Anda di halaman 1dari 9

Makalah Seminar Kerja Praktek

PERENCANAAN PEMBANGUNAN JARINGAN DISTRIBUSI LISTRIK PEDESAAN


KABUPATEN MAGELANG
CV. GRAHA REKHA
1

Juli Setiawan, Agung Nugrogo, Ir. MKom2


Mahasiswa dan Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia
Email : setiawanjuli11@yahoo.com
2

Abstrak Listrik merupakan komoditi utama untuk pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
sosial. Ketersediaan tenaga listrik yang cukup, aman, andal dan ramah lingkungan merupakan unsur penting
dalam menjalani roda perekonomian. Tersediannya tenaga listrik ini tentunya harus didukung oleh para pelaku
usaha penunjang tenaga listrik di bidang pembangunan dan pemasangan instalasi tenaga listrik yang aman,
andal, dan ramah lingkungan.
Ketersediaan listrik sudah menjadi kebutuhan bagi semua lapisan masyarakat. Namun, sayangnya masih
ada masyarakat yang belum bisa menikmati listrik. Mereka yang tinggal di daerah terpencil masih harus
menunggu lama untuk bisa menikmati listrik. Untuk itu, perlu diadakan pembangunan yang merata agar
seluruh daerah di Indonesia bisa menikmati listrik. Namun, pembangunan ini tidak akan berjalan dengan baik
tanpa adanya perencanaan yang baik pula. Perencanaan jaringan listrik pedesaan dilakukan dalam rangka
menyukseskan pembangunan infrastruktur kelistrikan untuk pemenuhan kebutuhan listrik bagi masyarakat.
Kata kunci : jaringan, listrik, perencanaan

I.
1.1.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Listrik merupakan komoditi utama untuk
pembangunan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan sosial. Ketersediaan tenaga listrik
yang cukup, aman, andal dan ramah lingkungan
merupakan unsur penting dalam menjalani roda
perekonomian. Mengingat sebagai komoditi
utama, maka ketersediaan listrik harus dijaga
baik produksi maupun pasokannya. Sehingga
jaminan inilah sebagai bagian dari ketahanan
ekonomi kita harus selalu kita perhatikan.
Gangguan listrik sekecil apapun, akan
berdampak buruk pada tatanan sosial ekonomi
masyarakat. Listrik merupakan urat nadi
kehidupan masyarakat kita.
Pertumbuhan sektor ketenagalistrikan
memberikan andil yang besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional, demikian pula
sebaliknya, pertumbuhan ekonomi akan
memacu peningkatan kebutuhan tenaga listrik,
sehingga diperlukan peningkatan infrastriktur
penyediaan tenaga listrik dari waktu ke waktu.
Undang-undang No. 30 tahun 2009 tentang
ketenagalistrikan
mengamanatkan
kepada
pemerintah untuk menyediakan tenaga listrk
dengan jumlah yang cukup dan mutu yang baik
bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia dari
Sabang sampai Merauke. Hal tersebut dapat
tercapai adanya dukungan dari seluruh
stakeholders di sektor ketenaga-listrikan baik
badan usaha penyedia listrik maupun badan
usaha jasa penunjang tenaga listrik. Oleh

karena itu, diharap selalu terjalin kerjasama


yang harmonis antara badan usaha penyedia
listrik maupun badan usaha jasa penunjang
tenaga listrik dengan para stakeholders seperti
PT. PLN (Persero) dan perusahaan-perusahaan
listrik swasta sebagai penyedia tenaga listrik
dalam rangka pembangunan sarana dan prasara
kelistrikan untuk memenuhi kebutuhan energi
listrik yang semakin meningkat.
1.2.

Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dilaksanakannya
kerja praktek ini adalah :
Pengenalan dari dekat keadaan yang
sebenarnya terjadi di lapangan
Mendapatkan gambaran yang jelas
mengenai perencanaan jaringan distribusi
dan mempelajari jenis-jenis konstruksi
JTM dan JTR 1 ( satu phasa
Mengetahui lingkup kerja jasa kontraktor
listrik terhadap PT. PLN (Persero)
1.3.

Batasan Masalah
Materi Kerja Praktek ini dibatasi tentang
masalah Perencanaan Jaringan Distribusi
yang meliputi survey & tracking,
perencanaan tiang dan konstruksinya dan
perencanaan RAB (Rencana Anggaran
Biaya).

