Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

Epiphysiolisis
Oleh :
Harmas Yulia Fara Hylda
201020401011177

Pembimbing :
dr. Agus Adiantono Sp. OT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
SMF BEDAH
RS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2011

BAB I

PENDAHULUAN
Fraktur adalah deformitas atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang
melebihi kekuatan tulang (Schwartz, 2000), Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontunuitas jaringann tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya
disebabkan karena trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan
tulang, dan jaringa lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi lengkap atau tidak. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa
trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah
tulang radius ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal
patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan
arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengaan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut
dengan patah tulang terbuka. Patah tulang yang didedak sendi atau mengenai
sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi (Sjamsuhidayat, 2005).
Fraktur pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa karena adanya
perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang. Anatomi pada anak-anak
terdapat lempeng epifisis yang merupkan tulang rawan pertumbuhan. Periostium
sangat tebal dan kuat dan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada
orang dewasa (Rasjad, 2007).
Fraktur pada anak-anak sering ditemukan karena tulang relatif ramping
dan juga kurang pengawasan. Beberapa fraktur pada anak-anak seperti retak,
fraktur garis rambut, fraktur buckle, fraktur green stick merupakan fraktur yang
tidak berat, tetapi ada fraktur seperti fraktur intra arttikuler atau fraktur epifisial
merupakan fraktur yang akan berakibat jelek dikemudian hari (Rasjad, 2007).

BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama

: An. Ahmad Alif Arif Sampurno

Umur

: 12 tahun 4 bulan 20 hari

Nomor ID/Reg

: 01.91.79

Jenis kelamin

:L

Pekerjaan

: pelajar

Alamat

: PriyosoWetan RT 01 RW 02 Priyoso Karangbinangun


Lamongan

Tanggal masuk

: 13 Oktober 2011

Jam masuk

: 17.10 WIB

2.2 Anamnesis Pasien


KU
RPS

: nyeri kaki kanan


: An. Laki-laki 12 tahun datang dengan keluhan nyeri kaki
kanan dan sulit untuk digerakkan. Pasien habis kecelakaan
sepeda tadi SMRS, karena di dorong temannya. Pasien masih
ingat kejadian saat kecelakaan. Pasien tidak ada benturan
kepala, tidak pusing, tidak muntah, tidak keluar darah dari
hidung maupun telinga. Pasien hanya mengeluhkan perih dan
ada luka di lengan kiri. Sedangkan kaki kanannya terlihat
bengkak, terasa nyeri sekali dan sulit untuk digerakkan karena
benturan di kakinya.

RPD

:-

RPK

:-

Rpsos

: Makan dan minum teratur, lingkungan rumah bersih.

2.3 Pemeriksaan Fisik Pasien


Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran

: Komposmentis

GCS

: 456

Vital sign

Kepala/ leher

: Tekanan Darah

: - mmHg

Nadi

: 102x/ mnt

Suhu

: 36,5oC

RR

: 20 x/menit

: Inspeksi: anemia -, ikterus -, sianosis -, dispsneu -,


mata cowong -, penafasan cuping hidung -,KGB -, JVP -

Thorak

: Simetris +, Retraksi Paru

: Inspeksi

: Pergerakan dinding dada simetris

Palpasi

: pergerakkan dinding dada simetris, krepitasi -

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

: Suara nafas vesikuler/vesikuler


Rh -/-, Wh -/-

Jantung

: Inspeksi

: ictus cordis (-), voussure cardiac (-)

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat,


thrill/fremissment (-)

Abdomen

Perkusi

: Normal

Auskultasi

: S1S2 Tunggal, Murmur -, gallop -

: Inspeksi
Palpasi

: Flat
: Supel, nyeri tekan epigastrium -, hepar dan

lien

tidak teraba, undulasi (-)


Perkusi

: thympani

Auskultasi : BU + N.
Extermitas

: Hangat, kering, merah, edema +

Status lokalis

Regio Brachii :

vull app shoulder sinistra post hecting

Regio cruris

look : deformitas (+), hematom (+) cruris dextra

Feel : kalor (+), nyeri tekan (+), krepitasi (+),pulsasi arteri


Normal
Move : functio laesa (+), dorso flexi (-), plantar flexi (-),
abduksi (-), adduksi (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang Pasien


