Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Standar pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan

tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah

yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Indikator SPM

adalah tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk

menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuh didalarn pencapaian

suatu SPM tertentu berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat

pelayanan. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65, 2005).

Standar pelayanan minimal rumah sakit pada hakekatnya merupakan jenis-

jenis pelayanan rumah sakit yang wajib dilaksanakan oleh

pemerintah/pemerintah provinsi/pemerintah kabupaten/kota dengan standar

kinerja yang ditetapkan. Namun demikian mengingat kondisi masing- masing

daerah yang terkait dengan sumber daya yang tidak merata maka diperlukan

pentahapan dalam pelaksanaan SPM oleh masing- masing daerah sejak

ditetapkan pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, sesuai dengan

kondisi/perkembangan kapasitas daerah. Mengingat SPM sebagai hak

konstitusional maka seyogyanya SPM menjadi prioritas dalam perencanaan dan

penganggaran daerah. Rumah Sakit sebagai salah satu sarana

kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada mayarakat

memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat

kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Rumah Sakit dituntut untuk

memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan

dan dapat menjangkau seluruh lapisan mas yarakat (Keputusan Menteri

Kesehatan No. 129/2008).

Dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang


Kesehatan di Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar

Pelayanan Minimal, maka perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan standar

pelayanan minimal Rumah Sakit yang wajib dimiliki oleh Rumah Sakit.

Jenis – jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah

sakit salah satunya adalah Pelayanan di Unit Gawat Darurat (UGD) yang

memiliki peran sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat

darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam

kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra

rumah sakit tercermin dari kemampuan unit gawat darurat. Bekerja di UGD

membutuhkan kecekatan, keterampilan, dan kesiagaan setiap saat, (Hardianti,

2008).

Indikator- indikator pada pelayanan gawat darurat yang ingin diteliti meliputi

pemberian pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat ATLS (Advanced

Trauma Life Support) / BTLS (basic trauma life support) / ACLS (Advanced

Cardac Life Support ) / PPGD (Pertolongan Penderita Gawat Darurat), waktu

tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat, dan kepuasan Pelanggan pada

Gawat Darurat.

Dewasa ini citra pelayanan kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal ini

terindikasi dengan tingginya minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti

Malaysia dan Singapura. Kecenderungan masyarakat berobat ke luar negeri

secara umum disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan

yang diberikan telah memenuhi harapan pasien. Dalam Suara Karya On Line

22 Desember 2004, setiap tahun sekitar 5.000 pasien berobat ke luar negeri

dan devisa yang dikeluarkan mencapai 400 juta dolar atau 3,6 triliun. Rata-rata

pasien yang berobat ke Malaysia dan Singapura berasal dari Jakarta, Medan

Riau dan Aceh. Permasalahan secara umum adalah kualitas pelayanan


kesehatan khususnya rumah sakit belum memenuhi standar dan harapan

masyarakat (Puspita, 2009).

Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Unit Gawat Darurat (UGD) di

RSUD Kota Baubau terdapat berbagai keluhan karena pelayanan yang

diberikan belum sesuai dengan standar pelayanan minimal yang sudah

ditetapkan seperti keterlambatan dalam menangani pasien, masih kurangnya

pemberi pelayanan kegawat daruratan yang memiliki sertifikat pelatiha n ATLS/

BTLS/ ACLS/ PPGD apalagi sebagian dari mereka sudah dipindahkan ke unit

bagian lain dan juga masih kurangnya fasilitas atau ruangan seperti triase di

UGD. Disamping itu, belum adanya tim penanggulangan bencana karena

terkendala dengan masalah dana. Berdasarkan hasil data laporan atau

dokumentasi di ruang UGD kematian pasien dibawah 24 jam pada tahun 2010

sebanyak 40 jiwa dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 44 jiwa. Kondisi

tersebut menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan RSUD Kota Baubau

belum sesuai dengan standar pelayanan minimal yang sudah ditetapkan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, Maka Penulis merasa tertarik untuk melakukan

membuat makala tentang gambaran pencapaian Standar Pelayanan Minimal di

Unit Gawat Darurat RSUD Kota Baubau.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka Penulis

menetapkan rumusan masalah bagaimana gambaran Standar Pelayanan

Minimal di Unit Gawat Darurat RSUD Kota Baubau.

3. TUJUAN PENULISAN

Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran Standar Pelayanan Minimal di Unit Gawat Darurat

RSUD Kota Baubau.


