Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru (TB paru) hampir dikenal di seluruh dunia, sebagai
penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan tubuh penderitanya secara
serius. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kerusakan jaringan paru yang
bersifat permanen. Di samping proses destruksi, terjadi pula secara simultan
proses restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan
struktural yang bersifat menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai
macam kelainan fungsi paru.1
Diperkirakan

sepertiga

populasi

dunia

terinfeksi

Mycobacterium

tuberculosis, bakteri penyebab tuberkulosis (TB). Dan dari populasi yang


terinfeksi tersebut, setiap tahun lebih dari 8 juta orang menjadi sakit, serta 2 juta
orang meninggal karena TB.2 Indonesia berada pada tingkat ketiga terbesar di
dunia dalam jumlah penderita TB, setelah India dan China. Di dunia diperkirakan
penyakit ini dapat menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang per hari atau
2 sampai 3 juta orang setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri terdaftar hampir 400
kematian yang berhubungan dengan TB setiap harinya, atau sebesar 140.000 per
tahun, dan kurang lebih juta penduduk diduga terinfeksi TB setiap tahun.1
Angka kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Salaman I pada
bulan Juni 2010 ialah sebanyak 8 orang. Pasien tersebut harus mendapatkan
penatalaksanaan yang tepat dari pelayanan kesehatan di wilayah tersebut, dalam
hal ini Puskesmas Salaman I.
Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya sangat
mudah sekali, yaitu melalui percikan air liur (droplet) yang keluar saat batuk,
bersin, maupun berbicara. Untuk mengurangi bertambahnya jumlah penderita TB
paru dan masalah yang ditimbulkan, penanganan awal yang dapat dilakukan
dimulai dari lingkungan keluarga, di mana keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul
dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.1 Keluarga dalam hal ini sangat berperan sebagai pengawas minum
obat maupun pengingat untuk selalu hidup sehat, sehingga pengobatan TB paru
dapat berhasil dan penularan dapat diminimalkan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap pasien TB paru dan
keluarganya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik (fungsi keluarga, bentuk keluarga, dan siklus
keluarga) keluarga pasien TB paru.
b. Mengetahui

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

timbulnya

masalah

kesehatan pada pasien TB paru dan keluarganya.


c. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pasien TB paru dan
keluarganya.
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah

pengetahuan

penulis

tentang

kedokteran

keluarga,

serta

penatalaksanaan kasus TB paru dengan pendekatan kedokteran keluarga.


2. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap memberikan
penatalaksanaan kepada pasien TB paru dilakukan secara holistik dan
komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga dalam proses
kesembuhan.
3. Bagi Pasien dan Keluarga
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya bahwa keluarga juga
memiliki peranan yang cukup penting dalam kesembuhan pasien TB paru.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberculosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh
lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.3
1. Penyebab Tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar
komponen kuman ini adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan
terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.
Mikroorganisme ini bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
oksigen. Oleh karena itu, Mycobacterium tuberculosis senang tinggal di
daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut
menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis.
2. Cara Penularan
Sumber penularan adalah pasien Tuberkulosis Basil Tahan Asam (TBC
BTA) positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam
ruangan di mana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman tuberkulosis
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut.3

4
3. Risiko Penularan
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko
penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TBC
selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 orang diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi
tuberkulin negatif menjadi positif.3
4. Tanda dan Gejala
Gejala dari penderita TB terdiri dari gejala utama dan gejala
tambahan.3
a. Gejala utama
Batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
b. Gejala tambahan yang sering dijumpai
1) Sesak nafas dan rasa nyeri dada
2) Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang
enak badan, berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam
meriang lebih dari sebulan
5. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi
terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat di mana
mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri dalam sistem imun
tubuh

dengan

melakukan

reaksi

inflamasi.