II.
DASAR TEORI
2.1. Sistem Distribusi
Sistem distrbusi adalah suatu sistem jaringan
distribusi yang terdiri dari sejumlah peralatan
listrik (peralatan gardu, proteksi dan lain-lain)

dan orang yang berada di dalamnya yang


bekerja men-distribusikan energi listrik dari
Gardu Induk ke konsumen.

Gambar 1. Line Diagram Sistem Distribusi

Adapun bagian-bagian dari sistem distribusi


tenaga listrik adalah:
1. Gardu Induk Distribusi
Transformator daya merupakan komponen utamanya, fungsinya menurunkan
tegangan tinggi menjadi tegangan distribusi
primer.
2. Jaringan Primer (Jaringan Tegangan
Menengah)
Adalah jaringan yang berfungsi untuk
menyalurkan energi listrik dari Gardu Induk
Distribusi ke transformator distribusi. Jaringan
distribusi primer atau jaringan distribusi
tegangan menengah memiliki tegangan sistem
sebesar 20 kV.
3. Gardu Distribusi atau Transformator
Distribusi
Gardu distribusi (Trafo distribusi)
berfungsi merubah tegangan listrik dari
jaringan distribusi primer menjadi tegangan
terpakai yang digunakan untuk konsumen dan
disebut sebagai jaringan distribusi sekunder.
Kapasitas transformator yang digunakan pada
transformator distribusi ini tergantung pada
jumlah beban yang akan dilayani dan luas
daerah pelayanan beban.
4. Jaringan Sekunder (Jaringan Tegangan
Rendah)
Jaringan distribusi sekunder atau jaringan
distribusi tegangan rendah merupakan jaringan
tenaga listrik yang langsung berhubungan
dengan konsumen. Oleh karena itu besarnya
tegangan untuk jaringan distribusi sekunder ini
adalah 220 V.
2.2. Perlengkapan Sistem Distribusi
1. Trafo Distribusi
Trafo yang dipakai pada sistem distribusi
adalah sebagai berikut :
1. Trafo 1 phasa, dengan kapasitas 10, 15, 25
dan 50 kVA, dengan type CSP
(Completely Self Protecting) yang berarti
trafo lengkap dengan proteksi terletak
pada body trafo.

2. Trafo 3 phasa, dengan kapasitas 100, 160,


225, 300, 500, 630, 800, 1000 dan 5000
kVA.
2. Recloser
Recloser berfungsi untuk meningkatkan
mutu keandalan karena adanya gangguan yang
bersifat sementara. Recloser biasanya dipasang
pada percabangan feeder utama dan feeder 3
phasa. Biasanya dikoordinasi dengan OCR di
Gardu Induk dan fuse cut out yang ada pada
sisi beban.
3. Lightning Arrester
Penangkal
petir
digunakan
untuk
melindungi peralatan listrik dari gangguan
tegangan lebih yang disebabkan oleh petir.
Penangkal petir biasanya dipasang pada Gardu
Induk dan trafo distribusi yang menempel pada
tiang distribusi.
4. Pentanahan
Pentanahan pada jaringan distribusi
berfungsi untuk mengalirkan arus gangguan ke
tanah baik gangguan dari sistem maupun dari
luar. Pentanahan ada bermacam macam,
yaitu:
5. Peralatan Proteksi
Peralatan yang dipakai pada jaringan
distribusi adalah sebagai berikut :
Fuse Cut Out, sebagai pengaman arus
lebih yang bekerja dengan cara
meleburkan elemen konduktifnya bila
dialiri arus yang melebihi ketentuan.
SSO (Saklar Seksi Otomatis), sebagai
pemutus arus gangguan secara otomatis.
PMT (Pemutus Daya), berfungsi sebagai
pemutus suatu rangkaian listrik yang
dilengkapi dengan relay relay untuk
mendeteksi gangguan, antara lain gangguan arus lebih dan dapat kembali seperti
semula bila gangguan hilang (bila
dioperasikan secara otomatis).
Air Break Switch, berfungsi untuk membebaskan sebagian line dari tegangan dan
dioperasikan secara manual.
2.3.

