Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Brugada adalah kondisi medis yang ditandai oleh sel-sel jantung
abnormal yang mempengaruhi aktivitas listrik jantung, menyebabkan irama jantung
abnormal, yang terdeteksi selama tes elektrokardiogram, yang dikenal sebagai tanda
brugada. Ini adalah kondisi yang diturunkan, lebih sering pada pria, yang tidak
diketahui penyebab spesifiknya. Kebanyakan orang dengan sindrom brugada tidak
memiliki tanda dan gejala dan tidak menyadari bahwa mereka memiliki kondisi
tersebut. Sindrom Brugada dapat dicurigai jika seseorang mengalami beberapa
epidose pingsan yang parah dan denyut jantung tidak teratur atau denyut jantung
abnormal yang kuat. Ini merupakan penyebab umum dari serangan jantung mendadak
karena dapat mengarah pada perkembangan gangguan irama jantung yang fatal,
seperti fibrilasi ventrikel (1).
Kelainan ini dapat terdeteksi melalui elektrokardiografi (EKG), yaitu
peralatan medis sederhana yang berfungsi merekam irama jantung. Abnomalitas
irama jantung sindrom Brugada adalah adanya blok berkas jantung kanan (Right
Bunddle Branch Block, RBBB) dengan elevasi segmen ST di sandapan jantung kanan
yang kadang tidak kentara (2).
Sebelumnya, abnormalitas ini kurang begitu diperhatikan pasien terlihat sehat
dan bugar hingga Brugada bersaudara dari Barcelona, yaitu Pedro dan Josep Brugada,
tahun 1992 mendeteksi adanya keterkaitan abnormalitas EKG tersebut. Mereka
4

menemukan adanya kematian dan serangan aritmia (gangguan listrik jantung) ganas
pada delapan pasien dengan struktur jantung yang normal (3).
Mekanisme seluler yang mendasari sindrom ini amat kompleks karena berkait
dengan elektrofisiologi jantung. Jantung yang berdenyut rata-rata 100.000 kali per
hari untuk memompa sekitar 200 galon darah memiliki sistem elektrik. Sistem
konduksi elektrik ini secara khusus menginstruksi jantung untuk berdenyut secara
teratur dan terkoordinasi (3).
Impuls elektrik bermula dari sinoatrial node yang terletak di sisi atas atrium
kanan jantung. Impuls itu kemudian menyebar ke seluruh atrium yang menyebabkan
kedua atrium berkontraksi. Selanjutnya setelah mengalami perlambatan sejenak, yaitu
di atrioventricle (AV) node impuls bergerak menuju kedua ventrikel jantung melalui
serabut purkinje sehingga ventrikel dapat memompa darah ke seluruh tubuh (3).
Aktivitas listrik di sel-sel jantung terjadi karena adanya perbedaan potensial
listrik. Muatan listrik di dalam sel lebih negatif dibandingkan dengan di luar sel yang
disebabkan karena perbedaan komposisi ion-ion di antaranya, yaitu sodium, kalium,
kalsium, dan klorida (3).
Pada membran sel terdapat kanal- kanal protein yang mengatur arus keluar
masuk ion-ion tersebut. Setiap ion memiliki kanal yang spesifik dan terbuka pada
waktu tertentu. Aktivitas listrik jantung diawali dengan masuknya ion sodium melalui

kanal sodium ke dalam sel yang mengubah keseimbangan muatan listrik di dalam sel
sehingga memicu kontraksi jantung (4).
Sindrom Brugada terjadi bila terdapat defek gen yang menyandi kanal
sodium, yaitu gen SCN5A pada kromosom 3. Mutasi pada gen yang diturunkan ini
menyebabkan pembukaan kanal ion terjadi lebih cepat dan berlangsung lebih lama.
Keadaan ini dapat memicu timbulnya suatu aritmia ganas yang disebut fibrilasi
ventrikel (5).
Fibrilasi ventrikel adalah kekacauan aktivitas elektrik diventrikel jantung
yang merupakan mesin pompa darah utama. Akibatnya otot-otot jantung berdenyut
tanpa ritme sehingga darah tak dapat terpompa ke seluruh tubuh termasuk otak. Bila
situasi ini tidak segera dikoreksi dengan defibrilator, maka korban akan cedera otak
karena kekurangan oksigen dan akhirnya dapat berakibat kematian. Sering
kali fibrilasi ventrikel pada sindrom ini tercetus saat jantung dalam dominasi
pengaruh saraf vagal, misalnya saat tidur (5).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sindrom Brugada dikarakteristikkan oleh adanya elevasi segmen ST pada