2.4.1 Laboratorium

: Diffcount 1/2/75/14/8
Hematokrit 36,8%
Hemoglobin 12,5 mg/dl
LED 8/19
Lekosit 22.300
Trombosit 401.000
GDA 110
Bleeding Time 125
Clothing Time 820

2.4.2 Pemeriksaan Foto Rx Cruris

2.5 Diagnosis

: Ephypiolisis

2.6 Prognosis

: Baik jika segera ditangani

2.7 Penatalaksanaan saat di IGD

IVFD Asering 1500 cc/24 jam


Inj. Metamizole 3x1
Inj. Ceftriaxone 2x1
Inj. ATS 1x1 amp

2.8 SOAP Pasien


14 Oktober 2011, 07.20 WIB
Subjective

: Nyeri kaki bekas jahitan operasi, terlihat bengkak

pusing , muntah Objective

Keadaan umum : Cukup


Vital sign

Kepala/leher

: Tekanan darah

:- mmHg

Nadi

: 96x/menit

Suhu

: 36,6oC

RR

: 20x/menit

: Anemis -, ikterik -, sianosis -, dispneu


JVP normal

Thorax

: Simetris + retraksi
Cor

: S1S2 normal

Pulmo : vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/Abdomen

: flat, supel, nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+)


normal, Met (-)

Ekstremitas

: Hangat, kering, dan merah.

Status lokalis : region cruris pasang spalk, oedem (+),pulsasi arteri Normal
Assesment

: post ORIF e.c ephypiolisis

Planing diagnose

: -

Planning therapy

: IVFD Ringer laktat 1000 cc/24 jam


Inj. Cefotaxim 3x1
Inj. Metamizole 3x1 gr

15. Oktober 2011, 07.45 WIB.


Subjective

: Nyeri kaki bekas jahitan operasi, terlihat bengkak, mual

(-), muntah (-), pusing (-)


Objective

Keadaan umum : Cukup


Kesadaran

: Komposmentis

GCS

: 456

Vital sign

Kepala/leher

: Tekanan darah

: - mmHg

Nadi

: 90x/menit

Suhu

: 37,7oC

RR

: 20x/menit

: Anemis -, ikterik -, sianosis -, dispneu


JVP normal

Thorax

: Simetris + retraksi
Cor

: S1S2 normal

Pulmo : vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/Abdomen

: flat, supel, nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+)


normal, Met (-)

Ekstremitas

: Hangat, kering, dan merah.

Status lokalis : region cruris pasang spalk, oedem (+),pulsasi arteri Normal
Assesment

: post ORIF e.c ephypiolisis

Planing diagnose

: foto ulang ankle

Planning therapy

: IVFD Ringer laktat 1000 cc/24 jam


Inj. Cefotaxim 3x1
Inj. Metamizole 3x1 gr

16 Oktober 2011, 07.30 WIB.


Subjective

: Nyeri kaki, dan terasa panas bekas jahitan operasi,

terlihat bengkak, mual (-), muntah (-), pusing (-)


Objective

Keadaan umum : Cukup


Kesadaran

: Komposmentis

GCS

: 456

Vital sign

: Tekanan darah

Kepala/leher

: - mmHg

Nadi

: 110x/menit

Suhu

: 38oC

RR

: 20x/menit

: Anemis -, ikterik -, sianosis -, dispneu


JVP normal

Thorax

: Simetris + retraksi
Cor

: S1S2 normal

Pulmo : vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/Abdomen

: flat, supel, nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+)


normal, Met (-)

Ekstremitas

: Hangat, kering, dan merah.

