Cathelin Stella
10-2010-219
E-3
Mahasiswi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
e-mail : cathelinstella@yahoo.com
_________________________________________________________________________
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anemia merupakan penyakit yang angka kejadiannya masih cukup tinggi di Indonesia
, terutama pada jenis kelamin perempuan. Masyarakat awan tentu saja pada mengetahui apa
itu anemia atau penyakit kurang darah yang secara umum ditandai oleh gejala ringan, seperti
pusing, lemas, mata dan bibir tampak pucat (anemis). Masyarakat awam tentu tidak tahu
bahwa anemia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab yang tidak hanya karena
kekurangan zat besi, karena yang diketahui oleh kebanyakan masyarakat anemia disebabkan
oleh kekurangan zat besi, sehingga biasanya pil besi menjadi solusi cepat. Tapi anemia tentu
saja tidak terjadi hanya karena kekurangan zat besi, namun banyak hal yang dapat
menyebabkan anemia dan tidak semuanya dapat diobati dengan preparat pil besi, ada
beberapa anemia yang jika di berikan preparat besi malah akan semakin berbahaya.
1
Secara umum anemia di definisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai dengan
penurunan kadar hemoglobim atau nilai hematokrit atau jumlah eritrosit dalam sirkulasi
darah. Keadaan ini kemudian mengakibatkan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen
dan menyuplai darah ke seluruh tubuh menjadi berkurang sehingga akan timbul gejala akibat
terjadinya hipoksia yang bisa sangat ringan hingga sangat berat.1
Anemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan seperti defisiensi besi, gangguan
sintesis globin (Hb varian dan Thalasemia), anemia pernisiosa, anemia defisiensi folat,
anemia hemolitik, anemia aplastik, anemia pada keganasan.
Sindrom talasemia ditemukan paling banyak pada ras Asia dan Mediteranian.
Talasemia dibagi menjadi talasemia alfa dan beta, tergantung pada kegagalan sintesis
rantai globin. Talasemia beta lebih sering terjadi. Keadaan homozigot menimbulkan
anemia hemolitik yang berat dengan sel hipokromik mikrositer. Hiperplasia sumsum
tulang kompensatoris menyebabkan pertumbuhan tulang kepala dan wajah yang
berlebihan. Meskipun kehidupan dapat dipertahankan dengan pemberian transfusi
berulang, tindakan ini tidak tersedia pada sebagian besar anak di dunia yang menderita
talasemia. Transfusi terus-menerus mempunyai risiko penimbunan zat besi kronis dan
kerusakan jaringan, menyebabkan kardiomiopati, diabetes dan pigmentasi kulit. lnfus
desferioksamin noktumal subkutan secara terus-menerus eukup efektif dalam
mengurangi balans zat besi yang positif. Transplantasi sum sum tulang sedang diteliti
sebagai terapi definitif. Apabila ada saudara kandung dengan HLA yang kompatibel,
transplantasi merupakan terapi pilihan meskipun terdapat risiko.
Dalam trimester pertama, diagnosis prenatal untuk hemoglobinopati saat ini telah
dapat dilakukan melalui cara biopsi trofoblas dan analisis restriksiendonuklease DNA
janin.
Talasemia beta heterozigot menimbulkan anemia ringan yang mungkin sulit
dibedakan dengan defisierisi zat besi pada sediaan apus darah tepi. Elektroforesis
hemoglobin mengidentifikasi hemoglobin abnormal dan mengukur kadar hemoglobin
normal. Talasemia beta tidak mampu membuat rantai b, oleh karena itu tidak ada atau
terdapat sedikit HbA (22) tetapi terdapat sedikit peningkatan HbA2 (22). 1
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain :
2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
ISI
Anamnesis
Perlu ditanyakan kebiasaan diet, data infeksi terakhir atau penyakit kronis, latar
belakang etnik, dan pemajanan terhadap obat atau toksin. Diet selama masa bayi terutama
dengan defisisensi besi. Bayi yang telah diberi susu sapi atau formula yang tidak difortifikasi
dengan besi sebelum usia 9 bulan berisiko terhadap anemia defisiensi besi. Usia timbulnya
gejala penting; kelainan membrane eritrosit dan enzim sering timbul saat lahir, sedangkan
hemoglobinopati, seperti penyakit sel sabit atau talasemia biasanya tidak tampak secara
klinis sebelum berusia 3bulan. 1
Pentingnya riwayat keluarga yang baik patut mendapat penekanan karena anemia
sering mempunyai dasar herediter. Riwayat keluarga yang menunjukan pewarisan dominan
memberi kesan defek membran eritrosit atau defek hemoglobin, sedangkan pewarisan resesif
atau terkait seks khas untuk kebanyakan enzimopati. Diagnosis anemia yang diwariskan,
seperti sferositosis sering ditunjukan oleh riwayat keluarga anemia, ikterus, splenomegali,
splenektomi, atau batu empedu yang timbul dini.
