Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara
Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara
Aminuddin hanya diam saja dan terlihat bimbang. Karena penasaran Mariamin
pun menanyakan hal tersebut. Setelah dibujuk ia pun mengatakannya bahwa
Aminuddin merasa merinding dan hatinya berdebar, mungkin akan ada bahaya
yang datang. Mendengar itu, Mariamin ketakutan. Tetapi, ditenangkan kembali
oleh Aminuddin agar jangan takut. Ia juga menghiburnya dengan menceritakan
beberapa kisah.
Selesai bercerita, mereka pun pulang ke rumah meskipun hujan belum
benar-benar berhenti. Tidak lama, mereka pun sampai di tepi sungai yang akan
mereka seberangi. Mariamin terkejut melihat sungai itu banjir. Air yang penuh
dengan buih itu mengalir dengan deras dan menghanyutkan batu dan kayukayuan.
Meskipun
begitu,
karena
hari
sudah
gelap
ia
harus
tetap
menyeberanginya.
Aminuddin menyeberang duluan, jika sudah sampai seberang barulah
Mariamin yang menyeberang. Akan tetapi, ketika baru pertengahan Aminuddin
menyeberang Mariamin sudah mengikuti dari belakang. Tiba-tiba terdengar suara
Mariamin menjerit. Ia meminta tolong. Dengan sekejap, dilihatnya Mariamin
jatuh ke air. Cangkul dibahunya pun dilemparkannya setelah bajunya dilepaskan.
Lalu, Aminuddin melompat ke dalam air hendak menyusul Mariamin yang telah
hanyut oleh derasnya banjir. Aminuddin berenang sekuat-kuatnya berusaha
menolong gadis malang tersebut.
Makin lama suara Mariamin makin tidak terdengar, dengan sedih dan
hampir putus asa ia tetap berenang mencarinya. Meskipun ia mati, ia tidak akan
keluar dari sungai itu sebelum menemukan Mariamin, begitulah pikirnya. Sekilas
terlihat Mariamin mengapung sebentar. Dengan cepat ia pun menangkap gadis itu,
lalu didekapnya dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya berenang.
Meskipun ia sudah kepayahan, kedinginan dan tenaganya hampir habis, ia
berenang perlahan-lahan. Lalu, membawa Mariamin ke sebuah pondok terdekat.
Kemudian, ia berlari ke rumah untuk memberitahukan orang tua Mariamin
tentang hal tersebut. Semua orang terkejut mendengar kabar tersebut lalu berlari
ke pondok. Dengan pertolongan orang-orang kampung, gadis kecil itu pun
akhirnya sadar.
Empat belas hari lamanya Mariamin baru sembuh dan dapat bersekolah
kembali. Sejak kecelakaan itu, persahabatan Mariamin dan Aminuddin lebih kuat
lagi. Mariamin pun selalu merasa bahwa ia berutang nyawa kepada Aminuddin
yang telah mengorbankan nyawanya sendiri untuk menyelamatkannya.
Kisah sedih Mariamin bermula setelah kematian ayahnya, Sutan Barigin.
Sebelum ayahnya meninggal, kehidupan mereka serba berkecukupan, tak kurang
suatu apa pun. Rumah bagus, sawah yang luas, binatang ternak juga banyak.
Semua harta yang banyak itu akhirnya lenyap habis. Harta yang habis itu
diakibatkan oleh perilaku Sutan Barigin itu sendiri. Sutan barigin memiliki sifat
tamak, rakus, keras kepala, tidak peduli pada istri serta mudah terkena hasutan
orang lain. Ini semua karena cara didik yang salah oleh orang tua Sutan Baringin.
Orang tua Sutan Baringin termasuk golongan orang berada dan Sutan Baringin
merupakan anak tunggal Karenanya, setiap Sutan Baringin meminta sesuatu pasti
dituruti oleh orang tuanya. Meskipun ia salah ataupun kelakuannya tidak baik,
namun sangat jarang dimarahi. Jika ayahnya marah kepadanya, ibunya akan
datang dan membela anaknya, jadilah ia anak yang manja dan buruk tabiatnya.
Ketika anak itu semakin besar, tabiat yang buruk semakin menjalar di hatinya.
Ketika Sutan Baringin tumbuh semakin besar, ibunya mulai
berpikiran untuk memperistrikannya dengan seorang wanita. Wanita itu bernama
Nuria, adalah seorang perempuan yang mempunyai perilaku yang baik. Ia adalah
seseorang yang penyabar dan tutur bahasanya lemah lembut, pengiba ramah, serta
menghormati orang. Sangat berkebalikan dengan Sutan Baringin yang sifatnya
pemarah dan perkataannya tidak menyenangkan hati bagi orang yang
mendengarnya, bengis, angkuh, dan sangat tinggi hati, tidak hormat kepada orang
lain. Meskipun Sutan Baringin kurang menyayangi istrinya itu, namun Nuria tidak
akan meminta talak kepada suaminya tersebut. Justru malah menyembunyikan hal
tersebut dari orang lain. Hal ini membuktikan adat Batak bahwa perkawinan
disana sangat kukuh. Sangat jarang orang yang berumah tangga mengalami
perceraian. Selain itu, bagi perempuan yang bercerai hal tersebut akan mencoreng
namanya dan tidak akan ada yang mau menikahinya lagi. Karena apa yang
dipikirkan orang tentang perempuan yang seperti itu adalah seorang perempuan
yang tidak setia kepada suaminya.
