Anda di halaman 1dari 8

POSISI WANITA PADA HUKUM HINDU DALAM SISTEM VIVAHA

SAMSKARA

Wayan Martha
marthabadung@gmail.com

FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS HINDU INDONESIA

ABSTRAK

Artikel ini berupaya menjelaskan tentang posisi wanita pada hukum Hindu khususnya
dalam sistem Vivaha Samskara. Posisi wanita selalu harus terjaga, terlindungi, terawat
dan terpelihara. Sejak perempuan (wanita) masih bayi sampai ia menjadi dewasa ia
dipelihara oleh orang tuanya, sejak sudah menikah ia dipelihara suaminya dan setelah
sudah tua ia dipelihara oleh anak-anaknya. Jadi wanita selalu dalam posisi dijaga ekstra
ketat, tidak terlalu memberikan kebebasan dengan alasan yang sangat logis, wanita
selalu dalam posisi tereksploitasi, termarginalkan dan menanggung beban, ujung-
ujungnya yang kena getah pasti wanita. Dalam keaadan demikian wanita selalu menjaga
kehormatannya (pativrata), menjalankan tugas dan kewajiban (sadvi) serta keharuman
nama keluarga (kirtim).
Kata Kunci: vivaha samskara, pativrata, sadvi, kirtim

I. PENDAHULUAN bantuan ke panti asuhan/panti jompo


dsb) dan aktivitas yang ditujukan untuk
Asumsi dan interpretasi yang membantu sesama manusia, namun
selama ini menyatakan bahwa dalam perkawinan tidak dilakukannya
perkawinan digolongkan sebagai bagian pemberianpelalayanan kepada manusia,
dari Panca Yajna, khususnya Manusia itusebabnya masuk dalam kelompok
Yajna, karena pelaksanaan yajna yang samskara (baca: vivaha samskara).
dilakukan dalam Pawiwahan
(perkawinan) dianggap menyangut Tidak satupun dari rumusan itu
urusan manusia (individu), termasuk terpenuhi selain pawiwahan memasuki
dalam upacara mesangih (potong gigi) 16 samskara (penyucian), dengan
dimasukkan dalam Manusia yajna. sistem dan tatacara. Pawiwahan
Sampai saat ini interpretasi dan termasuk dalam sistem urutan
implementasi Manusia Yajna, adalah berjenjang samskara (kecendrungan dan
ritual melakukan potong gigi, dan penyucian diri). Dari Garbhadana
pawiwahan (perkawinan). Padahal, Samskara (baru dinyatakan hamil s/d 3
yang dimaksudkan Manusia Yajna bulan), Punsavan (kehamilan 4-6
adalah melakukan pelayanan (seva) bulan), Simantoyan (kehamilan 7-9
terhadap makhluk lain, khususnya bulan), Jatakarma (anak baru lahir),
manusia seperti; memberikan bantuan Niskama (anak sudah bisa diajak ke luar
kepada sesama manusia (misalnya : rumah), Namakarma (memberikan
bedah rumah, safari kesehatan, bantuan nama sampai 11 hari), Mundan
sembako, bantuan kepada fakir miskin, (menggunduli anak), Karnadeva