Perencanaan Jaringan Distribusi


Langkah langkah yang dilaksanakan
dalam perencanaan jaringan distribusi adalah
sebagai berikut :
1. Survei, Staking dan Penentuan Tinggi Tiang
2. Penentuan Jenis dan Ukuran Tiang serta
Konstruksinya
3. Penentuan Isolator
4. Pemilihan penghantar dan penentuan jarak
antar kawat
5. Penentuan Penghantar yang ekonomis

6. Penentuan Andongan, Roling Span dan


Clearance, dan
7. Pemilihan Transformator.
Selain memperhatikan langkah-langkah
diatas, hal lain yang perlu diperhatikan dalam
perencanaan
jaringan
distribusi
adalah
pemilihan rute / jalur jaringan distribusi. Dalam
pemilihan rute / jalur jaringan distribusi, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
Rute jaringan distribusi baru tidak boleh
menggangu jaringan eksisting (untuk
meminimalkan
pemadaman
jaringan
eksisting);
Memperhatikan clearance / jarak bebas
terhadap saluran telepon kecuali pada
daerah dimana saluran telepon ditanam di
bawah tanah;
Penempatan tiang harus diperhatikan
terhadap kemungkinan pelebaran terhadap
jalan dimasa yang akan datang;
Penempatan tiang harus memperhatikan
pula terhadap jalur-jalur pipa gas, air
minum, pipa transmisi minyak, dan
sebagainya;
Pada daerah dengan jalan sangat lebar
serta lingkungan yang padat harus
mempertimbangkan pembuatan jaringan
distribusi kedua sisi jalan untuk
menghindari sambungan rumah yang
terlalu panjang dan banyak (tidak teratur).
2.4. Standar Konstruksi
2.4.1. Jaringan Tegangan Menengah
(JTM)
Konstruksi jaringan Tenaga Listrik
Tegangan Menengah dapat dikelompokkan
menjadi 3 macam konstruksi sebagai berikut :
1. Saluran Udara Tegangan Menengah
(SUTM)
Saluran Udara Tegangan Menengah
(SUTM) adalah sebagai konstruksi termurah
untuk penyaluran tenaga listrik pada daya yang
sama. Ciri utama jaringan ini adalah
penggunaan penghantar telanjang yang
ditopang dengan isolator pada tiang besi atau
beton.
2. Saluran Kabel Udara Tegangan
Menengah (SKUTM)
Untuk lebih meningkatkan keamanan dan
keandalan penyaluran tenaga listrik, penggunaan penghantar telanjang atau penghantar
berisolasi setengah pada konstruksi jaringan
Saluran Udara Tegangan Menengah 20 kV,
dapat juga digantikan dengan konstruksi

penghantar berisolasi penuh yang dipilin.


Isolasi penghantar tiap Fase tidak perlu di
lindungi dengan pelindung mekanis. Berat
kabel pilin menjadi pertimbangan terhadap
pemilihan kekuatan beban kerja tiang beton
penopangnnya.
3. Saluran Kabel Tanah Tegangan
Menengah (SKTM)
Konstruksi SKTM adalah konstruksi yang
aman dan andal untuk mendistribusikan tenaga
listrik Tegangan Menengah, tetapi relatif lebih
mahal untuk penyaluran daya yang sama.
Keadaan ini dimungkinkan dengan konstruksi
isolasi penghantar per Fase dan pelindung
mekanis yang dipersyaratkan. Pada rentang
biaya yang diperlukan, konstruksi ditanam
langsung adalah termurah bila dibandingkan
dengan penggunaan konduit atau bahkan
tunneling (terowongan beton).
2.4.1.1. Indeks Standar Konstruksi
Dalam menyusun suatu perencanaan
jaringan distribusi, perencana harus mengikuti
standar konstruksi yang siudah ditetapkan.
Standar konstruksi ini menyesuaikan jenis
jaringan yang akan dibangun.
1. Standar Konstruksi JTM 1 Fasa
Standar konstruksi JTM 1 fasa meliputi
konstruksi untuk tarikan lurus, belokan, dead
end dan percabangan. Kode dari standar
konstruksi ini diawali dengan kode CA. Berikut
tabel kode dan keterangan dari standar
konstruksi JTM 1 fasa.
2. Konstruksi SUTM 1 Fasa 3 Fasa
Standar konstruksi SUTM 1 fasa dan 3
fasa meliputi konstruksi untuk tarikan lurus,
belokan dan dead end. Kode dari standar
konstruksi ini diawali dengan kode CA.
3. Konstruksi SUTM 3 Fase Single Circuit
Standar konstruksi SUTM 3 fasa single
circuit ini meliputi konstruksi untuk tarikan
lurus, belokan dan dead end. Kode dari standar
konstruksi ini diawali dengan kode CC.
4. Konstruksi SUTM 3 Fasa Double
Circuit
Standar konstruksi SUTM 3 fasa double
circuit ini meliputi konstruksi untuk tarikan
lurus, belokan dan dead end. Kode dari standar
konstruksi ini diawali dengan kode CC.
5. Konstruksi Kelengkapan JTM
Standar konstruksi untuk kelengkapan
JTM meliputi konstruksi untuk perpanjangan
tiang (tarikan lurus maupun belokan), kawat
tarik, anchor, grounding, dan perlengkapan
lainnya.