Fagosit

(neurofil

dan

makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberculosis melisis basil


dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat
dalam alveoli yang kemudian menyebabkan adanya gangguan pertukaran gas
karena sputum yang menumpuk akan menutupi jalan nafas.4
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi TBC
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis di antaranya:5
a. Faktor ekonomi

5
Keadaan sosial yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan
berbagai masalah kesehatan karena ketidakmampuan dalam mengatasi
masalah kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi
kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi, pemukiman, dan
lingkungan sehat, jelas semua ini akan mudah menumbuhkan penyakit
tuberkulosis.
b. Status gizi
Ini merupakan faktor yang penting dalam timbulnya penyakit
tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian, penderita tuberkulosis dengan
gizi normal ditemukan jumlah kasus yang lebih sedikit daripada status gizi
kurang dan buruk.
c. Status pendidikan
Latar belakang pendidikan mempengaruhi penyebaran penyakit
menular khususnya tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian mengatakan
semakin rendah latar belakang pendidikan, lebih cenderung terjadi kasus
tuberculosis. Hal ini merupakan faktor terpenting dari kejadian TBC.
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan, TBC dapat dipengaruhi oleh:5
a. Status sosial ekonomi
b. Kepadatan penduduk
c. Status gizi
d. Pendidikan
e. Pengetahuan
f. Jarak tempuh dengan pusat pelayanan kesehatan
g. Keteraturan berobat
7. Diagnosis
a.

Diagnosis TB paru3
1)

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,


yaitu sewaktupagisewaktu (SPS).

2)

Diagnosis

TB

paru

pada

orang

dewasa

ditegakkan

dengan

ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,


penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji

6
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
3)

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan


foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

4)

Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas


penyakit.

b.

Diagnosis TB ekstra paru3


1)

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku


kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.

2)

Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat


ditegakkan berdasarkan gejala klinis TBC yang kuat (presumtif)
dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.

3)

Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan


pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi, anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

8. Penatalaksanaan
Pada awal tahun 1990-an, WHO dan IUATLD telah mengembangkan
strategi penanggulangan TBC yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly
observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi
penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi
ini dikembangkan dari berbagi studi, clinical trials, best practices, dan hasil
implementasi program penanggulangan TBC selama lebih dari dua dekade.
Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat merubah kasus
menular menjadi tidak menular, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.3
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien,
prioritas diberikan kepada pasien TBC tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan penularan TBC dan dengan demkian menurunkan insidens TBC
di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara
terbaik dalam upaya pencegahan penularan TBC.3

7
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu :
a. Komitmen politis.
b. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
c. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan
tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
d. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Pengobatan TBC terdiri dari dua tahap, yaitu tahap intensif dan tahap
lanjutan.3
a. Tahap intensif
Obat diberikan setiap hari selama dua bulan. Diharapkan penderita
menular menjadi tidak menular dalam waktu 2 minggu dan penderita BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif
b. Tahap lanjutan
Dosis diberikan 3 kali seminggu selama empat bulan. Diberikan untuk
mencegah kekambuhan.
9. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TBC
Pemantauan
dilaksanakan

kemajuan

dengan

hasil

pemeriksaan

pengobatan
ulang

dahak

pada

orang

secara

dewasa

mikroskopis.

Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan


pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Untuk
memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak
dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila kedua
spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya
positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.3
10. Pencegahan
Pencegahan untuk pasien TBC antara lain : minum obat secara teratur
sampai selesai, menutup mulut waktu bersin atau batuk, tidak meludah di
sembarang tempat (meludah di tempat yang terkena sinar matahari/dalam
wadah tertutup yang telah diisi dengan cairan sabun/lisol), jemur kasur bekas
penderita secara teratur setiap minggu, buka jendela lebar-lebar agar udara

8
segar dan sinar matahari dapat masuk, keluarga yang mempunyai gejala TB
paru sebaiknya memeriksakan diri ke puskesmas.4
B. Pendekatan Kedokteran Keluarga
1. Definisi Keluarga
Bermacam-macam

batasan

keluarga,

beberapa

di

antaranya

dikemukakan sebagai berikut:


a. UU No. 10 Tahun 1992, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya.6
b. Menurut Friedman, keluarga adalah kumpulan dua orang manusia atau
lebih yang satu sama lain saling terkait secara emosional, serta bertempat
tinggal yang sama dalam satu daerah yang berdekatan.7
c. Menurut Goldenberg (1980), keluarga adalah tidak hanya merupakan suatu
kumpulan individu yang bertempat tinggal yang sama dalam satu ruang
fisik dan psikis yang sama saja, tetapi merupakan suatu sistem sosial
alamiah yang memiliki kekayaan bersama, mematuhi peraturan, peranan,
struktur kekuasaan, bentuk komunikasi, tata cara negosiasi, serta tata cara
penyelesaian masalah yang disepakati bersama, yang memungkinkan
berbagai tugas dapat dilaksanakan secara efektif.7
2. Bentuk Keluarga
Menurut Goldenberg, bentuk keluarga terdiri sembilan macam, antara lain:6,7
a. Keluarga inti (nuclear family)
b. Keluarga besar (extended family)
c. Keluarga campuran (blended family)
d. Keluarga menurut hukum umum (common law family)
e. Keluarga orang tua tunggal
f. Keluarga hidup bersama (commune family)
g. Keluarga serial (serial family)
h. Keluarga gabungan (composive family)
i. Hidup bersama dan tinggal bersama (co habitation family)

9
3. Fungsi dan Siklus Keluarga
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 21 Tahun 1994 fungsi keluarga
dibagi menjadi delapan jenis, yaitu fungsi keagamaan, fungsi budaya, fungsi
cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan
pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Apabila fungsi
keluarga terlaksana dengan baik, maka dapat diharapkan terwujudnya keluarga
yang sejahtera. Yang dimaksud keluarga sejahtera adalah keluarga yang
dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kehidupan
spiritual, dan materiil yang layak.6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ogburn (1969), telah
terbukti adanya perubahan pelaksanaan fungsi keluarga. Olehnya disebutkan,
bahwa keluarga memiliki fungsi:6
a.

Fungsi ekonomi

b.

Fungsi pelindungan

c.

Fungsi agama

d.

Fungsi rekreasi

e.

Fungsi pendidikan

f.

Fungsi status sosial

8 tahap pokok yang terjadi dalam keluarga (siklus keluarga), yaitu:6,7


a. Tahap awal perkawinan (newly married family)
b. Tahap keluarga dengan bayi (birth of the first child)
c. Tahap keluarga dengan anak usia pra sekolah (family with children in
school)
d. Tahap keluarga dengan anak usia sekolah (family with children in school)
e. Tahap keluarga dengan anak usia remaja
f. Tahap keluarga dengan anak-anak yang meninggalkan keluarga
g. Tahap orang tua usia menengah
h. Tahap keluarga usia jompo
4. Arti dan Kedudukan Keluarga dalam Kesehatan
Keluarga memiliki peranan yang cukup penting dalam kesehatan.
Adapun arti dan kedudukan keluarga dalam kesehatan adalah sebaga berikut:6,7
a. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dan melibatkan mayoritas
penduduk, bila masalah kesehatan setiap keluarga dapat di atasi maka

10
masalah kesehatan masyarakat secara keseluruhan akan dapat turut
terselesaikan.
b. Keluarga

sebagai

suatu

kelompok

yang

mempunyai

peranan

mengembangkan, mencegah, mengadaptasi, dan atau memperbaiki


masalah kesehatan yang diperlukan dalam keluarga, maka pemahaman
keluarga akan membantu memperbaiki masalah kesehatan masyarakat.
c. Masalah kesehatan lainnya, misalnya ada salah satu anggota keluarga yang
sakit akan mempengaruhi pelaksanaan fungsi-fungsi yang dapat dilakukan
oleh keluarga tersbut yang akan mempengaruhi terhadap pelaksanaan
fungsi-fungsi masyarakat secara keseluruhan.
d. Keluarga adalah pusat pengambilan keputusan kesehatan yang penting,
yang akan mempengaruhi kebrhasilan layanan kesehatan masyarakat
secara keseluruhan.
e. Keluarga sebagai wadah dan ataupun saluran yang efektif untuk
melaksanakan berbagai upaya dan atau menyampaikan pesan-pesan
kesehatan.
C. Pengkajian Keluarga dengan TBC
Pengkajian yang harus dilakukan pada pasien TBC antara lain : riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik yang lengkap dilakukan. Manifestasi klinis
seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan, keringat malam, keletihan,
batuk dan pembentukan sputum mengharuskan pengkajian fungsi pernafasan yang
lebih menyeluruh. Setiap perubahan suhu tubuh atau frekuensi pernafasan, jumlah
dan warna sekresi, frekuensi dan batuk parah, dan nyeri dada dikaji. Paru-paru
dikaji terhadap konsolidasi dengan mengevaluasi bunyi nafas, fremitus, egofoni,
dan hasil pemeriksaan perkusi. Pasien juga bisa mengalami pembesaran nodus
limfe, yang terasa sangat nyeri. Kesiapan emosional pasien untuk belajar, juga
persepsi dan pengertiannya tentang tuberculosis dan pengobatannya juga dikaji.4
D. Prinsip Intervensi Keluarga dengan TBC
Langkah-langkah dalam pengembangan rencana kedokteran keluarga
menurut Mubarak (2006), yaitu :4
1.