VIDYA WERTTA
7
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
(menindik anak khususnya putri), percampuran benih-benih secara
Annaprasan (anak baru pertama kali bersamaan sehingga terjadi kemurnian,
diberikan makan), Upanayana (anak- keaslian dan kesejatian anak, bila
anak mulai memasuki sekolah), persenggamaan dilakukan secara
Vedarambha (anak-anak baru diberikan berbarengan dalam waktu yang sama.
pendidian veda), Samavartana (anak
telah menyelesaikan pendidikannya), Yudistira sebagai anak pertama
Grahasta (memasuki rumah tangga), mendapat giliran pertama dengan tidak
Vanaparasta (meninggalkan kehidupan dinodai akan giliran kedua dengan
duniawi), Bhiksuka (memasuki dunia timing aturan waktu catatan baru dapat
spiritual) sampai Antyesthi samskara dilangsungkan giliran kedua, dengan
(kematian/ngaben). Semuanya masuk tenggang waktu telah mencapai setahun
dalam wilayah samskara (kecendrungan dari waktu hamil sampai lahir dan
orang lahir) dan merupakan bagian dari bersih dari benih lama selama setahun,
penyucian diri, jenjang samskaranya jadi kurang lebih selama dua tahun baru
seperti di atas. menuju giliran kedua, dan selanjutnya
ketiga, keeempat dan kelima. Ada
II. PEMBAHASAN sekitar tenggang waktu dua tahun
seorang baru dapat melakukan
Perkawinan adalah ikatan lahir hubungan seks berikutnya, dengan
batin antara seorang pria dengan catatan waktu berlangsungnya selama
seorang wanita sebagai suami istri hamil dan selama pembersihan. Untuk
dengan tujuan membentuk rumah menghindari benih-benih lain masih
tangga yang bahagia dan kekal hinggap dalam rahim. Kaidah kedua,
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah baik adik kedua dan selanjutnya
(UU. No.1 Tahun 1974 tentang (Bima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa)
Perkawinan). Dalam sistem Hukum tidak boleh mondar mandir di depan
Hindu perkawinan atau vivaha kamar (rumah memasuki kamar (rumah)
(pawiwahan) dimasukkan dalam salah tanpa izin atau dengan alasan apapun,
satu samskara dari 16 samskara Hindu) ketiga hubungan itu bersifat sakral
yajna-samskara (penyucian diri), dari tanpa noda.
sejak manusia dinyatakan hamil sampai
Dalam sistem perkawinan Hindu
meninggal dikelompokkan sebagai
perkawinan dianggap sebagai dua buah
samskara, bukan tergolong Panca
keluarga (warang) yang memberikan
Yajna.
imbas kedua buah keluarga dan satu
Dalam spirit Veda tiga tujuan sistem. Azas yang dianut dalam sistem
untuk melakukan perkawinan adalah; perkawinan adalah Monogmi.
dharma sampati (melakukan yajna Perkawinan adalah sebuah hubungan
bersama-sama), prajna (melanjutkan antara dua lembaga yang sakral, dua
keturunan), dan rti (melakukan keluarga dan dua individu yang saling
hubungan seks yang sah). Dalam berinteraksi sampai kelak kemudian
konteks ini perkawinan yang dilakukan hari. Bagaimana dengan perkawinan
oleh Drupadi dengan menikahi lima yang dilakukan Drupadi yang
suami (berpoliandri) adalah memenuhi berpoliandri dinikahi Panca Pandawa?
syarat dan kaidah peraturan melakukan Bila terjadi sebaliknya, maka dianggap
senggama. Untuk menghindari sebagai stigma sosial yang buruk
terhadap hubungan keluarga. Sering