Anamnesis yang umumnya di tanyakan adalah :
1.
Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, atau
tanpa gejala?
2.
3.
4.
Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten
dengan malabsorpsi? Adakah tanda-tanda kehilangan darah dari saluran cerna (tinja
gelap, darah per rektal, muntah butiran kopi)?
5.
Jika pasien seorang wanita, adakah kehilangan darah berlebihan? Tanyakan frekuensi
dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.
3
6.
2.
Adakah riwayat penyakit kronis (misalnya arthritis rheumatoid atau gejala yang
menunjukan keganasan)?
3.
Adakah tanda-tanda kegagalan sumsum tulang (memar, pendarahan, dan infeksi yang
tak lazim atau rekuren)?
4.
Adakah tanda-tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer (pada defisiensi vitamin
B12 subacute combined degeneration of the cord (SACDOC))?
5.
Adakah alas an untuk mencurigai adanya hemolisis (misalnya ikterus, katub butan yang
diketahui bocor)?
6.
7.
Adakah disfagia (akibat lesi esophagus yang menyebabkan anemia atau selaput pada
esophagus akibat anemia defisiensi Fe)?
Riwayat keluarga
Adakah riwayat anemia dalam keluarga? Khususnya pertimbangan penyakit sel sabit,
talasemia, dan anemia hemolitik yang diturunkan.
Bepergian
Tanyakan riwayat bepergian dan pertimbangkan kemungkinan infeksi parasit (misalnya
cacing tambang dan malaria).
Obat-obatan
Obat-obatan tertentu behubungan dengan kehilangan darah (misalnya OAINS
menyebabkan erosi lambung atau supresi sumsum tulang akibat obat sitotoksik).2
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Keadaan kulit
Warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman). Pucat sering terlihat pada penderita
anemia. Penilaian paling baik adalah pada telapak tangan atau kaki, kuku, mukosa
mulut, dan konjungtiva.
Elastisitasnya (menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab
(asites).
Adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut
(tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh
darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).
Abdomen
Besar dan bentuk abdomen: rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
Simetrisitas: adanya benjolan local (hernia, hepatomegali, splenomegali, kista ovarii,
hidronefrosis).
Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau
tumor apa.
Peristaltik: gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada
dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
Pulsasi: pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan gambaran
pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
Perhatikan juga gerakan pasien:
o pasien sering merubah posisi adanya obstruksi usus.
o pasien sering menghindari gerakan iritasi peritoneum generalisata.
o pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/ relaksasi
peritonitis.
o pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat nyeri
pankreatitis parah.
Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan
untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan
penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen. Palpasi dimulai
dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang dikeluhkan nyeri,
sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/
besarnya,
bentuknya,
lokasinya,
konsistensinya,
tepinya,
permukaannya,
fiksasi/
mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan
skematisnya.3
Pada perabaan hepar, secara normal teraba 1-2 cm di bawah arkus kosta kanan pada bayi
dan anak kecil. Besarnya hepar diukur di bawah batas kosta di garis midclavicula dan dari
prosessus xiphoideus ke umbilikus. Hepatomegali terdapat pada penyakit infeksi (hepatitis,
sepsis), anemia (thalasemia dan anemia sickle cell), gagal jantung kongestif, sumbatan
saluran empedu, keganasan.3
Pada perabaan limpa dapat dibedakan dari lobus kiri hepar karena bentuk limpa yg
seperti lidah yang menggantung ke bawah, ikut bergerak dalam pernapasan, mempunyai
incisura lienalis serta dapat didorong ke medial, lateral, dan atas. Besarnya limpa diukur
dengan cara Schuffner: jarak maksimum dari pusat ke garis singgung pada arcus costae kiri
dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat
paha, garis dari pusat ke lipat paha ini pun dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Pembesaran
limpa (splenomegali) dinyatakan dengan memproyeksikannya dalam bagian-bagian ini.