Bantu keluarga mengenal tentang TBC dengan cara : jelaskan


pengertian TBC, jelaskan penyebab TBC, jelaskan tanda dan gejala TBC.

11
2.

Bantu keluarga mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga


dengan TBC, dengan cara : jelaskan komplikasi dari TBC, motivasi keluarga
dalam mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan TBC.

3.

Bantu keluarga agar mampu merawat anggota keluarga dengan TBC,


dengan cara : jelaskan cara mencegah TBC, jelaskan cara perawatan anggota
keluarga di rumah dengan TBC, ajarkan cara membuang sputum dengan
sputum pot, ajarkan klien tentang diet tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP).

4.

Bantu keluarga memodifikasi lingkungan dengan cara : ajarkan klien


untuk jemur kasur bekas penderita secara teratur 1 minggu 1x, Buka jendela
lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, ajarkan klien
tentang perilaku hidup bersih dan sehat.

5.

Bantu klien untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan cara :


jelaskan manfaat dari pelayanan kesehatan, motivasi keluarga untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan terdekat.

12
BAB III
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
A. Identitas Keluarga
1.

Identitas pasien
Nama

: Ny. S

Umur

: 48 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status perkawinan

: Menikah

Alamat

: Ngadikromo Sidomulyo, Salaman, Magelang

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa Tengah

Pendidikan Terakhir : Tidak tamat SD


Pekerjaan
2.

: Ibu rumah tangga


Identitas kepala keluarga

Nama

: Tn. SS

Umur

: 54 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status perkawinan

: Menikah

Alamat

: Ngadikromo Sidomulyo, Salaman, Magelang

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa Tengah

Pendidikan terakhir

: Tamat SD

Pekerjaan

: PNS di panti anak-anak bermasalah

B. Karakteristik Kedatangan Penderita ke Klinik


Penderita datang pertama kali pada tahun 2009. Penderita datang dengan
keluhan batuk seperti radang tenggorokan, dan kemudian hanya diberikan obatobatan simtomatik, tapi kemudian kambuh lagi. Penderita datang dengan diantar
oleh anak keduanya.
C. Karakteristik Demografis Keluarga
Alamat penderita di Ngadikromo Sidomulyo, Salaman, Magelang. Daerah
tersebut merupakan daerah pemukiman penduduk yang tidak terlalu padat.

13
Penderita tinggal bersama suami, dan anak ketiganya. Anak kedua sudah menikah
dan memiliki seorang anak laki-laki, ia tinggal di sebelah rumahnya. Sedangkan
anak pertama tinggal di Semarang.
Tabel 1. Daftar anggota keluarga serumah
No

Nama

Kedudukan

Sex

di keluarga

Umur

Pendidikan

(thn)

Terakhir

Pekerjaan

Ket.

1.

Tn. SS

KK

54

Tidak tamat SD

Karyawan panti

Sehat

2.

Ny. S

Istri KK

48

Tidak tamat SD

Ibu rumah tangga

Sakit

3.