VIDYA WERTTA
8
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
perkawinan dimaksudkan sebagai yang sangat tidak patut dicontoh.
investasi politik karena akan Perkawinan poliandri yang terjadi pada
merekatkan hubungan dua keluarga jaman Dwaparayga itu adalah sebuah
besar (dalam jaman kerajaan), secara contoh untuk tidak diikuti.
geopolitik, sebagai sebuah persekutuan, Persoalannya, sejak dari muda Drupadi
meredam konflik dan memperkuat menginginkan seorang suami yang
sendi-sendi tali kekeluargaan. Pada super ideal memiliki kemampuan (baik
zaman Dwaparayuga dimana putri-putri hati, berhati mulia), kuat, pintar, tampan
kerajaan sengaja dinikahkan dengan dan rajin kepada Mahadewa. Untuk
kerajaan yang akan menjadi sekutunya memenuhi keinginan (meluluskan)
nanti dalam menghadapi medan perang Drupadi yang hampir impossible dan
Kuruskhsetra dan perkawinan yang nonsense, hanya satu-satunya jalan
saling menguatkan. Drupadi harus menikah dengan Panca
Pandawa yang masing-masing memiliki
Hindu telah pernah menjalani lima representasi karakter yang
proses perkawinan Poligami dan diharapkan Drupadi. Ekaspektasi
Poliandri dengan bukti fakta emperis. Drupadi untuk memiliki suami yang
Raja-raja zaman dahulu yang menikah perfect sebetulnya sebuah pemangkiran
sampai beberapa kali adalah sebuah terhadap limitasi kemampuan manusia.
contoh, yang pada dasarnya bertujuan Kelima suaminya, Yudistira adalah
untuk melahirkan benih anak seorang representasi dari moralitas dan etika,
seputra, memperbanyak populasi Bima representasi dari kuat, Arjuna
manusia sehingga menjadi sebuah repersentasi tentang kecakapan,
komunitas yang pada akhirnya mejadi kepintaran (intelegensi), Nakula
sebuah samasthi (masyarakat komunal). mewakili ketampanan (smart, ganteng
Bima, dan Arjuna juga telah menikah handsome)) dan Sahadewa adalah
beberapa kali. Raja Windusara, dan representasi dari aktivitas (rajin)
Raja Dristarasthra menikah sampai tiga merupakan representasi sebuah
kali. Memang dalam zaman dahulu keinginan. Meskipun sampai saat ini
golongan ksatria varna dapat menikah hamoir semua orang beranggapan
sampai tiga kali, Raja Drsithrarastra bahwa Arjuna itu ganteng (smart,
menikahi (Kausalya, Sumithra dan playboy), tapi dalam teks Itihasa,
Kekayi) secara berturut- turut, karena Arjuna symbol dari intelegensi. Dalam
Kausalya, Sumithra dan Kekayi jaman Kaliyuga ini, di era postmodern
ketiganya juga tidak memiliki yang bergelimang dengan meterialisasi
keturunan. hal ini nonsense dimiliki oleh manusia,
tidak ada manusia memiliki kapasitas
Perkawinan yang dilakukan oleh
yang melebihi dari beberapa
Drupadi terhadap Panca Pandava adalah
keterbatasan manusia yang memiliki
perkawinan poliandri (menikahi lima
identitas kelima hak tersebut yang
pria sekaligus), perkawinan lebih dari
sangat ideal. Jangan mencari keinginan
satu pria (satu suami). Perkawinan
apapun yang absolut, perfeksionis itu
poliandri yang dilakukan Drupadi
tidak mungkin.
bukan sebagai panutan, tetapi sebuah
probelmeatika yang sifanya kasuistis Menurut Manu, dalam sistem
(tertentu saja), yang tidak perlu Perkawinan Hindu yang menganut 2
dicontoh. Justru perkawinan poliandri sistem perkawinan, yaitu; anuloma
yang dilakukan Drupadi menjadi contoh

