Anda di halaman 1dari 11

Perkawinan (Pawiwahan)

PENDAHULUAN

Undang-Undang R.I. No. 1/1974 pasal 1 menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir
bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan ke-Tuhan-an Yang
Maha Esa.

Keluarga yang berbahagia kekal abadi dapat dicapai bilamana di dalam rumah tangga terjadi
keharmonisan serta keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri, masing-masing
dengan swadharma mereka. Keduanya (suami-istri) haruslah saling isi mengisi, bahu membahu
membina rumah tangganya serta mempertahankan keutuhan cintanya dengan berbagai “seni”
berumah tangga, antara lain saling menyayangi, saling tenggang rasa, dan saling memperhatikan
kehendak masing-masing. Mempersatukan dua pribadi yang berbeda tidaklah gampang, namun
jika didasari oleh cinta kasih yang tulus, itu akan mudah dapat dilaksanakan.

TUJUAN PERKAWINAN

Tujuan pokok perkawinan adalah terwujudnya keluarga yang berbahagia lahir bathin.
Kebahagiaan ini ditunjang oleh unsur-unsur material dan non material. Unsur material adalah
tercukupinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan/ perumahan (yang semuanya disebut
Artha). Unsur non material adalah rasa kedekatan dengan Hyang Widhi (yang disebut Dharma),
kepuasan sex, kasih sayang antara suami-istri-anak, adanya keturunan, keamanan rumah tangga,
harga diri keluarga, dan eksistensi sosial di masyarakat (yang semuanya disebut Kama).

Perkawinan dalam masyarakat Hindu mempunyai arti dan kedudukan khusus dalam kehidupan
manusia, karena pasangan pengantin telah memasuki “ashrama” kedua yaitu Grhasta Ashrama.
Pawiwahan juga sangat dimuliakan karena bisa memberi peluang kepada anak/ keturunan untuk
melebur dosa-dosa leluhurnya agar bisa menjelma kembali sebagai manusia. Dari perkawinan
diharapkan lahir anak keturunan yang dikemudian hari bertugas melakukan Sraddha Pitra
Yadnya bagi kedua orang tuanya sehingga arwah mereka dapat mencapai Nirwana.

Anak keturunan merupakan kelanjutan dari kehidupan atau eksistensi keluarga. Anak dalam
Bahasa Kawi disebut “Putra” asal kata dari “Put” (berarti neraka) dan “Ra” (berarti
menyelamatkan). Jadi Putra artinya: “yang menyelamatkan dari neraka”. Suatu kekeliruan istilah
di masyarakat dewasa ini, bahwa anak laki-laki dinamakan putra dan anak perempuan
dinamakan putri; melihat arti putra seperti di atas, maka putri tidak mempunyai makna apa-apa
karena “ri” tidak ada dalam kamus Bahasa Kawi. Pandita berpendapat lebih baik anak
perempuan dinamakan Putra Istri, bukannya putri.

Pawiwahan di masyarakat Hindu adalah sakral, artinya suci, karena dalam masa Grhasta manusia
mulai mewujudkan dirinya sebagai manusia utuh yang berke-Tuhan-an. Kitab
Manawadharmasastra menyebutkan bahwa di masa Grhasta, pawiwahan adalah Dharmasampati
atau perbuatan dharma karena pasangan suami istri melaksanakan: Dharmasastra, Artasastra, dan
Kamasastra. Jika dikaitkan dengan Catur Purusaarta, maka pada masa Grhasta manusia Hindu
telah melaksanakan Tripurusa, yaitu Dharma, Artha, dan Kama. Purusa keempat (Moksa) akan
sempurna dilaksanakan bila telah melampaui masa Grhasta yaitu Wanaprasta dan Saniyasin.

PERKAWINAN YANG IDEAL

Perkawinan yang ideal diawali dari perkawinan yang berlangsung tidak menyimpang dari
kaidah-kaidah Agama dan Undang-undang, serta disaksikan oleh tiga unsur, yaitu: Bhuta saksi
(mabeakala), Dewa saksi (mapiuning/ muspa di Sanggah Pamerajan), dan Manusa saksi
(kehadiran pemuka Adat, Desa, dan masyarakat). Kaidah-kaidah Agama yang dimaksud ada
dalam Kitab Manawadharmasastra yang merupakan kumpulan Hukum Hindu, dan Undang-
undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974.