sadapan EKG di prekordial kanan (disebut sebagai EKG tipe 1). Sindrom ini biasanya
bermanifestasi selama dewasa. (6).
Dalam deskripsi awal sindrom Brugada, jantung dilaporkan memiliki struktur
normal, namun konsep ini telah ditentang. Kelainan struktural halus di ventrikel
kanan telah dilaporkan. Sindrom Brugada ditentukan secara genetik dan memiliki
pola dominan autosomal penularan di sekitar 50% dari kasus familial. Pasien khas
dengan sindrom Brugada muda, laki-laki, dan sehat, dengan pemeriksaan fisik
kardiovaskular yang normal (6).
Epidemiologi
Di bagian Asia (misalnya, Filipina, Thailand, Jepang), sindrom Brugada
tampaknya menjadi penyebab paling umum kematian alami pada pria yang lebih
muda dari 50 tahun. Hal ini dikenal sebagai Lai Tai (Thailand), Bangungot (Filipina),

dan Pokkuri (Jepang). Di Timur Laut Thailand, angka kematian dari Lai Tai adalah
sekitar 30 kasus per 100.000 penduduk per tahun (7).
Sindrom Brugada adalah yang paling umum pada orang dari Asia. Alasan
untuk pengamatan ini belum sepenuhnya dipahami, tetapi mungkin karena urutan
genetik pada orang Asia spesifik di gen SCN5A (8).
Sindrom Brugada adalah 8-10 kali lebih umum pada pria dibandingkan pada
wanita, meskipun kemungkinan memiliki gen mutasi tidak berbeda berdasarkan jenis
kelamin. Mutasi terjadi jauh lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita.
Sindrom Brugada paling sering mempengaruhi pria sehat berusia 30-50 tahun,
tetapi pasien yang terkena berusia 0-84 tahun telah dilaporkan. Usia rata-rata pasien
yang meninggal tiba-tiba adalah 41 tahun (9).
Etiologi
Kasus prototipe sindrom Brugada telah dikaitkan dengan perubahan pada gen
SCN5A, yang hampir mengalami 300 mutasi. Mutasi pada gen lain yang telah
diusulkan untuk menyebabkan varian sindrom Brugada, termasuk gen coding untuk
alpha1- dan beta2b-subunit dari saluran L-jenis kalsium CACNA1C dan CACNB2,
diduga menyebabkan sindrom prekordial ST elevasi, kematian mendadak, dan
interval QT pendek. Mutasi pada gen GPD1-L [17] dan SCN1B telah diidentifikasi
dalam beberapa kasus familial (9).
Banyak situasi klinis yang telah dilaporkan memperburuk pola EKG sindrom
Brugada. Contohnya adalah demam, hiperkalemia, hipokalemia, hiperkalsemia,
alkohol atau keracunan kokain, dan penggunaan obat-obatan tertentu, termasuk
8

sodium channel blockers, agen vagotonik, agonis alfa-adrenergik, beta-adrenergik


bloker, antidepresan heterosiklik, dan kombinasi glukosa dan insulin (9).

Patofisiologi
Sindrom Brugada adalah contoh dari channelopathy, penyakit yang
disebabkan oleh perubahan dalam ion transmembran yang merupakan potensial aksi
jantung. Secara khusus, dalam 10-30% kasus, mutasi pada gen SCN5A, yang
mengkode sodium channel jantung telah ditemukan. Ini kehilangan fungsi mutasi
mengurangi natrium saat ini selama fase 0 (upstroke) dan 1 (repolarisasi awal) dari
potensial aksi jantung.
Penurunan natrium diduga mempengaruhi endokardium ventrikel kanan.
Dengan demikian, mendasari kedua pola Brugada EKG dan manifestasi klinis dari
sindrom Brugada.
Mekanisme yang tepat yang mendasari perubahan EKG pada sindrom
Brugada masih di perdebatkan. Teori gangguan repolarisasi didasarkan pada fakta
bahwa sel-sel epikardial ventrikel kanan menampilkan kedudukan lebih menonjol
dalam potensial aksi daripada sel endokardial (3).
Penurunan natrium menyebabkan perbedaan ini, menyebabkan gradien
tegangan selama repolarisasi dan menimbulkan elevasi ST pada EKG. Penelitian

