Epiphysiolisis
Oleh :
Harmas Yulia Fara Hylda
201020401011177
Pembimbing :
dr. Agus Adiantono Sp. OT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
SMF BEDAH
RS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah deformitas atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang
melebihi kekuatan tulang (Schwartz, 2000), Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontunuitas jaringann tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya
disebabkan karena trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan
tulang, dan jaringa lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi lengkap atau tidak. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa
trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah
tulang radius ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal
patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan
arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengaan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut
dengan patah tulang terbuka. Patah tulang yang didedak sendi atau mengenai
sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi (Sjamsuhidayat, 2005).
Fraktur pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa karena adanya
perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang. Anatomi pada anak-anak
terdapat lempeng epifisis yang merupkan tulang rawan pertumbuhan. Periostium
sangat tebal dan kuat dan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada
orang dewasa (Rasjad, 2007).
Fraktur pada anak-anak sering ditemukan karena tulang relatif ramping
dan juga kurang pengawasan. Beberapa fraktur pada anak-anak seperti retak,
fraktur garis rambut, fraktur buckle, fraktur green stick merupakan fraktur yang
tidak berat, tetapi ada fraktur seperti fraktur intra arttikuler atau fraktur epifisial
merupakan fraktur yang akan berakibat jelek dikemudian hari (Rasjad, 2007).
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama
Umur
Nomor ID/Reg
: 01.91.79
Jenis kelamin
:L
Pekerjaan
: pelajar
Alamat
Tanggal masuk
: 13 Oktober 2011
Jam masuk
: 17.10 WIB
RPD
:-
RPK
:-
Rpsos
: Komposmentis
GCS
: 456
Vital sign
Kepala/ leher
: Tekanan Darah
: - mmHg
Nadi
: 102x/ mnt
Suhu
: 36,5oC
RR
: 20 x/menit
Thorak
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
Jantung
: Inspeksi
Palpasi
Abdomen
Perkusi
: Normal
Auskultasi
: Inspeksi
Palpasi
: Flat
: Supel, nyeri tekan epigastrium -, hepar dan
lien
: thympani
Auskultasi : BU + N.
Extermitas
Status lokalis
Regio Brachii :
Regio cruris
: Diffcount 1/2/75/14/8
Hematokrit 36,8%
Hemoglobin 12,5 mg/dl
LED 8/19
Lekosit 22.300
Trombosit 401.000
GDA 110
Bleeding Time 125
Clothing Time 820
2.5 Diagnosis
: Ephypiolisis
2.6 Prognosis
Kepala/leher
: Tekanan darah
:- mmHg
Nadi
: 96x/menit
Suhu
: 36,6oC
RR
: 20x/menit
Thorax
: Simetris + retraksi
Cor
: S1S2 normal
Ekstremitas
Status lokalis : region cruris pasang spalk, oedem (+),pulsasi arteri Normal
Assesment
Planing diagnose
: -
Planning therapy
: Komposmentis
GCS
: 456
Vital sign
Kepala/leher
: Tekanan darah
: - mmHg
Nadi
: 90x/menit
Suhu
: 37,7oC
RR
: 20x/menit
Thorax
: Simetris + retraksi
Cor
: S1S2 normal
Ekstremitas
Status lokalis : region cruris pasang spalk, oedem (+),pulsasi arteri Normal
Assesment
Planing diagnose
Planning therapy
: Komposmentis
GCS
: 456
Vital sign
: Tekanan darah
Kepala/leher
: - mmHg
Nadi
: 110x/menit
Suhu
: 38oC
RR
: 20x/menit
Thorax
: Simetris + retraksi
Cor
: S1S2 normal
Ekstremitas
Status lokalis : region cruris pasang spalk, oedem (+),pulsasi arteri Normal
Assesment
Planing diagnose
Planning therapy
: Komposmentis
GCS
: 456
Vital sign
: Tekanan darah
Kepala/leher
: - mmHg
Nadi
: 100x/menit
Suhu
: 38,5oC
RR
: 20x/menit
Thorax
: Simetris + retraksi
Cor
: S1S2 normal
Ekstremitas
Status lokalis : region cruris pasang spalk, oedem (+), pulsasi arteri Normal
Assesment
Planing diagnose
: DL ulang
Planning therapy
: Komposmentis
GCS
: 456
Vital sign
: Tekanan darah
Hasil DL Ulang :
: - mmHg
Nadi
: 98x/menit
Suhu
: 37,5oC
RR
: 20x/menit
Diffcount 3/0/64/23/10
Hematokrit 29,1%
Hemoglobin 10,2 mg/dl
LED 55/81
Lekosit 8.500
Trombosit 345.000
Kepala/leher
Thorax
: Simetris + retraksi
Cor
: S1S2 normal
Abdomen
Ekstremitas
Status lokalis : region cruris pasang spalk, oedem (+), pulsasi arteri Normal
Assesment
Planing diagnose
Planning therapy
: KRS
Paracetamol 3x1tab
Cefadroxcil syrup 3x cth
10
BAB III
PEMBAHASAN
An. Laki-laki 12 tahun datang dengan keluhan nyeri kaki kanan dan sulit
untuk digerakkan. Pasien habis kecelakaan sepeda tadi SMRS, karena di dorong
temannya. Pasien masih ingat kejadian saat kecelakaan. Pasien tidak ada benturan
kepala, tidak pusing, tidak muntah, tidak keluar darah dari hidung maupun telinga.