An. A

Anak III

10

(masih) SD

Sekolah

Sehat

Sumber : data primer hasil wawancara dengan penderita

10

11
Diagram 1. Genogram keluarga
Keterangan :
1. Ayah suami penderita

: sudah meninggal, ada riwayat asma

2. Ibu suami penderita

: sudah meninggal

3. Ayah penderita

: sudah meninggal karena tetanus

4. Ibu penderita

: sudah meninggal karena tumor di ovarium

5. Suami penderita

: sehat

6. Penderita

: sakit, TBC BTA (+)

7. Anak pertama

: sehat

8. Anak kedua

: sehat

9. Menantu dari anak kedua

: sehat

14
10. Anak ketiga

: sehat

11. Cucu

: sehat

D. Resume Penyakit dan Penatalaksanaan yang Telah Diberikan


1.

Anamnesis Ny. S
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Jumat, 23 Juli 2010
pukul 09.00 WIB di rumah penderita.
a.

Keluhan utama
Batuk-batuk sejak 1 tahun yang lalu.

b.

Keluhan tambahan
Batuk tetap kambuh walaupun sudah meminum obat-obatan simtomatik.
Sputum tanpa darah akan keluar setelah batuk yang parah, kemudian
sering disertai dengan sesak. Penderita mengeluh jika melakukan
pekerjaan yang biasa dikerjakan (mencabuti rumput), penderita akan
merasa lemas, susah bernafas, dan pusing. Penderita sering merasa sakit
kepala sejak terdiagnosis TB BTA (+). Selain itu, penderita juga mengeluh
berat badannya menurun drastis.

c.

Riwayat penyakit dahulu


Pasien mengaku pernah mempunyai tumor di dalam rahimnya, namun
tumor tersebut sudah diobati dengan meminum obat pemberian dokter
secara rutin dan pengobatan alternatif. Riwayat asma, hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, ginjal, dan alergi disangkal.

d.

Riwayat penyakit keluarga


Ibu dari penderita meninggal karena tumor ovarium. Anak kedua pernah
menderita TB saat SD, tapi sudah sembuh setelah pengobatan tuntas.

2.

Hasil Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Rabu, 28 Juli 2010, pukul 20.00 WIB.

Keluhan utama

: batuk sejak 1 tahun

Keadaan umum

: baik, terlihat sangat kurus

Kesadaran

: kompos mentis

Gizi

: buruk

Tanda vital : TD : 130/100 mmHg


N : 90x/menit

RR : 20 x/menit
T

: 36,7o C

15

Status Generalis
Kepala

: normosefalus, dahi simetris

Mata

: konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Kulit

: pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor normal, keringat


dingin (-)

Telinga

: discharge (-/-)

Mulut

: bibir sianosis (-), kering (-)

Tenggorok : T1-1, kripte dan detritus[-], faring hiperemis (-)


Leher

: simetris, pembesaran KGB (-/-)

Dada
Jantung

: ictus cordis tak tampak

Pa : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS


Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : Bunyi Jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Paru

: simetris statis, dinamis

Pa : fremitus kanan = kiri


Pe : sonor hampir di seluruh lapang paru, redup di basis
pulmo dextra
Au : suara dasar vesikuler, ronki (+) pada basis pulmo
dextra
Abdomen I

: datar, venektasi (-)

Au : bising usus (+) normal


Pa : supel, nyeri tekan (-)
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Ekstremitas

Superior

Inferior

Oedem

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

3.

Hasil Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
BTA (+)

Rontgen
Terdapat infiltrat pada basis paru dextra

16
4.

Diagnosis Kerja
TB paru BTA (+)

5.

Rencana Penatalaksanaan
a.

Terapi medikamentosa
OAT

b.

Edukasi

Membuka pintu dan jendela setiap pagi agar terjadi


pertukaran udara.

Membuka gorden jendela kamar agar sinar matahari


dapat masuk ke dalam ruangan yang dapat membunuh bakteri TB.

Minum OAT secara teratur.

Menjelaskan pentingnya peranan PMO dalam


pengobatan TB.

Kontak seminimal mungkin dengan anak yang


ketiga dan cucu agar menghindari terjadinya penularan TB ke anak.

6.

Hasil Penatalaksanaan Medis

Pemeriksaan dilakukan saat kunjungan ke rumah penderita pada tanggal 28


Juli 2010, penderita merasa keluhan berkurang.