Status lokalis : region cruris pasang spalk, oedem (+),pulsasi arteri Normal
Assesment

: post ORIF e.c ephypiolisis

Planing diagnose

: foto ulang ankle

Planning therapy

: IVFD Ringer laktat 1000 cc/24 jam


Inj. Cefotaxim 3x1
Inj. Metamizole 3x1 gr
Oral : Dansera 2x1

17 oktober 2011 jam 08.00


Subjective

: Nyeri kaki bekas jahitan operasi, terlihat bengkak, mual

(-), muntah (-), pusing (-)


Objective

Keadaan umum : Cukup


Kesadaran

: Komposmentis

GCS

: 456

Vital sign

: Tekanan darah

Kepala/leher

: - mmHg

Nadi

: 100x/menit

Suhu

: 38,5oC

RR

: 20x/menit

: Anemis -, ikterik -, sianosis -, dispneu


JVP normal

Thorax

: Simetris + retraksi
Cor

: S1S2 normal

Pulmo : vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/Abdomen

: flat, supel, nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+)


normal, Met (-)

Ekstremitas

: Hangat, kering, dan merah.

Status lokalis : region cruris pasang spalk, oedem (+), pulsasi arteri Normal
Assesment

: post ORIF e.c ephypiolisis

Planing diagnose

: DL ulang

Planning therapy

: IVFD Ringer laktat 1000 cc/24 jam


Inj. Cefotaxim 3x1
Inj. Metamizole 3x1 gr
Oral : Dansera 2x1

18 oktober 2011 07.30


Subjective

: Nyeri kaki bekas jahitan operasi, terlihat bengkak, mual

(-), muntah (-), pusing (-)


Objective

Keadaan umum : Cukup


Kesadaran

: Komposmentis

GCS

: 456

Vital sign

: Tekanan darah

Hasil DL Ulang :

: - mmHg

Nadi

: 98x/menit

Suhu

: 37,5oC

RR

: 20x/menit

Diffcount 3/0/64/23/10
Hematokrit 29,1%
Hemoglobin 10,2 mg/dl
LED 55/81
Lekosit 8.500
Trombosit 345.000

Kepala/leher

: Anemis -, ikterik -, sianosis -, dispneu


JVP normal

Thorax

: Simetris + retraksi
Cor

: S1S2 normal

Pulmo : vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/-

Abdomen

: flat, supel, nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+)


normal, Met (-)

Ekstremitas

: Hangat, kering, dan merah.

Status lokalis : region cruris pasang spalk, oedem (+), pulsasi arteri Normal
Assesment

: post ORIF e.c ephypiolisis

Planing diagnose

: foto ulang ankle

Planning therapy

: KRS
Paracetamol 3x1tab
Cefadroxcil syrup 3x cth

10

BAB III
PEMBAHASAN
An. Laki-laki 12 tahun datang dengan keluhan nyeri kaki kanan dan sulit
untuk digerakkan. Pasien habis kecelakaan sepeda tadi SMRS, karena di dorong
temannya. Pasien masih ingat kejadian saat kecelakaan. Pasien tidak ada benturan
kepala, tidak pusing, tidak muntah, tidak keluar darah dari hidung maupun telinga.
Pasien hanya mengeluhkan perih dan ada luka di lengan kiri. Sedangkan kaki
kanannya terlihat bengkak, terasa nyeri sekali dan sulit untuk digerakkan karena
benturan di kakinya.
Nyeri pada kaki ini dikarenakan adanya efek mekanis yang menyebabkan
hilangnya kontinuitas jaringan, sehingga timbulnya mobilitas yang bersifat
patologis dan hilangnya fungsi tulang sebagai organ penyangga. Sehingga
menimbulkan rasa nyeri yang sangat (Perren, 2000). Kaki yang sulit digerakkan
yang dialami pasien bisa disebabkan karena fraktur pada daerah cruris. Fraktur
adalah deformitas atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi
kekuatan tulang (Schwartz, 2000).
Pada pasien ini mengalami fraktur traumatik dikarenakan sesuai dengan
penyebabnya yaitu karena trauma yang tiba-tiba. Klasifikasi fraktur dibedakan
berdasarkan etiologinya, klinis, radiologis. Kalau berdasarkan etiologis fraktur
dibedakan menjadi fraktur traumatik, fraktur patologis, fraktur stress. Berdasarkan
klinis fraktur dibedakan menjadi fraktur tertutup (simple fracture), fraktur terbuka
(compound fracture), dan fraktur dengan komplikasi (complicated fractute).
Berdasarkan radiologisnya fraktur dibedakan berdasarkan atas lokalisasinya,
konfigurasi, ekstensi dan menurut hubungan antar fregmen dengan fregmen
lainnya (Rasjad, 2007).

