Keluarga berasal dari kata kula yang artinya abdi atau hamba, dan warga yang berarti jalinan/ikatan pengabdian. Keluarga artinya jalinan/ikatan pengabdian seorang suami, istri dan anak. Sukhinah / sejahtera berarti segala kebutuhan lahir dan bathin serta jalinan kasih terpenuhi. Jadi keluarga sukhinah adalah terpenuhinya kebutuhan hidup jasmani dan rohani secara berkecukupan, selaras, serasi dan seimbang sesuai swadharma masing-masing. PENGERTIAN PERKAWINAN/WIWAHA Definisi perkawinan menurut UU No.1 Tahun 1974 BAB I pasal 1: Perkawinan adalah adanya ikatan antara dua orang, pria dan wanita secara lahir bathin, bertujuan membentuk rumah tangga bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2 ; Perkawinan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dalam Manawadharmasastra disebutkan bahwa wiwaha bersifat sakral dan wajib hukumnya. Legalnya upacara perkawinan Hindu harus ditandai dengan pelaksanaan ritual, yaitu upacara wiwaha minimal upacara byakala. Tujuan perkawinan dalam agama Hindu:
1. Melahirkan keturunan yang suputra
2. Membentuk keluarga bahagia lahir bathin 3. Memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani yang dilandasi dharma 4. Membina rumah tangga dan bermasyarakat 5. Melaksanakan Yadnya Berdasarkan kitab Manu Smerti, perkawinan sifatnya religius dan obligator (memiliki ikatan hukum), hal ini karena erat kaitannya dengan kewajiban untuk mendapatkan keturunan dan melebur dosa-dosa orang tua dengan melahirkan anak SUPUTRA. Suputra (bhs. Sanskerta) berarti ia yang menyeberangkan / menyelamatkan arwah orang tuanya dari neraka ke surga. Hakikat Wiwaha Dalam Catur Asrama , wiwaha termasuk fase Grhasta Asrama. Dalam Catur Warna, wiwaha erat kaitannya dengan Ksatriya Warna. Di dlm Grhasta ada tiga usaha yg harus dilaksanakan yaitu : 1. Dharma = aturan-aturan yg harus ditaati. 2. Artha = kebutuhan hidup berumah tangga berupa material dan pengetahuan. 3. Kama = rasa kenikmatan / kebahagiaan yg dirasakan. Syarat-syarat Wiwaha 1. Dilakukan menurut ketentuan hukum Hindu. 2. Harus dilakukan oleh pendeta/rohaniawan atau pejabat agama yg memenuhi syarat. 3. Kedua mempelai telah menganut agama Hindu. 4. Setelah melaksanakan upacara byakala/biakaonan 5. Calon mempelai tidak terikat oleh suatu ikatan pernikahan. 6. Calon mempelai cukup umur. 7. Calon mempelai tidak memiliki hubungan darah dekat. Saksi Perkawinan Perkawinan dianggap sah bila ada saksi. Dalam Upacara wiwaha, terdapat tri upasaksi (tiga saksi), yaitu Dewa Saksi, Manusa Saksi dan Butha Saksi.
Usai melaksanakan Upacara Byakala,
kedua pasangan resmi sebagai Suami- Istri. Berdasarkan kitab Manawadharmasastra , sistem perkawinan ada delapan jenis :
1. Brahma wiwaha = pemberian anak wanita kepada seorang
pria yg ahli Weda. (Manawadharmasastra III.27) 2. Daiwa Wiwaha = pemberian anak wanita kepada seorang pendeta yg melaksanakan upacara / yg telah berjasa. (Manawadharmasastra III.28) 3. Arsa Wiwaha = dilakukan sesuai dgn peraturan setelah pihak wanita menerima seekor/sepasang lembu. (Manawadharmasastra III.29) 4. Prajapati Wiwaha = pemberian seorang anak setelah berpesan dgn mantra. (Manawadharmasastra III.30) 5. Asura Wiwaha = perkawinan setelah pengantin pria memberikan mas kawin. (Manawadharmasastra III.31) 6. Ghandarwa Wiwaha = perkawinan suka sama suka (Manawadharmasastra III.32) 7. Raksasa Wiwaha = dengan menculik gadis dengan cara kekerasan (Manawadharmasastra III.33) 8. Paisaca Wiwaha = dengan cara mencuri, memaksa, dan membuat bingung (Manawadharmasastra III.34)
Dari kedelapan sistem perkawinan itu, ada dua sistem