Faktor pendukung : Kesadaran penderita untuk sembuh, makan menu


seimbang, peran keluarga untuk mengingatkan minum obat maupun hidup
sehat, dan istirahat cukup.

Faktor penghambat

: -

Indikator keberhasilan

: pengetahuan meningkat, kesadaran membuka

jendela, dan kepatuhan minum obat.


E. Bentuk dan Siklus Keluarga
Bentuk keluarga ini ialah keluarga inti, yaitu keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, dan anak. Keluarga ini berada dalam 3 siklus keluarga, yaitu tahap
keluarga dengan anak usia sekolah (family with children in school), tahap keluarga
dengan anak-anak yang meninggalkan keluarga, dan tahap orang tua usia
menengah.
Dengan adanya tahapan anak usia sekolah dalam keluarga tersebut,
memungkinan terjadinya penularan TBC ke anak yang ke tiga.

17

F. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga


1.

Fungsi Biologis dan Reproduksi


Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua
anggota keluarga kecuali pasien dalam keadaan sehat. Suami dan ketiga
anaknya dalam keadaan sehat, tidak memiliki riwayat DM, asma, dan
penyakit jantung.
Penderita dan suami mempunyai 3 orang anak yang terdiri dari 2
orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki. Penderita tidak pernah
keguguran dan ketiga anak lahir cukup bulan dalam keadaan sehat.
Perencanaan kelahiran anak didiskusikan oleh penderita dan suaminya.
Penderita dulu menggunakan IUD sejak tahun 1986 hingga 1994.

2.

Fungsi Psikologis
Saat ini penderita tinggal dengan suami dan anak ketiganya. Anak
pertama tinggal di Semarang dan bekerja sebagai karyawan konveksi,
sedangkan anak kedua tinggal di dekat rumah penderita. Hubungan dengan
keluarga baik. Waktu luang digunakan untuk mengobrol dengan keluarga dan
menonton TV. Acara kumpul keluarga dilakukan sebulan sekali saat anak
pertama pulang ke rumah. Semua masalah yang berhubungan dengan keluarga
diselesaikan dengan musyawarah. Jika ada masalah pribadi dibicarakan
dengan suami.

3.

Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir penderita tidak tamat SD, sedangkan suami
penderita tamat SD. Kedua anak dan menantunya tamatan SMK, dan anak
ketiganya masih bersekolah di SD. Tidak terdapat perencanaan dan dana
khusus untuk pendidikan anak.

4.

Fungsi Sosial
Penderita tinggal di kawasan perkampungan yang tidak padat
penduduk. Hubungan dengan tetangga terjalin baik dan pergaulan umumnya
berasal dari kalangan menengah.

5.

Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan


Sumber penghasilan dalam keluarga dari suami, yang bekerja sebagai
PNS di panti untuk anak-anak bermasalah dengan rata-rata penghasilan per

18
bulannya Rp 2.000.000,00. Dengan penghasilan tersebut, pemenuhan
kebutuhan primer dan sekunder dapat terpenuhi.
Aktivitas perekonomian dalam hal pembayaran lisrik, telepon, dan
belanja harian dilakukan oleh istri (penderita).
6.

Fungsi Religius
Seluruh anggota keluarga melakukan ibadah di mushola dekat rumah
kecuali penderita (sejak sakit). Tidak ada ruangan khusus untuk ibadah di
rumah. Penderita suka ikut pengajian, tapi sejak penderita sakit, sudah tidak
datang lagi.

G. Pola Konsumsi Makan Penderita dan Keluarga


Frekuensi makan penderita dan keluarga teratur, setiap hari 3 kali. Makanan
diolah sendiri oleh penderita dengan makanan yang bervariasi setiap hari. Variasi
makanan yang dikonsumsi keluarga antara lain: nasi, lauk (tahu, tempe, ayam,
daging, telur), sayur (sup, lodeh, bayam, sayur kangkung, sayur asem, dll), serta
buah. Penderita rutin mengkonsumsi susu 2 kali sehari.
H. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
1.