Sudah sepuluh tahun lamanya Sutan Baringin dan istrinya bersama-sama,
mereka pun memiliki anak. Yang sulung adalah seorang perempuan bernama
Mariamin. Sedangkan yang bungsu adalah seorang laki-laki. Dari luar terlihat
Baringin masih di dalam rumah tersebut. Lalu, tanah itu pun kembali tertutup dan
rumah mereka terkubur di dalamnya. Pada saat itu juga terdengar suara yang
sangat keras yang berasal dari gunung Sibualbuali yang meletus. Asap dan
belerang cair yang mengalir membinasakan semua yang dilaluinya, termasuk
sawah dan ladang Nuria. Akan tetapi, ia dan anaknya sempat melarikan diri.
Tiba-tiba ia terbangun dari tidurnya. Hatinya gundah gulana, karena ia
tidak mengerti akan takwil mimpinya itu.
Ibu mariamin menunggu suaminya datang, supaya dapat sarapan bersamasama. Sutan Baringin baru datang dari kantor pos, membawa sebuah bungkusan
kiriman dari Deli. Itulah sebabnya ia datang terlambat. Kiriman itu adalah sebuah
kain yang diiringi sepucuk surat dari Baginda Mulia bahwa ia akan pindah ke
Sipirok. Dalam sepuluh hari ia akan berangkat dari Binjai dan akan tiba dalam
sebulan.
Meskipun Sutan Baringin termasuk orang yang kaya di seantero penduduk
Sipirok, namun ia sangat suka mencari perkara. Harta warisan yang seharusnya
dibagikan kepada saudara yang berbeda nenek yaitu Baginda Mulia, tetapi Sutan
Barigin tidak mau membaginya. Bukannya malah senang akan berita tersebut,
Sutan Baringin justru berpikir lain. Ia berpikir bahwa kedatangan adiknya tersebut
untuk meminta sawah bagiannya tersebut untuk meminta sawah bagiannya
tersebut serta menagih utangnya. Begitulah pikirnya, kain yang mahal dan bagus
itu tidak dipedulikannya. Pikiran yang buruk itu timbul dalam hatinya. Padahal
Baginda Mulia memandang Sutan Baringin sebagai saudara yang sangat
membaca surat tersebut. Ia pun senang akan berita tersebut. Ia juga memuji kain
kiriman Baginda Mulia. Pujian itu tidak diindahkan oleh Sutan Baringin karena ia
sedang sibuk berpikir. Kemudian ia pun berkata bahwa Baginda Mulia tidak dapat
dipercayai. Karena tutur katanya manis, sehingga tidak ada yang tahu maksud
jahat di dalamnya. Istrinya pun heran akan perkataan suaminya tersebut. Ia tidak
menyangka suaminya memiliki prasangka seburuk itu terhadap saudaranya
sendiri. Istrinya
10
Setelah satu bulan lamanya, perkara itu pun sampai ke tangan pengadilan
di Padangsidempuan. Pada masa itu asisten residenlah yang menjadi kepala
pengadilan tersebut. Pada hari yang ditentukan, dibukalah perkara Sutan Baringin
dan Baginda Mulia. Pertama-tama kepala pengadilan memberi nasihat supaya
mereka berdua berdamai saja. Akan tetapi, Sutan Baringin tetap tidak ingin
berdamai.
Setelah tiga hari, keputusan pun dikeluarkan. Tentu saja Sutan Barigin
kalah, Karena Baginda Mulia adalah saudaranya dan berhak mendapatkan separuh
dari warisan neneknya.
Sutan Baringin meminta saran dari Marah Sait lagi. Ia pun minta banding
lagi ke Pengadilan Tinggi di Padang. Berapa ratus kerugian sudah tidak
dipedulikannya. Bujukan Marah Sait amat manis. Ibu Mariamin di rumah
melakukan apa yang diperintah suaminya, menjual sawah lalu mengirimkan
uangnya segera.
Ia kalah di Pengadilan Tinggi di Padang lalu minta banding lagi ke
Pengadilan tertinggi di Jakarta.
Ia kalah lagi dan baru mengerti sekarang perkataan istrinya yang baik hati
itu, kebenaran nasihat kaunya, dan kebenaran kepala pengadilan Sipirok.
