Gambar 4. Terdapat 4 tipe sel endokrin yang ada pada pulau Langerhans: sel alpha, sel beta, sel delta, dan
sel PP. Pada pewarnaan H&E, kesemua sel-sel tersebut sulit untuk dibedakan. Namun, sel beta umumnya
terdistribusi pada seluruh permukaan dari pulau; tiga tipe sel lainnya umumnya dapat ditemui pada
bagian perifer. Sel alpha mensekresi glukagon, sel beta mensekresi insulin, sel delta mensekresi
somatostatin dan gastrin, sementara sel PP mensekresi pancreatic polypeptide. (Cui, 2011)
Tabel 1. Produk hormon yang dihasilkan oleh sel-sel di puulau langerhans (Boron, 2012)
Tabel 2. Efek kadar glukosa plasma terhadap kadar insulin (Boron, 2012)
Gambar 9. Efek insulin di hepatosit. Pertama, insulin mengawali sintesis glikogen dari glukosa dengan
cara meningkatkan transkripsi dari glucokinase (1) dan juga dengan cara mengaktivasi glycogen (2)
synthase. Selain itu, insulin dan glukosa menghambat pemecahan glikogen dengan cara mengurangi
aktivitas G6Pase (4). Glukosa juga menghambat glycogen phosphorylase (3). Kedua, insulin memulai
sintesis glikolisis dan oksidasi karbohidrat dengan cara meningkatkan aktivitas glucokinase (1),
phosphofructokinase (5), dan pyruvate kinase (6). Insulin kemudian memicu metabolise glukosa
melalui hexose monophosphate shunt (7). Insulin juga dapat memicu oksidasi pyruvate dengan cara
menstimulasi pyruvate dehdrogenase (8). Insulin menghambat glukoneogenesis dengan cara
menghambat aktivitas PEPCK (9), FBPase (10), dan G6Pase (4). Ketiga, insulin memicu sintesis dan
penyimpanan lemak dengan cara meningkatkan aktivitas acetyl CoA carboxylase (11), dan fatty acid
synthase (12), dan juga sintesis beberapa apoprotein yang dikemas dalam VLDL. Insulin juga secara
tidak langsung menghambat oksidasi lemak karena peningkatan malonyl CoA menghambat CAT I (13).
Inhibisi oksidasi lemak dapat membantu esterifikasi asam lemak menjadi trigliserida dan menyimpannya
dalam bentuk VLDL ataupun droplet lipid. Keempat, terjadi mekanisme yang masih belum diketahui,
10
3.5 Patofisiologi
Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1, yang memiliki karakteristik yaitu destruksi sel pankreas, diidap oleh 5-10%
dari total pasien diabetes. Diabetes mellitus tipe 1 dibagi menjadi beberapa subdivisi, yaitu 1A immunemediated diabetes, dan tipe 1B non-immune-related diabetes. Di Amerika Serikat dan Eropa, sebanyak
90-95% pasien diabetes tipe 1 merupakan diabetes tipe 1 immune-mediated. Derajat destruksi sel
sangat bervariasi, dan pada beberapa kasus (utamanya pada anak-anak dan bayi), terjadi sangat cepat.
Namun pada dewasa, umumnya terjadi lebih lambat. Beberapa individu tertentu, terutama anak-anak dan
remaja, dapat menunjukkan ketoacidosis sebagai gejala klinis pertamanya. Individu lainnya dapat saja
menunjukkan klinis peningkatan FPG yang dengan cepat dapat berubah menjadi hiperglikemia berat,
disertai dengan ketoacidosis dan infeksi.
Destruksi sel artinya orang yang menderita diabetes tipe 1 dapat mengalami kekurangan insulin yang
berat (karena tidak ada insulin yang diashilkan), dan kondisi ini sangat rentan untuk terjadinya
ketoacidosis. Salah satu mekanisme yang dapat dihambat oleh insulin adalah mekanisme lipolisis dan
juga pelepasan asam lemak dari sel-sel lemak. Pada saat tidak tersedianya insulin, ketosis dapat
menyebabkan asam-asam lemak ini untuk diubah menjadi keton di hepar.
