TINJAUAN PUSTAKA
akan
didegradasi
oleh
kapang
Rhizopus
oligosporus
yang
karbohidrat struktur sel menjadi terbuka dalam keadaan alami tanpa perebusan
sulit dihidrolisis oleh enzim (Suhartini et al., 2006).
Penirisan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada permukaan bahan,
diikuti dengan penambahan tepung beras ketan atau tapioka, sehingga
pertumbuhan jamur lebih optimal dan menghambat pertumbuhan kontaminan
penyebab pembusukan. Tepung ketan atau tapioka yang ditambahkan selain dapat
mengurangi kadar air biji kedelai juga dipergunakan sebagai penghasil energi,
untuk pertumbuhan mikroba. Penambahan tepung dilakukan setelah penyangraian.
Setelah direbus terjadi penurunan kadar air kedelai dari 60% menjadi 45%
(Hasbullah, 2001).
Waktu fermentasi untuk pembuatan tauco yaitu sekitar 3-6 hari, tergantung
pada jenis dan pertumbuhan kapang, dan optimal terjadi pada suhu 30-37,50C.
Makin lama waktu fermentasi akan diikuti kenaikan pH karena adanya
peningkatan kelarutan protein. Tempat dan kondisi lingkungan fermentasi,
menentukan jenis mikroba yang tumbuh dan kecepatan proses fermentasinya.
Makin lama waktu fermentasi, biji kedelai makin lunak. Selama fermentasi tauco
terjadi perubahan-perubahan dari senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Hal ini disebabkan oleh keragaman enzim-enzim yang dihasilkan oleh
kapang. Selama fermentasi enzim-enzim yang berperan yaitu lipase, amilase dan
protease yang membantu dalam pemecahan protein, lemak, dan karbohidrat di
dalam kedelai (Suwaryono dan Ismeini, 1988).
Fermentasi kapang berlangsung dalam keadaan aerob, sebab kapang yang
bekerja pada fermentasi tauco merupakan mikroorganisme aerob. Jika proses
sp. dan Sacharomyces sp., (Naruki dan Fadjono, 1984; Tang, 1977; Smith dan
Circle, 1972).
Selama fermentasi dalam larutan garam, terjadi penurunan pH dari 6,5-7,0
menjadi 4,8-5,0. Pada kondisi ini fermentasi khamir mulai berlangsung. Larutan
garam merupakan media selektif bagi pertumbuhan mikroba halofilik, oleh
karenanya konsentrasi larutan garam sangat penting pada fermentasi tahap kedua.
Makin lama pemeraman makin baik bau dan rasanya, yang ditandai dengan warna
tauco (Limbong, 1981).
Karbohidrat dipecah menjadi dekstrin, maltosa dan glukosa yang dapat
dipergunakan sebagai media pertumbuhan khamir dan bakteri pada fermentasi
dalam larutan garam (Shibasaki dan Hesseltin 1965). Selama proses ini terjadi
kenaikan jumlah asam-asam organik, seperti asam laktat, asetat, suksinat dan
fosfat. Tauco mempunyai rasa dan aroma yang juga ditimbulkan oleh senyawa
glutamat. Asam laktat dan asam organik yang dihasilkan juga berperan dalam
membentuk rasa dan aroma tauco (Naruki dan Sardjono, 1984).
Proses akhir fermentasi tauco adalah pemasakan dengan penambahan
bumbu dan gula kelapa bila perlu ditambah air sedikit dan pengemasan dalam
botol. Bila diinginkan tauco kering maka setelah pemasakan dilakukan
pengeringan dibawah sinar matahari selama 15 hari (sampai kering dikemas
dalam kemasan plastik). Dalam pemasakan enzim-enzim akan rusak sehingga tak
terjadi peruraian yang tidak dikehendaki dan bakteri yang hidup dalam rendaman
akan mati (Hastuti, 1983). Pembuatan tauco modifikasi dari Saono (1986) dapat
dilihat pada Gambar 2.1.1.
Kedelai (1 Kg )
Dibersihkan, dicuci
Direndam
(suhu kamar, 12 jam)
Direbus, 10 menit
Dikupas kulitnya
Dikukus, 45 menit
Ditiriskan
Didinginkan
Dihancurkan
larutan garam 20 %
Fermentasi II
Dalam larutan garam (suhu kamar, 5 minggu)
Tauco mentah
Dianalisis
Tiap satu minggu sekali
(minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8)
Gambar 2.1.1 Diagram alir pembuatan tauco modifikasi dari Saono (1986)
2.2 Khamir
Khamir termasuk fungi, tetapi dibedakan dari kapang karena bentuknya
yang terutama uniseluler. Reproduksi vegetatif pada khamir terutama dengan cara
pertunasan/budding (Pelczar dan Chan, 1977). Sebagai sel tunggal, khamir
tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibandingkan dengan kapang yang
tumbuh dengan pembentukan filamen. Khamir juga lebih efektif dalam memecah
komponen kimia dibandingkan dengan kapang karena mempunyai perbandingan
luas permukaan dengan volume yang lebih besar. Khamir juga berbeda dari
ganggang karena tidak dapat melakukan proses fotosintesis, dan berbeda dari
protozoa karena mempunyai dinding sel yang kuat. Khamir mudah dibedakan dari
bakteri karena ukurannya yang lebih besar dan morfologinya yang berbeda
dengan bakteri (Harper, 1991).