telah memberikan bukti gradien repolarisasi pada pasien dengan sindrom Brugada
menggunakan endokardial simultan dan rekaman unipolar epikardial.

Skema menunjukkan 3 jenis potensial aksi di ventrikel kanan: endokardium


(End), pertengahan miokard (M), dan epikardial (Epi). Sebuah situasi normal pada
V2 EKG dihasilkan oleh tegangan transmural gradien selama depolarisasi dan
repolarisasi fase potensial aksi. BE, perubahan yang berbeda dari potensial aksi
epikardial yang menghasilkan perubahan EKG diamati pada pasien dengan sindrom
Brugada.
Ketika pada waktu biasa repolarisasi tidak berubah, gelombang T tetap tegak,
menyebabkan pola Saddleback EKG (tipe 2 atau 3). Ketika perubahan dalam
repolarisasi cukup untuk menyebabkan pembalikan gradien normal repolarisasi,
10

gelombang T membalik, dan (tipe 1) pola EKG coved terlihat. Dalam cara yang sama,
sebuah perubahan yang heterogen di repolarisasi jantung bisa menyebabkan rentan
terhadap perkembangan aritmia reentrant, fase tersebut yang secara klinis dapat
menyebabkan takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel.
Sebuah

hipotesis

alternatif,

model

gangguan

depolarisasi/konduksi,

mengusulkan bahwa temuan Brugada EKG yang khas dapat dijelaskan dengan
konduksi yang dan aktivasi keterlambatan dalam ventrikel kanan (khususnya di
ventrikel kanan saluran keluar) (3).
Satu studi yang digunakan provokasi j line untuk memperoleh jenis pola 1
EKG Brugada di 91 pasien, dan menemukan bahwa kelainan repolarisasi yang sesuai
dengan kelainan depolarisasi dan tampaknya sekunder untuk perubahan depolarisasi.
Menggunakan vectorcardiograms dan peta potensi permukaan tubuh, peneliti mampu
menunjukkan bahwa kelainan depolarisasi dan konduksi keterlambatan dipetakan ke
ventrikel kanan (10).
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada pasien dengan sindrom Brugada termasuk yang
berikut:
1. Sinkop dan serangan jantung: manifestasi klinis yang paling umum; dalam
banyak kasus, serangan jantung terjadi saat tidur atau istirahat
2. Mimpi buruk atau meronta-ronta di malam hari
3. Asimtomatik, tetapi rutin EKG menunjukkan ST-segmen elevasi di lead
V1-V3
4. Fibrilasi atrium (20%)
5. Demam: Sering dilaporkan memicu atau memperburuk manifestasi klinis
11

Manifestasi klinis Sinkop dan kematian jantung mendadak merupakan


manifestasi klinis yang sering dijumpai dalam menegakkan diagnosis sindrom
Brugada. Pemantauan pada pasien menunjukkan bahwa polimorfik cepat takikardia
ventrikular (ventricular tachycardia, VT)merupakan penyebabnya. VT selalu dimulai
dengan interval yang singkat. Laporan klinismenunjukkan bahwa kematian mendadak
pada pasien dengan sindrom Brugada paling seringterjadi selama tidur, pada beberapa
jam ketika dini hari. Adanya riwayat keluarga adalahpenting dan sering positif pada
kematian mendadak di usia muda. Umur rata-rata dimanagejala pertama kali muncul
adalah pada dekade ketiga sampai keempat.
Beberapa pasien tetap asimptomatis, dan diagnosis sindrom Brugada dibuat
mengacu pada EKG rutin yangmenunjukkan elevasi segmen ST pada sadapan
V1 sampai V3.
Kebanyakan pasien dengan sindrom Brugada memiliki pemeriksaan fisik
normal. Namun, pemeriksaan tersebut diperlukan untuk menyingkirkan penyebab
jantung potensial lain dari sinkop atau serangan jantung pada pasien yang sehat
(misalnya, murmur jantung dari hypertrophic cardiomyopathy atau dari katup atau
defek septum).
Diagnosis Sindrom Brugada
Sindrom Brugada harus dipertimbangkan dalam kasus sebagai berikut ini:
Adanya elevasi segmen ST tipe 1 (coved type) pada lebih dari satu
sadapanprekordial kanan (V1 sampai V3), dengan atau tanpa sodium channel
blocker ,dan salah satu kriteria yang mengindikasikan sindrom Brugada, antara
12