Faktor Perilaku Keluarga


Penderita jarang berolahraga, dan suami penderita sudah 45 tahun
menjadi perokok dengan jumlah 1 bungkus per harinya.
Penderita dan keluarga yang tinggal serumah dengannya jarang
membuka jendela dan pintu rumah, selain itu jendela kamar penderita juga
selalu tertutup oleh gorden.
Jika ada anggota keluarga yang sakit, penderita dan keluarga langsung
berobat ke dokter praktik maupun puskesmas. Pendanaan kesehatan melalui
Askes. Penderita dan keluarga tidak pernah ikut serta pada program kesehatan
(posyandu dan perkumpulan kesehatan lainnya) di lingkungan rumah.
Saat waktu luang sebelum sakit, penderita suka mencari rumput, tetapi
setelah sakit, tidak dilakukan lagi.

2.

Faktor Non-Perilaku
Sarana kesehatan di sekitar rumah cukup dekat. Puskesmas maupun
tempat praktik dapat ditempuh dengan angkutan desa, tetapi juga dapat

19
menggunakan sepeda motor milik anak keduanya. Pembiayaan pengobatan
penderita maupun keluarga dengan menggunakan Askes.
I. Identifikasi Lingkungan Rumah
1.

Gambaran Lingkungan
Rumah penderita terletak di pemukiman penduduk yang tidak terlalu
padat, dengan ukuran 9x6 m2 dengan kepadatan 18 m2/jiwa. Secara umum
rumah terdiri atas 1 ruang tamu (ukuran 6x3 m2), 2 ruang tidur (ukuran 3x3
m2), dan 1 ruang keluarga (ukuran 3x3,5 m2). Atap rumah dari genteng,
dinding dari tembok, lantai dari keramik.
Perbandingan luas lantai dan jendela di ruang tamu >25%, di ruang
keluarga dan ruang tidur <25%. Lubang ventilasi di ruang tamu berukuran 2x1
m2, di ruang keluarga 2,5x1 m2 dengan letak di satu sisi, di ruang tidur
penderita berukuran 1,5x1 m2, dan di ruang tidur suami 1x0,5 m2 dengan letak
di satu sisi. Penerangan di dalam rumah tidak terlalu terang. Ruangan terasa
lembab karena kesan ventilasi di dalam rumah kurang, kebersihan di dalam
rumah kurang bersih, tapi tata letak barang-barang di dalam rumah cukup rapi.
Sumber air minum, cuci, dan masak dari sumur pompa listrik. Jumlah
kamar mandi ada 1, dengan ukuran 2x3 m2, dengan bentuk jamban leher
angsa. Jarak septik tank dengan sumber air minum + 3 meter. Limbah rumah
tangga dialirkan ke saluran limbah (got) dan mengalir, serta tempat sampah di
luar rumah tidak tertutup.

2.

Denah Rumah
Beranda
Km. tidur
penderita

R. tamu

Km. tidur
suami
penderita

Gud
ang

Ruang
Keluarga

terpakai

Kandang
Entok

Km.mandi

Sumur

Dapur

20

Gambar 1. Denah rumah

3.

Peta Rumah Dicapai dari Pelayanan Kesehatan


N
G
A
D
I
R
U
K
M
O

mushola

Rumah Ny. S

Panti

Puskesmas

Jl. Salaman Raya


Gambar 2. Peta rumah dari pelayanan kesehatan
J. Diagnosis Fungsi-Fungsi Keluarga
1.

Fungsi Biologis
a. Penderita menderita TBC BTA (+) yang terdiagnosis sejak 2 bulan yang
lalu.
b. Penderita sudah batuk sejak 1 tahun yang lalu, dan batuk sering kambuh.
c. Tidak ada anggota keluarga lain yang sakit seperti ini.

2.

Fungsi Psikologis
a. Hubungan dengan keluarga baik.
b. Hubungan dengan tetangga baik.

3.

Fungsi sosial
Dapat bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dengan baik

4.

Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan


Perekonomian keluarga cukup sehingga kebutuhan juga dapat terpenuhi.

5.

Fungsi penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi

21
a. Masalah pribadi dibicarakan dengan suami.
b. Masalah yang berhubungan dengan keluarga diselesaikan dengan
musyawarah.
6.