VIDYA WERTTA
9
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
(perkawinan dalam urutan garis menikah dengan orang ynag tidak se-
menurun) dan pratiloma (urutan garis varna maka dapat menimbulkan
mendaki), terjadi pada sistem ketimpangan, yang masing-masingt
perkawinan beda warna (sekali lagi mengamalkan profesinya (kompetensi)
bukan beda kasta). Selama ini sebagai brahmana namun sang istri
perkawinan beda soroh (clan, warga) di menjalankan profesi yang lain, sehingga
Bali dianggap sebagai perkawinan beda tidak sejalan dan tidak seiring, timpang
varna yang menurut kultur masyarakat dan bertentangan dengan
Hindu di Bali dianggap nyerod, bila swadharmanya. Nama-nama ini juga,
seorang perempuan (putri) yang pada hakekatnya sudah tidak
menikah dari kalangan Ida Ayu, menunjukan identitasnya yang sebenar-
Cokorde Istri, Sagung, Dewa Ayu benarnya, ditinjau dari fungsionalisasi
dengan orang yang dianggap human (kompetensi, profesionalime), bakat dan
ordinary (manusia biasa) dianggap guna karma, karena tidak menjalankan
menurun derajatnya (nyerod) bila swadharmanya sebagaimana yang
dinikahi sama yang namanya Gede, diharapkan. Kasta dan Varna terlalu
Made, Nyoman dan Ketut tanpa embel- beda prinsip. Pendeknya, nama tidak
embel. menujukkan identias dan karakter si
pembawa nama tersebut, malah telah
Sanksi berupa upacara jatuh menjadi kapatita telah
patiwangi sebagai manifestasi turunnya menyimpang dari swadharmanya.
derajat bila yang bersangkutan menikah Sayang sanski yang diterapkan dalam
dengan orang yang dianggaonya tidak Hukum Hindu di Bali sangat lemah
seerajat dalam soroh yang telah karena tidak satupun dari sistem yang
disandangnya sejak lahir. Sebaliknya, baku ini diresipir oleh awig-awig Desa
bila seorang perempuan dari kalangan Pakraman di Bali.
(baca: jaba) diambil oleh dari kalangan
di atas (Ida Bagus, Cokorde, Anak 2.1 Posisi Wanita dalam veda
Agung dan Dewa) dianggap sebagai
perkawinan mendaki (naik) statusnya. Posisi wanita dalam Veda sangat
Oleh karena itu status wanita dalam dihormati meskipun hukum selalu
perkawinan memasuki lingkungannya berubah telah terjadi modifikasi dan
naik menjadi Jero. pergeseran materi, sanksi dan
peruntukannya sesuai dengan Desa,
Nama Jero dimasukkan
Kala dan Tattwa. Oleh karena itu,
tambahan nama sebelumnya (aslinya),
perempuan yang telah menikah disebut
menunjukkan statusnya masuk dalam
sthri, yang kemudian menjadi kata istri,
lingkaran keluarga pihak purusha (laki-
yang berarti, s (sathyabinava, bersama-
laki) yang disebut perkawinan salah
sama melakukan yajna), th (thyaga,
kaprah. Menurut sastra perkawinan
pengorbanan), dan ri, (rasa) manis. Istri
demikian hanya perbedaan soroh (clan,
memiliki semua kemuliananya melekat
warga) bukan perbedaan varna
dalam diri istri. Dalam Kitab Manava
(fungsionalisasi, kompetensi
Dharma Sastra III.56 yang berlaku pada
profesional). Memang masuk akal jika
zaman Kerthyayuga, wanita sangat
perkawinan sesama derajat mesti
dihormati. Terbukti kitab Manusmerthi
dilangsungkan karena, akan mengikuti
menyisipkan keunggulan dan kemuliaan
atau proteksi dari suami (misalkan
wanita.
sesama brahmana varna, kalau ia