Selanjutnya perkawinan ideal akan terwujud bila tujuan perkawinan seperti yang diuraikan di
atas dapat tercapai dengan baik. Faktor pendukung utama untuk tercapainya tujuan perkawinan
adalah keimanan yang sama antara suami-istri. Dengan kata lain suami dan istri haruslah se-
Agama yaitu Agama Hindu.

KUTIPAN MANAWA DHARMASASTRA BUKU KETIGA TRITIYO’DHYAYAH

A. Tentang Cara-Cara Perkawinan

20:

CATURNAMAPI WARNANAM
PRETYA CEHA HITAHITAN
ASTAWIMANSAMASENA
STRIWIWAHANNI BODHATA

Sekarang dengarkanlah uraian singkat mengenai delapan macam cara perkawinan yang
dilakukan orang (keempat warna), yang sebagian adalah menimbulkan kebajikan dan yang
sebagian menimbulkan ketidak baikan didalam hidup ini maupun setelah mati.

21:

BRAHMO DAIWASTATHAIWARSAH
PRAJAPATYASTATHASURAH
GANDHARWO RAKSASASCAIWA
PAISACASCA ASTAMO DHARMAH

Macam-macam cara itu ialah: Brahmana wiwaha, Daiwa wiwaha, Rsi (Arsa) wiwaha, Prajapati
wiwaha, Asura wiwaha, Gandharwa wiwaha, Raksasa wiwaha dan Paisaca (Pisaca) wiwaha.

27:
ACCHADYA CARCAYITWA CA
SRUTI SILA WATE SWAYAM
AHUYA DANAM KANYAYA
BRAHMA DHARMAH PRAKIRTITAH

Pemberian seorang gadis yang sudah dirias (sudah matang) kepada seorang laki-laki yang
beragama (Hindu) dan berbudi luhur untuk dikawinkan atas persetujuan ayah-ibu mereka
keduanya, disebut Brahmana wiwaha.

28:

YAJNE TU WITATE SAMYAG


RTWIJE KARMA KURWATE
ALAMKRTYA SUTADANAM
DAIWAM DHARMAM PRACAKSATE

Pemberian seorang gadis yang sudah dihias (sudah matang) kepada seorang Pendeta (yang belum
beristri) yang memimpin upacara ketika itu disebut Daiwa wiwaha.

29:

EKAM GOMITHUNAM DWE WA


WARADADAYA DHARMATAH
KANYAPRADANAM WIDHI
WADARSO DHARMAH SA UCYATE

Kalau seorang ayah mengawinkan anak perempuannya setelah menerima pemberian (mas kawin)
sesuai dengan aturan dharma dari pengantin laki-laki disebut Rsi (Arsa) wiwaha.

30:

SAHOBHAU CARATAM DHARMAM


ITI WACANUBHASYA CA
KANYAPRADANAM ABHYARCYA
PRAJAPATYO WIDHIH SMRTAH

Pemberian seorang gadis untuk dikawini seorang laki-laki setelah orang tuanya memberikan doa
kemudian keduanya menyembah orang tua mereka, disebut Prajapati wiwaha.

31:

JNATIBHYO DRAWINAM
DATTWA KANYAYAI CAIWA SAKTITAH
KANYAPRADANAM SWACCHANDYAD
ASURO DHARMA UCYATE
Kalau seorang ayah mengawinkan anak perempuannya setelah menerima pemberian (mas kawin)
tidak sesuai dengan aturan Dharma dari pengantin laki-laki, disebut Asura wiwaha (lihat
perbedaan kalimat yang ditebalkan pada pasal 29).

32:

ICCHAYANYONYA SAMYOGAH
KANYAYASCA WARASYA CA
GANDHARWAH SATU WIJNEYO
MAITHUNYAH KAMASAMBHAWAH

Pertemuan suka sama suka antara seorang wanita dengan kekasihnya yang timbul dari nafsunya
dan bertujuan melakukan hubungan sex disebut Gandarwa wiwaha.

33:

HATWA CHITWA CA BHITTWA CA


KROSATIM RUDATIM GRIHAT
PRASAHYA KANYA HARANAM
RAKSASO WIDHI RUCYATE

Melarikan seorang gadis dengan paksa dari rumahnya dimana wanita berteriak-teriak menangis
setelah keluarganya terbunuh atau terluka, dan rumahnya dirusak, disebut Raksasa wiwaha.

