerah (sub-unit), setiap daerah memiliki
kegunaan yang berbeda-beda. Sub-unit paling atas terdiri dari tulang frontal
yang secara prinsip berfungsi berfungsi sebagai pelindung otak bagian lobus
anterior tetapi juga sebagai pembentuk atap mata. Sub-unit bagian tengah
wajah memiliki struktur yang sangat berbeda, dengan ciri struktur dengan
integritas yang rendah dan disatukan oleh kerangka tulang yang terdiri dari
pilar-pilar atau penopang. Pilar-pilar ini disebut juga buttresses yang terdiri
dari pilar frontonasal maksila pada anteromedial, zigomatiko-maksila sebagai
pilar lateral dan procesus pterigoid sebagai pilar posterior. Sub-unit bagian
bawah adalah mandibula. Bagian ini memilki struktur integritas yang paling
baiksebagai konsekuensi dari fungsinya dan berhubungan dengan perlekaan
otot-otot. Masalah yang paling spesifik pada fraktur mandibula dihubungkan
dengan fraktur midfasial adalah peranan mandibula untuk mengembalikan
lebar wajah secara tepat.
Manson yang dikutip oleh Mahon dkk (4) menggambarkan fraktur panfasial
dengan membagi daerah wajah menjadi dua bagian yang dibatasi oleh garis
fraktur Le Fort I. Setengah wajah bagian bawah dibagi menjadi dua bagian
yaitu daerah oklusal yang terdiri dari prosesus alveolaris maksila dan
mandibula serta tulang palatum dan bagian bawah terdiri dari vertikal ramus
dan horisontal basal mandibula. Setengah wajah bagian atas terdiri dari
tulang frontal dan daerah midfasial.

Sutura palatina memiliki struktur yang sama dengan sutura daerah kranial.
Pearsson dan Thilendar menemukan bahwa sinostosis pada sutura palatina
akan terjadi pada usia antara 15 dan 19 tahun, yang akan menyatukan
segmen lateral palatal, sehingga jika terjadi trauma akan menimbulkan
fraktur para sagital yang merupakan daerah tulang yang tipis. Seperti yang
dikemukakan oleh Manson bahwa fraktur sagital lebih sering terjadi pada
individu yang lebih mugah sedangkan fraktur para sagital lebih sering terjadi
pada orang dewasa.
Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami
gangguan penyembuhan frakturbaik itu malunion ataupun ununion. Ada
beberapa faktor risiko yang secara specifik berhubungan dengan fraktur
mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinyamalunion ataupun
non-union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi
yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda
asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur.
Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah
dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat
diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk
merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.

3 Cap Splints

5 Tranosseus Wiring

8. Bone plating

9. Transfixation

Perawatan pasca bedah


Perawatan pasca bedah pada fraktur rahang bawah dapat dibagi dalam 3
fase yaitu :
1. Immediate post operative phase, bila pasien telah sadar dari nekrose.
2. Inter mediate phase, selama fixatie mandibula-maxillary dalam
posisinya.
3. Late post operative phase termasuk pengambilan mandibular-maxillary
fixation, rehabilisasi gigitan, immobilisasi sendi rahang dan perawatan
selanjutnya.

Metode Wiring

Wiring eyelet

Anda mungkin juga menyukai