lain:adanya

ventricular

fibrillation,

self

terminating

polymorphic

ventricular tachycardia, riwayat keluarga dengan kematian jantung mendaak (< 45


tahun),tipe EKG yang coved pada anggota keluarga, electrophysiological inducibility,
sinkop,

atau

respirasi

nokturnal

agonal.

Tidak

boleh

ada

faktor

lain

yangmenyebabkan kelainan pad EKG. Adanya gambaran EKG tanpa gejala


klinismerupakan bentuk EKG Brugada idiopatik (bukan sindrom Brugada).
Adanya elevasi segmen ST tipe 2 (saddleback type) pada lebih dari satu sadapan
prekordial kanan di bawah keadaan dasar dengan konversi tipe 1 setelah challenge
dengan pemberian sodium channel blocker dianggap sama dengankasus 1 di atas. Druginduced ST-segment elevation dengan nilai > 2 mm harus menambah kecurigaan
adanya sindrom Brugada jika satu atau lebih kriteria yangtelah disebutkan di atas
dijumpai. Pasien dengan hasil drug test negatif tidak didiagnosis dengan sindrom
Brugada; drug-induced ST-segment elevation < 2mm dianggap tidak meyakinkan.
3. Adanya elevasi segmen ST tipe 3 pada lebih dari satu sadapan di bawah keadaandasar
dengan konversi ke dalam tipe 1 setelah challenge dengan pemberian sodium channel
blocker diaggap sama dengan kasus 1 di atas dan harus discreening. Konversi elevasi
segmen ST tipe 3 menjadi tipe 2 dianggap tidak meyakinkan.
Pasien yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan, tetapi mempunyai
satu atau lebih kriteria klinis yang telah disebutkan di atas harus dipertimbangkan
dengan serius. Drugchallenge paling sering menunjukkan adanya diagnosis sindrom
Brugada. Sebagai tambahan,EPS mungkin bermafaat.

13

Pemeriksaan penunjang
Pada pasien dengan dugaan sindrom Brugada, pertimbangkan studi berikut:
1. Pemeriksaan EKG 12-lead pada semua pasien dengan sinkop.
2. Penelitian elektropsikologi untuk menentukan inducibility aritmia.
Tes laboratorium yang dapat membantu dalam diagnosis sindrom Brugada adalah
sebagai berikut:
1. Tingkat serum kalium dan kalsium: muncul elevasi ST-segmen di sadapan
prekordial. Pola EKG pada pasien dengan hiperkalsemia dan hiperkalemia
mirip dengan sindrom Brugada
2. Tingkat CKMB dan troponin: Pada pasien dengan gejala kompatibel dengan
sindrom koroner akut.
3. Pengujian genetik untuk mutasi pada SCN5A
Pengujian lebih lanjut dapat diindikasikan untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnostik lainnya.
Radiologi
Lakukan echocardiography atau MRI, terutama untuk menyingkirkan
cardiomyopathy arrhythmogenic di ventrikel kanan, serta untuk menilai penyebab
potensial lain aritmia.
Banyak pasien dengan sindrom Brugada masih muda dan sehat datang dengan
gejala sinkop. Pasien dengan sinkop tidak boleh diasumsikan memiliki kondisi ringan
sehingga EKG 12-lead harus dilakukan.
Tantangan obat dengan natrium saluran blocker harus dipertimbangkan pada
pasien dengan sinkop di antaranya ada penyebab yang jelas ditemukan. Seorang

14

dokter yang berpengalaman harus menafsirkan EKG, dan electrophysiologist harus


meninjau mereka jika memungkinkan.
Pengujian lebih lanjut dapat diindikasikan untuk mengecualikan kemungkinan
diagnostik lainnya.