6. Konstruksi SKUTM 3 Fasa


Standar konstruksi SKUTM 3 fasa
meliputi konstruksi untuk rise pole, tarikan
lurus, belokan, sambungan dan dead end. Kode
dari standar konstruksi ini diawali dengan kode
KU.
7. Konstruksi SKTM 3 Fasa
Standar konstruksi SKTM 3 fasa meliputi
konstruksi yang terkait dengan lokasi atau
peletakan jaringan dan konstruksi sambungan.
Kode dari standar konstruksi ini diawali dengan
kode KTM, PTM dan KTR.
2.4.1.2. Pekerjaan JTM 1 Fasa
Setelah persiapan lapangan selesai,
dilanjutkan tahap berikutnya yaitu Pemasangan
JTM I Phasa yang terdiri dari :
1. Pemasangan Tiang Beton untuk JTM /
jaringan
a. Penggalian lubang tempat dudukan
Tiang Beton yang sebelumnya telah
ditentukan titik-titik lokasi penempatan
Tiang.
b. Penanaman Tiang Beton sedalam 1,8
meter.
2. Pemasangan Konstruksi.
Setelah
Tiang
Listrik
didirikan,
dilanjutkan pemasangan konstruksi pada
tiap-tiap
tiang
termasuk
peralatan
pendukungnya.
3. Pemasangan hantaran diatas tanah
Hal hal yang harus diperhatikan adalah :
a. Jarak gawang
Untuk daerah di luar pemukiman
(JTM murni atau dengan JTR Semi
Underbuild atau SKUTM), berjarak
antara 60 80 m, andongan
maksimum 1.00 meter.
Untuk daerah pemukiman (JTM
murni atau dengan JTR Underbuild
atau SKUTM), berjarak antara 35 50 m, andongan maksimum 1 m.
b. Jarak bebas : Minimum 6 m .
Jarak bebas penyeberangan dan jarak
bebas dengan pohon dan bangunan
mengikuti PUIL dan Perda setempat
yang berlaku.
c. Pemasangan sejajar SUTM atau
SKUTM
dengan
saluran
telekomunikasi tidak dibenarkan, bila
tidak memungkinkan harus berjarak
lebih dari 2,5 meter (PUIL760.B.4).
d. Pemasangan penghantar udara untuk
tegangan yang lebih tinggi dipasang

diatas
penghantar
udara
yang
bertegangan yang lebih rendah.
2.4.2. Jaringan Tegangan Rendah (JTR)
Sistem Distribusi Tegangan Rendah
merupakan bagian hilir dari suatu sistem tenaga
listrik pada tegangan distribusi dibawah 1 KV
dan langsung kepada para pelanggan tegangan
rendah. Jaringan distribusi tegangan rendah
dimulai dari sumber yang disebut Gardu
Distribusi mulai dari panel hubung bagi TR
(Rak TR) keluar didistribusikan. Untuk setiap
sirkit keluar melalui pengaman arus disebut
penyulang/ feeder. Umumnya radius
pelayanan berkisar 350 meter. Radius
pelayanan ini dibatasi oleh beberapa hal, antara
lain :
Susut Tegangan yang disyaratkan.
Luas penghantar jaringan.
Distribusi pelanggan sepanjang jalur
jaringan distribusi.
Sifat daerah pelayanan (desa, kota)
Kelas pelanggan ( pada beban rendah,
pada beban tinggi)
Di Indonesia (PLN) susut tegangan
diizinkan 5% - 10% dari tegangan operasi.
Penentuan besar susut tegangan ini terkait
dengan kualitas pasokan dari PLN, atau dengan
kata lain merupakan kebijakan dari PLN.
Pada sistem distribusi tegangan rendah
ada 3 sistem tegangan, yaitu:
1. Sistem 3 fasa (fasa tiga)
2. Sistem 2 fasa (fasa dua)
3. Sistem 1 fasa ( fasa satu)
2.4.2.1. Standar Konstruksi
Tiang Penyangga Jaringan
Standar konstruksi yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut :
1. Gaya-Gaya
Mekanis
Pada
Tiang
Penyangga/ Penyangga
2. Tinggi Tiang di Atas Permukaan Tanah
3. Pengaruh Kondisi Tanah
4. Penggunaan Kawat Peregang Atau Tiang
Penegang (Stake Pole)
5. Batasan Non Teknis Memilih Kekuatan
Tiang
6. Kekuatan Tiang Ujung
7. Kekuatan Tiang Sudut
Sistem Pembumian
1. Ketentuan-ketentuan tentang Pembumian :
a. Semua bagian konduktif terbuka pada
suatu instalasi harus dibumikan (PUIL).
b. Apabila jalur yang sama dipasang
SUTM dan SUTR, maka pada setiap 3