11

.
Gambar 3.1 : Klasifikasi fraktur menurut lokalisasi (Rasjad, 2007).
A. fraktur diafisis
B. fraktur metafisis
C.Dislokasi dan fraktur
D. Fraktur Intra-artikuler

Gambar 3.2 : Klasifikasi fraktur sesuai konfigurasi

Gambar 3.3 : Klasifikasi Fraktur Berdasarkan hubungan antar fregmen


tulang
A. Bersampingan
B. Angulasi C. Rotasi
D. Distraksi
E. Over-riding
F. Impaksi

12

Pasien ini berumur 12 tahun dan masih tergolong anak-anak. Fraktur pada
anak-anak berbeda dengan orang dewasa karena adanya perbedaan anatomi,
biomekanik serta fisiologi tulang.
Anatomi pada anak-anak terdapat lempeng epifisis yang merupkan tulang
rawan pertumbuhan. Periostium sangat tebal dan kuat dan menghasilkan kalus
yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa (Rasjad, 2007).
Perbedaan

biomekanik

terdiri

atas

biomekanik

tulang,

lempeng

pertumbuhan dan periostium.


1.

Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, koerteks berlubang-lubang, dan
sangat mudah dipotong oleh karena kanalis haversian menduduki
sebagian bear tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anaak-anak
dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang
dibandingkan orang dewasa, sedangkan pada orang dewasa sangat
kompak dan mudah mengalami tegangan, tahanan dan tekanan
sehingga tidak dapat menahan kompresi (Rasjad, 2007).

2.

Biomekanik lempeng pertumbuhan


Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat erat
pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang
bagian dalamnya oleh prosesus mamilaris. Untuk memisahkan
metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan
epifisis mempunyai kosistensi seperti karet yang keras.

3.

Biomekanik periostium
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah
mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.

Perbedaan fisiologis pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar


terjadinya remodeling yang lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa.
Pada anak juga terdapat jenis fraktur yang khusus seprti fraktur epifisis
dan fraktur lempeng epifisis.

13

Fraktur Epifisis
Fraktur epifisis merupakan suatu fraktur tersendiri dan dibagi dalam ;
fraktur avulsi akibat tarikan ligament, fraktur kompressi yang bersifat
komunitif fraktur osteokondral (bergeser).
Fraktur Epifisis jarang terjadi tanpa disertai dengan fraktur lempeng
epifisis

Gambar 3.4 : beberapa Gambaran fraktur epifisis


A. Avulsi
B. Kompresi C. Osteokondral
1.

Fraktur avulsi akibat tarikan ligament


Fraktur avulsi akibat tarikan ligament terutama terjadi pada spina
tibia, stiloid ulna dan basis falangs. Fragmen tulang masih mempunyai
cukup vaskularisasi dan biasanya tidak mengalami nekrosis avaskuler.
Bila terjadi fraktur bergeser, maka jarang terjadi union karena
pembentukan kalus dihambat oleh jaringan sinovia. Fraktur bergeser
juga menghambat gerakan dan juga menyebabkan sendi menjadi tidak
stabil.

2.

fraktur kompressi yang bersifat komunitif


fraktur komunitif jarang terjadi karena lempeng epifisi berfungsi
sebagai shock absorbser pada tulang.

3.

Fraktur osteokondral (bergeser).


Fraktur osteokondral sering ditemukan pada distal femur, patella atau
kaput

radius.

Fraktur

bergeser

14

akan

menyebabkan

gagguan

menyerupai benda asing dalam sendi. Fregmen yang besar sebaliknya


dikembalikan dan yang keci dapat dilakukan eksisi.

