PENDAHULUAN
Sindrom Brugada adalah kondisi medis yang ditandai oleh sel-sel jantung
abnormal yang mempengaruhi aktivitas listrik jantung, menyebabkan irama jantung
abnormal, yang terdeteksi selama tes elektrokardiogram, yang dikenal sebagai tanda
brugada. Ini adalah kondisi yang diturunkan, lebih sering pada pria, yang tidak
diketahui penyebab spesifiknya. Kebanyakan orang dengan sindrom brugada tidak
memiliki tanda dan gejala dan tidak menyadari bahwa mereka memiliki kondisi
tersebut. Sindrom Brugada dapat dicurigai jika seseorang mengalami beberapa
epidose pingsan yang parah dan denyut jantung tidak teratur atau denyut jantung
abnormal yang kuat. Ini merupakan penyebab umum dari serangan jantung mendadak
karena dapat mengarah pada perkembangan gangguan irama jantung yang fatal,
seperti fibrilasi ventrikel (1).
Kelainan ini dapat terdeteksi melalui elektrokardiografi (EKG), yaitu
peralatan medis sederhana yang berfungsi merekam irama jantung. Abnomalitas
irama jantung sindrom Brugada adalah adanya blok berkas jantung kanan (Right
Bunddle Branch Block, RBBB) dengan elevasi segmen ST di sandapan jantung kanan
yang kadang tidak kentara (2).
Sebelumnya, abnormalitas ini kurang begitu diperhatikan pasien terlihat sehat
dan bugar hingga Brugada bersaudara dari Barcelona, yaitu Pedro dan Josep Brugada,
tahun 1992 mendeteksi adanya keterkaitan abnormalitas EKG tersebut. Mereka
4
menemukan adanya kematian dan serangan aritmia (gangguan listrik jantung) ganas
pada delapan pasien dengan struktur jantung yang normal (3).
Mekanisme seluler yang mendasari sindrom ini amat kompleks karena berkait
dengan elektrofisiologi jantung. Jantung yang berdenyut rata-rata 100.000 kali per
hari untuk memompa sekitar 200 galon darah memiliki sistem elektrik. Sistem
konduksi elektrik ini secara khusus menginstruksi jantung untuk berdenyut secara
teratur dan terkoordinasi (3).
Impuls elektrik bermula dari sinoatrial node yang terletak di sisi atas atrium
kanan jantung. Impuls itu kemudian menyebar ke seluruh atrium yang menyebabkan
kedua atrium berkontraksi. Selanjutnya setelah mengalami perlambatan sejenak, yaitu
di atrioventricle (AV) node impuls bergerak menuju kedua ventrikel jantung melalui
serabut purkinje sehingga ventrikel dapat memompa darah ke seluruh tubuh (3).
Aktivitas listrik di sel-sel jantung terjadi karena adanya perbedaan potensial
listrik. Muatan listrik di dalam sel lebih negatif dibandingkan dengan di luar sel yang
disebabkan karena perbedaan komposisi ion-ion di antaranya, yaitu sodium, kalium,
kalsium, dan klorida (3).
Pada membran sel terdapat kanal- kanal protein yang mengatur arus keluar
masuk ion-ion tersebut. Setiap ion memiliki kanal yang spesifik dan terbuka pada
waktu tertentu. Aktivitas listrik jantung diawali dengan masuknya ion sodium melalui
kanal sodium ke dalam sel yang mengubah keseimbangan muatan listrik di dalam sel
sehingga memicu kontraksi jantung (4).
Sindrom Brugada terjadi bila terdapat defek gen yang menyandi kanal
sodium, yaitu gen SCN5A pada kromosom 3. Mutasi pada gen yang diturunkan ini
menyebabkan pembukaan kanal ion terjadi lebih cepat dan berlangsung lebih lama.
Keadaan ini dapat memicu timbulnya suatu aritmia ganas yang disebut fibrilasi
ventrikel (5).
Fibrilasi ventrikel adalah kekacauan aktivitas elektrik diventrikel jantung
yang merupakan mesin pompa darah utama. Akibatnya otot-otot jantung berdenyut
tanpa ritme sehingga darah tak dapat terpompa ke seluruh tubuh termasuk otak. Bila
situasi ini tidak segera dikoreksi dengan defibrilator, maka korban akan cedera otak
karena kekurangan oksigen dan akhirnya dapat berakibat kematian. Sering
kali fibrilasi ventrikel pada sindrom ini tercetus saat jantung dalam dominasi
pengaruh saraf vagal, misalnya saat tidur (5).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan Pokkuri (Jepang). Di Timur Laut Thailand, angka kematian dari Lai Tai adalah
sekitar 30 kasus per 100.000 penduduk per tahun (7).