Limpa yang membesar samapai pusat dinyatakan Schuffner IV, sampai lipat paha Schuffner
VIII. Splenomegali terdapat pada berbagai penyakit infeksi, penyakit darah (thalasemia atau
anemia sickle cell), serosis hepatis, hipertensi porta, gagal jantung kongestif.
Perkusi
Perkusi menggambarkan batas-batas statik antara jaringan-jaringan dengan kepadatan
yang berbeda. Pada pemeriksaan abdomen perkusi berguna untuk menilai keadaan abdomen
secara keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa
padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan
usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal
adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang
padat).
Auskultasi
Dengan mendengar apakah terdapat kelainan suara baik pada pemeriksaan abdomen
(seperti peningkatan bising usus)
Tanda Vital
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Pemeriksaan denyut nadi dilakukan dengan palpasi pada arteri radialis, arteri carotis,
atau arteri radialis. Ujung-ujung jari ditekan makin lama makin kuat di atas arteri sampai
denyut maksimum teraba. Hitunglah denyut nadi dalam satu menit penuh. Selain itu,
ketika memeriksa denyut nadi, kita juga harus memperhatikan kecepatannya, iramanya,
volumenya, dan konturnya. denyut nadi normal untuk anak usia 2-10 tahun adalah 55-90
x /menit (waktu istirahat) dan bisa sampai 200 x/menit pada saat aktif/ demam.
Frekuensi napas
Kecepatan pernafasan adalah jumlah inspirasi per menit. Selain kecepatan pernafasan
kita juga perlu memperhatikan volume, uasaha bernafas, dan pola pernafasan.3
Rata-rata frekuensi normal pernafasan pada anak 10 tahun atau lebih adalah 15-30
x/menit dan pada waktu tidur 15 x/ menit.3
Suhu tubuh
Pemeriksaan Penunjang
a) Uji rutin darah
1. Hitung darah lengkap (full blood count, FBC)
Sampel darah dalam antikoagulan sequestrene (etilendiamintetra-asetat, EDTA)
diuji dengan penganalisis automatis. Penganalisis menghasilkan berikut ini:
Konsentrasi hemoglobin, hematokrit, jumlah sel darah merah, indeks sel darah merah;
Jumlah dan diferensial sel darah putih (tiga bagian: neutrofil, limfosit, monosit; atau
lima bagian jika mencakup eosinofil dan basofil);
Jumlah dan ukuran trombosit;
Penganalisis semakin bisa menghasilkan jumlah retikulosit terautomatisasi dan
menghitung trombosit imatur ('retikulosit trombosit').
Indeks sel darah merah {mean corpuscular volume = MCV; mean corpuscular
haemoglobin = MCH; mean corpuscular haemoglobin concentration = MCHC; red
cell distribution width = RDW) dan jumlah sel darah merah (SDM x 1012/L -1) akan
memberikan indikalor jenis anemia (misalnya defisiensi besi atau makrositik).4
2. Apusan darah
Apusan darah digunakan untuk menilai ukuran/bentuk sel darah merah; gambaran
dan diferensial sel darah putih; sel abnormal; ukuran dan morfologi trombosit, dan
lainnya.4
3. Laju endap darah (LED), viskositas plasma/whole blood, dan protein C-reaktif
LED sebagian besar ditentukan oleh konsentrasi protein plasma, terutama
fibrinogen dan globulin. Kisaran normal LED meningkat seiring pertambahan usia.