Tujuan Khusus

 Untuk mendapatkan data dan informasi tentang waktu tanggap Pelayanan

Dokter di Gawat Darurat.

 Untuk mendapatkan data dan informasi tentang kepuasan Pelanggan pada

Gawat Darurat.

 Untuk mendapatkan data dan informasi tentang pemberian pelayanan

kegawat daruratan yang bersertifikat ATLS / BTLS / ACLS / PPGD

4. MANFAAT PENULISAN

1. Manfaat Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan

Penulisan tentang gambaran tentang pencapaian Standar Pelayanan Minimal di

Unit Gawat Darurat

2. Manfaat Bagi Rumah Sakit

 Sebagai informasi tambahan tentang kondisi Pelayanan Kesehatan di Ruang

Unit Gawat Darurat secara riil yang ada di wilayah Penulisan penulis, hal ini

nantinya akan dapat bermanfaat untuk menyusun rencana program di masa

yang akan datang.

 Sebagai referensi tambahan tentang standar pelayanan minimal di UGD

sehingga bisa menjadi rujukan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah

sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga merupakan tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan,

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan

penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan

terpadu serta berkesinambungan (Siregar, 2004).

Beberapa pengertian rumah sakit yang dikemukakan oleh para ahli :

a. Menurut American Hospital Association (1974) Rumah Sakit adalah suatu organisasi

yang melalui tenaga medis profesioanal yang terorganisir serta sarana kedokteran

yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan

yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh

pasien.

b. Menurut Association Of Hospital Care (1947) rumah sakit adalah pusat dimana

pelayan kesehatan masyarakat, pendidikan serta Penulisan kedokteran

diselenggarakan.

c. Menurut Wolper dan Pena (1987) Rumah Sakit adalah tempat dimana orang sakit
mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dima na pendidikan

klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan

lainnya diselenggarakan.

2. Fungsi Rumah Sakit

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, fungsi Rumah Sakit adalah :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan

standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan

yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan Penulisan dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan

etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan

3. Klasifikasi Rumah Sakit

a. Rumah Sakit Kelas A

Rumah Sakit kelas A adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan

kedokteran spesialis dan subspesialis luas. O leh Pemerintah, Rumah Sakit kelas A ini

telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (Top Refeeal Hospital)

atau disebut pula sebagai Rumah Sakit Pusat.

b. Rumah Sakit Kelas B

Rumah Sakit kelas B adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan

kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan Rumah Sakit kelas B

didirikan di setiap ibukota Propinsi yang menampung pelayanan rujukan dari Rumah

Sakit Kabupaten. Rumah Sakit pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga

diklasifikasi sebagai Rumah Sakit kelas B.


c. Rumah Sakit Kelas C

Rumah Sakit kelas c adalah Ruamh Sakit yang mampu memberikan pelayanan

kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada emapat macam pelayanan spesilis ini

yang disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan

kesehatan anak serta pelayana kebidanan dan kandungan. Direncanakan Rumah

Sakit kelas C ini akan didirikan di setiap ibukota Kabupaten yang menampung

pelayanan rujukan dari PUSKESMAS

d. Rumah Sakit Kelas D

Rumah Sakit kelas c adalah

Rumah Sakit kelas D adalah Rumah Sakit transisi kerena pada satu saat akan

ditingkatkan menjadi Rumah Sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan Rumah Sakit

kelas D hanya lah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi.

Sama halnya dengan Rumah Sakit kelas C, Rumah Sakit kelas D ini juga mena mpung

pelayanan rujukan yang berasal dari PUSKESMAS.

4. Standar Pelayanan Minimal

A. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang Kesehatan,

2. Undang-Undang Nomor l7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

3. Undang-Undang Nomor I tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

4. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,,

5. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang program Pembangunan

Nasional tahun 2000 – 2005,

6. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang

Kewenanga Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom,

7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang pembinaan dan

Pengawasan atas Penyelenggara Pemerintah Daerah,

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2003 tentang


pedoman organisasi perangkat daerah (Lembaran Negara tahun 2001No. 14,

tambahan lembaran negara No. 42621)

9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja

Pemerintah.

10. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Susunan organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara RI sebagaimana telah

beberapa kali diiubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2005

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,

12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah,

13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 tentang

Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal,

14. Keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 28 tahun 2004

tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik,

15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 61 / Menkes/ SK /l/2004 tentang

Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di

Propinsi, Kabupaten/ Kota dan Rumah Sakit

16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228 / MenKes/SK/ III/ 2002 tentang

Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minirnal Rumah Sakit Yang Wajib

Dilaksanakan Daerah

17. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575/ Menkes/ SK / II /2005 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis

tentang penyusunan dan penetapan Standar Pelayanan Minimal,

B. Pengertian Standar Pelayanan Minimal

Adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan
wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Juga merupakan

spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan

Layanan Umum kepada masyarakat.

Beberapa pengertian dari standar adalah sebagai berikut :

1. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan

dalam melakukan kegiatan (PP No. 25 tahun 2000).

2. Standar adalah nilai tertentu yang telah ditetapkan berkaiatan dengan sesuatu

yang harus dicapai atau standar adalah ukuran pencapaian mutu/kinerja yang

diharapkan bisa dicapai (Kepmenkes No. 129 tahun 2008).

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi

langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan

menyediakan kepuasan pelanggan, pelayanan juga dapat diartikan sebagai usaha

melayani kebutuhan orang lain (Hasyim, 2006).

Standar pelayanan adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian

kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan

kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas (LAN, 2003).

Standar Pelayanan Rumah Sakit Daerah meliputi penyelenggaraan pelayanan

manajemen rumah sakit, pelayanan medik, pelayanan penunjang, dan pelayanan

keperawatan baik rawat inap maupun rawat jalan yang minimal harus

diselenggarakan oleh rumah sakit

Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan (LAN, 2003) :

1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat pelayanan

dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan, memberikan fokus

pelayanan kepada pelanggan/masyarakat, menjadi alat komunikasi antara


pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatkan pelayanan,

menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi alat monitoring

dan evaluasi kinerja pelayanan.

2. Melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja pelayanan

publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan bernegara

pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Hal ini

disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah adalah memberikan dan

memfasilitasi berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai

dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain

dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan,

kesehatan, sosial dan lainnya.

3. Meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat membantu unit-

unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik

bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat

dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan, waktu

pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga petugas pelayanan

memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam memberikan pelayanan.

Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan

Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bab 1 ayat 6 menyatakan standar pelayanan

minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu

pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap

warga Negara secara minimal. Ayat 7 menjelaskan indikator SPM adalah tolak ukur

untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan

besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu,

berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan. Dalam penjelasan pasal

39 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.58 tahun 2005 tentang

pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan standar


pelayanan minimal adalah tolak ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan

mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.

Standar pelayanan minimal adalah ketentuan jenis dan mutu pelayanan dasar yang

merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga Negara secara

minimal.

Standar pelayanan minimal ini dimaksudkan agar tersedianya panduan bagi daerah

dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta

pengawasan dan pertanggung jawaban penyelenggaraan standar pelayanan minimal

rumah sakit. Standar pelayanan minimal ini bertujuan untuk menyamakan

pemahaman tentang definisi operasional, indikator, kinerja, ukuran/satuan, rujukan,

target nasional untuk tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, cara perhitungan/

rumus /pembilang dan penyebut /standar/ satuan pencapaian kinerja dan sumber

data.

Tujuan standar pelayanan minimal di RSUD adalah untuk melihat pelayanan yang

diberikan oleh pemerintah kepada rakyat sehingga dapat diketahui apakah sudah

sesuai dengan standar yang ditetapkan atau masih sangat jauh dibawah standar.

C. Prinsip Penyusunan Dan Penetapan SPM

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

129/Menkes/SK/III/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, di dalam

menyusun SPM telah memperhatikan hal hal sebagai berikut :

1. Konsensus, berdasarkan kesepakatan bersama berbagai komponen atau sektor

terkait dari unsur-unsur kesehatan dan departemen terkait yang secara rinci

terlampir dalam daftar tim penyusun.

2. Sederhana, SPM disusun dengan kalimat yang mudah dimengerti dan dipahami.

3. Nyata, SPM disusun dengan memperhatikan dimensi ruang, waktu dan


persyaratan atau prosedur teknis.

4. Terukur, seluruh indikator dan standar di dalam SPM dapat di ukur baik kualitatif

ataupun kuantitatif.

5. Terbuka, SPM dapat di akses oleh seluruh warga atau lapisan masyarakat.

6. Terjangkau, SPM dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya dan dana

yang tersedia.