tiang harus dipasang penghantar


pembumian yang dihubungkan dengan
penghantar netral (PUIL).
c. Nilai resistansi pembumian setiap 200
meter lintasan (5 gawang) tidak boleh
melebihi dari 10 Ohm (PUIL).
d. Petunjuk praktis semua nilai resistansi
pembumian maksimal sebesar 5 .
e. Berdasarkan kekuatan mekanis luas
penampang
minimum
penghantar
pembumian adalah sebesar 50 mm2 dan
terbuat dari tembaga.
f. Sambungan penghantar bumi dengan
elektroda bumi harus kuat secara
mekanis / elektris dan mudah dibuka
untuk dilakukan pengujian resistansi
pembumian. Klem pada elektroda pipa
harus memakai ukuran minimal 10
Ohm dan dilindungi dari kemungkinan
korosi.
g. Penghantar bumi harus dilindungi
secara mekanis kimiawi.
h. Elektroda batang dimasukkan tegak
lurus ke dalam tanah. Panjangnya
disesuaikan dengan kebutuhan dengan
memperhatikan resistansi tanah.
i. Prosedur instalasi pembumia PHB TR
/ Rak TR di gardu distribusi harus
memperhatikan
jenis
sistem
pembumian yang dianut (TT, TN, IT).
2. Penghantar Pembumian dan Elektroda
bumi
a. Elektroda Bumi adalah penghantar
yang ditanam dalam bumi dan
membuat kontak langsung dengan
bumi.
b. Penghantar Bumi yang tidak berisolasi
ditanam dalam bumi dianggap sebagai
bagian elektroda bumi.
c. Umumnya elektroda
bumi yang
dipakai pada jaringan saluran udara
tegangan rendah / menengah memakai
elektroda barang.
d. Sebelum dipasang harus diteliti dulu
berapa resitance jenis tanah.
Sistem Penghantar
1. Jenis Penghantar Udara
Penghantak tidak berisolasi A3C, BCC,
A2C , ACSR
Pernghantar berisolasi (Jenis twisted
cable yang umumnya dipakai NYM-T,
NYMZ, NFYM, NFY, NF2X, NFA2X,
NFA2X, NFA2XSEY-T (TWISTED
CABLE).

2. Persilangan
Dengan
Kabel
Telekomunikasi
Kabel telekomunikasi harus di bawah
penghantar udara tegangan rendah.
a. TWISTED CABLE : Berjajar 1 meter,
Bersilang 0,3 meter
b. TAK BERISOLASI : Berjajar /
Berisolasi 1 meter
3. Jarak Antar Penghantar Telanjang
Jarak antara ini bergantung atas jarak titik
tumpu jaringan (jarak gawang). Untuk jarak 6
S/D 10 meter, maka jarak penghantar 20 cm,
sedangakan ntuk jarak 10 S/D 40 meter jarak
penghantar 25 cm.
4. Jarak lendutan (SAG).
Diukur dari titik terendah sekurangkurangnya :
Jalan Umum 5 Meter (Penghantar Tak
Berisolasi) dan 4 Meter (Penghantar
Berisolasi)
Halaman Rumah 5 Meter (Penghantar
Tak Berisolasi) dan
4 Meter
(Penghantar Berisolasi)
5. Jarak Bebas
Jarak bebas (ruang bebas) penghantar tak
berisolasi dengan benda lain (pohon, bangunan)
a. Pada
dasarnya
tidak
boleh
bersinggungan
b. Jarak yang dipersyaratkan 0,5 meter.
Pada konstruksi saluran udara baik tak
berisolasi ataupun berisolasi (twisted cable).
Umumnya mengikuti ketentuan Pemerintah
Daerah setempat atau ketentuan departemen
yang memerlukan.
6. Penghantar Udara Tak Berisolasi
Tegangan Rendah Diatas Atap Bangunan
Instalasi penghantar adalah sedemikian
sehingga tidak
menganggu perbaikan atap
bangunan.
Jarak dengan bagian bangunan :
Minimal (1,5 meter dari bagian
bangunan termasuk antena, cerobong).
Minimal 2,5 meter (diluar jangkauan
tangan) dari balkon bordes, lorong,
panggung yang dalam keadaan biasa
dikunjungi umum.
2.4.2.2. Konstruksi Jaringan
Berikut adalah jenis konstruksi jaringan
dalam sistem Jaringan Tegangan Rendah
(JTR):
1. Konstruksi TR-1 (J5-T)
Konstruksi J5-T merupakan konstruksi
saluran kabel udara tegangan rendah (SKUTR)
yang menggunakan suspension small angle