VIDYA WERTTA
10
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
Yatra naryastu pujyante (sadvi) serta keharuman nama keluarga
ramante tatra dewatah, (kirtim).
yatraitastu na pujyante
sarwastatraphalah kriyah Lima manifestasi ketidakadilan
(Dimana Perempuan dihornati, gender, yaitu : marginalisasi (proses
disanalah dewata merasa senang, peminggiran terhadap kelompok
tetapi dimana mereka tidak tertentu), subordinasi (pengondisian
dihormati, pekerjaan apapun terhadap seseorang sehingga dalam
tidak akan membawa pahala). keadaan tidak mandiri) sehingga ia
harus terus begantung), stereotip
Sosanti jamayo yatra, (pelabelan negatif terhadap kelompok
winasyatyesu tatkulam, tertentu sehingga menimbulkan
nasosanti tu yatraita, wardhate ketidakadilan, kecuali dia harus
taddhi sarvada (Dimana kaum bergantung), beban ganda (seseorang
perempuan hidup dalam yang harus menanggung beban kerja
kesedihan, keluarga itu cepat pada dua wilayah sekaligus) dan
hancur, tetapi dimana kaum kekerasan (serangan atau invasi yang
perempuannya itu tidak tersiksa mendatangkan ketidaknyamanan pada
penderitaan maka keluarga itu seseorang, (Memecah Kebisuan, PHDI
akan selalu bahagia). Pusat, 2014 : 18).
Striya tu rocamanayam sarwam Dalam Rgveda- Jayed
tadrocate kulam, gtasyam astmamaghavan sed u yonih (rumah
twarocamanayam sarwamewa tangga adalah perempuan itu sendiri),
na rocate (Jika istri selalu dan ia paling terpenting bagi
berwajah berseri-seri seluruh kemakmuran keluarga). Dhartri dan
rumah akan kelihatan bercahaya, dharani berarti sebagai penyeimbang
tetapi jika ia tidak berwajah sepertinya meoling pasien. Dalam
demikian semuanya akan Atharva veda disebutkan; sumanggali
kelihatan suram) pratarani grhanamadhah pasyasva
maupari samtaram padakau hara)
Posisi wanita selalu harus Masuklah wahai wanita di rumah ini
terjaga, terlindungi, terawat dan dengan memakai busana dan
terpelihara. Sejak perempuan (wanita) kelaurkanlah suamimudari
masih bayi sampai ia menjadi dewasa ia segalapenderitaan (Atharvavade: 142-
dipelihara oleh orang tuanya, sejak 26).
sudah me nikah ia dipelihara suaminya
dan setelah sudah tua ia dipelihara oleh Dalam Veda menyebutkan
anak-anaknya. Jadi wanita selalu dalam sebagai dampati, dua tuan dalam satu
posisi dijaga ekstra ketat, tidak terlalu rumah tangga. Perempuanlah yang
memberikan kebebasan dengan alas an hagus memilih suaminya sendiri jika
yang sangat logis, wanita selalu dalam ingin hidup bahagia (savayam sa
posisi tereksploitasi, termarginalkan dan mithram vanete jene cit, Rgveda :10-27-
menanggung beban, ujung-ujungnya 12), patni sukrtam bibharti (tanpa
yang kena getah pasti wanita. Dalam kehadiran perempuan yajna tidak
keaadan demikian wanita selalu sempurna), jika wanita melaksanakan
menjaga kehormatannya (pativrata), yajna maka para raksasa/buta Dewa
menjalankan tugas dan kewajiban Agni) akan terusir. Rsi Walmiki

VIDYA WERTTA
11
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
memberikan penghargaan terhadap Jiwadanda, Corah (kejahatan yang
wanita sebagai perwujudan bhakti dan berubungan degan harta kekayaan
perwujudan pengetahuan. degan sanski Arthadanda dan Paradara
(kejahatan yang berhubungan dengan
Masa kotor yang disebabkan etika, susila (moralitas) dengan sanski
karena kelahiran bagi masing-masing Sangaskaradanda. Dari pemetaan ini,
varna juga berbeda, Brahmana pemerkosaan terhadap anak kandung
dikenakan sampai 10 hari, Ksatria 12 dan bersenggama termasuk sanksi berat
hari, Vaisya 15 hari dan Sudra 30 hari. yang masuk dalam kategori Dusta. Hal
ini terlihat jelas dalam penerapan
2.2 Penerapan Sanksi
kejahatannya diberlakukan dalam awig-
awig di Bali.
Sanksi sanksi yang diterapkan
dalam sistem perkawinan Hindu; Dalam zaman Dvaparayuga
menghamili anak kandung, melakukan berlaku Manawa Dharmasastra
hubungan seksual di Pura, memperkosa (Dharmasmerti), seorang Brahmana
anak wanita di bawah umur (kanya boleh menikah sampai 4x, seorang
wighna), memperkosa putrinya sendiri Ksatria 3x, Vaisya 2x dan Sudra 1x
(swaputribhajana), bersenggama sesuai dengan varna (bukan kasta).
dengan ibu kandung sendiri (mater Dalam sistem Catur Varna yang dianut
bhajana), yuwati wadha (membunuh dalam warisan budaya Hindu (sekali
wanita), bruhanahatya (mengguburkan lagi bukan kasta), adalah klasifikasi
kandungan) melakukan pencabulan berdasarkan fungsionalisasi atau
anak anak di bawah umur termasuk kompetensi profesi yang dipilihnya,
dosa besar (Ati Pataka) menurut bukan berdasarkan kedudukan status
Slokantara 15-17, yang sanksinya juga sosial. Itu sebabnya Brahmajati,
tidak dimasukkan ke dalam awig-awig diberikan ruang lebih besar karena
adat. hanya seorang brahmana yang memiliki
kebijaksanaan, moralitas, status sosial
Dalam awig-awig hanya ekonomi, dan kewibawaan dapat
dimasukkan amandal sanggama mempertanggungjawabkan posisinya
(pembangkangan untuk tidak mau keadaan masyarakat untuk tidak
melakukan hubungan senggama), salah dikatakan suka kawin diberikan
timpal (hubungan seks dengan menikah sampai 4 kali. Meskipun
binatang), gamya gamana (melakukan Hindu menganut asas monogami yang
hubungan seks dengan orang yang mengisyaratkan bahwa perkawinan
masih ada dalam ikatan darah namun hanya terjadi untuk sekali dalam hidup,
sanksinya yang tidak ada. Padahal yang juga membawa dampak terhadap
dalam catatan Hukum Hindu semua hal ikut andilnya bukti kesetiaan sepasang
yang menyangkut tentang melalukan suami-istri untuk hidup sampai akhir
hubungan seksual dengan yang masih hayat. Alasan sederhana, adalah
ada keterikatan darah diganjar dengan Brahmana memiliki status social
Ati Pataka (Dosa Maha besar). (keadaan ekonomi), kebijaksanaan dan
Dalam Pidana Hindu yang keadilan yang dapat menghidupi istri-
dikelompokkan dalam tiga fondasi: istri yang dinikahinya. Lebih mumpuni
Dusta (kejahatan yang menyangkut dengan yang lainnya.
nyawa seseorang dengan sanksi