Sindrom Brugada adalah yang paling umum pada orang dari Asia. Alasan
untuk pengamatan ini belum sepenuhnya dipahami, tetapi mungkin karena urutan
genetik pada orang Asia spesifik di gen SCN5A (8).
Sindrom Brugada adalah 8-10 kali lebih umum pada pria dibandingkan pada
wanita, meskipun kemungkinan memiliki gen mutasi tidak berbeda berdasarkan jenis
kelamin. Mutasi terjadi jauh lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita.
Sindrom Brugada paling sering mempengaruhi pria sehat berusia 30-50 tahun,
tetapi pasien yang terkena berusia 0-84 tahun telah dilaporkan. Usia rata-rata pasien
yang meninggal tiba-tiba adalah 41 tahun (9).
Etiologi
Kasus prototipe sindrom Brugada telah dikaitkan dengan perubahan pada gen
SCN5A, yang hampir mengalami 300 mutasi. Mutasi pada gen lain yang telah
diusulkan untuk menyebabkan varian sindrom Brugada, termasuk gen coding untuk
alpha1- dan beta2b-subunit dari saluran L-jenis kalsium CACNA1C dan CACNB2,
diduga menyebabkan sindrom prekordial ST elevasi, kematian mendadak, dan
interval QT pendek. Mutasi pada gen GPD1-L [17] dan SCN1B telah diidentifikasi
dalam beberapa kasus familial (9).
Banyak situasi klinis yang telah dilaporkan memperburuk pola EKG sindrom
Brugada. Contohnya adalah demam, hiperkalemia, hipokalemia, hiperkalsemia,
alkohol atau keracunan kokain, dan penggunaan obat-obatan tertentu, termasuk
8
Patofisiologi
Sindrom Brugada adalah contoh dari channelopathy, penyakit yang
disebabkan oleh perubahan dalam ion transmembran yang merupakan potensial aksi
jantung. Secara khusus, dalam 10-30% kasus, mutasi pada gen SCN5A, yang
mengkode sodium channel jantung telah ditemukan. Ini kehilangan fungsi mutasi
mengurangi natrium saat ini selama fase 0 (upstroke) dan 1 (repolarisasi awal) dari
potensial aksi jantung.
Penurunan natrium diduga mempengaruhi endokardium ventrikel kanan.
Dengan demikian, mendasari kedua pola Brugada EKG dan manifestasi klinis dari
sindrom Brugada.
Mekanisme yang tepat yang mendasari perubahan EKG pada sindrom
Brugada masih di perdebatkan. Teori gangguan repolarisasi didasarkan pada fakta
bahwa sel-sel epikardial ventrikel kanan menampilkan kedudukan lebih menonjol
dalam potensial aksi daripada sel endokardial (3).
Penurunan natrium menyebabkan perbedaan ini, menyebabkan gradien
tegangan selama repolarisasi dan menimbulkan elevasi ST pada EKG. Penelitian
telah memberikan bukti gradien repolarisasi pada pasien dengan sindrom Brugada
menggunakan endokardial simultan dan rekaman unipolar epikardial.
gelombang T membalik, dan (tipe 1) pola EKG coved terlihat. Dalam cara yang sama,
sebuah perubahan yang heterogen di repolarisasi jantung bisa menyebabkan rentan
terhadap perkembangan aritmia reentrant, fase tersebut yang secara klinis dapat
menyebabkan takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel.
Sebuah
hipotesis
alternatif,
model
gangguan
depolarisasi/konduksi,
mengusulkan bahwa temuan Brugada EKG yang khas dapat dijelaskan dengan
konduksi yang dan aktivasi keterlambatan dalam ventrikel kanan (khususnya di
ventrikel kanan saluran keluar) (3).
Satu studi yang digunakan provokasi j line untuk memperoleh jenis pola 1
EKG Brugada di 91 pasien, dan menemukan bahwa kelainan repolarisasi yang sesuai
dengan kelainan depolarisasi dan tampaknya sekunder untuk perubahan depolarisasi.