Fraktur Lempeng epifisis


Lempeng epifisis merupakan suatu diskus tulang rawan yang
terletak diantara epifisis dan metafisis. Fraktur lempeng epifisis merupakan
1/3 dari seluruh fraktur pada anak-anak.
Pembuluh darah epifisis masuk di dalam permukaan epifisis dan
apabila ada kerusakan pembuluh darah maka akan terjadi gangguan
pertumbuhan. Pembuluh darah epifisis biasanya tidak mengalami kerusakan
pada saat trauma tetapi pada epifisis femur proksimal dan epifisis radius
proksimal pembuluh darah berjalan sepanjang leher tulang yang dimaksud
dan melintang pada lempeng epifisis di perifer, sehingga pada kedua tempat
ini apabila terjadi pemisahan epifisis juga akan menimbulkan kerusakan
vaskularisasi yang menimbuulkan nekrosis avaskuler.
Tulang rawan lempeng epifisis lebih lemah daripada tulang. Daerah
yang paling lemah dari lempeng epifisis adalah zona transformasi tulang
rawan pada daerah hipertrofi dimana biasanya terjadi garis fraktur. Secara
klinis kita harus mencurigai adanya fraktur lempeng epifisis pada seorang
anak dengan fraktur pada tulang panjang di daerah ujung tulang pada
dislokasi sendi serta robekan ligamen. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
melakukan

pemeriksaan

rontgen

dengan

dua

proyeksi

dan

membandingkannya dengan anggota gerak yang sehat. Banyak klasifikasi


fraktur lempeng epifisis antara lain menurut salter-harris, Poland, Aitken,
Weber, Rang, Ogend. Klasifikasi menurut Salter-Harris yang paling mudah
dan praktis serta memenuhi syarat untuk terapi dan prognosis.

15

Tipe A

Tipe B

Tipe C

Tipe D

Gambar 3.5 : Klasifikasi fraktur lempeng epifisis menurut Poland


Tipe A : separasi lengkap
Tipe B : separasi tidak lengkap dengan fraktur diafisis
Tipe C : separasi tidak lengkap disertai fraktur epifisis
Tipe D : separasi lengkap disertai fraktur epifisis

Gambar 3.6 : klasifikasi fraktur lempeng epifisis menurut Salter-Harris

16

Klasifikasi menurut Salter-Harris merupakan klasifikasi yang dianut


dan dibagi dalam lima tipe :

Tipe I
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang.
Sel-sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur
ini terjadi oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi
baru lahir dan pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan
reduksi tertutup mudah oleh karena masih ada perlekatan periostium yang
utuh dan intak. Prognosis biasanya baik bila dioperasi dengan cepat.

Gambar 3.7 : Klasifikasi Salter-Harris tipe I


Pada tipe I reduksi tertutup tidak sulit karena perlekatan periosteal
utuh disekitar lingkarannya dan kemudian dibebat dengan erat selama 5-6
minggu. Prognosis untuk masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh
suplai darah pada epiphysis

Tipe II
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui
sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan
membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut
tanda Thurston-Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga
masih melekat. Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya
terjadi karena trauma shearing force dan membengkok dan umumnya
terjadi pada anak-anak yang lebih tua. Periostium mengalami robekan

17

pada daerah konveks tetapi tetap utuh pada daerah konkaf. Pengobatan
dengan reposisi secepatnya tidak begitu sulit kecuali bila reposisi
terlambat harus dilakukan tindakan operasi. Prognosis biasanya baik,
tergantung kerusakan pembuluh darah.

Gambar 3.7 : Klasifikasi Salter-Harris tipe II


Pada tipe II reduksi tertutup relatif mudah didapatkan begitu juga
dengan perawatannya karena engsel periosteal utuh dan potongan
metaphysis terlindung selama reduksi. Prognosis selama perkembangan
yang sempurna dengan suplai darah pada epifisis umunya baik

Tipe III
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis
fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian
sepanjang garis lempeng epifisis. Jenis fraktur ini intra-artikuler dan
biasanya ditemukan pada epifisis tibia distal. Oleh karena fraktur ini
bersifat intra-artikuler dan diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya
dilakukan operasi terbuka dan fiksasi interna dengan mempergunakan pin
yang halus.

