Contoh: A
Aku mulai mempersiapkan perkawinanku.
Bahan-bahan kebaya mulai kupilih dan kuatur
warna pemakaiannya dengan kain-kain yang
serasi. Saputro memberiku sejumlah uang
untuk memperlengkapi keperluan lain. Suratsurat mulai kami urus. Saputro mengirim surat
kepada kakakku yang sulung mengenai
rencana kami. Pamanku dengan siapa aku
tinggal berkata seharusnya aku mengabari
pamanku yang ada di Yogya. Dia berkewajiban
mengambilku ke rumahnya untuk perkawinan
itu, karena aku sudah tidak mempunyai
orangtua.
Contoh: B
Bapak bangkit berdiri disepaknya batu asahan hitam yang ada di ujung kakinya.
Batu menggelosor, berhenti lima langkah di depan Bapak setelah menabrak
akar pohon mangga yang mencuat dari dalam tanah. Bapak melangkah garang,
matanya tajam menatap sekeliling halaman. Sianar matahari pagi yang hangat
seakan berubah redup tak sanggup menandingi sorot mata Bapak yang
memendam amarah. Aku yang tengah berdiri diambang pintu dapur beringsut
ke dalam. Aku takut kemurkaan Bapak akan bertambah bila mengetahui aku
melihat kesibukannya pagi ini. Aku bergeser Kearah jendela samping rumah
yang sengaja kututup setengahnya, biar aku leluasa melihat
tingkah laku Bapak. Kulihat Bapak berjalan mondar-mandir, golok diacungkan
kian kemari. Mulut bapak menceracau , tapi aku tak mendengar maknanya
dengan jelas. Aku hanya bisa menangkap dua nama yang selalu disebut Karna
dan Lempang.
a. DIA Mahatahu
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan
dari sudut dia ,tetapi pengarang atau
narator dapat menceritakan apa saja hal-hal
yang menyangkut tokoh dia tersebut.
Narator mengetahui segalanya, ia bersifat
mahatahu. Ia mengetahui berbagai hal
tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan,
termasuk motivasi yang
melatarbelakanginya.
Contohnya:
Satu tahun, Sachti mendapat kepercayaan memimpin bagian
keuangan. Kejujuran dan kecermatannya menyebabkan ia dipercaya
untuk memegang salah satu perusahaan. Dari situlah, nasib Sachti
menanjak. Bukan lagi sebagai orang yang harus hilir mudik jalan
Kaki , mencari kesempatan kerja, melainkan orang yang lalu lalang
menggunakan mobil mewah dan memberi kesempatan orang untuk kerja.
Ternyata kesuksesan juga telah memisahkan dari sebentuk benda
bernama ketenangan, nyaris saban saat pikirannya hanya tertuju pada
pekerjaan. Akibatnya, tidak pernah satu detik pun matanya bisa terpejam.
Satu hal yang kini sangat ingin dia rasakan adalah mimpi.
Sudah lima bulan lebih Sachti tidak pernah lagi menikmatinya.
Suatu kali, terbesit dibenaknya untuk mencoba mencari orang yang mau
menjual mimpi kepadanya. Transaksi dengan harga berapa pun, pasti akan
dia setujui, kalau perlu Ia besedia melakukan operasi penukaran otak,
dengan harapan bisa merasakan mimpi yang dirsakan orang lain.