Khamir
pada
umumnya
diklasifikasikan
berdasarkan
sifat-sifat
(lemon) pada umumnya berasal dari tunas berbentuk bulat sampai oval yang
terlepas dari induknya, kemudian tumbuh dan membentuk tunas sendiri. Karena
proses pertunasannya bersifat bipolar, sel muda yang berbentuk oval membentuk
tunas pada kedua ujungnya sehingga mempunyai bentuk seperti lemon. Sel-sel
yang sudah tua dan telah mengalami pertunasan beberapa kali, mungkin
mempunyai bentuk yang berbeda-beda (Gambar 2.3.2).
Keasaman dan suhu yang layak adalah penting bagi pertumbuhan dan
aktivitas khamir. Adapun pH yang disukai antara 4-4,5. Pada keadaan alkalis tidak
dapat tumbuh dengan baik, sedangkan keadaan yang aerobik sangat disukai
(Suwaryono, 1988; Savova dan Nikolova, 2002).
Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya
hampir sama dengan kapang yaitu dengan suhu optimum 25-30C dan suhu
maksimum 35-47C. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0C atau kurang.
Pertumbuhannya yang lambat dan kesanggupannya untuk bersaing kurang, khamir
sering tumbuh pada lingkungan yang kurang baik untuk pertumbuhan bakteri,
lingkungan tersebut antara lain pH rendah, kelembaban rendah, kadar gula dan
garam yang tinggi, suhu penyimpanan rendah, radiasi pada makanan dan adanya
antibiotika (Trihendro, 1989; Viljoen, et al.,2003). Secara umum gula merupakan
sumber energi yang paling baik, hanya untuk jenis khamir oksidatif dapat
menggunakan asam-asam organik dan alkohol (Rahayu, 1989). Khamir mampu
menggunakan berbagai macam sumber nitrogen. Sebagai sumber nitrogen untuk
sintesis protein, kebanyakan khamir dapat menggunakan ion nitrat dan nitrit
(Fardiaz, 1992).
Sifat fisiologis yang digunakan dalam klasifikasi khamir adalah fermentasi
dan asimilasi. Fermentasi yaitu aktivitas metabolisme yang menghasilkan energi
(katabolisme) dan membutuhkan substrat, sedangkan asimilasi merupakan
aktivitas metabolisme yang memerlukan energi (anabolisme) dan menghasilkan
senyawa tertentu (Jarvis, 1978).
dapat
dibedakan
atas
dua
kelompok
berdasarkan
sifat
metabolismenya, yaitu yang bersifat : (1) fermentatif, dan (2) oksidatif. Khamir
fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa melalui
jalur glikolisis (Embden Meyerhoff-Parnas) dengan total reaksi sebagai berikut:
C6H12O6
Glukosa
2 C2H5OH
alkohol
2 CO2
Karbondioksida
Khamir yang digunakan dalam pembuatan roti dan bir merupakan spesies
Saccharomyces yang bersifat fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, S.
cerevisiae juga dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi
karbondioksida dan air. Oleh karena itu, tergantung dari kondisi pertumbuhan, S.
cerevisiae dapat mengubah sistem metabolismenya dari jalur fermentatif menjadi
oksidatif (respirasi). Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun energi
yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui
fermentasi (Jarvis 1978).
Pasteur adalah peneliti yang pertama kali mendemonstrasikan bahwa
khamir yang bersifat fermentatif, jika diberi aerasi aktivitas fermentasinya akan
menurun,
dan
sebagian
glukosa
akan
direspirasi
(dioksidasi)
menjadi
karbondioksida dan air. Fenomena ini disebut efek Pasteur, dan telah diterapkan
dalam produksi ragi roti, di mana tidak dikehendaki proses fermentasi atau
pembentukan alkohol. Jika konsentrasi gula dipertahankan tetap rendah, kondisi
yang sangat aerobik (oksigen berlebihan) menyebabkan semua gula direspirasi
menjadi karbondioksida dan air. Khamir yang digunakan dalam pembuatan bir,
oksigen
untuk
pertumbuhannya,
misalnya
semua
spesies