assembly (penggantung untuk tiang sangga /


tumpu).

Gambar 2. Konstruksi TR-1 (J5-T)

2. Konstruksi TR-2. (J7-T)


Konstruksi J7-T merupakan konstruksi
pemasangan SKUTR dengan sudut kurang dari
45, dengan menggunakan large angle
assembly
(penggantung
untuk
tiang
belokan/sudut). TR-2 ini termasuk tiang sudut,
yang merupakan tiang yang dipasang pada
saluran listrik, dimana pada tiang tersebut arah
penghantar membelok dan arah gaya tarikan
kawat horizontal.

Gambar 3. Konstruksi TR-2 (J7-T)

3. Konstruksi TR-3 (J6-T)


Konstruksi TR-3 merupakan konstruksi
pemasangan SKUTR untuk tiang akhir atau
tiang awal dengan treck schoor. Pengait kabel
digunakan fixed dead-end clamp complete
plastic strip (peralatan untuk penarik pada
tiang awal/akhir lengkap dengan plastic strap).

Gambar 4. Konstruksi TR-3 (J6-T)

III. ANALISA DAN PEMBAHASAN


1. Wilayah Perencanaan
Pada perencanaan jaringan listrik pedesaan
Kabupaten Magelang, ada tiga wilayah
perencanaan, yaitu :
Dusun Clombo
Dusun Kadipolowetan
Dusun Magelangombo
2. Tahap Survei dan Tracking
Sebelum masuk dalam tahap perencanaan,
hal pertama yang dilakukan adalah melakukan
survei lapangan. Dalam tahap survei ini, ada
beberapa
hal
yang
dilakukan
untuk
mendapatkan data :
1. Survei lokasi, untuk mengetahui keadaan lokasi.
2. Wawancara, untuk mendapatkan gambaran awal dalam perencanaan jalur
jaringan.
Data yang didapatkan ini djadikan
pertimbangan untuk survei lanjutan, untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan dalam
perencanaan jaringan listrik. Pada survei ini
didapatkan data sebagai berikut :
1. Data tracking GPS
2. Gambar perencanaan jalur jaringan
3. Gambar / foto kondisi daerah
4. Gambar / foto lokasi pemasangan tiang
Data utama pada perencanaan jaringan
listrik pedesaan ini adalah gambar. Ada dua
data gambar yang didapatkan selama survei,
yaitu gambar hasil tracking GPS dan gambar
manual sebagai data backup. Data gambar ini
harus sesuai dengan keadaan aslinya agar
realisasi perencanaan bisa sesuai dengan
keadaan lokasi.
Tracking
Tracking merupakan penyusuran daerah
jalur jaringan dari awal sampai ujung jaringan.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan data
gambar sesuai dengan kondisi lokasi. Tracking
dilakukan dengan bantuan alat GPS Tracker.
Pada survei ini, alat yang digunakan adalah
GPS Tracker dengan merk etrex.