34:

SUPTAM MATTAM PRAMATTAM


WA RAHO YATROPAGACCHATI
SA PAPISTHO WIWAHANAM PAICACA
SCASTAMO’DHAMAH

Kalau seorang laki-laki dengan secara mencuri-curi memperkosa seorang wanita yang sedang
tidur, sedang mabuk atau bingung, cara demikian adalah Paisaca wiwaha yang amat rendah dan
penuh dosa.

36:

YO YASYAISAM WIWAHANAM
MANUNA KIRTITO GUNAH
SARWAM SRNUTA TAM WIPRA
SARWAM KIRTAYATO MANA

Sekarang dengarkanlah apa yang telah ditetapkan oleh Maha Rsi Manu terhadap masing-masing
cara perkawinan tersebut.

37:
DASA PURWANPARAN WAMSYAN
ATMANAM CAIKAWIMCAKAM
BRAHMIPUTRAH SUKRITA KRNMOCA
YEDENASAH PTRRN

Anak yang lahir dari Ibu yang dikawini secara Brahmana wiwaha, jika ia melakukan hal-hal
yang berguna, ia membebaskan dosa-dosa sepuluh tingkat leluhurnya, dan sepuluh tingkat
keturunannya.

38:

DAIWODHAJAH SUTASCAIWA
SAPTA PARAWATAN
ARSODAJAH SUTRA STRIM STRINSAT
SAT KAYODHAJAH SUTAH

Seorang putra yang lahir dari wanita yang dikawini secara Daiwa wiwaha, menyelamatkan tiga
tingkat leluhur dan tiga tingkat keturunannya. Putra seorang wanita yang dikawini secara
Prajapati wiwaha, menyelamatkan enam tingkat dari kedua garis.

39:

BRAHMADISU WIWAHESU
CATURSWEWANUPURWASAH
BRAHMAWARCASWINAH PUTRA
JAYANTE SISTASAMMATAH

Dari sudut macam cara perkawinan yang diuraikan dari cara Brahmana sampai Prajapati, akan
lahir putra yang gemilang didalam pengetahuan dan dimuliakan oleh orang-orang budiman.

40:

RUPA SATTWA GUNOPETA DHA


NAWANTO YASASWINAH
PARYATTABHOGA DHARMISTHA
JIWANTI CA SATAM SAMAH

Dengan dihias oleh kecantikan parasnya, kebaikan budinya, dan dengan memiliki kekayaan serta
kemasyuran, dengan merasakan kenikmatan hidup sesuai menurut keinginannya dan dengan
selalu memegang kebenaran, mereka (anak-anak yang lahir dari pawiwahan Brahmana sampai
Prajapati) akan hidup seratus tahun.

41:

ITARESU TU SISTESU
NRSAMSA NRTAWADINAH
JAYANTE DURWIWAHESU BRAHMA
DHARMADWISAH SUTAH

Tetapi dari keempat macam perkawinan tercela lainnya (Asura, Gandharwa, Raksasa dan Paisaca
wiwaha), akan lahirlah putra-putra yang kejam dan pembohong, yang tidak menyukai Weda dan
kitab-kitab suci.

42:

ANINDITAIH STRI WIWAHAIR


ANINDYA BHAWATI PRAJA
NINDITAIRNINDITA NRRNAM
TASMANNINDYAN WIWARJAYET

Dari perkawinan terpuji akan lahirlah putra-putri yang terpuji; dan dari perkawinan tercela lahir
keturunan tercela; karena itu hendaklah dihindari bentuk-bentuk perkawinan tercela.

B. Tentang Hubungan Sex Suami/ Istri

45:

RTU KALABHIGAMISYAT
SWADARANIRATAH SADA
PARWAWARJAM WRAJECCAINAM
TAD WRATO RATI KAMYAYA

Hendaknya suami menggauli istrinya dalam waktu-waktu tertentu dan selalu merasa puas dengan
istrinya seorang, ia juga boleh dengan maksud menyenangkan hati istrinya mendekatinya untuk
mengadakan hubungan kelamin pada hari apa saja kecuali hari Parwani.

48:

YUGMASU PUTRA JAYANTE


STRIYO YUGMASU RATRISU
TASMADYUGMASU PUTRARTHI
SAMWICE DARTAWE STRIYAM

Kalau menggauli istri pada hari-hari yang genap (panglong dan penanggal) maka anak laki-
lakilah yang lahir, sedangkan pada hari-hari yang ganjil, anak perempuanlah yang lahir;
karenanya suami yang menginginkan anak laki-laki hendaknya menggauli istrinya hanya dimasa
yang baik pada hari-hari genap.