13
14
Komplikasi Kronis
Terdapat 3 jalur metabolisme utama yang dapat menyebabkan komplikasi kronis diabetes. (1)
hiperglikemia intraseluler akibat dari terganggunya jalur polyol, (2) pembentukan advanced glycation end
products, dan (3) aktivasi protein kinase C.
1. Polyol Pathway
Polyol merupakan senawa organik dengan gugus hidroksil (OH) sebanyak tiga ataupun lebih. Jalur
polyol merujuk pada mekanisme intraseluler yang bertanggung jawab terhadap perubahan jumlah
gugus hydroxyl dari molekul glukosa. Pada jalur sorbitol, gklukosa pertama diuba menjadi sorbitol
dan kemudian fruktosa. Proses ini diaktivasi oleh enzim aldose reductase. Meskipun glukosa dapat
dengan cepat diubah menjadi sorbitol, kecepatan ini tidak diimbangi dengan kecepatan berubahnya
sorbitol menjadi fruktosa. Sorbitol secara osmotik sangat aktif, dan penumpukan jumlah sorbitol di
dalam sel dapat mengganggu fungsi sel yang metabolismenya juga menggunakan jalur ini (lensa
mata, saraf, ginjal, dan pembuluh darah). Di lensa mata misalnya, peningkatan efek osmotik sorbitol
menyebabkan pembengkakan. Peningkatan sorbitol juga dikaitkan dengan penurunan myoinositol
dan penurunan aktivitas ATP. Penurunan senyawa-senyawa tersebut dapat menyebabkan patogenesis
terjadinya neuropati (terjadi karena adanya kerusakan sel Schwann).
2. Pembentukan Advanced Glycation End Products
Glikoprotein, yang mana juga dapat disebut sebagai protein glukosa, merupakan komponen normal
pada bagian membrana basalis di pembuluh darah kecil ataupun kapiler. Glikoprotein ini juga dapat
disebut sebagai advanced glycation end products (AGEs). Saat ini diketahui bahwa peningkatan
konsentrasi glukosa intraseluler akibat dari tidak terkontrolnya kadar glukosa dapat menyebabkan
defek struktural pada bagian membran sel pembuluh darah kecil. Komplikasi yang terjadi antara lain
pada organ mata dan ginjal.
3. Protein Kinase C
Aktivasi PKC di pembuluh darah retina, ginjal, ataupun saraf dapat menyebabkan kerusakan
vaskuler. (Porth, 2012)
16
Pemeriksaan Fisik
Perlu diperhatikan berat badan pasien dan juga BMI, selain itu perlu diperiksa kondisi retina, tekanan
darah orthostatic, pemeriksaan kaki, denyut perifer, dan bekas-bekas injeksi insulin. Tekanan darah
>130/80 mmHg dianggap sebagai hipertensi pada individu yang menderita diabetes. Pemeriksaan
17
Tabel 9. Kriteria diagnosis diebetes mellitus menurut American Diabetes Association 2014
18
Diagnosis Banding
A Insulin Resistance
Resistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk
menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati. resistensi insulin
umumnya bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak pada respon sel terhadap insulin
alih-alih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat resistensi insulin
diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk komplikasinya.
B Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai reaksi non
spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi peningkatan glukosa darah dari
pada rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 160 mg
/100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan kadar
glukosa darahpuasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini adalah fenomena yangtidak
berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multipleyang berhubungan
dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).
C Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosis
intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah satu dari tersebut
dibawah ini :
1 Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya disglikemi
yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada pemeriksaan tes toleransi
glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga
sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit
kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal, atau berkisar
antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.
Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut GPT jika
kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau berkisar 100-125
mg/dL.