Peningkatan LED merupakan indikator yang tidak spesifik terhadap respons fase akut
7
dan berguna dalam memonitor aktivitas penyakit. Peningkatan LED terjadi pada
gangguan inflamasi, infeksi, keganasan, mieloma, anemia, dan kehamilan.5
Viskositas plasma memberikan informasi yang dapat dibandingkan dan semakin
disukai karena dapat diautomatisasi secara mudah. Viskositas whole blood juga
dipengaruhi oleh jumlah sel, sehingga meningkat bila jumlah sel darah merah
(eritrokrit), jumlah sel darah putih (leukokrit), atau jumlah trombosit sangat meningkat.
Protein C-reaktif (C-reactive protein, CRP) meningkat pada respons fase akut dan
berguna dalam memonitor hal ini.4
4. Uji laboratorium khusus
Pemeriksaan penunjang pada anemia hemolitik, gangguan hemoglobin, defisiensi
hematinik, penyakit keganasan, dan lain-lain.4
b) Kadar Hematinik
Yaitu vitamin B12, folat, feritin, besi dalam serum (SI), dan kapasitas total
pengikatan besi (TIBC), serta saturasi transferin (serum persen), diperiksa menggunakan
alat penganalisis dengan menggunakan immunoassay. Hasilnya dapat mengindikasikan
penyebab yang mendasari anemia.4,5
c) Uji Gangguan Hemoglobin
Merupakan keadaan herediter yang paling sering terjadi pada manusia.
Elektroforesis hemoglobin adalah suatu teknik sederhana di mana sel darah merah
dilisis untuk melepaskan hemoglobin, dan lisat ditempatkan pada gel yang diberi aliran
listrik. Kromatografi cair kinerja tinggi (high performance liquid chromatography,
[HPLC]) adalah teknik automatis yang semakin banyak digunakan untuk menggantikan
elektroforesis hemoglobin. Teknik ini memungkinkan deteksi hemoglobin abnormal; dan
deteksi proporsi relatif dari berbagai hemoglobin normal (HbA, HbA2, HbF).4
d) Bilirubin Tak Langsung (Serum, Uji Van den Bergh)
Untuk memantau kadar bilirubin yang dikaitkan dengan ikterik dan untuk
memastikan gangguan pada hati. Penurunan Kadar: Anemia defisiensi zat besi. Pengaruh
Obat: Barbii salisilat (aspirin) penisilin, kafein dalam dosis tinggi. Peningkatan Kadar:
Ikterik obstruktif disebabkan oleh batu atau neoplas hepatitis, sirosis hati, mononukleosis
infeksius, metastasis (kanker) penyakit Wilson.5
Tabel 1. Berbagai Nilai Normal Hasil Uji Laboratorium pada Anak5
No
1
2
3
4
5
6
Jenis Pemeriksaan
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Retikulosit
Hb
Ht
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
LED
MCV
MCH
MCHC
RDW
Besi Serum
Ferritin
Saturasi Transferin
Bilirubin Indirect
Hb F
0 10 mm/jam
82 92 cu
27 -31 pg
32 37 %
32 36 Coulter S
100 -135 g/dl
8 -140 ng/ml
20 -35 %
0,1 1,0 mg/dl
1% -2% Hb Total
e) Pemeriksaan Radiologi
Pada penderita thalassemia yang kurang mendapat perawatan, foto Rontgem tulang
kepala menunjukkan gambaran hair on end kortex menipis, diploe melebar dengan
traberkula tegak lurus pada kortex akibat komplikasi. 6 Foto tulang pipih dan ujung tulang
panjang menunjukkan perluasan sumsum tulang trabekula tampak jelas.7
Working Diagnosis
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipopkromik herediter dengan
berbagai derajat keparahan.8 Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan
(inherited) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan
oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Mutasi gen
globin ini dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin, yakni:
a) Perubahan struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence) rantai globin tertentu,
disebut hemoglobinopati struktural, atau
b) Perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan produksi rantai globin
tertentu, disebut thalassemia.
Hemoglobinopati yang ditemukan sccara klinis, baik pada anak anak atau orang
dewasa, disebabkan oleh mutasi gen globin atau . Sedangkan, mutasi berat gen globin ,
dan dapat menyebabkan kematian pada awal gestasi.
Penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan satu atau lebih rantai globin atau ,
ataupun rantai globin lainnya, dapat menimbulkan defisiensi produksi (parsial) atau
menyeluruh (komplit) rantai globin tersebut. Akibatnya, terjadi thalassemia yang jenisnya
dengan rantai globin yang terganggu produksinya.9
Pada kasus yang diberikan, pasien diduga kuat menderita thalassemia- mayor, oleh
sebab itu akan sedikit disinggung mengenai pendekatan diagnosis thalassemia- berikut ini.
Dan juga pada bagian patofisiologi akan dibahas dua bentuk besar dari thalassemia yaitu
thalassemia- dan thalassemia-.
Pendekatan Diagnosis
Riwayat penderita dan keluarga sangat penting dalam mendiagnosis thalassemia, karena
pada populasi dengan ras dan etnik tertentu terdapat frekuensi yang tinggi jenis gen abnormal
thalassemia yang spesifik. Pemeriksaan fisik mengarahkan ke diagnosis thalassemia, bila
dijumpai gejala dan tanda pucat yang menunjukkan anemia, ikterus yang menunjukkan
hemolitik, splenomegali yang menunjukkan adanya penumpukan (pooling) sel abnormal, dan
deformitas skeletal, terutama pada thalassemia- yang menunjukkan ekpansi rongga
sumsum tulang, pada thalassemia mayor.
Penderita sindrom talassemia umumnya menunjukkan anemia mikrositik hipokrom.
Kadar hemoglobin dan hematokrit menurun, tetapi hitung jenis eritrosit biasanya secara
disproporsi relatif tinggi terhadap derajat anemia, yang menyebabkan MCV yang sangat
rendah. MCHC biasanya sedikit menurun. Pada thalassemia mayor yang tidak diobati,
relative distribution width (RDW) meningkat karena anisosotosis yang nyata. Namun, pada
thalassemia minor RDW biasanya normal; hal ini membedakannya dengan anemia defisiensi
besi. Elektroforesis dengan selulosa asetat pada pH basa penting untuk menapis diagnosis
hemoglobin H, Barts, Constrant Spring, Lepore, dan variasi lainnya.
Dibagi jenisnya berdasarkan gejala klinis :
a. Thalassemia mayor
a)
Gambaran kliniknya dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Yang mendapat tranfusi baik (well tranfused) sebagai akibat
pemberian
gejala mulai saat bayi pada umur3-6 bulan, pucat, anemis ,kurus,
11
Differential Diagnosis
Talasemia minor
Pada talasemia minor, terdapat sebuah gen globin yang normal dan sebuah gen
abnormal. Elektroforesis hemoglobin normal, tetapi hemoglobin A2 (hemoglobin
rudimenter yang tidak diketahui fungsinya) meningkat dari 2% menjadi 4-6%.
Pada talasemia minor, elektroforesis Hb dan kadar HbA 2 normal. Diagnosis
ditegakkan dengan menyingkirkan talasemia minor dan defisiensi besi.
Kedua keadaan minor ini mengalami anemia ringan (Hb 10,0-12,0 g/dL) dan MCV
yang rendah (MCV = 65-70 fL).
Pasangan dari orang-orang talasemia minor harus diperiksa, karena karier minor pada
13
belum memberikan gejala anemia. Namun, jika hal itu berlangsung terus, akan timbul
gejala anemia.1
Ditinjau dari segi umur penderita, etiologi anemia defisiensi besi dapat
digolongkan menjadi3:
a.
b.
c.
Malabsorbsi.
Kehilangan
darah
kronis
karena
infestasi
parasit
(amubiasis,
ankilostomiasis).
-
Menstruasi berlebihan.
penderita. Pada kasus menahun, dapat terjadi pelebaran diploe tulang tengkorak yang
mirip dengan yang telihat pada anemia hemolitik kongenital.1,2
Pada pemeriksaan laboratorium kadar hemoglobin dan indeks eritrosit akan
didaptkan anemia mikrositik hipokrom dengan penurunan kadae hemoglobin mulai
dari ringan sampai berat. MCV, MCHC, dan MCH menurun. Pada sediaan hapus
darah tepi menunjukan anemia hipokromatik mikrositer, anisositosis, poikilositosis,
anulosit, sel pensil, dan kadang-kadang sel target. Leukosit dan trombosit normal,
kadar retikulosit menurun. Kadar besi serum, saturasi transferin, dan feritrin menurun,
TIBC (Total Iron Binding Capasity) meningkat. Sumsum tulang menunjukan
14
sehingga
menyebabkan
berkurangannya
penyediaan
besi
yang
dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih
cukup.