yg dilarang yaitu sistem raksasa wiwaha dan paisaca wiwaha. Menurut tradisi adat di Bali, ada 4 sistem perkawinan yaitu : 1. Sistem memadik/meminang = pihak calon suami beserta keluarga meminang ke rumah calon istrinya. 2. Sistem ngerorod/rangkat = berlangsung atas dasar cinta sama cinta (kawin lari). 3. Sistem nyentana/nyeburin = perkawinan yg berdasarkan perubahan status hukum. Calon mempelai wanita secara adat berstatus sebagai purusa. 4. Sistem malegandang = bentuk perkawinan dgn cara paksa yg tidak didasari cinta sama cinta. Perkawinan yang dilarang 1. Bertentangan dengan hukum agama (raksasa wiwaha dan paisaca wiwaha) 2. Masih mempunyai ikatan perkawinan sebelumnya 3. Mempunyai penyakit yang disembunyikan/merasa tertipu 4. Memiliki hubungan sepinda 5. Suami istri tidak menganut agama yg sama Tingkatan upakara Wiwaha : 6. Upakara kecil - Penjemputan mempelai/ di depan rumah purusa ( segehan cacahan warna 5, api takep, tetabuhan ) - Peresmian perkawinan (banten padengen-dengen/pekalan- kalaan, tataban, dan pejati) 2. Upakara besar - Penjemputan mempelai (sda dilengkapi caru patemon) - Peresmian perkawinan (tataban pulagembal dan sesayut nganten)
Beberapa perlengkapan dlm pekalan-kalaan :
1. Tikeh dadakan 2. Kala sepetan (sabut kelapa yg diikat) 3. Tegen-tegenan 4. Sok pedagangan 5. Pepegatan 6. Tatimpug TUGAS KELOMPOK 1. BUATLAH SEBANYAK 6 KELOMPOK 2. MASING-MASING KELOMPOK MENGURAIKAN TENTANG BAHAN,FUNGSI DAN MAKNA DARI KELENGKAPAN UPACARA WIWAHA/PEKALAN-KALAN 3. BUAT DALAM BENTUK WORD/PPT, PRESENTASIKAN DI DEPAN KELAS Tata Urutan Upacara 1. Penyambutan kedua mempelai 2. Mabyakala 3. Mapejati / pesaksian Rangkaian Wiwaha Hindu di Jawa: 1. Nontoni 4. Midodareni 2. Pinangan 5. Panggih manten 3. Peningset
Rangkaian Wiwaha Hindu adat Dayak:
4. Mamupuh 5. Peminangan 6. Tahap pengukuhan perkawinan Rangkaian Wiwaha di Batak Karo
1. Tahap sebelum upacara perkawinan
- Ertutut, naki-naki, nungkuni 2. Nangkih 3. Maba belo selambar 4. Maba manuk 5. Kerja erdemu bayu 6. Sesudah perkawinan (nguluhken limbas) KEWAJIBAN ISTRI, SUAMI DAN ANAK DALAM KELUARGA 1. SWADHARMA ISTRI a. Memenuhi doa dan harapan orang tua b. Memenuhi harapan suami c. Sebagai ibu rumah tangga Mendidik anak harus disesuaikan dengan usianya ; - Usia 0-6 tahun = seorang raja - Usia 7-15 tahun = sebagai pelayan/disuruh-suruh - Usia 16-20 tahun = sebagai teman/sahabat - Usia 21 tahun ke atas = diajari ilmu kepemimpinan - Anak-anak sudah bersuami istri = orang tua sebagai panutan d. Sebagai penyelenggara agama 2. SWADHARMA SUAMI TERHADAP ISTRI a. Wajib melindungi istri dan anak-anaknya b. Wajib menghargai dan menghormati istri c. Wajib memelihara kesucian istri dan keturunannya d. Wajib memberikan harta
3. SWADHARMA AYAH TERHADAP ANAK
e. Menurut kitab Sarasamuscaya; - Anna data = memberikan makan - Prana data = membangun jiwa si anak - Sarirakerta = mengupayakan kesehatan jasmani anak b. Menurut kitab Nitisastra, VIII.3 - Matulung urip rikalaning baya = menyelamatkan keluarga saat bahaya - Nitya meweh bhinojana = mengusahakan makanan sehat - Mangupadyaya = memberikan ilmu pengetahuan kepada anak - Anyangaskara = membina mental spiritual anak - Sangametwaken = sebagai penyebab lahirnya anak
4. SWADHARMA ANAK TERHADAP ORANG TUA
a. Selalu patuh dan menjadi anak SUPUTRA LIMA PILAR KELUARGA SUKHINAH 1. Bersyukur dengan harta yang diperoleh sesuai dharma 2. Bersyukur terhadap makanan yang telah disiapkan 3. Bersyukur dengan istri sendiri 4. Menegakkan kedamaian 5. Memiliki kesehatan sosial
PAHALA BAGI ANAK YANG BERBHAKTI
6. Kirti 7. Ayusa, berumur panjang dan sehat 8. Bala 9. Yasa pattinggal rahayu