Menggunakan vectorcardiograms dan peta potensi permukaan tubuh, peneliti mampu
menunjukkan bahwa kelainan depolarisasi dan konduksi keterlambatan dipetakan ke
ventrikel kanan (10).
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada pasien dengan sindrom Brugada termasuk yang
berikut:
1. Sinkop dan serangan jantung: manifestasi klinis yang paling umum; dalam
banyak kasus, serangan jantung terjadi saat tidur atau istirahat
2. Mimpi buruk atau meronta-ronta di malam hari
3. Asimtomatik, tetapi rutin EKG menunjukkan ST-segmen elevasi di lead
V1-V3
4. Fibrilasi atrium (20%)
5. Demam: Sering dilaporkan memicu atau memperburuk manifestasi klinis
11
lain:adanya
ventricular
fibrillation,
self
terminating
polymorphic
atau
respirasi
nokturnal
agonal.
Tidak
boleh
ada
faktor
lain
13
Pemeriksaan penunjang
Pada pasien dengan dugaan sindrom Brugada, pertimbangkan studi berikut:
1. Pemeriksaan EKG 12-lead pada semua pasien dengan sinkop.
2. Penelitian elektropsikologi untuk menentukan inducibility aritmia.
Tes laboratorium yang dapat membantu dalam diagnosis sindrom Brugada adalah
sebagai berikut:
1. Tingkat serum kalium dan kalsium: muncul elevasi ST-segmen di sadapan
prekordial. Pola EKG pada pasien dengan hiperkalsemia dan hiperkalemia
mirip dengan sindrom Brugada
2. Tingkat CKMB dan troponin: Pada pasien dengan gejala kompatibel dengan
sindrom koroner akut.
3. Pengujian genetik untuk mutasi pada SCN5A
Pengujian lebih lanjut dapat diindikasikan untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnostik lainnya.
Radiologi
Lakukan echocardiography atau MRI, terutama untuk menyingkirkan
cardiomyopathy arrhythmogenic di ventrikel kanan, serta untuk menilai penyebab
potensial lain aritmia.
Banyak pasien dengan sindrom Brugada masih muda dan sehat datang dengan
gejala sinkop. Pasien dengan sinkop tidak boleh diasumsikan memiliki kondisi ringan
sehingga EKG 12-lead harus dilakukan.
Tantangan obat dengan natrium saluran blocker harus dipertimbangkan pada
pasien dengan sinkop di antaranya ada penyebab yang jelas ditemukan. Seorang
14
Sinyal EKG
15
Kelainan pada EKG merupakan tanda dari sindrom Brugada. Yang termasuk
tanda tersebut antara lain kelainan depolarisasi dan repolarisasi tanpa adanya kelainan
16
struktural jantung atau keadaan lain atau sesuatu yang menyebabkan elevasi segmen
ST pada sadapan prekordial kanan (V1-V3) (12).
Meskipun kebanyakan kasus sindrom Brugada menunjukkan adanya elevasi
segmen ST di prekordial kanan, kasusterisolasi pada sadapan inferior atau prekordial
kiri telah dilaporkan pada Brugada-like syndrome pada beberapa kasus hal
ini berhubungan dengan mutasi SCN5A.
Ada tiga tipe bentuk repolarisasi yang diketahui (dapat dilihat di dalam
Gambar 1).
Tipe 1 ditandai dengan
menampilkan tipe 1 EKGyang jelas. Antara 7-2-99 dan 13-2-99, tipe 2 dan 3
ditampilkan (15).
Baru-baru ini, durasi QRS pada EKG 12-lead sebagai penanda risiko terhadap
aritmia. Kelainan repolarisasi inferolateral juga telah diusulkan untuk menjadi
penanda risiko (11).
Drug challenge
Pemberian obat-obat tertentu secara intravena dapat memodifikasi gambaran
EKG.Ajmaline, flecainide, dan procainamide dapat mencetuskan elevasi segmen ST
ataumenampilkannya bila sebelumnya tidak dijumpai. Posisi sadapan yang akurat dan
akses venayang benar harus dipastikan. Pemberian obat harus dihentikan jika tes
positif dan/atau jikaada aritmia ventrikular, termasuk
ventricular premature
complexes, atau jika dijumpai adanya QRS yang lebar secara signifikan ( 30%).