Pasien hanya mengeluhkan perih dan ada luka di lengan kiri. Sedangkan kaki
kanannya terlihat bengkak, terasa nyeri sekali dan sulit untuk digerakkan karena
benturan di kakinya.
Nyeri pada kaki ini dikarenakan adanya efek mekanis yang menyebabkan
hilangnya kontinuitas jaringan, sehingga timbulnya mobilitas yang bersifat
patologis dan hilangnya fungsi tulang sebagai organ penyangga. Sehingga
menimbulkan rasa nyeri yang sangat (Perren, 2000). Kaki yang sulit digerakkan
yang dialami pasien bisa disebabkan karena fraktur pada daerah cruris. Fraktur
adalah deformitas atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi
kekuatan tulang (Schwartz, 2000).
Pada pasien ini mengalami fraktur traumatik dikarenakan sesuai dengan
penyebabnya yaitu karena trauma yang tiba-tiba. Klasifikasi fraktur dibedakan
berdasarkan etiologinya, klinis, radiologis. Kalau berdasarkan etiologis fraktur
dibedakan menjadi fraktur traumatik, fraktur patologis, fraktur stress. Berdasarkan
klinis fraktur dibedakan menjadi fraktur tertutup (simple fracture), fraktur terbuka
(compound fracture), dan fraktur dengan komplikasi (complicated fractute).
Berdasarkan radiologisnya fraktur dibedakan berdasarkan atas lokalisasinya,
konfigurasi, ekstensi dan menurut hubungan antar fregmen dengan fregmen
lainnya (Rasjad, 2007).
11
.
Gambar 3.1 : Klasifikasi fraktur menurut lokalisasi (Rasjad, 2007).
A. fraktur diafisis
B. fraktur metafisis
C.Dislokasi dan fraktur
D. Fraktur Intra-artikuler
12
Pasien ini berumur 12 tahun dan masih tergolong anak-anak. Fraktur pada
anak-anak berbeda dengan orang dewasa karena adanya perbedaan anatomi,
biomekanik serta fisiologi tulang.
Anatomi pada anak-anak terdapat lempeng epifisis yang merupkan tulang
rawan pertumbuhan. Periostium sangat tebal dan kuat dan menghasilkan kalus
yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa (Rasjad, 2007).
Perbedaan
biomekanik
terdiri
atas
biomekanik
tulang,
lempeng
Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, koerteks berlubang-lubang, dan
sangat mudah dipotong oleh karena kanalis haversian menduduki
sebagian bear tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anaak-anak
dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang
dibandingkan orang dewasa, sedangkan pada orang dewasa sangat
kompak dan mudah mengalami tegangan, tahanan dan tekanan
sehingga tidak dapat menahan kompresi (Rasjad, 2007).
2.
3.
Biomekanik periostium
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah
mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.
13
Fraktur Epifisis
Fraktur epifisis merupakan suatu fraktur tersendiri dan dibagi dalam ;
fraktur avulsi akibat tarikan ligament, fraktur kompressi yang bersifat
komunitif fraktur osteokondral (bergeser).
Fraktur Epifisis jarang terjadi tanpa disertai dengan fraktur lempeng
epifisis
2.
3.
radius.
Fraktur
bergeser
14
akan
menyebabkan
gagguan
pemeriksaan
rontgen
dengan
dua
proyeksi
dan
15
Tipe A
Tipe B
Tipe C
Tipe D
16
Tipe I
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang.