Sekarang tidak terhingga rasa menyesalnya, karena ia menolak permintaan
saudaranya dan mengusirnya malam itu. Sekarang ia pulang ke kampungnya
seorang diri, Karena Marah Sait mengambil jalan yang lain untuk meninggalkan
11
Sutan Baringin. Habis manis sepah dibuang, itulah perbuatan Marah Sait pada
dirinya.
Dengan hati yang tidak pasti istrinya menunggu kedatangan suaminya.
Sekarang harta benda mereka sudah habis terjual ke pembayar hutang. Dulu
mereka tinggal di sebuah rumah besar, sekarang mereka hanya tinggal di sebuah
rumah bambu kecil di pinggir sungai.
Sutan Baringin tidur di atas sebuah tikar pandan. Bantal hanya ada sebuah
dan hanya diselimuti selimut tua yang sudah terkoyak. Kurus dan pucat orang
tersebut, seperti halnya orang yang sedang sakit. Matanya dipejamkan, tetapi ia
tidak tertidur. Napasnya kencang. Peluhnya mengalir di wajahnya, sebentarsebentar dihapus oleh istrinya. Dengan suara yang mengeluh orang tersebut
meminta air untuk memuaskan dahaganya.
Sutan Baringin yang sedang sakit itu merasa kesal serta sedih, melihat
wajah yang muram serta air mata yang berlinang-linang, hancurlah hati laki-laki
yang keras kepala itu. Matanya dipejamkannya kembali sambil mengenang
perbuatannya yang telah berlalu.
Asal mula penyakit Sutan Baringin itu adalah karena kesedihan yang
sangat mendalam. Ia lebih baik mati daripada menanggung malu dan kemelaratan
yang besar tersebut.
Ia merasa ajalnya semakin mendekat, ia pun memanggil istrinya dan anakanaknya untuk mendekat dan mendengarkan perkataannya untuk yang terakhir.
12
13
bahwa ia akan berpisah dengan orang yang paling dikasihinya tersebut. Sampaisampai ia menangis karenya.
Hari semakin gelap, suara adzan isya mulai bergema. Aminuddin pun
pergi setelah menanyakan keadaan ibu Mariamin. Kemudian, Mariamin masuk ke
dalam rumahnya. Ia menemui ibunya yang sakit dan melihat keadaanya. Ketika
mereka makan, ibunya melihat ada masalah yang sedang menimpa Mariamin.
Ketika ditanya oleh ibunya, Mariamin hanya tersenyum.
Ketika di kamar, Mariamin tidak kuasa menahan kesedihannya. Tangisnya
pun pecah. Setelah air matanya surut, ia mulai memikirkan makna dari kata-kata
Aminuddin. Tiba-tiba terdengar suara ibunya dari pintu. Rupanya si ibu terjaga
dari tidurnya dan melihat cahaya lampu yang datang dari pintu bilik Mariamin. Ia
mendengar suara Mariamin sedang berkeluh kesah. Mariamin pun menceritakan
hal yang sebenarnya tentang Aminuddin kepada ibunya.
Sepeninggalnya Aminuddin ke Deli, Mariamin tetap menjalani kehidupan
sehari-harinya dengan membantu ibunya. Meskipun umurnya sudah cukup untuk
berkeluarga, ia belum mau menikah karena ia masih menunggu kembalinya
Aminuddin. Bahkan beberapa orang pemuda yang datang melamarnya pun ia
tolak. Jika Mariamin dan ibunya sedang bercakap-cakap tentang Aminuddi, maka
akan menimbulkan rasa rindu yang mendalam pada dirinya. Perkataan
Aminuddin ketika akan berpisah seolah-olah terbayang lagi olehnya. Apalagi
mereka juga berjabat tangan dengan air mata yang bercucuran dan berjanji tidak
saling melupakan.
14
15
16
17
18
Sementara itu, pikiran jahat mulai timbul dalam benak Kasibun, terlebih
setelah ia mendengar bahwa Aminuddin datang ke rumahnya tatkala ia sedang
berada di kantor. Sejak saat itu, ia sangat membenci Mariamin. Pertengkaran pun
kerap terjadi, bahkan Kasibun tidak segan-segan menganiaya Mariamin.
Pada suatu pagi, Mariamin pergi dari rumah tersebut. Ia berlari ke jalan
besar, lalu naik kereta yang ada di sana dan menuju kantor polisi. Sesampainya
disana, ia dibawa ke hadapan menteri polisi dan menceritakan semua perbuatan
buruk suaminya padanya.
Setelah diperkarakan, Kasibun yang jahat itu hanya didenda 25 rupiah dan
pernikahan mereka pun diceraikan. Setelahnya, Mariamin terpaksa pulang ke
kampung halamannya dengan membawa nama yang tercemar, rasa malu,
menambah azab dan sengsara bagi dirinya dan ibunya sampai akhir hayatnya.