Gambar 5. GPS Tracker merk etrex

3. Tahap Perencanaan
3.1. Penentuan Konstruksi Tiang
Pada perencanaan listrik pedesaan,
penentuan lokasi tiang tidak selalu bisa
mengikuti standar yang ada. Ada beberapa hal
yang harus dijadikan pertimbangan, yaitu :
1. Jarak dari jalan
2. Kondisi geografis
3. Kondisi di sekitar lokasi
Tiang jaringan listrik memiliki bermacam
macam jenis sesuai dengan fungsi dan
penggunaannya. Macam macam jenis tiang
ini dapat dibedakan dengan menggunakan kode
kode tertentu yang menunjukkan spesifikasi
khusus dari tiang tersebut. Kode kode ini
akan dimunculkan dalam gambar perencanaan
untuk membedakan spesifikasi dari konstruksi
tiang yang akan dibangun nantinya. Dalam
realisasi perencanaan, pemasangan tiang sesuai
dengan spesifikasi yang sudah direncanakan,
termasuk spesifikasi peralatan tambahan,
seperti grounding, trafo, anchor dan
sebagainya.
Pada perencanaan jaringan listrik pedesaan
Kabupaten Magelang ini, jenis tiang yang
digunakan adalah :
C11-200E
Tiang konstruksi beton dengan ketinggian
11 meter, kekuatan tiang (momen tarik) 200
daN. Digunakan untuk konstruksi tunggal (JTM
only atau JTR only) maupun ganda (JTM dan
JTR). Span maksimum sebesar 50 m untuk
konstruksi ganda dan 80 m konstruksi tunggal.
C9-200E
Tiang konstruksi beton dengan ketinggian
9 meter, kekuatan tiang (momen tarik) 200
daN. Tiang ini digunakan untuk konstruksi
tunggal (JTR only). Span maksimum sebesar
60 m.
C11-350E
Tiang konstruksi beton dengan ketinggian
11 meter, kekuatan tiang (momen tarik) 350
daN. Kekuatan tiang direncanakan lebih besar

dikarenakan terdapat trafo distribusi. Tiang ini


digunakan untuk konstruksi tunggal (JTM only
atau JTR only) maupun ganda (JTM dan JTR).
Span maksimum sebesar 50 m untuk konstruksi
ganda dan 80 meter untuk konstruksi tunggal.
A1
Konstruksi pada tarikan lurus dengan
sudut 0 - 5.
A2
Konstruksi pada tarikan ke kanan dengan
sudut 5 - 30
A3
Konstruksi pada belokan dengan sudut
belokan 30 - 60
A4
Konstruksi pada belokan dengan sudut
belokan 60 - 90
A5
Konstruksi pada akhir / dead end
J5
Konstruksi dengan menggunakan kawat
telanjang (dengan bolt machine) pada
tarikan lurus dengan sudut 0 - 5.
J6-T
Penggunaan konstruksi JTR dengan LVBC
(kabel pilin udara) pada tarikan akhir /
dead end (sebagai pelindung ujung kabel.
J7-T
Penggunaan konstruksi JTR dengan LVBC
(kabel pilin udara) untuk konstruksi pada
tarikan belokan.
CG 105/106
Pemasangan trafo 1 fasa pada JTM 1 fasa
lurus (105) dan pada JTM 1 fasa dead end.
M5-9
Perlengkapan konstruksi tegangan menengah.
M2-11
Perlengkapan pentanahan atau ground rod
type.
M2-12
Perlengkapan pentanahan atau ground rod
type.
M2-12A
Perlengkapan pentanahan atau ground rod
type.
MJ 6-T
Konstruksi pada tarikan akhir / dead end
sebagai pelindung ujung kabel dengan
konstruksi JTR menggunakan LVBC
(kabel pilin udara)
F 1-2
Perlengkapan anchor assemblies.

E 1-2
Perlengkapan down guy.

3.2. Pemilihan Kabel Saluran


Pada perencanaan jaringan listrik pedesaan
Kabupaten Magelang ini, data pemilihan kabel
saluran adalah sebagai berikut :
1. Lokasi : Dusun Clombo
Untuk JTM menggunakan kabel jenis
AAACS dengan ukuran 70 mm2, untuk
kabel fasa dan kabel jenis AAAC
dengan ukuran 70 mm2, untuk kabel
netral.
Untuk JTR menggunakan kabel jenis
LVTC dengan ukuran 70 mm2, untuk
fasa dan kabel berjenis sama dengan
ukuran 50 mm2, untuk kabel netral.
2. Lokasi : Dusun Kadipolowetan
Untuk JTM menggunakan kabel jenis
AAACS dengan ukuran 70 mm2, untuk
kabel fasa dan kabel jenis AAAC
dengan ukuran 70 mm2, untuk kabel
netral.
Untuk JTR menggunakan kabel jenis
LVTC dengan ukuran 70 mm2, untuk
fasa dan kabel berjenis sama dengan
ukuran 50 mm2, untuk kabel netral.
3. Lokasi : Dusun Tegalombo
Untuk JTM menggunakan kabel jenis
AAACS dengan ukuran 70 mm2, untuk
kabel fasa dan kabel jenis AAAC
dengan ukuran 70 mm2, untuk kabel
netral.
Untuk JTR menggunakan kabel jenis
LVTC dengan ukuran 70 mm2, untuk
fasa dan kabel berjenis sama dengan
ukuran 50 mm2, untuk kabel netral.
3.3. Penentuan Trafo
Dalam penentuan lokasi trafo, perencana
harus memperhatikan total beban, persebaran
beban dan lokasi dead end atau tiang JTR
(Jaringan Tegangan Rendah) yang terakhir.
1. Total beban
Letak trafo harus bisa memenuhi total
beban yang ada sehingga lokasi trafo
harus bisa mencakup seluruh lokasi
beban.
2. Persebaran beban
Lokasi trafo harus berada di ujung awal
tarikan JTR. Selain itu, penentuan
lokasi
trafo
ini
juga
harus
mempertimbangkan penambahan beban
baru atau perluasan jaringan.