Sinyal EKG

15

Kelainan pada EKG merupakan tanda dari sindrom Brugada. Yang termasuk
tanda tersebut antara lain kelainan depolarisasi dan repolarisasi tanpa adanya kelainan

16

struktural jantung atau keadaan lain atau sesuatu yang menyebabkan elevasi segmen
ST pada sadapan prekordial kanan (V1-V3) (12).
Meskipun kebanyakan kasus sindrom Brugada menunjukkan adanya elevasi
segmen ST di prekordial kanan, kasusterisolasi pada sadapan inferior atau prekordial
kiri telah dilaporkan pada Brugada-like syndrome pada beberapa kasus hal
ini berhubungan dengan mutasi SCN5A.
Ada tiga tipe bentuk repolarisasi yang diketahui (dapat dilihat di dalam
Gambar 1).
Tipe 1 ditandai dengan

prominent coved ST segment elevation yang

menampilkan amplitudo gelombang J atau elevasi segmen ST 2 mm atau 0.2 mV


pada puncaknya dan diikuti oleh gelombang T negatif, dengan atau tanpa pemisahan
isoelektrik (9).
Tipe 2 juga mempunyaielevasi segmen ST yang high take-off, namun pada kasus
ini, amplitudo gelombang J ( 2 mm) memberikan peninggian pada penurunan
gradual elevasi segmen ST (menyisakan 1 mm di atas garis dasar), diikuti dengan
gelombang T yang positif atau bifasik yang memberikan konfigurasi saddleback.
Tipe 3 merupakan tipe saddleback dengan elevasisegmen ST <1 mm pada
sadapan kanan, tipe coved, atau keduanya. Harus ditekankan bahwagambaran
gelombang J kadang-kadang membingungkan dan gambaran ini dibuatberdasarkan
penempatan yang tepat dari sadapan prekordial, meskipun gambaran EKGdengan
penempatan alternatif sadapan prekordial kanan di ruang interkostal superior
padapasien dengan kecurigaan klinis dapat juga menunjukkan adanya substrat
17

aritmik. Pada kasustertentu, dapat dipertimbangan pemindahan ke arah kanan.


Meskipun demikian, defleksi rdisadapan V3R, V4R, dll, harus dipertimbangkan
dengan hati-hati. Karakteristik morfologiEKG yang direkam dalam beberapa jam
pertama setelah resusitasi atau segera setelah DC shock tidak dapat digunakan
sebagai diagnostik dari sindrom Brugada. Pada Gambar 1,segmen ST berubah-ubah.
Perbedaan bentuk dapat dilihat beurutan pada pasien yang samaatau setelah
pemberian obat tertentu (13).
Interval QT sering berada dalam batas normal (pada keadaan tanpa
pengobatan obatanti-aritmia), tetapi dapat juga memanjang. Kelainan konduksi
bervariasi, mulai dari yangtidak spesifik sampai yang spesifik untuk setiap bagian
tertentu dari sistem konduksi (padakeadaan bebas obat). Pada kategori yang terdahulu dapat
dijumpai adanya S yang lebar padasadapan I, II, dan III, memberikan peninggian pada
sebelah kiri atau deviasi axis yang ekstrim. Axis kiri dapat juga mengindikasikan
hemiblok pada anterior kiri. RBBB yangsebenarnya dapat dilihat dengan atau tanpa
deviasi axis kiri atau kanan. Segmen ST yang high take-off yang telah dibicarakan
sebelumnya dapat menyerupai bentuk RBBB, namun tidak adanya gelombang S pada
sadapan lateral kiri menghalangi adanya keterlambatan konduksi ventrikel kanan
yang sebenarnya. Interval PR biasanya meningkat ( 200ms) dan agaknya
mencerminkan adanya keterlambatan konduksi HV ( 55ms) (14).
Gambar 1. Sadapan prekordial dari pasien dengan sindrom Brugada yang
diresusitasi.Perhatikan adanya perubahan EKG dalam kurun beberapa hari. Ketiga
bentuk ditunjukkan.Tanda panah menunjukkan gelombang J. Panel yang sebelah kiri
18

menampilkan tipe 1 EKGyang jelas. Antara 7-2-99 dan 13-2-99, tipe 2 dan 3
ditampilkan (15).
Baru-baru ini, durasi QRS pada EKG 12-lead sebagai penanda risiko terhadap
aritmia. Kelainan repolarisasi inferolateral juga telah diusulkan untuk menjadi
penanda risiko (11).