Pada pasien dengan EKG tipe 1, percobaan dengan obat tidak memberikan nilai
diagnostik tambahan. Pada pasien dengan EKG tipe 2 dantipe 3, tes ini dianjurkan
untuk mengklarifikasi diagnosis. Konversi dari EKG tipe 2 dan tipe3 menjadi tipe 1
dianggap positif. Peningkatan amplitudo gelombang J lebih dari 2 mm tanpaadanya
konfigurasi tipe 1 juga dianggap signifikan, namun hal ini jarang dijumpai.
KonversiEKG tipe 3 menjadi tipe 2 dianggap tidak meyakinkan untuk diagnosis
sindrom Brugada.Pemantauan dianjurkan sampai EKG kembali normal (waktu paruh
flecainide adalah 20 jam,procainamide 3-4 jam, dan ajmaline menjadi tidak aktif
dalam waktu beberapa menit).Aritmia ventrikular yang berat, termasuk fibrilasi
19
dan/atau
MRI
harus
dilakukan,
terutama
untuk
Tatalaksana
Pertimbangan pendekatan
Saat ini, implantasi defibrillator jantung implan otomatis (ICD) adalah satusatunya pengobatan yang terbukti efektif dalam mengobati takikardia ventrikel dan
fibrilasi dan mencegah kematian mendadak pada pasien dengan sindrom Brugada.
Tidak ada terapi farmakologis telah terbukti mengurangi terjadinya aritmia ventrikel
21
23
Prognosis
Sindrom Brugada adalah penyebab takikardi ventrikel polimorfik, yang dapat
berubah menjadi fibrilasi ventrikel dan menyebabkan serangan jantung. Hipoksia
berkepanjangan selama serangan jantung bisa meninggalkan pasien dengan gejala
sisa neurologis. Implan cardioverters-defibrillator (ICD) yang sering digunakan untuk
mengobati pasien dengan sindrom Brugada, mengekspos mereka untuk komplikasi
yang berhubungan dengan implantasi perangkat dan potensi guncangan yang tidak
pantas.
Selama rata-rata tindak lanjut dari 24 bulan, kematian jantung tiba-tiba atau
fibrilasi ventrikel terjadi pada 8,2% pasien dengan sindrom Brugada. Riwayat sinkop,
24
EKG spontan yang abnormal, dan inducibility selama stimulasi listrik diprogram
(oleh satu studi) meningkat secara signifikan risiko ini.
Sindrom Brugada dapat menjadi penyebab signifikan kematian, selain dari
kecelakaan, pada pria di bawah 40. Meskipun ada ketergantungan yang kuat populasi,
diperkirakan 4% dari semua kematian mendadak dan setidaknya 20% dari kematian
mendadak pada pasien dengan hati yang memiliki struktur normal terjadi karena
sindrom. Mereka dengan sindrom memiliki usia rata-rata kematian mendadak 41 15
tahun (22).
25
BAB III
PENUTUP
Sindrom Brugada adalah kondisi medis yang ditandai oleh sel-sel jantung
abnormal yang mempengaruhi aktivitas listrik jantung, menyebabkan irama jantung
abnormal. Kebanyakan orang dengan sindrom brugada tidak memiliki tanda dan
gejala dan tidak menyadari bahwa mereka memiliki kondisi tersebut. Sindrom
Brugada dapat dicurigai jika seseorang mengalami beberapa epidose pingsan yang
parah dan denyut jantung tidak teratur atau denyut jantung abnormal yang kuat. Ini
merupakan penyebab umum dari serangan jantung mendadak karena dapat mengarah
pada perkembangan gangguan irama jantung yang fatal, seperti fibrilasi ventrikel.
Kelainan pada EKG merupakan tanda dari sindrom Brugada. Yang termasuk
tanda tersebut antara lain kelainan depolarisasi dan repolarisasi tanpa adanya kelainan
struktural jantung atau keadaan lain atau sesuatu yang menyebabkan elevasi segmen
ST pada sadapan prekordial kanan (V1-V3). Sejauh ini, tidak ada terapi obat untuk
sindrom Brugada karena uji klinis telah gagal untuk membuktikan efektivitas.
Sejumlah obat dapat memperlihatkan pola Brugada pada EKG dan berpotensi
memperburuk manifestasi klinis sindrom Brugada.
26