18

Gambar 3.7 : Klasifikasi Salter-Harris tipe III


Membutuhkan reduksi anatomis yang sempurna. Kalau tidak dapat
direduksi dengan tepat dengan manipulasi tertutup, reduksi terbuka
biasanya dibutuhkan segera untuk mengembalikan permukaan sambungan
normal yang sempurna. Tungkai kemudian dibebat selama 4-6 minggu .
Prognosis untuk pertumbuhan adalah suplai darah yang baik yang
diberikan pada bagian epifisis yang terpisah.

Tipe IV
Fraktur tipe ini juga merupakan intra-artikuler yang melalui permukaan
sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan
berlanjut pada sebagian metafisis. Jenis fraktur ini misalnya fraktur
kondilus lateralis humeri pada anak-anak. Pengobatan dengan operasi
terbuka dan fiksasi interna karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot.
Prognosis jelek bila reduksi tidak dilakukan dengan baik.

Gambar 3.7 : Klasifikasi Salter-Harris tipe IV

19

Reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan kawat Kirschner.


Penanganan tidak hanya untuk mengembalikan permukaan sambungan
normal tetapi juga untuk mendapatkan pengembalian posisi piringan
epifiseal. Prognosis untuk pertumbuhan pada tipe IV ini jelek kecuali jika
reduksi sempurna dicapai dan terjaga.

Tipe V
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang
diteruskan pada lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi
penopang badan yaitu sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosis
sulit karena secara radiologic tidak dapat dilihat. Prognosis jelek karena
dapat terjadi kerusakan sebagaian atau seluruh lempeng pertumbuhan.

Gambar 3.7 : Klasifikasi Salter-Harris tipe V


Diagnosis fraktur tipe V sulit untuk dilakukan karena epiphysis
tersebut biasanya tidak tergeser. Beban ringan harus diabaikan paling tidak
tiga minggu dengan harapan untuk menjaga tekanan selanjutnya pada
epifiseal. Prognosis fraktur tipe V kurang diperhatikan karena gangguan
pertumbuhan hampir tidak terlihat
Prognosis fraktur epifisis sebanyak 85% trauma lempeng epifisis
tidak mengalami gangguan dalam pertumbuhan. Sisanya 15% akan
mengalami gangguan dalam pertumbuhan. Ada beberapa factor yang
peting dalam perkiraan prognosis yaitu :

20

1. Jenis fraktur, fraktur tipe I, II, III mempunyai prognosis yang


baik, fraktur tipe IV prognosisnya tergantung dari tindakan
pengobatan dan tipe V prognosisnya jelek tergantung
kerusakan awal lempeng epifisis
2. Umur waktu terjadinya trauma, apabila trauma terjadi pada
umur yang lebih muda maka prognosisnya lebih jelek
disbanding bila terajdi pada umur yang lebih tua.
3. Vaskularisasi

pada

epifisis,

apabila

terjadi

kerusakan

vaskularisasi epifisis, maka prognosisnya lebih jelek.


4. Metode reduksi, reduksi yang dilakukan dengan tidak hati-hati
akan menimbulkan kerusakan yang lebih hebat pada lempeng
epifisis.
5. Jenis trauma apakah trauma terbuka atau tertutup. Pada trauma
terbuka kemungkinan terjadi infeksi akan menyebabkan fusi
dini dari epifisis.
6. Waktu terjadinya trauma, hal ini penting karena penundaan
tindakan akan menyebabkan kesulitan dalam reduksi dan
gangguan pertumbuhan yang terjadi akan lebih hebat.
Dalam kasus ini pada pemeriksaan fisik status lokalis ditemukan :
Look

: deformitas (+), hematom (+) cruris dextra

Feel

: kalor (+), nyeri tekan (+), krepitasi (+),

Move

: functio laesa (+), dorso flexi (-), plantar flexi (-),


abduksi (-), adduksi (-)