Etiologi penyakit ini antara lain:
-
Keganasan1
Gejala klinis umumnya didominasi oleh gejala penyakit dasar. Sindrom
anemia pada penyakit ini tidak terlalu mencolok karena biasanya penurunan
hemoglobin tidak terlalu berat. Pada pemeriksaan laboratroium dapat ditemukan3,10 :
-
Besi serum, transferin, dan TIBC menurun, feritrin serum normal atau
meningkat.Pada pewarnaan sumsum tulang dengan biru prusia, besi
sumsum tulang normal atau meningkat dengan butir-butir hemosiderin
yang kasar.
Anemia Sideroblas
Anemia sideroblas adalah anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum
tulang. Anaemia ini relatif jarang dijumpai. Patofisiologi penyakit ini dikarenakan
terjadinya kegagalan inkoporasi besi ke dalam senyawa heme pada mitokondria yang
menyebabkan besi mengendap pada mitokondria. Hal ini meyebabkan kegagalan
pembentukan
hemoglobin
yang
disertai
dengan
eritropoesis
inefektif
dan
15
Pada pewarnaan besi sumsum tulang dengan biru prusia akan didapatkan bimtikbintik yang mengelilingi inti yang disebut sideroblas cincin lebih dari 15% dari sel
eritroblas.
Anemia Sabit
Anemia sel sabit adalah bentuk homozigot penyakit HbS (22), dapat juga
disebabkan oleh heterozigot ganda dengan hemoglobinopati lain (HbC) atau
talasemia. Gejala mulai pada bayi umur 6 bulan setelah HbF jumlahnya berkurang.1,2
Gejala klinis dan hasil pemeriksaan yang dapat dari penyakit ini antara
lain1,3,8,10 :
-
Timbul setelah usia 6 bualan, timbul dactylisis akut karena nekrosis tulang jari.
Pada anak yang lebih besar timbul nyeri sendi, nyeri tulang, serta nyeri
abdomen kerena infrak limfa.
Gejala anemia lebih ringan dari penurunan hemoglobin krena HbS lebih mudah
melepaskan oksigen.
Ulkus pada kaki (sekitar maleolus) pada 75% penderita karena iskemia akibat
oklusi vaskuler.
Splenomegali dijumpai pada anak kecil, semntara pada anak besar limfa
mengecil karena infrak berulang.
Pada apusan darah tepi ditemukan sel sabit, sel target, dan tanda atrofi lien,
yaitu Howel-Jelly body.
Pada elektroforesa Hb dijumpai HbS 25-40%, HbA kosong, dan HbF 5-15%.
Thalasemia
Anemia
Anemia
Anemia
Anemia
mayor
defisiensi
et causa
sideroblas
sel sabit
besi
penyakit
Pasien
sistemik
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
N/
N
N
MCV
MCH
MCHC
Muka pucat
+
Hepatosplenomegali +
Sesak nafas
+
Besi serum
+
+ (10-15%)
-
+
+
-
+
N/
+
N/
HbS
+
+
+
TIBC
Saturasi transferin
Besi sumsum tulang Feritrin serum
Elektroforesisi Hb
HbF>
Etiologi
Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inheritance) dan masuk
dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin.2,3Mutasi tersebut dapat
menyebabkan 2 perubahan rantai globin:
1.
hemoglobinopati struktural)7
2.
Perubahan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi rantai globin tertentu
(thalassemia). Akibat dari penurunan tersebut, akan terjadi defisiensi produksi
sebagian (parsial) atau menyeluruh (komplit) dari rantai globin tersebut.7
17
Epidemiologi
Sindrom talasemua mencerminkan sekelompok gangguan diwariskan yang disebabkan oleh
kelainan sintesis rantai polipeptida alfa atau beta hemoglobin manusia. Sindrom talasemia
sering terjadi pada populasi Mediterania, Asia, dan Afrika.