7. Akuntabel, SPM dapat dipertanggung gugatkan kepada publik.

8. Bertahap, SPM mengikuti perkembangan kebutuhan dan kemampuan keuangan,

kelembagaan dan personil dalam pencapaian SPM

Pada dasarnya penetapan standar pelayanan minimal bidang kesehatan mengacu

pada kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan yaitu :

1. Terbangunnya komitmen antara pemerintah, legislatif,

masyarakat dan Stakeholder lainnya guna kesinambungan pembangunan

kesehatan.

2. Terlindunginya kesehatan masyarakat, khususnya penduduk miskin, kelompok

rentan, dan daerah miskin.

3. Terwujudnya komitmen nasional dan global dalam program kesehatan.

SPM Bidang Kesehatan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Diterapkan pada urusan wajib. Oleh karena itu SPM merupakan bagian integral

dari Pembangunan Kesehatan yang berkesinambungan, menyeluruh, terpadu,

sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

2. Diberlakukan untuk seluruh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. SPM harus

mampu memberikan pelayanan kepada publik tanpa kecuali (tidak hanya

masyarakat miskin) dalam bentuk, jenis, tingkat dan mutu pelayanan yang

esensial dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

3. Menjamin akses masyarakat mendapat pelayanan dasar tanpa mengorbankan


mutu dan mempunyai dampak luas pada masyarakat (positive Health Ekternality).

4. Merupakan indikator kinerja bukan standar teknis, dikelola dengan manajerial

professional sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya.

5. Bersifat dinamis.

6. Ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan dasar.

D. Langkah-Langkah Penyusunan SPM

Sejalan dengan amanah PP Nomor 65 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 6 Tahun 2007, proses penyusunan SPM bidang kesehatan di

Kabupaten/Kota melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengkaji standar jenis pelayanan dasar yang sudah ada dan/atau standar teknis

yang mendukung penyelenggaraan jenis pelayanan dasar.

2. Menyelaraskan jenis pelayanan dasar dengan pelayanan dasar yang tertuang

dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), RKP (Rencana

Kerja Pemerintah) dan dokumen kebijakan, serta konvensi/perjanjian

internasional.

3. Menganalisa dampak, efisiensi, dan efektivitas dari pela yanan dasar terhadap

kebijakan dan pencapaian tujuan nasional.

4. Menganalisis dampak kelembagaan dan personil.

5. Mengkaji status pelayanan dasar saat ini, termasuk tingkat pencapaian tertinggi

secara nasional dan daerah.

6. Menyusun rancangan SPM.

7. Menganalisis pembiayaan pencapaian SPM secara nasional dan daerah (dampak

keuangan ).

8. Menganalisis data dan informasi yang tersedia.

9. Melakukan konsultasi dengan sektor-sektor terkait dan daerah.


10. Menggali masukan dari masyarakat dan kelompok-kelompok profesional.

Dalam pelaksanaan SPM Bidang Kesehatan untuk jangka waktu tertentu ditetapkan

target pelayanan yang akan dicapai (minimum service target), yang merupakan

spesifikasi peningkatan kinerja pelayanan yang harus dicapai dengan tetap

berpedoman pada standar teknis yang ditetapkan guna mencapai status kesehatan

yang diharapkan. Dalam urusan wajib dan SPM, nilai indikator yang dicantumkan

merupakan nilai minimal nasional sebagaimana komitmen global dan komitmen

nasional yaitu target Tahun 2010 dan Tahun 2015.

E. Kriteria SPM

Departemen Kesehatan telah sepakat menambahkan kriteria SPM yaitu :

1. Merupakan pelayanan yang langsung dirasakan masyarakat, sehingga hal- hal

yang berkaitan dengan manajemen dianggap sebagai faktor pendukung dalam

melaksanakan urusan wajib (perencanaan, pembiayaan, pengorganisasian,

perizinan, sumberdaya, sistem dsb), tidak dimasukkan dalam SPM (kecuali critical

support function).

2. Merupakan prioritas tinggi bagi Pemerintah Daerah karena melindungi hak-hak

konstitusional perorangan dan masyarakat, untuk melindungi kepentingan

nasional dan memenuhi komitmen nasional dan global serta merupakan

penyebab utama kematian/kesakitan.

3. Berorientasi pada output yang langsung dirasakan masyarakat.

4. Dilaksanakan secara terus- menerus (sustainable), terukur (measurable) dan

dapat dikerjakan (feasible).