VIDYA WERTTA
12
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
Sudra hanya dibolehkan berbuat semena-mena, meninggal,
menikah hanya sekali karena alasan menjadi pertapa, kehilangan
status sosial ekominya yang sangat kejantanannya atau turun derajatnya
rendah yang tidak memungkinkan untuk (Parasara Dharma Sastra, IV. 26).
menikah lebih satu kai, untuk dengan Dimana juga bagi seorang istri yang
asumsi, bagaimana menghiudpi istri- telah meremehkan suaminya karena
istrunya seandainya untuk menafkahi kemiskinan dan kebodohannya
lahir batin istri nya saja tidak mampu, dilahirkan sebagai seekor ular betina
termasuk tidak mampu untuk pada kelahiran berikutnya, yang disiksa
menghidupi dirinya sendiri. Abimanyu dengan kesulitan hidup menjanda pada
gugur dalam medan perang penjelmanaan yang penuh dengan
Kurukeshtra, Dewi Uttari tetap setia kebencian semacam ini (PDS, IV.16).
menjanda untuk tidak menikah untuk
kedua kalinya. Dalam perkembangan Kitab Parasara Dharma Sastra
zaman secara yudisial semuanya yang berlaku pada jaman Kali ini juga
berubah dan bergeser pada pemahaman mengisyaratkan untuk para wanita
yang lebih rasional, ketaatan, kesetiaan (istri) yang melanggar ketentuan atau
dan keterikatan mulai tertkotaminasi peraturan bagi wanita Parasara Sharma
berlaku zaman Kaliyuga dengan Ssara X.11-15:
catatam istri pertama yang dinikahi
Setelah berhubungan dengan
haruslah juga seorang brahmana, lalu
ibunya, saudara perempuan atau anak
kemudian boleh menikah dengan wong
perempuan, karena ketidaktahuannya,
Ksatria, dan Vaisya sampai ke bawah
seorang laki-laki harus melaksanakan 3
Sudra. Dengan catatan dapat berbuat
krcchra vratam dan satu penebusan
adil, status sosial eknomi, pendidikan
dosa candrayana setelah itu; dan
yang sederhana dan terpenuhinya rasa
memotong kemaluannya untuk menebus
keadilan dan kewajiban menafkahi
dosa-dosanya. Penebusan yang sama
secara lahir batin.
hars dilaksanakan untuk menebus dosa
Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh yang secara rahasia berhubungan
telah menikahi 4 orang istri, yang dengan ibu saudara perempuan
pertama dari seorang brahmani, putri seseorang.
Daha, Dahyang Panawasikan Istri
Seorang karena kebodohannya
Brahmana melahirkan Ida Ayu
berhubungan dengan ibu saudara
Swabhawa dan Dang Hyang Wariga
perempuannya sendiri, harus
Sandi, yang kedua menikahi Diah
melaksanakan upacara penebusan dosa
Sanggawati dari Pasuruan, yang
candrayana dan memberikan sedekah
melahirkan putra: Ida Wetha, Ida
10 ekor sapi dan 10 ekor sapi jantan
Kulwan, Ida Lor dan Ida Ler). Ketiga,
kepada para brahmana dimana
menikahi putri Blambangan, Diah Patni
karenanya ia akan disucikan lagi.
Keniten (saudara Dalem Juru, Raja
Blambangan) serta yang keempat Setelah menggauli istri ayahnya
menikahi puri Ki Bendesa Mas, sendiri, teman wanita ibunya, anak
(Kanduk, 2015: 35-36, Babad Usana perempuan saudara laki-lakinya, istri
Bali Pulina) gurunya, kemenakannya, istri saudara
laki-lakinyaa, istri paman dari pihak
Seroang istri boleh memgambil
ibu, atau anak perempuannya dari
suami untuk kedua kalinya bila suami