Patofisiologi
Pembentukan hemoglobin diatur oleh DNA dalam kromosom. 9 Thalasemia mayor
disebabkan oleh adanya delesi pada kromosom 11 yang berfungsi untuk mengkode rantai
globulin .2,7 Adanya delesi pada kromosom 11 menyebabkan penurunan sintesis rantai beta
dimana tidak ada mRNA yang mengkode rantai sehingga tidak dihasilkan rantai sebagai
pembentuk HbA (o). atau masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya
sedikit sehingga rantai dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit (+).9
Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun
dan kekurangan pembentukan 22 (Hb A); sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak
terganggu karena tidak memerlukan rantai beta justru memproduksi lebih banyak dari pada
keadaan normal sebagai usaha kompensasi. 3 Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai
karena tidak ada pasangannya akan mengendap pada dinding eritrosit sebagai Heinz
bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective erythropoesis). Sehingga
menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberi gambaran anemia hipokrom dan
mikrositer.9
Manifestasi Klinis
Anemia berat tipe mikrositik dengan limpa dan hepar membesar. Pada anak yang
besar biasanya disertai keadaan gizi yang buruk dan mukanya memperlihatkan fascies
Mongoloid. Jumlah retikulosit dalam darah meningkat. Pada hapusan darah tepi akan
didapatkan gambaran anisositosis, hipokrom, poikilositosis, sel target (fragmentosit dan
banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
menjadi rendah dapat mencapai nol.
Hemoglobin penderita mengandung kadar HbF yang tinggi biasanya lebih dari 30%.
Kadang-kadang ditemukan pula Hb patologik. Di Indonesia kira-kira 45% penderita
talasemia juga mempunyai HbE. Penderita penyakit talasemia HbE maupun talasemia HbS
umumnya secara klinis lebih ringan daripada talasemia mayor.
18
Umumnya mereka baru datang ke dokter pada umur 4-6 tahun, sedangkan talasemia
mayor gejalanya sudah tampak pada umur 3 bulan. Penderita talasemia HbE biasanya dapat
hidup hingga dewasa.
Gambaran manifestasi umum :
Asam folat
Asam folat diberikan secara teratur jika asupan diet buruk.9
19
Vitamin
Vitamin yang dapat diberikan adalah vitamin yang tidak mengandung besi seperti
vitamin C. Vitamin C diberikan sebanyak 200 mg per hari untuk meningkatkan
ekskresi besi yang disebabkan desferiosiramin.7
Imunisasi
Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien non imun. Pada hepatitis C
yang ditularkan lewat transfusi, diobati dengan interferon dan ribavirin apabila
ditemukan genom virus dalam plasma.9
Antibiotik
Diberikan sebagai profilaksis untuk infeksi bakteri yang mungkin terjadi setelah
dilakukan splenektomi.10
Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati,
endokrin termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata, tulang.
Transfusi darah
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb terlalu rendah (kurang dari 6g%) atau bila
anak mengeluh tidak mau makan dan lemah.8 Tindakan ini memungkinkan aktivitas
normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik
progresif
yang
terkait
dengan
perubahan-perubahan
tulang
muka,
dan
Splenektomi
Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum didapatkan
hipersplenisme atau hemosiderosis.7,10 Bila kedua tanda ini telah tampak maka
20
merupakan
splenektomi.3,9
Pencegahan
Penapisan (skrining) pembawa sifat thalassemia
Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara
prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi
diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat
melalui penelusuran keluarga penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa
sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa
depannya. Suatu program pencegahan
mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat
dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena
pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan
antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program
pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada
program prospektif.10
Konsultasi genetik (genetic counseling)
Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin
tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat
tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak.10
Diagnosis prenatal.
21
Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan
mengambil sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis
DNA.6
Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang
berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lainlain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang talasemia disertai oleh
tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombositopeni. Kematian terutama disebabkan
oleh infeksi dan gagal jantung.
Prognosis
Sampai saat ini belum ada obat yang dapat mengobati thalasemia. 10 Penderita yang
taat pda transfusi dan iron cheatting drugs memiliki harapan hidup sampai umur 30 tahun.