Ini menunjukkan bahwa Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen


pada fraktur lengan dan eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas
dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan

21

tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar
fragmen satu dengan lainnya. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada
kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru
terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera. Sedangkan nyeri
ditimbulkan karena trauma jaringan lunak termasuk periosteum dan endosteum.
Nyeri akan bertambah bila ada gerakan pada fraktur dan disertai spasme otot
disertai dengan pembengkakan yang progresif di tempat yang tertutup.
Pada pemeriksaan laboratotium didapatkan hasil Diffcount 1/2/75/14/8,
Hematokrit 36,8%, Hemoglobin 12,5 mg/dl, LED 8/19, Lekosit 22.300, Trombosit
401.000, GDA 110, Bleeding Time 125, Clothing Time 820. Pada fraktur test
laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, laju endap darah (LED)dan leukosit meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam
darah.
Pada pemeriksaan foto Rx cruris didapatkan hasil seperti dibawah ini

Hal ini menunjukkan bahwa fraktur yang terjadi adalah Epifisiolisis


klasifikasi Salter-Harris tipe II yang ditujukan seperti gambar dibawah ini

22

Untuk penanganan di IGD dan untuk persiapan operasi diberikan terapi


IVFD Asering 1500 cc/24 jam, Inj. Metamizole 3xI, Inj. Ceftriaxone 2x1, Inj. ATS
1x1 amp. Setelah itu rencanakan operasi untuk pemasangan Open Reduction
Internal Fixation(ORIF. Penanganan untuk fraktur epifisis tipe II adalah reduksi
tertutup relatif mudah didapatkan begitu juga dengan perawatannya karena engsel
periosteal utuh dan potongan metaphysis terlindung selama reduksi. Setelah
reduksi dari fraktur epifisis tipe I,II, III akan terjadi osifikas endkondral pada
daerah metafisis lempeng pertuumbuhan dan dalam 23 minggu osifikasi
endokondral ini telah mengalami penyembuhan. Sedangkan tipe IV dan V
mengalami penyembuhan seperti pada fraktur daerah tulang kanselosa. Prognosis
selama perkembangan yang sempurna dengan suplai darah pada epifisis umunya
baik.

23

BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus fraktur epiphysiolisis An.A umur 12 tahun.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan nyeri kaki kanan dan sulit
untuk digerakkan setelah kecelakaan. Kemudian pada pemeriksaan fisik
didapatakan deformitas (+), hematom (+) pada cruris dextra 1/3 distal. Pada
pemeriksaan penunjang radiologi foto polos cruris dextra didapatkan hasil
ephipyolisis tipe II. Terapi yang diberikan sebelum operasi adalah pemberian
analgesik dan antibiotic setelah itu dilakukan pemasangan ORIF.

24

DAFTAR PUSTAKA
Apley G., Solomon L., 1993, apleys System of Orthopedies and Fractures,
7th edition: 432 438, Butterworth-Heinemann Ltd., Oxford
De Jong W., Sjamsuhidajat R., 2004, Patah tulang dan dislokasi, Dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi : 1140, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, Hal:840-844
Mostofi Seyed , 2006, Fracture Classification Clinical Practice, Springer :
London.
Moore W., 2003, http//www. eMedicine - Salter-Harris Fractures
Article,.htm
National Institutes of Health, 2001, http//www. Epiphyseal Plate Injury
Questions and Answers About Growth Plate Injuries. htm
Nugroho E., 1995, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, ED. 7, hal
281-282, Widya Medika, Indonesia
Perren Stephan, 2000, Biology and Biomechanics in fracture management,
in AO Principles Of Fracture Management, Stuttgart : New York
Rasjad, Chairuddin. 2007. Fraktur dan Dislokasi Pada Anak. Dalam
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Jakarta : Yarsif Wattampone.
Hal: 355-378.
Schwartz, 2000, Ortopedi Dalam Intisari prinsip-prinsip Ilmu bedah, Edisi
6, EGC, Jakarta, Hal : 657-664.

25

Anda mungkin juga menyukai