Drug challenge
Pemberian obat-obat tertentu secara intravena dapat memodifikasi gambaran
EKG.Ajmaline, flecainide, dan procainamide dapat mencetuskan elevasi segmen ST
ataumenampilkannya bila sebelumnya tidak dijumpai. Posisi sadapan yang akurat dan
akses venayang benar harus dipastikan. Pemberian obat harus dihentikan jika tes
positif dan/atau jikaada aritmia ventrikular, termasuk

ventricular premature

complexes, atau jika dijumpai adanya QRS yang lebar secara signifikan ( 30%).
Pada pasien dengan EKG tipe 1, percobaan dengan obat tidak memberikan nilai
diagnostik tambahan. Pada pasien dengan EKG tipe 2 dantipe 3, tes ini dianjurkan
untuk mengklarifikasi diagnosis. Konversi dari EKG tipe 2 dan tipe3 menjadi tipe 1
dianggap positif. Peningkatan amplitudo gelombang J lebih dari 2 mm tanpaadanya
konfigurasi tipe 1 juga dianggap signifikan, namun hal ini jarang dijumpai.
KonversiEKG tipe 3 menjadi tipe 2 dianggap tidak meyakinkan untuk diagnosis
sindrom Brugada.Pemantauan dianjurkan sampai EKG kembali normal (waktu paruh
flecainide adalah 20 jam,procainamide 3-4 jam, dan ajmaline menjadi tidak aktif
dalam waktu beberapa menit).Aritmia ventrikular yang berat, termasuk fibrilasi
19

ventrikular dapat terjadi selama tesdilakukan. Penghentian obat harus segera


dilakukan, dan infus isoproterenol mungkin dibutuhkan dalam menangani aritmia
(12).
Tingkat Kalium dan Kalsium
Periksa serum kalium dan kadar kalsium pada pasien dengan elevasi STsegmen di kanan sadapan prekordial. Hiperkalsemia dan hiperkalemia dapat
menghasilkan pola EKG mirip dengan sindrom Brugada
Creatine kinase-MB dan Troponin
Penanda laboratorium, seperti creatine kinase-MB (CK-MB) dan troponin,
harus diperiksa pada pasien yang memiliki gejala yang kompatibel dengan sindrom
koroner akut. Peningkatan menunjukkan cedera jantung (13).
Pengujian genetik
Pasien dengan kemungkinan tinggi sindrom Brugada dapat diuji secara
genetik untuk mutasi di SCN5A, yang mengkode untuk subunit alpha Nav 1,5 dari
saluran natrium jantung. Hasil tes ini mendukung diagnosis klinis dan penting untuk
identifikasi awal anggota keluarga yang memiliki potensi berisiko. Namun, hasil dari
pengujian genetik masih relatif rendah saat ini, dengan mutasi pada SCN5A
ditemukan hanya 11-28% dari kasus (14).
Echocardiography dan/atau MRI
Echocardiography

dan/atau

MRI

harus

dilakukan,

terutama

untuk

mengecualikan arrhythmogenic cardiomyopathy right ventricel. Electrophysiological


