Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H, ayat (1) Perubahan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tabun 1945 telah
ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang
sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya
kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit
mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks.
Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang
beragam, berinteraksi satu sama lain.
Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang
sangat pesat yang perlu diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka
pemberian pelayanan yang bermutu standar, membuat semakin
kompleksnya permasalahan di rumah sakit. Pada hakekatnya rumah
sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud rnemiliki makna tanggung
jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah
dalam meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal BAB I ayat 6 menyatakan: Standar Pelayanan Minimal yang

selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu


pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga negara secara minimal. Ayat 7. Indikator SPM
adalah tolok ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang
digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak
dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan,
proses, hasiI dan atau manfaat pelayanan.
Pada Keputusan menteri kesehatan RI nomor
228/Menkes/SK/III/2002 tentang pedoman penyusunan standar
pelayanan minimal (SPM) Rumah Sakit, juga sudah ditetapkan
sejelas-jelasnya mengenai SPM tersebut. Oleh sebab itu kelompok
kami menulis makalah ini sebagai bahan tinjauan untuk mengetahui
lebih jelas mengenai Standar pelayanan minimal rumah sakit.

1.2 Rumusan masalah


a. Apakah Standar Pelayanan Minimal (SPM) rumah sakit itu?
b. Apa saja yang perlu dilaksanakan sesuai SPM rumah sakit ?
c. Apakah peran pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan SPM Rumah Sakit ?

1.3 Manfaat dan tujuan

a. Mengetahui maksud dari SPM rumah sakit..


Mengetahui apa saja yang perlu dilaksanakan sesuai SPM rumah
sakit.
Mengetahui peran pusat, prvinsi, dan kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan SPM rumah sakit.
BAB 2
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Konsep Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit


Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 228/Menkes/SK/III/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah sakit, maka :
A. SECARA UMUM
1. Standar Pelayanan
Adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal. Juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak
ukur pelayanan minimum yang bdiberikan oleh Badan Layanan
Umum kepada masyarakat.
2. Rumah Sakit

Adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan


kesehatan perorangan meIiputi pelayanan promotif, preventif,
kurative dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.

B. DEFINISI OPERASIONAL
Jenis Pelayanan adalah jenis-jenis pelayanan yang diberikan oleh
Rumah Sakit kepada masyarakat.
Mutu Pelayanan adalah kinerja yang menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak dapat
menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesui dengan tingkat
kepuasaan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi
yang telah ditetapkan.
Dimensi Mutu adalah suatu pandangan dalam menentukan
penilaian terhadap jenis dan mutu pelayanan dilihat dari akses,
efektivitas, efisiensi, keselamatan dan keamanan kenyamanan,
kesinambungan pelayanan kompetensi teknis dan hubungan antar
manusia berdasarkan standa WHO.
Kinerja adalah proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh
suatu organisasi dalam menyediakan produk dalam bentuk jasa
pelayanan atau barang kepada pelanggan.
Indikator Kinerja adalah variabel yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukan
pengukuran terhadap perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu
atau tolak ukur prestasi kuantitatif / kualitatif yang digunakan untuk
mengukur terjadinya perubahane terhadap besaran target atau
standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Standar adalah nilai tertentu yang telah ditetapkan berkaitan
dengan sesuatu yang harus dicapai.

Definisi operasional: dimaksudkan untuk menjelaskan pengertian


dari indikator .
Frekuensi pengumpulan data adalah frekuensi pengambilan data
dari sumber data untuk tiap indikator.
Periode analisis adalah rentang waktu pelaksanaan kajian
terhadap indikator kinerja yang dikumpulkan.
10. Pembilang (numerator) adalah besaran sebagai nilai pembilang
dalam rumus indikator kinerja.
11. Penyebut (denominator) adalah besaran sebagai nilai pembagi
dalam rumus indikator kinerja.
12. Standar adalah ukuran pencapaian mutu/kinerja yang
diharapkan bisa dicapai.
13. Sumber data adalah sumber bahan nyata/keterangan yang
dapat dijadikan dasar kajian yang berhubungan langsung dengan
persoalan.