VIDYA WERTTA
13
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
hubungan sekeluarga, seseorang harus Perempuan Korban Kekerasan
melaksanakan 3 upacara penebusan Demi Keadilan, Komnas
dosa prajapatya dan memberikan Perempuan, Jakarta
sedakah sepasang sapi kepada para
brahman dimana karenanya dosa- Asmariani, AA. Raka, 2014, Pengaruh
dosanya dapat dihapuskan. Setelah Modernisasi dan Peranan
menggauli binatag-binatang betina, Agama Dalam Pembentukan
pelacur, kerbau betina, unta betina,
Etika Dikalangan Remaja Masa Kini,
monyet betina, keledai betina, atau babi
Jurnal Teologi dan Filsafat,
betina, seseorang harus melaksanakan
Brahma Vidya, IHDN
penebusan dosa prajapatya.
Denpasar
III. PENUTUP
Eksana, Suastika, 2012. Dharma
Bhandu, Paramitha Surabaya
Hukum Adat Hindu di Bali
rupanya mendapat inspirasi dari Kitab Kaler, Ketut, 1994. Butir Butir Tercecer
Parasara Dharmasastra yang Adat Bali 2, Kayumas Agung
dimasukkan dalam awig-awig Desa Denpasar
Adat yang selanjutnya menjadi Hukum
Pidana Adat di Bali, menggauli istri Maswanara, Wayan,1999. Parasara
ayahnya, teman wanita ibunya, anak Dharma Sastra, Paramita
perempuan saudara laki-lakinya, istri Surabaya
gurunya, kemenakannya adalah Saputra, Kanduk, 2015. Babad Usana
termasuk Gamya gamana (melakukan Bali Pulina, Pustaka Bali Post,
hubungan seksual dengan yang masih Denpasar
ada ikatan darah dengannya), menggauli
binatang termasuk salah timpal, Pudja, G dan Rai Sudarta, Tjokorde,
termasuk berjinah (dratikrama, 2004. Manawa Dhamasastra
perselengkuhan). (Manu Dharmassatra) atau
Veda smrthi, Paramitha
DAFTAR PUSTAKA Surabaya

Adlin, Alfathri, 2006. Menggeledah Wibawa, Aripta Made, 2015.


Hasrat Sebuah Pendekatan Transformasi Esoterik
Multi Perspektif, Jalasutra Padiksan Warga Pasek Secara
Jogjakarta. Ritual Spiritual, Manikgni
Denpasar
Arnaya, Ketut dkk, 2014. Memecah
Kebisuan Agama
Mendengarkan Suara

VIDYA WERTTA
14
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018

Anda mungkin juga menyukai