50:

NINDYASWASTASU CANYASU
STRIYO RATRESU WARJAYAM
BRAHMACARYEWA BHAWATI
YATRA TATRASRAME WASAN

Ia yang menhindarkan diri dari wanita pada hari-hari larangan itu adalah sama kesuciannya
dengan orang-orang Brahmacari, walaupun dalam tingkat kehidupan apapun.

C. Tentang Penghormatan/ Penghargaan Kepada Wanita

55:

PITRBHIR BHRATRBHIS
CAITAH PATIBHIR DEWARAISTATHA
PUJYA BHUSAYITA WYASCA
BAHU KALYANMIPSUBHIH

Wanita harus dihormati dan disayangi oleh ayah-ibu dan mertuanya, kakak-kaknya, adik-
adiknya, suami dan ipar-iparnya yang menghendaki kesejahteraan sendiri.

56:

YATRA NARYASTU PUJYANTE


RAMANTE TATRA DEWATAH
YATRAITASTU NA PUJYANTE
SARWASTATRAPHALAH KRIYAH

Di mana wanita dihormati disanalah para Dewa-Dewa merasa senang, tetapi dimana mereka
tidak dihormati tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala.

57:

SOCANTI JAMAYO YATRA


WINASYATYACU TATKULAM
NA SOCANTI TU YATRAITA
WARDHATE TADDHI SARWADA

Di mana warga wanitanya hidup dalam kesedihan, keluarga itu cepat akan hancur, tetapi dimana
wanita itu tidak menderita, keluarga itu akan selalu bahagia.

58:

JAMAYO YANI GEHANI


CAPANTYA PATRI PUJITAH
TANI KRTYAHATANEWA
WINASYANTI SAMANTATAH
Rumah di mana wanitanya tidak dihormati sewajarnya mengucapkan kata-kata kutukan, keluarga
itu akan hancur seluruhnya seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan gaib.

59:

TASMADETAH SADA PUJYA


BHUSANACCHA DANA SANAIH
BHUTI KAMAIRNARAIR NITYAM
SATKARESUTSA WESU CA

Oleh karena itu orang yang ingin sejahtera harus selalu menghormati wanita pada hari-hari raya
dengan memberi hadiah perhiasan, pakaian dan makanan.

D. Tentang Kebahagiaan Rumah Tangga

60:

SAMTUSTO BHARYAYA BHARTA


BHARTRA TATHAIWA CA
YASMINNEWA KULE NITYAM
KALYANAM TATRA WAI DHRUWAM

Pada keluarga dimana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian pula sang istri terhadap
suaminya, kebahagiaan pasti akan kekal.

Sang alaki rabi sane saling asih kawiyaktian nyane sampun ngemanggihin kerahayuan

61:

YADI HI STRI NA ROCETA


PUMAMSAM NA PRAMODAYET
APRAMODAT PUNAH PUMSAH
PRAJANAM NA PRAWARTATE

Kalau istri tidak mempunyai wajah berseri, ia tidak akan menarik suaminya, tetapi jika sang istri
tidak tertarik pada suaminya tidak akan ada anak yang lahir.

Yening stri tan setata nyemita, tan kengin sang meraga lanang sih asih ring stri, taler yening stri
sekadi inucap, punika sane ngawinang sang alaki rabi tan presida ngawentenang sentana

62:

STRIYA TU ROCAMANAYAM
SARWAM TADROCATE KULAM
TASYAM TWAROCAMANAYAM
SARWAMEWA NA ROCATE
Jika sang istri selalu berwajah berseri-seri seluruh rumah akan kelihatan bercahaya, tetapi jika ia
tidak berwajah demikian semuanya akan kelihatan suram.

Yening stri setata nyemita, kawentenan kulawarga sekadi surya galang apadang, sakewanten
yening tan asapunika, libut peteng dieng sekadi tilem, asapunika yening angdayang titiang.

63:

KUWIWAHAIH KRIYA LOPAIR


WEDANADHYAYANENA CA
KULANYA KULAM TAMYANTI
BRAHMANATI KRAMENA CA

Dengan perkawinan secara rendah yaitu dengan mengabaikan upacara pemujaan, dengan
mengabaikan pelajaran Weda dan dengan tingkah laku yang tidak hormat kepada Sulinggih,
keluarga-keluarga besarpun akan berantakan.