Faktor perilaku
a. Penderita dan keluarga jarang membuka jendela dan pintu.
b. Penderita tidak memiliki kebiasaan berolah raga.
c. Tidak pernah mengobati penyakitnya sendiri dengan obat-obatan warung.

7.

Faktor nonperilaku
Sarana pelayanan kesehatan dekat dari rumah.

K. Diagram Realita yang Ada Pada Keluarga

Lingkungan
Kebersihan kurang
Ventilasi tidak dibuka
Pencahayaan kurang
Rumah lembab

Genetik
Tidak mempunyai
riwayat penyakit
yang dapat
diturunkan

Derajat kesehatan
Ny. S
Penderita TBC
BTA (+)

Perilaku
Penderita tidak memiliki kebiasaan berolah raga
Tidak pernah mengobati penyakitnya sendiri dengan
obat-obatan warung
Penderita dan keluarga jarang membuka jendela dan
pintu.

Pelayanan
Kesehatan
Pelayanan
kesehatan
terjangkau

22

Diagram 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dalam keluarga


L. Risiko, Permasalahan, dan Rencana Pembinaan Kesehatan Keluarga
Tabel 2. Masalah kesehatan dan rencana pembinaan
No.

Risiko dan Masalah

Rencana pembinaan

Sasaran

Kesehatan
Kebiasaan tidak

Edukasi tentang pentingnya membuka

membuka jendela tiap

jendela sehingga sinar matahari dapat

2.

pagi
Terkadang lupa minum

masuk
Penyuluhan ke keluarga, terutama PMO

Anak kedua

3.

OAT
Risiko penularan

Penyuluhan tentang pencegahan penularan

(PMO)
Penderita

penyakit

TB

dan keluarga

1.

Penderita

M. Pembinaan dan Hasil Kegiatan


Tabel 3. Pembinaan dan hasil kegiatan
Tanggal

Kegiatan yang dilakukan

29 Juli 2010

Keluarga yang

Hasil kegiatan

terlibat
Penyuluhan tentang penyakit TB, Penderita dan

Pengetahuan

dari tanda dan gejala, penularan keluarga

tentang TB

dan

meningkat

pencegahan

untuk

penderita

pengobatan
TB,

serta

pengetahuan tentang TB anak


N. Kesimpulan Pembinaan Keluarga
1. Tingkat pemahaman :
Pemahaman terhadap penyuluhan yang dilakukan cukup baik
2. Faktor pendukung

a. Pasien dan keluarga dapat memahami dan menangkap penjelasan yang


diberikan
b. Kesadaran pasien dan keluarganya untuk dapat sembuh, sehingga pasien
dan keluarga sangat kooperatif untuk mengubah perilaku yang tidak baik
bagi kesehatan
c. Makan menu seimbang dan istirahat cukup
3. Faktor penyulit

: tidak ada

23

4. Indikator keberhasilan:
a. Pengetahuan meningkat sehingga dapat mengurangi penularan ke keluarga
yang lain
b. Kesadaran membuka jendela
c. Kesadaran PMO dalam mengawasi penderita minum obat

24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.

Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan Ny. S terdiri


dari empat hal yaitu faktor genetik, perilaku, lingkungan, dan pelayanan
kesehatan. Adapun faktor yang paling berpengaruh adalah perilaku yaitu Ny. S
dan keluarganya jarang membuka pintu, jendela, dan gorden jendela.

2.

Keluarga memiliki peranan dalam proses kesembuhan pasien


TBC paru, terutama dalam hal pengawasan minum obat dan memberikan
dukungan moral kepada pasien.

B. Saran
1.

Kepada keluarga untuk selalu melakukan pengawasan


minum obat dan memberikan dukungan moral kepada penderita.

2.

Untuk pembinaan selanjutnya agar dilakukan pemantauan


dan pembinaan yang berkesinambungan terhadap masalah-masalah kesehatan
pasien.

3.

Kepada tenaga kesehatan untuk juga melakukan pendekatan


kedokteran keluarga dalam menangani kasus TBC paru.

Anda mungkin juga menyukai