C. PRINSIP PENYUSUPAN DAN PENETAPAN SPM


Di dalam menyusun SPM telah memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
Konsensus, berdasarkan kesepakatan bersama berbagai
komponen atau sektor terkait dari unsur-unsur kesehatan dan
departemen terkait yang secara rinci terlampir dalam daftar tim
penyusun,
Sederhana, SPM disusun dengan kalimat yang mudah dimengerti
dan dipahami,

Nyata, SPM disusun dengan memperhatikan dimensi ruang,


waktu dan persyaratan atau prosedur teknis,
Terukur, seluruh indikator dan standar di dalam SPM dapat diukur
baik kualitatif ataupun kuantitatif,
Terbuka, SPM dapat diakses oleh seluruh warga atau lapisan
masyarakat,
Terjangkau, SPM dapat dicapai dengan menggunakan sumber
daya dan dana yang tersedia,
Akuntabel, SPM dapat dipertanggung gugatkan kepada publik,
Bertahap, SPM mengikuti perkembangan kebutuhan dan
kemampun keuangan, kelembagaan dan personil dalam pencapaian
SPM.

D. LANDASAN HUKUM
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang Kesehatan,
Undang-Undang Nomor l7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang Nomor I tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah,,
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang program
Pembangunan Nasional tahun 2000 2005,
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000
tentang Kewenanga Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom,
Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang pembinaan
dan Pengawasan atas Penyelenggara Pemerintah Daerah,

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2003


tentang pedoman organisasi perangkat daerah (Lembaran Negara
tahun 2001No. 14, tambahan lembaran negara No. 42621),
Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana
Kerja Pemerintah,
10. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara
RI sebagaimana telah beberapa kali diiubah terakhir dengan
Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2005 ,
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal,
14. Keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 28
tahun 2004 tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik,
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 61 / Menkes/ SK /l/2004
tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan di Propinsi, Kabupaten/ Kota dan Rumah Sakit ,
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228 / MenKes/SK/ III/ 2002
tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minirnal Rumah
Sakit Yang Wajib Dilaksanakan Daerah ,

17. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575/ Menkes/ SK / II /2005


tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan,
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis tentang penyusunan dan penetapan Standar
Pelayanan Minimal.

2.2 STANDAR PELAYANAN MINIMAL


RUMAH SAKIT
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dalam pedoman ini
meliputi jenis-jenis pelayanan indikator dan standar pencapaiain
kinerja pelayanan rumah sakit.
Jenis jenis pelayanan rumah sakit:
Jenis jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan
oleh rumah sakit meliputi:
Pelayanan gawat darurat,
Pelayanan rawat jalan,
Pelayanan rawat inap,
Pelayanan bedah ,
Pelayanan persalinan dan perinatologi ,
Pelayanan intensif,
Pelayanan radiologi,
Pelayanan laboratorium patologi klinik,
Pelayanan rehabilitasi medik,
10. Pelayanan farmasi,

11. Pelayanan gizi,


13. Pelayanan keluarga miskin,
14. Pelayanan rekam medis,
15. Pengelolaan limbah,
16. Pelayanan administrasi manajemen,
17. Pelayanan ambulans/kereta jenazah,
18. Pelayanan pemulasaraan jenazah,
19. Pelayanan laundry,
20. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit,
21. Pencegah Pengendalian Infeksi.

2.3 PERAN PUSAT, PROVINSI, DAN KABUPATENIKOTA


Peran Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
Pengorganisasian:
Gubernur/Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam
penyelenggaraan pelayanan rumah sakit sesuai Standar Pelayanan
Minimal yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit
Provinsi/Kabupaten/Kota,

Penyelenggaraan pelayanan rumah sakit sesuai Standar


Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud dalam butir a secara
operasional dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota,
Pelaksanaan dan Pembinaan
Rumah Sakit wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal yang disusun dan
disahkan oleh Kepala Daerah,
Pemerintah Daerah wajib menyediakan sumber daya yang
dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal,
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi memfasilitasi
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan
minimal dan mekanisme kerjasama antar daerah kabupaten/kota,
Fasilitasi dimaksud butir a dalam bentuk pemberian standar
teknis,pedoman, bimbingan teknis, pelatihan, meliputi:
1)

Perhitungan kebutuhan Pelayanan rumah sakit sesuai Standar

Pelayanan Minimal,
2)

Penyusunan rencana kerja dan standar kinerja pencapaian

target SPM ,
3)

Penilaian pengukuran kinerja,

4)

Penyusunan laporan kinerja dalam menyelenggarakan

pemenuhan standar pelayanan minmal rumah sakit


Pengawasan
Gubernur/Bupati/walikota melaksanakan pengawasan dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan
minimal rumahsakit di daerah masing-masing,

Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan laporan pencapaian


kinerja pelayanan rumahsakit sesuai standar pelayanan minimal
yang ditetapkan.