3. Lokasi Dead End


Maksimal tarikan tiang JTR dari trafo
adalah 7 tiang. Sehingga letak trafo
maksimal berjarak 7 tiang dari dead
end JTR.
4. Penyusunan RAB
Tahap akhir dari perencanaan listrik
pedesaaan Kabupaten Magelang ini adalah
penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Rencana Anggaran Biaya (RAB) berisi rincian
dana yang dibutuhkan dalam realisasi
pembangunan jaringan listrik yang sudah
direncanakan.
IV.

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Kabupaten Magelang masih memiliki
daerah yang belum bisa menikmati
listrik, yaitu Dusun clombo yang
terletak di Kecamatan Salaman.
2. Dalam perencanaan jaringan distribusi
perlu melakukan survei lokasi untuk
mengetahui keadaan sebenarnya di
lapangan karena hasil perencanaan
tidak selamanya bisa sesuai teori
sehingga data yang didapatkan bisa
benar benar menjadi acuan ketika
realisasi pembangunan nantinya.
3. Pemilihan spesifikasi dari tiang
menyesuaikan dengan kondisi jalur
jaringan, yang ditunjukkan dengan
kode kode yang ada pada gambar
perencanaan. Begitu pula spesifikasi
peralatan pendukung lainnya.
4. Hal hal yang harus diperhatikan
dalam penentuan lokasi trafo antara
lain total beban, persebaran atau
distribusi beban dan letak dead end
atau tiang JTR yang paling akhir.
5. Dalam penyusunan RAB, harga dari
masing masing item harus sesuai
dengan harga yang ada di pasaran agar
dapat diketahui biaya sebenarnya dalam
realisasi pembangunan nantinya

BIODATA PENULIS

4.2. Saran
1. Perlu ditingkatkannya sarana dan
prasarana pendukung yang lebih
memadai dalam perencanaan jaringan
distribusi listrik pedesaan sehingga
tahap survei dapat berjalan dengan
lancar.
2. Perlu adanya kerjasama yang baik
antara semua instansi yang terkait, baik
dalam perencanaan maupun dalam
realisasi pembangunan nantinya agar
pembangunan dapat terlaksana dengan
baik karena listrik sudah menjadi
kebutuhan bagi masyarakat, termasuk
masyarakat
di
Dusun
Clombo
Kabupaten Magelang.
DAFTAR PUSTAKA

[1]

[2]

[3]
[4]

AKLI DPD Jateng, Pedoman Standar


Konstruksi Jaringan Listrik Distribusi,
Semarang, PLN dan Asosiasi Kontraktor
Listrik Indonesia, 1992
Guntoro, Hanif, Sistem Distribusi
Tenaga
Listrik
http://dunialistrik.blogspot.com/2008/12/sistemdistribusi-tenaga-listrik.html
Marsudi, Djiteng, Operasi Sistem
Tenaga Listrik, Yogyakarta, Graha Ilmu,
2006
Suhadi, Jaringan Distribusi Tegangan
Rendah
http://www.crayonpedia.org/mw/JARIN
GAN_DISTRIBUSI_TEGANGAN_RE
NDAH_-_SUHADI

Telah
menempuh
pendidikan di TK Pertiwi
Bandar Lampung, SD
Negeri 2 Tanjung Gading,
SMP Negeri 4 Bandar
Lampung, SMA Negeri 2
Bandar Lampung, dan saat
ini sedang menempuh
pendidikan S1 di Teknik
Elektro
Universitas
Diponegoro Semarang.
Semarang, Maret 2014
Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Agung Nugroho, Ir. MKom


NIP 1959010501987031002

Anda mungkin juga menyukai