19
3.8 Tatalaksana
Tabel 11. Target terapi diabetes mellitus dewasa (Fauci, 2012)
Non Farmakologis
1. Edukasi Pasien
Topik edukasi yang penting untuk diberikan pada pasien diabetes yaitu monitoring kadar gula darah
secara mandiri, monitoring keton urin (DM tipe 1), administrasi insulin, pencegahan hipoglikemia,
perawatan kaki dan kulit, manajemen diabetes pada saat sebelum, maupun setelah berolahraga, dan
mengubah aktivitas yang memperberat faktor risiko. (Fauci, 2012)
2. Nutrisi
Medical nutrition therapy(MNT) merupakan istilah yang digunakan oleh ADA untuk
mendeskripsikan intake kalori yang optimal terkait dengan aspek diet lain (misalnya pemberian
insulin, olahraga, dan juga diet penurunan berat badan). Tujuan utama MNT adalah memperlambat
onset dari DM tipe 2 pada individu dengan risiko tinggi (obese ataupun dengan kriteria prediabetes).
Tujuan sekunder dari MNT adalah untuk memperlambat ataupun mencegah terjadinya komplikasi
pada penderita diabetes dengan cara mengontrol kadar glukosa darah. Tujuan tersier dari MNT adalah
untuk manajemen diet pada kasus komplikasi akibat diabetes, misalnya penyakit kardiovaskular
ataupun nefropati. Misalnya, pada individu dengan diabetes disertai dengan chronic kidney disease,
intake proteinnya harus dibatasi menjadi 0.8g/kg berat badan setiap harinya.
Pada dasarnya, komponen makanan program MNT pada individu dengan DM tipe 1 ataupun 2 sama
saja dengan populasi pada umumnya (konsumsi buah, sayur, makanan kaya serat, makanan rendah
lemak, dll).
(Fauci, 2012)
20
3. Olahraga
Olahraga memberikan efek yang sangat positif pada penderita diabetes, karena dapat menurunkan
risiko terkena penyakit kardiovaskular, penurunan tekanan darah, mempertahankan massa otot,
pengurangan lemak tubuh, dan juga penurunan berat badan. Pada individu dengan diabetes tipe 1 dan
2, olahraga juga dapat menurunkan kadar glukosa darah. Pada pasien dengan diaetes, ADA
merekomendasikan durasi olahraga selama 150 menit per minggu (dibagi kurang lebih selama 3
hari), dengan derajat olahraga aerobic yang sedang.
Meskipun banyak manfaatnya, olahraga juga dapat menimbulkan masalah terutama pada pasien DM
mengingat mekanisme regulasi glukosanya yang tidak normal (insulin normalnya turun pada saat
olahraga, dan diikuti dengan peningkatan kadar glukagon). Otot skeletal merupakan tempat utama
dalam mengonsumsi energi pada saat istirahat, dan konsumsi ini dapat meningkat apabila otot
dibebani dengan aktivitas yang lebih berat. Individu dengan DM tipe 1 sangat rentan mengalami
hiperglikemia ataupun hipoglikemia pada saan berorahlaga, tergantung pada kadar glukosa plasma
sebelum olahraga, kadar insulin yang bersirkulasi, serta derajat beratnya olahraga yang dilakukan.
Untuk mencegah hiper ataupun hipoglikemia akibat olahraga, individu dengan DM tipe 1 harus (1)
memonitor kadar glukosa sebelum, saat, dan setelah olahraga; (2) tunda olahraga apabila kadar
glukosa >14 mmol/L (250 mg/dL), atau apabila ada keton (3) Apabila glukosa darah < 100 mg/dL,
konsumsi karbohidrat sebelum berolahraga; (4) monitor kadar glukosa pada saat olahraga, dan makan
karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia; (5) kurangi dosis insulin (berdasarkan pengalaman
sebelumnya) sebelum olahraga, dan injeksikan insulin pada bagian-bagian yang tidak akan
mengalami gerakan berat. Pada individu dengan DM tipe 2, hipoglikemia akibat dari olahraga lebih
jarang terjadi, namun dapat terjadi pada pasien yang mendapatkan terapi insulin. (Fauci, 2012)
21
Farmakologis
Gambar 13. Tatalaksana farmakologis diabetes mellitus (American Diabetes Association, 2014)
Saat ini tersedia 7 kategori agen antidiabetes untuk terapi penderita diabetes tipe 2; insulin secretagogue
(sulfonylurea, meglitinides, derivatif D-phenylalanine), biguanide, thiazolidinedione, -glucosidase
inhibitor, terapi incretin-based, amylin analog, dan bile acid-bindin sequestrant. Insulin secretagogue
merangsang peningkatan sekresi insulin dari sel pankreas. Biguanide menurunkan produksi glukosa
hepar. Thiazolidinedione dapat mengurangi resistensi insulin. Terapi incretin-based dapat mengontrol
kadar gula postprandial dengan cara meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi sekresi glukagon.