Study Electrophysiological Study (EPS) dapat membantu dalam menentukan aritmia
20

yangdapat diinduksi, menstratifikasi risiko, dan dalam beberapa kasus dapat


membantu menentukan diagnosis. EPS yang lengkap direkomendasikan pada semua pasien
dengan gejala. Nilai prediksi EPS diperdebatkan. Pada tahun 2001, Brugada
menunjukkan bahwa inducibility dapat merupakan prediktor hasil akhir yang baik.
Namun, pada tahun 2002, Priori melaporkan nilai prediksi yang buruk dari tes
invasif. Studi selanjutnya oleh Gehi menyimpulkan bahwa EPS tidak digunakan
dalam panduan penatalakasanaan pasien dengansindrom Brugada. Baru-baru
ini, peneliti, yang secara independen memeriksa sejumlah besarpasien dari Eropa dan
Jepang, telah gagal untuk menemukan nilai prediksi dari EPS. Pada sejumlah besar
pasien sindrom Brugada dari Eropa yang terdaftar, hanya gejala dan bentuk EKG tipe
1 spontan, tetapi bukan EPS, yang memprediksikan kejadian aritmia.Pada sejumlah
kecil pasien dari Jepang yang terdaftar, hanya riwayat keluarga dengan kematian
jantung mendadak pada usia kurang dari 45 tahun dan benturepolarisasi awal EKG
inferolateral yang memprediksikan kejadian jantung (15).

Tatalaksana
Pertimbangan pendekatan
Saat ini, implantasi defibrillator jantung implan otomatis (ICD) adalah satusatunya pengobatan yang terbukti efektif dalam mengobati takikardia ventrikel dan
fibrilasi dan mencegah kematian mendadak pada pasien dengan sindrom Brugada.
Tidak ada terapi farmakologis telah terbukti mengurangi terjadinya aritmia ventrikel

21

atau kematian mendadak. Indikasi untuk implantasi ICD dipublikasikan dalam


laporan Konsensus Konferensi Kedua tentang sindrom Brugada (17).
Pasien dengan sindrom Brugada dan riwayat serangan jantung harus
ditatalaksana dengan ICD. Sebaliknya, pasien tanpa gejala yang tidak memiliki
riwayat keluarga kematian jantung mendadak dapat dikelola secara konservatif dan
implantasi ICD tidak dianjurkan. Pasien dengan karakteristik klinis sedang
menyajikan tantangan terbesar.
Pembatasan Aktivitas
Karena aktivitas fisik dapat meningkatkan tonus vagal, olahraga mungkin
akhirnya meningkatkan kecenderungan atlet dengan sindrom Brugada memiliki
fibrilasi ventrikel dan kematian jantung mendadak pada saat istirahat atau selama
pemulihan setelah latihan. Oleh karena itu, Pelliccia et al merekomendasikan bahwa
pasien dengan diagnosis pasti dari sindrom Brugada harus membatasi olahraga
kompetitif (18). Namun, tidak ada bukti langsung mendukung rekomendasi ini.
Masih belum jelas apakah orang yang mengalami mutasi SCN5A asimtomatik juga
harus dibatasi dari partisipasi dalam olahraga.
Pengelolaan bersamaan Sinkop atau Cardiac Arrest
Pasien dengan sinkop atau serangan jantung dan diduga atau didiagnosis
sindrom Brugada harus dirawat di rumah sakit. Monitoring jantung terus menerus
perlu sampai pengobatan definitif (yaitu, penempatan ICD) dapat dilaksanakan.
Ahli jantung yang mengkhususkan diri dalam gangguan aritmia jantung
(yaitu, electrophysiologist klinis) harus mengevaluasi pasien dengan dugaan sindrom
22

Brugada. Konsultasi dengan konselor genetik diindikasikan untuk skrining genetik


dan konseling pasien dan keluarga mereka.
Pemantauan Jangka Panjang
Ahli electrophysiologist harus mengikuti pasien dengan sindrom Brugada.
Melihat sejarah pasien dengan cermat penting, karena tidak semua sinkop adalah
tentu aritmia pada sindrom Brugada. Misalnya, gejala jelas menunjukkan sinkop
vasovagal tidak menunjukkan prognosis buruk pada pasien asimtomatik dengan pola
Brugada pada EKG.
Medikamentosa
Secara teoritis, obat yang melawan ketidakseimbangan saat ion dalam
sindrom Brugada dapat digunakan untuk mengobatinya. Sebagai contoh, quinidine,
yang menghambat kalsium-independen transien luar kalium saat ini, telah
ditunjukkan untuk menormalkan pola EKG pada pasien dengan sindrom Brugada
(19).
Tedisamil, sebuah blocker ampuh saluran Na yang kuat, mungkin lebih efektif
daripada quinidine. Isoproterenol, yang meningkatkan jenis kalsium saat ini, juga
dapat menangkal ketidakseimbangan ionik (19).
Sejauh ini, tidak ada terapi obat untuk sindrom Brugada karena uji klinis telah
gagal untuk membuktikan efektivitas. Sejumlah obat dapat memperlihatkan pola
Brugada pada EKG dan berpotensi memperburuk manifestasi klinis sindrom Brugada
(20).