F. Peran Pusat, Provinsi, Dan Kabupaten/Kota

Peran Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Standar Pelayanan

Minimal Rumah Sakit adalah sebagai berikut :


1. Pengorganisasian:

a. Gubernur/Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan

pelayanan rumah sakit sesuai Standar Pelayanan Minimal yang dilaksanakan

oleh Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota

b. Penyelenggaraan pelayanan rumah sakit sesuai Standar Pelayanan Minimal

sebagaimana dimaksud dalam butir a secara operasional dikoordinasikan

oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota

2. Pelaksanaan dan Pembinaan

a. Rumah Sakit wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan

Standar Pelayanan Minimal yang disusun dan disahkan oleh Kepala Daerah

b. Pemerintah Daerah wajib menyediakan sumber daya yang dibutuhkan dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan Standar

Pelayanan Minimal

c. Pemerintah dan Pemerintah Provinsi memfasilitasi penyelenggaraan

pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal dan mekanisme

kerjasama antar daerah kabupaten/kota

d. Fasilitasi dimaksud butir a dalam bentuk pemberian standar teknis,pedoman,

bimbingan teknis, pelatihan, meliputi:

 Perhitungan Kebutuhan Pelayayanan Rumah sakit Sesuai Standar

Pelayanan Minimal

 Penyusunan rencana kerja dan standar kinerja pencapaian target SPM

 Penilaian pengukuran kinerja

 Penyusunan laporan kinerja dalam menyelenggarakan pemenuhan

standar pelayanan minmal rumah sakit

3. Pengawasan

 Gubernur/Bupati/walikota melaksanakan pengawasan dalam


penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal

rumahsakit di daerah masing-masing

 Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan laporan

pencapaian kinerja pelayanan rumahsakit sesuai standar pelayanan

minimal yang ditetapkan

Jenis – jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah sakit

meliputi :

1. Pelayanan gawat darurat

2. Pelayanan rawat jalan

3. Pelayanan rawat inap

4. Pelayanan bedah

5. Pelayanan persalinan dan perinatologi

6. Pelayanan intensif

7. Pelayanan radiologi

8. Pelayanan laboratorium patologi klinik

9. Pelayanan rehabilitasi medik

10. Pelayanan farmasi

11. Pelayanan gizi

12. Pelayanan transfusi darah

13. Pelayanan keluarga miskin

14. Pelayanan rekam medis

15. Pengelolaan limbah

16. Pelayanan administrasi manajemen

17. Pelayanan ambulans/kereta jenazah

18. Pelayanan pemulasaraan jenazah

19. Pelayanan laundry

20. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit


21. Pencegah Pengendalian Infeksi
BAB II

PEMBAHASAN

Standar Pelayanan Minimal Pada Unit Gawat Darurat

Unit Gawat Darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memberikan pelayanan

kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari rangkaian yang perlu

diorganisir. Tidak semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat yang lengkap

dengan tenaga memadai dan peralatan canggih, karena dengan demikian akan terjadi

penghamburan dana dan sarana. Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat harus

memperhatikan dua aspek yaitu : sistim rujukan penderita gawat darurat.

Suatu unit gawat darurat (UGD) harus mampu memperhatikan pelayanan dengan kualitas

tinggi pada masyarakat dengan problem medis akut. Pelayanan unit gawat darurat harus

mampu mencegah kematian dan cacat, melakukan rujukan, menanggulangi korban

bencana.

Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem

Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat

mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah

sakit dengan pendekatan lintas program dan multisektoral. Pelayanan di tingkat Rumah
Sakit Pelayanan gawat darurat meliputi suatu sistem terpadu yang dipersiapkan mulai dari

IGD, HCU, ICU dan kamar jenazah serta rujukan antar RS mengingat kemampuan tiap-tiap

Rumah Sakit untuk penanganan efektif (pasca gawat darurat) disesuaikan dengan Kelas

Rumah Sakit.

Tujuan dari pelayanan gawat darurat ini adalah untuk memberikanertollongan pertama

pada pasien yang datang dan menghindari berbagai resiko seperti kematian,

menanggulangi korban kecelakaan, atau bencana lainnya yang langsung membutuhkan

tindakan.