Sedangkan penderita yang tidak taat biasanya meninggal saat remaja karena komplikasi yang
berkaitan dengan toksisitas besi
KESIMPULAN
Talasemia adalah salah satu penyakit darah yang di warisi, umumnya menyerang anak
anak di kalangan masyarakat, berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa terdapat sekurang kurangnya 2000 orang yang menderita talasemia di seluruh
Negara.
Talasemia terdiri dari dua jenis, talasemia trait atau minor dan talasemia mayor.
Talasemia jenis pertama hanyalah pembawa sifat dan tidak berbahaya. Namun demikian,
orang dengan talasemia minor dapat menurunkan kelainan darah berupa talasemia mayor
pada anaknya. Menurut perkiraan, di Indonesia ditemukan 200.000 orang dengan talasemia
trait/minor. Sementara itu, telasemia mayor termasuk kelainan darah yang serius dan bermula
sejak kanak kanak. Anak anak dengan talasemia mayor tidak dapat membentuk
hemoglobin yang cukup dalam darah mereka. Di indonesia, tidak kurang dari 1000 anak kecil
yang menderita talasemia mayor. Talasemia mayor juga bisa disebut Mediterrannean
Cooleys Anaemia atau Homozygous Beta Thalassaemia.
22
Umumnya anak anak yang menderita talasemia mayor diketahui saat beberapa bulan
setelah lahir, mereka menderita anemia. Mereka hanya memiliki sedikit hemoglobin dalam
darahnya sehingga pasokan oksigen ke seluruh tubuhpun berkurang.
Karena talasemia bersifat turunan, bila kedua orang tua tidak menderita talasemia trait,
tidak mungkin mereka menurunkan talasemia trait atau talasemia mayor pada anak
anaknya. Namun, jika salah seorang dari orang tua menderita talasemia trait, satu dari dua
anak (50%) kemungkinan setiap anak mereka akan menderita talasemia trait, tetapi tidak
seorangpun diantaranya yang menderita talesima mayor. Akan tetapi, kalau kedua orang tua
menderita talasemia trait, anak anaknya mungkin akan menderita talasemia trait atau
bahkan memiliki darah normal, atau malah menderita talasemia mayor.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2006.h.26-44.
2.
Gleadle Jonathan. Anemia dalam Buku At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik;
alih bahasa, Rahmalia Annisa; editor, Safitri Amalia. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005.
h.83-84
3.
Latief A, Tumbuleka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH, et all.
Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: CV Sagung Seto; 2009.h.3-8, 35-8, 41, 115-7.
4.
Mehta AB, Hoffbrand AV. Anemia dalam Buku At a Glance Hematologi; alih bahasa,
Rahmalia Annisa; editor, Safitri Amalia. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005. h.18-25
5.
Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Alih bahasa, Sari
Kurniansih, et all; editor bahasa Indonesia, Ramona P.Kapoh .Edisi 6. Jakarta. EGC:
2007. h.813-7
6.
Mentzer WC. Talasemia dalam Buku Ajar Pediatrik Rudolf; editor, Abraham M.
Rudolph, et all; alih bahasa, A. Samik Wahab, Sugiarto; editor bahasa Indonesia, Natalia
Susi, et all. Ed.20 Vol.2. Jakarta: EGC, 2006. h. 1331-34
7.
Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kelainan Genetik pada Hemoglobin Dalam Kapita
Selekta Hematologi (Essentials of Hematology). Alih bahasa, Lyana Setiawan; editor
bahasa Indonesia, Dewi Asih Mahanani. Ed.4. Jakarta: EGC; 2005.h. 431-38.
23
8.
Honig GR. Kelainan Hemoglobin dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Nelson; editor
Richard E. Behrnab, et all; Alih bahasa, A. Samik Wahab; editor bahasa Indonesia, A.
Samik Wahab, et all. Ed.15 Vol.2. Jakarta: EGC, 2000. h. 402-20
9.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sistem
Hematologi. Dalam: Hasan R, Alatas H, penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak.
Volume 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000.h.431-6,445-9.
10. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke 11. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2008.h.445-8.
24