Amylin analog juga dapat mengurangi kadar glukosa postprandial dan mengurangi nafsu makan. glucosidase inhibitor memperlambat digesti dan absorpsi zat tepung dan disakarida.
(Katzung, 2013)
Insulin Secretagogue: Sulfonylurea
a. Sekresi insulin dari sel pankreas
Sulfonylurea berikatan dengan reseptor sulfonylurea (memiliki afinitas tinggi, 140-kDa) yang
diasosiasikan dengan -cell inward rectifier ATP-sensitive potassium channel. Ikatan dengan
sulfonylurea dapat menghambat efflux ion kalium melalui channel, sehingga terjadi depolarisasi.
Depolarisasi ini membuka voltage-gated calcium channel, yang menyebabkan influx ion calcium dan
terjadinya pelepasan insulin.
22
23
Biguanide
Penjelasan penuh dari mekanisme kerja biguanide saat ini masih belum diketahui secara jelas, namun
efek utamanya adalah mengurangi produksi glukosa di hepar dengan cara aktivasi enzim AMP-activated
protein kinase (AMPK). Mekanisme ini juga dapat mengganggu proses glukoneogenesis di tempat lain,
misalnya di ginjal, kemudian dapat memperlambat absorpsi glukosa di GIT, meningkatkan konversi
glukosa menjadi latkat di enterosit, stimulasi glikolisis secara langsung di jaringan tubuh, peningkatan
pembuangan glukosa dari darah, dan penurunan kadar glukagon plasma.
Mekanisme penurunan glukosa yang dimiliki oleh biguanide tidak memanfaatkan fungsi sel . Pasien
dengan diabetes tipe 2 menunjukkan penurunan hiperglikemia puasa serta penurunan hiperglikemia
postprandial setelah pemberian biguanide. Meski demikian, hipoglikemi pada saat pemberian biguanide
tidak diketahui alasannya.
Biguanide direkomendasikan sebagai first-line therapy untuk pasian diabetes mellitus tipe 2. Karena
metformin merupakan agen insulin-sparing dan tidak meningkatkan berat badan (dan juga tidak
menyebabkan hipoglikemia), terapi dengan metformin sangat menguntungkan jika dibandingkan dengan
terapi insulin ataupun sulfonylurea.
Metformin memiliki waktu paruh 1.5-3 jam, dan tidak terikat dengan protein plasma, serta tidak juga
dimetabolisme. Metformin diekskresi di ginjal dalam keadaan senyawa aktif. Dosis metformin adalah
500mg hingga maksimum 2.55 g sehari. Tergantung dari derajat hiperglikeminya, metformin dapat
dimulai dengan dosis 1 kali sehari sebelum tidur ataupun sebelum makan. Apabila dosis ini dapat
ditoleransi dan tidak terjadi gangguan gastrointestinal (namun hiperglikemia masih menetap), maka dapat
ditambah dengan tablet 500mg setelah makan malam.
(Katzung, 2013)
Thiazolidinedione
Thiazolidinedione bekerja dengan cara mengurangi resistensi insulin. Thiazolidinedione
Merupakan ligan dari peroxisome proliferator-activated receptor-gamma (PPAR-gamma), yaitu bagian
dari steroid dan superfamili thyroid dari reseptor nukleus. Reseptor PPAR ini dapat ditemui di otot,
lemak, dan hepar. Reseptor PPAR-gamma mengubah ekspresi gen yang terlibat pada metabolisme lipid
dan glukosa, transduksi sinyal insulin, dan adiposa.