Sel-sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur
ini terjadi oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi
baru lahir dan pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan
reduksi tertutup mudah oleh karena masih ada perlekatan periostium yang
utuh dan intak. Prognosis biasanya baik bila dioperasi dengan cepat.
Tipe II
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui
sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan
membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut
tanda Thurston-Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga
masih melekat. Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya
terjadi karena trauma shearing force dan membengkok dan umumnya
terjadi pada anak-anak yang lebih tua. Periostium mengalami robekan
17
pada daerah konveks tetapi tetap utuh pada daerah konkaf. Pengobatan
dengan reposisi secepatnya tidak begitu sulit kecuali bila reposisi
terlambat harus dilakukan tindakan operasi. Prognosis biasanya baik,
tergantung kerusakan pembuluh darah.
Tipe III
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis
fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian
sepanjang garis lempeng epifisis. Jenis fraktur ini intra-artikuler dan
biasanya ditemukan pada epifisis tibia distal. Oleh karena fraktur ini
bersifat intra-artikuler dan diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya
dilakukan operasi terbuka dan fiksasi interna dengan mempergunakan pin
yang halus.
18
Tipe IV
Fraktur tipe ini juga merupakan intra-artikuler yang melalui permukaan
sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan
berlanjut pada sebagian metafisis. Jenis fraktur ini misalnya fraktur
kondilus lateralis humeri pada anak-anak. Pengobatan dengan operasi
terbuka dan fiksasi interna karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot.
Prognosis jelek bila reduksi tidak dilakukan dengan baik.
19
Tipe V
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang
diteruskan pada lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi
penopang badan yaitu sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosis
sulit karena secara radiologic tidak dapat dilihat. Prognosis jelek karena
dapat terjadi kerusakan sebagaian atau seluruh lempeng pertumbuhan.
20
pada
epifisis,
apabila
terjadi
kerusakan
Feel
Move
21
tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar
fragmen satu dengan lainnya. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada
kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru
terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera. Sedangkan nyeri
ditimbulkan karena trauma jaringan lunak termasuk periosteum dan endosteum.
Nyeri akan bertambah bila ada gerakan pada fraktur dan disertai spasme otot
disertai dengan pembengkakan yang progresif di tempat yang tertutup.
Pada pemeriksaan laboratotium didapatkan hasil Diffcount 1/2/75/14/8,
Hematokrit 36,8%, Hemoglobin 12,5 mg/dl, LED 8/19, Lekosit 22.300, Trombosit
401.000, GDA 110, Bleeding Time 125, Clothing Time 820. Pada fraktur test
laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, laju endap darah (LED)dan leukosit meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam
darah.
Pada pemeriksaan foto Rx cruris didapatkan hasil seperti dibawah ini
22
23
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus fraktur epiphysiolisis An.A umur 12 tahun.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan nyeri kaki kanan dan sulit
untuk digerakkan setelah kecelakaan. Kemudian pada pemeriksaan fisik
didapatakan deformitas (+), hematom (+) pada cruris dextra 1/3 distal. Pada
pemeriksaan penunjang radiologi foto polos cruris dextra didapatkan hasil
ephipyolisis tipe II. Terapi yang diberikan sebelum operasi adalah pemberian
analgesik dan antibiotic setelah itu dilakukan pemasangan ORIF.
24
DAFTAR PUSTAKA
Apley G., Solomon L., 1993, apleys System of Orthopedies and Fractures,
7th edition: 432 438, Butterworth-Heinemann Ltd., Oxford
De Jong W., Sjamsuhidajat R., 2004, Patah tulang dan dislokasi, Dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi : 1140, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, Hal:840-844
Mostofi Seyed , 2006, Fracture Classification Clinical Practice, Springer :
London.
Moore W., 2003, http//www. eMedicine - Salter-Harris Fractures
Article,.htm
National Institutes of Health, 2001, http//www. Epiphyseal Plate Injury
Questions and Answers About Growth Plate Injuries. htm
Nugroho E., 1995, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, ED. 7, hal
281-282, Widya Medika, Indonesia
Perren Stephan, 2000, Biology and Biomechanics in fracture management,
in AO Principles Of Fracture Management, Stuttgart : New York
Rasjad, Chairuddin. 2007. Fraktur dan Dislokasi Pada Anak. Dalam
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Jakarta : Yarsif Wattampone.
Hal: 355-378.
Schwartz, 2000, Ortopedi Dalam Intisari prinsip-prinsip Ilmu bedah, Edisi
6, EGC, Jakarta, Hal : 657-664.
25