Yening wenten kulawarga tan presida ngawentenang yadnya, tan uning ring sastra-sastra agama,
taler tan bhakti ring Sang meraga lingsir, sinah sampun kulawargane punika jagi ngemanggihin
bencana

66:

MANTRATASTU SAMRDDHANI
KULANYALPA DHANANYAPI
KULASAMKHYAM CA GACHANTI
KARSANTI CA MAHADYACAH

Tetapi keluarga-keluarga yang kaya dalam pengetahuan Weda walaupun mempunyai kekayaan
sedikit mereka dapat dimasukkan dalam golongan keluarga yang mulia serta mendapatkan
kemakmuran.

Sakewanten kulawarga sane uning lan ngemargiang kedharmaan manut ring sastra agama,
yadiastun tan akeh maduwe arta berana, punika kulawarga sane kasengguh maha utama lan polih
kerahayuan taler dirgayusa

75:

SWADHYAYE NITYAYUKTAH
SYADDAIWE CAIWEHA KARMANI
DAIWAKARMANI YUKTO HI
BIBHARTIMDAM CARACARAM

Hendaknya setiap orang yang menjadi kepala rumah tangga setiap harinya menghaturkan
mantra-mantra suci Weda (Puja Trisandya) dan juga melakukan upacara pada para Dewa karena
ia yang rajin dalam melakukan upacara yadnya pada hakekatnya membantu kehidupan ciptaan
Hyang Widhi yang bergerak (mahluk hidup) maupun yang tidak bergerak (alam semesta).

Patut pisan seraina-raina soang-soang kulawarga ngemargiang Panca yadnya lan Puja Trisandya,
mawinan punika sane ngemanggehang urip ring jagate

94:

KRTWAITAD BALI KARMAIWA


MATITHIM PURWAMASAYET
BHIKSAM CA BHIKSAWE DADYAD
WIDHIWAD BRAHMA CARINE

Setelah melaksanakan upacara yadnya ia hendaknya pertama-tama memberi makan kepada tamu
sesuai dengan peraturannya, memberi sedekahan kepada pertapa (Pendeta) dan pelajar
(Brahmacari).

Sesampun ngelarang yadnya, patut pisan yening ngaturang punia ring sang meraga lingsir lan
sang Brahmacari

106:

NA WAI SWAYAM TADASNIYAD


ATITHIM YANNA BHOJAYET
DHANYAM YASASYAMAYUSYAM
SWARGYAM WATITHI PUJANAM

Seorang kepala keluarga tidak boleh memakan makanan yang enak tanpa menyuguhkan
makanan yang sama kepada tamunya, penerimaan tamu secara ramah memberi pahala kekayaan,
kemasyuran, hidup panjang umur, dan kedamaian keluarga.

Yadnya sesa patut kemargiang mawinan punika sane maha utama ngawinang sapta werdi ring
manusane sami. Sapta werdi inggih punika: kerahayuan, mahayusa, kawikanan, suka,
kerahajengan, kedharmaan, lan polih sentana suputra

117:

DEWANRSIN MANUSYAMSCA
PITRRN GRHYASCA DEWATAH
PUJAYITWA TATAH PASCAD
GRHASTHAH SESABHUGBHAWET

Setelah menghormati para Dewa, para Rsi, para Leluhur, para Dewa penjaga rumah, dan tamu,
penghuni rumah akan makan kemudian atas apa yang tertinggal.
Ri sampun ngemargiang yadnya sesa, irika ngraris kulawargane nunas lungsuran, punika sane
patut pisan kelaksanayang

118:

AGHAM SA KEWALAM BHUNGKTE


YAH PACATYAT MAKARANAT
YAJNASISTASANAM HYETA TAT
SATAMANNAM WIDHIYATE

Ia yang menyiapkan makanan hanya untuk diri sendiri sebenarnya memakan dosa karena sudah
ditetapkan bahwa makanan yang tinggal setelah selesai upacara adalah menjadi makanan orang-
orang yang bijaksana.

Sira sane nunas sedurung ngaturang yadnya, irika ipun kasengguh ngemaling, lan kawiaktian
nyane ipun ngemargiang asubha karma; nanging sang meraga wikan setata nunas lungsuran,
pastika sampun punika sane kebawos subha karma

Anda mungkin juga menyukai