24
-Glucosidase Inhibitor
Acarbose dan miglitol merupakan inhibitor kompetitif -glucosidase intestinal dan dapat mengurangi
jumlah glukosa postprandial yang diekskursi. Cara kerjanya adalah dengan menghambat digesti dan
absorpsi dari karbohidrat dan disakarida. Hanya monosakarida seperti glukosa dan fruktosa yang dapat
ditransport mdari lumen interstitial menuju aliran darah. Karbohidrat kompleks, oligosakarida, dan
disakarida harus dipecah menjadi monosakarida sebelum akhirnya diabsorbsi oleh duodenum dan
jejunum bagian atas. Digesti ini difasilitasi oleh enzim enterik, meliputi -amylase, -glucosidase.
Tabel 16. Sediaan obat golongan -Glucosidase Inhibitor (Katzung, 2013)
25
26
27
3.9 Komplikasi
Tabel 20. Komplikasi Diabetes Mellitus Kronik (Fauci, 2012)
28
Komplikasi kronis :
A. Kadar gula darah tetap tinggi sheingga timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik diartikan
sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bias menyebabkan serangan jantung, gangguan
ginjal, gangguan saraf.
B. (Nephropathy ) : kerusakan ginjal. DM dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal. Sehingga
ginjal tidak dapat menyaring zat yang terkandung dalam urin. Bila ada kerusakan ginjal, racun
tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor keluar
(proteinuria).
C. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat secara
mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / Penyakit Jantung Koroner, pembuluh darah
otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery Disease.
D. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain retinopati diabetika (mengenai
retina mata) dan nefropati diabetika (mengenai ginjal).
E. (Neuropathy) : Bisa terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik dan
berlangsung sampai 10 tahun lebih. Akhirnya saraf tidak bias mengirim atau mengahntar pesanpesan rangsangan impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim. Meyebabkan kelemahan otot
sampai penderita tidak bias jalan.
F. (Retinopathy) : kerusakan retina mata. Glukosa tinggi menyebabkan rusaknya pembuluh darah
retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah akan menutup sinar
yang menuju ke retina sehingga pasien DM penglihatan menjadi kabur.
G. Penyakit jantung : DM merusak pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di
dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah coroner menyempit,
otot jantung akan kekurangan O2 dan makanan akibat suplai darah kurang.
29
Gangguan saluran pencernaan : menyebabkan urat saraf lambung akan rusak sehingga fungsi
lambung untuk mengahncurkan makanan menjadi lemah. Gejalanya adalah sukar BAB, perut
gembung, dan kotoran keras.
3.10 Pencegahan
1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok risiko
tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM. Penyuluhan
sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya
masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua
jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya
pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis
makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang
telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini
penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah
penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan GIT. Skrinning
direkomendasikan untuk :
i
Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
ii
Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
iii
Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
iv
Orang-orang yang gemuk
b
Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan pengobatan bila diperlukan.
Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan
ideal. Untuk itu perlu dibantu dengan diet dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik masih merupakan
pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal
maka diperlukan penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati
beberapa individu dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta
pancreas atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
Tabel 21 Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral
Obat
Lamanya jam
Klorpropamid (diabinise)
60
Glizipid (glucotrol)
12-24
Gliburid (diabeta,
16-24
Dosis lazim/hari
1
1-2
1-2
30
14-16
6-12
1-2
1-3
DIET
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan yang masuk harus dibagi
merata sepanjang hari. Ini harus konsisten dari hari kehari. Adalah sangat penting bagi pasien yang
menerima insulin dikordinasikan antara makanan yang masuk dengan aktivitas insulin lebih jauh
orang dengan DM tipe II, cenderung kegemukan dimana ini berhubungan dengan resistensi insulin
dan hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik dengan penurunan berat badan.
(Hendrawan,2002). Modifikasi dari faktor-faktor resiko
a Menjaga berat badan
b Tekanan darah
c Kadar kolesterol
d Berhenti merokok
e Membiasakan diri untuk hidup sehat
f Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik yang terencana dan
terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai kebugaran.
g Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena hali ini yang
menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.
h Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam yang tinggi. Hindari
makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat dan lemak tinggi.
i Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit
dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan
sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari)
dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit
makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga.
Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup
yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar
disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai
disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi,
podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier
(Konsensus,2006).
3.11 Prognosis
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk, pasien
usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III) yang terawat baik prognosisnya baik pada
pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma hipoklikemik atau hiperosmolas,
prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia lanjut biasanya berlangsung lama dan serius
dengan akibat kerusakan otak yang permanen. Karena hiporesmolar adalah komplikasi yang sering
ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya tinggi.
LI 4 Memahami dan Menjelaskan Diabetic Retinopathy sebagai Komplikasi Diabetes Mellitus
4.1 Definisi
31
2
3
Tanda: bintik merah kecil, umumnya temporal dari fovea, dan menjadi tanda awal dari diabetic
retinopathy. Mungkin sulit dibedakan dengan dot hemorrhage. Fluorescein angiography, yaitu bintik
hiperfluorescent.
Perdarahan retina
Tanda: perdarahan lapisan serat saraf retina, perdarahan intraretina, perdarahan bulat berwarna gelap
Eksudat
Gambar 15. Pada opthalmoscope, terlihat pada mata pasien diabetic retinopathy: perdarahan, eksudat
berwarna kuning, dan neovaskularisasi (Fauci, 2012)
4.7 Tatalaksana
Terapi paling efektif diabetic retinopathy adalah pencegahan. Kontrol glikemik dan tekanan darah yang
intensif dapat memperlambat terjadinya retinopati pada individu dengan diabetes mellitus tipe 1 ataupun
2. Namun perlu diketahui bahwa pada penderita diabetik retinopati yang baru 6-12 bulan mengontrol
glikemia nya, diabetik retinopati yang dialami justru dapat memburuk. Perburukan ini hanya terjadi
secara sementara, dan pada jangka panjang, kontrol glikemik dapat menurunkan risiko diabetic
retinopathy.
Individu dengan risiko tinggi retinopathy, harus dilakukan fotokoagulasi profilaktik. Apabila sudah
menderita retinopati, kadar glukosa darah yang terkontrol sekalipun tidak memberikan keuntungan selain
dari kebutaan. Pemeriksaan mata komprehensif harus rutin dilakukan untuk seluruh pasien DM. Penyakit
mata pada DM umumnya dapat diterapi dengan sukses apabila dideteksi lebih dini. Laser
photocoagulation dinilai sangat baik untuk menjaga pengelihatan. Proliferative retinopathy umumnya
diterapi dengan panretinal laser photocoagulation, sementara macular edema diterapi dengan focal laser
photocoagulation.
(Fauci, 2012)
Tabel 21. Tatalaksana diabetic retinopathy berdasarkan klasifikasinya (Kanski & Bowling, 2011)
33
Lemak
a Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.Tidak diperkenankan melebihi 30% total
asupan energi.
b Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
c Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemaktidak jenuh tunggal.
d Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyakmengandung lemak jenuh dan lemak trans
antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
e Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
Protein
34
Natrium
a Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes samadengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu
tidak lebihdari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh)garam dapur.
b Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400mg.
c Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin,soda, dan bahan pengawet seperti natrium
benzoat dan na-trium nitrit.
Serat
a Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes di-anjurkan mengonsumsi cukup serat dari
kacang-kacangan,buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi se-rat, karena mengandung
vitamin, mineral, serat, dan bahanlain yang baik untuk kesehatan.
b Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
Pemanis alternatif
a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori danpemanis tak berkalori. Termasuk pemanis
berkalori adalahgula alkohol dan fruktosa.
b. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
c. Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitung-kan kandungan kalorinya sebagai bagian
dari kebutuhankalori sehari.
d. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang dia-betes karena efek samping pada lemak darah.
e. Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antaralain aspartam, sakarin, acesulfame potassium,
sukralose,dan neotame.
f. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batasaman (Accepted Daily Intake/ ADI)
(Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus, 2011)
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yangdibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya
adalah denganmemperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30kalori/kgBB ideal, ditambah atau
dikurangi bergantung padabeberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, beratbadan, dll.Perhitungan
berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
a Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
b Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodi kasi
menjadi:
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh(IMT).Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan
rumus:IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT
BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,5-22,9
35
37