2.4 SPM setiap Jenis Pelayanan, Indikator, dan Standar


(Lampiran)
2.5 Uraian Standar Pelayanan Minimal
(Lampiran)
BAB 3
STUDI KASUS dan PEMBAHASAN

3.1 Contoh kasus


70% Pasien keluhkan Buruknya Layanan Rumah Sakit
(20 Maret 2011)
Sumber : http://www.bataviase.co.id/node/609068
Kesehatan
Rakyat Merdeka

Mutu layanan rumah sakit (RS) saat ini masih belum memenuhi
standar pelayanan minimal (SPM). Berdasarkan penelitian ICW di
Jabodetabek, sebesar 70,5 persen pasien RS swasta dan pemerintah
mengeluhkan buruknya pelayanan RS secara umum.
SEBANYAK 10,2 persen pasien di antaranya mengaku pernah ditolak
di RS. Upaya pemerintah memberikan layanan kesehatan bagi
masyarakat miskin dianggap hanya isapan jempol belaka. Ada
pasien yang sudah dalam kondisi sekarat sering dipersulit gara-gara
masalah administrasi. Terlebih bagi masyarakat pengguna kartu
Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Ketua II Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Sumardjati Arjoso
menyayangkan mutu layanan kesehatan yang diberikan pemerintah
terhadap masyarakat miskin. Di RS, sebagian pasien miskin
ditelantarkan atau dipersulit birokrasinya.
"Seharusnya, di negara kapitalis ini, pasien UGD itu diutamakan
lebih dulu, bukan malah mempersulit dengan berbagai alasan," kata
Sumardjati di acara Dialog Interaktif Mengenai Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit di Jakarta, Kamis (17/3). Menurut Sumardjati, kondisi
seperti itu harus diperhatikan pemerintah. Praktik "kesenjangan
kesehatan disebabkan masih banyaknya RS yang tidak mengikuti
SPM yang memiliki akreditasi, baik kualitas layanan, sumber daya
manusia dan fasilitas alat-alat medis.
"SPM inilah yang harus dikaji kembali. Apakah semua RS sudah
memenuhi SPM atau belum, termasuk akreditasinya? Apa sanksinya
jika ada RS yang tidak memenuhi standar tersebut," tanya
Sumardjati. Ia mengatakan, buruknya pela-yanan kesehatan saat ini
akibat tidak adanya badan pengawas di RS. "Keberadaan badan
pengawas sangat penting untuk mengawasi proses pelayanan
kesehatan yang dilakukan RS terhadap pasiennya, terutama bagi
masyarakat miskin," ujarnya.

Ketua Kompartemen Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh


Indonesia (PERSI) Djoti Atmodjo mengakui, masih banyak RS yang
belum memiliki akreditasi alias SPM. Berdasarkan data yang
dihimpunnya, baru 41 persen dari seluruh RS sebanyak 1.523 yang
memiliki akreditasi.
"Jadi masih ada sekitar 59 persen lagi yang belum terakreditasi,"
kata Djoti.
RS yang belum terakreditasi ini diberikan waktu dua tahun sejak
dikeluarkannya UU No. 44 tahun 2009 untuk memenuhi akreditasi.
Jika sisa RS yang belum terakreditasi tetap tidak memenuhi
akreditasi, kata Djoti, maka akan dikenai beberapa tahapan. Mulai
dari teguran, teguran tertulis, denda hingga pencabutan izin operasi
RS.
Monitoring Pelayanan Publik Indonesian Corruption Watch (ICW)
Febri Hendri mendesakpemerintah segera menyusun Peraturan
Pemerintah soal Badan Pengawas Rumah Sakit (PP BPRS) dan
mengesahkan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). "PP
BPRS ini diharapkan mampu menjadi lembaga kontrol RS melalui
mekanisme pengadaan," ujarnya.
Pembahasan RUU BPJS di tingkat legislatif kini mandek lantaran
banyaknya perbedaan pendapat antara pemerintah dan anggota
parlemen. ICW berharap, pemerintah maupun DPR dapat
mengesampingkan kepentingan bisnis dan politik agar RUU tersebut
dapat segera disahkan.
"UU ini yang akan menjamin biaya pengobatan seluruh rakyat
Indonesia di berbagai RS dan Puskesmas," kata Febri.

PenelitianlCW terhadap RS swasta dan 12 RS pemerintah di wilayah


Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek)
mengungkapkan, sebanyak 70,5 persen dari 986 pasien responden
mengeluhkan pelayanan RS secara umum. Sebanyak 10,2 persen di
antaranya mengaku pernah ditolak di RS.
Seluruh responden yang disurvei ICW merupakan pemegang kartu
Jamkesda, Jamkesmas, Gakin (Keluarga Miskin). dan SKTM (Surat
Keterangan Tidak Mampu). Survei dilakukan selama satu bulan
pada-13 Oktober 2010

Anda mungkin juga menyukai