23

Ada konsensus umum bahwa obat-obatan tertentu dapat berpotensi menjadi


antiaritmia pada pasien sindrom Brugada. Namun, tidak ada studi klinis secara acak
pada pasien sindrom Brugada. Dengan demikian, hanya dalam pengaturan terapi
pengobatan jangka panjang di pusat medis yang berpengalaman. Praktisi
mempertimbangkan penggunaan antiaritmia untuk pasien berisiko tinggi. Saat ini,
quinidine tampaknya menjadi pengobatan pilihan untuk terapi jangka panjang .
Quinidine mempertahankan irama jantung normal setelah kardioversi fibrilasi
atrium atau flutter. Ini menekan rangsangan miokard dan kecepatan konduksi.
Sebelumnya, untuk mengendalikan laju ventrikel dan CHF (jika ada) digunakan
digoxin atau calcium channel blockers (21).

Prognosis
Sindrom Brugada adalah penyebab takikardi ventrikel polimorfik, yang dapat
berubah menjadi fibrilasi ventrikel dan menyebabkan serangan jantung. Hipoksia
berkepanjangan selama serangan jantung bisa meninggalkan pasien dengan gejala
sisa neurologis. Implan cardioverters-defibrillator (ICD) yang sering digunakan untuk
mengobati pasien dengan sindrom Brugada, mengekspos mereka untuk komplikasi
yang berhubungan dengan implantasi perangkat dan potensi guncangan yang tidak
pantas.
Selama rata-rata tindak lanjut dari 24 bulan, kematian jantung tiba-tiba atau
fibrilasi ventrikel terjadi pada 8,2% pasien dengan sindrom Brugada. Riwayat sinkop,

24

EKG spontan yang abnormal, dan inducibility selama stimulasi listrik diprogram
(oleh satu studi) meningkat secara signifikan risiko ini.
Sindrom Brugada dapat menjadi penyebab signifikan kematian, selain dari
kecelakaan, pada pria di bawah 40. Meskipun ada ketergantungan yang kuat populasi,
diperkirakan 4% dari semua kematian mendadak dan setidaknya 20% dari kematian
mendadak pada pasien dengan hati yang memiliki struktur normal terjadi karena
sindrom. Mereka dengan sindrom memiliki usia rata-rata kematian mendadak 41 15
tahun (22).

25

BAB III
PENUTUP

Sindrom Brugada adalah kondisi medis yang ditandai oleh sel-sel jantung
abnormal yang mempengaruhi aktivitas listrik jantung, menyebabkan irama jantung
abnormal. Kebanyakan orang dengan sindrom brugada tidak memiliki tanda dan
gejala dan tidak menyadari bahwa mereka memiliki kondisi tersebut. Sindrom
Brugada dapat dicurigai jika seseorang mengalami beberapa epidose pingsan yang
parah dan denyut jantung tidak teratur atau denyut jantung abnormal yang kuat. Ini
merupakan penyebab umum dari serangan jantung mendadak karena dapat mengarah
pada perkembangan gangguan irama jantung yang fatal, seperti fibrilasi ventrikel.
Kelainan pada EKG merupakan tanda dari sindrom Brugada. Yang termasuk
tanda tersebut antara lain kelainan depolarisasi dan repolarisasi tanpa adanya kelainan
struktural jantung atau keadaan lain atau sesuatu yang menyebabkan elevasi segmen
ST pada sadapan prekordial kanan (V1-V3). Sejauh ini, tidak ada terapi obat untuk
sindrom Brugada karena uji klinis telah gagal untuk membuktikan efektivitas.
Sejumlah obat dapat memperlihatkan pola Brugada pada EKG dan berpotensi
memperburuk manifestasi klinis sindrom Brugada.

26

Anda mungkin juga menyukai