Pelayanan pada unit gawat daruratuntuk pasien yang datang akan langsung dilakukan

tindakan sesuaidengan kebutuhan dan prioritasnya. Bagi pasien yang tergolong (akut) maka

langsung dilakukan tindakan menyelamatkan jiwa pasien (live saving). Bagi pasien yang

tergolong tidak akut dan gawat akan dilakukan pengobatan sesuai dengan kebutuhan dan

kasus masalahnya yang setelah itu akan dipulangkan kerumah.

Kriteria Unit Gawat Darurat

Kriteria Unit Gawat Darurat adalah :

1. Unit gawat darurat harus buka 24 jam,

2. unit gawat darurat juga harus melayani penderita-penderita “false emergency” tetapi

tidak boleh mengganggu/mengurangi mutu pelayanan penderita gawat darurat,

3. Unit gawat darurat sebaiknya hanya melakukan”primary care” sedangkan “definative

care” dilakukan ditempat lain dengan cara kerja sama yang baik,

4. Unit gawat darurat harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat

sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat,

5. Unit gawat darurat harus melakukan riset guna meningkatkan mutu/kualitas pelayanan

kesehatan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 1992).


Fasilitas Unit Gawat Darurat

1. Susunan ruangan dan arsitektur bangunan harus dapat menjamin efisiensi pelayanan

kegawatan.

2. Harus ada pelayanan radiologi yang diorganisasi dengan baik serta lokasinya.

3. Alat dan instrument harus berkualitas baik dan selalu bersedia untuk dipakai.

4. Memiliki mobil Ambulance.

Indikator Unit Gawat Darurat

1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa digawat darurat, standar 100%

Judul Kemampuan menangani life saving Di Gawat Darurat

Dimensi Mutu Keselamatan

Tujuan Tergambarnya kemampuan Rumah Sakit dalam

memberikan Pelayanan Gawat Darurat


Dimensi Life saving adalah upaya penyelamatan jiwa manusia

Operasional dengan urutan Airway, Breath, Circulation


Frekuensi Setiap bulan

Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan sekali

Numerator Jumlah kumulatif pasien yang mendapat pertolongan life

saving di Gawat Darurat


Denominator Jumlah seluruh pasien yang membutuhkan penanganan
life saving di unit Gawat Darurat

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kepada Direktur RSUD Kota Baubau agar dapat memberikan pelatihan kepada tenaga

kesehatan yang belum bersertifikat, agar seluruh tenaga kesehatan yang belum memiliki

sertifikat dapat memilikinya.

2. Kepada Kepala kabid keperawatan agar senantiasa memantau kinerja perawat dan

melakukan rotasi dalam jangka waktu 3 bulan sekali untuk mencegah kejenuhan.

3. Kepada Tenaga Kesehatan di Unit Gawat Darurat agar dapat lebih meningkatkan lagi

kinerjanya dalam memberikan pelayanan kepada pasien, agar dapat memberikan rasa

kepuasan terhadap pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2005. Metode Penulisan (cetakan VI), Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Direktorat jenderal bina pelayanan medik departemen kesehatan R.I., 2008. Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Bakti husada.

Departemen Kesehatan R.I., Sistem Kesehatan Nasional, Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta, Februari 2004.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia direktorat jenderal pelayanan medik

direktorat rumah sakit umum dan pendidikan.,1999. Standar Pelayanan Rumah Sakit,

edisi ke-11 cetakan kelima, Bakti husada.

Departemen kesehatan RI, kepmenkes No.1457 Tentang Standar Pelayanan inimal

Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, Jakarta, 2003.

Depkes RI, Pedoman Pelayanan Gawat Darurat, Cetakan kedua, Dirjen Yanmedik

Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, Jakarta, 1995.

Hardianti, 2008. Jenis-jenis Pelayanan Minimal di Rumah Sakit, Jakarta.

Http://dinkes.acehprov.go.id (Diakses tanggal 30 juli 2012)

Http://www.prasko.com/2012/08/standar-pelayanan-minimal-rumah-sakit.html

(Diakses tanggal 2 September 2012).


Http://www.ittc.co.id/penyusunan-spm.php (Diakses tanggal 10 September 2012).

Menkes RI., 2008. Undang- undang nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan

Rumah Sakit.

RSHS, Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), Bandung, 2000.

Slamet Teguh. 2010. Skripsi : Hubungan Pelayanan Keperawatan dengan kepuasan

pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD. Dr.M. Ashari Kab. Pemalang. S1

Keperawatan. Stikes Cirebon.

Yayasan AGD 118, Basic Trauma and Cardiac Life Support, Jakarta Utara, 2004.

Anda mungkin juga menyukai